Anda di halaman 1dari 62

KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN TURKI UTSMANI

MAKALAH
Diajukan Pada Diskusi Kelas Mata Kuliah : Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) II
Dosen Pengampu : Dr. Widiati Isana, M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 4 KELAS 3/D

Risa Septiani Indah NIM : 1185010118


Sella Febrianti NIM : 1185010129
Wulan Nurmala Sari N NIM : 1185010145

PRODI : SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019 M/1441 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’aalamiin.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah subhanahuata’ala. Atas berkah, rahmat,
dan hidayah-Nya kami senantiasa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
membahas salah satu materi yang akan didiskusikan dalam mata kuliah Sejarah dan Peradaban
Islam (SPI) Periode Klasik semester III di jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab
dan Humaniora, yaitu “Kemunduran dan Kehancuran Turki Utsmani”.

Makalah ini umumnya ditujukan untuk menunjang pembelajaran kami dan siswa lainnya
dalam mempelajari materi, dan khususnya sebagai hasil kerja kami untuk memenuhi tugas
kelompok terstruktur. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah memilah dan memilih materi
mana yang akan berguna dan menunjang pembelajaran, dan juga untuk menambah pengetahuan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami memiliki beberapa kendala antara lain kendala
waktu dan kendala pencarian sumber. Walaupun begitu, kami senang dapat menyusun makalah
ini yang semoga berguna untuk kami dan teman-teman yang lain.

Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan karya kami di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat memberikan banyak manfaat bagi banyak orang.

Bandung, Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................2
BAB I .............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang ...................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................................................4
C. Tujuan ................................................................................................................................................4
BAB II ............................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................5
Asal Usul Bangsa Turki Utsmani ...............................................................................................................5
Masa Awal Kerajaan ..................................................................................................................................7
Masa Kemunduran Hingga Keruntuhan Khilafah ....................................................................................11
Faktor Internal dan Eksternal K eruntuhan Turki Ustmani ..................................................................12
Peradaban Islam Turki Modern Westrenisasi hingga Sekularisasi ......................................................19
Kondisi Politik Akhir Abad 19 M ........................................................................................................22
Pengaruh Semangat Nasionalisme dan Sentimen Separatisme ............................................................29
Gerakan Turki Muda ............................................................................................................................33
Turki semakin melemah dan akibat keterlibatan dalam perang dunia 1 ..............................................38
Biografi Mustafa Kemal Ataturk..........................................................................................................42
Kondisi Turki Pasca Keruntuhan .............................................................................................................57
BAB III.........................................................................................................................................................61
PENUTUP ....................................................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................62

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Turki Utsmani merupakan salah satu dari ketiga kerajaan besar yang ada pada
periode Sejarah Islam klasik, selain kerajaan Mughal dan Syafawi. Kerajaan Turki
Utsmani dianggap kerajaan yang sangat besar dan kuat pengaruhnya ditengah-tengah
kebekuan dan stagnansi berpikir di kalangan umat muslim di mana pada periode ini umat
muslim dianggap mengalami kemunduran yang cukup pesat, tetapi dari kemunduran itu
terdapat tiga kerajaan yang bertahan dan memperjuangkan kejayaan Islam salah satunya
ialah, Turki Utsmani.

Kekuasaan Turki Utsmani membentang meliputi tiga benua, Asia, Afrika, dan
Eropa. Kerajaan ini pun dapat mempertahankan kekuasaannya seama kurang lebih 7 abad,
dari tahun 1300 hingga 1924. Turki Utsmani mampu menguasai hampir dua pertiga dunia
karena kekuatan militernya dan kecerdikan para sultan di bidang politik dan terus
melakukan invasi perluasan wilayah.

Namun daam dinamika kehidupan, termasuk dalam mempertahankan


kekuasaannya, banyak serangan-serangan yang menimpa Turki Utsmani. Pada abad 18-19
M kehika Barat sedang gencar-gencarnya melakukan revousi dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pertahanan kekuasaan Turki Utsmani terus-menerus
mengalami pelemahan, ditambah serangan dari Barat yang meyodorkan paham
nasionalisme dan sekularisme di kalangan bangsa Turki maupun Pejabatnya sehingga
perlahan-lahan wilayah kekuasaan Turki dapat direbut oeh Barat dan puncaknya ketika
penghapusan sistem kekhaifahan Turki Utsmani dan diubahnya Turki Utsmani menjadi
Repubik Turki pada Maret 1924.

B. Rumusan Masalah
1. Asal usul Turki Utmani?
2. Bagaimana kondisi di masa pemerintahan Turki Utsmani?
3. Bagaimana kronologi kemunduran hingga kehancuran Turki Utsmani?
4. Apa dampak dari keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah asal usul Turki Utsmani.
2. Mengetahui kondisi awal pemerintahan Turki Utsmani.

4
3. Mengetahui dan memahami setiap kronologi awal mula kemunduran Turki Utsmani
hingga kehancurannya pada tahun 1924.
4. Mengetahui dampak dari dihapuskannya kekhilafahan Turki Utsmani.

BAB II

PEMBAHASAN

Asal Usul Bangsa Turki Utsmani

Turki Utsmani adalah sebuah kerajaan besar yang dibangun oleh Utsman (1258-
1326),putra Ethogrol pada tahun 1300, saat terjadi kekosongan kekuasaan kerajaan Turki Saljuk
akibat serangan bangsa Mongol, dan akhirnya bermukim di barat laut Asia kecil atau Anatolia. 1
Awalnya, di Anatolia mereka hanya menempati wilayah kecil yang berbatasan dengan
Bizantium; pemberian Turki Seljuk, sebagai imbalan atas bantuan mereka dalam melawan
Romawi. Wilayah kecil ini mirip tanah perdikan di Jawa, yaitu wilayah yang mendapatkan
perlakuan istimewa sebagai wilayah otonom penuh dan bebas mengatur kehidupan mereka dari
wilayah kerajaan yang berkuasa kala itu. (Hardiansyah, 2016)

1
Ali Muhammad ash-Shalabi,Bangkit dan Runtuhnya Khiafah Utsmaniyah, terj. Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar,2011), hlm.xii.
5
Nenek moyang Turki Utsmani berasal dari kaki pegunungan Altai, bagian barat Padang Rumput
Mongolia. Mereka adalah masyarakat nomad yang menjelajah di area Gunung Altai, timur Stepa
Eurasia dan selatan Sungai Yenisei, dan Danau Baikal; wilayah yang saat ini menjadi bagian dari
luar Mongolia.2 Mata pencaharian utama ialah mengembala ternak dan menjarah suku-suku yang
lebih lemah. Adapun kehidupan peradaban mereka berdasarkan pada system kesukuan, adat
istiadat, dan sanksi sosial tanpa organisasi pemerintah formal dan hukum sebagai karakteristik
dari sebuah masyarakat yang lebih maju.

Agama asal yang dianut oleh nenk moyang mereka ialah Syamanisme, yaitu sebuah
kepercayaan yang terwujud dalam penyembahan terhadap unsur-unsur alam melalui totem dan
roh. Kepercayaan ini meyakini bahwa melalui ritual penyembahan, seseorang akan mendapatkan
kekuatan yang sangat besar dari roh orang-orang terkenal yang tekah meninggal (Shaw, 1997).
Kekuatan ini dapat dimiliki hanya dengan bimbingan langsug dari sesepuh agama.3

Pada akhir abad VII M terjadi konversi besar-besaran masyarakat Turki ke dalam agama
Islam. Menurut sebagian pendapat, sarana yang mengenalkan mereka dengan Islam adalah
hubungan perdagangan yang terjalin dengan bangsa Arab Muslim. Di lain versi (ash-Shalabi,
2011) menyebutkan bahwa perkenalan mereka dengan Islam terjadi melalui ekspansi wilayah
Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab tahun 642, kemudian dilanjutkan pada masa
Utsman bin Affan, dan Muawiyyah bin Abu Sufyan. 4

Kedatangan Turki Utsmani dari pegununngan Altai ke Anatolia tidak dapat dipisahkan
dari peran bangsa sarumpunnya, Turki Seljuk. Pada pertengahan abad ke XI M, bertepatan pada
tahun 1055, Turki Saljuk mampu menguasai Baghdad dan menjadikannya sebagai ibu kota
pemerintahan. Peristiwa ini kemudian berpengaruh terhadap kesatangan orang-orang Turki
lainnya dari Asia Tengah ke wilayah-wilayah yang dikuasai Turki Saljuk.

Pada tahun 1071 terjadi sebuah peristiwa sekaligun momentum penting yang
memungkinkan kedatangan Turki Utsmani di wilayah Anatolia. Masih di tahun yang sama, Turki

2
Stanford J. Shaw, History of the Ottoman Empire and Modern Turkey (Los Angel: Cambridge Univesity Press,
1997), hlm. 1.
3
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 6.
4
Ali Muhammad ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, terj. Samson Rahman (Jakarta: Pustaka
Al- Kautsar, 2011), hlm. 509.
6
Seljuk berhasil mengalahkan Kaisar Bizantium di Manzikert, sebelah timur Anatolia. Pada
perkembangan selanjutnya, Turki Saljuk membangun cabang kekuasaanya di wilayah ini, dan
memungkinkan suku-suku Turki lainnya menjadikan Anatolia sebagai wilayah tujuab migrasi
mereka. Lambat laun Anatolia menjadi wilayah yang sangat kental akan Turki dan sikuasai
penuh oleh kerajaan bangsa Turki. (Hardiansyah, 2016)

Masa Awal Kerajaan

Bangsa Turki Utsmani adalah suku bangsa pengembara yang berasal dari Kayi. Saat
terjadi penyerangan bangsa Mongol terhadap dunia Islam, suku Kayi ini berusaha
menyelamatkan diri dan lari ke arah barat dengan dipimpin oleh kepala sukunya, Sulaiman Syah.5
Dia meminta perlindungan kepada Jalaluddin, penguasa terakhir di Dinasti Khawarizm Syah,
yang saat itu berada di Transaksonia. Jalaluddin menyarankan agar Sulaiman Syah dan anggota
sukunya pergi kea rah barat menuju Asia Kecil. Mereka kemudian berangkat menuju Asia Kecil
dan menetap disana.

Saat serangan bangsa Mongol mereda, Sulaiman Syah berniat untuk kembali ke daerah
asalnya. Namunn, saat menyebrangi Sungai Eufrat ia terhanyut disebabkan air pasang yang
datang tiba-tiba. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1228.

Setelah kematian Sulaiman Syah, suku Kayi terpecah menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok yang ingin pulang ke daerah asalnya dan kelompok yang ingin meneruskan perjalanan
ke Asia Kecil. Kelompok yang kedua ini berjumlah 400 orang dengan dipimpin oleh Erthogrol,
putra Sulaiman Syah. Kelompok inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Turki
Utsmani.

Di tempat baru itu, mereka mengabdikan diri pada Sultan Alaiddin II, penguasa Turki
Saljuk yang pusat pemerintahannya berada di Kuiya, Anatolia, Asia Kecil. Ketika Turki Saljuk
berhadapan dengan Romawi Timur (Bizantium), suku Kayi yang dipimpin oleh Erthogrol
memiliki peran yang sangat besar untuk mengalahkan Romawi Timur sehingga Sultan Alauidin
II merasa gembira dan memberikan hadiah kepada Erthogrol sebuah wilayah yang berbatasan
dengan Bizantium. Kemudian, Erthogrol dan anggota sukunya membangun tanah yang

5
Ali Muhammad ash-Shalani, Op.Cit. ,hlm. 13
7
dihadiahkan tersebut dengan terus berusaha memperluas wilayahnya dengan cara merebut dan
merongrong wilayah Bizantium yang berbatasan dengan wilayahnya. Erthogrol kemudian
menjadikan Sogud sebagai pusat pemerintahannya.6

Setelah kematiana Erthogrol pada tahun 1228, Utsman, putra Erthogrol, menggatikan
posisi ayahnya sebagai pemimpin suku, serelah mendapatkan persetujuan dari Sultan Alauddin II.
Tak hanya itu, Sultan Alauddin II banyak memberikan keistimewaan kepada Utsman, di
antaranya diangkat menjadi gubernur dengan mendapatkan gelar Bey di belakang namanya,
diperbolehkan mencetak uang sendiri, dan didoakan dalam khutbah Jumat.

Di lain pihak, bangsa Mongol terus melanjutkan serangannyake wilayah lain , termasuk
wilayah kekuasaan Turki Saljuk. Sebagai penguasa Turki Saljuk, Sultan Alauddin II tidak dapat
mempertahankan kekuasaannya dari serangan bangsa Mongol, bahkan akhirnya ia terbunuh
dalam peristiwa penyerangan tersebut. Dalam keadaan vacuum of power itulah Utsman
menyatakan kedaulatannya dari Turki Saljuk dan bertahan melawan serangan bangsa Mongol.

Bekas wilayah Turki Saljuk dijadikan kekuasaannya, sedangkan para penguasa Turki
Saljuk yang selamat dari serangan bangsa Mongol bersepakat untuk mengangkatnya menjadi
pemimpin mereka. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1300 inilah tonggak awal berdirinya
kerajaan Turki Utsmani yang usianya terbentang hingga lebih dari tujuh abad berikutnya dengan
dipimpin oleh para sultan yang silih berganti menduduki tampuk kekuasaan.

Sultan-sultan yang pernah memimpin kereajaan Turki Utsmani seluruhnya berjumlah 38


orang. Diawali oleh Utsman dan berakhir pada masa pemerintahan Abdul Majid II. Pemerintahan
para sultan yang berjumlah 38 orang tersebut dapat dikategorikan berdasarkan periodesasi dan
dinamika Kerajaan Turki Utmani. Dengan merujuk pada buku yang ditulis oleh Dr. Syafiq A.
Mughni, maka periodisasi pemerintahan para sultan Turki Utsmani adalah sebagai berikut:

a. Periode pertama (1300-1402)


Periode ini adalah awal dari berdirinya Kerajaan Turki Utsmani, ekspansi yang pertama
hingga kehancuran sementara akibat serangan Timur Lank. Sultan-sultan yang
memerintah pada periode ini antara lain:

6
Syafiq A. Mughni, Op. Cit., hlm. 52
8
1. Utsman (1300-1326)
2. Orkhan (1326-1359)
3. Murad I (1359-1389)
4. Bayazid I (1389-1402)
b. Periode kedua
Periode kedua ini ditandai adanya restorasi di interal Kerajaan Turki Utsmani dan
pertumbuhan yang cepat hingga berhasil melakukan ekspansi yang terbesar. Sultan-sultan
yang berada pada periode ini antara lain:

1. Muhammad I (1403-1421)
2. Murad II (1421-1451)
3. Muhammad II (1451-1481)
4. Bayazid II (1481-1512)
5. Salim I (1512-1520)
6. Sulaiman I (1520-1699)

c. Periode ketiga (1566-1699)

Periode ini ditandai dengan kemampuan Kerajaan Turki Utmani untuk mempertahankan
wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Setelah itu terjadi lemunduran yang cukup
mencolok. Beberapa sultan yang memimpin pemerintahan pada periode ini antara lain:

1. Selim II (1566-1573)
2. Murad III (1573-1596)
3. Muhammad III (1596-1603)
4. Ahmad I (1603-1617)
5. Mustafa I (1617-1618)
6. Utsman II (1618-1622)
7. Mustafa I (1622-1623)
8. Murad IV (1623-1640)
9. Ibrahim I (1640-1648)
9
10. Muhammad IV (1648-1687)
11. Sulaiman II (1687-1691)
12. Ahmad II (1691-1695)
13. Mustafa II (1695-1703)

d. Periode keempat (1703-1839)

Periode ini ditandai dengan melemahnya kekuatan Kerajaan Turki Utsmani dan
terpecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai
berikut:
1. Ahmad III (1703-1730)
2. Mahmud I (1730-1754)
3. Utsman III (1754-1757)
4. Mustafa III (1757-1774)
5. Abdul Hamid I (1774-1789)
6. Salim III (1789-1807)
7. Mustafa IV (1807-1808)
8. Mahmud II (1808-1939)7

e. Periode kelima (1839-1924)


Pada periode yang terakhir ini Kerajaan Turki Utsmani mengalami kebangkitan kultural
dan administrative. Pengaruh Barat juga tampak memengaruhi pemerintahan. Sultan-
sultan yang memimpin pada periode ini antara lain:

1. Abdul Majid I (1839-1861)


2. Abdul Aziz (1861-1876)
3. Murad V (1876-1976)
4. Abdul Hamid II (1876-1909)
5. M uhamad V (1909-1918)
6. Muhammad VI (1918-1922)

7
Ibid., hlm. 64
10
7. Abdul Majid II (1922-1924)8

Dari nama-nama yang disebutkan dapat diketahui bahwa Sultan Abdul Hamid II
merupakan sultan yang memerintah pada periode akhir (kelima) dari Pemerintahan Turki
Utsmani. Setelah sultan Abdul Hamid II terguling dari kekuasaannya, tiga sultan
setelahnya tidak lagi memegang kekuasaan secara de facto, karena kekuasaan
dikendalikan oleh orang-orang penguasa Turki Utsmani yang terakhir, Abdul Majid II
tidak memiliki gelar sultan dan hanya bergelar khalifah. Akhirnya, pada tahun 1924
Kekhalifahan Turki Utsmani dihapuskan oleh Mustafa Kemal Atatturk dan berganti
menjadi Negara nasional Republik Turki. 9

Masa Kemunduran Hingga Keruntuhan Khilafah


Di bawah pijakan kekuasan yang dipimpin oleh Sultan Selim II (1566-1574),
pemerintahan Turki Utsmani tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak efektif lagi.
Sultan Selim II tidak memiliki kemampuan yang baik untuk melanjutkan penaklukan-
penaklukan dan ekspansi wilayah sebagaimana ayahnya Sultan Selim I. Dia lebih banyak
menghabiskan waktunya di dalam Istana Topkapi.10 Berbeda dengan ayahnya yang
seringkali memimpin langsung agenda-agenda penaklukkan. Oleh sebab itu, tidak
mengherankan jika banyak sejarawan yang menyebytkan bahwa pada masa Sultan Selim
II –lah awal mula dari masa kemunduran Turki Utsmani.11 (Hardiansyah, Jejak
Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara, 2017) Hal ini ditandai dengan melemahnya
semangat pejuangan prajurit Utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam
pertempuran dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Pada tahun 1663, tentara Turki Utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan
Hongaria. Tahun 1676 Turki kalah dalam pertempuran di Mokehez, Hungaria, dan
dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699, yang berisi pernyataan
bahwa seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar wilayah Slovenia dan Croasia kepada

8
Ibid., him. 66
9
Deden A. Herdiansyah, Di Baik Runtuhnya Turki Utsmani, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 27.
10
John Freely, Istambul Kota Kekaisaran (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2012), hlm 260.
11
Deden A. Herdiansyah, Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2017), hlm.
35.
11
penguasa Uenetia. Kemudian tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid, terpaksa
menandatangani perjanjian dengan Rusia, yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia
dan penyerahan banteng-benteng pertahanan di Laut HItam, serta memberikan izin
kepada Rusia untuk melintasi selat antara Laut Hitam dan Laut Putih.

