Anda di halaman 1dari 9

JURNAL DISKUSI

PERTEMUAN IV

I. IDENTITAS
Nama : Makmum Ashari
NIM : 191051301030
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu dan Bioetika
Dosen : Dr. Ismail, M.S.
Kelas :B
Pertemuan : IV (Selasa, 23 September 2019)
Topik/Materi : Unsur-unsur Ilmu Pengetahuan

II. EKSPLORASI KONSEP YANG TELAH DIPAHAMI


1. Ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada landasan filsafat yaitu ontology,
epistemology dan aksiologi
2. Ontologi :
a. Membahas hakekat dari setiap obyek yang akan ditelaah oleh daya tangkap
manusia seperti berpikir, merasa dan mengindera untuk melahirkan sebuah
pengetahuan
b. Hakikat dari ilmu pengetahuan dibahas secara empiris, rasional dan fenomologik.
Dimana empiris yaitu bagaimana menggambarkan obyek yang dikaji
berdasarkan pengalaman yang kongkret, rasional yaitu menggambarkan obyek
yang akan dikaji berdasarkan pengalaman rasional dan fenomologik yaitu
bagaimana menggambarkan obyek yang akan dikaji berdasarkan konsep atau
fenomena yang terjadi.
c. Obyek tersebut dikaji dari beberapa aliran dan sudut mandang diantaranya :
1) Monoisme. Hakikat obyek yang asalnya hanyalah satu
2) Dualisme. Hakikat obyek yang asalnya terdiri atas dua yaitu hakikat nurani
dan hakikat materi
3) Pluralisme. Hakikat obyek yang berasal dari banyak bentuk obyek
4) Nihilisme. Hakikat obyek yang asalnya tidak ada
5) Agnotisisme. Hakikat obyek yang asalnya tidak dapat dijangkau oleh daya
tangkap manusia
3. Epistemologi :
a. Membahas tentang bagaimana mengkaji obyek yang menghasilkan sebuah
pengetahuan yang sistematis
b. Pengetahuan yang sistematis mengantarkan untuk mengetahui prosesdur
bagaimana immu pengetahuan itu ditemukan sehingga kita selalu
memperhatikan bagaiamana mendapatkan pengetahuan itu dengan benar.
c. Memberikan pengetahuan tentang sarana atau cara maupun teknik yang dapat
membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan
d. Ruang lingkup dari pengetahuan yang sistematis terdiri atas :
1) Empirisme, menjelaskan bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pengalaman
2) Rasionalisme, menjelaskan bahwa dasar kepastian pengetahuan adalah akal
3) Positivisme, menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh berdasarkan
pengalaman dan sains
4) Intuisionisme, menjelaskan bahwa pengetahuan berasal dari intuisi manusia
5) Kritisme, menjelaskan bahwa pengetahuan berasal dari akal manusia dan
pengalaman yang rasional
6) Idealisme, menjelaskan bahwa pengetahuan tersebut berasal dari jiwa
manusia
4. Aksiologi
a. Membahas tentang kegunaan dari pengetahuan dan mengkaitkan antara
pengetahuan tersebut dengan nilai-nilai moralitas.
b. Nilai-nilai dari kegunaan etika tersebut dikaji dari berbagai bidang kajian
diantaranya :
1) Etika deskriptif, menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman
moral
2) Etika normative, yang mempersoalkan tentang kebaikan
3) Metaetika yang mengkaji secara analitis terhadap sebuah etika
4) Estetika filsafat
5) Estetika ilmiah

