0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
118 tayangan46 halaman
Tulisan ini membahas hubungan antara wahyu Al-Qur'an dengan kebudayaan manusia dalam perspektif antropologi. Menurut penulis, wahyu awalnya diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia, namun kemudian menjadi sumber perdebatan karena tidak semua ajarannya dilaksanakan dengan baik. Tulisan ini berargumen bahwa perlu direnungkan ulang pemahaman Al-Qur'an sebagai bagian dari pemahaman
Tulisan ini membahas hubungan antara wahyu Al-Qur'an dengan kebudayaan manusia dalam perspektif antropologi. Menurut penulis, wahyu awalnya diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia, namun kemudian menjadi sumber perdebatan karena tidak semua ajarannya dilaksanakan dengan baik. Tulisan ini berargumen bahwa perlu direnungkan ulang pemahaman Al-Qur'an sebagai bagian dari pemahaman
Tulisan ini membahas hubungan antara wahyu Al-Qur'an dengan kebudayaan manusia dalam perspektif antropologi. Menurut penulis, wahyu awalnya diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia, namun kemudian menjadi sumber perdebatan karena tidak semua ajarannya dilaksanakan dengan baik. Tulisan ini berargumen bahwa perlu direnungkan ulang pemahaman Al-Qur'an sebagai bagian dari pemahaman
(DEKONSTRUKSI NALAR BAYANI MENUJU FIQH AL-QUR`AN AL-
MUASHIRAH) Oleh: Anwar Mujdhidin * A. Pendah!an Agama dalam bentuk wahyu Tuhan pada awalnya turun untuk memberi petunjuk kepada manusia dalam mengatasi problem-problem dalam kehidupannya. Dengan agama manusia memiliki cara pandang baru terhadap kehidupan dan jalan baru sebagai titian dalam masa kehidupannya. amun dalam perkembangan berikutnya agama justru menjadi bagian dari problem masyarakat itu sendiri. Dalam !ase ini masyarakat justru disibukkan dengan usaha menjaga agama dari pengeroposan dan pencemaran dalam dataran pra"is karena tidak semua ajaran-ajaran agama dilaksanakan dengan baik oleh pemeluknya atau dari pencemaran praktik-praktik dan pemikiran dari luar agama yang bercampur baur dengan agama. #enomena yang terakhir inilah yang menyibukkan pemikiran agama $religious studies% sampai masa pertengahan bahkan sampai hari ini di sebagian kelompok masyarakat. &lustrasi sederhana dari !enomena dua arus keberagamaan di atas adalah pada kasus poligami. 'ada masa abi Muhammad (A). Ada seorang yang menjadi bapak angkat dari beberapa anak yatim menghadap abi. &a mengeluhkan beberapa masalah yang ia temui dalam misinya mengasuh anak yatim dan kekhawatirannya untuk tidak bisa adil terhadap anak-anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum dewasa tersebut. abi terdiam* kemudian turunlah ayat bahwa ia diperkenankan menikahi janda-janda $ibu-ibu dari anak yatim yang ia asuh% sampai ma"imal + orang yang cocok. Dengan turunnya ayat tersebut masalah yang dihadapi salah seorang sahabat nabi menjadi terjawab dengan baik. amun ayat-ayat yang membolehkan sahabat nabi tersebut berpoligami kemudian menjadi ajang perdebatan tersendiri ketika hendak diterapkan secara umum* apalagi menjadi prinsip agama bahwa &slam menganut sistem pernikahan * 'enulis adalah Mahasiswa (, 'rogram 'ascasarjana -& (unan .alijaga /ogyakarta 0 poligami. 'erdebatan di seputar teks bisa menjadi perdebatan tersendiri yang tidak lagi memperhitungkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. ashr 1amid Abu 2aid mengistilahkan !enomena di atas dengan gerak menurun dan gerak menaik. 'ada tahap pertama yaitu masa pewahyuan* wahyu berjalan menurun dari Allah kepada manusia. amun dalam pemikiran masa belakangan gerak itu menjadi menaik dari manusia menuju Allah. 0 3erak pemikiran agama yang menaik yang ingin mencapai yang mutlak dan tidak lagi mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi oleh komunitas manusia sebagai pemeluknya ini menjadi masalah yang serius pada masa modern* dimana kebudayaan umat manusia berkembang pesat dengan segala dinamika masalahnya. (ebagaimana dinyatakan oleh Muhammad Abid al-4abiri* seorang pemikir &slam kontemporer asal Maroko* bahwa umat &slam berada dalam dilema ketika memasuki masa modern* yaitu antara mempertahankan tradisi atau nilai dan pemikiran yang diwariskan oleh para ulama terdahulu dengan mengikuti kemajuan modern yang diasumsikan sebagai nilai-nilai dan pemikiran 5arat. 6 Tradisi seolah tidak menyentuh kehidupan kemanusiaan yang nyata. Dilema umat &slam sebagaimana dilihat al-4abiri sebenarnya sesuatu yang riil dalam institusi keilmuan modern dimana bidang-bidang ilmu terpisah- pisah secara epitemoligis. &lmu yang membahas tentang segala aspek manusia dalam hubungan antara kebudayaan dan masyarakat dikurung dalam bidang Antropologi. (ecara epitemologis antropologi mempelajari berbagai hal mengenai manusia secara empirik dalam hubungannya sebagai makhluk biologis dan sebagai makhluk sosial $dalam arti hidup di dalam masyarakat%. Manusia secara biologis berbeda warna kulit* bentuk tubuh dan si!at !isik lainnya. amun di dalam yang !isik* manusia mulai lahir sudah dalam kelompok dan tumbuh besar dalam kelompok masyarakat. Masing-masing kelompok memiliki cara hidup yang berbeda-beda yang disebut kebudayaan. Dalam cara hidup yang berbeda tersebut tersimpul sistem nilai* pengetahuan yang khas dari kelompok tersebut. , 1 ashr 1amid Abu 2aid* Mafhum al-Nash, Dirasah fi Ulum al-Qur`an, $.airo: al-1ay7ah al- Mishriyah al-Ammah li al-.itab% 2 Muhammad Abid al-4abiri* Post Tradisionalisme Islam* 'enerjemah: Ahmad 5aso $/ogyakarta: 8.i(* 6999%* hlm. 0:; 3 T.O. &hromi* ed.* Pokok-Pokok Antropologi uda!a $4akarta: 'T. 3ramedia* 0<:9% hlm. 0 6 Disiplin antropologi terasing dengan wahyu yang dianggap sebagai in!ormasi yang datang secara khusus dan rahasia dari Tuhan kepada manusia + * sebagai gejala yang tidak dapat diobser=asi $uno"ser#a"le%. Antropologi tentu berurusan dengan agama yang dianut* dipraktekkan dan mempengaruhi kehidupan seseorang* namun ia tidak berkepentingan dengan wahyu yang diklaim sebagai berasal dari kehendak Tuhan. .laim itulah yang melahirkan ketakutan orang pada agama yang tidak membebaskan* karena semuanya tunduk pada kehendak Tuhan* bukan kreati!itas manusia. Dari sinilah muncul dilema sebagaimana dinyatakan al- 4abiri. 5ila turunnya wahyu sebagai petunjuk Tuhan kepada semua manusia di semua tempat dan bila wahyu diklaim sebagai berasal dari Tuhan yang absolut yang tidak mengenal ruang dan waktu hadir kedalam ruang budaya manusia yang berbeda di setiap kelompok masyarakat dan periode waktu tertentu mereka hidup* maka apakah hadirnya wahyu hendak menggantikan totalitas sistem budaya* sistem nilai dan sistem pengetahuan yang telah dihasilkan manusia dalam interaksi sosial kebudayaannya>. Apakah hadirnya wahyu untuk menghentikan potensi kreati! manusia dalam mensikapi kehidupan dan lingkungan* sehingga manusia yang terbatas* yang daif* mendapat kepastian dari /ang Maha 'asti dalam mengarungi kehidupan yang dianggap gelap ini> Ataukan wahyu sendiri merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang hadir dari bagian proses petualangannya untuk menemukan hakekat kehidupannya> Dimana posisi wahyu dalam nalar kebudayaan manusia dan dimana posisi nalar dalam wahyu sebagai perwujudan nalar Tuhan* apakah keduanya melebur dalam interaksi kebudayaan* bertarung dan saling menguasai atau memang berbeda dan berjalan sendiri- sendiri>. 'ertanyaan tersebut sangat menarik dalam masa kontemporer ini khususnya dalam wilayah studi agama $religious studies% karena agama yang bersumber dari wahyu Tuhan telah berada dalam carut marut kebudayaan. .ehadiran wahyu tidak lagi sama dengan kehadiran Tuhan yang interakti! sebagaimana dalam masa pewahyuannya* namun di bawakan oleh kelompok 4 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash$, hlm. +0 , manusia* mu!assir* !a?ih* ulama* dan penguasa-penguasa lainnya. 5entuk interaksi religiusnya tidak lagi Tuhan dengan manusia* tetapi manusia yang mengatas namakan Tuhan dengan manusia. Masalah menjadi komplek ketika hasil kreati!itas manusia dibenturkan dengan wahyu sehingga kebudayaan direndahakan sebagai bentuk penentangan manusia pada Tuhan* sebaliknya wahyu yang dibawakan oleh kelompok penguasa agama hanya beretorika yang penuh nuansa basa-basi ketika problem-problem riil dalam kemanusiaan manumpuk* seperti masalah diskriminasi* kemiskinan* kerusakan lingkungan* kekerasan dan pelanggaran 1AM* dan lain sebagainya. 8ebih ironis dari itu semua* kelompok yang mengatasnamakan wahyu* memperjuangkan maksud Tuhan* justru menjadi sumber diskrimanasi* hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda paham dipelintir menjadi hubungan ahli neraka dengan ahli surga* yang berada di jalan lurus dan yang sesat* dan ujungnya kekerasan antar kelompok sosial tidak bisa dihindarkan. Menjawab masalah di atas perlu direnungkan ulang $rethinking% ta!sir al- @ur7an sebagai bagian dari pemahaman $al-fi%h% umat terhadap yang suci dalam wilayah studi humaniora untuk menjawab problem manusia dalam masalah sosial kebudayannya. ". Na!a# "a$an% dan &nda'en(a!%)'e Ta*)%# a!-Q#`an + .ajian mengenai ta!sir al-@ur7an sebagai bagian dari hubungan wahyu al- @ur7an dengan kebudayaan dalam makalah ini akan di awali dengan pembahasan mengenai dasar-dasar pemikiran atau nalar yang melandasi pemikiran &slam dalam sejarah. 'engertian dan penggunaan nalar &'a%l( dalam kajian pemikiran &slam di ataranya diperkenalkan oleh Abid al-4abiri* pemikir &slam kontemporer asal Maroko. Menurutnya nalar berarti epistem yaitu sejumlah himpunan dasar- dasar dan hukum-hukum $berpikir% yang diberikan oleh kulutur masyarakat tertentu bagi penganutnya sebagai landasan memperoleh pengetahuan &)umlat al- ma"adi *a al-%a*aid al-lati tu%addimuha al-tsa%afah al-ara"i!!ah li al- muntamin ila!ha al-asas li-iktisa" al-marifah(+ ,
