Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika siyasah syar’iyyah dipandang sebagai sebuah proses yang tidak pernah
selesai. maka, ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya.
nyatanya, fakta seperti itu telah, sedang dan akan berjalan dalam perjalanan sejarah
umat islam. sejalan dengan pandangan demikian, pemecahan atas berbagai masalah
yang terkait dengan ihwal siyasah syar’iyyah lebih bersifat konstektual, sehingga
dengan demikian gejala siyasah syar’iyyah, menampakkan diri dalam sosok yang
beragam sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat.1
Siyasah di dalamnya juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lembaga, lembaga dengan lem baga, maupun negara dengan negara
dengan ketentuan syariat Islam.Mayoritas ulama sepakat mengenai ke-harusan
menyelenggarakan siyasah berdasarkan syara`. Siyasah atau pemerintahan sudah ada
pada masa kepemimpinan Rasulullah saw. Siyasah syar`iyyah dalam Islam yang
berkenaan dengan pola hubungan antar manusia yang menuntut terbagi menjadi tiga,
yaitu siyasah dusturiyah, dauliyah, dan maliyah.2
karna itu untuk mengetahui lebih mendalam lagi tentang pembelajaran fiqih
siyasah atau yang lebih dikenal sebagai ‘politik islam” maka kita harus mengetahui apa
fiqih siyasah itu sendiri, lalu bagaimana sejarahnya, objek kajian, metode pembelajaran,
serta manfaat dari belajar kajian fiqih siyasah. dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut tentang objek kajian, metode, dan manfaat serta kegunaan mempelajari ilmu fiqih
siyasah agar masyarakat lebih mampu memahami apa itu fiqih siyasah.

1beni.sarbani.2014.fiqih siyasah. Hal 5


2Wahbah zuhaily. 1997. ”Ushul Fiqh”.kuliyat da’wah al Islami. Hal 13

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa saja objek kajian dari fiqih siyasah ?
b. Bagaimana metode pembelajaran fiqih siyasah ?
c. Apa manfaat dari belajar kajian fiqih siyasah dan hubungan nya dengan ilmu
lain?

C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui apa saja objek kajian dari fiqih siyasah
b. Untuk mengetahui apa saja metode-metode yang digunakan untuk pembelajaran
fiqih siyasah
c. Untuk mengetahui apa saja manfaat yang bisa dipelajari dari fiqih siyasah dan
Hubungannya dengan ilmu lain

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Objek Kajian Fiqih Siyasah


Setiap ilmu mempunyai objek dan metode, maka kalau kita membicarakan suatu
ilmu haruslah mengetahui apa objeknya , luas lapangan pembicaraan, bahasan dan
metodenya. Fiqih siyasah adalah ilmu yang otonom sekalipun bagian dari ilmu fiqih.
Selanjutnya, Hasbi Ash Shiddieqy mengungkapkan bahwa bahasan ilmu fiqih
mencakup individu, masyarakat dan Negara, meliputi bidang-bidang ibadah, muamalah,
kekeluargaan, perikatan, kakayaan, warisan, criminal, peradilan, acara pembuktian,
kenegaraan dan hukum-hukum internasional, seperti perang, damai dan traktat.3
Sedangkan pengertian siyasah secara istilah menurut Ibn `Aqil sebagai mana
dikutip Ibn al-Qayyim mendefinisikan: “Siyasah adalah segala perbuatan yang
membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan,
sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan Allah Swt. tidak me-nentukannya .4
Dari beberapa pengertian di atas, baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat
diketahui bahwa objek kajian siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga
negara dengan warga negara, warg a negara dengan lembaga negara, lembaga negara
dengan lembaga negara, baik yang bersifat internal suatu negara atau yang bersifat
eksternal suatu negara dalam berbagai bidang.
Berkenaan dengan luasnya objek kajian fikihh siyasah, maka dalam tahap
perkembangannya, dikenal beberapa pembidangan fikih siyasah yang berkenaan dengan
pola hubung an antar manusia yang menuntut pengaturan siyasah, dalam hal ini siyasah
dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Siyasah Dusturiyyah adalah siyasah yang mengatur hubungan warga negara
dengan lembaga negara yang sattu dengan warga negara dan lembaga negara
yang lain dalam batas-batas administrasi suatu negara.