III. KONSEP YANG BELUM DIPAHAMI

1. Apakah yang membedakan antara pengetahuan dan keyakinan?


2. Apakah semua realita yang ditemukan diorganisasi di otak dan dianalisis
menggunakan logika?

IV. PERMASALAHAN BESERTA PEMECAHANNYA

1. Permasalahan :
a. Apa perbedaan jiwa dan ruh? Dan bagaimana menjelaskan ruh secara ilmiah?
b. Bagaimana ilmu pengetahuan dapat berubah-ubah ?
c. Nilai apakah yang dibahas dalam ketiga unsur-unsur ilmu pengetahuan serta
bagaimana korelasi antara filsafat ilmu dan aksiologi?
d. Dari paham rasionalisme dikatakan bahwa akal adalah dasar dari pengetahuan.
Misalnya ada sebuah pulpen, siapakah yang memberi tahu akal bahwa itu
pulpen atau siapakah yang memberitahu akal tentang pengetahuan itu?
e. Jelaskan secara mendalam tentang statement yang mengatakan bahwa “apa itu
ilmu?dari mana asalnya? Apa sumbernya? Bagaimana membangun ilmu yang
tepat dan benar?
f. Bagaimanakah cirri pengetahuan yang sistematik?
g. Ada sebuah mitologi bugis yang menyatakan bahwa “Lettu ko jolo nappa jokka”,
jika dikaji lebih dalam memang itu ada power dalam diri manusia terhadap apa
yang diyakininya. Ada psikolog yang mengatakan bahwa sebenarnya memang
ada kekuatan keyakinan dalam diri manusia yaitu positivisme. Bagaimana anda
menjawab hal itu jika berkacamata filsafat lebih tepatnya aliran positivisme?
2. Jawaban dari permasalahan
a. Perbedaan ruh dan jiwa, dan penjelasan ruh secara ilmiah
1) Berdasarkan hasil diskusi :
Jiwa dan ruh adalah hal yang berbeda, karena ruh merupakan inti suatu
kehidupan, Ruh adalah nafas yang dihembuskan oleh Allah ke dalam
manusia, dan kembali kepada Allah. sedangkan jiwa merupakan suatu
refleksi alam pikiran manusia dalam bentuk pola berfikir, berperilaku,
tingkahlaku, emosi dan efek serta bentuk kepribadian tertentu. Dengan
pikirannya, manusia dapat berfikir, dan dengan perasaannya manusia dapat
mengasihi dan dengan kehendaknya pula manusia dapat memilih. Pada
aspek ontology yang termuat dalam aliran idealisme ruh dianggap sebagai
sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang, dan secara ilmiah ruh
tidak dapat dibuktikan secara pasti karena manusia sendiri mempunyai
ketebatasan terhadap sesuatu yang memang tidak bisa dilihat secara
langsung, namun keterbatasan manusia dalam mengetahui keberadaan ruh
bukan berarti bahwa ruh itu tidak ada, karena keberadaan ruh sendiri
memang belum ada yang mengetahui secara pasti karena hanya allah (sang
pencipta) lah yang mengetahui nya, Hal inilah yang termuat dalam kitab suci
(Alquran).
2) Berdasarkan kajian personal:
Roh adalah unsur ketiga yang membentuk kehidupan manusia. Unsur tubuh
jasmani adalah wadag yang dapat kita raba, jiwa disebut juga nyawa ada di
dalam darah, sedangkan unsur ketiga yaitu roh adalah yang memberi
manusia kesadaran. Tubuh jasmani dapat binasa, tetapi roh manusia
bersifat kekal.
Penulis sepakat tentang konsep roh menurut pandangan ilmiah bahwasanya
ruh tidak dapat memastikan kebenarannya karena adanya batasan-batasan
dari daya tangkap manusia.