Dengan pengertian tersebut* menurut Ahmad 5aso dalam kata pengantar penerjemahan karya al-4abiri ke dalam bahasa &ndonesia* al-4abiri telah mengkaitkan akal dengan sesuatu yang bersi!at tidak sadar &al-la s!uur( dan kolekti!. Akal atau pemikiran dianggap sebagai sebuah sistem yang memaksakan aturan-aturan dan hukum-hukum dalam satu lingkungan kebudayaan tertentu. ; Mengenai keterkaitan antara nalar dan kebudayaan* al-4abiri melihatnya sebagai relasi antara yang tetap &tsa*a"it( dan yang berubah &mutagha!!irat(. .ebudayaan dide!inisikan sebagai sesuatu yang tersisa ketika segala sesuatu telah benar-benar terlupakan &al-tsa%afah hi!a ma !a"%a 'inda ma !atimm nis!an kulli s!a!in(+ (edangkan nalar* dalam hal ini nalar Arab* adalah sesuatu yang tertinggal dan ditinggalkan oleh kebudayaan Arab kepada bangsa Arab &al-'a%l al-'ara"i hu*a ma khalafat-hu *a takhfulu-hu al-tsa%afah al-'ara"i!!ah fi al- insan alara"i(+ -
5 Muhammad AAbid al-4abiri* Tak*in al-A%l al-Ara"i, $5ayrut : MarkaB Dirasat al-)ahdah al- Arabiyyah* 0<<0%* hlm. 0C 6 Ahmad 5aso* D'engantarD,dalam al-4abiri* Post Ttradisionalisme+++, hlm. """i 7 Al-4abiri* Tak*in+++, hlm. ,: C 'ertanyaannya kemudian adalah apa yang tersisa dan tetap tinggal dari kebudayaan Arab. Menurut al-4abiri yang tersisa dan tertinggal adalah nalar itu sendiri dengan de!inisi yang telah disebutkan. -ntuk itu orientasi studi pemikiran &slam seharusnya diorientasikan pada kon!lik nalar atau epistimologis sebagaimana penjelasan berikut ini : /ang tetap tinggal dari kon!lik tersebut $idiologis dan politis antara (unni dan (yiEah% adalah unsur-unsur halus dan tersembunyi* yang menentukan kebudayaan Arab* dan juga nalar Arab* yang tetap terwariskan pengaruhnya sampai sekarang dalam kebudayaan tersebut* itulah unsur- unsur yang membentuk Fsyarat-syarat keabsahanD yang dijadikan acuan oleh masing-masing pihak yang bertikai* dan yang sekaligus mengarahkan perilaku mereka dan melandasi cara pandang dan persepsinya. Maka !okus studi ini seharusnya tidak diarahkan pada kon!lik-kon!lik politik dan idiologis yang mengitari secara eksternal proses-proses pembakuan dan pembukuan disiplin keilmuan $tad*in%* keabsahanD. Tepatnya* kon!lik sejumlah epistem dalam lingkungan kebudayaan Arab-epistimologis dan idiologis. : Dengan pengertian tersebut di atas berarti al-4abiri telah memperkenalkan suatu orientasi baru dalam kajian sejarah pemikiran &slam. .ajian yang masih berlaku sampai sekarang berorientasi pada sejarah ide-ide* pendapat dan aliran pemikiran secara kon=ensional* karena mereka melihat pemikiran bukan sebagai satu kesatuan yang utuh. Al-4abiri melihat pemikiran sebagai satu kesatuan sistem yang utuh* sehingga kajian sejarah pemikiran tidak diorientasikan untuk menyingkap ide-ide yang sepotong-sepotong* tetapi pada sejarah nalar atau epistimologi yang membentuk pemikiran tersebut. (elain itu al-4abiri juga berbeda dengan sejarawan pemikiran &slam klasik yang mematok masa jahiliah sebagai titik awal. (ebagaimana penjelasan al-4abiri dalam kutipan di atas* terlihat bahwa masa tad*in $abad && 1. atau G&&& M.% sebagai masa terbentuknya s!arat-s!arat kea"sahan suatu pemikiran &slam. < Dijadikannya masa tadwin sebagai pembentukan nalar &slam* bukan masa jahiliyah dan bukan masa &slam awal* karena segala hal yang dapat diketahui sebelum masa tadwin* baru sempurna bangunannya setelah masa tadwin* tidak 8 I"id+, hlm. H9 9 Ahmad 5aso* Pengantar+++, hlm. """ii dan """= ; dapat di mengerti kecuali dengan menghubungkannya dengan masa tadwin dalam suatu relasi tertentu. 09 (ebagai proses interaksi keilmuan dalam &slam pada masa tadwin* al-4abiri menyimpulkan adanya tiga epistem yang secara dominan terbentuk oleh pemikiran &slam Arab* yang melahirkan polemik dan perbedaan pandangan* ketiga epistem tersebut adalah* epistem "a!ani $bahasa% yang berasal dari kebudayaan Arab* epistem 'irfani $gnosis% yang berasal dari tradisi 'ersia dan 1ermetis* dan epistem "urhani $rasionalisme% yang berasal dari tradisi /unani. 00 .esimpulan di atas dibangun oleh al-4abiri dari suatu realitas pada masa tadwin bahwa pertentangan antara kaum tekstualis-literalis dari kalangan (unni* baik pengikut AsyEari awal maupun kalangan salafi generasi awal* dengan aliran- aliran pemikiran lainnya* seperti kalam* !ilsa!at* dan tasawu!* sebagian besar karena kaum tekstualis berpegang teguh pada epistem yang di dasarkan pada bahasa Arab itu dan bukan yang lainnya. 5ahasa Arab dijadikan otoritas yang tidak bisa ditawar-tawar* sementara aliran-aliran pemikiran lainnya mengadopsi sistem pengetahuan dari luar yang diadaptasikan ke dalam bahasa Arab. 06 'andangan al-4abiri di atas sekaligus memperjelas kenapa masa tadwin* dan interaksi keilmuan pada umumnya dapat hidup pada masa Abbasiyah* karena sebagaimana pendapat 5ernard 8ewis di masa Abbasiyah berbeda dengan -mmayyah yang Arab sentris* pada masa itu sudah terjadi kelonggaran dalam pengembangan kebudayaan sehingga pemerintah tidak nampak mengutamakan bangsa Arab dan pada kenyataannya justru berakibat baik pada toleransi bangsa- bangsa lain untuk menggunakan bahasa Arab* seperti di 'ersia* &rak* Mesir* (yiria dan A!rika -tara. 0, 10 Al-4abiri* Tak*in$* hlm. H0 11 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. <6 12 I"id+* hlm. <, 13 5ernard 8ewis* angsa Ara" dalam .intasan /e)arah, 'enerjemah : urcholis Madjid* $4akarta: 'edoman 4aya* 0<<+%* hlm. H9 dan <9 H Dominasi bahasa Arab sebenarnya berawal dari proses sakralisasi bahasa Arab* yang karena merupakan bahasa al-@urEan yang sempurna maka bahasa Arab juga dianggap !inal dan sempurna. 8ebih dari itu sebagaimana juga al- @urEan* bahasa Arab juga harus dijaga dari kemurnian dan keasliannya. (ebagaimana diungkapkan oleh 5assam Tibi bahwa : Dengan pencatatan al-@urEan* bahasa Arab FdiabadikanD hingga saat iniI apabila tidak tercatat* tidak mungkin ada bahasa Arab saat ini* mengingat berabad-abad lamanya dominasi Turki dan berlangsungnya kolonialisme bangsa Jropa. 'encatatan al-@urEan juga memiliki arti bahwa bahasa Arab tetap hidup dalam beberapa bentuk. amun demikian* dengan pencatatan al-@urEan* bahasa Arab mendapat sebutan bahasa suci* yang terus membentuk bahasa Arab hingga saat ini. -paya untuk melebihi bahasa al- @urEan saat ini dipandang sebagai bidEah sebagaimana pernah terjadi pada masa awal kemajuan &slam pada abad pertengahanD. 0+ Dominasi Arab dikukuhkan dengan pembakuaan bahasa Arab yang pada kenyataanya tidak semata-mata untuk kepentingan kajian &slam tetapi juga untuk melanggengkan dan menetapkan dominasi kekuasaan bangsa Arab terhadap bangsa lain-lain. 'embakuan bahasa Arab tersebut memiliki arti penting yang tidak bisa dilewatkan dalam kajian pemikiran &slam Arab* untuk menyibak ketegangan antara Arab dan non-Arab* pemikir Arab dan non-Arab* terutama terbentuknya tiga epistem "a!ani, 'irfani dan "urhani+ 14 5assam Tibi* Islam 0e"uda!aan dan Peru"ahan /osial, 'enerjemah: Misbah 2ul!a J. dan 2ainuri A.* $/ogyakarta: Tiara )acana* 0<<<%* hlm. 0,+ : (ebagai gambaran sekilas tentang bagaimana bahasa Arab yang dibakukan tersebut dapat dikutip disini penuturan (aEid al-A!ghoni dalam bukunya Min Tarikh al-Nah*, ia mengatakan bahwa ulama-ulama bahasa telah menyepakati bahwa bahasa Arab yang masih murni dan asli adalah bahasa orang-orang jahiliyah yang tidak menemui masa &slam dan bahasa Ara" Muhadhramin yang telah menemui masa jahiliyah dan &slam. mereka tidak menyepakati kemurnian bahasa Arab orang-orang &slam yang baru yang tidak pernah menemui masa jahiliyah. 0C Dengan kesepakatan ulama bahasa tersebut* 8ewis dapat menyimpulkan bahwa bahasa Arab yang diberlakukan sebagai bahasa resmi di masa pemerintahan &slam awal adalah identik dengan bahasa orang nomad. 0; &denti!ikasi tersebut bukan tanpa alasan karena yang dimaksud bangsa Arab jahiliyah adalah "angsa Ara" adui yang identik dengan orang nomad. &stilah nomad tersebut menurut 1odgson dalam bukunya The 1enturi of Islam dikaitkan dengan kebiasaan mereka sebagai penggembala unta. Arabia 5adui adalah bangsa yang berdiam di wilayah semenanjung di mana adat istidat di bina di atas dasar nomadisme-unta yang berlaku terutama bagian utara* 5arat dan tengah. Daerah tersebut adalah daerah padang rumput yang gersang di antarai dengan daerah bebatuan yang luas dan padang pasir* yang pada musim dingin dan semi didatangi hujan yang terpancar-pancar yang mengakibatkan tumbuh-tumbuhan sementara. 