Pada tahun 1772 Mamalik berhasil menguasai Mesir kembali, Syiria dan Lebanon
memberontak dipimpin oleh Druz dan Fahruddin. Di Arabia, timbul gerakan pemurnian
Muhammad ibnu Abdul Wahab bergabung dengan kekuatan Ibnu Saud, yang berhasil
memperluas wilayah kekuasaan di sekitar Jazirah Arab. Pada perang dunia 1 tahun 1918,
Turki bergabung dengan Jerman dan mengalami kekalahan, sehingga harus
menyerahkan semua wilayahnya kepada pemenang perang. Yunani, hendak menjajah,
namun Mustafa Kemal Attaturk berhasil mengusirnya dan membentuk Negara Republik
Turki (1924) serta menghapuskan kekhilafahan Islamiyah Turki Utsmani.

Faktor Internal dan Eksternal K eruntuhan Turki Ustmani

A. Faktor Internal

1. Luasnya wilayah kekuasaan.12


Seperti yang banyak diketahui Dinasti Turki Ustmani memang menguasai banyak
wilayah, diantaranya seperti negara-negara Arab, daerah antara Kaukasus dan Kota
Wina, daerah-daerah disekitar laut Tengah dan masih banyak yang lainnya. (Thohir,
2004) Di kawasan Afrika Utara, kekuasaan Turki sejak abd ke 17 M menurun drastis.
Kekuasaan Turki terhadap Provinsi di kawasan itu hampir hilang karena gubernur-
gubernurnya banyak yang bertindak lebih otonom, bahkan Syiria dan Mesri berani
menentang. (Kusdiana, 2017) Kemudian, pada tahun 1807 M orang-orang Kristen di
daerah Serbia mulai memberontak dan akhirnya mereka menguasai seluruh daerah itu.13
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang amat luas wilayhnya sangat
rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan Turki Ustmani tidak beres.
Dipihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas,
sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa. (Yatim,

12
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
191.
13
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.146.
12
2014)Hal ini banyak menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk
membangun negara.14

2. Kemunduran Politik pemerintahan


Sultanah atau harem mulia memegang peranan yang menentukan dalam
pemerintahan Kerajaan Turki Usmani lebih kurang selama delapan puluh tahun, yaitu
sejak Sultan Murad III sampai masa Sultan Muhammad IV atau tepatnya sejak tahun
1656 M para sultan sepenuhnya ada di bawah dominasi para sultanah atau harem.
Mereka sangat melemahkan Kerajaan Turki Ustmani karena kehadirannya sering
menjdai salah satu sumber fitnah dan konflik dalam kerajaan Turki Ustmani, seperti
Sulthan Ibrahim I yang diberontak dan dibunuh tentara Jennisari karena perintah dan
hasutan sultanah. Dismaping itu, diantara mereka memiliki ayah yang masih menjadi
pangeran yang beragama kristen maka keberadaannya telah menjadi sumber inteligen
Barat dalam mencari rahasia kelemahan-kelemahan Kerajaan Turki Ustmani.15

3. Kehidupan penguasa yang bermegahan.16


Ustmani telah melepaskan kekuasaan propinsi kepada pejabat-pejabat propinsial
masing-masing. Beberapa gubernur dan tentara proposional dan pihak lainnya
mengambil alih kekuasaan lokal. Para administrator yudisial dan finansial mendapatkan
pengecualian yang berlaku khusus pada rentangan abad tujuhbelas, dan mereka
menyelewengkan keuangan dan institusi administratif untuk kepentingan pribadi.
Mereka memindahkan pajak pertanian kepada kalangan pejabat (malikane) dan akhirnya
dijadikan sebagai milik pribadi, menyelewengkan pendapatan negara, dan membentuk
angkatan bersenjata pribadi yang direkrut dari mantan jennisari, mendemobilisasikan
prajurit dan bandit. Jennisari yang tengah bekerja pada para gubernur segera membentuk
sebuah kelas ekspoitatif yang hidup dari pendapatan pajak yang ilegal. (Lapidus, 2000)

14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 167.

15
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.150.
16
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
191.
13
Bebrapa kelompok yang menjadi rival bagi Jennisari, prajurit non-reguler, para
pemberontak, dan para bandit memungut pajak sendiri secara ilegal.17

Para penguasa kerajaan Turki Ustmani mengubah pola hidup mereka yang
cenderung mengikuti kehidupan Barat dan meninggalkan nilai-nilai Islam. Mereka
menghambur-hamburkan kekayaan negara dengan berbagai macam kesenangan dan
kemaksiatan.18

4. Merosotnya perekonomian negara.19


Kerajaan Turki Ustmani sampai abad ke-19 M masih tetap bertumpu pada pola-
pola perdagangan dan pertanian yang masih bersifat tradisional. Di Kerajaan Turki
Ustmani tidak ada revolusi industri, tidak ada pabrik besar sebagaimana di Barat.
Dengan demikian, tidak mengherankan apabila penghasilan negara tidak banyak
bertambah, sementara biaya perang pada abad ke-18 M dan ke-19 M sangat meningkat.
Sebagai jalan keluarnya, pemerintahan mencetak uang. Kebijakan ini tentu saja beresiko
menimbulkan inflasi. Sebagai perbandingan, penghasilan pajak pada masa Sulthan
Sulaiman al-Qanuni adalah 537 juta asper yang sebanding dengan 10 juta keping emas,
menurun 503 juta asper yang sebanding dengan 4 juta keping emas pada tahun 1635 M.
langkah berikutnya adalah menaikan pajak. Akibatnya, masyarakat menjadi resah.
Keadaan ini membuat mereka berpotensi untuk memberontak. Di samping itu, inflasi
sangat memberatkan para pegawai yang penghasilan tetap, termasuk tentara Jenniseri.
Untuk mengatasi mereka diperbolehkan berdagang, tetapi menjadi pedagang yang
berstatus istimewa karena mereka bebas pajak dalam segala urusan hanya tunduk kepada
perwira istana. Kondisi ini tentu merugikan pedagang lainnya dan merusak disiplin
militer Kerajaan Turki Usrmani.20

17
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.519.
18
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
191.
19
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
191-192
20
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.151-152.
14
5. Kelemahan para penguasa.21
Gejala awal kemunduran Turki Ustmani mulai tampak sejak akhir abad ke-16 M
yang ditandai dengan kelemahan para sultan dalam mengendalikan negara. Sepeninggal
Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Turki Ustmani telah jatuh ke tangan sultan-sultan yang
lemah. Sultan Salim II yang merupakan pengganti langsung dari Sultan Al-Qanuni
adalah figur yang lemah. Ia adalah tipe sultan kerajaan Turki Ustmani yang tidak disukai
rakyatnya. Karena pemabuk, ia menyerahkan semua urusan negara kepada Menteri
Besar Sokoli.22
Perubahan ini bermula dari kemerosotan kapasitas pejabat-pejabat negara pusat.
Penglepasan sejumlah sulthan secara langsung dari beberapa urusan kenegaraan,
kebiasan para pangeran muda yang terbelenggu kepada harem23 dan yang menghalangi
mereka dari keterlibatan secara aktif dalam jabatan kemiliteran dan administratif,
menghilangkan serangkaian generasi pangeran dari kegiatan pendidikan dan pengalaman
yang memadai. Para sulthan Ustmani abad tujuhbelas tidak memiliki ketajaman
penglihatan terhadap realitas dunia politik dibalik intrik harem. Akibatnya, berkuasalah
para sultan yang tidak cakap dan terbentuknya sebuah otoritas yang menurun secara
drastis.24

6. Pemberontakan tentara Jenissari.25


Demoralisasi Jennisari sebagian disebabkan oleh monopoli kekuasaan negara yang
tercapai melalui pengukuhan kaum budak pada abad enambelas dan sebagian
disebabkan karena merosotnya penghasilan. Semenjak Ustmani menghentikan kegiatan
ekspansi, maka imperium tersebut juga tidak menghasilkan harta rampasan.lantaran gaji
militer dan pegawai tidak memadai memaksa mereka mengambil beberapa tanah
propinsial dan menyelewengkan pengahasilan negara untuk kepentingan pribadi mereka.
Jennisari juga melibatkan diri di dalam kegiatan perdagangan dan kerajinan untuk
menyokong penghasilan mereka, mereka kemudian menikah dan membina rumah

21
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam, (Jakarta Rajawali Pers, 2014), hlm. 167.
22
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.145.
23
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.515.
24
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.515.
25
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ,( Jakarta,Rajawali Pers,2014), hlm. 168.
15
tangga, selanjutnya mempromosikan anak-anak mereka ke dalam pasukan militer.
kedisiplinan merosot hingga menimbulkan sejumlah kerusuhan di tahun 1622-1631.26
Tentara Jenniseri melakukan pemberontakan karena adanya hasutan dari lawan
penguasanya, seperti yang dilakukan terhadap Sulthan Ahmad III. Mereka juga
melakukan pemberontakan terhadap kerajaan karena ketidaksetujuan terhadap kebijakan
militer sulthan, seperti kegiatan pemberontakan yang telah dilakukannya terhadap Sultan
Mahmud II. Pemberontakan yang mereka lakukan menjadi lebih berbahaya karena
didukung tarekat Bektasyi yang sangat besar pengaruhnya di masyarakat. Namun,
pemberontakan ini dapat dihancurkan oleh sulthan, kemudian Jenniseri dibubarkan dan
tarekat Bektasyi dinyatakan sebagai tarekat terlarang.27
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.28
Perlu diketahui bahwa dunia Islam sejak abad ke-14 sampai ke-19 M mengalami
kebekuan total dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada masa itu tidak ada lagi
ilmuan dan ahli filsafat sebesar Al-Fargani, Ibnu Haitam, Abu Bakar Zakaria, Ar-Razi,
Al-Biruni, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Tegasnya ilmu pengetahuan dan filsafat di dunia
Islam telah mati. Karya-karya besar dari sarjana terdahulu bukan hanya tidak ada
penerusnya melainkan juga tidak dipelihara sama sekali. Kebekuan dibidang ilmu
pengetahuan ini mengakibatkan kebekuan dibidang-bidang lainnya.29

B. Faktor Eksternal

1. Timbulnya gerakan nasionalisme.


Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki Ustmani selama berkuasa, mulai
menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kekuasaan Turki atas mereka bermula dari
penaklukan dan penyerbuan.meskipun Turki telah berbuat sebaik mungkin kepada pihak
yang dikuasai, mereka beranggapan bahwa Turki adalah orang asing yang menaklukan

26
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.516.
27
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.153-154.
28
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam ,(Jakarta,Rajawali Pers,2014), hlm. 168.
29
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.148.
16
mereka. Maka ketika mereka mendapat kesempatan disaat melemahnya Turki,mereka
bangkit untuk melepaskan diri dari cengkraman kerajaan tersebut.30

Daerah Timur Tengah mencoba bangkit memberontak. Di Mesir, kelemahan-


kelemahan kerajaan Ustmani membuat Mamalik bangkit kembali. Dibawah
kepemimipinan Ali Bey, pada tahun 1770 m, Mamalik kembali berkuasa di Mesir,
sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M. di Libanon dan
Syria,Fakhr Al-Din, seorang pemimpin merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus.
Fakh Al-Din baru menyerah tahun 1635 M. Di Persia, Kerajaan Safawi ketika masih
jaya beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang. Sementara itu, di Arabia bangkit
kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd Al- Wahhab
yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka
berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah arab dan sekitarnya di awal paroh kedua
abad ke-18 M. dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
Kerajaan Ustmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan saja terjadi di
daerah-daerah yang tidak beragama Islam, tetapi juga di daerah-daerah yang
berpenduduk Muslim. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut dan bahkan menjadi
lebih keras pada masa-masa sesduahnya, yaitu abad ke-19 dan ke-20 M.31

2. Terjadinya Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan ekonomi di Barat.


Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan akan menyebabkan kemajuan dalam
bidang tekonologi. Kemajuan teknologi akan mengakibatkan kemajuan bidang ekonomi.
Selanjutnya, kemajuan dalam bidang ekonomi memberikan pengaruh dalam bidang
politi, jelasnya, kekuatan ilmu, teknologi, ekonomi, dan politik adalah faktor-faktor yang
sangat menentukan bagi kekuatan militer. Inilah yang terjadi di dunia Kristen.
Sementara yang terjadi di dunia islam adalah kebalikannya. 32

Saat dunia islam sedang mengalami kebekuan dalam bidang ilmu filsafat di eropa
adalah sebaliknya. Mereka memungut ilmu ilmu dan filsafat yang telah dibuang dan
diharamkan dunia Islam. Kemudian, terjadilah revolusi ilmu dan filsafat. Lahirlah

30
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
192.
31
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam ,(Jakarta,Rajawali Pers,2014), hlm. 166.
32
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.147.
17
ilmuwan dibidang ilmu alam dan astronomi, mulai Copernicus (1545 M), Kepler,
F.Bacon (1626 M), Galileo (1642 M) sampai Newton dan Neil Bocher. Demikian pula,
dalam bidang filsafat, Barat maju dengan pesat. Aliran-aliran rasionalisme, empirisme,
positivisme hingga marxizme jelas mempunyai dampak kuat pada ekonomi. Dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, mereka banyak menemukan
daerah-daerah baru yang dapat menopang perekonomiannya.33

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi juga, mereka menemukan jalan ke Asia
Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Dengan demikian, mereka tidak hanya mampu
menembus kepentingan ekonomi kerajaan, tetapi lebih dari itu, mereka mengepun pusat
kekuasaan dunia islam. Selanjutnya, daerah-daerah baru itu mereka jadikan sumber
bahan baku dan pasar bahan produksi. Hal itu lebih pesat lagi setelah ditemukan tenaga
uap sebagai energi pengganti manusia dan binatang. Oleh karena itu, terjadilah revolusi
industri yang merupakan puncak kemajuan ekonomi Eropa pada abad ke-18 m. semua
kemajuan yang diperoleh bangsa Eropa telah melumpuhkan kekuatan ekonomi dunia
Islam termasuk turki.34

Pengembangan sarana tentara Barat juga pada abad ke-17 M sudah menggunakan
kapal-kapal besar dan senjata-senjata terbaru sangat berbanding terbalik dengan keadaan
militer tentara Islam yang pada saat itu sudah jauh ketinggalan dibandingkan dengan
tentara dari negara-negara di Eropa. Walaupun kerajaan Turki Ustmani juga sudah
berusaha mengimbanginya dengan mempergunakan tenag-tenaga ahli militer dari Barat,
tetapi usaha yang dilakukannya tidak bisa mengimbangi perkembangan yang terjadi di
Barat. Hal tersebut lah yang menjadi salah satu alasan terjadinya kemunduran Islam,
karena saat terjadinya peperangan atau perlawanan dari Barat ke Islam banyak terjadi
kekelahan.