b. Ilmu pengetahuan dapat berubah-ubah


1) Berdasarkan hasil diskusi :
Ilmu pengetahuan dapat berubah-ubah seiring perkembangan zaman karena
diikuti dengan perkembangan teknologi yang dapat mengubah suatu teori
atau bahkan membuat teori baru yang lebih masuk akal. Dengan
dilakukannya penelitian yang dilakukan oleh banyak orang sehingga dapat
mengubah teori yang lama. Seperti pada mikroskop, yang sebelumnya
hanya mengetahui bahwa sel itu merupakan ruang ruang yang kosong,
kemudian seiring berjalannya waktu perkembangan mikroskop menjadi lebih
canggih sehingga dapat dilihat bahwa bagian dari sel itu sebenarnya terdiri
dari beberapa organel sel.
2) Berdasarkan kejian personal:
Ilmu memang ada perubahan dari zaman ke zaman sebagaimana yang
Nampak jelas adalah perkembangan peradaban manusia yang maju
demikian pesatnya di berbagai bidang kehidupan, tetapi manusia mesti ingat
bahwa konstruksi yang menjadi kerangka kehidupan itu sama sekali tidak
berubah sebab sudah dibakukan atau dihakikatkan untuk tidak berubah
c. Nilai yang dibahas dalam ketiga unsur-unsur ilmu pengetahuan serta bagaimana
korelasi antara filsafat ilmu dan aksiologi.
1) Berdasarkan hasil diskusi
Ontologi dan Epistemologi itu tidak membahas tentang nilai didalamnya.
Sedangkan Aksiologi memang mengkaji tentang nilai itu sendiri. Apa
sebenarnya nilai itu? Nilai dijelaskan sebagai sesuatu yang menarik bagi
seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari sesuatu yang
disukai dan diinginkan. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat
subjektif, dikatan objektif jika nilai-nilai itu tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Sebaliknya nilai menjadi subjektif apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian.Teori nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. Kemudian korelasi antara filsafat ilmu dengan aksiologi yaitu
mengacu pada permasalahan etika dan estetika, dimana etika menilai
tingkah laku atau perbuatan manusia tentang baik buruknya atau bermoral
dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Sedangkan estetika menilai
yang berkaitan dengan keindahan dan nilai nonmoral. Inilah pentingnya
mengetahui teori nilai (Aksiologi) didalam mempelajari filsafat ilmu, agar kita
dapat menilai bagaimana sebenarnya kegunaan ilmu itu sendiri.Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif, dikatan objektif jika
nilai-nilai itu tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Sebaliknya nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dalam memberi
penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
2) Berdasarkan kajian personal :
Pengkajian terhadap objek khususnya Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya, bagaimana kaitan antara cara penggunaan itu dengan kaidah
moral, bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan moral.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang
berarti sesuai, nilai, pantas, patut. Sedangkan logos yang berarti ilmu, teori,
pemikiran. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu system seperti politik,
sosial dan agama, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga,
yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti
epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah
kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan. Secara historis, istilah yang lebih
umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral (morals). Tetapi dewasa ini,
istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis.
Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang
konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is
good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang
untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-
konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should).
Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan,
dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan
suatu teori nilai.