0H Dari gambaran 1odgoson mengenai sumber bahasa Arab yang dianggap murni dan asli di atas al-4abiri memberi semacam peringatan bagi pemerhati bahasa Arab: 15 (aEid al-A!ghani* Min Tarikh al-Nah*, $5ayrut: Dar al-#ikr* 0<H:%* hlm. 0<-69 16 8ewis* angsa Ara"$* hlm. <0 17 Marshall 1odgson 3.(* The 1enture of Islam 2, 'enerjemah: Mulyadi .ertanegara $4akarta: 'aramadina* 6999%* hlm. 69;-69H < 'erlu disimak disini* kodi!ikasi bahasa yang mengambil bahan-bahan materialnya dari kalangan Arab badui* dan bukan dari komunitas penutur Arab lainnya* jelas menunjukan arti penyempitan ruang lingkup FduniaD bahasa ini* sebagaimana sempit dan terbatasnya ruang lingkup dunia mereka. .ehidupan mereka ditandai dengan satu bentuk kehidupan yang masih primiti! dan inderawi $kasar%. .esan itu terpantul dalam sistem bahasa mereka* dan juga pandangan dunianya seperti yang dipersepsikan bahasa yang dibakukan tersebut. Dari sinilah kita mencermati karakter unik bahasa Arab yang bersi!at a-historis dan inderawi $sensual%* karena FduniaE tempat dia tumbuh dan berkembang adalah dunia inderawi yang tak punya sejarah* dunia nomaden kaum baduiD. 0: 5ahasa Arab yang dibakukan dan disakralkan yang bersumber dari bangsa Arab nomand-badui yang tidak berperadaban* telah membentuk karakteristik salah satu nalar-epistem adalah pemikiran dalam pemikiran Arab &slam yang oleh al- 4abiri disebut episteme "a!ani+ -nsur-unsur pemikiran yang terkait erat dengan epistem bayani diantaranya adalah : 1. Membatasi diri pada wilayah permukaan bahasa dengan menghindari taEwil 2. Menganut pandangan Fla ka!fa3 $tidak banyak bertanya soal mengapa dan bagaimana% 3. 5erpegang teguh pada !ormat-!ormat bahasa dan bentuk-bentuk "a!ani $keindahan dan kekuatan bahasa bagai sihir yang memukau% yang bersi!at inderawi. 4. Membatasi diri pada satu de!inisi yang menggambarkan si!at $tarif "i al- rasm%* bukan substansi dan hakikat $tarif "i al-had%. 5. Anti kausalitas* dan sebagai gantinya menganut pandangan tentang munasa"ah $kesepadanan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya% dan Aadah $hukum kebiasaan* bukan kepastian% 6. Menolak ide keterbelakangan dan segala yang berkaitan dengannya. 18 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. ;,-;+ 09 7. Menganut %i!as fi%h dalam setiap penalaran* dan bertitik tolak dari pola baku !aEil $kata kerja% dalam bahasa dan pemikiran* serta mengkaitkan segenap !ormat bahasa dan pemikiran* kebentuk baku tersebut. 0< Jpistem di atas kemudian menjadi unsur-unsur yang membangun setiap pemikiran Arab &slam yang dicirikan salafi atau juga kelompok sunni yang secara tegas semenjak masa tadwin yang mengukuhkan apa yang disebut al-4abiri sebagai sarat-sarat kea"sahan bagi setiap pemikiran. Tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam pengukuhan tersebut diantaranya adalah Abu al-1asan al-AsyEari $wa!at ,99 1K <0CM%. menurut urcholis* ia berjasa mengukuhkan !aham sunni dan sekaligus melumpuhkan gerakan kaum muEtaBilah dan gelombang 1ellenisme pada umumnya. 69 Jpistem tersebut hampir menjadi baku dan tak berubah sepanjang sejarah &slam Arab. (etelah otoritas tunggal atas dunia &slam Dinasti Abbasiyah yang egaliter dan kosmopolit jatuh berantakan dan kemudian muncul wilayah-wilayah yang otonom* iklim intelektual juga ikut mengalami perubahan-perubahan. (ebagaimana dikatakan urcholis bahawa pemerintahan 5aghdad mulai menurun pamornya sampai hanya sekedar menjadi lambang kesatuan ummat tanpa kekuasaan politik yang e!ekti!* kekuasaan politik kemudian terbagi-bagi di antara para amir dan a!an $semacam kelas priyayi% di berbagai tempat. 'ertentangan bermacam-macam idiologi* khususnya !aham (unnah dan (yiEah* semakin memburuk situasi ummat. (elain itu di tangan para amir dan aEyan* idiologi- idiologi yang berkon!lik tersebut dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan masing-masing. 60 19 I"id+* hlm. <, 20 urcholis Madjid* Mukadimah-0ha4anah Islam, $4akarta: 5ulan 5intang* 0<<+% hlm. 6:-6< 21 I"id+* hlm. ,0 00 Terlepas dari berbagai kepentingan baik negati! sebagaimana digambarkan urcholis di atas maupun yang positi!* produk-produk keilmuan dari tokoh-tokoh !i?ih* kalam* bahasa* dan tasawu! pada masa tadwin dikukuhkan pada masa pertengahan sebagai imam-imam madBhab* rujukan utama bagi kelompok- kelompok yang sedang mengalami destabilisasi. 'ada masa inilah akan semakin terlihat karakteristik-karakteristik yang lebih matang dari epistem Arab. (ebagaimana dikatakan oleh 8apidus bahwa perkembangan dari AsyEariyah dalam abad ke-09 dan 00 merupakan sinyal bagi model baru pertarungan antara filosof neo-platoni5, yang awalnya diwakili oleh al-#arabi dan &bn (ina* dengan ahli ilmu kalam AsyEariyah. 'ara ahli ilmu kalam AsyEariyah* sebagaimana juga pakar ilmu tata bahasa &nah*( dan ahli !i?h* melihat dengan curiga metode dedukti!e para !iloso! dan ahli logika serta penerapan metode interprestasi kabahasaan &linguistik( dan penjelasan &e6planator!( ke dalam teks suci* atau dalam menangani masalah-masalah hukum. meta!isika* baik ia dalam bentuk neoplatonik ataupun aristotelian dianggap bertentangan dengan pandangan dunia dan ajaran al-@urEan. Meta!isika didasarkan pada dua prinsip kembar yaitu adanya penyebab utama &5ausal effi5a5!( dan keseragaman alam* yang tidak dapat dipertemukan dengan konsep al-@urEan tentang ketidakterbatasan kekuasaan Tuhan dan cara-cara yang tak terduga. 66 22 8apidus* (ultanates and 3unpowder Jmpires The Midle Jast* dalam 4hon 8. Jsposito* ed.* The 76ford 8istor! 7f Islam, $ew /ork: O"!ord -ni=ersity 'ress* 0<<<%* hlm. 6:0-6:6 06 -ntuk membatasi polemik dengan kalangan !iloso! dan ahli logika dalam interprestasi terhadap sumber hukum &slam* yaitu al-@urEan dan hadits* ulama kemudian memperketat bahkan cenderung membatasi usaha pena!siran terhadap al-@urEan. (ebagaimana disinyalir oleh ash 1amid Abu 2ayd* sikap dan wacana keagamaan terhadap ilmu-ilmu ke&slaman* khususnya al-@urEan dan hadits pada masa pertengahan adalah hanya sikap pengulangan. 1al tersebut terjadi karena banyak diantara ulama yang berasumsi bahwa ilmu-ilmu al-@ur7an dan al-1adits termasuk ruang lingkup ilmu yang sudah matang dan !inal &nadhi)at *a ihtarakat(+ 9: 'ara ulama memandang karya ta!sir tidak sebagai upaya mendialogkan teks al-@urEan dengan realitas masyarakat yang sedang berlangsung* tetapi pada konsistensinya untuk mengikuti jejak ulama terhadulu &salaf( yang mena!sirkan al-@urEan dengan metode na%l yaitu dengan al-@urEan sendiri* al-sunnah* pendapat para sahabat dan tabiEin. &bn Taymiyyah* salah seorang ulama abad G&&& 1ijriah menegaskan bahwa apabila telah diketahui pengertian atau ta!sir al-@urEan dengan al-sunnah maka tidak diperlukan lagi pendapat ahli bahasa dan yang lainnya. 5agi setiap mukmin tidak diperkenankan berbicara mengenai agama kecuali mengikuti apa yang datang dari Lasulullah saw.* para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dari para tabiEin* yang tak seorangpun diantara mereka terbukti melakukan pertentangan dengan al-@urEan dengan rasionalitasnya. 6+ 23 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash+++, hlm. 0, 24 AAbd al-Lahman bin Muhammad bin @asim al-AAshim al-ajdi* Ma)mu ';ata*a /!a!kh al- Islam ahmad "in Ta!mi!!ah, $Tt: tpn* 0,<: 1%* 4uB 0, <0ita" Mu%addimat al-Tafsir, hlm. 6H dan ;, 0, Al-2arkasyi seorang ulama yang wa!at pada tahun H<+ 1* penulis kitab al- urhan fi 'Ulum al-Qur`an, salah satu kitab rujukan utama dalam bidang ilmu- ilmu al-@urEan juga menyimpulkan bahwa yang benar menurut ilmu ta!sir adalah apa yang berasal dari jalur na%l $periwayatan% seperti as"a"un al-nu4ul $sebab turunnya ayat%* al-naskh *a al-mansukh $diberlakukan atau dihapuskannya ketetapan hukum yang dikandung oleh suatu ayat yang belum jelas% ta!in al- mu"ham $penjelasan terhadap ayat yang belum jelas%* ta"!in al-mu)mal $penjelasan terhadap ayat yang masih umum%. Apabila tidak didapatkan pena!siran yang cukup dari jalan na?l* maka untuk mengetahui makna dan maksud dari ayat- ayat al-@urEan adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan yang muta"ar $terkenal dan diakui oleh kebanyakan ulama%. 6C Ta!sir dengan pendekatan seperti itu* yang disebut tafsir "i al-matsur menurut al-@aththan wajib diikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami kitabullah. 6; (ebaliknya* ta!sir yang mencoba merespon perkembangan Baman dengan menghadirkan ilmu-ilmu seperti bahasa* hukum* sastra* termasuk !ilsa!at sebagai ilmu bantu dalam menyingkap makna al-@urEan adalah karya yang dilarang $haram% yang berarti juga haram megikutinya. 