3Djazuli, A. 2003.Fiqh Siyasah. Hal 11


4Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn.Hal 54

3
b. Siyasah Dauliyyah ialah siyassah yang mengatur antara warga negara dengan
lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara
dari negara lain.
c. Siyasah Maliyyah ialah siyasah yang mengaturtentang pemasukan, pengelolaan,
dan pengeluaran uang milik negara.5
 Siyasah Dusturiyah
Permasalahan di dal am siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di
satu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan dalam masyarakatnya. Ruang
lingkup pembahasan siyasah dusturiyah itu sendiri dibatasi hanya dalam pembahasan
tentang pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan
dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi
kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhanya.6
Kemudian ada sumber siyasah dusturiyah yang lain adalah Alquran yaitu ayat-
ayat yang membahas prinsip-prinsip kehidupan baik dibidang sosial kemasyarakatan;
salah satu hadis yang menyinggung masalah imamah dan kebijaksanaan Rasulullah
dalam menerapkan hukum-hukum didalam suatu negara, lalu ada pula kebijakan
pemimpin setelah rasulullah saw wafat dalam mengendalikan pemerintahan, Ijtihad dari
ulama, serta adat kebiasaan suatu bangsa yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Alquran dan hadis.
 Siyasah Dauliyah
Siyasah dauliyah mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga negara
dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain. Oleh
sebab itu, perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat, orang yang tidak ikut
berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh, segera menghentikan perang apabila
salah satu pihak cenderung kepada damai, memperlakukan tawanan perang dengan cara
manusiawi.7

5Hasbi Ash Shiddieqy, 1976.Asas-Asas Hukum Tata NegaraMenurut Syari’at Islam.Hal 23


6Djazuli, 2003.Fiqh Siyasah, hal. 47
7Ibid, hal.56

4
Subjek hukum dalam siyasah dauliyah adalah negara, setiap negara mempunyai
kewajiban. Kewajiban terpenting adalah menghormati hak-hak negara lain dan
melaksanakanperjanjian yang telah dibuat. Semua negara yang ada di dunia ini adalah
bertetangga, karena itu dalam hubungan antar negara diterapkan kewajiban
menghormati negara sebagai tetangga negara.Sedangkan mengenai perjanjian antar
negara yang diistilahkan dengan al-ittifaq (kesepakatan) terdapat syarat-syarat tertentu
yang mengikat suatu perjanjian seperti yang mengadakan perjanjian memiliki
kewenangan, kerelaan dari kedua belah pihak, isi perjanjian dan objeknya tidak dilarang
oleh syariat Islam, penulisan perjanjian, menaati perjanjian.8
 Siyasah Maliyah
Dalam buku al-Siyâsah, Ibnu Taimiyah banyak menyoroti tentang perekonomi
an negara yang secara gamblang membahas tentang sumber pemasukan dan
pendistribusian keuangan negara. Menurutnya, sumber keuangan negara terdiri dari
zakat, ghanimah, dan fai’. Sumber-sumber lainnya yang tidak termasuk kategori zakat
dan ghanimah, dimasukkan dalam istilah fai’. Sedangkan prinsip dalam pembel anjaan
keuangan negara berpijak pada skala prioritas menurut tingkat kemaslahatan yang
paling tinggi bagi rakyat, yang alokasinya diberikan dalam bentuk gaji, subsidi,
pembangunan, dan lain-lain.9
Berbeda dengan pandangan Ibnu Taimiyah di atas, pandangan al-Mawardi relatif
lebih detil dan operasional. Pemaparan yang operasional terlihat dalam penjelasan al-
Mawardi bahwa seluruh kegiattan pemasukan dan pembelanjaan keuangan negara
dilakukan dengan sistem pengadministrasian (diwan) yang ketat dalam hubungannya
deng an kedudukan baitul mal. Menurutnya, adminitrasi negara terdiri dari empat
bagian, yaitu bagian yang mengurusi data diri tentara dan besa ran gajinya, bagian
pencatatan wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan negara Islam, bagian
pencatatan pegawai negara dan bagian pencatatan baitul mal.10

8Manshûr,Ali. 1997. Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûnal-Duwali al-`âm. Hal 37


9
tamamiyah, Ibnu.1988. Al-Siyâsah al-Syar`iyyah fi Ishlâhal-Râ`i wa al-Ra`iyyah. Hal 44
10
Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri al-Baghdadi al-, al-Ahkâm al-Sulthâniyah,

