Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Pemerintah (eksekutif/Pejabat Tata Usaha Negara)
melakukan tindakan yang bersifat yuridis maupun non-yuridis.
Dalam hal tindakan Pemerintah yang bersifat yuridis, yang dimaksud adalah Pemerintah
menggunakan sarana yuridis. Dalam menggunakan sarana yuridis, Pemerintah dengan demikian
tidak hanya menjalankan peraturan perundang-undangan tetapi Pemerintah juga diberikan
kewenangan oleh undang-undang untuk membuat peraturan yang harus ditaati oleh
masyarakat. Adapun sarana yuridis yang dimaksud adalah Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN). Berdasarkan sifatnya KTUN dikelompokkan menjadi dua yakni KTUN yang sifatnya
khusus (beschikking) dan KTUN yang bersifat umum (besluit van algemene strekking). Kedua
KTUN ini dalam penerapannya mengikat dan menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban)
berikut sanksi.
Berbeda dengan KTUN yang khusus, maka tindakan hukum Pemerintah dalam bentuk KTUN
yang bersifat umum ini adalah pengaturan yang bersifat umum, abstrak, dan belum final. KTUN
yang bersifat umum juga tidak dapat digugat dihadapan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara.
Apabila ada sengketa hukum yang disebabkan oleh diterbitkannya KTUN yang bersifat umum
ini, maka gugatannya hanya dapat dibawa ke Pengadilan Umum sebatas pada gugatan ganti
rugi.
Peraturan kebijaksanaan --> KTUN yang bersifat umum yang digunakan oleh Pemerintah
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan latar belakang adanya ketidak jelasan
suatu peraturan, peraturan yang bersifat abstrak, kekosongan hukum. Peraturan
kebijaksanaan dikeluarkan oleh Pemerintah yang secara in casu tidak memiliki
kewenangan membuat peraturan, sehingga Peraturan Kebijaksanaan sifat hukumnya
adalah tidak mengikat hukum secara langsung tetapi memiliki relevansi hukum.
Peraturan Kebijaksaan akan mengikat manakala peraturan ini ditindaklanjuti dengan
diterbitkannya KTUN lanjutan oleh badan pemerintahan yang memiliki kewenangan
mengatur.
Contoh: Pajak merupakan bagian dari bidang keuangan. Oleh sebab itu Menteri
Keuangan dapat membuat Peraturan Kebijaksanaan mengenai Pajak. Namun demikian
1
Peraturan Kebijaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan mengenai pajak
sifatnya tidak mengikat hukum secara langsung akan tetapi memiliki relevansi hukum
dalam arti akan mengikat hukum secara langsung bila peraturan kebijaksanaan dari
Menteri Keuangan itu
2
- Instruksi-instruksi (aanscrijvingen)
- Nota kebijaksanaan (beleids notas)
Perencanaan terbagi dalam tiga kategori yaitu (baca buku DR. RIDWAN HR, hal 185-
190):
Perencanaan informatif
Perencanaan indikatif
Perencanaan operasional atau normative
4
pertumbuhan ekonomi dapat dan akan direncanakan, berapa besar tabungan
masyarakat dan pemerintah akan tumbuh, bagaimana proyeksinya dan hal-hal
lainnya secara makro dan menyeluruh.
(2), perencanaan sektoral; sektor adalah kelompok program yang bisa dihimpun
sebagai suatu keluarga, yang merupakan wadah dari kegiatan-kegiatan yang
menunjang pencapaian suatu kelompok tujuan atau sasaran tertentu. Perencanaan
sektor adalah kegiatan atau kelompok kegiatan. Misalnya kegiatan-kegiatan di
bidang pendidikan dan pelatihan dihimpun dalam program pendidikan dan
pelatihan, yang merupakan nsur dari sektor aparatur negara dan pengawasan.