1al tersebut dikarenakan ketepatan dan kebenaran suatu pendapat tidak meyakinkan dan hanya bersi!at dugaan dan perkiraan semata. Orang yang mengatakan sesuatu tentang agama Allah menurut dugaan semata berati ia telah mengatakan terhadap Allah sesuatu yang tidak ia ketahui. 6H &bn Taymiyyah juga secara tegas mengklaim bahwa sebab-sebab kesesatan dalam pena!siran al-@urEan adalah adanya interaksi dengan para !iloso!. 6: 25 5adr al-Din Muhammad bin AAbd Allah al-2arkasyi* al-urhan fiUlum al-Quran,&5eyrut: Dar al-#ikr* 0<<:%* juB 6* hlm. 0::-0:< 26 MannaE al-@aththan* Ma"ahis fi 'Ulum al-Qur`an $Liyadh: Mansyurat al-AAshr al-1adits* 0<H,% hlm. ,C9 27 al-@aththan* Ma"ahis$* hlm. ,C6 28 AAbd al-Lahman* Ma)mu ;ata*a$, hlm. 69; 0+ Dengan membahas hubungan epistemis antara ta!sir al-@ur7an yang menggunakan metode "i al-matsur dengan nalar bayani maka menjadi jelas bahwa gerak ta!sir al-@ur7an yang diorientasikan oleh nalar Arab adalah untuk mencari landasan teologis* pembenar dari yang maha benar $al-ha%%* kepastian dari yang maha absolute terhadap semua persoalan kebudayaan. 'roduk pemikiran manusia hanya akan menghantarkan pada ketidakpastian dan menjerumuskan pada kesesatan* maka sebagai jalan keluarnya adalah kembali kepada pemahaman yang paling benar dari wahyu al-@ur7an dan yang paling mengetahui maksud Tuhan sebagai pengirim wahyu al-@ur7an adalah nabi Muhammad dan para sahabat yang disebut sebagai generasi terbaik $khair al-Qurun%. Antropologi dikubur sebagai barang sesat dan manusia harus mengikuti logika Tuhan yang sebenarnya hanyalah logika orang-orang Arab $yang primiti=e%. +. Men, Na!a# "a# alar bayani bukanlah satu-satunya warisan dari peninggalan pemikiran &slam* sebagaimana telah dipaparkan pendapat al-4abiri di atas* bahwa pemikiran &slam mewariskan tiga nalar dan yang keduanya adalah nalar 'irfani $gnosis% yang berasal dari tradisi 'ersia dan 1ermetis* dan nalar "urhani $rasionalisme% yang berasal dari tradisi /unani. .edua nalar yang tersebut terakhir telah kehilangan gema dan terhenti dialektika keilmuannya pada masa pertengahan karena menguatnya dominasi nalar Arab bayani. Tanpa menyederhanakan dialektika keilmuan yang telah terjadi pada masa tadwin dan masa pertengahan* ketiga bangunan pemikiran &slam hasil konstruksi ketiga nalar tersebut memang membawa kelemahan mendasar sejak kelahirannya yaitu hubungan masing-masing yang tidak dialektis ilmiah tetapi berdiri sendiri- sendiri. .eterpisahannya kemudian diperpanas dengan kon!lik teologis-idiologis yang terjadi antar ketiga kelompok yang mewakili budaya dari ketiga nalar tersebut. Amin Abdullah dalam bukunya Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi* mengistilahkan hubungan tersebut dengan hubungan parallel dan linear. 0C 1ubungan parallel adalah keadaan dimana masing-masing nalar berjalan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan satu dengan lainnya dan tanpa ada komunikasi apalagi dialektika antara ketiganya. (edangkan hubungan linear adalah hubungan yang saling mengunggulkan diri sendiri. Masing-masing ilmuan penganut salah satu nalar mengklaim nalarnya sebagai yang paling ideal dan !inal. (ehingga terjadi kebuntuan baik dogmatis teologis yang terekspresikan pada truth 5laim dan eksklusi!itas* kebuntuan nihilistik yang skpetis terhadap rasionalitas manusia* maupun kebuntuan scienti!istik 6< . -ntuk mengatasi kebuntuan dan menghindari sikap dogmatis yang nampak dalam sikap pengharaman metode ta!sir tertentu dalam lapangan studi ta!sir al-@ur7an maka sangat dibutuhkan nalar baru. alar baru ini tentu tidak harus baru sama sekali apalagi mengimpor dari kebudayaan luar. Dalam wilayah keilmuan ada istilah dialektika* maka nalar baru tersebut adalah hasil interaksi yang intensi!* saling mengkritik antar unsure* baik yang lama yang telah ditemukan sisi kelemahannya ketika dihadapkan pada kenyataan-kenyataan sejarah baru* maupun antar yang baru yang sedang dalam tahap saling menguji. Dialektika antara unsur yang lama dan unsur kebudayaan kotemporer yang baru ini dilukiskan oleh asr 1amid Abu 2ayd: Lingkasnya* warisan budaya itu telah kita warisi. /aitu warisan yang senantiasa memberikan andil dalam membentuk kesadaran kita dan mempengaruhi perilaku kita* sadar ataupun tidak. Maka dari itu* kita tidak mungkin mengabaikan warisan budaya tersebut dan juga tidak mungkin menggugurkannya dari perhitungan kita* namun dengan pertimbangan yang sama* kita juga tidak dapat menerimanya secara apa adanya begitu saja. -ntuk itu* bagi kita seharusnya merumuskannya kembali* dengan membuang apa yang tidak sesuai dengan masa kita. Di situ kita menegaskan aspek positi!nya* memperbaharuinya dan merumuskannya dengan bahasa yang sesuai dengan masa kita. &nilah pembaharuan yang sangat dibutuhkan apabila kita ingin mengatasi krisis kita saat ini* yaitu pembaharuan yang menggabungkan antara unsur-unsur yang asli-otentik dengan unsur- unsur kontemporer. ,9 29 Amin Abdullah* Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif $/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699;%* hlm. 60<-669 30 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash$, hlm. 0: 0; 0H Masalahnya kemudian adalah bahwa proses dielektika keilmuan itu tidak hanya sekedar mempertahankan unsur lama yang baik dan unsur baru yang lebih baik sebagaimana secara sederhana terumuskan oleh idiom ulama sala! yaitu: almuhafadhoh 'ala %odim al-shalih *al al-akhd "i al-)adid al-aslah+ Masalah dialektika antara unsur lama dan baru menjadi rumit karena yang lama telah terbungkus bahkan telah bercampur baur dalam doktrin-doktrin* moti=asi- moti=asi dan ambisi yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang selama ini bertarung dalam ketegangan* baik antara sunni-syiah* maupun sala!i-khala!i* ma7tsur-ra7yi* dan lain sejenisnya. -ntuk mengurai dan memisahkan moti=asi-moti=asi idiologi kelompok dengan bangunan keilmuan yang ilmiah yang dibangun oleh ulama-ulama masa klasik maka diperlukan apa yang diusulkan oleh al-4abiri sebagai kritik idiologi. .ritik ini dimaksudkan untuk mengungkapkan !ungsi idiologis* termasuk !ungsi sosial politik yang dikandung sebuah teks atau pemikiran tertentu. ,0 .ritik idiologi tentunya bukan murni ide dari al-4abiri. Metode kritik tersebut dikembangkan dalam lingkungan kajian hermeneutik. 'enggagaas kritik idiologi adalah 1abermas* #iloso! asal 3erman dan 'aul Lecoeur* !iloso! 'erancis. Menurut 'aul Lecoeur untuk melakukan pengambilan jarak terhadap teks sehingga dicapai pemahaman yang obyekti! terhadap makna suatu teks maka diperlukan kritik idiologi dan dekonstruksi. .ritik idiologi untuk menjadikan kritik dan serangan dari luar yang mungkin destrukti! dan dapat melemahkan eksistensi teks $agama% dapat diterima sebagai otokritik untuk pemurnian diri. Dekonstruksi mengajak pembaca untuk membongkar ilusi-ilusi* moti=asi- moti=asi baik sadar maupun di bawah sadar* serta kepentingan-kepentingan diri atau kelompok di depan teks. ,6 31 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. 60 32 1aryatmoko* F1ermeneutika 'aul Lecoeur* Transparansi (ebagai 'rosesD* dalam asis* o. 9C-9;I Th ke-+<* Mei-4uni 6999* hlm. ,0-,6 0: Dalam pemikiran 1abermas* kritik idiologi ditujukan sebagai suatu pendasaran rasional* yaitu situasi saling mengkritik dan berargumen dengan ikhlas tanpa manipulasi dan arogansi kekuasaan. .arena dalam pendasaran rasional setiap orang memperoleh peluang yang sama dan kesempatan yang sama* maka akan dicapai consensus* yaitu situasi yang saling menerima akan kebenaran yang dipertaruhkan. ,, 33 .. 5ertens* ;ilsafat arat 0ontemporer= Inggris->erman $4akarta: 3ramedia 'ustaka -tama* 6996%* hlm. 6+: 0< D. De-.n)(#-)% dan K#%(%- Id%.!./% Te#hada0 Ta*)%# K!a)%- 5erkat bantuan salah satu metode hermeneutika kontemporer yaitu dekonstruksi dan kritik idiologi maka pemikiran &slam kontemporeer tidak perlu ragu untuk kembali pada masa lalu dan mengkaji dasar-dasar pemikiran untuk didialektikakan dengan dasar-dasar !iloso!is kontemporer sehingga menghasilkan landasan metodologis bagi kajian terhadap teks-teks agama khususnya wahyu al- @ur7an. Dengan dekonstruksi dan kritik idiologi dapat diketahu bahwa apa yang dinyatakan oleh ulama masa pertengahan sebagai metode ta!sir yang paling benar adalah merupakan pernyataan-pernyataan FpolitikD untuk memenangkan kelompoknya didepan kelompok lain* namun di balik pernyataan tersebut ada landasan-landasan keilmuan yang ukuran kebenarannya tetap dalam kapasitas ilmiah. 5egitu juga apa yang dinyatakannya sebagai metode yang diharamkan* di dalamnya juga terdapat landasan-landasan !iloso!is yang mengandung argumentasi kebenaran ilmiah. -ntuk membuktikan adanya landasan-landasan !iloso!is dan teoritis dibalik metode baik yang dinyatakan terbaik maupun yang haram maka perlu dianalisis karya-karya ta!sir klasik dan semua pemikiran &slam yang menjadikan al-@ur7an sebagai sumber pengetahuan. Analisis di arahkan untuk mencari landasan pemikirannya mengenai apa hakekat teks* pengarang $author% dan pembaca $reader% dan bagaimana hubungan ketiga unsur tersebut. Dan pada akhirnya analisis menemukan apa hakekat dan metode ta!sir al-@ur7an menurut para ulama. 