Anda di halaman 1dari 46

ANTROPOLOGI WAHYU AL-QUR`AN

(DEKONSTRUKSI NALAR BAYANI MENUJU FIQH AL-QUR`AN AL-


MUASHIRAH)
Oleh: Anwar Mujdhidin
*
A. Pendah!an
Agama dalam bentuk wahyu Tuhan pada awalnya turun untuk memberi
petunjuk kepada manusia dalam mengatasi problem-problem dalam
kehidupannya. Dengan agama manusia memiliki cara pandang baru terhadap
kehidupan dan jalan baru sebagai titian dalam masa kehidupannya. amun dalam
perkembangan berikutnya agama justru menjadi bagian dari problem masyarakat
itu sendiri. Dalam !ase ini masyarakat justru disibukkan dengan usaha menjaga
agama dari pengeroposan dan pencemaran dalam dataran pra"is karena tidak
semua ajaran-ajaran agama dilaksanakan dengan baik oleh pemeluknya atau dari
pencemaran praktik-praktik dan pemikiran dari luar agama yang bercampur baur
dengan agama. #enomena yang terakhir inilah yang menyibukkan pemikiran
agama $religious studies% sampai masa pertengahan bahkan sampai hari ini di
sebagian kelompok masyarakat.
&lustrasi sederhana dari !enomena dua arus keberagamaan di atas adalah
pada kasus poligami. 'ada masa abi Muhammad (A). Ada seorang yang
menjadi bapak angkat dari beberapa anak yatim menghadap abi. &a mengeluhkan
beberapa masalah yang ia temui dalam misinya mengasuh anak yatim dan
kekhawatirannya untuk tidak bisa adil terhadap anak-anak yang ditinggal mati
ayahnya sebelum dewasa tersebut. abi terdiam* kemudian turunlah ayat bahwa ia
diperkenankan menikahi janda-janda $ibu-ibu dari anak yatim yang ia asuh%
sampai ma"imal + orang yang cocok. Dengan turunnya ayat tersebut masalah
yang dihadapi salah seorang sahabat nabi menjadi terjawab dengan baik. amun
ayat-ayat yang membolehkan sahabat nabi tersebut berpoligami kemudian
menjadi ajang perdebatan tersendiri ketika hendak diterapkan secara umum*
apalagi menjadi prinsip agama bahwa &slam menganut sistem pernikahan
* 'enulis adalah Mahasiswa (, 'rogram 'ascasarjana -& (unan .alijaga /ogyakarta
0
poligami. 'erdebatan di seputar teks bisa menjadi perdebatan tersendiri yang tidak
lagi memperhitungkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
ashr 1amid Abu 2aid mengistilahkan !enomena di atas dengan gerak
menurun dan gerak menaik. 'ada tahap pertama yaitu masa pewahyuan* wahyu
berjalan menurun dari Allah kepada manusia. amun dalam pemikiran masa
belakangan gerak itu menjadi menaik dari manusia menuju Allah.
0
3erak
pemikiran agama yang menaik yang ingin mencapai yang mutlak dan tidak lagi
mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi oleh komunitas manusia
sebagai pemeluknya ini menjadi masalah yang serius pada masa modern* dimana
kebudayaan umat manusia berkembang pesat dengan segala dinamika
masalahnya. (ebagaimana dinyatakan oleh Muhammad Abid al-4abiri* seorang
pemikir &slam kontemporer asal Maroko* bahwa umat &slam berada dalam dilema
ketika memasuki masa modern* yaitu antara mempertahankan tradisi atau nilai
dan pemikiran yang diwariskan oleh para ulama terdahulu dengan mengikuti
kemajuan modern yang diasumsikan sebagai nilai-nilai dan pemikiran 5arat.
6
Tradisi seolah tidak menyentuh kehidupan kemanusiaan yang nyata.
Dilema umat &slam sebagaimana dilihat al-4abiri sebenarnya sesuatu
yang riil dalam institusi keilmuan modern dimana bidang-bidang ilmu terpisah-
pisah secara epitemoligis. &lmu yang membahas tentang segala aspek manusia
dalam hubungan antara kebudayaan dan masyarakat dikurung dalam bidang
Antropologi. (ecara epitemologis antropologi mempelajari berbagai hal mengenai
manusia secara empirik dalam hubungannya sebagai makhluk biologis dan
sebagai makhluk sosial $dalam arti hidup di dalam masyarakat%. Manusia secara
biologis berbeda warna kulit* bentuk tubuh dan si!at !isik lainnya. amun di
dalam yang !isik* manusia mulai lahir sudah dalam kelompok dan tumbuh besar
dalam kelompok masyarakat. Masing-masing kelompok memiliki cara hidup yang
berbeda-beda yang disebut kebudayaan. Dalam cara hidup yang berbeda tersebut
tersimpul sistem nilai* pengetahuan yang khas dari kelompok tersebut.
,
1 ashr 1amid Abu 2aid* Mafhum al-Nash, Dirasah fi Ulum al-Qur`an, $.airo: al-1ay7ah al-
Mishriyah al-Ammah li al-.itab%
2 Muhammad Abid al-4abiri* Post Tradisionalisme Islam* 'enerjemah: Ahmad 5aso $/ogyakarta:
8.i(* 6999%* hlm. 0:;
3 T.O. &hromi* ed.* Pokok-Pokok Antropologi uda!a $4akarta: 'T. 3ramedia* 0<:9% hlm. 0
6
Disiplin antropologi terasing dengan wahyu yang dianggap sebagai
in!ormasi yang datang secara khusus dan rahasia dari Tuhan kepada manusia
+
*
sebagai gejala yang tidak dapat diobser=asi $uno"ser#a"le%. Antropologi tentu
berurusan dengan agama yang dianut* dipraktekkan dan mempengaruhi kehidupan
seseorang* namun ia tidak berkepentingan dengan wahyu yang diklaim sebagai
berasal dari kehendak Tuhan. .laim itulah yang melahirkan ketakutan orang pada
agama yang tidak membebaskan* karena semuanya tunduk pada kehendak Tuhan*
bukan kreati!itas manusia. Dari sinilah muncul dilema sebagaimana dinyatakan al-
4abiri.
5ila turunnya wahyu sebagai petunjuk Tuhan kepada semua manusia di
semua tempat dan bila wahyu diklaim sebagai berasal dari Tuhan yang absolut
yang tidak mengenal ruang dan waktu hadir kedalam ruang budaya manusia yang
berbeda di setiap kelompok masyarakat dan periode waktu tertentu mereka hidup*
maka apakah hadirnya wahyu hendak menggantikan totalitas sistem budaya*
sistem nilai dan sistem pengetahuan yang telah dihasilkan manusia dalam
interaksi sosial kebudayaannya>. Apakah hadirnya wahyu untuk menghentikan
potensi kreati! manusia dalam mensikapi kehidupan dan lingkungan* sehingga
manusia yang terbatas* yang daif* mendapat kepastian dari /ang Maha 'asti dalam
mengarungi kehidupan yang dianggap gelap ini> Ataukan wahyu sendiri
merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang hadir dari bagian proses
petualangannya untuk menemukan hakekat kehidupannya> Dimana posisi wahyu
dalam nalar kebudayaan manusia dan dimana posisi nalar dalam wahyu sebagai
perwujudan nalar Tuhan* apakah keduanya melebur dalam interaksi kebudayaan*
bertarung dan saling menguasai atau memang berbeda dan berjalan sendiri-
sendiri>.
'ertanyaan tersebut sangat menarik dalam masa kontemporer ini
khususnya dalam wilayah studi agama $religious studies% karena agama yang
bersumber dari wahyu Tuhan telah berada dalam carut marut kebudayaan.
.ehadiran wahyu tidak lagi sama dengan kehadiran Tuhan yang interakti!
sebagaimana dalam masa pewahyuannya* namun di bawakan oleh kelompok
4 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash$, hlm. +0
,
manusia* mu!assir* !a?ih* ulama* dan penguasa-penguasa lainnya. 5entuk interaksi
religiusnya tidak lagi Tuhan dengan manusia* tetapi manusia yang mengatas
namakan Tuhan dengan manusia. Masalah menjadi komplek ketika hasil
kreati!itas manusia dibenturkan dengan wahyu sehingga kebudayaan
direndahakan sebagai bentuk penentangan manusia pada Tuhan* sebaliknya wahyu
yang dibawakan oleh kelompok penguasa agama hanya beretorika yang penuh
nuansa basa-basi ketika problem-problem riil dalam kemanusiaan manumpuk*
seperti masalah diskriminasi* kemiskinan* kerusakan lingkungan* kekerasan dan
pelanggaran 1AM* dan lain sebagainya. 8ebih ironis dari itu semua* kelompok
yang mengatasnamakan wahyu* memperjuangkan maksud Tuhan* justru menjadi
sumber diskrimanasi* hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda paham
dipelintir menjadi hubungan ahli neraka dengan ahli surga* yang berada di jalan
lurus dan yang sesat* dan ujungnya kekerasan antar kelompok sosial tidak bisa
dihindarkan.
Menjawab masalah di atas perlu direnungkan ulang $rethinking% ta!sir al-
@ur7an sebagai bagian dari pemahaman $al-fi%h% umat terhadap yang suci dalam
wilayah studi humaniora untuk menjawab problem manusia dalam masalah sosial
kebudayannya.
". Na!a# "a$an% dan &nda'en(a!%)'e Ta*)%# a!-Q#`an
+
.ajian mengenai ta!sir al-@ur7an sebagai bagian dari hubungan wahyu al-
@ur7an dengan kebudayaan dalam makalah ini akan di awali dengan pembahasan
mengenai dasar-dasar pemikiran atau nalar yang melandasi pemikiran &slam
dalam sejarah. 'engertian dan penggunaan nalar &'a%l( dalam kajian pemikiran
&slam di ataranya diperkenalkan oleh Abid al-4abiri* pemikir &slam kontemporer
asal Maroko. Menurutnya nalar berarti epistem yaitu sejumlah himpunan dasar-
dasar dan hukum-hukum $berpikir% yang diberikan oleh kulutur masyarakat
tertentu bagi penganutnya sebagai landasan memperoleh pengetahuan &)umlat al-
ma"adi *a al-%a*aid al-lati tu%addimuha al-tsa%afah al-ara"i!!ah li al-
muntamin ila!ha al-asas li-iktisa" al-marifah(+
,

Dengan pengertian tersebut* menurut Ahmad 5aso dalam kata pengantar
penerjemahan karya al-4abiri ke dalam bahasa &ndonesia* al-4abiri telah
mengkaitkan akal dengan sesuatu yang bersi!at tidak sadar &al-la s!uur( dan
kolekti!. Akal atau pemikiran dianggap sebagai sebuah sistem yang memaksakan
aturan-aturan dan hukum-hukum dalam satu lingkungan kebudayaan tertentu.
;
Mengenai keterkaitan antara nalar dan kebudayaan* al-4abiri melihatnya sebagai
relasi antara yang tetap &tsa*a"it( dan yang berubah &mutagha!!irat(.