Benturan-benturan antara kerajaan Islam dan kekuatan eropa itu menyadarkan


umat Islam bahwa mereka memang sudah jauh tertinggal di eropa. Kesadaran itulah
yang menyebabkan umat Islam di masa modern terpaksa harus banyak belajar dari
eropa. Perimbangan kekuatan antara umat islam dan eropa berubah dengan cepat.

33
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.148.
34
Ading Kusdiana, Sejarah &Kebudayaan Islam, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2017), hlm.148-149.
18
Diantara kemajuan eropa dan kemunduran Islam terbentang jurang yang sangat lebar
dan dalam. Dalam perkembanga berikutnya, daerah-daerah islam hampir seluruhnya
berada di bawah kekuasaan bangsa Eropa.35

Peradaban Islam Turki Modern Westrenisasi hingga Sekularisasi


Setelah merebut Konstatinopel tahun1453, Turki muncul menjadi Negara besar
yang terorganisasi, hirarkis dan efesien, yang kemakmuran dan kebudayaannya
menyaingi Abbasiyah. Kombinasi dari pejabat yang berkualitas tinggi serta angkatan
perang yang terlatih dan disiplin, Turki berhasil menguasai wilayah terbentang dari
Donou sampai ke Teluk Persia, dan dari padang rumput Ukraina sampai ke garis di balik
utara Mesir hulu. Termasuk kekuasan Turki, wilayah di sepanjang rute penting dalam
perdagangan laut, yang meliputi Meditterania, Laut Hitam, Laut Merah, dan bagian-
bagian Samudera Hindia. (Ali Sodiqin, 2018) Dengan ibu kota kerajaan di Istambul,
sebutan baru Konstatinopel, penduduk Turki kala itu tersebar dalam 20 ras dan bangsa
tidak kurang dari 50 juta orang.36 Selama dua abad Turki menjadi ancaman bagi Kristen
Eropa. Namun, kekalahan laut Turki di Lepanto tahun1571 dan kegagalan dalam
penaklukan Wina tahun 1683, merupakan titik balik yang dianggap sebagai kemenangan
Kristen Eropa melawan (Muslim) Turki. Kekalahan tersebut menunjukkan kelemahan
angkatan perang dan kemerosotan Turki, sekaligus menandai pergeseran kekuasaan ke
tangan Eropa. “Bencana Eropa” segera berubah menajadi “Orang Sakit Eropa”.37

a. Pembaruan awal
Sadrazam atau Wazir agung merupakan figure kunci dalam pembaruan.
Pandangan ereka menggangap bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut
persoalan teknis dan militer. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari Eropa,
terutama dari Prancis, merupakan jalan keluar dari keterbelakangan Turki. Para pemuda
berbakat dikirimkan belajar ke Eropa, duta-duta diutus ke sana dengan intruksi
mengunjungi pabrik, banteng pertahanan, dan institusi-institusi lainnya serta memberi
laporan. Pendekatan ini dapat dilihat pada kebijakan Wazir Agung seperti Husein
35
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam ,(Jakarta,Rajawali Pers,2014), hlm. 171.
36
George Lenczonwski, Timur Tengah di Kancah Dunia, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), hlm. 1-3
37
Ibid, hlm. 54
19
Koprulu (1644-1702), Damad Ibrahim (1719-1730) dan Mahmud Ragib pada
pertengahan abad.38

Selain itu, para ahli Eropa juga diundang ke Turki guna mempercepat pembaruan.
De Reochefort, seorang perwira Prancis, dipercaya melatih tentara Turki dalam ilmu
militer modern tahun 1717 dibentuk korps artileri. Tahun 1719, Comte de Bonneval atau
Humbaraci Pasha dan asistennya, Macharty, dan Ramsay, diserahi tugas melatih tantara
Turki menggunakan persenjataan modern. Sekolah Teknik Militer dibuka tahun 1734.
Seluruh badan penerjemahan dibenruk tahun 1717 dibawah pimpinan Ibrahim Mufarika.
Disamping menerjemahkan buku-buku Barat kedalam bahasa Turki, ia pun mengarang
buku-buku yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan serta kemajuan teknik
Eropa dan Rusia. Percetakan pertama di Turki didirikan tahun 1727, menerbitan buku-
buku matematika, astronomi, kedokteran, sejarah, disamping buku-buku agama, dengan
perlindungan pemerintah.

b. Orde baru (Nijam-i-Jedid)


Pembaruan dalam bidang lebih luas dilakukan oleh Sultan Salim III, yang
memerintah antara tahun 1789-1807. Salim berusaha melampaui inovasi militer dan
teknik-teknik modern dengan pembaharuan yang lebih fundamental di bidang politik,
sosial, ekonomi, dan hukum. Meskipun ia gagal dalam banyak hal, namun upaya-upaya
pembaharuannya menimbulkan periode Nijami-jedid (Orde Baru) dan meletakan dasar
pembaruan Turki Modern.

Program pemaruan Salim yang paling serius adalah bidang militer. Salim berusaha
meningkatkan kemampua Jenisserry dengan mengharuskan mereka mengikuti
pendidikan dan pelatihan terprogram dibawah instuktur Prancis. Hak istimewa menjadi
Jenisserry secara turun temurun dihapuskan dan diganti dengan keharusan mengikuti
proses seleksi berdasarkan ukuran professional. Sekarang Jenisserry dituntut menguasai
strategi dan teknologi modern. Jenisserry dilarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan non
militer seperti masa lalu.

38
Voll, Politik Islam, hlm. 67.
20
Tahun 1826, Mahmud II membentuk satu korp tentara baru di luar Jenisserry.
Mahmud menggunakan instuktur militer yang dikirim Muhammad Ali dari Mesir, bukan
instruktur Eropa, guna menghindari reaksi ulama. Para perwiratinngi Jenisserry
menyetujui pembentukan korp tersebut namun perwira dibawahnya menolak dan
menyatakan pemberontakan. Mahmud kemudian memerintahkan tentara baru untuk
memadamkan pemberontakan dan meyatakan pembubaran Jenisserry.

Pembubaran Jenissery dalam pandangan ulama konservatif, merupakan tamparan


serius terhadap peran mereka di kerajaan Turi. Pembubaran itu berarti tidak ada lagi
kekuatan militer yang dapat membantu interes-interes ulama. Tak hanya membubarkan
militer, Mahmud pun manghapuskan tradisi protokoler kerajaan dan mengubah pakaian
kebesaran tradisional dengan stelan ala Barat, menghapus jabatan Wazir Agung,
menggantinya dengan Perdana Menteri. Dalam sistem perundangan dibagi menjadi dua,
hukum syariah dan hukum sekuler. Hukum syariah sebagian besar mengangkut masalah-
masalah keluarga (perkawinan, perceraian, dan waris), dan bidang kehidupa lain diatur
oleh hukum sekuler.

c. Tanzimat (Reorganisasi)
Periode setelah kematian Mahmud II sering disebut dengan era “Tanzimat” atau
“reorganisasi”. Secara makna umum, Tanzimat berarti usaha-usaha untuk memperbaiki
sruktrur kehidupan umum dan menciptakan sentralisasi pemerintahan yang efektif. Era
Tanzimat berlangsung saat era semakin ikut campur dalam persoalan-persoalan negeri
Turki.

Abdul Majid yang menggantikan posisi Mahmud II, tahun 1839 . pembaharuan
yang berusaha memperkuat dan memodernisasi kerajaan, dilaksanakan dibawah
pimpinan Perdana Menteri Rasyid Pasha. Abdul Majid mengumumkan pengumuman
piagam Hatt-i Sherif Gulhane (Charter Of Liberties) tahun 1939, sebagai dasar
pembaharuan di bidang administrasi, perpajakan, hukum, pendidikan, kaum minoritas,
dan militer. Konsekuensi dari pemerintah sentralisasi, masyarakat diorganisasikan
melalui penghapusan system millet tradisional. Seama pemerintahan Abdul Majid
lembaga-lembaga Isam terdesak oleh lembaga baru sejenis. Lembaga keagamaan

21
sepenuhnya dibawah kendai birokrasi. Meski Syeikh al-Islam dipertahankan, tapi
kedudukannya dipegang oleh ulama yang tingkatannya lebih rendah.

Kondisi Politik Akhir Abad 19 M

1. Wilayah Geografis

Dalam perjalanan sejarah poitik Islam, usia kekuasaan Turki Utsmani merupakan
yang terpanjang. Terbentang mulai abad 14 (1300) hingga awal abad ke-20 (1924).
Selama lebih dari tujuh abad itu, Turki Utsmani mampu meluaskan wilayahnya mulai
dari Asia Kecil, Afrika Utara, hingga Eropa bagian tenggara.39 Oleh karena itu, elemen
masyarakatnya pun terdiri dari multi-etnis, mulri-ras, multi-agama, dan multi-bahasa.
Ada banyak etnis yang tersebar di seluruh wilayah Turki Utsmani, di antaranya: Turki,
Yunani, Slav, Albania, Hungaria, dan Arab.

Sejak penakklukan Konstantinopen oleh Sultan Muhammad al-Fatih pada tahun


1453 hingga masa kejayaannya, Turki Utsmani menjadi sebuah kekuatan politik yang
terkuat dan terbesar di dunia. Dia juga memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas,

39
Syafiq A. Mughni, Op. Cit., hlm. 53
22
terdiri dari 32 provinsi dan beberapa Negara vassal. Di Eropa, wilayah territorial Turki
Utsmani meliputi Semenanjung Bulkan di bagian selatan Sungai Danube dan Sava, serta
daratan tengah Hungaria hingga ke utara. Ditambah lagi dengan tunduknya beberapa
kerajaan, seperti Kerajaan Translyvania, Wallachia, Moldavia, dan Crime yang terletak
antara Hungaria dan Laut Hitam. Kerajaan-kerajaan tersebut membuktikan
ketundukannya dengan membayar upeti kepada Pemerintahan Turki Utsmani.

Di Asia, kekuasaannya terbentang mulai dari arah timur Bosphorus hingga


pegunungan yang berbatasan dengan Iran, dan di bagian selatan hingga bagian hulu dari
Teluk dan hingga ke Yaman di Barat Daya Semenanjung Arab. Di Afrika, tanah Turki
Utsmani terdiri dari bagia litoral Laut Merah, Mesir, dan semi otonomi pos terluar
Tripoli, Tunisia, dan Aljazair. Di wilayah Mediterania, Siprus, dan sebagian besar pulau-
pulau dari kepulauan Aegen juga dikuasai oleh Turki Utsmani.

Tentang populasi penduduknya, tidak ada estimasi yang benar-benar valid


verkaitan dengan jumlahna. Meski demikian, jumlahnya kerap ditetapkan berkaisaran
pada angka 25 juta; jumlah yang sedikit untuk wilayah yang sangat luas. Persebarannya
pun tidak merata. Sekitar 85 persen penduduknya berdominasi di pedesaan, sedangkan
15 persen lainnya tinggal di perkotaan. Dari sudut pandang regional. Balkan merupakan
wilayah yang paling padat dalam Kerajaan Turki Utsmani. Pada tahun 1850, Balkan
menyumbangkan setengah dari total populasi Turki Utsmani. Pada tahub 1906, ketika
banyak wilayah Balkan memisahkan diri dari Kerajaan Turki Utsmani, dan hanya
tersisia sedikit saja, populasi Balkan masih menyumbangkan seperempat dari
keseluruhan jumlah populasi di Turki Utsmani.

Turki Utsmani memiliki kekuatan politik supranasional atau multinasional yang


sangat besar dan tersusun dari unsur masyarakat yang heterogenitasnya tinggi. Dengan
luas wilayah kekuasaan dan sangat beragamnya masyarakat, tentu menjadi sebuah
tantangan besar bagi Kerajaan Turki Utsmani untuk memainkan perannya sebagai
penguasa yang berdaulat,. Bagaimanapun, bukah hal yang mudah untuk mengakomodasi
seluruh kepentingan dan keinginan dari masyarakat yang sangat beragam itu.

23
2. Hubungan politik luar negeri
Fatma Muge Gocek, menhungkapkan bahwa abad ke-18 M merupakan masa yang
menandai puncak dari Transformasi yang sangat cepat di dunia Barat.40 Revolusi ilmiah,
penemuan tanah baru, kekayaan alam yang terus menerus mengalir ke Eropa,
enlightenment, dan meningkatnya komunikasi antar Negara-negara Eropa benar-benar
telah membentuk sebuah barat yang baru. Barat yang sama sekali berbeda sengan Barat
pada abad-abad sebelumnya.

Sebelumnya, pada abad 16-17 M terjadi peningkatan konsolidasi kekuatan militer,


kekayaan materi, dan kemajuan ilmu pengetahuan di Negara-negara Eropa. Puncaknya,
pada abad 18 M, Barat mulai muncul sebagai kekuatan monolitik dan mempengaruhi
masyarakat non-Barat. Hubungan antara barat dengan masyarakat non-Barat kemudian
membentuk wawasan baru mengenai perbedaan budaya yang pada tingkat selabjutnya
mengarah pada transmisi dan difusi budaya pada masyarakat non-Barat.

Kemajuan Barat pada abad ke-18 M, mulai menarik perhatian masyarakat dan
Kerajaan Turki Ustmani karena pada saat yang sama Kerajaan Turki Utsmani mulai
kehilangan superrioriratsnya atas Barat. Kemudiaan kekalahan Turki Utsmani melawaan
Kerajaan Rusia dan Australia menyebabkan adanya perjanjian Carlowitz (1699), yang
merupakan perjanjian pertama yang memaksa Turki Utsmani untuk menyerahkan
control sebagian wilayahnya kepada Eropa. Hungaria dan Transylvania diserahkan
kepada Venesi; Podolya dan Ukraina Selatan diserahkan kepada Polandia; Azov dan
wilayah timur hingga Dnister diserahkan kepada Rusia. Dalam perjanjian ini pula sultan
mengakui kebebasan beragama umat Kristen di wilayahnya serta memungkinkan
intervensi kaisar Eropa untuk melindungi kepentingan umat Katolik.41 Dan juga
perjanjian Passowitz (1718). Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 21 Juli 1718.
Perjanjian ini kembali merugikan pihak Turki Utsmani dengan lepasnya Belgrade dan
Senendria, wilayah utara Timok dan Una ke tangan Imperium Habsburg; Sava dan Drina
ke tangan Austria. Dan Habsburg diperbolehkan membela kepentingan Katolik di

40
Fatma Muge Gocek, East Encounters West; France and the Ottoman Empire in the Eighteenth Century (New
Yoork: Oxford University Press, 1987), hlm. 3.
41
Syafiq A. Mughni, Op. Cit., hlm. 113
24
wilayah yuridiksi sultan.42 Perjanjian-perjanjiian tersebut menunjukkan bahwa
keunggulan militer Kerajaan Turki Utsmani tidak lagi dominan. Ditambah lagi
perjanjian Kucuk Kaynarca (1774), yang isinya memuat beberapa point mengenai
pemberian izin kepada Rusia untuk berlayar di Laut Hitam; izin untuk membuka
konsulat-konsulat di wilayah Turki Utsmani; dan kebebasan pedagang-pedagang Rusia
untuk membawa barang dagangannya di Turki Utsmani. Rusia juga diizinkan
membangun gereja ortodoks di Konstatinopel, dan rakyat Rusia diizinkan untuk
melakukan ziarah ke tempat-tampat suci. Hak pemerintah Rusia untuk campur tangan
dalam hal-hal yang berhubungan dengan gereja baru di Konstantinopel juga diakui.43
Perjanjian tersebuat tentu sangat merugikan pihak Turki Utsmani sekaligus sebagai
pengakuan terhadap superioritas peradaban Barat.

Demi mempertahankan batas-batas geografisnya, Kerajaan Turki Utsmani terpaksa


mengalihkan perhatiannya pada teknologi militer Barat. Kemudian diperkuat lagi
dengan membangun hubungan aliansi politik dengan Barat. Realisasi dari kedua wacana
tersebut diwujudkan dalam dua hal, yaitu reformasi militer yang menduplikasi Barat dan
pengiriman duta-duta Turki Utsmani untuk mengamati peradaban Barat, terutama pada
sektor-sektor yang penting. 44

Hubungan Turki Utsmani dan Barat semakin intensif pada masa pemerintahan
Sultan Salim III (1789-1807). Pemrakarsa perubahan-perubahan yang terjadi pada Turki
Utsmani mengarah pada proses Westrenisasi. Pada masa pemerintahannya, saluran-
saluran komunikasi dengan barat dibuka lebar-lebar, khususnya dengan Prancis. Hal ini
tidak bisa dipisahkan dari peribadi Sultan Salim III yang memang memiliki perhatian
besar terhadap Barat. Sebelum naik tahta, bahkan ia sudah berkorenpodensi dengan Raja
Prancis, Louis XVI, seseorang yang memang dikagumi sejak awal. Saat ia memimpin
Kerajaan Turki Utsmani, rekan-rekan dan pembantu-pembantunya yang memiliki
gagasan kebarat-baratan ditempatkan pada posisi-posisi penting dalam pemerintahan.