69 (ebagai langkah awal analisis metodologi ta!sir* dalam makalah ini secara singkat dapat dire=iew pengertian ta!sir sebagaimana dideskripsikan Al-2arkasyi yaitu apa yang berasal dari jalur na%l $periwayatan% seperti as"a"un al-nu4ul $sebab turunnya ayat%* al-naskh *a al-mansukh $diberlakukan atau dihapuskannya ketetapan hukum yang dikandung oleh suatu ayat yang belum jelas% ta!in al- mu"ham $penjelasan terhadap ayat yang belum jelas%* ta"!in al-mu)mal $penjelasan terhadap ayat yang masih umum%. Dan apabila tidak didapatkan pena!siran yang cukup dari jalan na?l* maka untuk mengetahui makna dan maksud dari ayat-ayat al-@urEan adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan yang muta"ar $terkenal dan diakui oleh kebanyakan ulama%. ,+ 34 Al-2arkasyi* al-urhan+++, juB 6* hlm. 0::-0:< 60 Deskripsi ta!sir hasil konstruksi nalar bayani di atas menunjukkan bahwa ta!sir masih merupakan teknik-teknik khusus yang dimiliki oleh kalangan elite intelektual untuk menemukan maksud pengirim $author%. 'osisi reader sama sekali tidak diperhitungkan dalam ta!sir. 'engertian ta!sir inilah yang disejajarkan oleh !iloso! dan ilmuan humaniora kontemporer sebagai eksegese. Jksegese merupakan komentar-komentar terhadap teks. ,C .omunitas pembaca itu perlu diperhitungkan karena ia asing terhadap teks dan sebaliknya teks juga asing terhadap pembacanya. Metode diperlukan untuk menjembatani jarak budaya antara teks dan pembacanya. 5elum berkembangnnya metodologi ta!sir pada masa klasik sangat mudah dimengerti* karena sebagaimana sejarah linguistik* pada masa tersebut trend linguistik baru sampai kepada apa yang dinamakan tata "ahasa. 'engkajian tata bahasa diresmikan oleh bangsa /unani dengan ciri utama pendasaran pada logika dan menghindari segala pandangan ilmiah dan obyekti! mengenai sistem bahasa $langue%. Tata bahasa hanya memberikan kaidah-kaidah untuk membedakan bentuk-bentuk yang benar* tata bahasa adalah disiplin normati!e* sangat jauh dari obse=asi murni* dan sudut pandangnya dengan sendirinya sempit ,; . 35 5ambang Triatmoko* D1ermeneutika #enomenologis 'aul Lecour3* dalam Dri!akara no.6 th.MG&* hlm. 6: 36 #erdinand de (aussure* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat $/ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::%* hlm. ;, 66 'engaruh logika /unani dan trend tata bahasa sangat jelas terlihat dalam bangunan tata bahasa Arab dan berpengaruh kuat pada trend ta!sir serta pemahaman $!i?h% terhadap teks-teks keagamaan. (ebagaimana dapat dianalisis dalam karya &mam (ya!i7i $0<:-69+ 1%* beliau menulis al-Lisalah sebagai karya monumentalnya tentang ushul al-;i%h dengan nama al-0ita". ama tersebut sama dengan nama karya yang ditulis &man (ibawaih dibidang gramatika bahasa Arab. Metode %i!as untuk pertama kali digunakan bukan oleh kalangan !i?ih termasuk (ya!i7i* tetapi oleh ahli nahwu. 5ab & dari al-Lisalah membuktikan adanya Fteori- teoriD linguis arab yang digunakan untuk memahami teks. 5ab & tersebut diberi judul kaif al-"a!an yang memusatkan pembahasannya pada upaya mengkaji teknik-teknik dan metode yang harus dipatuhi dalam memahami teks-teks agama. ,H 37 Al-4abiri* Post Tradisionalisme+++* hlm. :: 6, 'andangan tentang teks $al-nash% dalam ushul al-!i?h dan ta!sir klasik dirumuskan dalam konsep mengenai mantu% $yang diucapkan% dan mafhum $yang dimengerti%. Mantu? adalah yang ditunjukkan oleh la!adB dengan ucapan. 'engucapan itu sendirilah yang memberi jalan kepada kita untuk dapat mengerti maksud kandungannya. Mantu? ini mengandaikan adanya suatu teks yang sudah menunjuk pada arti tertentu ketika diucapkan. Meskipun ada arti lain dari kata- kata yang digunakan* namun arti tersebut harus disingkirkan ketika secara jelas pengucapannya telah menunjukkan pada suatu maksud. Arti yang sudah ada dan jelas tersebut disebut sebagi makna yang kuat $ra)ah% dan arti yang mungkin ada tetapi tidak sesuai disebut mar)uh+ (edang mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh kata tidak berdasarkan pengucapannya. De!inisi ini menyimpulkan bahwa makna d4ihni! $makna rasional% adalah jalan satu-satunya untuk dapat memahami maksud suatu la!adB. 4ika pemahaman itu sesuai dengan mantu% $pengucapan la!adBnya% disebut mafhum mu*afa%ah $makna yang sesuai%. Dan jika tidak sesuai dengan mantu%- nya disebut mafhum mukhalafah $makna yang berlawanan%. Mafhum mu*afa%ah dianggap sebagai pemahaman yang terbaik untuk dijadikan pedoman sehingga sampai pada apa yang dinamakan fah*al al-khita" $maksud pembicaraan%. ,:
Dengan pengertian teks sebagai sesuatu yang diucapkan dan makna teks adalah makna yang dimasud oleh pembicara* sedangkan hubungan antara kata dengan makna bersi!at alamiah dalam pengertian makna sudah ditunjukkan secara pasti oleh la!adBnya maka orientasi pena!siran suatu teks adalah mencari maksud teks* yang berarti adalah maksud pembicaranya. -ntuk itu dapat dimengerti bila kebutuhan ta!sir al-@ur7an dapat dipertahankan dan dicukupkan dengan mengikuti pemahaman ulama-ulama terdahulu. 8ebih dari itu* al-@ur7an dapat dimengerti sebagai kitab sumber hukum* dimana ulama secara langsung dapat menurunkan dari ayat-ayat al-@ur7an menjadi ayat-ayat hukum-hukum yang posti! $dapat diundangkan%. 38 (ubhi al-(halih* Mem"ahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an $4akarta: 'ustaka #irdaus* 699+%* hlm. +6;- +6: 6+ (ebagaimana dinyatakan oleh 1ashim .amali untuk tujuan mendeduksi hukum dari nash $al-@ur7an% maka ada dua metode yaitu tafsir dan ta`*il. Ta!sir berarti menjelaskan makna teks al-@ur7an dalam batas-batas kata dan ungkapannya* artinya penjelasan berdasarkan unsur kandungan dan komposisi linguistiknya semata. (edangkan ta`*il adalah pencarian makna tersembunyi dengan mengabaikan makna yang tampak $4ahir% menuju makna yang lain. amun tidak semua kata perlu dita7wilkan* seperti kata yang tegas $mufassar% dan kata yang sudah jelas $muhkam%* begitu juga kata yang sudah spesi!ik $khass% dan kata-kata yang terkuali!ikasi $mu%a!!ad%. .ata yang perlu dita7wilkan adalah hanya kata yang nampak dBahirnya dan kata yang jelas $nass%* termasuk kata yang masih umum $Aamm%. ,<
39 Muhammad 1ashim .amali* Prinsip dan Teori-Teori 8ukum Islam* 'enerjemah: oorhadi* $/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 0<<;%* hlm. 000-00, 6C Orientasi ta7wil di atas sebenarnya sudah nampak keganjilannya dari awal karena terbukti tidak semua kata mengandung satu makna* dan tidak mesti setiap yang terucapkan $mantu%% telah memberikan petunjuk-petunjuk yang pasti dan jelas mengenai maksud pembicaraanya $fah*al al-khita"%. .arena keganjilan mengenai makna inilah maka dalam ushul al-#i?h dan berimbas pada -lum al- @ur7an muncul tema pembahasan mengenai makna yang %ot`i $yang pasti% dan d4ann! $yang bersi!at perkiraan%. +9 'ada pengertian ta7wil yang terbatas pada ayat- ayat yang dianggap d4anni inilah metode memahami al-@ur7an menjadi tidak berkembang dan lebih mengarah pada jebakan idiologis* karena bagaimana munkin manusia mengira-ngira atau menerka maksud Tuhan. 40 @uraish (hihab menolak pembahasan %oth`i dan d4anni dalam ulum al-@ur7an* terbukti dalam kedua kitab rujukan -lum al-@ur7an yaitu al-5urhan karya al-2arkasyi dan al-&t?an karya al- (uyuthi tema ?ot7iI dBanni tidak menjadi bagian pembahasan. 1al itu disebabkan karena ulama- ulama ta!sir meyakini al-Qur`an hammalat li al-*u)uh $al-@ur7an $mampu% mengandung banyak interpretasi%. amun ulama-ulama lain terutama dari kalangan !i?h menyakini ada makna al- @ur7an yang %athi! al-dalalah yaitu sebagaimana dide!inisikan Abdul )ahab .halla! adalah yang menunjuk kepada makna tertentu yang harus dipahami darinya $teks%I tidak mengandung kemungkinan ta7wil serta tidak ada tempat atau peluang untuk memahami makna selain makna tersebut darinya $teks tersebut%. -lama yang tidak menyepakati hal itu meyakini kandungan makna yang menunjuk satu arti $dalalah ha%i%i!ah% itu hanya bagi pengucapnya* namun bagi pendengarK pembaca pemahaman dipengaruhi oleh banyak !aktor* maka makna dapat beragam $dalalah nish"i!ah%. 