.ebudayaan dide!inisikan sebagai sesuatu yang tersisa ketika segala sesuatu telah
benar-benar terlupakan &al-tsa%afah hi!a ma !a"%a 'inda ma !atimm nis!an kulli
s!a!in(+ (edangkan nalar* dalam hal ini nalar Arab* adalah sesuatu yang
tertinggal dan ditinggalkan oleh kebudayaan Arab kepada bangsa Arab &al-'a%l
al-'ara"i hu*a ma khalafat-hu *a takhfulu-hu al-tsa%afah al-'ara"i!!ah fi al-
insan alara"i(+
-

5 Muhammad AAbid al-4abiri* Tak*in al-A%l al-Ara"i, $5ayrut : MarkaB Dirasat al-)ahdah al-
Arabiyyah* 0<<0%* hlm. 0C
6 Ahmad 5aso* D'engantarD,dalam al-4abiri* Post Ttradisionalisme+++, hlm. """i
7 Al-4abiri* Tak*in+++, hlm. ,:
C
'ertanyaannya kemudian adalah apa yang tersisa dan tetap tinggal dari
kebudayaan Arab. Menurut al-4abiri yang tersisa dan tertinggal adalah nalar itu
sendiri dengan de!inisi yang telah disebutkan. -ntuk itu orientasi studi pemikiran
&slam seharusnya diorientasikan pada kon!lik nalar atau epistimologis
sebagaimana penjelasan berikut ini :
/ang tetap tinggal dari kon!lik tersebut $idiologis dan politis antara (unni
dan (yiEah% adalah unsur-unsur halus dan tersembunyi* yang menentukan
kebudayaan Arab* dan juga nalar Arab* yang tetap terwariskan
pengaruhnya sampai sekarang dalam kebudayaan tersebut* itulah unsur-
unsur yang membentuk Fsyarat-syarat keabsahanD yang dijadikan acuan
oleh masing-masing pihak yang bertikai* dan yang sekaligus mengarahkan
perilaku mereka dan melandasi cara pandang dan persepsinya. Maka !okus
studi ini seharusnya tidak diarahkan pada kon!lik-kon!lik politik dan
idiologis yang mengitari secara eksternal proses-proses pembakuan dan
pembukuan disiplin keilmuan $tad*in%* keabsahanD. Tepatnya* kon!lik
sejumlah epistem dalam lingkungan kebudayaan Arab-epistimologis dan
idiologis.
:
Dengan pengertian tersebut di atas berarti al-4abiri telah memperkenalkan
suatu orientasi baru dalam kajian sejarah pemikiran &slam. .ajian yang masih
berlaku sampai sekarang berorientasi pada sejarah ide-ide* pendapat dan aliran
pemikiran secara kon=ensional* karena mereka melihat pemikiran bukan sebagai
satu kesatuan yang utuh. Al-4abiri melihat pemikiran sebagai satu kesatuan sistem
yang utuh* sehingga kajian sejarah pemikiran tidak diorientasikan untuk
menyingkap ide-ide yang sepotong-sepotong* tetapi pada sejarah nalar atau
epistimologi yang membentuk pemikiran tersebut.
(elain itu al-4abiri juga berbeda dengan sejarawan pemikiran &slam klasik
yang mematok masa jahiliah sebagai titik awal. (ebagaimana penjelasan al-4abiri
dalam kutipan di atas* terlihat bahwa masa tad*in $abad && 1. atau G&&& M.%
sebagai masa terbentuknya s!arat-s!arat kea"sahan suatu pemikiran &slam.
<
Dijadikannya masa tadwin sebagai pembentukan nalar &slam* bukan masa
jahiliyah dan bukan masa &slam awal* karena segala hal yang dapat diketahui
sebelum masa tadwin* baru sempurna bangunannya setelah masa tadwin* tidak
8 I"id+, hlm. H9
9 Ahmad 5aso* Pengantar+++, hlm. """ii dan """=
;
dapat di mengerti kecuali dengan menghubungkannya dengan masa tadwin dalam
suatu relasi tertentu.
09
(ebagai proses interaksi keilmuan dalam &slam pada masa tadwin* al-4abiri
menyimpulkan adanya tiga epistem yang secara dominan terbentuk oleh
pemikiran &slam Arab* yang melahirkan polemik dan perbedaan pandangan* ketiga
epistem tersebut adalah* epistem "a!ani $bahasa% yang berasal dari kebudayaan
Arab* epistem 'irfani $gnosis% yang berasal dari tradisi 'ersia dan 1ermetis* dan
epistem "urhani $rasionalisme% yang berasal dari tradisi /unani.
00
.esimpulan di atas dibangun oleh al-4abiri dari suatu realitas pada masa
tadwin bahwa pertentangan antara kaum tekstualis-literalis dari kalangan (unni*
baik pengikut AsyEari awal maupun kalangan salafi generasi awal* dengan aliran-
aliran pemikiran lainnya* seperti kalam* !ilsa!at* dan tasawu!* sebagian besar
karena kaum tekstualis berpegang teguh pada epistem yang di dasarkan pada
bahasa Arab itu dan bukan yang lainnya. 5ahasa Arab dijadikan otoritas yang
tidak bisa ditawar-tawar* sementara aliran-aliran pemikiran lainnya mengadopsi
sistem pengetahuan dari luar yang diadaptasikan ke dalam bahasa Arab.
06
'andangan al-4abiri di atas sekaligus memperjelas kenapa masa tadwin*
dan interaksi keilmuan pada umumnya dapat hidup pada masa Abbasiyah* karena
sebagaimana pendapat 5ernard 8ewis di masa Abbasiyah berbeda dengan
-mmayyah yang Arab sentris* pada masa itu sudah terjadi kelonggaran dalam
pengembangan kebudayaan sehingga pemerintah tidak nampak mengutamakan
bangsa Arab dan pada kenyataannya justru berakibat baik pada toleransi bangsa-
bangsa lain untuk menggunakan bahasa Arab* seperti di 'ersia* &rak* Mesir* (yiria
dan A!rika -tara.
0,
10 Al-4abiri* Tak*in$* hlm. H0
11 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. <6
12 I"id+* hlm. <,
13 5ernard 8ewis* angsa Ara" dalam .intasan /e)arah, 'enerjemah : urcholis Madjid*
$4akarta: 'edoman 4aya* 0<<+%* hlm. H9 dan <9
H
Dominasi bahasa Arab sebenarnya berawal dari proses sakralisasi bahasa
Arab* yang karena merupakan bahasa al-@urEan yang sempurna maka bahasa
Arab juga dianggap !inal dan sempurna. 8ebih dari itu sebagaimana juga al-
@urEan* bahasa Arab juga harus dijaga dari kemurnian dan keasliannya.
(ebagaimana diungkapkan oleh 5assam Tibi bahwa :
Dengan pencatatan al-@urEan* bahasa Arab FdiabadikanD hingga saat iniI
apabila tidak tercatat* tidak mungkin ada bahasa Arab saat ini* mengingat
berabad-abad lamanya dominasi Turki dan berlangsungnya kolonialisme
bangsa Jropa. 'encatatan al-@urEan juga memiliki arti bahwa bahasa Arab
tetap hidup dalam beberapa bentuk. amun demikian* dengan pencatatan
al-@urEan* bahasa Arab mendapat sebutan bahasa suci* yang terus
membentuk bahasa Arab hingga saat ini. -paya untuk melebihi bahasa al-
@urEan saat ini dipandang sebagai bidEah sebagaimana pernah terjadi pada
masa awal kemajuan &slam pada abad pertengahanD.
0+
Dominasi Arab dikukuhkan dengan pembakuaan bahasa Arab yang pada
kenyataanya tidak semata-mata untuk kepentingan kajian &slam tetapi juga untuk
melanggengkan dan menetapkan dominasi kekuasaan bangsa Arab terhadap
bangsa lain-lain. 'embakuan bahasa Arab tersebut memiliki arti penting yang
tidak bisa dilewatkan dalam kajian pemikiran &slam Arab* untuk menyibak
ketegangan antara Arab dan non-Arab* pemikir Arab dan non-Arab* terutama
terbentuknya tiga epistem "a!ani, 'irfani dan "urhani+
14 5assam Tibi* Islam 0e"uda!aan dan Peru"ahan /osial, 'enerjemah: Misbah 2ul!a J. dan
2ainuri A.* $/ogyakarta: Tiara )acana* 0<<<%* hlm. 0,+
:
(ebagai gambaran sekilas tentang bagaimana bahasa Arab yang dibakukan
tersebut dapat dikutip disini penuturan (aEid al-A!ghoni dalam bukunya Min
Tarikh al-Nah*, ia mengatakan bahwa ulama-ulama bahasa telah menyepakati
bahwa bahasa Arab yang masih murni dan asli adalah bahasa orang-orang
jahiliyah yang tidak menemui masa &slam dan bahasa Ara" Muhadhramin yang
telah menemui masa jahiliyah dan &slam. mereka tidak menyepakati kemurnian
bahasa Arab orang-orang &slam yang baru yang tidak pernah menemui masa
jahiliyah.
0C
Dengan kesepakatan ulama bahasa tersebut* 8ewis dapat
menyimpulkan bahwa bahasa Arab yang diberlakukan sebagai bahasa resmi di
masa pemerintahan &slam awal adalah identik dengan bahasa orang nomad.
0;
&denti!ikasi tersebut bukan tanpa alasan karena yang dimaksud bangsa Arab
jahiliyah adalah "angsa Ara" adui yang identik dengan orang nomad. &stilah
nomad tersebut menurut 1odgson dalam bukunya The 1enturi of Islam dikaitkan
dengan kebiasaan mereka sebagai penggembala unta. Arabia 5adui adalah bangsa
yang berdiam di wilayah semenanjung di mana adat istidat di bina di atas dasar
nomadisme-unta yang berlaku terutama bagian utara* 5arat dan tengah. Daerah
tersebut adalah daerah padang rumput yang gersang di antarai dengan daerah
bebatuan yang luas dan padang pasir* yang pada musim dingin dan semi didatangi
hujan yang terpancar-pancar yang mengakibatkan tumbuh-tumbuhan sementara.
0H
Dari gambaran 1odgoson mengenai sumber bahasa Arab yang dianggap
murni dan asli di atas al-4abiri memberi semacam peringatan bagi pemerhati
bahasa Arab:
15 (aEid al-A!ghani* Min Tarikh al-Nah*, $5ayrut: Dar al-#ikr* 0<H:%* hlm. 0<-69
16 8ewis* angsa Ara"$* hlm. <0
17 Marshall 1odgson 3.(* The 1enture of Islam 2, 'enerjemah: Mulyadi .ertanegara $4akarta:
'aramadina* 6999%* hlm. 69;-69H
<
'erlu disimak disini* kodi!ikasi bahasa yang mengambil bahan-bahan
materialnya dari kalangan Arab badui* dan bukan dari komunitas penutur
Arab lainnya* jelas menunjukan arti penyempitan ruang lingkup FduniaD
bahasa ini* sebagaimana sempit dan terbatasnya ruang lingkup dunia
mereka. .ehidupan mereka ditandai dengan satu bentuk kehidupan yang
masih primiti! dan inderawi $kasar%. .esan itu terpantul dalam sistem
bahasa mereka* dan juga pandangan dunianya seperti yang dipersepsikan
bahasa yang dibakukan tersebut. Dari sinilah kita mencermati karakter
unik bahasa Arab yang bersi!at a-historis dan inderawi $sensual%* karena
FduniaE tempat dia tumbuh dan berkembang adalah dunia inderawi yang
tak punya sejarah* dunia nomaden kaum baduiD.