42
Ibid., hlm. 114.
43
A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, (Jakarta: Djambatan, 1994), hlm. 31.
44
Fatma Muge Gocek, Op. Cit., hlm. 4
25
Sultan Salim III kemudian meluncurkan program reformasi yang disebut Nizam-I
Cedid (Orde Baru)-istilah yang juga digunakan di Prancis pasca-Revolusi Prancis-
sebagai wujud konkret dari gagasan Baratnya. Dia juga mereformasi bidang mileter
yang di antara programnya adalah merekrut para perwira asing sebagai penasihat dan
instruktur kemiliteran Turki Utsmani. Seiring berjalannya waktu para perwira tersebut
pergaulannya meluas dan sampai hingga para pejabat Turki Utsmani.

Tahun 1865 mereka mendirikan sebuah organisasi rahasia di Paris yang diberi
nama Osmaniyah Muda/Turki Muda (Young Ottoman). Model gerakan ini mencontoh
partai revolusioner Italia yang terkenal dengan nama Carbonari. Gerakan ini juga
dianggap sebagai gerakan revolusioner yang bertujuan untuk mengawasi kekuasaan
sultan dan menuntut dibentuknya pemerintahan konstitusional.

3. Kondisi ekonomi
Ekonomi Turki Utsmani pada masa klasik (abad 16-18 M) berpusat pada konsep
kebutuhan dan didorong oleh tiga prinsip utama: provisionism, fiscalism, dan
tradisionalisme. Provisionism adalah kebijakan mempertahankan pasokan barang dan
jasa, hingga menjadi murah, berlimpah, dan berkualitas baik. Fiscalism adalah kebijakan
memaksimalkan income pembendarahan. Tradisionalisme adalah kecenderungan untuk
melestarikan untuk kondisi yang ada dan merujuk ke model masa lalu ketika perubahan
terjasi. Ketiga kebijakan tersebut menciptakan kerangka referensial dalam system
ekonomi Turki Utsmani.

Prinsi yang pertama adalah privisionism. Disebabkan kondisi ekonomi pada masa
awal berdirinya Turki Utsmani menunjukkan rendahnya produktivitas dan tingginya
biaya transportasi, Turki Utsmani membangun jaringan yang luas untuk produksi dan
pertukaran fasilitas dalam bidang pertanian, pertukangan, dan perdagangan. Pertanian
yang dikelola keluarga antara 60 hingga 150 hektar yang dianggap sebagai bentuk
kepemilikan tanah paling produktif dalam bidang pertanian. Pemerintah, sebagai pemilik
tanah, melindungi unit ini sehingga kepemilikan tidak akan terpecah menjadi unit yang
lebih kecil melalui pewarisan. Namun, kadang-kadang pemerintah memungkinkan
pemindahan tanah antar individu untuk mencegah potensi kemunduran dalam produksi.

26
Itu pun dibatasi hanya petani dari desa terpencil dan tanah yang tidak tergarap karena
ditinggal petaninya.

4. Kondisi kebudayaan
Dalam segi kebudayaan, masyarakat Turki Utsmanu memiliki coraj yang sangat
beragam. Bahasa yang digunakan pun berbeda-beda. Bahkan, tidak ada satu provinsi
dari Turki Utsmani yang memiliki bahasa tunggal. Di Semenanjung Balkan, masyarakat
Turki Utsmani berbicara dengan bahasa Slav, Yunani, dan Albania. Di Anatolia, sebagia
besar masyarakat berbahasa Turki, dan yang lainnya berbahasa Yunani dan Armenia. Di
daerah timur dan tenggaranya berbahasa Kurdi. Di wilayah Syiria, Irak, Arab, Mesir,
dan Afrika Utara sebagian besarnya berbahasa Arab.

Di bidang pendidikan, masyarakat tradisional Turki Utsmani memahami bila


pendidikan merupakan gerbang awal dan utama untuk memperdalam persoalan agama
dan dapat diperoleh d sekolah-sekolah yang disebut madrase (madrasah). Namun,
seiringnya zaman dan seringnya beriteraksi dengan Barat, sekolah-sekolah sekuler ada
abad ke 17 sudah mulai didirikan. Kemudian, dilanjutkan pada periode Tanzhimat dan
periode-periode setelahnya yang bisa dianggap sebagai upaya konkret untuk
memperbarui system pendidikan; meningkatkan jumlah masyarakat yang melek huruf;
serta mendidik para pelajar di bidang kemiliteran, kedokteran, teknik dan pendidikan.

Pada masa pemerintahan Sultan Mahmudd II (1784-1839), para orang tua tidak
antusias lagi dalam memasukan anaknya ke madrasah, sehingga angka buta huruf di
Turki semakin menungkat. Kemudian madrase juga dianggap tidak efektif karena hanya
mengajarkan pengetahuan agama dan tidak mengajarkan pengetahuan umum. Di sisi
lain, untuk mengubah kurikulum madrase agar dapar menyesuaikan dengan tuntuan
zaman dianggap cukup sulit. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut Sultan
Mahmud II mendirikan sekolah-sekolah umum, diantaranya Mekteb-i Ma’arif (Sekolah
Pengetahuan Umum), dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Siswa untuk
kedua sekolah tersebut dipilih dari lulusan medrese yang bermutu tinggi. Kurikulum
pada kedua sekolah tersebut meliputi bahasa Prancis, ilmu bumi, ilmu ukut, sejarah,

27
ilmu politik, dan bahasa Arab. Sekolah yang pertama mendidik siswanya untuk menjadi
pegawai administrasi, sedangkan sekolah yang kedua meyiapkan para penerjemah untuk
kepentingan pemerintah.45

Selain itu, sultan Mahmud II mendirika Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah
Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan, tahun 1838, Sekolah Kedokteran dan
Pembedahkan dijadikan menjadi satu. Bahasa pengantar yang dipakai ialah bahasa
Prancis. Di Sekolah tersebut, selain membahas ilmu kedokteran, adapula buku-buku
ynag membahas ilmu alam, filsafat, dan lain-lain yang bercorak Barat.46 Dari buku-buku
tersebut para siswa memperoleh ide-ide, gagasan, pemikiran, dan ideologi Barat. Lambat
laut mereka terpengaruh oleh ide-ide Barat tersebut, bahkan sebagiannnya menjadi
penganutnya yang fanatic.

Sultan Mahmud II juga memprakarsai pembangunan sekolah-sekolah Rusdiye,


yaitu sekolah sekuler untuk anak-anak yang berusia 10-15 tahun yang sudah lulus dari
mekteb, sekolah dasar tradisional tempat anak-anak menghafal Al-Quran dan terkadang
membaca dan menulis. Pada tahun 1869 terdapat regulasi yang cukup penting pada
pendidikan di Turki Utsmani. Regulasi ini berdasarkan nasihat dari Kementrian
Pendidikan Perancis.

5. Bidang keagamaan
Dalam bidang agama, Islam, Kristen, dan Yahudi merupakan keyakinan yang
banyak dianut oleh masyarakat Turki Utsmani, meskipun disamping itu masih ada
agama lain, seperti Maronite dan Druz di Lebanon. Tidak semua dari banyaknya agama
tersebut masuk dalam system millet kerajaan.

Islam, yang awalnya merupakan agama yang dianut minoritas masyarakat Turki
Utsmani, tetapi pada abad 19 M jumlah penganutnya mulai mendominasi. Hal tersebut
disebabkan oleh perluasan wilayah kekuasaan Turki Utsmani; migrasi masyarakat non-
Muslim ke luar wilayah Turki Utsmani; dan konversi masyarakat non-Muslim ke dalam
agama Islam. Meskipun demikian, masyarakat non-Muslim masih mendominasi d

45
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm.
87.
46
Ibid., hlm. 88.
28
beberapa wilayah, seperti di Balkanyang didominasi umat Kristen dan di Salonika yang
didominasi oleh umat Yahudi.

Penganut Kristen dan Yahudi di dalam wlayah Turki Utsmani dapat menikmati
otonomi legal dalam hal intrakomunal, dibawah perlidungan para pemimpin agama
mereka. Namun, sultan Turki Utsmani tetap memiliki otoritas yang sangat kuat atas
masyarakat non-Muslim tersebut karenasultanlah yang mengangkat pemimpin agama
melalui sistem penunjukkan berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh kerajaan.

Pengaruh Semangat Nasionalisme dan Sentimen Separatisme


Upaya Negara-negara Eropa, khususnya Inggris, Prancis dan Rusia, untuk
menghapuskan Daulah Islam dari realitas kehidupan terus berlangsung.47 Upaya untuk
menghantam Turki Utsmani dari belakang melalui sejumlah perang yang terorganisasi,
dengan melibatkan banyak pasukan bersenjata, dan melalui sejumlah medan
pertempuran atau selalu mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut bukan hanya karena
kekuatan pertahanan yang dimiliki Khalifah semata, tetapi terutama karena konstelasi
politik internasional serta konflik diantara Negara-negara Eropa dalam membagi-bagi
rampasan perang.48

Sebaliknya, berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa itu di


dejumlah wilayah Eropa, seperti Serbia, Hongaria, Bulgaria, Yunani dan sebagainnya
menuai keberhasialan. (Zallum, 2013) Hal itu karena Barat berupaya menguasai
wilayah-wilayah itu dengan cara membangkitkan semangat nasionalisme dan sentiment
saparatisme yang disebut dengan gerakan “kemerdekaan”. Karena itulah, Negara-negara
Eropa itu kemudian mengadopsi cara ini untuk membangkitkan semangat nasionalisme
dan sentimen :kemerdekaan” atau saparatisme, keseluruh negeri/wilayah yang berada
dalam naungan Bendera Islam yang diperintah oleh Khalifah kaum Muslim. Mereka
memusatkan kegiatannya terutama kepada bangsa Arab dan Turki. Prancis dan Inggris
membuka kedaulatan di Istambul. Dimulailah upaya membangkitkan nasionalisme dan
separatism di wilayah-wilayah utama kaum Muslim. Kegiatannya secara khusus
dilakukan di Baghdad, Damaskus, Beirut, Kairo, dan Jeddah. Dua markasa kegiatan

47
Abdu Qadim Zallum, Malapetaka Runtuhnya KhilafahI, (Bogor: Al-azhar Pres, 2013), hlm.24
48
Abdul Qadim Zallum, Malapetaka Runtuhnya KhilafahI, (Bogor: Al-azhar Pres, 2013), hlm.24.
29
didirikan untuk melaksanakan misi ini, yaitu di Istambul untuk menyerang Utsmani dan
Ibu kotanya, dan di Beirut untuk meyerang Utsmani melalui provinsi-provinsinya,
khususnya di negeri-negeri yang menggunakan Bahasa Arab.49

Peran Markas Kegiatan di Beirut


Markas kegiatan di Beirut dirancang untuk bekerja dalam jangka yang panjang,
dengan bertujuan untuk meraih hasil-hasil dengan jangkauan yang luas. Sedangkan
markas di Istambul dirancang dengan tujuan jangka pendek, yakni untuk memperoleh
hasil-hasil dalam jangka waktu yang singkat namun menimbulkan pengaruh yang luas.
Markas di Beirut bagaikan racun yang mematikan, markas ini mampu merubah ribuan
anak-anak muslim menjadi kafir.50 Pengaruh yang ditimbulkan markas ini sangat efektif
dalam menyerang Utsmani selama Perang Dunia Pertama.

Aktivitas politik di Beirut mulai terjadi setelah Ibrahim Pasha ditarik langsung dari
Syam. Pada tahun 1842, suatu komite dibentuk untuk mendirikan asosiasi ilmiah
dibawah bimbingan dan program langsung dari The American Mission. Program tersebut
dijalankan selama lima tahun hingga 1847, yaitu saat mendirikan asosiasi yang dikenal
sebagai The Science and Art Association (Asosiasi Sains dan Seni). Asosiasi tersebut
dipimpin oleh dua orang Nasrani, yang dikenal sebagai kaki tangan Inggris yang paling
berbahaya. Ialah Butrus al-Bustani dan Nasif al-Yaziji. Tujuan asosiasi ini mulanya
tidak jelas. Namun kemudian mulai tampak dan menyebarluaskan berbagai ilmu
pengetahuan kepada kalangan dewasa dan mendirikan sekolah bagi anak-anak, serta
memberikan motivasi kepada kalangan dewasa dan anak-anak, membiasakan mereka
dengan budaya Barar, mengajari berbagai pemikiran Barat, serta mengarah pada tujuan
tertentu. Namun upaya mereka selama dua tahun, hanya mampu merekrut 50 orang
anggota saja dari seluruh wilayah Syam. Semuanya beragama Nasrani, dan mayoritas
berasal dari Beirut.

Pada tahun 1857, kembali didirikan sebuah asosiasi dengan menggunakan model
baru dan berbeda dari sebelumnya, yakni membatasi anggotanya hanya dari bangsa
Arab; non-Arab tidak diperkenankan mengikuti asosiasi ini. Para pendirinya pun

49
Abdul Qodim Zallum, Malapetaka Runtuhnya KhilafahI, (Bogor: Al-azhar Pres, 2013), hlm.24-25
50
Ibid., hlm. 25
30
berkebangsaan Arab. Sejumlah besar anggota bergabung hingga mencapai 150 orang.
Keberhasilan asosiasi ini mendorong kaum Barat untuk melakukan pendekatan secara
langsung guna membangkitkan semangat nasionalisme dan sentimen separatisme.

Pada tahun 1857 pun didirikan lagi sebuah organisasi bernama The Secret
Association (Asosiasi Rahasia) oleh lima orang pemuda, yang merupakan lulusan dari
Fakultas Protestan di sebuah universitas di Beirut. Kelima orang tersebut beragama
Nasrani. Sejumlah kecil orang bergabung dengan asosiasi ini. Organisasi ini mulai
memusatkan kegiatannya atas dasar suatu ide politik dan kemudian menjadi sebuah
partai politik. Partai ini tegak di atas dasar nasionalisme Arab dan dianggap sebagai
partai politik pertama berbasis nasionalisme Arab yang didirikan di wilayah kaum
Muslim. Partai politik ini menyeru menyeru bangsa Arab serta menyeru bangsa Arab
serta mempropagandakan Arabisme dan nasionalisme. Partai ini memusuhi Khilafah
Turki Utsmani dan menyebutnya sebagai “Negara Turki”. Partai ini memperjuangkan
pemisahan agama dan Negara, menegakkan nasionalisme Arab sebagai dasar persatuan,
serta mengubah loyalitas kaum Muslim pada akidah Islam menjadi loyal pada
nasionalisme Arab semata.51 Partai ini mencetak dan menerbitkan banyak selembaran
serta menyebarluaskannya secara rahasia. Di antara selembarannya ada yang berisi
tuduhan terhadap Turki. Mereka menuduh Turki telah merampas Khilafah dari tangan
bangsa Arab, melanggar kemuliaan syariah Islam dan bertindak sewenang-wenang
dalam agama. Padahal pada nyatanya, aktivis organisasi ini ialah berasal dari kalangan
Nasrani yang membenci Islam.

Setelah itu berbagai gerakan nasionalis mulai bermunculan dan menyebar.


Nasionalisme pun mulai berkembang luas. Namun demikian, kegiatan di Beirut ini
dirancang oleh sejumlah Negara Eropa dengan target hanya untuk merekrut mata-mata
serta melakukan upaya-upaya yang bertujuan menghancurkan pemikiran Islam dan jiwa
kaum Muslim. Secara politik, target yang ingin diraih asosiasi ini menurun. Meskipun
demikian, secara intelektual, pengaruh yang ditimbulkannya sangat berbahaya.

51
Ibid., hlm. 27
31
Peran Markas Kegiatan di Istambul
Sama halnya seperti kegiatan markas di Beirut, markas di Istambul dimanfaatkan
oleh Barat untuk menyerang Turki Utsmani di pusat pemerintahan serta menyerang para
pejabatnya. Sementara itu, kaum Barat melakukan sejumlah aksi. Aksi yang paling
penting dan menuai hasil yag paling hebat adalah pendirian organisasi “Turki Muda”
atau “Komite Persatuan dan Kemajuan” (Union and Progress Comitte). Komite ini
pertama kali didirikan di Paris oleh para pemuda Turki yang benaknya telah terpenuhi
dengan pemikiran Prancis dan dididik secara kuat dengan konsep “Revolusi Prancis”.
Sejak awal organisasi ini didirikan sebagai komite revolusi rahasia. Pemimpin kelompok
revolusioner ini adalah Ahmad Ridha Beik. Ia adalah figure yang cukul terkenal di
kalangan masyarakatyang mempunyai gagasan untuk mengimpor kebudayaan Barat ke
negeri-negeri kelahirannya, Turki. Komite ini kemudian mendirikan cabang-cabangnya
di Berlin, Salanik, dan Istambul.