3olongan ulama yang terakhir ini tidak mena!ikan adanya ayat-ayat atau bagian dari al-@ur7an yang dipahami oleh mayoritas ulama dengan makna yang satu* misalnya mengenai kewajiban shalat dari ayat-ayat perintah menegakkan shalat* namun menurut mereka makna itu tidak dari makna $dalalah% yang ditunjukkan oleh teks secara langsung* tetapi karena adanya hubungan-hubungan dengan teks lain dan indikator-indikator lain yang menghantarkan pembaca berkesimpulan sama* inilah yang disebut makna yang disepakatiK kon=ensi $muta*atir ma`na*i? mu)ma 'ala!h%. Makna yang disepakati dari al-@ur7an tersebut akan menjadi aksioma dalam agama yaitu sesuatu yang sangat jelas dalam ajaran agama $malum min al-din "i al-dharurah%. @uraish (hihab* Mem"umikan al-Qur`an ;ungsi dan Peran @ah!u dalam 0ehidupan Mas!arakat $5andung: MiBan* 0<<<%* hlm. 0,H- 6; Orientasi ta!sir dan ta7wil al-@ur7an pada maksud pengirim semata juga membawa pena!sir mengabaikan sejumlah kenyataan kesejarahan al-@ur7an. -lama klasik tidak mena!ikan kenyataan bahwa al-@ur7an turun secara berangsur- angsur sehingga bisa dibedakan antara ayat makki!ah $ayat-ayat yang turun sebelum nabi hijrah ke madinah% dan ayat-ayat madani!ah $ayat-ayat yang turun setelah nabi hijrah ke madinah%. -lama juga menyadari bahwa sebagian ayat-ayat al-@ur7an turun karena sebab-sebab tertentu dalam pengertian menjawab masalah- masalah partikular yang terjadi dalam proses dakwah nabi. amun kesadaran historis al-@ur7an tersebut menjadi blunder bahkan seolah tidak signi!ikan mempengaruhi bentuk ta!sir al-@ur7an yang dihasilkan. .ebingungan ulama mengenai keterkaitan historis ayat-ayat al-@ur7an nampak dalam kaidah al-'i"rah "i 'umum al-lafd4 la "i khusus al-sa"a" $patokan dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersi!at umum* bukan khusus terhadap $pelaku% kasus yang menjadi sebab turunnya%. .aidah ini tentu mengabaikan keterkaitan historis ayat-ayat al-@ur7an yang sebenarnya diakui sendiri oleh mayoritas ulama. Meskipun demikian pada masa klasik sudah ada ulama yang menentang kaidah di atas dengan mengakui keterkaitan ayat-ayat dengan kenyataan-kenyataan historisnya* mereka menyatakan bahwa al-'i"rah "i khusus al-sa"a" la "i 'umum al-lafd4 $patokan dalam memahami ayat adalah kasus yang menjadi sebab turunnya* bukan redaksinya yang bersi!at umum% +0 . 41 @uraish (hihab* Mem"umikan al-Qur`an+++, hlm. :< 6H .ebingungan mengahadapi kenyataan historis awal* masyarakat awal saat pewahyuan di atas tentu akan menjadi kebuntuan menghadapi historisitas masyarakat kekinian dan kedisinian yang membaca al-@ur7an. .ebuntuan ini sangat nyata karena memang pembaca belum dipikirkan sama sekali dalam khaBanah ta!sir klasik. .ebuntuan tersebut dirasakan oleh ulama-ulama modern seperti Muhammad Abduh $0:+<- 0<9C%* beliau menyatakan bahwa kitab-kitab ta!sir pada masa-masanya dan masa sebelumnya tidak lain kecuali pemaparan berbagai pendapat ulama yang saling berbeda dan akhirnya menjauh dari tujuan diturunkannya al-@ur7an. (ebagian kitab-kitab ta!sir tersebut hanya menekankan pada pengertian kata-kata atau kedudukan kalimatnya dari segi i7rab dan penjelasan lain dari segi teknis kebahasaan semata sehingga ta!sir menjadi begitu kering dan kaku. +6 42 @uraish (hihab* /tudi 0ritis Tafsir al-Manar, 0ar!a Muhammad 'A"duh dan M+ Aas!id Aidha $5andung: 'ustaka 1idayah* 0<<+%* hlm. 66 6: E. Ke#an/-a Te.#%(%) &%1h a!-Q#`an a!-M2a)h%#.h 5erangkat dari keprihatinannya mengenai ta!sir-ta!sir klasik dan karya ta!sir pada masanya yang lebih mementingkan perdebatan-perdebatan madBhab daripada masalah-masalah umat kekinian* Abduh menghadirkan ta!sir yang lebih rasional dan berhubungan dengan ilmu pengetahuan modern. Abduh berprinsip bahwa tidak mungkin al-@ur7an itu mengandung suatu ajaran yang bertentangan dengan hakekat ilmu pengetahuan abad 0< dan 69* meskipun hal itu kurang diketahui oleh mereka yang berpengetahuan dangkal. Maka merupakan keharusan bagi seorang muslim untuk membaca al-@ur7an dengan kedua mata yang terbuka* serta memahaminya dengan akal sehat yang terbebas dari aturan-aturan dan hukum-hukum klasik. +, Dari kritik-kritiknya terhadap ta!sir yang ada* maka Abduh kemudian membangun sebuah pemahaman baru terhadap al-@ur7an. 'rinsip-prinsip dasar pemahaman terhadap al-@ur7an yang ditawarkan oleh Abduh* sebagaimana hasil penelitian @uraish (hihab adalah: 1. Memandang setiap surat sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi. 2. Ayat-ayat al-@ur7an bersi!at umum. 'rinsip ini nampaknya sejalan dengan prinsip ulama yang menerapkan keumuman la!adB bukan sebab-sebab khusus yang menjadi sebab turunnya* namun Abduh menggunakannya dengan sangat cermat justru agar keumuman tersebut dapat mencakup masyarakat modern pada masanya. 43 &gnaB 3oldBiher* Mad4ahi" al-Tafsir al-Islami* 'enerjemah: M. Alaika (alamullah dkk. $/ogyakarta: e8(A@ 'ress* 699,%* hlm. +6: 6< 3. Al-@ur7an adalah sumber a?idah dan hukum. Abduh mengakui bahwa ulama terdahulu telah berjasa meletakkan dasar-dasar hukum &slam* tetapi hal itu tidak berarti pendapat mereka harus didahulukan dalam memahami al-@ur7an. .onsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa tidak ada ayat al- @ur7an yang musykil hanya karena tidak sesuai dengan pandangan madBhab tertentu. ,9 4. 'enggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-@ur7an. )ahyu dan akal tidak mungkin bertentangan* maka Abduh menggunakan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-@ur7an. Nontohnya* dalam memahami si!at Tuhan al-8a! $/ang Maha 1idup% dalam surat al-5a?arah ayat 6CC* Abduh menyatakan bahwa dengan demikian Tuhan pemilik hidup dan sumber rasa* pengetahuan* gerak dan pertumbuhan. Abduh menolak ta!sir yang menyatakan si!at tersebut berarti Tuhan yang 1idup terus menerus. 1idup bagi Allah adalah berarti Dia sumber pengetahuan dan kekuasaan. 1al ini menolak anggapan materialisme yang menganggap alam raya bergerak dengan sendirinya. .eteratuan dan keharmonisan yang tampak merupakan akibat materi yang tidak berpengetahuan. 5. Menentang dan memberantas ta?lid. Abduh mengecam mengikuti pendapat para ulama terdahulu meskipun itu imam yang paling dihormati tanpa mengetahui hujjah yang mengutkan pendapatnya. -ntuk itu abduh membuktikan sekuat tenaga dan pikiran bahwa al-@ur7an memerintahkan umatnya untuk menggunakan akal mereka. 6. Tidak merinci persoalan-persoalan yang disinggung secara mubham $tidak jelas% atau sepintas lalu oleh al-@ur7an. Di dalam al-@ur7an sering ditemui la!al-la!al yang cukup jelas artinya namun tidak terperinci* misalnya menyangkut FsapiD* al-?aryah* anjing dalam ashab al-.ah!i. Abduh mesikapinya dengan menyatakan bahwa Fkita diam $tidak% membicarakan tentang penetapan %ar!ah $kampung% tersebut sebagaimana al-@ur7an tidak membicarakannyaD. 7. (angat kritis dalam menerima hadits-hadits abi saw. Abduh mengabaikan hadits-hadits yang dinilai sahih oleh muhadditsin namun matann!a tidak sesuai dengan pemikiran logis dan redaksi ayat-ayat al-@ur7an. (ebaliknya Abduh menerima hadits-hadits dhaEi! yang sejalan dengan penalaran logis. 8. (angat kritis terhadap pendapat-pendapat sahabat dan menolak israiliyat ,0 9. Mengaitkan pena!siran al-@ur7an dengan kehidupan sosial. Abduh selalu mengaitkan makna ayat-ayat dengan konteks sosial masyarakatnya dalam usaha mendorong kearah kemajuan dan pembangunan. Abduh juga mengaitkan ayat-ayat dengan pena!siran ilmiah baik yang berhubungan dengan ilmu alam dengan sosiologi. ++ 44 @uraish (hihab* /tudi 0ritis+++* hlm. 6;-CC ,6 .emajuan Abduh dalam linguistik* nampak bahwa ia tidak lagi mengutamakan tata bahasa Arab klasik yang bertele-tele. .emampuan berbahasa menurut Abduh* Fbukannya dinilai dari pengetahuan tata bahasa dan istilah-istilah ilmu bahasa* tetapi ia dinilai dari Arasa bahasaE yang telah meresap dalam jiwa seseorangD. +C Abduh telah melakukan gebrakan baru dalam pemahaman al-@ur7an modern dan meletakkan pandangan-pandangan modern mengenai metode pemahaman yang tidak hanya berorientasi kepada maksud pengirim $author%. amun prinsip-prinsip di atas masih rentan dari kritikan ulama tradisional yang khawatir akan kesesatan dan kebablasan. .ritik mereka yang cukup signi!ikan dalam konteks ini dapat diambil sebagai contoh adalah pada ta!sir Abduh mengenai surat al-#il ayat ,-+ yang artinya: Fdan Dia $Tuhan% mengirim kepada mereka $tentara bergajah% "urung a"a"il $berbondong-bondong%* melempari mereka dengan "atu-"atu dari sijjilD. Abduh menyatakan bahwa burung-burung tersebut adalah sejenis lalat atau nyamuk yang membawa bakteri-bakteri dan mengakibatkan penyakit cacar dan campak. Dengan ta!sir terhadap surat al-#il ayat ,-+ tersebut Abduh dinilai menyimpang dan tidak memiliki dasar dari satu riwayat yang dapat dipertanggung jawabkan. Ta!sir yang dikemukakan Abduh sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan sejarah karena terbukti masyarakat Arab awal yang hidup pada masa turunnya ayat itu tidak mengenalnya. +; 45 I"id* hlm. C; 46 @uraish (hihab* /tudi 0ritis+++* hlm. +:-+< ,, Dengan kritik terhadap ta!sir Abduh pada surat al-#il ayat ,-+ nampak kebutuhan saat ini untuk merumuskan jalan yang bersi!at teoritis untuk memahami al-@ur7an sehingga kebenaran dari pemahaman tersebut tidak ditolak karena dianggap tidak sesuai dengan kenyataan historis awal saat pewahyuan atau oleh masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa al-@ur7an namun juga tidak mengasingkan masyarakat kontemporer dari dinamika budayanya. .ebutuhan teoritis ini juga diperlukan untuk menghindari subyekti!itas pemahaman dan arah sebaliknya untuk mempertanggungjawabkan pemahaman tersebut dihadapan pengkritik yang masih banyak bersi!at idiologis* kalau mendukung pendapat kelompoknya akan didiamkan meskipun dengan jalan yang salah* namun kalau mengganggu eksistensinya akan dihabisi meskipun dengan jalan yang benar. 