d. Paham rasionalisme dikatakan bahwa akal adalah dasar dari pengetahuan


1) Berdasarkan hasil diskusi :
Dari kasus tersebut di atas sebenarnya mustahil akal akan langsung
mengetahui bahwa benda tersebut bernama pulpen, sebelumnya akal pasti
akan berusaha mencari tau kebenaran dari benda itu sebelum menjustifikasi
bahwa benda tersebut adalah pulpen, yaitu dengan membuktikan dan
menganalisa kebenaran benda tersebut yang tentunya dengan melalui
pemikiran yang sistematis sehingga diperoleh akal/kebenaran, “misalnya
dengan mengkaji satu persatu tentang apa saja yang menyusun benda itu
sehingga menjadi sebuah pulpen serta dengan melakukan persamaan
persepsi terhadap objek yang dikaji untuk memperoleh kebenaran dari
benda/pulpen itu”, karena berdasarkan pengertian dari paham rasionalisme
yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan atau didapatkan
melalui pembuktian dan analisis berdasarkan fakta, jadi pengetahuan
tentang nama benda itu (pulpen) tidak serta-merta langsung ada pada akal
melainkan terlebih dahulu harus dikaji oleh akal, karena pada dasarnya
memang paham rasionalisme itu merupakan salah satu aliran dari
epistemology yang menuntut pada pola berfikir sistematis untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan.
2) Berdasarkan kajian personal :
Rasionalisme adalah paham yang menekankan pemikiran sebagai sumber
utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan
kebenaran . Menurut para penganut aliran Rasionalisme, manusia dengan
akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui struktur dasar alam
semesta secara apriori. Maksudnya bahwa pengetahuan diperoleh tanpa
melalui pengalaman inderawi atau dengan kata lain Rasionalisme
menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide .
Akal bahkan dianggap dapat menemukan kebenaran sekalipun belum
didukung oleh fakta empiris. Aliran Rasionalisme ini menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh
dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek . Rasionalisme mengidealkan cara kerja deduktif
dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia tentang dunia
merupakan hasil deduksi dari kebenaran-kebenaran apriori yang diketahui
secara jernih dan gamblang oleh akal.
e. Penjelasan lebih detail tentang “apa itu ilmu?dari mana asalnya? Apa
sumbernya? Bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar?
1) Berdasarkan hasil diskusi :
Statement di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pertanyaan yang
diajukan terhadap ilmu/pengetahuan itu sendiri, yaitu tentang apa ilmu itu,
darimana asalnya, apa sumbernya dan bagaimana membangun ilmu
pengetahuan yang benar dan tepat agar memperoleh sebuah kebenaran.
Pertanyaannya, mengapa diajukan pertanyaan tersebut? Adapun
diajukannya pertanyaan tersebut tentunya memiliki suatu tujuan, dimana
salah satu tujuannya tidak lain dan tidak bukan yaitu untuk memperoleh
kebenaran suatu pengetahuan. Mengapa? Karena dengan diajukannya
pertanyaan tersebut maka akan menstimulus seorang individu atau manusia
untuk berfikir, misalnya dari pertanyaan dari mana sumber ilmu itu? Tentu
saja individu itu akan mencari sumber dari pengetahuan yang diperolehnya
untuk mendekati kebenaran pengetahuan itu. Kebenaran pengetahuan
sendiri bersifat relative dikarenakan kebenaran dari pengetahuan bersifat
dinamis yang akan berubah seiring berkembangnya zaman sehingga masih
terbatas terhadap kebenaran yang mutlak. Sedangkan kebenaran mutlak
sendiri berlaku bagi semua orang, tidak berubah ubah, tidak berganti.
Kebenaran mutlak merupakan kebenaran yang hakiki dan sejati.
2) Berdasarkan kajian personal :
Ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan
mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat
ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu
alam yang telah ada lebih dahulu.
- Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek,
sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.
- Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti:
cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
- Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan
suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang
teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara
utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab
akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang
ketiga.
- Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal
yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga
bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang
keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an
(universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia
konteks dan tertentu pula.
-
f. Ciri pengetahuan yang sistematik
1) Berdasarkan hasil diskusi :
Epistemology membahas tentang teori pengetahuan, dimana pengetahuan-
pengetahuan harus diperoleh secara sistematis, sistematis sendiri diartikan
sebagai pemikiran yang teratur/terstruktur atau berurutan/beruntun. Maka
dari itu pengetahuan dikatakan sistematis apabila diperoleh dengan
pemikiran atau cara yang sistematis pula. Nah, bagaimana cara berfikir yang
sistematis? Berfikir yang sistematis ditandai dengan adanya penganalisaan
terlebih dahulu terhadap sesuatu yang terjadi (pengetahuan yang diperoleh),
misalkan dengan menanyakan apakah sebenarnya pengetahuan itu, dari
mana asalnya, apa sumbernya sehingga kita memperoleh kebenaran dari
ilmu pengetahuan itu. Jadi cirri utama dari pengetahuan yang sistematis
adalah dengan diperolehnya pengetahuan itu melalui pemikiran yang
sistematis.
2) Berdasarkan kajian personal :
Ilmu mengandalkan diverifikasi, terukur, bukti yang sah, yaitu, data yang
akurat, pada setiap tahap proses ilmiah. Bukti-bukti dapat dikumpulkan oleh
pengukuran dan hanya dengan indera kita, atau ekstensi dari indera kita
(instrumen). Keputusan ilmiah atau evaluasi tidak dipengaruhi oleh perasaan
manusia, pengalaman masa lalu atau keyakinan. Pengembangan ilmu dan
pengetahuan ilmiah yang tidak dipengaruhi oleh faktor manusia, seperti
prasangka, bias, berpikir atau berharap angan, keyakinan pribadi atau
prioritas atau preferensi, kebangsaan, jenis kelamin, asal etnis, usia,
keyakinan politik, moral dan penilaian estetika dan pilihan atau agama.

g. Kajian mendalam tentang keyakinan orang bugis “Lettu ko Jolo Nappa Jokka”
1) Berdasarkan hasil diskusi :
Dari mitologi “Lettu ko jolo nappa jokka” memiliki arti bahwa tiba dulu
sebelum jalan. Dari arti tersebut dapat dimaknai bahwa sebelum berangkat
kesebuah tempat, pastikan jiwa telah sampai lebih dulu, makna lain yaitu
sebelum melaksanakan sesuatu, sempatkan waktu untuk membayangkan
hasil yang akan dicapai. Adapun makna dari mitologi tersebut apabila dilihat
dari kacamata filsafat utamanya dari paham positivisme itu tidak termasuk
kedalam kajian filsafat/paham positivisme itu sendiri, mengapa? Karena
positivisme merupakan paham yang dalam pencapaian kebenarannya
bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi (sains)
yang artinya positivisme disebut sebagai paham positif dan bertentangan
dengan sesuatu yang hanya dalam angan-angan (impian), dan dari mitologi
tersebut hanya merupakan pengharapan yang ada dalam angan-angan dari
seorang manusia atau individu yang merupakan bentuk sugesti untuk dirinya
sediri agar dapat meyakinkan diri untuk bisa sampai pada tujuannya
meskipun tujuan sugesti tersebut adalah tujuan sugesti yang positif. Jadi
dapat dikatakan bahwa untuk mitologi tersebut tidak termasuk kedalam
kajian paham positivisme sebab hanya merupakan harapan atau angan-
angan dari individu saja yang belum bisa dipastikan kebenarannya atau
terjadi atau tidaknya.
2) Berdasarkan kajian personal :
Masih menjadi pertanyaan yang masih terbayang-bayang untuk
membedakan antara pengetahuan dan keyakinan.