0:
5ahasa Arab yang dibakukan dan disakralkan yang bersumber dari bangsa
Arab nomand-badui yang tidak berperadaban* telah membentuk karakteristik salah
satu nalar-epistem adalah pemikiran dalam pemikiran Arab &slam yang oleh al-
4abiri disebut episteme "a!ani+ -nsur-unsur pemikiran yang terkait erat dengan
epistem bayani diantaranya adalah :
1. Membatasi diri pada wilayah permukaan bahasa dengan menghindari
taEwil
2. Menganut pandangan Fla ka!fa3 $tidak banyak bertanya soal mengapa dan
bagaimana%
3. 5erpegang teguh pada !ormat-!ormat bahasa dan bentuk-bentuk "a!ani
$keindahan dan kekuatan bahasa bagai sihir yang memukau% yang bersi!at
inderawi.
4. Membatasi diri pada satu de!inisi yang menggambarkan si!at $tarif "i al-
rasm%* bukan substansi dan hakikat $tarif "i al-had%.
5. Anti kausalitas* dan sebagai gantinya menganut pandangan tentang
munasa"ah $kesepadanan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya%
dan Aadah $hukum kebiasaan* bukan kepastian%
6. Menolak ide keterbelakangan dan segala yang berkaitan dengannya.
18 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. ;,-;+
09
7. Menganut %i!as fi%h dalam setiap penalaran* dan bertitik tolak dari pola
baku !aEil $kata kerja% dalam bahasa dan pemikiran* serta mengkaitkan
segenap !ormat bahasa dan pemikiran* kebentuk baku tersebut.
0<
Jpistem di atas kemudian menjadi unsur-unsur yang membangun setiap
pemikiran Arab &slam yang dicirikan salafi atau juga kelompok sunni yang
secara tegas semenjak masa tadwin yang mengukuhkan apa yang disebut al-4abiri
sebagai sarat-sarat kea"sahan bagi setiap pemikiran. Tokoh-tokoh yang dianggap
berperan dalam pengukuhan tersebut diantaranya adalah Abu al-1asan al-AsyEari
$wa!at ,99 1K <0CM%. menurut urcholis* ia berjasa mengukuhkan !aham sunni
dan sekaligus melumpuhkan gerakan kaum muEtaBilah dan gelombang 1ellenisme
pada umumnya.
69
Jpistem tersebut hampir menjadi baku dan tak berubah sepanjang sejarah
&slam Arab. (etelah otoritas tunggal atas dunia &slam Dinasti Abbasiyah yang
egaliter dan kosmopolit jatuh berantakan dan kemudian muncul wilayah-wilayah
yang otonom* iklim intelektual juga ikut mengalami perubahan-perubahan.
(ebagaimana dikatakan urcholis bahawa pemerintahan 5aghdad mulai menurun
pamornya sampai hanya sekedar menjadi lambang kesatuan ummat tanpa
kekuasaan politik yang e!ekti!* kekuasaan politik kemudian terbagi-bagi di antara
para amir dan a!an $semacam kelas priyayi% di berbagai tempat. 'ertentangan
bermacam-macam idiologi* khususnya !aham (unnah dan (yiEah* semakin
memburuk situasi ummat. (elain itu di tangan para amir dan aEyan* idiologi-
idiologi yang berkon!lik tersebut dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan
masing-masing.
60
19 I"id+* hlm. <,
20 urcholis Madjid* Mukadimah-0ha4anah Islam, $4akarta: 5ulan 5intang* 0<<+% hlm. 6:-6<
21 I"id+* hlm. ,0
00
Terlepas dari berbagai kepentingan baik negati! sebagaimana digambarkan
urcholis di atas maupun yang positi!* produk-produk keilmuan dari tokoh-tokoh
!i?ih* kalam* bahasa* dan tasawu! pada masa tadwin dikukuhkan pada masa
pertengahan sebagai imam-imam madBhab* rujukan utama bagi kelompok-
kelompok yang sedang mengalami destabilisasi. 'ada masa inilah akan semakin
terlihat karakteristik-karakteristik yang lebih matang dari epistem Arab.
(ebagaimana dikatakan oleh 8apidus bahwa perkembangan dari AsyEariyah dalam
abad ke-09 dan 00 merupakan sinyal bagi model baru pertarungan antara filosof
neo-platoni5, yang awalnya diwakili oleh al-#arabi dan &bn (ina* dengan ahli ilmu
kalam AsyEariyah.
'ara ahli ilmu kalam AsyEariyah* sebagaimana juga pakar ilmu tata bahasa
&nah*( dan ahli !i?h* melihat dengan curiga metode dedukti!e para !iloso! dan ahli
logika serta penerapan metode interprestasi kabahasaan &linguistik( dan penjelasan
&e6planator!( ke dalam teks suci* atau dalam menangani masalah-masalah hukum.
meta!isika* baik ia dalam bentuk neoplatonik ataupun aristotelian dianggap
bertentangan dengan pandangan dunia dan ajaran al-@urEan. Meta!isika
didasarkan pada dua prinsip kembar yaitu adanya penyebab utama &5ausal
effi5a5!( dan keseragaman alam* yang tidak dapat dipertemukan dengan konsep
al-@urEan tentang ketidakterbatasan kekuasaan Tuhan dan cara-cara yang tak
terduga.
66
22 8apidus* (ultanates and 3unpowder Jmpires The Midle Jast* dalam 4hon 8. Jsposito* ed.* The
76ford 8istor! 7f Islam, $ew /ork: O"!ord -ni=ersity 'ress* 0<<<%* hlm. 6:0-6:6
06
-ntuk membatasi polemik dengan kalangan !iloso! dan ahli logika dalam
interprestasi terhadap sumber hukum &slam* yaitu al-@urEan dan hadits* ulama
kemudian memperketat bahkan cenderung membatasi usaha pena!siran terhadap
al-@urEan. (ebagaimana disinyalir oleh ash 1amid Abu 2ayd* sikap dan wacana
keagamaan terhadap ilmu-ilmu ke&slaman* khususnya al-@urEan dan hadits pada
masa pertengahan adalah hanya sikap pengulangan. 1al tersebut terjadi karena
banyak diantara ulama yang berasumsi bahwa ilmu-ilmu al-@ur7an dan al-1adits
termasuk ruang lingkup ilmu yang sudah matang dan !inal &nadhi)at *a
ihtarakat(+
9:
'ara ulama memandang karya ta!sir tidak sebagai upaya
mendialogkan teks al-@urEan dengan realitas masyarakat yang sedang
berlangsung* tetapi pada konsistensinya untuk mengikuti jejak ulama terhadulu
&salaf( yang mena!sirkan al-@urEan dengan metode na%l yaitu dengan al-@urEan
sendiri* al-sunnah* pendapat para sahabat dan tabiEin.
&bn Taymiyyah* salah seorang ulama abad G&&& 1ijriah menegaskan bahwa
apabila telah diketahui pengertian atau ta!sir al-@urEan dengan al-sunnah maka
tidak diperlukan lagi pendapat ahli bahasa dan yang lainnya. 5agi setiap mukmin
tidak diperkenankan berbicara mengenai agama kecuali mengikuti apa yang
datang dari Lasulullah saw.* para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak
mereka dari para tabiEin* yang tak seorangpun diantara mereka terbukti melakukan
pertentangan dengan al-@urEan dengan rasionalitasnya.
6+
23 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash+++, hlm. 0,
24 AAbd al-Lahman bin Muhammad bin @asim al-AAshim al-ajdi* Ma)mu ';ata*a /!a!kh al-
Islam ahmad "in Ta!mi!!ah, $Tt: tpn* 0,<: 1%* 4uB 0, <0ita" Mu%addimat al-Tafsir, hlm. 6H dan
;,
0,
Al-2arkasyi seorang ulama yang wa!at pada tahun H<+ 1* penulis kitab al-
urhan fi 'Ulum al-Qur`an, salah satu kitab rujukan utama dalam bidang ilmu-
ilmu al-@urEan juga menyimpulkan bahwa yang benar menurut ilmu ta!sir adalah
apa yang berasal dari jalur na%l $periwayatan% seperti as"a"un al-nu4ul $sebab
turunnya ayat%* al-naskh *a al-mansukh $diberlakukan atau dihapuskannya
ketetapan hukum yang dikandung oleh suatu ayat yang belum jelas% ta!in al-
mu"ham $penjelasan terhadap ayat yang belum jelas%* ta"!in al-mu)mal
$penjelasan terhadap ayat yang masih umum%. Apabila tidak didapatkan pena!siran
yang cukup dari jalan na?l* maka untuk mengetahui makna dan maksud dari ayat-
ayat al-@urEan adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan yang muta"ar
$terkenal dan diakui oleh kebanyakan ulama%.
6C
Ta!sir dengan pendekatan seperti itu* yang disebut tafsir "i al-matsur
menurut al-@aththan wajib diikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan
pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari
ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami kitabullah.
6;
(ebaliknya* ta!sir yang mencoba merespon perkembangan Baman dengan
menghadirkan ilmu-ilmu seperti bahasa* hukum* sastra* termasuk !ilsa!at sebagai
ilmu bantu dalam menyingkap makna al-@urEan adalah karya yang dilarang
$haram% yang berarti juga haram megikutinya. 1al tersebut dikarenakan ketepatan
dan kebenaran suatu pendapat tidak meyakinkan dan hanya bersi!at dugaan dan
perkiraan semata. Orang yang mengatakan sesuatu tentang agama Allah menurut
dugaan semata berati ia telah mengatakan terhadap Allah sesuatu yang tidak ia
ketahui.
6H
&bn Taymiyyah juga secara tegas mengklaim bahwa sebab-sebab
kesesatan dalam pena!siran al-@urEan adalah adanya interaksi dengan para
!iloso!.