Markas kegiatan di Paris diorganisasi dengan sangat rapi. Program-programnya


sangat radikal dan cara publikasinya dijalankan dengan solid. Mereka menerbitkan surat
kabar bernama, The News. Surat kabar tersebut diselundupkan ke Istambul bersama-
sama dengan surat kabar dari Eropa, yang kemudian diterima oleh sejumlah pemuda
Turki untuk disebarluaska secara rahasia. Kelompok ini pula menerbitkan sejumlah
leaflet politik yang diselundupkan dengan cara yang sama.

Di berlin, markas kegiatan didirikan oleh masyarakat kelas menengah, mantan


menteri Negara, mantan pejabat tinggi, dan politisi ulung. Mereka menyerukan
reformasi dan melaksanakan urusan-urusan kenegaraan sesuai dengan system
pemerintahan Jerman, serta meyerukan penyatuan berbagai kelompok masyarakat di
dalam Daulah Utsmaniyah serta mendirikan suatu bentuk pemerintahan seperti Federasi
Jerman.

Di Salanik, sebagian besar anggota markas kegiatan adalah para perwira militer
yang terdidik dan memiliki pengaruh sangat kuat di kalangan angkatan bersenjata.
Mereka disiapkan untuk melakukan revolusi. Organisasi ini diperintah dan dikendalikan

32
oleh Paris dan tidak pernah membantah pendapat Paris. Markas kegiatan di Paris
mengarakan merekasepenuhnya pada berbagai teori dan pandangan Barat. 52

Gerakan Turki Muda


Kemunculan gerakan Turki Muda pada dasarnya sebagai refleksi atas pergerakan
pembaharuan yang terjadi sebelumnya dan melatarbelakangi terjadinya revolusi yang
menyebabkan kehancuran bagi Dinasti itu sendiri. Para pelopor gerakan ini
mendapatkan pengaruh dari kemajuan-kemajuan yang berhasil di raih oleh bangsa eropa
dan kemunduran kekhalifahan Usmaniyyah yang terus terpuruk akibat ketertinggalannya
dalam berbagai bidang pada saat itu serta kekuasaan Sultan Abdul Hamid II yang
absolut. Mereka berkeinginan untuk meniru segala perkembangan yang terjadi pada
eropa dengan segala pemikirannya yang mereka anggap modern dan maju untuk
diaplikasikan kedalam tatanan lama yang berlaku pada masyarakat Turki.Berawal pada
pertengahan tahun 1860 di era yang disebut sebagai era Tanzimat (1839-1871) berdiri
sebuah gerakan yang bernama Usmaniyah muda (Yeni Osmanlilar). Gerakan ini
menandai pembaharuan-pembaharuan selanjutnya yang terjadi di alam pemikiran bangsa
Turki kala itu. Kalangan Usmaniyah muda ini berusaha mengadakan konstitusi dan
parlemen dengan didukung oleh negara-negara barat. pada tahun 1876 mampu menekan
Sultan agar memproklamirkan konstitusi yang benar-benar baru, dan dibentuknya
parlemen yang anggotanya dipilih secara umum. Gerakan ini menekankan adanya
reformasi birokrasi pada pemerintahan Usmani dengan penyatuan antara tradisi Usmani
dan pemikiran Barat. Dengan adanya situasi pemerintahan yang demikian, rakyat merasa
tidak mempunyai kebebasan berpendapat. Dan muncullah sebuah gerakan oposisi
terhadap sistem pemerintahan yang dipakai oleh Sultan Abdul Hamid II. Kritik dan
kecaman datang dari berbagai pihak, baik dari kalangan umum, kalangan akademik
(perguruan tinggi), kelompok militer, kelompok sipil dan kaum intelegensia. Mereka
memandang tindakan-tindakan penguasa sudah banyak yang menyimpang dari
perundang-undangan dan jauh dari memperjuangkan kepentingan rakyat.

Gerakan-gerakan pembaharuan ini pada akhirnya melahirkan generasi yang


condong kepada pemikiran Barat yang telah maju. Setelah gerakan Usmani muda

52
Ibid., hlm. 29
33
dihancurkan oleh Sultan yang kemudian berkuasa secara absolut lalu pemimpin-
pemimpinnya ditangkap dan sebagian lari ke Paris. Pada tahun 1889 di Prancis
terbentuklah apa yang disebut gerakan Turki Muda (jeunes turcs) yang pada mulanya
mempertahankan kerjasama dengan dinasti Usmani namun menginginkan suatu rezim
parlementer dan konstitusional yang membatasi kekuasaan Sultan. Diantara Tokoh-
tokoh pipinan gerakan ini adalah seorang Usmani militan bernama Ahmet Riza yang
mendirikan sebuah komite kecil bernama Ittihat ve Terakki Cemiyyeti (Commite of
Union and Progress, CUP) yang menentang absolutise Sultan dan menerbitkan surat
kabar Mesveret yang berbahasa Usmani dan prancis yang berisi kritikan terhadap Sultan
dan pemerintahan Usmani dari tahun 1895 dan seterusnya. CUP, organisasi bentukan
Ahmet Riza ini berkembang pesat dan tampaknya akan melakukan kudeta di tahun 1896
namun dapat digagalkan oleh polisi Sultan dan kebanyakan pemimpinnya diasingkan di
pengasingan dalam negeri.

Tokoh berikutnya adalah Pangeran Sabahettin yang masih famili kerajaan, ia


menerbitkan majalah Terekki (kemajuan) dan menyerukan perubahan mendasar pada
struktur kolektif masyarakat Usmani menjadi masyarakat individual seperti masyarakat
eropa. Anggapannya bahwa masyarakat individual akan lebih cepat maju ketimbang
masyarakat yang bergantung kepada kelompoknya. Tokoh selanjutnya adalah Mehmed
Murad yang berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul di tahun 1873 akibat
peberontakan yang terjadi di daerahnya. Ia mencoba memberi nasehat kepada Sultan
agar diadakan perubahan-perubahan pada sistem pemerintahan, tapi ditolak oleh Sultan
dan akhirnya terpaksa lari ke Eropa. Ia juga menerbitkan majalah dengan nama Mizan
(timbangan). Pergerakan yang mendukung kostitusi Usmani mengalami kemunduran
selama hampir sepuluh tahun berikutnya ketika lahan perjuangan mereka berpindah ke
daerah pengasingan di eropa. Kebanyakan pergerakan mereka diisi oleh orang-orang
Turki Muda yang berhasil melarikan diri dari tempat-tempat pengasingan mereka.
Ketika itu terjadi perpecahan diantara para pemimpin Turki Muda. Kubu Ahmet Riza
yang lebih nasionalis dan sentralis dan kubu Pangeran Sabahettin yang lebih bersifat
Liberal dan desentralistik. Ahmed Riza berpendapat bahwa kemajuan negara usmani
harus dimulai dengan pribadi Sultan yang kuat yang mampu mengatur wilayah-

34
wilayahnya serta mau meninggalkan absolutisme dengan merubah haluan politiknya.
Membentuk parlemen dan undang-undang yang menekankan reformasi birokrasi dan
revolusi pendidikan. Ia juga berpendapat bahwa kerajaan seharusnya mengutamakan
unsur Muslim-Turki. Sedangkan Pangeran Sabahettin menghendaki sebuah
pemerintahan federasi dan pemberian otonom bagi warga kristen dan minoritas lainnya.
Ia juga setuju dengan pendapat Ahmed riza yang menekankan revolusi pendidikan
dengan mencontoh ala barat.

Gerakan Ittihad ve terekki Cemiyyeti atau CUP dalam perjuangannya berhasil


menekan Sultan agar segera membentuk kostitusi. Ini dikarenakan beberapa tokohnya
sepakat untuk menggulingkan Sultan dan memprovokasi militer untuk melakukan
pemberontakan pada tahun 1908. Bergabungnya mahasiswa Akademi Militer dan
personal angkatan bersenjata kerajaan Usmani memberi warna revolusioner bagi Turki
Muda. Pemberontakan ini dipimpin oleh Enver bey, Jemal Pasha, Mustafa Kemal,
Ahmed Riza dan Ahmed Niyazi dan berpusat di Salonika. Para pemberontak menuntut
restorasi konstitusi 1876 dan pengaktifan kembali sistem pemerintahan perlemen yang
telah lama dibekukan Sultan. Oleh karena dukungan yang besar terhadap pemberontakan
ini Sultan Abdul Hamid II terpaksa menyetujui pemberlakuan kembali konstitusi dan
pengaktifan perlemen. Parlemen baru ini dipimpin oleh Ahmen Riza dari CUP. Hal ini
disambut gembira di seluruh wilayah kerajaan Usmani. Orang-orang dari CUP dan Turki
Muda menguasai sebagian besar perlemen, dan satu harapan besar mulai muncul bagi
berjalannya cita-cita pembaharuan.53 (Asari, 2002) Dalam lapangan pembaharuan, CUP
membawa perubahan-perubahan dalam bidang admnistrasi yang kemudian menjadi
kerangka bagi pemerintahan lokal dan daerah dari Turki zaman sekarang. Administrasi
kota Istanbul diperbaharui, transportasi umum diadakan, demikian pula brigade
kebakaran. Organisasi kekuatan polisi disesuaikan dengan kebutuhan zaman modern.

Dalam bidang ekonomi langkah-langkah yang mengarah pada ekonomi nasional


diambil atas inisiatif dari para pemimpin CUP. Perdagangan yang pada umumnya berada
ditangan orang asing mulai berpindah ketangan orang-orang Turki. Pendidikan juga
mendapatkan perhatian khusus. Sekolah-sekolah dasar dan menengah baru didirikan dan

53
Hasan Asari, Modernisasi Islam Tokoh, Gagasan dan Gerakan(Bandung: Citapustaka Media, 2002), 123.
35
untuk mengatasi kebutuhan akan guru dibentuk pula sekolah guru. Universitas Istanbul
yang berdiri sejak zaman Sultan Abdul Hamid II diperbaharui organisasinya. Pintu
sekolah-sekolah sampai universitas dibuka pula untuk kaum wanita dan muncullah
dokter-dokter, hakim-hakim, dan sebagainya di kalangan wanita Turki. Dalam bidang
publikasi kemajuan cepat diperoleh dengan dicetaknya buku-buku dan surat kabar
sampai mencapai jumlah 60 ribu copi. Berbagai majalah baru timbul dalam bidang
sastra, politik dan sebagainya, ide-ide yang dimuat dalam majalah itu bersumber dari
prancis, antara lain teori filsafat positivisme Auguste Comte. Pakaian pun mengalami
perubahan dan kaum wanita mulai memakai pakaian-pakaian eropa meskipun masih
terbatas dan masih menunjukkan pola tradisionalnya tidak seperti pada zaman
Attaturk.54 Namun ditengah impian untuk mengembangkan pembaharuan setelah
keberhasilan mereka merebut kekuasaan. Tantangan lain muncul sebagai konsekwensi
dari pemikiran tentang persatuan dan konstitusi, yaitu mungkinkah mempersatukan
rakyat Usmani yang terdiri dari berbagai ras, bangsa dan agama itu dengan satu
konstitusi? Realistis kah cita-cita untuk mempersatukan antara penduduk Muslim,
Yahudi dan Kristen? Orang Yunani dengan orang Arab, atau orang Albania dengan
orang persia. Bila tidak, persatuan jenis apa yang harus diwakili oleh konstitusi. Dengan
kata lain, orang-orang Turki Muda dengan Komite Persatuan Pembangunannya (CUP)
yang berkuasa dituntut menjawab pertanyaan mendasar yaitu Identitas kerajaan Usmani
selanjutnya yang harus menjadi karakter utama kerajaan.

Lalu yang terjadi adalah mereka tetap mempertahankan struktur birokrasi kerajaan
Usmani secara resmi dengan menekankan unsur Turki, dengan perlemen yang
didominasi secara mencolok dari unsur Turki. (Nasution, 1975) Ini menimbulkan protes
dari golongan dan bangsa lain diluar Turki. Lalu pada akhirnya CUP harus memilih;
memerintah secara absolut untuk mempertahankan kekuasaannya atau bersedia merubah
haluan politiknya secara drastis. Kekacauan demi kekacauan pun bermunculan.
Stabilitas pemerintahan tidak juga didapatkan dan semakin jauh dari cita-cita
pembaharuan semula, posisi Turki Muda dalam pemerintahan memang tidak kuat dan
Ini memungkinkan Sultan Abdul hamid mengembalikan kekuasaannya. Namun Enver

54
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975), 118.
36
Pasya segera bertindak cepat dengan memasuki Istanbul dan merampas kekuasaan serta
menggantikan Sultan Abdul Hamid II dengan saudaranya Mehmed V. Di Tahun 1912
diadakan pemilihan umum dan CUP mendapatkan kemenangan besar sekali lagi.
Parlemen sepenuhnya mereka kuasai dan kantor pusat organisasi dipindahkan dari
Salonika ke Istanbul. Kekuasaan pun jatuh ke tangan tiga serangkai yaitu Enver Pasya,
Talat Pasya dan Jemal Pasya. Namun kekuasaan mereka segera berakhir setelah
melakukan perjanjian persekutuan rahasia dengan Jerman yang menyebabkan Kerajaan
terseret dalam Perang dunia I yang berakhir dengan kekalahan Usmani dan pendudukan
Istanbul oleh Sekutu. CUP pun membubarkan diri dan pemimpinpemimpinnya lari ke
luar negeri.55

Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed
Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).56

1. Ahmad Riza Ahmad Riza adalah anak seorang bekas anggota parlemen
bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat
bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya ini diteruskan di
Perancis sekembalinya ia dari perancis ia bekerja di Kementerian Pertanian, tapi ternyata
hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali, karena kementerian itu
lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudia ia pindah ke Kementerian Pendidikan
namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan
pendidikan. Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Riza antara lain adalah ingin
mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan konstitusional. Karena
menurutnya akan menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari keruntuhan adalah melalui
pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau metafisika.
Adanya dan terlaksananya program pendidikan yang baik akan berhajat pada
pemerintahan yang konstitusional.

2. Mehmed Murad (1853-1912). Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan


lari ke Istanbul pada tahun 1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di

55
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975),117.
56
Harun Nasution, Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta:Yayasan obor Indonesia,1985),120.
37
daerah itu. Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa dengan ide-ide Barat, namun
pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya. Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang
menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Utsmani dan bukan pula rakyatnya, namun
sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh karena
itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Dalam hal ini dia berpendapat bahwa
musyawarah dalam Islam sama dengan konstitusional di dunia Barat. Ia mengusulkan
didirikan satu Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar
tidak dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu diadakan pula Dewan syariat agung
yang anggotanya tersusun dari wakil- 29 wakil negara Islam di Afrika dan Asia dan
ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Utsmani.

3. Pangeran Sahabuddin (1887-1948). Pangeran Sahabuddin adalah


keponakan Sultan Hamid dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu
dari Sultan Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari
ke Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid. Maka dengan demikian
kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Menurutnya
yang pokok adalah perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki
sebagaimana masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat
kolektif tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif
orang tidak percaya diri sendiri (Hamka, 1981), oleh karena itu ia tergantung pada
kelompok atau suku sedangkan masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah
masyarakat yang tidak banyak bergantung kepada orang lain tetapi sanggup berdiri
sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah keadaannya.57

Turki semakin melemah dan akibat keterlibatan dalam perang dunia 1


Masa-masa setelah pemerintahn Sultan Selim II diwarnai dengan banyaknya
pepmberontakkan, kekalahan perang, intervensi negara-negara Eropa, konspirasi
gerakan bawah tanah (clandestine), dan diperparah dengan kepemiminan para sultan
yang lemah. Hingga pada masa Sutan Abdu Hamid II yang berupaya keras
mengembalikan kondisi yang sudah sangat rumit. Sultan Abdul Hamid II menyerukan

57
Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 603
38
Pan-Islamisme untuk menyatukan kekuatan umat Isam; membatakan konstitusi yang
dipaksakan kaum sekuer; memperbaiki hubungan dengan bangsa Arab dengan
menjaankan program Arabisasi; dan melawan konspirasi yang dimotori oleh gerakan
Freemansory. Namun, setelah 33 tahun berkuasa, akhirnya ia berhasil diguingkan pada
27 April 1909 meaui konspirasi dan revousi.

