Anda di halaman 1dari 7

Pengertian

Masail Fiqhiyah terurai dari kata masalah dalam bentuk mufrod


(singular) yang dijamakan (plural) dan dirangkaikan dalam kata fiqih.
Fiqih

secara

bahasa

adalah

pemahaman

atau

paham

(AL-fahmu)

sedangkan menurut istilah


Ilmu

/pengetahuan

tentang

hukum-hukum

syariat

dalam

bentuk

amaliyah (perbuatan mukallaf) yang diambil dari dalil-dalilnya secara


terperinci.
Masail Fiqhiyah adalah masalah yang terkait dengan fiqih , dan yang
dimaksud masalah iqih pada term masail fiqhiyah ialah persoalan yang
uncul pada konteks kekinian sebagai refleksi kempleksitas problematika
pada suatu tempat dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah
terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi yang
melingkupinya.1
Pada masa Rasulullah SAW. persoalan pada kapasitas masa itu direspon
berdasar wahyu sebagai rujukan ummat dan kondisi masyarakat relatif
stabil. Pada msas Kibar sahabat, Shigar sahabat kemudian tabiin dan
seterusnya persoalan yang muncul semakin bervariasi seirng dengan
perjalanan waktu dari generasi ke generasi. Dan sungguhpun persoalan
tersebut bermunculandengan berbagai formatnya, akan tetapi syariah
dalam hal ini fiqih tetap eksis dan mampu menghadapi sebagai sparing
patnernya.
Ara ahli (fuqaha) pada masanya selalu berupaya menyelesaikan
persoalan-persoalan

baru

dengan

jalan

ijtihad

erdasarkan

nash.

Penyelesaian suatu persoalan mula-mula dicarikan jawabannya dari ANash, bila tidak ditemukan maka akan diselesaikan dengan jalan ijma.
Diantara fuqaha yang meiliki metode penyelesaian ersoalan fiqih
adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad
Hanbali.
1 Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana,
2003, h.1

Ruang Lingkup
Dengan

lahirnya

masail

fiqihiyah

atau

persoalan-persoalan

kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun sedang diselesaikan


bahkan prediksi munculnya persoalan baru mendorong kaum muslimin
belajar

dengan

giat

mentelaah

berbagai

metodologi

penyelesaian

masalah mulai dari metode ulama aklasik sampai ulama kontemporer.


Untuk itu tujuan mempelajari masail fiqhiyah secara garis besar
diorientasikan kepada mengetahui jawaban dan mengetahiui proses
penyelesaian masalah melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analisis.
Dari sudut fiqh penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber
pokok (Al-Quran dan Al-Sunnah), ijma, qiyas dan seterusnya. Sehingga
nilai yang dihasilkan senantiasa berada dalam koridor . penetapan hukum
akan difokuskan kepada tiga aspek :
1. Memperbaiki manusia secara individu dan kolektif agar dapat
menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat.
2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat Islam.
3. Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran

pasti

yaitu

mewujudkan kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam


syariat

melalui

Al-Quran

dan

al-Sunnah

kecuali

terdapat

kemaslahatan hakiki di dalamnya.2

Langkah-Langkah penyelesaian masail Fiqiyah


1. Menghindari sikap taqlid atau fanatisme
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme madzhab tertentu atau
pendapat

tertentu

dan

juga

bertaqlid

buta

merupakan

dua

perbuatan bodoh. Dan tidaklah seorang bertaqlid dan atau fanatik


terhadap pendapat ulama klasik seperti pendapat Umar bin Khatab,
Zaid bin Tsabit dan seterusny atau pendapat ulama modrn, kecuali
ia adalah seorang bodoh dan telah melakukan kesalahan. Pelakunya
disebut muqallid yang dilawankan dengan muttabi.
2 Ibid, h.30-31

Kedudukan sebagai muttabi yang patut mendapatkan pengakuan


adalah muttabi dengan kriteria berikut ini:
a. Menetapkan suatu pendapat yang dianutnya dengan dalil-dalil
kuat, diakui serta tidak mengundang kontroversi.
Memiliki kemampuan untuk mentarjih beberapa pendapat yang
secara lahiriah terjadi perbedaan melalui perbanndingan daalildalil yang digunakan masing-masing. Perbandingan itu dilakukan
melalui penelitian dengan menganalisa rujukan dan sumbersember dari al-nash, dan berdasar pertimbangan nalar untuk
menentukan pendapat yang lebih sesuai al-nash. Selain itu
pendapat tersebut lebih
b. mendekatkan kepada maksud yang dikehendaki oleh nash serta
lebih utama dalam merealisasikan kemaslahatan manusia, yang
dengan kemaslahatan ini merupakan hakikat diturunkannya
syariat.
c. Diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan
berijitihad

terhadap

hukum

persoalan

tertentu

yang

tidak

didapati jawabnnya dari ulama terdahulu.