5
B. Metode Pembelajaran Fiqih Siyasah
Metode yang digunakan dalam fiqih siyasah tidak berbeda dengan metode yang
digunakan dalam mempelajari fiqih pada umunya yaitu metode usul fiqih dan metode
kaidah fiqih.Keduanya telah teruji keakuratannyad alam menyelesaikan berbagai
masalah.Metode usul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih memiliki banyak alternatif untuk
dihadapkan dengan masalah-masalah yang timbul. Metode tersebut adalah ijma, qiyas,
istihsan, ‘uruf, maslahat mursalat, istishab, yang dikenal dengan istilah mashadir al
tasyri’ al islam fi ma la nashasha fih (sumber penetapan hukum islam yang tidak berasal
dari nash) dan kaidah-kaidah fiqih. Metode ini memberikan kebebasan berfikir bagi
penggunanya. Tapi ia harus merujuk kepada dalil-dalil kulli (umum) yang terdapat
dalam Al Qur’an dan Sunnah. Dalil-dalil umum dijadikan sebagai alat kontrol terhadap
ketetapan produk berpikir.11
a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujahid dari umat Islam atas hukum syara’
(mengenai suatu masalah) pada suatu masa sesudah Nabi Muhammad SAW
wafat.Pengertian lain dari Ijma’ sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Wahhab
Khallaf, yaitu : “Kesepakatan seluruh mujahid dari kalangan kaum muslimin dalam
salah satu kurun dari kurun-kurun yang banyak sesudah wafat Rasulullah SAW
terhadap suatu peristiwa hukum syara.” Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah
kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah
wafat Rasul Saw atas hukum syara.12 Objek Ijma' ialah sernua peristiwa atau
kejadian yang tidak ditemukan dasarnya dalarn al-Qur'an dan Sunnah atau peristiwa
atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdah (ibadat yang tidak
langsung ditujukan kepada Allah SWT), bidang mu'amalah, bidang kemasyarakatan
atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada
dasamya dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

11Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan). Hal 77


12Ibid., Hal 81

6
b. Qiyas
Qiyas secara etimologi berarti "ukuran", "mengetaui ukuran sesuatu",
"membandingkan" atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Adapun pengertian
Qiyas secara terminologis, menurut Hanafi, Qiyas ialah "mempersamakan hukum
suatu perkara yang belum ada ketentuan hukumnya dengan perkara yang sudah ada
ketentuan hukumnya karena adanya segi-segi persamaan alam antara keduanya yang
disebut illat."13 Dan menurut Abdul Wahaf Khallaf , Qiyas ialah "menyamakan
suatu masalah yang tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam nash (al-Qur'an dan
al-sunah) dengan masalah yang telah ada persamaan illat hukumnya."14 Berdasarkan
pengertian-pengertian qiyas yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan
pengertian qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
ada dasar nashnya dalam al-Qur’an dan Sunnah dengan cara membandingkannya
kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian.
c. Istihsan
istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil
khusus kepada ketetapan dalil umum. Dengan kata lain, meninggalkan suatu dalil,
beralih kepada dalil yang lebih kuat, atau membandingkan satu dalil dengan dalil
lain untuk menetapkan hukum. Hal ini dilakukan untuk memilih yang lebih baik
demi memenuhi tuntutan kemaslahatan dan tujuan syariat.15 Metode istihsan dapat
diterapkan untuk menyelesaikan, antara lain, masalah konflik kepentingan antara
dua pihak, yaitu kepentingan yang jangkauannya sempit dan kepentingan yang
skopnya luas.Contoh, pemelikan tanah oleh seseorang harus dilindungi, sementara
masyarakat menghendaki agar tanah itu dibebaskan dari pemiliknya untuk dijadikan
bagi kepentingan umum, seperti membangun jalan umum, atau sarana pendidikan,
sarana kesehatan, dan sebagainya.