6:
25 5adr al-Din Muhammad bin AAbd Allah al-2arkasyi* al-urhan fiUlum al-Quran,&5eyrut:
Dar al-#ikr* 0<<:%* juB 6* hlm. 0::-0:<
26 MannaE al-@aththan* Ma"ahis fi 'Ulum al-Qur`an $Liyadh: Mansyurat al-AAshr al-1adits*
0<H,% hlm. ,C9
27 al-@aththan* Ma"ahis$* hlm. ,C6
28 AAbd al-Lahman* Ma)mu ;ata*a$, hlm. 69;
0+
Dengan membahas hubungan epistemis antara ta!sir al-@ur7an yang
menggunakan metode "i al-matsur dengan nalar bayani maka menjadi jelas
bahwa gerak ta!sir al-@ur7an yang diorientasikan oleh nalar Arab adalah untuk
mencari landasan teologis* pembenar dari yang maha benar $al-ha%%* kepastian
dari yang maha absolute terhadap semua persoalan kebudayaan. 'roduk pemikiran
manusia hanya akan menghantarkan pada ketidakpastian dan menjerumuskan
pada kesesatan* maka sebagai jalan keluarnya adalah kembali kepada pemahaman
yang paling benar dari wahyu al-@ur7an dan yang paling mengetahui maksud
Tuhan sebagai pengirim wahyu al-@ur7an adalah nabi Muhammad dan para
sahabat yang disebut sebagai generasi terbaik $khair al-Qurun%. Antropologi
dikubur sebagai barang sesat dan manusia harus mengikuti logika Tuhan yang
sebenarnya hanyalah logika orang-orang Arab $yang primiti=e%.
+. Men, Na!a# "a#
alar bayani bukanlah satu-satunya warisan dari peninggalan pemikiran &slam*
sebagaimana telah dipaparkan pendapat al-4abiri di atas* bahwa pemikiran &slam
mewariskan tiga nalar dan yang keduanya adalah nalar 'irfani $gnosis% yang
berasal dari tradisi 'ersia dan 1ermetis* dan nalar "urhani $rasionalisme% yang
berasal dari tradisi /unani. .edua nalar yang tersebut terakhir telah kehilangan
gema dan terhenti dialektika keilmuannya pada masa pertengahan karena
menguatnya dominasi nalar Arab bayani.
Tanpa menyederhanakan dialektika keilmuan yang telah terjadi pada masa
tadwin dan masa pertengahan* ketiga bangunan pemikiran &slam hasil konstruksi
ketiga nalar tersebut memang membawa kelemahan mendasar sejak kelahirannya
yaitu hubungan masing-masing yang tidak dialektis ilmiah tetapi berdiri sendiri-
sendiri. .eterpisahannya kemudian diperpanas dengan kon!lik teologis-idiologis
yang terjadi antar ketiga kelompok yang mewakili budaya dari ketiga nalar
tersebut. Amin Abdullah dalam bukunya Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi*
mengistilahkan hubungan tersebut dengan hubungan parallel dan linear.
0C
1ubungan parallel adalah keadaan dimana masing-masing nalar berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada hubungan satu dengan lainnya dan tanpa ada komunikasi
apalagi dialektika antara ketiganya. (edangkan hubungan linear adalah hubungan
yang saling mengunggulkan diri sendiri. Masing-masing ilmuan penganut salah
satu nalar mengklaim nalarnya sebagai yang paling ideal dan !inal. (ehingga
terjadi kebuntuan baik dogmatis teologis yang terekspresikan pada truth 5laim dan
eksklusi!itas* kebuntuan nihilistik yang skpetis terhadap rasionalitas manusia*
maupun kebuntuan scienti!istik
6<
.
-ntuk mengatasi kebuntuan dan menghindari sikap dogmatis yang nampak dalam
sikap pengharaman metode ta!sir tertentu dalam lapangan studi ta!sir al-@ur7an
maka sangat dibutuhkan nalar baru. alar baru ini tentu tidak harus baru sama
sekali apalagi mengimpor dari kebudayaan luar. Dalam wilayah keilmuan ada
istilah dialektika* maka nalar baru tersebut adalah hasil interaksi yang intensi!*
saling mengkritik antar unsure* baik yang lama yang telah ditemukan sisi
kelemahannya ketika dihadapkan pada kenyataan-kenyataan sejarah baru* maupun
antar yang baru yang sedang dalam tahap saling menguji. Dialektika antara unsur
yang lama dan unsur kebudayaan kotemporer yang baru ini dilukiskan oleh asr
1amid Abu 2ayd:
Lingkasnya* warisan budaya itu telah kita warisi. /aitu warisan yang
senantiasa memberikan andil dalam membentuk kesadaran kita dan
mempengaruhi perilaku kita* sadar ataupun tidak. Maka dari itu* kita
tidak mungkin mengabaikan warisan budaya tersebut dan juga tidak
mungkin menggugurkannya dari perhitungan kita* namun dengan
pertimbangan yang sama* kita juga tidak dapat menerimanya secara
apa adanya begitu saja. -ntuk itu* bagi kita seharusnya
merumuskannya kembali* dengan membuang apa yang tidak sesuai
dengan masa kita. Di situ kita menegaskan aspek positi!nya*
memperbaharuinya dan merumuskannya dengan bahasa yang sesuai
dengan masa kita. &nilah pembaharuan yang sangat dibutuhkan apabila
kita ingin mengatasi krisis kita saat ini* yaitu pembaharuan yang
menggabungkan antara unsur-unsur yang asli-otentik dengan unsur-
unsur kontemporer.
,9
29 Amin Abdullah* Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
$/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699;%* hlm. 60<-669
30 Abu 2ayd* Mafhum al-Nash$, hlm. 0:
0;
0H
Masalahnya kemudian adalah bahwa proses dielektika keilmuan itu tidak
hanya sekedar mempertahankan unsur lama yang baik dan unsur baru yang lebih
baik sebagaimana secara sederhana terumuskan oleh idiom ulama sala! yaitu:
almuhafadhoh 'ala %odim al-shalih *al al-akhd "i al-)adid al-aslah+ Masalah
dialektika antara unsur lama dan baru menjadi rumit karena yang lama telah
terbungkus bahkan telah bercampur baur dalam doktrin-doktrin* moti=asi-
moti=asi dan ambisi yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang selama ini
bertarung dalam ketegangan* baik antara sunni-syiah* maupun sala!i-khala!i*
ma7tsur-ra7yi* dan lain sejenisnya.
-ntuk mengurai dan memisahkan moti=asi-moti=asi idiologi kelompok
dengan bangunan keilmuan yang ilmiah yang dibangun oleh ulama-ulama masa
klasik maka diperlukan apa yang diusulkan oleh al-4abiri sebagai kritik idiologi.
.ritik ini dimaksudkan untuk mengungkapkan !ungsi idiologis* termasuk !ungsi
sosial politik yang dikandung sebuah teks atau pemikiran tertentu.
,0
.ritik idiologi tentunya bukan murni ide dari al-4abiri. Metode kritik
tersebut dikembangkan dalam lingkungan kajian hermeneutik. 'enggagaas kritik
idiologi adalah 1abermas* #iloso! asal 3erman dan 'aul Lecoeur* !iloso!
'erancis. Menurut 'aul Lecoeur untuk melakukan pengambilan jarak terhadap
teks sehingga dicapai pemahaman yang obyekti! terhadap makna suatu teks maka
diperlukan kritik idiologi dan dekonstruksi. .ritik idiologi untuk menjadikan
kritik dan serangan dari luar yang mungkin destrukti! dan dapat melemahkan
eksistensi teks $agama% dapat diterima sebagai otokritik untuk pemurnian diri.
Dekonstruksi mengajak pembaca untuk membongkar ilusi-ilusi* moti=asi-
moti=asi baik sadar maupun di bawah sadar* serta kepentingan-kepentingan diri
atau kelompok di depan teks.
,6
31 Al-4abiri* Post Tradisionalisme$, hlm. 60
32 1aryatmoko* F1ermeneutika 'aul Lecoeur* Transparansi (ebagai 'rosesD* dalam asis* o.
9C-9;I Th ke-+<* Mei-4uni 6999* hlm. ,0-,6
0:
Dalam pemikiran 1abermas* kritik idiologi ditujukan sebagai suatu
pendasaran rasional* yaitu situasi saling mengkritik dan berargumen dengan
ikhlas tanpa manipulasi dan arogansi kekuasaan. .arena dalam pendasaran
rasional setiap orang memperoleh peluang yang sama dan kesempatan yang sama*
maka akan dicapai consensus* yaitu situasi yang saling menerima akan kebenaran
yang dipertaruhkan.
,,
33 .. 5ertens* ;ilsafat arat 0ontemporer= Inggris->erman $4akarta: 3ramedia 'ustaka -tama*
6996%* hlm. 6+:
0<
D. De-.n)(#-)% dan K#%(%- Id%.!./% Te#hada0 Ta*)%# K!a)%-
5erkat bantuan salah satu metode hermeneutika kontemporer yaitu dekonstruksi
dan kritik idiologi maka pemikiran &slam kontemporeer tidak perlu ragu untuk
kembali pada masa lalu dan mengkaji dasar-dasar pemikiran untuk
didialektikakan dengan dasar-dasar !iloso!is kontemporer sehingga menghasilkan
landasan metodologis bagi kajian terhadap teks-teks agama khususnya wahyu al-
@ur7an.
Dengan dekonstruksi dan kritik idiologi dapat diketahu bahwa apa yang
dinyatakan oleh ulama masa pertengahan sebagai metode ta!sir yang paling benar
adalah merupakan pernyataan-pernyataan FpolitikD untuk memenangkan
kelompoknya didepan kelompok lain* namun di balik pernyataan tersebut ada
landasan-landasan keilmuan yang ukuran kebenarannya tetap dalam kapasitas
ilmiah. 5egitu juga apa yang dinyatakannya sebagai metode yang diharamkan* di
dalamnya juga terdapat landasan-landasan !iloso!is yang mengandung
argumentasi kebenaran ilmiah.
-ntuk membuktikan adanya landasan-landasan !iloso!is dan teoritis
dibalik metode baik yang dinyatakan terbaik maupun yang haram maka perlu
dianalisis karya-karya ta!sir klasik dan semua pemikiran &slam yang menjadikan
al-@ur7an sebagai sumber pengetahuan. Analisis di arahkan untuk mencari
landasan pemikirannya mengenai apa hakekat teks* pengarang $author% dan
pembaca $reader% dan bagaimana hubungan ketiga unsur tersebut. Dan pada
akhirnya analisis menemukan apa hakekat dan metode ta!sir al-@ur7an menurut
para ulama.
69
(ebagai langkah awal analisis metodologi ta!sir* dalam makalah ini secara
singkat dapat dire=iew pengertian ta!sir sebagaimana dideskripsikan Al-2arkasyi
yaitu apa yang berasal dari jalur na%l $periwayatan% seperti as"a"un al-nu4ul
$sebab turunnya ayat%* al-naskh *a al-mansukh $diberlakukan atau dihapuskannya
ketetapan hukum yang dikandung oleh suatu ayat yang belum jelas% ta!in al-
mu"ham $penjelasan terhadap ayat yang belum jelas%* ta"!in al-mu)mal
$penjelasan terhadap ayat yang masih umum%. Dan apabila tidak didapatkan
pena!siran yang cukup dari jalan na?l* maka untuk mengetahui makna dan
maksud dari ayat-ayat al-@urEan adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan
yang muta"ar $terkenal dan diakui oleh kebanyakan ulama%.