V. REFLEKSI DIRI

Perihal yang menyenangkan dalam diskusi kali ini adalah diskusi yang berjalan sangat
interaktif karena munculnya berbagai pertanyaan yang mempermasalahkan tentang unsur-
unsur ilmu pengetahuan. Dalam diskusi muncul berbagai pendapat atau pertanyaan dari
kelompok lain yang kurang memahami atau ingin memperjelas materi yang dipaparkan.
Seperti Awaluddin Natsir yang mengajukan pertanyaan apa perbedaan antara ruh dan
jiwa?dan bagaimana penjelasan ruh secara ilmiah? Kemudian dijawab oleh Dian Rifkanita
bahwa kedua hal tersebut berbeda, ruh langsung diberikan sang Pencipta kepada Manusia
sedangkan jiwa berasal dari refleksi manusia seperti tingkah laku, emosional seseorang dan
bentuk kepribadian. Secara secara ilmiah ruh tidak dapat dibuktikan secara pasti karena
manusia sendiri mempunyai ketebatasan terhadap sesuatu yang memang tidak bisa dilihat
secara langsung, namun keterbatasan panca indra karena hanya allah (sang pencipta) lah
yang mengetahui nya, Hal inilah yang termuat dalam kitab suci (Alquran). Ilham Nur yang
mengaitkan mitologi bugis yang menyatakan bahwa “Lettu ko jolo nappa jokka”, Bagaimana
anda menjawab hal itu jika berkacamata filsafat lebih tepatnya aliran positivisme? Dijawab
oleh Sri Febriana bahwa dapat dikatakan bahwa untuk mitologi tersebut tidak termasuk
kedalam kajian paham positivisme sebab hanya merupakan harapan atau angan-angan dari
individu saja yang belum bisa dipastikan kebenarannya atau terjadi atau tidaknya. Makmum
Ashari yang bertanya mengenai ciri-ciri pengetahuan yang sistemastis? Khalisa Azis yang
bertanya mengenai bagaiamana ilmu pengetahuan dapat berubah-berubah? Fitriyani yang
bertanya mengenai nilai apakah yang dibahas dalam ketiga unsur-unsur ilmu pengetahuan
serta bagaimana korelasi antara filsafat ilmu dan aksiologi? Sitti Patima yang bertanya
mengenai paham rasionalisme dikatakan bahwa akal adalah dasar dari pengetahuan.
Misalnya ada sebuah pulpen, siapakah yang memberi tahu akal bahwa itu pulpen atau
siapakah yang memberitahu akal tentang pengetahuan itu? Muhammad Afdal Fadli yang
bertanya mengenai penjelasan secara mendalam tentang statement yang mengatakan
bahwa “apa itu ilmu?dari mana asalnya? Apa sumbernya? Bagaimana membangun ilmu
yang tepat dan benar? .

Perihal yang kurang menyenangkan dalam diskusi adalah sistem menyanggah dari
kelompok yang bukan penyangga utama yang lebih dominan dan langsung menjawab tanpa
diberikan kesempatan oleh moderator. Selain itu, seringnya adanya tanggapan yang tidak
saling ada hubungannya dan sangat meluas alias keluar dari garis-garis pembahasan oleh
pemateri.

Hal yang saya ingin tahu lebih lanjut adalah pembahasan tentang hal mendasar yang
menjadi unsur utama dalam ilmu pengetahuan. Terkadang saya masih bingung
membedakan antara unsur-unsur ilmu pengetahuan adalah ontology, epistemology dan
aksiologi ataukah unsur-unsur ilmu pengetahuan dikaji berdasarkan landasan filsafat?.
Selain itu saya ingin mengetahui tentang perbedaan antara pengetahuan dan keyakinan.

Anda mungkin juga menyukai