13Satria,Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh. Hal 55


14Ibid, Hal 85
15Ibid, Hal 99

7
d. Maslahah Mursalah
Kata mashlahah berarti kepentingan hidup manusia. Kata Mursalah sesuatu yang
tidak ada ketentuan nash syariat yang menguatkan atau membatalkanya. Maslahah
mursalah yang disebut juga istihlah secara terminologis menurut ulama-ulama usul,
adalah maslahah yang tidak ada ketetapannya dalam nash yang membenarkannya
atau membatalkannya. Metode ini adalah salah satu cara dalam menetapkan hukum
yang berkaitan dengan masalah-masalah yang ketetapannya tidak sama sekali
disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk mengatur kemaslahatan hidup
manusia. Prinsipnya menarik manfaat dan menghindarkan kerusakan dalam upaya
memelihara tujuan hukum yang lepas dari ketetapan dalil syara.Maslahah Mursalah
dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum bila:
1) masalah itu bersifat esensil atas dasar penelitian, observasi dan melalui analisa
dan pembahasan yang mendalam, sehingga penetapan hukum terhadap masalah
benar-benar member manfaat dan menghindarkan mudharat,
2) Masalah itu bersifat umum bukan kepentinga perorangan, tapi bermanfaat untuk
orang banyak,
3) Masalah itu tidak bertentangan dengan nash dan terpenuhinya kepentingan hidup
manusia serta terhindar dari kesulitan.16
e. Istishab
Istishab menurut bahasa berarti ”mencari sesuatu yang ada hubungannya”. Menurut
istilah ulama fiqh, ialah tetap berpegang pada hukum yang telah ada dari suatu
peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Atau
dengan kata lain, ialah menyatakan tetapnya hukum pada masa lalu, sampai ada dalil
yang mengubah ketetapan hukum tersebut. Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah
menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau
menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan
hukumnya. Sedangkan menurut Asy Syatibi, istishab ialah segala ketetapan yang
telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa

16Alaiddin, Koto. 2004 .Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal 95

8
sekarang.17 istishab adalah menjadikan ketetapan hukum yang ada tetap berlaku
hingga ada ketentuan dalil yang merubahnya. Artinya mengembalikan segala
sesuatu kepada ketentuan semula selama tidak ada dalil nash yang
mengharamkannya atau melarangnya. Seperti berbagai hukum jenis hewan, benda,
tumbuh-tumbuhan, makanan, minuman dan amal perbuatan yang tidak ada dalil
syara yang menetapkan hukumnya, hukumnya adalah mubah atau halal.Demikian
juga pertukaran barang dan jasa yang sering terjadi dalam kehidupan manusia.Jika
tidak ada dalil syara yang melrangnya dan tidak ada bukti autentik tentang
terjadinya perjanjian tukar menukar barang dan jasa maka hukumnya mubah.Karena
segala ciptaan Allah dialam semesta seluruhnya untuk masnusia agar dapat diambil
manfaat dan hukumnya mubah.18
f. Urf
Kata ‘Urf berarti adat istiadat atau kebiasaan.‘Urf adalah apa yang dikenal oleh
manusia dan menjadi tradisinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan atau
meninggalkan sesuatu.Pengertian ini dinamakan juga adat.Para ulama juga tidak
membedakan antara ‘urf dan adat. Sebab definisi adat adalah apa yang telah dikenal
oleh manusia dan menjadi suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka
baik berupa perkataan maupun perbuatan. Fiqih membagi ‘urf menjadi dua unsure
yaitu ‘urf shahih (adat yang baik) dan ‘urf fasid (adat yang merusak).‘Urf shahih
adalah apa yang telah dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil
syara, tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula membatalkan yang
wajib.Sedang ‘Urf fasid adalah apa yang telah dikenal oleh manusia, tetapi
bertentangan dengan syara’ atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang
wajib.19 Wajib bagi hakim dari fuqoha’ mengetahui hukum-hukum yang bersifat
menyeluruh, dan faham kejadian-kejadian dari keadaan manusia, dapat
membedakan kebenaran dan kebohongan, kemudian menyesuikan ini dengan ini,
dan memberikan hukum wajib, dan tidak menjadikan wajib bertentangan dengan

17Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn.Hal 197


18Alaiddin, Koto. 2004 .Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal 102
19Ibid,. Hal 119

9
keadaan, dalam hal ini seorang mufti yang berfatwa dengan urf wajib mengetahui
zaman dan keadaan, mengetahui apakah urf khusus atau umum apakah bertentangan
dengan nash atau tidak dan wajib untuk pergi keguru yang pintar dan tidak cukup
seorang diri untuk menjaga masalah dan dalil-dalil.Urf Ini adalah asal (dasar)
pengambilan ulama’ Hanafi dan ulama’ Maliki dalam bab selain bab nash, dan urf
adalah apa yang biasa dilakukan oleh manusia dalam muammalah dan menjalankan
hal tersebut. Dan ini adalah dasar dari dasar-dasar ushul fiqh, diambil dari hadist
nabi yang artinya: apa yang dinggap baik oleh seseorang maka Allah akan
menganggap baik hal tersebut. dan Allah telah bersabda: Allah tidak menjadikan
agama itu kesulitan.dari itu berkatalah ulama’ dari madzhab Hanafi dan Maliki
sesungguhnya tetapnya dengan urf shohih tanpa rusak seperti tetapnya dalil syara’.20