,+
34 Al-2arkasyi* al-urhan+++, juB 6* hlm. 0::-0:<
60
Deskripsi ta!sir hasil konstruksi nalar bayani di atas menunjukkan bahwa
ta!sir masih merupakan teknik-teknik khusus yang dimiliki oleh kalangan elite
intelektual untuk menemukan maksud pengirim $author%. 'osisi reader sama
sekali tidak diperhitungkan dalam ta!sir. 'engertian ta!sir inilah yang disejajarkan
oleh !iloso! dan ilmuan humaniora kontemporer sebagai eksegese. Jksegese
merupakan komentar-komentar terhadap teks.
,C
.omunitas pembaca itu perlu
diperhitungkan karena ia asing terhadap teks dan sebaliknya teks juga asing
terhadap pembacanya. Metode diperlukan untuk menjembatani jarak budaya
antara teks dan pembacanya.
5elum berkembangnnya metodologi ta!sir pada masa klasik sangat mudah
dimengerti* karena sebagaimana sejarah linguistik* pada masa tersebut trend
linguistik baru sampai kepada apa yang dinamakan tata "ahasa. 'engkajian tata
bahasa diresmikan oleh bangsa /unani dengan ciri utama pendasaran pada logika
dan menghindari segala pandangan ilmiah dan obyekti! mengenai sistem bahasa
$langue%. Tata bahasa hanya memberikan kaidah-kaidah untuk membedakan
bentuk-bentuk yang benar* tata bahasa adalah disiplin normati!e* sangat jauh dari
obse=asi murni* dan sudut pandangnya dengan sendirinya sempit
,;
.
35 5ambang Triatmoko* D1ermeneutika #enomenologis 'aul Lecour3* dalam Dri!akara no.6
th.MG&* hlm. 6:
36 #erdinand de (aussure* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat
$/ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::%* hlm. ;,
66
'engaruh logika /unani dan trend tata bahasa sangat jelas terlihat dalam
bangunan tata bahasa Arab dan berpengaruh kuat pada trend ta!sir serta
pemahaman $!i?h% terhadap teks-teks keagamaan. (ebagaimana dapat dianalisis
dalam karya &mam (ya!i7i $0<:-69+ 1%* beliau menulis al-Lisalah sebagai karya
monumentalnya tentang ushul al-;i%h dengan nama al-0ita". ama tersebut sama
dengan nama karya yang ditulis &man (ibawaih dibidang gramatika bahasa Arab.
Metode %i!as untuk pertama kali digunakan bukan oleh kalangan !i?ih termasuk
(ya!i7i* tetapi oleh ahli nahwu. 5ab & dari al-Lisalah membuktikan adanya Fteori-
teoriD linguis arab yang digunakan untuk memahami teks. 5ab & tersebut diberi
judul kaif al-"a!an yang memusatkan pembahasannya pada upaya mengkaji
teknik-teknik dan metode yang harus dipatuhi dalam memahami teks-teks
agama.
,H
37 Al-4abiri* Post Tradisionalisme+++* hlm. ::
6,
'andangan tentang teks $al-nash% dalam ushul al-!i?h dan ta!sir klasik dirumuskan
dalam konsep mengenai mantu% $yang diucapkan% dan mafhum $yang dimengerti%.
Mantu? adalah yang ditunjukkan oleh la!adB dengan ucapan. 'engucapan itu
sendirilah yang memberi jalan kepada kita untuk dapat mengerti maksud
kandungannya. Mantu? ini mengandaikan adanya suatu teks yang sudah
menunjuk pada arti tertentu ketika diucapkan. Meskipun ada arti lain dari kata-
kata yang digunakan* namun arti tersebut harus disingkirkan ketika secara jelas
pengucapannya telah menunjukkan pada suatu maksud. Arti yang sudah ada dan
jelas tersebut disebut sebagi makna yang kuat $ra)ah% dan arti yang mungkin ada
tetapi tidak sesuai disebut mar)uh+
(edang mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh kata tidak
berdasarkan pengucapannya. De!inisi ini menyimpulkan bahwa makna d4ihni!
$makna rasional% adalah jalan satu-satunya untuk dapat memahami maksud suatu
la!adB. 4ika pemahaman itu sesuai dengan mantu% $pengucapan la!adBnya% disebut
mafhum mu*afa%ah $makna yang sesuai%. Dan jika tidak sesuai dengan mantu%-
nya disebut mafhum mukhalafah $makna yang berlawanan%. Mafhum mu*afa%ah
dianggap sebagai pemahaman yang terbaik untuk dijadikan pedoman sehingga
sampai pada apa yang dinamakan fah*al al-khita" $maksud pembicaraan%.
,:

Dengan pengertian teks sebagai sesuatu yang diucapkan dan makna teks
adalah makna yang dimasud oleh pembicara* sedangkan hubungan antara kata
dengan makna bersi!at alamiah dalam pengertian makna sudah ditunjukkan secara
pasti oleh la!adBnya maka orientasi pena!siran suatu teks adalah mencari maksud
teks* yang berarti adalah maksud pembicaranya. -ntuk itu dapat dimengerti bila
kebutuhan ta!sir al-@ur7an dapat dipertahankan dan dicukupkan dengan mengikuti
pemahaman ulama-ulama terdahulu. 8ebih dari itu* al-@ur7an dapat dimengerti
sebagai kitab sumber hukum* dimana ulama secara langsung dapat menurunkan
dari ayat-ayat al-@ur7an menjadi ayat-ayat hukum-hukum yang posti! $dapat
diundangkan%.
38 (ubhi al-(halih* Mem"ahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an $4akarta: 'ustaka #irdaus* 699+%* hlm. +6;-
+6:
6+
(ebagaimana dinyatakan oleh 1ashim .amali untuk tujuan mendeduksi
hukum dari nash $al-@ur7an% maka ada dua metode yaitu tafsir dan ta`*il. Ta!sir
berarti menjelaskan makna teks al-@ur7an dalam batas-batas kata dan
ungkapannya* artinya penjelasan berdasarkan unsur kandungan dan komposisi
linguistiknya semata. (edangkan ta`*il adalah pencarian makna tersembunyi
dengan mengabaikan makna yang tampak $4ahir% menuju makna yang lain.
amun tidak semua kata perlu dita7wilkan* seperti kata yang tegas $mufassar% dan
kata yang sudah jelas $muhkam%* begitu juga kata yang sudah spesi!ik $khass% dan
kata-kata yang terkuali!ikasi $mu%a!!ad%. .ata yang perlu dita7wilkan adalah
hanya kata yang nampak dBahirnya dan kata yang jelas $nass%* termasuk kata yang
masih umum $Aamm%.
,<

39 Muhammad 1ashim .amali* Prinsip dan Teori-Teori 8ukum Islam* 'enerjemah: oorhadi*
$/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 0<<;%* hlm. 000-00,
6C
Orientasi ta7wil di atas sebenarnya sudah nampak keganjilannya dari awal
karena terbukti tidak semua kata mengandung satu makna* dan tidak mesti setiap
yang terucapkan $mantu%% telah memberikan petunjuk-petunjuk yang pasti dan
jelas mengenai maksud pembicaraanya $fah*al al-khita"%. .arena keganjilan
mengenai makna inilah maka dalam ushul al-#i?h dan berimbas pada -lum al-
@ur7an muncul tema pembahasan mengenai makna yang %ot`i $yang pasti% dan
d4ann! $yang bersi!at perkiraan%.
+9
'ada pengertian ta7wil yang terbatas pada ayat-
ayat yang dianggap d4anni inilah metode memahami al-@ur7an menjadi tidak
berkembang dan lebih mengarah pada jebakan idiologis* karena bagaimana
munkin manusia mengira-ngira atau menerka maksud Tuhan.
40 @uraish (hihab menolak pembahasan %oth`i dan d4anni dalam ulum al-@ur7an* terbukti dalam
kedua kitab rujukan -lum al-@ur7an yaitu al-5urhan karya al-2arkasyi dan al-&t?an karya al-
(uyuthi tema ?ot7iI dBanni tidak menjadi bagian pembahasan. 1al itu disebabkan karena ulama-
ulama ta!sir meyakini al-Qur`an hammalat li al-*u)uh $al-@ur7an $mampu% mengandung banyak
interpretasi%. amun ulama-ulama lain terutama dari kalangan !i?h menyakini ada makna al-
@ur7an yang %athi! al-dalalah yaitu sebagaimana dide!inisikan Abdul )ahab .halla! adalah yang
menunjuk kepada makna tertentu yang harus dipahami darinya $teks%I tidak mengandung
kemungkinan ta7wil serta tidak ada tempat atau peluang untuk memahami makna selain makna
tersebut darinya $teks tersebut%. -lama yang tidak menyepakati hal itu meyakini kandungan makna
yang menunjuk satu arti $dalalah ha%i%i!ah% itu hanya bagi pengucapnya* namun bagi pendengarK
pembaca pemahaman dipengaruhi oleh banyak !aktor* maka makna dapat beragam $dalalah
nish"i!ah%. 3olongan ulama yang terakhir ini tidak mena!ikan adanya ayat-ayat atau bagian dari
al-@ur7an yang dipahami oleh mayoritas ulama dengan makna yang satu* misalnya mengenai
kewajiban shalat dari ayat-ayat perintah menegakkan shalat* namun menurut mereka makna itu
tidak dari makna $dalalah% yang ditunjukkan oleh teks secara langsung* tetapi karena adanya
hubungan-hubungan dengan teks lain dan indikator-indikator lain yang menghantarkan pembaca
berkesimpulan sama* inilah yang disebut makna yang disepakatiK kon=ensi $muta*atir ma`na*i?
mu)ma 'ala!h%. Makna yang disepakati dari al-@ur7an tersebut akan menjadi aksioma dalam
agama yaitu sesuatu yang sangat jelas dalam ajaran agama $malum min al-din "i al-dharurah%.
@uraish (hihab* Mem"umikan al-Qur`an ;ungsi dan Peran @ah!u dalam 0ehidupan Mas!arakat
$5andung: MiBan* 0<<<%* hlm. 0,H-
6;
Orientasi ta!sir dan ta7wil al-@ur7an pada maksud pengirim semata juga
membawa pena!sir mengabaikan sejumlah kenyataan kesejarahan al-@ur7an.
-lama klasik tidak mena!ikan kenyataan bahwa al-@ur7an turun secara berangsur-
angsur sehingga bisa dibedakan antara ayat makki!ah $ayat-ayat yang turun
sebelum nabi hijrah ke madinah% dan ayat-ayat madani!ah $ayat-ayat yang turun
setelah nabi hijrah ke madinah%. -lama juga menyadari bahwa sebagian ayat-ayat
al-@ur7an turun karena sebab-sebab tertentu dalam pengertian menjawab masalah-
masalah partikular yang terjadi dalam proses dakwah nabi. amun kesadaran
historis al-@ur7an tersebut menjadi blunder bahkan seolah tidak signi!ikan
mempengaruhi bentuk ta!sir al-@ur7an yang dihasilkan.