Setelah itu, Turki Utsmani dikuasai oleh keompok-kelompok sekuler meaui


Komite Persatuan dan Kemajuan, sedangkan kedudukan Sultan Muhammad V, hanya
dijadikan sebagai simbo belaka. Sejak Agustus 1909, Turki Utsmani benar-benar telah
memasuki periode orde konstitusional dengan sistem parementer, dan sultan hanya
memiiki hak untuk mengangkat Perdana Menteri dan Syaikhul Islam. Sultan
Muhammad V bahkan tidak berdaya saat anggaran belanja untuk keuarga istana
dipotong hingga dua pertiganya dan 10.000 perwira yang berafiiasi kepada istana
diberhentikan dari jabatan.58

Ketika Sutan Muhammad V sudah tidak lagi memiiki wibawa dan kekuatan,
muncu kelompok oposisi yang mengimbangi Komite Persatuan dan Kemajuan. Mereka
adalah musuh-musuh lama Komite Persatuan dan Kemajuan yang memisahkan diri
karena menganut paham libera yang konservatif. Daam rentang waktu 1909-1911
kelompok oposisi ini membentuk partai-partai baru. Di antaranya adalah Mutedil
Hurriyetperveran Firkasi (Partai Orang-orang Liberal Moderat), Islahat-I Esaiye-I
Osmaniye Firkasi (Partai Pembaruan Utsmani Fundamental), Ahali Firkasi (Partai
Rakyat), Hizb-I Cedid (Partai Baru), dan Osmanli Sosyalist Firkasi (Partai Sosialis
Utsmani).59

Kelompok-kelompok oposisi tersebut semakin efektif ketika mereka


menggabungkan diri pada bulan November 1911 menjadi Huriyyet ve Itilaf Firkasi
(Partai Kebebasan dan Pemahaman). Partai ini merupakan partai gabungan dari
kelompok-kelompok konservatif dan liberal yang sangat memusuhi Komite Persatuan
dan Kemajuan. Strategi mereka untuk menggabungkan diri menuai keberhasilan karena

58
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 125
59
Ibid., hlm. 127
39
setelah tiga bulan didirikan mereka memenangkan pemilihan umumm di Istambul,
mengalahkan kandidat dari Komite Persatuan dan Kemajuan.

Pertarungan politik antara Komite Persatuan dan Kemajuan dengan kelompok


oposisi terus beranjut tanpa peran Sultan Muhammad V sama sekali. Hal ini
menunjukkan ketidakberdayaan dan hilangnya kekuatan politik sultan. Kemudian,
kondisi politik internasional Turki Utsmani memasuki fase yang sangat
mengkhawatirkan. Tanggal 17 Oktober 1912, Turki Utsmani menandatangani perjanjian
dengan Italia untuk menyerahkan Tripolitania (sekarang Libya) dan Dodecanese sengai
konsekuensi dari kekalahannya dalam pertempuran.60

Situsi semakin memburuk terjadi di wilayah Bulkan. Pada bulan Maret 1912,
Serbia dan Bulgaria, membentuk sebuah aliansi yang bertujuan untuk menyingkirkan
Turki Utsmani dari wilayah Eropa. Pada bulan Mei 1912, aliansi serupa disepakati oleh
Yunani dan Bulgaria. Pada bulan Oktober, aliansi di antara dua negeri Balkan kembali
disepakati oleh Montenegro dan Serbia. Dalam waktu tujuh bulan mereka mampu
mengumpulkan kekuatan gabungan negara-negara. Balkan yang mulai percaya diri
untuk mengumumkan konfrontasi terhadap Turki Utsmani.

Pada tanggal 2 Oktober 1912, negara-negara tersebut memberikan ultimatum


kepada Turki Utsmani agar melakukan pembaruan-pembaruan di bawah pengawasan
asing di Mocedonia. Turki Utsmani menolak untuk merendahkan kedaulatannya
sebagaimana yang diminta dalam ultimatum tersebut. Khirnya, pada tanggal 8 Oktober
1912, Montenegro mengumumkan perang terhadap Turki Utsmani yang segera disusul
oleh negara-negara sekutunya.

Dalam perang Balkan in, Turki kehilangan banyak wiayah, termasuk Edirne.
Direbutnya Edirne oleh Bugaria pada Maret 1913 tentu menimbulkan dampak emosional
di tengah-tengah masyarakat Turki Utsmani. Edirne pernah menjadi ibu kota Turki
Utsmani. Selain Edirne; Mecedonia, Albania, dan Thrace juga lepas dari kekuasaan
Turki Utsmani.

60
Ibid., hlm. 128
40
Singkatnya, Turki Utsmani memanfaatkan kesempatan untuk merebut Edirne
ketika terjadi perang antara Bulgaria dan Serbia. Mayor Enver yang didukung Komite
Persatuan dan Kemajuan langsung melancarkan senjata ke Edirne. Bulgari pun tersedak.
Akhirnya mereka terpaksa menandatanagi perjanjian damai dan mengembaikan Edirne
menjadi wilayah Turki Utsmani pada tanggal 19 September 1913. Meskipun Edirne
dapat direbut kembali, namun hilangnya Mecedonia, Albania, dan Thrace merupakan
bencana bagi Turki. Sebab, province-provinci tersebut merupakan daerah terkaya dan
termaju dan kaum elite Turki sebagian besar berasal dari sana.

Kurang dari setahun setelah perang Balkan,Turki Utsmani kembali memasuki


kancah pertempuran antara Blok Sekutu dan Blok Sentral. Tidak ada pilihan bagi Turki
Utsmani kecuali ikut terlibat. Perang yang disebut dengan Perang Dunia I ini telah
menguras hampir seluruh energi dan kekuatan Turki Utsmani. Perang ini sekaigus
perang terakhir sebelum runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani.

Ketika perang telah berkecamuk, Turki Utsmani tidak langsung terjun daam
peperangan itu. Turki Utsmani berada dalam keadaan tidak siap untuk memasuki kancah
pertempuran apa pun, baik secara miiter, ekonomi, maupun komunikasi internal.
Namun, Jerman yang memimpin Blok Sentral terus mendesak untuk bergabung di
pihaknya. Ketertarikan Jerman terhadap Turki Ustmani bukan karena konstribusi
militernya, melainkan pada pengaruhnya terhadap umat Islam di wilayah jajahan
Prancis, Inggris, dan di negara-negaraBalkan. Selain itu, Turki Utsmani secara efektif
menghadang pergerakan Angkatan Lautan Rusia di Selat Bosphorus dan Dardanella.

Akhir Perang Dunia I pada tahun 1918 menjadi kedepihan bagi Turki Utsmani.
Selain kalah dalam perang, Turki Utsmani juga kehilangan provinsi-provinsinya di
Timur Dekat. Sebagian besar jatuh ke dalam kekuasaan Inggris dan Prancis. Gencatan
senjata yang ditandatangani pada 31 Oktober 1918 di Mudros teah menyepakati 25 pasal
yang sangat merugikan Turki Utsmani. Diantaranya penguasaan selat-selat, semua jalur
kereta api, dan saluran teleghraf; demobilisasi dan pelucutan senjata pasukan Turki
Utsmani; menyerahkan semua pasukan Turki Utsmani di provinsi-provinsi Arab; dan
meakukan pembebasan seluruh tawanan perang dari pasukan Sekutu yang ada di Turki
Utsmani. Selain itu, semua personel Jerman dan Austria harus meninggalkan Turki
41
Utsmani dalam waktu 2 bulan. Klausul yang paling merugikan Turki Utsmani adalah
pernyataan bahwa sekutu berhak untuk menduduki tempat mana pun di wilayah
kekuasaan Turki Utsmani jika ada ancaman keamanan.

Masa-masa setelah berakhirnya Perang Dunia I (1918) sampai tahun 1922


merupakan panggung bagi Mustafa Kemal Pasha sebagai tokoh yang sangat
diperhitungkan di Turki Utsmani dari situasi yang sangat membahayakan akibat
serangan-serangan Yunani. Pasukan Yunani telah menguasai Izmir, seluruh Asia Keci
bagian Barat dan barat laut, serta Thrace, akhirnya dapat diusir dari semua wilayah
tersebut oeh Mustafa Kemal Pasha dan pasukannya. Karenanya Mustafa Kemal menjadi
sosok yang diperhitungkan di masyarakat sampai akhirnya ia mendirikan Republik Turki
dan menghapuskan system kekhalifahan pada Maret 1924.

Biografi Mustafa Kemal Ataturk


Mustafa Kemal Ataturk lahir 12 Maret 1881 di kota Ottoman, Salonika sekarang
(Thessalonika, di Yunani).61 Ayahnya Ali Reza Efendi seorang pegawai kecil yang
kemudian menjadi pedagang kayu. Orang tuanya hanya memberinya nama Mustafa.
Ayahnya meninggal ketika Mustafa berumur 7 tahun. Ibunya Zubeyde Hanim meninggal
dunia ketika Mustafa menginjak remaja. Pada usia 12 tahun, ia memasuki sekolah
militer di Salonika dan Manastir, Yunani tengah yang berada dalam pemerintahan Turki
Ottoman. Di Sekolah Menengah Militer itu, oleh guru matematikanya ia di panggil
“Kemal” yang berarti “Dewasa” dan “Sempurna”. Bukan nama pasaran. Lulus dari
Sekolah Menengah Militer, Mustafa Kemal belajar di Akademi Militer di Manastir,
1895, dan lulus tahun 1905 dengan pangkat Letnan. Kemal Ataturk ditempatkan di
Damaskus, Suriah. Di pos barunya, ia segera bergabung dengan kelompok revolusioner
kecil dan rahasia yang disebut Vatan ve Hurriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan) yang
secara aktif melakukan perlawanan terhadap rezim Ottoman. Tahun 1907, Kemal
Ataturk ditempatkan di Salonika dan bergabung dalam Gerakan Turki Muda yang
mengambil-alih kekuasaan Sultan Abdul Hamid II, (1908). Kemal Ataturk menjadi figur
senior dalam ketentaraan, hingga tahun 1911 dikirim ke Libya untuk menahan laju
invasi Italia ke wilayah itu. (Munif, 2007)

61
Munif, Achmad, 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia, (Yogyakarta: NARASI, 2007), hlm 147.
42
Pada mulanya Mustafa, atas desakan ibunya dimasukkan di madrasah, tetapi
karena tidak merasa senang belajar disana, ia selalu melawan guru. Ia kemudian
dimasukkan orangtuanya ke Sekolah Dasar Modern di Salonika. SelanjutnyaSelanjutnya
ia memasuki Sekolah Menengah Militer atas usahanya sendiri. Dalam usia 14 tahun ia
tamat belajar di sekolah ini dan meneruskan pelajaran pada sekolah latihan militer di
Monastir. Di tahun 1899, setelah menyelsaikan pelajaran di Sekolah Menengah Militer,
ia memasuki Sekolah Tinggi Militer di Istanbul. Ijazahnya ia peroleh 6 tahun kemudian
dan kepadanya diberi pangkat Kapten.

Semasih belajar, Mustafa Kemal sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang
sahabatnya yang bernama Ali Fethi.62 Teman ini mendorongnya untuk memperkuat dan
memperdalam pengetahuan tentang bahasa Perancis, sehingga ia dapat membaca
karangan-karangan filosof Perancis seperti Rousseau, Voltaire, Aguste Comte,
Montesquieu, dan lain-lain. Di samping itu sejarah dan sastra juga menarik
perhatiannya.

Ia dengan temannya Ali Fethi tidak setuju dengan politik Enver, Talat dan Jemal
dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap keyiga pemimpin itu. AkhirnyaAkhirnya
di tahun 1913 Fethi dibuang ke Sofia sebagai Duta dan Mustafa Kemal ikut sebagai
Attase Militer. Di sinilah Mustafa Kemal langsung berkenalan dengan peradaban Barat
yang amat menarik perhatianya, terutama pemerintahan parlementer. Setelah perang
dunia I pecah ia dipanggil kembali untuk menjadi panglima Divisi 19.

Kemudian nama Kemal Ataturk yang pada tahun 1934 dikenal sebagai Gazi
Mustafa Kemal Pasha mulai melejit ketika Kekaisaran Ottoman jatuh ke tangan Sekutu.
Ia mengambil peranan penting di dalam gerakan-gerakan nasional Turki yang berjuang
untuk kemerdekaaan. Ia juga berhasil untuk mengajak kelompok militer untuk
membentunya memerdekakan negeri itu. Tahun 1923 Mustafa Kemal mendirikan
Republik Turki dan menjadi presiden pertama.63 Ia dilahirkan di Salonika pada tahun
1881 dari keluarga modern. Kakeknya adalah seorang guru sekolah dasar di Salonika,

62
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal
143.
63
Munif, Achmad, 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia, (Yogyakarta: NARASI, 2007), hal 147.

43
dan bapaknya Ali Riza Efendi, merupakan pegawai pabean yang setelah pensiun
menjadi seorang pedagang kayu.64 Pada tahun 1893, atas dorongan ibunya Zubaida
Hanim, ia masuk sekolah rusdiye, sekolah setempat. Di sekolah ini ia kemudian
diberikan tambahan nama oleh gurunya menjadi Mustafa kemal. Namun, beberapa hari
sekolah Mustafa Kemal Ataturk merasa tidak cocok. Ia kemudian dipindahkan ayahnya
– yang meninggal dunia saat Mustafa Kemal Ataturk berusia 7 tahun – ke sekolah rakyat
Shemsi Efendi, yang menggunakan metode modern di dalam pendidikannya. Tahun
1895, Mustafa Kemal Ataturk, memasuki masuk ke Akademi Militer di kota Manastir,
dan pada tanggal 13 Maret 1899 ia masuk perguruan tinggi perang di Istanbul sebagai
seorang kadet pasukan infantri, yang kemudian lulus pada bulan Januari 1905 dengan
pangkat Kapten Staf. Semasa mengenyam pendidikan, bersama teman-temannya
Mustafa Kemal Ataturk banyak membaca tulisan-tulisan Nanik Kemal dan beberapa
karya tokoh Turki Muda. Perkenalannya dengan pemikiran-pemikiran tersebut membuat
Mustafa Kemal Ataturk bersikap kritis. Ia menaruh perhatian besar pada perkembangan
politik saat itu. Bersama anggota kelompok kadet lain, ia menerbitkan surat kabar yang
ditulis dengan tangan untuk disebarkan di antara mereka sebagai gerakan oposisi.65
Aktivitas-aktivitas ini membuat Mustafa Kemal Ataturk akhirnya ditahan, dan ia harus
meringkuk di penjara beberapa bulan.

Setelah dibebaskan, Mustafa Kemal Ataturk memulai karirnya di bidang


kemiliteran. Ia ditugaskan bergabung dengan pasukan Kelima di Damaskus untuk
menumpas pemberontakan kaum Druzz. Selama empat bulan di Damaskus (Siria), ia
mendirikan organisasi politik rahasia dengan nama Hurriyet Cemiyeti. Ia melakukan
perjalanan ke Jaffa, Beirut serta Yerusalem, dan kemudian berhasil mendirikan cabang-
cabang organisasi rahasianya di kota-kota tersebut. Pada tahun 1907, Mustafa Kemal
Ataturk dipromosikan ke pangkat Mayor dan ditugaskan pada pasukan Ketiga di
Macedonia. Di tengah karir militernya ia tetap melakukan kegiata politik. Saat masa
tugas tersebut, ia menjalin kontaks (meskipun tidak terlalu dekat), dengan kelompok
CUP. Atas permintaan sendiri Mustafa Kemal Ataturk akhirnya ditempatkan di selonika.

64
Rasyid Feroze, Islam and Secularism in Post-Kemalist Turkey, (Islamic Reseach Institute, Pakistan:
Islamabad,1976),72; Juga Mustafa Baydar, Ataturkle Konusmalar , (Istanbul, 1960), hlm. 30-31
65
A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern (Jakarta: Djambatan,1994), hlm 73.
44
Di kota ini ia mendirikan organisasi yang diberi nama “Union and Progress” (Persatuan
dan Kemajuan). Ia berada di Selonika pada waktu revolusi Turki Muda tahun 1908
meletus.Sewaktu kembali ke istambul, ketika perang Balkan yang pertama selesai,
Mustafa Kemal Ataturk mengambil peran di pasukan Ketiga belas dengan pangkat
Komandan. Mereka berhasil mempertahankan Gallipoli dari serangan Inggris tahun
1915. Setelah kemenangan tersebut karir militernya menanjak dengan cepat.66 Di tahun
1916, tanggal 27 Februari, ia diangkat menjadi komandan wilayah Diyarbakr dengan
pangkat Jenderal. (Mughni, 1997)

Upaya Kemal dalam meruntuhkan Turki


Abad pertengahan di Eropa sering disebut sebagai zaman kemunduran jika
dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya, negara-negara Arab
pada Abad Pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri-negeri ini sedikit
demi sedikit mengalami kemerosotan dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan. Di
antara negara-negara Arab pada masa itu adalah Kerajaan Turki Utsmani yang
merupakan kerajaan terbesar dan paling berkuasa selama enam abad lebih (1281-1924).
Pada masa pemerintahan Turki Utsmani, para sultan bukan hanya merebut negeri-negeri
Arab, tetapi juga seluruh wilayah Kaukasus dan Kota Wina, bahkan sampai Balkan.
Kemudian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace, Macedonia, Thessaly, Bosnia,
Herzegovina, Bulgaria, Albania dan sekitarnya.67 Kerajaan Turki Utsmani berdiri pada
tahun 1281 di Asia Kecil. Pendirinya adalah Utsman bin Erthogril. Kata Utsmani
diambil dari nama kakek yang pertama yaitu Utsman bin Ertoghil bin Sulaiman Syah
dari suku Qayigh, salah satu keturunan Ogush Turki. Sulaiman Syah dengan 1000
pengikutnya mengembara ke Anatolia dan singgah ke Azerbaijan, namun dalam
perjalanannya kemudian meninggal dunia. Kedudukannya digantikan oleh putranya
Ertoghil untuk melanjutkan perjalanan sesuai tujuan semula. Sesampai di Anatolia,
mereka diterima oleh penguasa Seljuk, Sultan Alaudin yang sedang berperang dengan
kerajaan Bizantium (Khalifah Abbasiyah di Baghdad). Kemenangan singkat (7-8

66
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos,1997) hlm. 146.
67
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan
Budaya Umat Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2004) hlm. 180-181.