C. Manfaat Belajar Fiqih Siyasah Dan Hubungan Fiqih Siayasah Dengan Ilmu
Lainnya.
Sesuai dengan perspektif fiqh siyasah seoarang faqih diharapakan mampu
memeberikan responden menunjukan jalan keluar dari setiapa perubahan yang
terjadi dalam masyarakat yang diakibatkann oleh kemajuan ilmu dan teknologi
tanpa harus kehilangan identitasnya. Selain itu seorang faqih yang mendalami fiqh
siyasah tidak akan bingung dalam menghadapi perbedaan pendapat ulama. Ia dapat
mentarjih pendapat ulama tersebut. Selain itu membantu memahami hadis-hadis
yang memiliki kaidah yang bersifat global dan universal, serta hadis yang
mempunyai kaidah kondisional dan situasional setempat
Manfaat Fiqih Siyasah Dan Hubungannya Dengan Ilmu Lain
 Kegunaan fiqih siyasah
Mempelajari fiqih siyasah sangat berguna bagi berbagai kepentingan. Ada dua
kegunaan mendasar yang dapat dipetik dari mempelajari fiqih siyasa, yaitu:
a) Kegunaan akademik, dan
b) Kegunaan praktis.

20Romli,SA. 1999. Muqaranah Mazahib Fil Usul.hal 157

10
Kegunaan akademik adalah kegunaan yang berkaitan dengan dunia
pendidikan, khususnya pendidikan ilmu politik yang merupakan bagian dari
disiplin ilmu sosial.
Dengan mempelajari figh siyasah, diperoleh hal – hal sebagai berikut:
1) Bertambahnya wawasan pengetahuan di bidang ilmu social, terutama dalam
pengetahuan politik perspektif islam, sehingga akan diperoleh pula pengetahuan
yang berharga ketika melakukan perbandingan teoretis dengan ilmu politik
perspektif Barat pada umumnya;
2) Memepelajari akar – akar sejarah politik dan pemerintahan di masa nabi SAW,
hingga KHulafa’Rasyidin berguna untuk menangkap ide dasar dan perinsip
pembangunan politik dan pemerintahannya, sehingga dapat ditemukan unsur – unsur
ideologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan politik di masa kini;
3) Prinsip – prinsip yang diterapkan dalam siyasah syar’iyah dapat dijadikan pedoman
dan strategi pemberlakukan norma – norma politik pad masa kini. Misalnya
penerapan prinsip demokrasi dalam kehidupan politik multipartai di Indonesia;
4) Memahami Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber siyasah syar’iyah dapat
menambah wawasan pemahaman dan penafsiran yang lebih luas jika bermaksud
mengambil substansi qur’ani berkaitan dengan perpolitikan di abad modern ini;
5) Mempelajari jatuh bangunnya pemerintahan pada masa lalu, terutama pada masa
kejayaan islam dan kemundurannya merupakan pelajaran berharga untuk dijadikan
cermin akademik tentang bangun dan runtuhnya kekuasaan di dunia; dan
6) Berbagai pemikiran ulma’ tentang politik, misalnya dari Al-mawardi, Al-maududi,
Ali Abdul Raziq, dan sebagainya berguna untuk menambah wawasan dan konsep –
konsep mengenai kekuasaan dan peerintahan dengan acuan siyasah syar’iyah.
Pada dasarya, semua kegunaa akademik di atas dapat di jadikan rujukan perilaku
politik dan mungkin pula untuk dicobaterapkan dalam konteks perpolitikan di dunia,
terkecuali di Indonesia yang sedang membangun demokratisasi politik. Penegakan
prinsip demokrasi dan pemilihan umum sebagai alat untuk mencapainya merupakan
praktik langsung siyasah. Hanya saja, apakah berbasis pada nilai – nilai islam atau tidak
? oleh karena itu, salah satu kegunaan praktis dalam mempelajari siyasah syar’iyah