.ebingungan ulama mengenai keterkaitan historis ayat-ayat al-@ur7an
nampak dalam kaidah al-'i"rah "i 'umum al-lafd4 la "i khusus al-sa"a" $patokan
dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersi!at umum* bukan khusus
terhadap $pelaku% kasus yang menjadi sebab turunnya%. .aidah ini tentu
mengabaikan keterkaitan historis ayat-ayat al-@ur7an yang sebenarnya diakui
sendiri oleh mayoritas ulama. Meskipun demikian pada masa klasik sudah ada
ulama yang menentang kaidah di atas dengan mengakui keterkaitan ayat-ayat
dengan kenyataan-kenyataan historisnya* mereka menyatakan bahwa al-'i"rah "i
khusus al-sa"a" la "i 'umum al-lafd4 $patokan dalam memahami ayat adalah
kasus yang menjadi sebab turunnya* bukan redaksinya yang bersi!at umum%
+0
.
41 @uraish (hihab* Mem"umikan al-Qur`an+++, hlm. :<
6H
.ebingungan mengahadapi kenyataan historis awal* masyarakat awal saat
pewahyuan di atas tentu akan menjadi kebuntuan menghadapi historisitas
masyarakat kekinian dan kedisinian yang membaca al-@ur7an. .ebuntuan ini
sangat nyata karena memang pembaca belum dipikirkan sama sekali dalam
khaBanah ta!sir klasik. .ebuntuan tersebut dirasakan oleh ulama-ulama modern
seperti Muhammad Abduh $0:+<- 0<9C%* beliau menyatakan bahwa kitab-kitab
ta!sir pada masa-masanya dan masa sebelumnya tidak lain kecuali pemaparan
berbagai pendapat ulama yang saling berbeda dan akhirnya menjauh dari tujuan
diturunkannya al-@ur7an. (ebagian kitab-kitab ta!sir tersebut hanya menekankan
pada pengertian kata-kata atau kedudukan kalimatnya dari segi i7rab dan
penjelasan lain dari segi teknis kebahasaan semata sehingga ta!sir menjadi begitu
kering dan kaku.
+6
42 @uraish (hihab* /tudi 0ritis Tafsir al-Manar, 0ar!a Muhammad 'A"duh dan M+ Aas!id Aidha
$5andung: 'ustaka 1idayah* 0<<+%* hlm. 66
6:
E. Ke#an/-a Te.#%(%) &%1h a!-Q#`an a!-M2a)h%#.h
5erangkat dari keprihatinannya mengenai ta!sir-ta!sir klasik dan karya
ta!sir pada masanya yang lebih mementingkan perdebatan-perdebatan madBhab
daripada masalah-masalah umat kekinian* Abduh menghadirkan ta!sir yang lebih
rasional dan berhubungan dengan ilmu pengetahuan modern. Abduh berprinsip
bahwa tidak mungkin al-@ur7an itu mengandung suatu ajaran yang bertentangan
dengan hakekat ilmu pengetahuan abad 0< dan 69* meskipun hal itu kurang
diketahui oleh mereka yang berpengetahuan dangkal. Maka merupakan keharusan
bagi seorang muslim untuk membaca al-@ur7an dengan kedua mata yang terbuka*
serta memahaminya dengan akal sehat yang terbebas dari aturan-aturan dan
hukum-hukum klasik.
+,
Dari kritik-kritiknya terhadap ta!sir yang ada* maka Abduh kemudian
membangun sebuah pemahaman baru terhadap al-@ur7an. 'rinsip-prinsip dasar
pemahaman terhadap al-@ur7an yang ditawarkan oleh Abduh* sebagaimana hasil
penelitian @uraish (hihab adalah:
1. Memandang setiap surat sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi.
2. Ayat-ayat al-@ur7an bersi!at umum. 'rinsip ini nampaknya sejalan dengan
prinsip ulama yang menerapkan keumuman la!adB bukan sebab-sebab
khusus yang menjadi sebab turunnya* namun Abduh menggunakannya
dengan sangat cermat justru agar keumuman tersebut dapat mencakup
masyarakat modern pada masanya.
43 &gnaB 3oldBiher* Mad4ahi" al-Tafsir al-Islami* 'enerjemah: M. Alaika (alamullah dkk.
$/ogyakarta: e8(A@ 'ress* 699,%* hlm. +6:
6<
3. Al-@ur7an adalah sumber a?idah dan hukum. Abduh mengakui bahwa
ulama terdahulu telah berjasa meletakkan dasar-dasar hukum &slam* tetapi
hal itu tidak berarti pendapat mereka harus didahulukan dalam memahami
al-@ur7an. .onsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa tidak ada ayat al-
@ur7an yang musykil hanya karena tidak sesuai dengan pandangan
madBhab tertentu.
,9
4. 'enggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-@ur7an.
)ahyu dan akal tidak mungkin bertentangan* maka Abduh menggunakan
akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-@ur7an. Nontohnya* dalam
memahami si!at Tuhan al-8a! $/ang Maha 1idup% dalam surat al-5a?arah
ayat 6CC* Abduh menyatakan bahwa dengan demikian Tuhan pemilik
hidup dan sumber rasa* pengetahuan* gerak dan pertumbuhan. Abduh
menolak ta!sir yang menyatakan si!at tersebut berarti Tuhan yang 1idup
terus menerus. 1idup bagi Allah adalah berarti Dia sumber pengetahuan
dan kekuasaan. 1al ini menolak anggapan materialisme yang menganggap
alam raya bergerak dengan sendirinya. .eteratuan dan keharmonisan yang
tampak merupakan akibat materi yang tidak berpengetahuan.
5. Menentang dan memberantas ta?lid. Abduh mengecam mengikuti
pendapat para ulama terdahulu meskipun itu imam yang paling dihormati
tanpa mengetahui hujjah yang mengutkan pendapatnya. -ntuk itu abduh
membuktikan sekuat tenaga dan pikiran bahwa al-@ur7an memerintahkan
umatnya untuk menggunakan akal mereka.
6. Tidak merinci persoalan-persoalan yang disinggung secara mubham $tidak
jelas% atau sepintas lalu oleh al-@ur7an. Di dalam al-@ur7an sering ditemui
la!al-la!al yang cukup jelas artinya namun tidak terperinci* misalnya
menyangkut FsapiD* al-?aryah* anjing dalam ashab al-.ah!i. Abduh
mesikapinya dengan menyatakan bahwa Fkita diam $tidak% membicarakan
tentang penetapan %ar!ah $kampung% tersebut sebagaimana al-@ur7an
tidak membicarakannyaD.
7. (angat kritis dalam menerima hadits-hadits abi saw. Abduh mengabaikan
hadits-hadits yang dinilai sahih oleh muhadditsin namun matann!a tidak
sesuai dengan pemikiran logis dan redaksi ayat-ayat al-@ur7an. (ebaliknya
Abduh menerima hadits-hadits dhaEi! yang sejalan dengan penalaran logis.
8. (angat kritis terhadap pendapat-pendapat sahabat dan menolak israiliyat
,0
9. Mengaitkan pena!siran al-@ur7an dengan kehidupan sosial. Abduh selalu
mengaitkan makna ayat-ayat dengan konteks sosial masyarakatnya dalam
usaha mendorong kearah kemajuan dan pembangunan. Abduh juga
mengaitkan ayat-ayat dengan pena!siran ilmiah baik yang berhubungan
dengan ilmu alam dengan sosiologi.
++
44 @uraish (hihab* /tudi 0ritis+++* hlm. 6;-CC
,6
.emajuan Abduh dalam linguistik* nampak bahwa ia tidak lagi
mengutamakan tata bahasa Arab klasik yang bertele-tele. .emampuan berbahasa
menurut Abduh* Fbukannya dinilai dari pengetahuan tata bahasa dan istilah-istilah
ilmu bahasa* tetapi ia dinilai dari Arasa bahasaE yang telah meresap dalam jiwa
seseorangD.
+C
Abduh telah melakukan gebrakan baru dalam pemahaman al-@ur7an
modern dan meletakkan pandangan-pandangan modern mengenai metode
pemahaman yang tidak hanya berorientasi kepada maksud pengirim $author%.
amun prinsip-prinsip di atas masih rentan dari kritikan ulama tradisional yang
khawatir akan kesesatan dan kebablasan. .ritik mereka yang cukup signi!ikan
dalam konteks ini dapat diambil sebagai contoh adalah pada ta!sir Abduh
mengenai surat al-#il ayat ,-+ yang artinya: Fdan Dia $Tuhan% mengirim kepada
mereka $tentara bergajah% "urung a"a"il $berbondong-bondong%* melempari
mereka dengan "atu-"atu dari sijjilD.
Abduh menyatakan bahwa burung-burung tersebut adalah sejenis lalat atau
nyamuk yang membawa bakteri-bakteri dan mengakibatkan penyakit cacar dan
campak. Dengan ta!sir terhadap surat al-#il ayat ,-+ tersebut Abduh dinilai
menyimpang dan tidak memiliki dasar dari satu riwayat yang dapat dipertanggung
jawabkan. Ta!sir yang dikemukakan Abduh sama sekali tidak sesuai dengan
kenyataan sejarah karena terbukti masyarakat Arab awal yang hidup pada masa
turunnya ayat itu tidak mengenalnya.
+;
45 I"id* hlm. C;
46 @uraish (hihab* /tudi 0ritis+++* hlm. +:-+<
,,
Dengan kritik terhadap ta!sir Abduh pada surat al-#il ayat ,-+ nampak
kebutuhan saat ini untuk merumuskan jalan yang bersi!at teoritis untuk
memahami al-@ur7an sehingga kebenaran dari pemahaman tersebut tidak ditolak
karena dianggap tidak sesuai dengan kenyataan historis awal saat pewahyuan atau
oleh masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa al-@ur7an namun juga tidak
mengasingkan masyarakat kontemporer dari dinamika budayanya. .ebutuhan
teoritis ini juga diperlukan untuk menghindari subyekti!itas pemahaman dan arah
sebaliknya untuk mempertanggungjawabkan pemahaman tersebut dihadapan
pengkritik yang masih banyak bersi!at idiologis* kalau mendukung pendapat
kelompoknya akan didiamkan meskipun dengan jalan yang salah* namun kalau
mengganggu eksistensinya akan dihabisi meskipun dengan jalan yang benar.
8antas apa ukuran kebenaran dari suatu pemahaman terhadap ayat al-@ur7an.>
Muhammad (yahrur* pemikir &slam kontemporer dalam pengantar
bukunya al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBshirah menyatakan bahwa problem
riil pemikiran &slam kontemporer dan khususnya dalam studi al-@ur7an adalah* 0.