Peranan muttabi ang diharapkan,bukan hanya sekedar asal
muasal atau argument pendapat yang diikut. Akan tetapi ada
saat seorang muttabi menelaah dan menganalisa argumentasi
atau dalil-dalilang dijadikan landasan suatu pendapat itu berati
iya telah mengupayakan daya yang dimilikinya. Dan upaya ini
tidak anya menerima apa yang didapatinya, tetapi ada analisa
tertentu

yang

turut

membantunya

analisa

tersebut

oleh

perangkat ilmu yang dimiliki serta daya fikir yang telah dilatihdan
dikembangkan.. keyakinan terhadap pendapat tertentu dan atau
hukum sesuatu. Ijtihad secara isttilah adalah:
Upaya (seorang mujtahid) dan memperoleh dan mencapai
keputusan hukum syara berdasarkan dalil yang terperinci dari
dasar-dasar syariat
2. Langkah
kesulitan

kedua:

prinsip

mempermudah

dan

menghindarkan

Kaidah ini patut diperlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan


nash qathi dan atau keadaan kaedah syariat yang bersifat pastidan
memberlakukan kaedah ini mendapat legalitas formal dibawah
naungan nash dan kaedah islam yang bersifat umum dengan dua
pertimbangan.
A. Pertama, bahwa keberadaan syariat disandarkan kepada
rinsip mempermudah.an menghindarkan kesulitan manusia
taklif allah atas hambanya disesuaikan dengan kadar
kemampuan yang dimiliki.
Beberapa sebab yang menghendaki adanya keringanan
1. Perjalanan: dengan adanya perjaalanan atau safar, maka
dibolehkan :
a. Berbuka puasa disiang hari pada bulan ramadhan
b. Mengqashar sholat yang rakaatnya ada empat
c. Meninggalkan kewajiban jumat dan menggantinya dengan
sholat dhuzur
d. Tidak berjamaah dalam sholat farduh
e. Melakukan tayammum sebagai pengganti wudhu
2. Sakit : karena adanya sebab sakit diperbolehkan
a. Tidak berpuasa pada hari ramadhan
b. Melakukan tayammum karena tidak diizinkan memakai air
ketika berwudhu
c. Melaksanakan sholat dengan duduk
d. Mengkonsumsi barang haram sebagai obat karena tidak
ada jalan lain
3. Keterpaksaan : dalam keadaan terpaksa diperbolehkan:
a. Mengucapkan kata kufur/ kafir
b. Meninggalkan yang wajib
c. Merusak harta orang lain
d. Meminum khamar
e. Memakan bangkai
4. Lupa: tanpa sengaja memberikan kelonggaran berupa.
a. Dimaafkannya perbuatan maksiat karena tidak sengaja
atau lupa
b. Tidak batal puasa orang yang makan atau minum karena
lupa bahwa dia sedang lupa
c. Halal seorang muslim yang lupa membaca bismillah ketika
melakukan penyembelihan
B. Kedua, memahami situasi dan kondisi suatu zaman yang
dialami pada saat munculnya persoalan.

Persoalan yang muncul pada suatu masa disesuaikan


berdasarkan kemaslahatan yang dikehendaki oleh masa
tersebut. karena konsep maslahat yang terjadi di dalam
suatu periode zaman berbeda dari periode sebelumnya,
maka terhadap persoalan yang sama tidak selalu sama
pula cara penyelesaian dan produk hukumnya.
Adapun keteria maslahat sebagai mana yang biasa dikenal
adalaha

merealisasikan

lima

kepentingan

pokok

dan

disebut dengan darurat khoms, yaitu:


a. Memelihara agama
b. Memelihara jiwa
c. Memelihara akal
d. Memelihara harta
e. Memelihara keturunan
3. Langkah ketiga : berdialog dengan masyarakat melalui bahasa
kondisi masanya dan melalui pendekatan persuasif aktif serta
kominikatif.
Sesungguhnya