11
adalah melakukan uji coba melalui pembangunan demokrasi dan nilai - nilai politik di
Indonesia sehingga apabila di temukan indikator kesuksesan, dunia akan bercermin
kepada “demokrasi gaya Indonesia”. Untuk menjalani semua itu, pemerintahan
melahirkan berbagai kebijakan berupa perundangan atau berbagai peraturan. Peraturan
perundngan yang di maksud merupakan bagian dari produk politik ekonomi yang dalam
kajian fiqh siyasah memiliki kegunaan praktis yang sangat signifikan dalam mencapai
dalam ke maslahatan umum.
 Hubungan fiqh siyasah dengan Ilmu lain
Ilmu lain yang di maksudkan akan dibatasi pada disiplin ilmu tertentu, yaitu sebagai
berikut :
1) Ilmu fiqh, bahwa fiqh siyasah adalah sub dari ilmu fiqh yang merupakan bagian
dari fiqh muamalah. Oleh sebab itu, fiqh siyasah merupakan ilmu peranata sosial
yang dalam lingkup disiplin ilmu yang telah baku dinyatakan sebagai salah satu
ranting dari ilmu sosial.
2) Fiqh siyasah berhubungan dengan ilmu ushul fiqh dan kaidah – kaidah yang
terdapat di dalamnya. Hal ini karena fiqh siyasah membutuhkan pengembangan
pemahaman dan penafsiran terhadap sumber ajaran (Al-Qur’an dan Al-Hadits)
yang tidak secara testual menetapkan dalil – dalil tafsili yang berkaitan dengan
siyasah.
3) Dibutuhkan pula ilmu tafsir beserta metode tafsir untuk memahami bahasa –
bahasa yang digunakan sumber ajaran islam yang dimaksudkan dan relevan
dengan pengembangan fiqh siyasah.
4) Demikian pula dengan filsafat politik, fiqh siyasah memiliki keterkaitan yang
signifikan, karena tanpa epistemologi politik, fiqh siyasah tidak akan
mengembangkannya jati dirinyasebagai salah satu disiplin ilmu;
5) Hubungan yang siqnifikan akan dirasakan pula antara fiqh siyasah dengan
sosiologi hukum, ilmu sejarah, dan sejarah peradaban islam, juga tarikh tasyri’.
Hubungan utama antara fiqh siyasah dan ilmu – ilmu lainnya merupakan
hubungan fungsional sebagai pengetahuan yang saling terkait satu sama lainnya.

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat kita simpulkan pengertian fiqh siyasah adalah
ilmu tata negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan
kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa
penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang
bernafaskan atau sejalan dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi
manusia dan menghindarkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalaninya.
Ruang lingkup fiqh siyasah ada tiga yaitu:
1. Politik perundang-undangan (siyasah dusturiyyah).
2. Politik luar negeri (siyasah dauliyyah).
3. Politik keuangan dan moneter (siyasah maliyyah).
Metode kajian fiqh siyasah yaitu meliputi:
1 Al-Qiyas
2 Al-Mashalahah al-Mursalah.
3 ijma'
4. maslahah mursalah
5. urf
6. ishtishab
Ada beberapa manfaat mepelajari ilmu fiqh siyasah ini antara lain yaitu seorang
yang menguasai fiqh siyasah mampu hidup sesuai dengan kehendak syariah, sekalipun
tanpa undang-undang buatab manusia. Selain itu juga dapat memahami sitem politik
islami yang tentunya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, beni sarbani. 2014.fiqih siyasah : terminologi dan sejarah politik islam.
bandung : cv pustaka setia
Alaiddin, Koto. 2004 .Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
hal 95
Djazuli, A. 2003.Fiqh Siyasah. Jakarta: Prenada Media.
Hasbi Ash Shiddieqy. 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam.
Jakarta: Matahari Masa.
Ibnu Qayyimal-Jauziyah. 1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-` lamîn Beirut: Dâr al-
Jayl.
Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan) .Jakarta . Rineka Cipta
Manshûr, Ali. 1997. Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûn al-Duwali al-`âm .al-
Qâhirah: Majlis al-A`la li al-Syu’ûn al-Islâmiyah.
Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri.al-
Baghdadi al-, al-Ahkâm al-Sulthâniyah, Mesir: Musthafâ al-Babiy al-
Halabiy._____________________
Romli,SA. 1999. Muqaranah Mazahib Fil Usul. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Satria, Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media.
Wahbah zuhaily. 1997. ”Ushul Fiqh”.kuliyat da’wah al Islami . Jakarta : Radar Jaya
Pratama.

14

Anda mungkin juga menyukai