8antas apa ukuran kebenaran dari suatu pemahaman terhadap ayat al-@ur7an.> Muhammad (yahrur* pemikir &slam kontemporer dalam pengantar bukunya al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBshirah menyatakan bahwa problem riil pemikiran &slam kontemporer dan khususnya dalam studi al-@ur7an adalah* 0. Tidak adanya pegangan berupa metode ilmiah objekti!. (yarat utama penelitian ilmiah yang obyekti! adalah melakukan studi teks tanpa mengikut sertakan sentimen apapun. 6. Adanya prakonsepsi terhadap semua masalah sebelum kajian dilakukan. Nontohnya para peneliti muslim berkesimpulan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian mengenai posisi perempuan bahwa dalam &slam posisi perempuan sudah proporsional dan &slam adalah agama yang bersikap paling adil terhadap perempuan. ,. 'emikiran &slam belum meman!aatkan konsep- konsep dalam !ilsa!at humaniora dan tidak berinteraksi dengan dasar-dasar teorinya. +. Tidak adanya teori &slam kontemporer dalam ilmu humaniora yang disimpulkan secara langsung dari al-@ur7an. +H 47 Muhammad (yahrur* al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBashirah $Damaskus: al-Ahali* 0<<9%* hlm. 6<-,6 ,+ Menjawab kebutuhan akan pembangunan landasan !iloso!is dan kerangka teoritis maka perlu dipikirkan untuk mere!ormasi orientasi ta!sir yang hanya berkutat pada pemabahasan linguistik yang sempit $tata "ahasa% dan ta7wil pada spekulasi untuk menemukan makna kata yang dianggap ganjil $d4ann!%. Orientasi studi teks kontemporer adalah mengarah pada ontologi pena!siran yaitu pemahaman $al-fi%h%. 'emahaman adalah bertumpu pada keadaan pembaca* apakah pembaca dalam kerangka ruang hostorisnya bisa mengerti maksud teks yang diproduksi dalam ruang sejarah yang berbeda. &nilah satu pertanyaan yang perlu dijawab dalam ta!sir kontemporer* yaitu ta!sir yang berorientasi pada fi%h al-Qur`an al-mu`ashiroh+ -ntuk merumuskan landasan teoritis fi%h al-Qur`an al-mu`ashiroh yang tidak meninggalkan !akta-!akta al-@ur7an yang dipikirkan ulama tradisional selama ini maka sangat menarik diadaptasikan teori-teori berikut ini. 1. Ana!%)%) S(#-(#a! 'eletak dasar-dasar teori struktural dalam lingusitik adalah #erdinand de (aussure $0:CH-0<0,% seorang dosen asal (wiss yang untuk beberapa waktu mengajar di 'aris dan akhirnya menjadi pro!esor di 4enewa di mana ia mendirikan apa yang disebut FMaBhab 4enewaD. 5uku yang mengakibatkan namanya menjadi tersohor di bidang linguistik diterbitkan secara anumerta oleh dua orang muridnya dan diberi judul Cours de .inguisti%ue Denerale $0<0;% +: . Di antara ciri-ciri metode struktural adalah perhatiannya pada keseluruhan atau totalitas* mempelajari unsur-unsur yang diletakkan dalam sebuah jaringan yang menyatukan unsur-unsur tersebut dan memperhatikan unsur-unsur yang sinkronis atau unsur-unsur yang dihasilkan dalam waktu yang sama* bukan dalam perkembangan sejarahnya. +< 48 1arimurti .ridalaksana* Mongin #erdinand De (aussure $0:CH-0<0,% 5apak 8inguistik dan 'elopor (trukturalisme* dalamI #erdinand de (aussure* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat $/ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::%* hlm. 6 49 Michael 8ane* Introdu5tion to /tru5turalism, $ew /ork: &nc.'ublisher* 0<H9%* hlm.0+ ,C Teori struktural juga sudah lama merambah kedalam pemikiran linguis Arab. 4a7!ar Dak al-5ab guru linguistik (yahrur dalam pengantar karya perdana (yahrur al-0ita" *a al-Qur`an menyatakan bahwa (yahrur telah menggabungkan teori &bnu 4inni dan al-4urjani* namun tetap bersumber dari satu aliran yaitu linguistik Abu Ali al-#arisi. 'amikiran utama dari teori tersebut adalah: 1. 'enggabungan antara studi diakronik al-4urjani dan sinkronik &bnu 4inni. 2. Teori &bn 4inni yang menyatakan bahwa bahasa tidak terbentuk seketika dan teori al-4urjani tentang hubungan antara bahasa dan pertumbuhan pemikiran merupakan hal yang saling terkait. Dengan demikian* bahasa dengan segala aturannya tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan pemikiran manusia. Adapun ciri linguistik Abu Ali al-#arisi dapat disimpulkan bahwa: 0. 5ahasa pada dasarnya adalah sebuah sistem* 6. 5ahasa merupakan !enomena sosial dan strukturnya terkait dengan !ungsi transmisi yang melekat pada bahasa tersebut. ,. Adanya kesesuaian antara bahasa dan pemikiran. C9 'andangan-pandangan di atas menunjukkan telah terjadi modernisasi dalam pemikiran linguistik di Arab yang keluar dari pemikiran ortodoks yang menyatakan bahwa bahasa Arab adalah bahasa khusus karena ia adalah bahasa suci* bahasa yang digunakan Tuhan untuk menyampaikan wahyunya* sehingga bahasa tidak terkait dengan pemikiran dan struktur sosial masyarakatnya. Meskipun nampak aliran-aliran di atas sangat terkait dengan strukturalisme namun ia telah menunjukkan sikap kritisnya sehingga unsur-unsur historis diterima dalam linguistik tanpa mena!ikan adanya struktur. 50 (yahrur* al-0ita" *a al-Qur`an$, hlm* 60-66 ,; Lealitas struktural dalam teks diakui oleh pakar hermeneutik kontemporer sebagai makna obyekti!. 'aul Lecoeur di antara !iloso! 'erancis yang tidak menolak keberadaan analisis struktural. Menurutnya teks memiliki struktur imanen yang bisa dijelaskan dengan pendekatan struktural* tetapi teks sekaligus mempunyai acuan luar $re!erensi% yang melampaui linguistik dan !ilsa!at bahasa. Acuan luar itu yang disebut wahana atau dunia teks* realitas yang digelar oleh teks* suatu totalitas makna atau cakrawala global. C0 51 1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5oeur$, hlm. ,9 ,H Analisis struktural akan mengembangkan prinsip ulama klasik yang mena!sirkan al-@ur7an ayat perayat dan prinsip-prinsip mu!assir modern yang berprinsip bahwa ada hubungan saling mena!sirkan antar ayat al-@ur7an $al- Qur`an !ufassiru "a`duhum "a`dan%. 'engembangan tersebut karena analisis struktural berprinsip bahwa teks adalah merupakan satu kesatuan sistem yang padu yang terkait satu unsur dengan unsur lainnya. 'ena!siran yang parsial* yang hanya mena!sirkan ayat perayat atau bahkan bagian ayat secara terpisah akan ditolak oleh strukturalis. Ayat hanyalah unit kecil yang memainkan satu peran di dalam keseluruhan sistem surat dan keseluruhan makna al-@ur7an. Dengan analisis struktural inilah nantinya akan ditemukan makna obyekti! dari al-@ur7an dari hasil pola hubungan antar ayat dalam satu surat dan dengan surat lain dalam keseluruhan al-@ur7an* antara prinsip al-@ur7an yang uni=ersal dan makna-makna yang particular yaitu makna yang dikhususkan dalam situasi-situasi tertentu. 2. H%)(.#%) E*e-(%* -ntuk menghadapi masalah sejarah* masa kini dan masa lalu* yaitu pena!sir pada masa kini dan makna dan alamat awal saat teks untuk pertama kalinya diungkapkan* 1.3. 3adamer menawarkan satu konsep se)arah efektif+ Menurut 3adamer* masa kini memiliki keterbatasan. &a merumuskan batasan tersebut dengan konsep AsituasiD yang merepresentasikan sebuah sudut pandang yang membatasi kemungkinan sebuah =isi. 5agian penting dari konsep situasi adalah konsep tentang AhoriBonE* yaitu bentangan =isi yang meliputi segala sesuatu yang bisa dilihat dari sebuah titik tolak khusus. Dengan menerapkan konsep hori4on pada akal pikiran* maka dapat dinyatakan kategori horiBon yang sempit* perluasan horiBon* dan penyingkapan horiBon baru. C6 52 1ans-3eorg 3adamer* Truth and Method, 0e"enaran dan Metode* 'enerjemah: Ahmad (ahidah $/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699+%* hlm. ,;+ ,: Menurut 3adamer horiBon masa kini merupakan hasil dari bentukan yang terus menerus dan di antara unsur pembentuknya adalah horiBon masa lalu dengan pertemuan dan pemahamannya terhadap tradisi dari mana kita berasal. 1oriBon masa kini tidak bisa dibentuk tanpa masa lalu dan pemahaman selalu merupakan gabungan dari horiBon tersebut. Tradisi yang di sana* yang lama dan yang baru secara terus menerus berkembang bersama untuk membuat segalanya bernilai. (etiap pertemuan dengan tradisi yang terjadi di dalam kesadaran historis melibatkan pengalaman ketegangan antara teks dan masa kini. -ntuk itu tugas hermeneutika tidak untuk menguraikan ketegangan dengan memproyeksikan horiBon historis masa lalu yang berbeda dengan masa kini. 'royeksi horiBon historis hanyalah sebuah !ase di dalam proses pemahaman dan tidak membeku ke dalam alienasi diri sebuah kesadaran masa lalu* tetapi diambil alih oleh horiBon pemahaman kita sendiri masa kini. C, Dengan demikian pemahaman masa lalu tidaklah harus ditinggalkan apalagi dibuang sia-sia* ia merupakan jembatan bagi pemahaman masa kini. 