(3). Prencanaan regional; merupaka perencanaan yang menitik beratkan pada lokasi
atau aspek dimana kegiatan dilakukan. (4). Perencanaan mikro; merupakan
perencanaan skala rinci dalam perencanaan tahunan, yang merupakan penjabaran
rencana-rencana baik makro, sektoral, maupun regional ke dalam proyek-proyek
dan kegiatan-kegiatan dengan berbagai dokimen perencanaan dan
penganggarannya.
3. Perencanaan menurut proses atau hierarki penyusunan.
Dilihat dari proses atau hierarki penyusunan, perencanaan dibagi menjadi dua:
(1). Perencanaan dari bawah ke atas (bottom-up planning); model ini dianggap
sebagai pendekatan perencanaan yang seharusnya diikuti karena dipandang lebih
didasarkan pada kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari
bawah keatas ini dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan ditigkat
masyarakat yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan dan mendapat
dampak dari kegiatan pembangunan yang direncanakan.
(2). Perencanaa dari atas ke bawah; merupakan pendekatan perencanaan yang
menerapkan cara penjabaran rincana induk ke dalam rencana inci. Pada tahap awal
pembangunan, terutama di indonesia, pendekatan perencanaan ini lebih dominan,
terutama karena masih serba terbatasnya sumber daya pembangunan yang
tersedia.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Pemerintah juga menggunakan sarana hukum
keperdataan. Salah satu alasan mengapa Pemerintah menggunakan sarana hukum
keperdataan adalah ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah
sendiri atau karena keterbatasan Pemerintah sehingga Pemerintah harus melibatkan
pihak swasta. Contoh untuk pengelolaan wilayah kota Pemerintah dapat menerbitkan
KTUN yang menjadi dasar perjanjian kerjasama antara Pemerintah (selaku Pihak
Pertama) dengan Pihak Swasta (selaku Pihak Kedua). Pemerintah dalam hal ini
merupakan badan hukum sebagaimana dalam pengertian hukum keperdataan.
Terdapat beragam KTUN yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam hal Pemerintah
melakukan tindakan hukum keperdataan seperti misalnya jual beli, sewa-menyewa,
membuat perjanjian dan mempunyai hak milik. KTUN yang diterbitkan oleh Pemerintah
5
dalam hal ini tentu tunduk pada prinsip-prinsip hukum keperdataan. Kedudukan
Pemerintah dalam hal ini adalah menjadi setara dengan masyarakat dan tidak lagi lebih
tinggi dari kedudukan masyarakat.
W.F. Prins mengatakan bahwa memang Pemerintah gemar menggunakan sarana hukum
keperdataan sebab selain karena alasan keterbatasan Pemerintah, juga tidak jarang
jalan menurut hukum public acapkali sukar ditempuh.
(Baca buku Dr. Ridwan HR, halaman 217 tentang beberapa keuntungan menggunakan
instrumen keperdataan)
Selain sarana yuridis melalui KTUN sebagaimana telah dijelaskan di atas, dalam hal
tertentu dalam kondisi tertentu, khususnya hal-hal yang membutuhkan tindakan faktual
berdasarkan fakta yang ada, Pemerintah juga menggunakan sarana non-yuridis dalam
menjalankan tugas dan fungsinya yakni melalui tindakan nyata (feitelijke handelingen:
Factual Actions).
Tindakan nyata Pemerintah ini merupakan sarana non-yuridis yang memang dalam
pelaksanaannya tidak dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Namun demikian
dalam rangka perlindungan hukum bagi rakyat, apabila tindakan nyata pemerintah ini
menimbulkan kerugian maka rakyat dapat menggugat Pemerintah dengan meminta
ganti rugi dengan membawanya ke Pengadilan Umum dan hal ini bukan menjadi
kompetensi PTUN.
- Penutupan jalan
- Penebangan pohon untuk penataan kota
- Pemasangan jembatan
- Penyisihan rintangan-rintangan lalu lintas
- Dll.
NOTED!: Mahasiswa tetap mempelajari materi Bab V dari Buku Pengantar HAN (Prof. Philipus
M. Hadjon) dan Bab III Buku HAN (Dr. Ridwan HR)