Tidak adanya pegangan berupa metode ilmiah objekti!. (yarat utama penelitian
ilmiah yang obyekti! adalah melakukan studi teks tanpa mengikut sertakan
sentimen apapun. 6. Adanya prakonsepsi terhadap semua masalah sebelum kajian
dilakukan. Nontohnya para peneliti muslim berkesimpulan terlebih dahulu
sebelum mengadakan penelitian mengenai posisi perempuan bahwa dalam &slam
posisi perempuan sudah proporsional dan &slam adalah agama yang bersikap
paling adil terhadap perempuan. ,. 'emikiran &slam belum meman!aatkan konsep-
konsep dalam !ilsa!at humaniora dan tidak berinteraksi dengan dasar-dasar
teorinya. +. Tidak adanya teori &slam kontemporer dalam ilmu humaniora yang
disimpulkan secara langsung dari al-@ur7an.
+H
47 Muhammad (yahrur* al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBashirah $Damaskus: al-Ahali* 0<<9%*
hlm. 6<-,6
,+
Menjawab kebutuhan akan pembangunan landasan !iloso!is dan kerangka
teoritis maka perlu dipikirkan untuk mere!ormasi orientasi ta!sir yang hanya
berkutat pada pemabahasan linguistik yang sempit $tata "ahasa% dan ta7wil pada
spekulasi untuk menemukan makna kata yang dianggap ganjil $d4ann!%. Orientasi
studi teks kontemporer adalah mengarah pada ontologi pena!siran yaitu
pemahaman $al-fi%h%. 'emahaman adalah bertumpu pada keadaan pembaca*
apakah pembaca dalam kerangka ruang hostorisnya bisa mengerti maksud teks
yang diproduksi dalam ruang sejarah yang berbeda. &nilah satu pertanyaan yang
perlu dijawab dalam ta!sir kontemporer* yaitu ta!sir yang berorientasi pada fi%h
al-Qur`an al-mu`ashiroh+
-ntuk merumuskan landasan teoritis fi%h al-Qur`an al-mu`ashiroh yang
tidak meninggalkan !akta-!akta al-@ur7an yang dipikirkan ulama tradisional
selama ini maka sangat menarik diadaptasikan teori-teori berikut ini.
1. Ana!%)%) S(#-(#a!
'eletak dasar-dasar teori struktural dalam lingusitik adalah #erdinand de
(aussure $0:CH-0<0,% seorang dosen asal (wiss yang untuk beberapa waktu
mengajar di 'aris dan akhirnya menjadi pro!esor di 4enewa di mana ia
mendirikan apa yang disebut FMaBhab 4enewaD. 5uku yang mengakibatkan
namanya menjadi tersohor di bidang linguistik diterbitkan secara anumerta
oleh dua orang muridnya dan diberi judul Cours de .inguisti%ue Denerale
$0<0;%
+:
. Di antara ciri-ciri metode struktural adalah perhatiannya pada
keseluruhan atau totalitas* mempelajari unsur-unsur yang diletakkan dalam
sebuah jaringan yang menyatukan unsur-unsur tersebut dan memperhatikan
unsur-unsur yang sinkronis atau unsur-unsur yang dihasilkan dalam waktu
yang sama* bukan dalam perkembangan sejarahnya.
+<
48 1arimurti .ridalaksana* Mongin #erdinand De (aussure $0:CH-0<0,% 5apak 8inguistik dan
'elopor (trukturalisme* dalamI #erdinand de (aussure* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah:
Lahayu (. 1idayat $/ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::%* hlm. 6
49 Michael 8ane* Introdu5tion to /tru5turalism, $ew /ork: &nc.'ublisher* 0<H9%* hlm.0+
,C
Teori struktural juga sudah lama merambah kedalam pemikiran linguis
Arab. 4a7!ar Dak al-5ab guru linguistik (yahrur dalam pengantar karya
perdana (yahrur al-0ita" *a al-Qur`an menyatakan bahwa (yahrur telah
menggabungkan teori &bnu 4inni dan al-4urjani* namun tetap bersumber dari
satu aliran yaitu linguistik Abu Ali al-#arisi. 'amikiran utama dari teori
tersebut adalah:
1. 'enggabungan antara studi diakronik al-4urjani dan sinkronik &bnu 4inni.
2. Teori &bn 4inni yang menyatakan bahwa bahasa tidak terbentuk seketika
dan teori al-4urjani tentang hubungan antara bahasa dan pertumbuhan
pemikiran merupakan hal yang saling terkait. Dengan demikian* bahasa
dengan segala aturannya tumbuh dan berkembang seiring dengan
pertumbuhan pemikiran manusia.
Adapun ciri linguistik Abu Ali al-#arisi dapat disimpulkan bahwa: 0.
5ahasa pada dasarnya adalah sebuah sistem* 6. 5ahasa merupakan !enomena
sosial dan strukturnya terkait dengan !ungsi transmisi yang melekat pada
bahasa tersebut. ,. Adanya kesesuaian antara bahasa dan pemikiran.
C9
'andangan-pandangan di atas menunjukkan telah terjadi modernisasi
dalam pemikiran linguistik di Arab yang keluar dari pemikiran ortodoks yang
menyatakan bahwa bahasa Arab adalah bahasa khusus karena ia adalah bahasa
suci* bahasa yang digunakan Tuhan untuk menyampaikan wahyunya* sehingga
bahasa tidak terkait dengan pemikiran dan struktur sosial masyarakatnya.
Meskipun nampak aliran-aliran di atas sangat terkait dengan strukturalisme
namun ia telah menunjukkan sikap kritisnya sehingga unsur-unsur historis
diterima dalam linguistik tanpa mena!ikan adanya struktur.
50 (yahrur* al-0ita" *a al-Qur`an$, hlm* 60-66
,;
Lealitas struktural dalam teks diakui oleh pakar hermeneutik
kontemporer sebagai makna obyekti!. 'aul Lecoeur di antara !iloso! 'erancis
yang tidak menolak keberadaan analisis struktural. Menurutnya teks memiliki
struktur imanen yang bisa dijelaskan dengan pendekatan struktural* tetapi teks
sekaligus mempunyai acuan luar $re!erensi% yang melampaui linguistik dan
!ilsa!at bahasa. Acuan luar itu yang disebut wahana atau dunia teks* realitas
yang digelar oleh teks* suatu totalitas makna atau cakrawala global.
C0
51 1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5oeur$, hlm. ,9
,H
Analisis struktural akan mengembangkan prinsip ulama klasik yang
mena!sirkan al-@ur7an ayat perayat dan prinsip-prinsip mu!assir modern yang
berprinsip bahwa ada hubungan saling mena!sirkan antar ayat al-@ur7an $al-
Qur`an !ufassiru "a`duhum "a`dan%. 'engembangan tersebut karena analisis
struktural berprinsip bahwa teks adalah merupakan satu kesatuan sistem yang
padu yang terkait satu unsur dengan unsur lainnya. 'ena!siran yang parsial*
yang hanya mena!sirkan ayat perayat atau bahkan bagian ayat secara terpisah
akan ditolak oleh strukturalis. Ayat hanyalah unit kecil yang memainkan satu
peran di dalam keseluruhan sistem surat dan keseluruhan makna al-@ur7an.
Dengan analisis struktural inilah nantinya akan ditemukan makna obyekti!
dari al-@ur7an dari hasil pola hubungan antar ayat dalam satu surat dan dengan
surat lain dalam keseluruhan al-@ur7an* antara prinsip al-@ur7an yang
uni=ersal dan makna-makna yang particular yaitu makna yang dikhususkan
dalam situasi-situasi tertentu.
2. H%)(.#%) E*e-(%*
-ntuk menghadapi masalah sejarah* masa kini dan masa lalu* yaitu
pena!sir pada masa kini dan makna dan alamat awal saat teks untuk pertama
kalinya diungkapkan* 1.3. 3adamer menawarkan satu konsep se)arah efektif+
Menurut 3adamer* masa kini memiliki keterbatasan. &a merumuskan batasan
tersebut dengan konsep AsituasiD yang merepresentasikan sebuah sudut
pandang yang membatasi kemungkinan sebuah =isi. 5agian penting dari
konsep situasi adalah konsep tentang AhoriBonE* yaitu bentangan =isi yang
meliputi segala sesuatu yang bisa dilihat dari sebuah titik tolak khusus.
Dengan menerapkan konsep hori4on pada akal pikiran* maka dapat dinyatakan
kategori horiBon yang sempit* perluasan horiBon* dan penyingkapan horiBon
baru.
C6
52 1ans-3eorg 3adamer* Truth and Method, 0e"enaran dan Metode* 'enerjemah: Ahmad
(ahidah $/ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699+%* hlm. ,;+
,:
Menurut 3adamer horiBon masa kini merupakan hasil dari bentukan
yang terus menerus dan di antara unsur pembentuknya adalah horiBon masa
lalu dengan pertemuan dan pemahamannya terhadap tradisi dari mana kita
berasal. 1oriBon masa kini tidak bisa dibentuk tanpa masa lalu dan
pemahaman selalu merupakan gabungan dari horiBon tersebut. Tradisi yang di
sana* yang lama dan yang baru secara terus menerus berkembang bersama
untuk membuat segalanya bernilai. (etiap pertemuan dengan tradisi yang
terjadi di dalam kesadaran historis melibatkan pengalaman ketegangan antara
teks dan masa kini.
-ntuk itu tugas hermeneutika tidak untuk menguraikan ketegangan
dengan memproyeksikan horiBon historis masa lalu yang berbeda dengan
masa kini. 'royeksi horiBon historis hanyalah sebuah !ase di dalam proses
pemahaman dan tidak membeku ke dalam alienasi diri sebuah kesadaran masa
lalu* tetapi diambil alih oleh horiBon pemahaman kita sendiri masa kini.
C,
Dengan demikian pemahaman masa lalu tidaklah harus ditinggalkan apalagi
dibuang sia-sia* ia merupakan jembatan bagi pemahaman masa kini.
'rinsip sejarah e!ekti! di atas juga diperhatikan oleh Muhammad
(yahrur* walaupun nampaknya beliau ingin memutus sama sekali pemahaman
masa lalu dengan masa kini. (yahrur menyatakan bahwa jika &slam bersi!at
rele=an pada setiap ruang dan waktu* maka harus dipahami bahwa al-.itab
juga diturunkan kepada kita yang hidup pada abad dua puluh ini* seolah-olah
abi Muhammad baru saja wa!at dan telah menyampaikan sendiri kepada
kita. .itab-kitab ta!sir dan !i?h yang dihasilkan generasi terdahulu harus
dipandang sebagai intekasi mereka dengan al-.itab dalam sejarah mereka.