'rinsip sejarah e!ekti! di atas juga diperhatikan oleh Muhammad (yahrur* walaupun nampaknya beliau ingin memutus sama sekali pemahaman masa lalu dengan masa kini. (yahrur menyatakan bahwa jika &slam bersi!at rele=an pada setiap ruang dan waktu* maka harus dipahami bahwa al-.itab juga diturunkan kepada kita yang hidup pada abad dua puluh ini* seolah-olah abi Muhammad baru saja wa!at dan telah menyampaikan sendiri kepada kita. .itab-kitab ta!sir dan !i?h yang dihasilkan generasi terdahulu harus dipandang sebagai intekasi mereka dengan al-.itab dalam sejarah mereka. C+ 53 I"id+, hlm. ,;< 54 Muhammad (yahrur* al-0ita"+++, hlm. ++-+C ,< Dengan pandangan 3adamer mengenai horiBon masa lalu sebagai jembatan untuk pemahaman masa kini* maka pemahaman terhadap al-@ur7an harus memperhatikan bagaimana teks ta!sir memaknai pergerakan konteks dari teks al-@ur7an selama 6, tahun masa penurunannya di Makkah dan Madinah selama masa abi Muhammad saw. Dalam ilmu-ilmu al-@ur7an telah dikaji korelasi gaya bahasa al-@ur7an dengan tempat dan masyarakat di mana ia pertama kali diturunkan. Ayat-ayat al-@ur7an yang turun pada masa sebelum nabi hijrah atau yang biasa disebut ayat-ayat makiyah menggunakan kata ganti orang ke tiga wahai seluruh manusia $!a a!!uha al-nass%* gaya bahasanya lugas* tegas* to the point. 1al itu karena lingkungan masyarakat di mana nabi berdakwah adalah masyarakat makkah yang belum mengenal agama $kafirun-mus!rikun% dan kurang beradab sebagai masyarakat kesukuan padang pasir yang tandus. .ategori ayat-ayat yang turun setelah nabi hijrah atau yang biasa disebut ayat-ayat Madaniyah* menggunakan kata ganti orang ketiga yang beragama* yaitu !a a!!uha al-lad4ina amanu $wahai orang-orang yang beriman* pengikut nabi%* !a ahl al-kita" $wahai para pemilik kitab* untuk menunjuk pada bangsaK suku yang menganut agama /ahudi atau ashara%* gaya bahasanya komunikati!* in!ormati! dan argumentati!. 1al itu karena lingkungan masyarakat di mana nabi berdakwah adalah masyarakat madinah yang berperadaban dan telah mengenal agama. Makna dari ayat-ayat al-@ur7an akan menjadi aktual dalam ruang sejarahnya ketika di wahyukan pada waktu itu* namun makna ini bukanlah makna tunggal dan !inal yang harus diambil semuanya* atau ditinggalkan semuanya karena tidak rele=an dengan masa sekarang* namun akan diuji sebagai unsur yang menjembatani terbentuknya horiBon masa kini. 3. A0#.0#%a)% Pe'4a5a +9 Teks memiliki makna obyekti!nya yang dapat diungkap dengan analisis strutural* namun teks juga memiliki re!erensi terhadap dunia di luar teks. Dengan di tulis* menurut Lecoeur* teks akan memisahkan diri dari maksud pengarang dan memiliki karirnya sendiri sehingga teks mampu menunujuk pada dunia pembaca dimanapun dan kapanpun teks itu diapresiasi. amun pemahaman pembaca yang didasarkan pada horiBon masa kini juga harus di uji untuk memebebaskan diri dari moti=asi-moti=asi subyekti!. 'engujian tersebut dilakukan dengan semua bentuk penjelasan terhadap teks yang mencakup semua penjelasan dari ilmu psikologi* sosiologi* sejarah* antropologi* dsb. &lmu-ilmu tersebut ber!ungsi untuk menjelaskan hubungan- hubungan logis teks dari sudut pandang bidang masing-masing. CC
Dengan demikian pemahaman terhadap teks menjadi komprehensi!* karena makna obyekti! teks diungkap melalui pendekatan struktural* dan cakrawala dunia teks diuji baik rele=ansi historisnya maupun hubungan logisnya dengan dunia kekinian. &. Pen(0 55 1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5eour$, hlm. ,9 +0 Ta!sir al-@ur7an dengan kerangka teoritis nalar bayani hanya berorientasi pada author yaitu mecari makasud pengirim. 'emahaman seperti ini pada kenyataannya mengalami kebuntuan karena pengirim tidak lagi hadir saat teks dibaca dan teks juga tidak sepenuhnya menampilkan tanda-tanda yang jelas agar pembaca sampai pada maksud pengirim. 'ada saat itulah terbuka celah pena!siran terhadap teks yang tidak bisa di atasi oleh mu!assir klasik dan akhirnya mereka terjebak pada metode-metode yang nampaknya ilmiah padahal itu hanya manipulasi dari egoisme kelompok $ta`*il%. 4alan paling aman dalam situasi tersebut adalah bersandar pada pemahaman yang telah dilakukan abi dan sahabatnya yang dianggap sebagai pemahaman dari generasi terbaik $khair al- Qurun%. 4alan kebelakang ini jelas punya resiko yang lebih mengerikan yaitu mengabaikan dinamika kebudayaan manusia saat ini. +6 'emahaman kontemporer yang mempertemukan teks* author dan reader dalam kerangka metodologi ilmiah yang tidak mengabaikan kekhasan dan kenyataan-kenyataan al-@ur7an sebagaimana telah dipegangi oleh ulama selama ini nampaknya yang akan sanggup mempertemukan jalan pikiran manusia dalam logika kebudayaan kontemporer dengan dunia makna al-@ur7an yang transenden. Dalam pertemuan ini tidak boleh ada yang saling menguasai dan mendominasi* karena semua bentuk dominasi adalah idiologi manusia yang penuh kepura-puraan dan manipulasi. Dalam konteks ini* pemahaman al-@ur7an tidak menuju pada relati=itas yang nihilistik namun menuju apa yang disebut 1abermas suatu pendasaran rasional* yaitu situasi saling mengkritik dan berargumen dengan ikhlas tanpa manipulasi dan arogansi kekuasaan. Dari situasi kebebasan memahami al-@ur7an $fi%hul al-Qur`an% dengan pendasaran rasional maka tujuan al-@ur7an sebagai huda li al-nas akan terwujud tidak hanya sebatas ushuluddin dasar-dasar ajaran-ajaran moral* apalagi dipersempit sebagaimana didakwahkan oleh para ustadB* namun juga memiliki acuan untuk pembentukan paradigma dalam ilmu-ilmu humaniora sebagaimana diharapkan oleh para intelektual muslim kontemporer Trend ;i%hul al-Quran al-MuEashiroh adalah Ushul al-'ilmi* yaitu pencarian dasar-dasar dari al-@ur7an sebagai paradigma bagi !ilsa!at ilmu* seperti !ilsa!at sosial dan humaniora. +, Da*(a# P)(a-a Abdullah* Amin* Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif- Interkonektif* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699; al-A!ghani* (aEid* Min Tarikh al-Nah*, 5ayrut: Dar al-#ikr* 0<H: 5ertens* ..* ;ilsafat arat 0ontemporer= Inggris->erman, 4akarta: 3ramedia 'ustaka -tama* 6996 5aso* Ahmad* 'engantar, dalam Muhammad 7Abid al-4abiri* Post Ttradisionalisme Islam, 'enerjemah : Ahmad 5aso* /ogyakarta : 8ki(* 6999 3adamer* 1ans-3eorg* Truth and Method, 0e"enaran dan Metode* 'enerjemah: Ahmad (ahidah* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699+ 3oldBiher* &gnaB* Mad4ahi" al-Tafsir al-Islami* 'enerjemah: M. Alaika (alamullah dkk.*/ogyakarta: e8(A@ 'ress* 699, 1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5oeur, Transparansi /e"agai Proses* o 9C-9;: Tahun ke-+<* Mei-4uni 6999 1odgson* Marshall* 3.(* The 1enture of Islam 2, 'enerjemah: Mulyadi .ertanegara 4akarta: 'aramadina* 6999 &hromi* T.O.* ed.* Pokok-Pokok Antropologi uda!a, 4akarta: 'T. 3ramedia* 0<:9 al-4abiri* Muhammad AAbid* Tak*in al-A%l al-Ara"i, 5ayrut: MarkaB Dirasat al- )ahdah al-Arabiyyah* 0<<0 .amali* Muhammad 1ashim* Prinsip dan Teori-Teori 8ukum Islam* 'enerjemah: oorhadi* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 0<<; .ridalaksana* 1arimurti* Mongin #erdinand De (aussure $0:CH-0<0,% 5apak 8inguistik dan 'elopor (trukturalisme* dalamI #erdinand de (aussure* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat* /ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<:: 8ane* Michael* Introdu5tion to /tru5turalism, ew /ork: &nc.'ublisher* 0<H9 ++ 8apidus* (ultanates and 3unpowder Jmpires The Midle Jast* dalam 4hon 8. Jsposito* ed.* The 76ford 8istor! 7f Islam, ew /ork: O"!ord -ni=ersity 'ress* 0<<< 8ewis* 5ernard* angsa Ara" dalam .intasan /e)arah, 'enerjemah : urcholis Madjid* 4akarta: 'edoman 4aya* 0<<+ Madjid* urcholis* Mukadimah-0ha4anah Islam, 4akarta: 5ulan 5intang* 0<<+ al-ajdi* AAbd al-Lahman bin Muhammad bin @asim al-AAshim* Ma)mu ';ata*a /!a!kh al-Islam ahmad "in Ta!mi!!ah, Tt: tpn* 0,<: 1* 4uB 0, <0ita" Mu%addimat al-Tafsir al-@aththan* MannaE* Ma"ahits fi 'Ulum al-Qur`an, Liyadh: Mansyurat al-AAshr al- 1adits* 0<H, Lecoeur* 'aul* ;rom Te6t To A5tion, Essa!s In 8ermeneuti5s II* J=anston &llinois: orthwestern -ni=ersity 'ress* 0<<0 OOOOOOOOOOOOOOO* ;ilsafat @a5ana, 'enerjemah: Musnur 1eri* /ogyakarta: &LNiN1OD* 699, (aussure* #erdinand de* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat* /ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<:: al-(halih* (ubhi* Mem"ahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an, 4akarta: 'ustaka #irdaus* 699+ (hihab* @uraish* Mem"umikan al-Qur`an, ;ungsi dan Peran @ah!u dalam 0ehidupan Mas!arakat, 5andung: MiBan* 0<<< ---------------------* /tudi 0ritis Tafsir al-Manar, 0ar!a Muhammad 'A"duh dan M+ Aas!id Aidha, 5andung: 'ustaka 1idayah* 0<<+ (yahrur* Muhammad* al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBashirah, Damaskus: al- Ahali* 0<<9 Tibi* 5assam* Islam 0e"uda!aan dan Peru"ahan /osial, 'enerjemah: Misbah 2ul!a J. dan 2ainuri A.* /ogyakarta: Tiara )acana* 0<<< +C Triatmoko* 5ambang* 8ermeneutika ;enomenologis Paul Ae5our* Driyakara no.6 th.MG&. h. 6: al-2arkasyi* adr al-Din Muhammad bin AAbd Allah* al-urhan fiUlum al-Quran, 5eyrut: Dar al-#ikr* 0<<: 2ayd* ashr 1amid Abu* Mafhum al-Nash, Dirasah fi 'Ulum al-Qur`an, .airo: al- 1ayEah al-Mishriyyah al-AAmmah li al-.itab