penyelesaian

persoalan

menuntut

toleransi

seimbang dari berbagai faktor sekitarnya. Kondisi masyarakat mulai


dari strata bawah hingga atas dan keadaan perekonomian yang
dijadikan

sandaran

serta

geografi

mereka

bertempat

tinggal

memiliki peranan aktif dalam membantu menyelessaikan persoalan


yang muncul. Sebab , kemunculannya tidak jauh dari keberadaan
faktor-faktor

tersebut,

dan

justru

faktor-faktor

itulah

yang

menyebabkan munculnya. Selain itu, ketentuan hukum yang akan


diputuskan harus disesuaikan masyarakat yang menginginkan dan
menggunakan

bahasa

layak

sebagaimana

bahsa

masyarakat

dimana persoalan itu muncul. Bahasa masyarakat yang ideal


adalah:
1. Bahasa yang dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan
mampu menjangkau pemahaman umum;
2. Menghindarkan istilah-istilah rumit yang mengandung pengertian
kontroversi;
3. Ketetapan
hukum

bersifat

ilmiah

karena

pertimbangan hikmah, illat, filosofis dan islami.

didasarkan

4. Langkah

keempat

bersikap

moderat

terhadap

kelompok

tekstualis (literalis) dan kelompok kontekstualis.


Persoalan baru yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah
masyarakat akan direspon ulama masanya melalui penyelesaian
al-nash. Penyelesaian itu tidak selalu mendapat jawaban konkret
sesuai sifat dan karakter persoalan tersebut. dalam merespon
persoalan baru yang muncul, ulama terbagi ke dalam dua
kelompok besar.
Kelompok pertama akan bersandar kepada al-nash sesuai
bunyi literal ayat anpa menginterpretasi lebih lanjut diluar teks
itu. Jalan pikiran kelompok ini menyesuaikan bunyi literal ayat,
sehingga ia terikat dan hanya mengikuti. Hal-hal lain tidak
menjadi perhatian, bahkan cenderung diabaikan. Hasil pemikiran
dan

produk

hukumnya

diupayakan

sama

dengan

produk

pemikiran ulama klasik sungguhpun obyek persoalan berbeda.


Perbedaan pendapat yang terjadi ini adalah logis, sebab dengan
perbedaan masa yang cukup jauh lebih dari ratusan tahun
bahkan di atas seribu tahun, maka dalam perjalanan waktu
banyak hal yang beerbeda sesuai masa dan karakternya.
Di pihak lain, kelompok kontekstualis lebih

berani

menginterpretasikan produk hukum al-nash dengan melihat


kondisi

zaman

dan

lingkungan.

Pertimbangan

lain

adalah

manusia sebagai subyek menjadiperhatian utama dalam rangka


mencari

jawaban

persoalan

baru

yang

tidak

ditemukan

sebelumnya. Kelompok ini tidak terikat oleh literal ayat dan atau
as-Sunnah, tetapi berupaya menyesuaikan perkembangan masa.

5. kaedah

kelima:

ketentuan

hukum

bersifat

jelas

tidak

mengandung interprets
Bahasa hukum relative tegas dan membutuhkan penjelasan
dengan beberapa butir alternative keterangan. Penjelasan yang
dimaksudkan pada ketentuan hukum tidak sulit dipahami dan tidak

banyak mengandung mengandung banyak pihak menginterpretasi


ulang. Interpretasi ini muncul sebab adanya kata-kata konotatif yang
seharusnya dihindari pemakaiannya dan merumuskan suatu kaedah
hukum.
Selaina menggunakan penjelasan dengan beberapa butir
alternative keterangan, diperlukan juga pengecualian-pengecualiaan
pada bagian tersebut.pengecualiaan ini merupakan langkah elastis
guna menjangkau kemungkinan lain diluar jangkauan ketentuan
yang ada. Misalnya ketentuan hukum potong tangan terhadap
pencuri sebuah barang yang telah mencapai nisab. Umar bin
khatthab

pernah

tidak

memberlakukan

hukum

had

atau

potongtangan terhadap pencuriyang mencuri brang tuannya, karena


sang tuan pelit, dan enggan membayar upah sipelayan, maka ia
mencuri

barang

sang

tuan

demi

kebutuhan

mendesak

oleh

kelaparan.
Berdasarkan data-data kongkrit tersebut umar bin khathab
melakukan ijtihad tadbiqiy yang ersifat kasuistis. Melihat kasus
diatas, keputusan umar tidak dapat dijadikan rujukan rumusan
hukum yang bersifat umum. Keputusan ini memerlukan perumusan
khusus dan tidak disejajarkan dengan ketentuan umum yaitu:
perbuatan mencuri diganjar hukum potong tangan. Ketentuan ukum
had potong tangan memiliki kriteria:
a.
b.
c.
d.

Mencapai nisab
Diambil dari tempat penyimpanan
Dengan cara sembunyi-sembunyi
Tidak ragu-ragu

Anda mungkin juga menyukai