45
Agustus 1916) ketika menghadapi Rusia memungkinkan Mustafa68 Kemal Ataturk
mencaplok Bitlis dan Mus ke dalam wilayah Turki. Hal ini membuat namanya semakin
disegani dan dikenal luas. Namun, meski namanya serta pengalamannya di bidang
militer semakin besar, Mustafa Kemal Ataturk tidak dapat berkiprah banyak di Istambul.
Karena sultan yang tinggal di pusat kekuasaan (Istambul) tidak menyukai para kelompok
nasionalis. Menyadari kondisi ini, Mustafa Kemal Ataturk menyingkir ke Anatolia untuk
memulai karir politik kembali. Di Anatolia, ia giat melakukan upaya cita-citanya, yaitu
mewujudkan sebuah pembaharuan bagi bangsa Turki untuk menjadi sebuah negara
Turki modern. Dengan berkiprah di Association for the Defence of the Right of Eastern
Anatolia,sebuah pergerakan bagi perjuangan hak-hak masyarakat Anatolia Timur yang
didirikan di Erzurum 3 Maret 1919, asosiasi ini akhirnya menjadi alat perjuangan politik
Mustafa Kemal Ataturk di masa depan.69 Dan di tanggal 6 Desember 1922, Mustafa
Kemal Ataturk menciptakan instrumen politik baru dengan mendirikan Partai rakyat. Ia
mengundang seluruh komponen anak bangsa untuk berkomunikasi secara langsung dan
terbuka, yang Di tahun 1916, tanggal 27 Februari, ia diangkat menjadi komandan
wilayah dengan pangkat Jenderal.

Tanggal 11 Agustus 1923 merupakan hari bersejarah, sebab anggota Assembly


baru hasil pemilu yang terdiri dari 286 anggota perwakilan memilih akhirnya Mustafa
Kemal Ataturk menjadi Presiden Republik Turki pertama dengan Fethi sebagai Perdana
Menterinya. Bersama negara baru tersebut, Turki tidak lagi berdiri atas dasar dinasti,
kerajaan, maupun agama. Lewat ibu kota baru Ankara, Turki dikokohkan berdasarkan
nation (bangsa). Mustafa Kemal Ataturk selama perjuangan politiknya hidup
membujang. Sampai akhirnya ia memenangkan perang kemerdekaan, ia lalu mengawini
Latifa Hanim, puteri Usakizade Muammer, seorang pedagang kaya dari Izmir. Sayang
sekali perkawinan tersebut tidak berumur panjang dan berakhir dengan perceraian
disebabkan Mustafa Kemal terlalu sibuk dengan kewajiban-kewajibannya sebagai
kepala negara Turki yang baru didirikan. Tugas-tugas berat sebagai pembaharu

68 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, hlm. 181-182.

69
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos,1997) hlm. 147
46
(reformer) ini, lalu mempercepat kematiannya. Setelah sakit agak lama, pada tanggal 10
November 1938, ia meninggal di Istanbul pada usia 57 tahun.

Kemenangan tentara Mustafa Kamal tahun Agustus 1922 menandai berakhirnya


Perang Turki dan berdirinya Republik. Di bawah kepemimpinan Kemal, republik baru
mulai mengadakan serangkain reformasi radikal yang.bertujuan untuk merubah Turki
menjadi negara sekuler modern. Dengan mengikuti model laicite Perancis (laiklik dalam
bahasa Turki), para pendukung gerakan Kemal berusaha untuk membatasi peran agama
hanya sebagai sistem kepercayaan privat, yang terpisah dari ruang publik. Ideologi baru
ini dimplementasikan melalui dikeluarkannya serangkaian kebijakan dan hukum antara
tahun 1922 dan 1935. Diantara perubahan radikal itu adalah penghapusan sistem
kekhalifahan, penutupan sekolah-sekolah Islam tradisional (madrasa), dan pembubaran
pengadilan agama pada tahun 1924. pada tahun-tahun berikutnya, rezim baru mulai
membubarkan sejumlah tarikat, melarang pemakaian tutup kepala khas dinasti Utsmani
(fez) bagi laki-laki, menghalangi perempuan untuk memakai kerudung dan mengadopsi
kalendar Gregorian sebagai satu-satunya kalender resmi. Pada tahun 1926, Hukum
Pidana baru yang berdasarkan model Swiss mulai diadopsi.

Pengadopsian ini menandai berakhirnya hubungan hukum negara dengan syariah


sekaligus dimulainya pengenalan undang-undang pernihakan dan perceraian sipil. Pada
tahun 1928, negara mulai mendeklarasikan diri sebagai negara sekuler, Islam tidak lagi
dianggap sebagai agama resmi negara dan alfabet Turki yang sudah dilatinkan pun mulai
diadopsi. Hari minggu ditetapkan sebagai libur mingguan resmi pada tahun 1935.70
Namun demikian, bentuk sekularisme Kemalian ini didesign agar negara bisa
mengontrol agama, daripada sekedar menyingkirkannya dari ruang publik. Satu langkah
penting yang diambil dalam proses ini adalah mengontrol ulama dan tarikat sufi melalui
berbagai cara termasuk menetapkan undang-undang mengenai penyatuan sistem
pendidikan yang menjadi landasan hukum bagi penutupan seluruh madrasah dan
pelimpahan seluruh urusan pendidikan pada kekuasaan kementrian pendidikan.
Pemakaian baju tradisional (termasuk fez dan turban) oleh ulama juga dilarang, dan
70
Tim Jacoby, Social Power and The Turkish State (London: Frank Cass Publishers), hlm. 80.

47
mereka tidak lagi diperbolehkan untuk memakai gelar yang melambangkan otoritas
keagamaan seperti "alim" atau "syeikh". Pada tahun 1928 pengadopsian alfabet Roma
dan pelarangan pengajaran Bahasa Arab dan Persia dilakukan untuk menghancurkan
hubungan kultural dan intelektual antara dinasti utsmani lama dengan dunia Islam
modern.71 Usaha-usaha ini juga menandakan bahwa Ulama tidak lagi memainkan peran
signifikan dalam masyarakat. Pengetahuan yang mereka kuasai dan wakili dipandang
tidak lebih sebagai peninggalan masa lalu dan hambatan bagi usaha negara untuk
menghadirkan modernitas dalam masyarakat Turki. Kesempatan mereka untuk bekerja
dengan pengetahuan dan pengalaman pendidikan yang mereka miliki kini terbatas pada
masjid dan institusi-institusi keagamaan. karena institusi-institusi itu pun dikontrol dan
dibiayai oleh negara, independensi ulama pun dilumpuhkan secara efektif. kelas
intelektual lama tergantikan oleh kelas intelektual baru yang berusaha untuk
memutuskan ikatan masa lalu dan membangun negara dengan budaya sekuler baru.
Sebagai contoh, Institut Sejarah Turki mulai menulis sejarah Turki dan Institut Bahasa
Turki membentuk ulang bahasa Turki.72 Reformasi yang dilakukan oleh kelompok
Kemal Attaturk dipaksakan oleh negara dan hanya mendapatkan justifikasi yang kecil
dari public.73 Penting untuk dicatat bahwa gerakan ini tidak dimotivasi oleh ateisme
maupun oleh pandangan anti-islam. Mustafa Kemal malah selalu menekankan
kesetiaannya kepada Islam. pada tahun 1923, ia misalnya menyatakan: "Agama kita
adalah agama yang paling masuk akal dan alami. Karena itulah, agama kita menjadi
agama terakhir. Agama yang alami harus sesuai dengan akal, ilmu pengetahuan,
teknologi dan logika. Dan agama kita memang memenuhi persyaratan itu."74 Jadi, usaha
Mustafa Kemal untuk mensekularkan Turki lebih dimotivasi oleh pragmatisme dan
keinginan untuk menghilangkan model negara dinasti Utsmani termasuk menghapuskan
penerapan syari'at yang telah digunakan oleh Eropa sebagai alasan untuk melakukan
intervensi terhadap urusan dalam negeri Turki.

71
Niyazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey, hlm. 477.

72
Geoffrey Lewis, The Turkish Language Reform: A Catastrophic Success (Oxford: Oxford University Press, 2002),
hlm. 117
73
İlber Ortaylı, İmparatorluğun En Uzun Yılı [The Longest Century of the Empire] (Istanbul: Hil Yayin, 1995), hlm.
204-234
74
As quoted in Borak S. (ed.), Atatürk ve Din [Ataturk dan Agama] (İstanbul: Anıl, 1962), hlm. 34.
48
Ia melihat bahwa penghapusan simbol-simbol lama itu merupakan langkah yang
penting bagi Turki agar bisa menjadi negeri yang benar-benar independen dari hegemoni
dan campur tangan Barat. Ia bahkan menganggap reformasi yang dilakukannya sebagai
upaya untuk melindungi Islam, untuk memisahkan agama yang suci dari politik yang
kotor. Kemal dan pendukungnya beranggapan bahwa pengadopsian norma dan institusi
modern memang mengharuskan dikorbankannya beberapa pemahaman agama
tradisional. Dan hanya itulah cara bagi ummat Islam untuk bisa bertahan secara
terhormat dalam dunia modern ini. Dengan keyakinan bahwa memodernisasi dan
mewesternisasi Turki merupakan jalan yang terbaik bagi negeri itu, pendukung gerakan
Kemal bertujuan untuk mendidik, membimbing, bahkan jika perlu memaksa, masyarakat
Turki menjadi masyarakat yang sekuler dan modern. Kharisma dan posisi Mustafa
Kemal sebagai "penyelamat" dan "bapak" bangsa setelah kemenangannya dalam perang
kemerdekaan digunakan untuk mempromosikan dirinya sebagai sosok yang bebas dari
kesalahan, pemurah dan sangat berkuasa. Pertanyaan, kritik dan perdebatan apapun yang
ditujukan pada gerakan reformasi Kemal dianggap sebagai gangguan bagi
perkembangan negara. Aturan atau kebijakan apapun yang dianggap oleh negara sebagai
karakter peradaban modern harus sesegara mungkin diadopsi di Turki, hingga justifikasi
publik nampaknya tidak lagi diperlukan.

Institusi-institusi negara biasanya mengimplementasikan kebijakan terlebih


dahulu, barulah kemudian kalangan intelektual dan jurnalis mencari pembenaran atas
kebijakan tersebut. Karena khawatir akan gangguan kekuatan oposisi dan pemikiran
kritis terhadap jalannya reformasi, negara membungkam dan mengasingkan siapapun
yang tidak setuju atau mempertanyakan upaya reformasi atas dasar ideologi atau
perspektif apapun. Isu reformasi yang paling kontroversial yang harus dihadapi oleh
republik baru adalah penghapusan sistem khalifah. Walaupun Majlis Agung Nasional
Turki (GNA) telah menghapuskan kesultanan pada tahun 1922, kantor kekhalifahan dan
penunjukkan anggota keluarga dinasti Utsmani sebagai khalifah masih dipertahankan.
Banyak orang, termasuk tokoh gerakan nasionalis Turki seperti Ziya Gökalp,
mendukung pemisahan antara Kesultanan dan Kekhalifahan, dan berusaha agar khalifah
tidak memiliki peran dalam politik nasional. Khalifah hanya dianggap sebagai pemimpin

49
spiritual komunitas Muslim global yang mungkin posisinya setara dengan Paus.
Pendekatan ini, menurut pendukungnya, justru akan memperkuat institusi kekhalifahan
karena pengaruhnya akan meluas secara internasional sebagai dasar kesatuan bagi
Ummat Islam di zaman baru. Sementara itu, bangsa Turki sendiri akan menjadi penjaga
kekhalifahan.75 Sementara tokoh lain, seperti Mustafa Kemal, memandang bahwa
keberadaan khalifah yang menjadi peninggalan sejarah seperti itu akan mengancam
kedaulatan nasional republik yang baru berdiri.76 Kelompok ini menentang usulan untuk
menjadikan khalifah sebagai pemimpin agama internasional sebagai usulan yang tidak
mungkin. Karena menurut kelompok ini, institusi kekhalifahan pun bukanlah institusi
yang benar-benar Islami, melainkan penyesuaian dari pemerintahan kesultanan.
Kelompok ini tidak menerima kemungkinan pendefinisian ulang institusi kekhalifahan
dalam konteks Islam dan juga tidak percaya percaya bahwa pendefinisian ulang itu
adalah sesuatu yang diinginkan. Mereka bahkan melihatnya sebagai mimpi yang tidak
berguna, yang tidak mungkin bisa dicapai oleh republik baru.77 Menarik untuk dicatat
bahwa mereka yang berusaha menghapuskan institusi kekhalifahan berusaha
menjustifikasi pandangan mereka dengan argumen-argumen keagamaan maupun alasan-
alasan politik. Seyyid Bey, Menteri Kehakiman, misalnya menyebarkan pamflet dan
berbicara di hadapan anggota Majlis Nasional (GNA). Ia berargumen bahwa baik Qur'an
atau Sunnah tidak mempunyai penjelasan apapun mengenai kekhalifahan, dan ini berarti
bahwa institusi ini bukan institusi keagamaan, melainkan institusi yang bersifat duniawi
dan politis. Al-Qur'an, menurut Seyyid Bey, hanya menyebut dua prinsip yang berkaitan
dengan sistem pemerintahan yang tepat: yaitu ide mengenai musyawarah (mesheverret)
dan ketaatan kepada pemilik otoritas (ulû’l emr).

Islam dengan demikian tidak menuntut adanya bentuk pemerintahan tertentu, dan
bentuk pemerintahan apapun yang mengikuti prinsip-prinsip tadi bisa dianggap sah.
Dengan demikian pula, tidak ada hambatan dalam syariah untuk mengakui pemerintahan

75
Ziya Gölkap, “The Real Meaning of the Caliphate” in Küçük Mecmua [Minor Magazine] (No. 24, Nov. hlm. 1-6;
Ziya Gölkap, “Functions of the Caliphate” in Küçük Mecmua [Minor Magazine] (No. 26, Dec. 11, 1922), hlm. 1-5.
76
Faruk Alpkaya, “Türkiye Cumhuriyeti‟nin Kuruluşu: 1923-1924” [Dasar Republik Turki 1923-1924] (Istanbul:
Iletişim, 1998), hlm. 199.
77
Yunus Nadi, “Two Servants of Britain,” in Anadolu’da Yeni Gun Daily (Jan. 18, 1924)
50
parlementer, dan di zaman modern ini hanya pemerintahan parlementer lah yang secara
sah bisa merealisasikan prinsip-prinsip islam tentang musyawarah dan tertib hukum.
Menurutnya, otoritas khalifah tradisional secara umum (wilaya al 'Amma) yang berupa
tanggung jawabnya terhadap urusan-urusan publik justru berdasarkan akad wikalah
(aqd-î Wakâlet), dimana Khalifah adalah agen bangsa dan kekuasaannya berasal dari
kehendak dan pilihannya. Menurut Seyyid Bey, institusi kekhalifahan yang berdiri
bukan melalui pilihan komunitas Muslim berarti tidak sah menurut syari'ah. Dia
kemudian menyimpulkan bahwa tidak ada institusi kekhalifahan yang sah sepeninggal
Ali, Khalifah IV, karena setelahnya kekhalifahan diambil alih melalui kekuatan dan
bukan melalui kehendak ummat.78 Debat mengenai penghapusan institusi kekhalifahan
muncul bersamaan dengan debat mengenai penghapusan syari'ah dan wakaf dan
pentingnya mereformasi sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pengelolaan
madrasah di bawah kementrian pendidikan. Meskipun semua usulan tersebut diajukan
oleh GNA, banyak anggota majelis ini yang mengungkapkan kekhawatirannya terhadap
usaha mempersempit peran agama hanya sebagai urusan akhirat dengan berargumen
bahwa agama, bagaimanapun, akan selalu mempengaruhi politik. Anggota majelis
lainnya malah beranjak lebih jauh. Mereka beranggapan bahwa Islam berbeda dengan
Kristen dan tidak bisa dipisahkan dari urusan-urusan duniawi laiknya posisi agama di
negara-negara Eropa.79

Debat parlementer yang terjadi di masa republik awal ini tak pelak lagi
memberikan legitimasi bagi gerakan reformasi Mustafa Kemal. Namun setelah
dijalankan, program reformasi ini diperlakukan negara sebagai sesuatu yang tidak bisa
dipertanyakan, hingga mengkritik Attaturk dan prinsipnya menjadi sebuah tindak
kejahatan. Sejak saat itu, enam prinsip Kemalisme (Republikanisme, Nasionalisme,
Popularisme, Stateism, Sekulerisme dan Revolusionisme) dianggap sebagai fondasi
abadi rezim modern yang tak bisa disentuh. Semua intelektual diharuskan mendukung
ideologi resmi negara seperti yang terrangkum dalam enam prinsip tadi secara terbuka.
Enam prinsip ini juga harus menjadi bagian kurikulum di sekolah-sekolah dan perguruan

78
Seyyid Bey, “Hilafet ve Hakimiyet-i Milliye” [Khalifah dan Kedaulatan Nasional] (Ankara, 1923),27-28.
79
Alpkaya, “Türkiye Cumhuriyeti‟nin Kuruluşu “ [Dasar Republik Turki], hlm. 231.