C+
53 I"id+, hlm. ,;<
54 Muhammad (yahrur* al-0ita"+++, hlm. ++-+C
,<
Dengan pandangan 3adamer mengenai horiBon masa lalu sebagai
jembatan untuk pemahaman masa kini* maka pemahaman terhadap al-@ur7an
harus memperhatikan bagaimana teks ta!sir memaknai pergerakan konteks
dari teks al-@ur7an selama 6, tahun masa penurunannya di Makkah dan
Madinah selama masa abi Muhammad saw. Dalam ilmu-ilmu al-@ur7an
telah dikaji korelasi gaya bahasa al-@ur7an dengan tempat dan masyarakat di
mana ia pertama kali diturunkan. Ayat-ayat al-@ur7an yang turun pada masa
sebelum nabi hijrah atau yang biasa disebut ayat-ayat makiyah menggunakan
kata ganti orang ke tiga wahai seluruh manusia $!a a!!uha al-nass%* gaya
bahasanya lugas* tegas* to the point. 1al itu karena lingkungan masyarakat di
mana nabi berdakwah adalah masyarakat makkah yang belum mengenal
agama $kafirun-mus!rikun% dan kurang beradab sebagai masyarakat kesukuan
padang pasir yang tandus.
.ategori ayat-ayat yang turun setelah nabi hijrah atau yang biasa
disebut ayat-ayat Madaniyah* menggunakan kata ganti orang ketiga yang
beragama* yaitu !a a!!uha al-lad4ina amanu $wahai orang-orang yang
beriman* pengikut nabi%* !a ahl al-kita" $wahai para pemilik kitab* untuk
menunjuk pada bangsaK suku yang menganut agama /ahudi atau ashara%*
gaya bahasanya komunikati!* in!ormati! dan argumentati!. 1al itu karena
lingkungan masyarakat di mana nabi berdakwah adalah masyarakat madinah
yang berperadaban dan telah mengenal agama.
Makna dari ayat-ayat al-@ur7an akan menjadi aktual dalam ruang
sejarahnya ketika di wahyukan pada waktu itu* namun makna ini bukanlah
makna tunggal dan !inal yang harus diambil semuanya* atau ditinggalkan
semuanya karena tidak rele=an dengan masa sekarang* namun akan diuji
sebagai unsur yang menjembatani terbentuknya horiBon masa kini.
3. A0#.0#%a)% Pe'4a5a
+9
Teks memiliki makna obyekti!nya yang dapat diungkap dengan
analisis strutural* namun teks juga memiliki re!erensi terhadap dunia di luar
teks. Dengan di tulis* menurut Lecoeur* teks akan memisahkan diri dari
maksud pengarang dan memiliki karirnya sendiri sehingga teks mampu
menunujuk pada dunia pembaca dimanapun dan kapanpun teks itu diapresiasi.
amun pemahaman pembaca yang didasarkan pada horiBon masa kini juga
harus di uji untuk memebebaskan diri dari moti=asi-moti=asi subyekti!.
'engujian tersebut dilakukan dengan semua bentuk penjelasan terhadap teks
yang mencakup semua penjelasan dari ilmu psikologi* sosiologi* sejarah*
antropologi* dsb. &lmu-ilmu tersebut ber!ungsi untuk menjelaskan hubungan-
hubungan logis teks dari sudut pandang bidang masing-masing.
CC

Dengan demikian pemahaman terhadap teks menjadi komprehensi!*
karena makna obyekti! teks diungkap melalui pendekatan struktural* dan
cakrawala dunia teks diuji baik rele=ansi historisnya maupun hubungan
logisnya dengan dunia kekinian.
&. Pen(0
55 1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5eour$, hlm. ,9
+0
Ta!sir al-@ur7an dengan kerangka teoritis nalar bayani hanya berorientasi
pada author yaitu mecari makasud pengirim. 'emahaman seperti ini pada
kenyataannya mengalami kebuntuan karena pengirim tidak lagi hadir saat teks
dibaca dan teks juga tidak sepenuhnya menampilkan tanda-tanda yang jelas agar
pembaca sampai pada maksud pengirim. 'ada saat itulah terbuka celah pena!siran
terhadap teks yang tidak bisa di atasi oleh mu!assir klasik dan akhirnya mereka
terjebak pada metode-metode yang nampaknya ilmiah padahal itu hanya
manipulasi dari egoisme kelompok $ta`*il%. 4alan paling aman dalam situasi
tersebut adalah bersandar pada pemahaman yang telah dilakukan abi dan
sahabatnya yang dianggap sebagai pemahaman dari generasi terbaik $khair al-
Qurun%. 4alan kebelakang ini jelas punya resiko yang lebih mengerikan yaitu
mengabaikan dinamika kebudayaan manusia saat ini.
+6
'emahaman kontemporer yang mempertemukan teks* author dan reader
dalam kerangka metodologi ilmiah yang tidak mengabaikan kekhasan dan
kenyataan-kenyataan al-@ur7an sebagaimana telah dipegangi oleh ulama selama
ini nampaknya yang akan sanggup mempertemukan jalan pikiran manusia dalam
logika kebudayaan kontemporer dengan dunia makna al-@ur7an yang transenden.
Dalam pertemuan ini tidak boleh ada yang saling menguasai dan mendominasi*
karena semua bentuk dominasi adalah idiologi manusia yang penuh kepura-puraan
dan manipulasi. Dalam konteks ini* pemahaman al-@ur7an tidak menuju pada
relati=itas yang nihilistik namun menuju apa yang disebut 1abermas suatu
pendasaran rasional* yaitu situasi saling mengkritik dan berargumen dengan
ikhlas tanpa manipulasi dan arogansi kekuasaan.
Dari situasi kebebasan memahami al-@ur7an $fi%hul al-Qur`an% dengan
pendasaran rasional maka tujuan al-@ur7an sebagai huda li al-nas akan terwujud
tidak hanya sebatas ushuluddin dasar-dasar ajaran-ajaran moral* apalagi
dipersempit sebagaimana didakwahkan oleh para ustadB* namun juga memiliki
acuan untuk pembentukan paradigma dalam ilmu-ilmu humaniora sebagaimana
diharapkan oleh para intelektual muslim kontemporer
Trend ;i%hul al-Quran al-MuEashiroh adalah Ushul al-'ilmi* yaitu
pencarian dasar-dasar dari al-@ur7an sebagai paradigma bagi !ilsa!at ilmu* seperti
!ilsa!at sosial dan humaniora.
+,
Da*(a# P)(a-a
Abdullah* Amin* Islami5 /tudies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Interkonektif* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699;
al-A!ghani* (aEid* Min Tarikh al-Nah*, 5ayrut: Dar al-#ikr* 0<H:
5ertens* ..* ;ilsafat arat 0ontemporer= Inggris->erman, 4akarta: 3ramedia 'ustaka
-tama* 6996
5aso* Ahmad* 'engantar, dalam Muhammad 7Abid al-4abiri* Post Ttradisionalisme
Islam, 'enerjemah : Ahmad 5aso* /ogyakarta : 8ki(* 6999
3adamer* 1ans-3eorg* Truth and Method, 0e"enaran dan Metode* 'enerjemah:
Ahmad (ahidah* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 699+
3oldBiher* &gnaB* Mad4ahi" al-Tafsir al-Islami* 'enerjemah: M. Alaika (alamullah
dkk.*/ogyakarta: e8(A@ 'ress* 699,
1aryatmoko* 8ermeneutika Paul Ai5oeur, Transparansi /e"agai Proses* o 9C-9;:
Tahun ke-+<* Mei-4uni 6999
1odgson* Marshall* 3.(* The 1enture of Islam 2, 'enerjemah: Mulyadi .ertanegara
4akarta: 'aramadina* 6999
&hromi* T.O.* ed.* Pokok-Pokok Antropologi uda!a, 4akarta: 'T. 3ramedia* 0<:9
al-4abiri* Muhammad AAbid* Tak*in al-A%l al-Ara"i, 5ayrut: MarkaB Dirasat al-
)ahdah al-Arabiyyah* 0<<0
.amali* Muhammad 1ashim* Prinsip dan Teori-Teori 8ukum Islam* 'enerjemah:
oorhadi* /ogyakarta: 'ustaka 'elajar* 0<<;
.ridalaksana* 1arimurti* Mongin #erdinand De (aussure $0:CH-0<0,% 5apak
8inguistik dan 'elopor (trukturalisme* dalamI #erdinand de (aussure*
Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (. 1idayat* /ogyakarta:
3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::
8ane* Michael* Introdu5tion to /tru5turalism, ew /ork: &nc.'ublisher* 0<H9
++
8apidus* (ultanates and 3unpowder Jmpires The Midle Jast* dalam 4hon 8.
Jsposito* ed.* The 76ford 8istor! 7f Islam, ew /ork: O"!ord -ni=ersity
'ress* 0<<<
8ewis* 5ernard* angsa Ara" dalam .intasan /e)arah, 'enerjemah : urcholis
Madjid* 4akarta: 'edoman 4aya* 0<<+
Madjid* urcholis* Mukadimah-0ha4anah Islam, 4akarta: 5ulan 5intang* 0<<+
al-ajdi* AAbd al-Lahman bin Muhammad bin @asim al-AAshim* Ma)mu ';ata*a
/!a!kh al-Islam ahmad "in Ta!mi!!ah, Tt: tpn* 0,<: 1* 4uB 0, <0ita"
Mu%addimat al-Tafsir
al-@aththan* MannaE* Ma"ahits fi 'Ulum al-Qur`an, Liyadh: Mansyurat al-AAshr al-
1adits* 0<H,
Lecoeur* 'aul* ;rom Te6t To A5tion, Essa!s In 8ermeneuti5s II* J=anston &llinois:
orthwestern -ni=ersity 'ress* 0<<0
OOOOOOOOOOOOOOO* ;ilsafat @a5ana, 'enerjemah: Musnur 1eri* /ogyakarta:
&LNiN1OD* 699,
(aussure* #erdinand de* Pengantar .inguistik Umum, 'enerjemah: Lahayu (.
1idayat* /ogyakarta: 3adjah Mada -ni=ersity 'ress* 0<::
al-(halih* (ubhi* Mem"ahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an, 4akarta: 'ustaka #irdaus* 699+
(hihab* @uraish* Mem"umikan al-Qur`an, ;ungsi dan Peran @ah!u dalam
0ehidupan Mas!arakat, 5andung: MiBan* 0<<<
---------------------* /tudi 0ritis Tafsir al-Manar, 0ar!a Muhammad 'A"duh dan M+
Aas!id Aidha, 5andung: 'ustaka 1idayah* 0<<+
(yahrur* Muhammad* al-0ita" *a al-Qur`an, Qira`ah MuBashirah, Damaskus: al-
Ahali* 0<<9
Tibi* 5assam* Islam 0e"uda!aan dan Peru"ahan /osial, 'enerjemah: Misbah 2ul!a
J. dan 2ainuri A.* /ogyakarta: Tiara )acana* 0<<<
+C
Triatmoko* 5ambang* 8ermeneutika ;enomenologis Paul Ae5our* Driyakara no.6
th.MG&. h. 6:
al-2arkasyi* adr al-Din Muhammad bin AAbd Allah* al-urhan fiUlum al-Quran,
5eyrut: Dar al-#ikr* 0<<:
2ayd* ashr 1amid Abu* Mafhum al-Nash, Dirasah fi 'Ulum al-Qur`an, .airo: al-
1ayEah al-Mishriyyah al-AAmmah li al-.itab


+;

Anda mungkin juga menyukai