51
tinggi, tak peduli apapun jurusannya. Para pelajar dan mahasiswa diharuskan mengambil
mata kuliah mengenai prinsip-prinsip itu berulang-ulang agar bisa menginternalisasi
prinsip-prinsip Attaturk dan menegakkan peninggalaan revolusionernya. Debat apapun
mengenai sekulerisme harus menegaskan ulang komitmen terhadap prinsip-prinsip
Attaturk terlebih dahulu karena prinsip-prinsip ini sejak awal telah menjadi model yang
terbaik bagi Turki dan tidak pernah bisa dipertanyakan atau dirubah.

Karena hambatan, keterbatasan dan pembatasan hukum seperti ini, maka debat
publik yang bebas mengenai sekulerisme dan masalahnya menjadi hal yang sangat sulit
di Turki. Akibatnya, ekspresi ketidak puasan terhadap praktik sekularisme pada saat itu
tidak terdokumentasikan. Yang jelas, mayoritas masyarakat Turki memang mendukung
sistem pemerintahan yang sekuler. Jadi, keluhan masyarakat sebetulnya cenderung
diarahkan pada praktik otoritarian negara seperti pelanggaran terhadap hak asasi
manusia yang sebetulnya tidak sejalan dengan prinsip negara demokrasi modern
daripada terhadap sistem sekuler itu sendiri. Banyak sejarawan Turki yang terkesan
terhadap betapa dalam dan beragamnya debat mengenai agama dan politik yang terjadi
pada akhir masa pemerintahan dinasti Utsmani (akhir abad 19 dan permulaan abad 20)
dan mereka mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap kepalsuan wacana yang
berkembang di abad ke-20 hingga sekarang.80 Untuk mengakhiri bagian ini dan
memperkenalkan bagian selanjutnya, ada baiknya bila saya menyinggung perkembangan
politik sejak berdirinya Republik hingga saat ini. akhir Perang Dunia I menandai
runtuhnya Dinasti Utsmani dan berkurangnya wilayah kekuasaannya. Mustafa Kemal
tak lama kemudian memimpin revolusi perlawanan terhadap rezim Utsmani lama
dengan sukses dan pada tahun 1922 republik baru pun didirikan. Republik baru ini
melakukan proses reformasi yang sangat cepat yang ditujukan untuk merubah kehidupan
politik dan sosial bangsa Turki dengan melakukan sekularisasi dan westernisasi serta
membatasi dan mengontrol peran agama dan juga institusinya. Partai Mustafa Kemal,
Parta Republik Rakyat (CHP) memerintah Turki sampai munculnya era sistem multi
partai pada pertengahan abad 20. serangkaian kup militer (yang terjadi pada tahun 1960,

80
Etyen Mahçupyan, „Laiklik ve Hazımsızlı‟ [Sekularisme dan Intoleransi/Lemahnya Internalisasi], Zaman
newspaper (Juni, 20, 2005).

52
1971, 1980 dan 1997) yang terjadi di Turki sebagai reaksi militer atas ancaman yang
bisa menghancurkan karakter sekuler negara Turki menyebabkan demokrasi negeri ini
lebih bercorak otoritarian. Protes-protes terutama yang muncul dari kelompok agama
atau etnis yang berbeda dengan rezim ditekan sedemikian rupa. Namun, perkembangan
mutakhir di Turki seperti terpilihnya partai sekular namun pro Islam (AKP) dalam
pemerintahan dan keputusan Turki untuk mendapatkan keanggotaan penuh dari Uni
Eropa nampaknya akan meningkatkan kualitas demokrasi dan perlindungan terhadap
hak asasi manusia di negeri itu. Namun kita masih harus melihat apakah trend positif ini
masih akan berlanjut atau tidak.

Walaupun posisi Islam sebagai agama resmi negara telah dicabut pada tahun 1928
dan pandangan sekularisme Republik diteguhkan kembali dalam Undang-Undang dasar
tahun 1937, partai tunggal penguasa (CHP) harus berhadapan dengan realitas politik
Islam ketika kebijakan multi partai mulai kembali diberlakukan pada tahun 1946. CHP
harus merevisi pandangan buruknya tentang Islam ketika para pemimpin partai ini
menyadari bahwa rival kuat mereka yang baru muncul, Partai Demokrat, berhasil
menarik simpati kalangan konservatif. Beberapa anggota parlemen dari CHP juga
beranggapan bahwa reformasi sekularisme telah berjalan terlalu jauh dengan
menyebabkan terjadinya kevakuman moral dan etik dalam sosialisasi anak muda. 81.
CHP memperkenalkan kembali pelajaran agama yang bebas dipilih oleh siswa di
sekolah, membuka sekolah-sekolah untuk melatih para Imam dan da'i dan mendirikan
Fakultas Teologi di Universitas Ankara.

Namun pada saat yang sama, CHP juga menambahkan artikel 163 ke dalam
Hukum Kriminal untuk memberikan sanksi kepada "propaganda keagamaan yang
melawan negara sekuler."82 Partai Demokrat, pada masa pemerintahannya, pun tetap
menyatakan komitmennya pada sekularisme sebagai prinsip dasar negara, namun partai
ini berusaha untuk mencari dukungan politik dari kelompok-kelompok Islam semacam
Nur Cemmati yang dipimpin oleh Bediüzzaman Said Nursi. Namun kup militer tahun

81
Şerif Mardin, Türkiye’de Din ve Siyaset Makaleler 3, [Agama dan Politik di Turki, 3 Artikel 3] (Istanbul: Iletişim,
2001), hlm. 120-122
82 Erik Jan Zü Türkiye’de rcher, Modernleşen Türkiye’nin Tarihi [Sejarah Modernisasi Turki] (Istanbul: Iletişim,

1998), hlm. 339.


53
1960 mengakhiri aliansi ini, nampaknya, karena jenderal-jenderal militer beranggapan
bahwa Said Nursi sedang berusaha mendirikan negara teokratis di Turki.83 Penting untuk
membincangkan peran politik militer dalam mempromosikan dan mempertahankan
pandangan sekularisme di Turki karena Militer pulalah yang hampir meniadakan
kemungkinan bagi politik Islam untuk muncul di negeri itu.

Sehabis perang dunia I ia diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang ada
di Turki Selatan. Izmir telah jatuh dan Sanyrna telah diduduki tentara sekutu, dan
kewajiban Mustafa Kemal kembali membebaskan daerah itu dari kekuasaan asing
dengan mendapat sokongan dari rakyat yang telah mulai membentuk gerakan-gerakan
membela tanah air, ia akhirnya dapat memukul musuh mundur dan menyelamatkan
daerah Turki dari penjajahan asing. Dengan-temannya dari pimpinan nasionalis lain Ali
Paud dan Refat, ia dalam itu mulai menantang pemerintah yang datang dari Sultan
Istambul, karena perintah itu banyak bertentangan dengan kepentingan nasional Turki.
Sulthan di Istambul telah berada di bawah kekuasaan sekutu dan harus menyesuaikan
diri dengan kehendak mereka.

Mustafa Kemal melihat perlunya diadakan pemerintahan tandingan di Anatolia.


Segera ia dengan rekan - rekannya tersebut di atas mengeluarkan maklumat yang berisi
pernyataan - pernyataan berikut :

a. Kemerdekaan tanah air sedang dalam keadaan bahaya

b. Pemerintah di ibu kota terletak di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu
tidak dapat menjalankan tugas.

c. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari
kekuasaan asing

d. Gerakan – gerakan pembela tanah air yang telah ada harus dikoordinir oleh
suatu panitia nasional pusat. Untuk itu perlu diadakan kongres.84 Dengan tersiarnya

83 Şerif Mardin, Din ve Siyaset [Agama dan Politik di Turki] (Istanbul: Iletişim, 2001), hlm. 120-122.
84
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975), hlm. 134-139.

54
pengumuman ini, Musatafa Kemal diperintahkan datang ke Istanbul, tetapi ia menolak
sehingga ia dipecat dari jabatannya sebagai panglima. Musatafa Kema keluar dari dinas
tentara dan ia diangkat oleh perkumpulan pembela Hak-hak Rakyat cabang Erzurum
sabagai ketua.

Kongres yang diadakan pertama kali di Erjurum menghasilkan untuk membela


serta mempertahankan dan keutuhan tanah air dan mengadakan rapat Majlis Nasionla
dalam waktu singkat. Kongres kedua diadakan di Sivas dan di sini diputuskan Turki
harus bebas dan merdeka dan selanjutnya dibentuk Komite Perwakilan Rakyat. Mustafa
Kemal dipu dipilih sebagai ketua. Dalam pada itu, juga diadakan pemilihan untuk
Parlemen di Istanbul dan golongan nasionalis memperoleh mayoritas. Namun Parlemen
tidak dapat bekerja kerena selalu mendapat intervensi dari kalangan sekutu-sekutu dan
akhirnya menunda pengadaan rapat sampai waktu tidak tertentu. Banyak dari
anggotanya menggabungkan diri dengan Mustafa kemal di Anotia. Atas usaha Mustafa
Kemal dan teman - temannya dapat dibentuk Majelis Nasional Agung di tahun 1920.
dalam sidang di Angkara, yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, Dalam
sidang itu diambil anatara lain keputusan-keputusan berikut :

a. Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat Turki

b. Majelis Nasional Agung merupakan Perwakilan Rakyat tertinggi

c. Majelis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislative dan badan eksekutif

d. Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari majelis Nasional Agung akan
menjalankan tugas pemerintah

e. Ketua Majelis Nasional Agung merangkap sebatas Ketua Majlis Negara.

Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis


bergerak dan dengan perlahan - lahan dapat menguasai situasi sehingga akhirnya sekutu
terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa di Turki. Pada tanggal 23 Juli 1923 ditanda
tangani perjanjian lausanne dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan

55
internasional.85 Di dalam sidang Majlis Nasional Agung yang diadakan ditahun 1992,
Mustafa kemal menjelaskan bahwa jabatan Khalifah dan jabatan Sultan dalam sejarah
terpisah, dalam arti dipegang oleh dua orang, Khalifah di Bagdad dan Sultan di daerah.
Oleh Karen itu tidak ada salahnya kalau kedua jabatan yang dipegang oleh Raja Turki
dipisahkan. Usul penghapusan jabatan Sultan diterima majlis Nasional Agung dan Raja
Turki. DenganDengan demikiian hanya memegang jabatan Khalifah dipertahankan.
Usul penghapusan jabatan Khalifah yang tidak mempunyai kekuasaan duniawi, tetapi
hanya kekuasaan spiritual. (Syaikuni, 1997)

Kemudian timbul persoalan bentuk Negara yang telah berubah organisasinya.


Golongan Islam mempertahankan Khalifah dan golongan nasionalis menghendaki
bentuk Republik. Melihat pada konstitusi 1921 yang di dalamnya ditegaskan bahwa
kedaulatan terletak di tangan rakyat, bemtuk Negara baru ini harus Republik. Pada bulan
Oktober 1923, Majlis Nasional Agung, sungguhpun ada suara-suara tidak setuju dari
golongan Islam, mengambil keputusan bahwa Turki adalah Negara Republik. Tetapi
sebagai imbalan, usulan golongan Islam di tambah satu artikel yang mengatakan agama
Negara Republik Turki adalah Islam.

Mustafa Kemal melihat bahwa jabatan Khalifah juga harus dihapuskan dan soal ini
dibicarakan oleh Majlis Nasional Agung di bulan Februari 1924. Perdebatan berjalan
dengan sengit. Tetapi akihrnya pada tanggal 3 Maret 1924, suara di Majlis memutuskan
penghapusan jabatan Khalifah. Khalifah Abdul Majid diperintahkan untuk
meninggalkan Turki, dan ia bersama kelurganya pergi ke Swiss.

Dengan demikian gambaran bahwa di Republik Turki ada kepala Negara terhapus,
tetapi sungguhpun demikian ide kedaulatan rakyat belum mempunyai gambaran jelas,
karena artikel 2 dari konstitusi masih tetap ada, yaitu agama Negara ada, yaitu agama
Negara adalah Islam. Ini mengandung arti bahwa kedaulatan bukan sepenuhnya terletak
di tangan rakyat, tetapi pada syariat. Oleh karena itu Mustafa Kemal selanjutnya ialah
menghilangkan Artikel 2 dari Konstitusi 1921. Ini terjadi di tahun 1928. Negara tidak

85
Ahmad Syaikuni, Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 52-53.

56
ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu sesudah prinsip
sekularisme dimasukkan ke dalam Konstitusi di tahun 1937, barulah Republik Turki
dengan resmi menjadi negara sekuler.86

Kondisi Turki Pasca Keruntuhan


Setelah Sultan Muhammad VI meninggalkan Turki Ustmani dengan menggunakan
kapal Inggris menuju Malta, Mustafa kemal mengangkat Sultan Abdul Majid II sebagai
Khalifah menggantikan saudaranya, Sultan Muhammad II pada tahun 1918.87 Dia
Sebenarnya hanya Khalifah boneka untuk menutupi kepura-puraan Mustafa Kemal agar
dianggap masih menjaga sistem kekhalifahan. Namun, Abdul Majid II merupakan sosok
terpelajar menghayati khazanah dan sejarah Turki Utsmani. Dia juga adalah sosok yang
menyadari kedudukannya di kalangan masyarakat Muslim.

Karena kepribadian tersebut, pernah suatu ketika dia memakai sorban yang pernah
dipakai Sultan Muhammad al-Fatih dan pada saat yang lainnya dia menyandang pedang
Sultan Sulaiman al-Qanuni. Ini adalah politik simbol yang dimainkan oleh Abdul Majid
II. Baik Sultan Muhammad al-Fatih maupun Sultan Sulaiman al-Qanuni, keduanya
merupakan penguasa Turki Ustmani yang dianggap sebagai penguasa yang terhebat di
antara Sultan Turki Utsmani yang lainnya.

Masyarakat yang menyaksikan sorban Sultan Muhammad al-Fatih dan pedang


Sultan Sulaiman al-Qanuni yang dipakai Abdul Majid II semakin menaruh hormat
kepada Abdul Majid II. Hal ini membuat Mustafa Kemal semakin benci terhadap Abdul
Majid II. Dia tidak menyukai kecintaan dan hormat diberikan kepada keturunan Turki
Utsmani atau pada kesultanan dan kekhalifahan. Sebagai dampaknya, dia melarang
Sultan Abdul Majid II keluar untuk melaksanakan shalat, kemudian dia juga mengurangi
hak-hak istimewanya.88 Mustafa Kemal memanggil semua anggota pendiri anggota
Nasional Turki untuk mengadakan pertemuan pada tanggal 3 Maret 1924. Dia
mengusulkan kepada seluruh anggota organisasi untuk membubarkan kekhalifahan yang
disebutnya sebagai "bisul sejak abad pertengahan".89 Tidak asa yang menolak usulan
tersebut sehingga kekhalifahan resmi dibubarkan pada tanggal tersebut. Selain itu,
mereka juga memutuskan untuk mengasingkan Khalifah pada hari berikutnya.
Runtuhnya Turki Utsmani juga berarti bahwa Mustafa Kemal melaksanakan semua
rancangan tertulis yang ditanda tangani olehnya dengan negara-negara Barat. Rancangan
tersebut ada dalam perjanjian Luzan yang terjadi pada tahun 1923. Isi perjanjian tersebut

86
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 141-143.

87
Syafiq A Mughni, Op.Cit,. hlm. 66
88
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op.Cit,. hlm. 586
89
Ibid, hlm. 857
57
kemudian dikenal sebagai syarat-syarat Carson yang diambil dari nama ketua delegasi
Inggris dalam Perjanjian Luzan tersebut, yaitu Carson. Isi perjanjian tersebut antara lain
: 1. Pemutusan semua hal yang berhubungan dengan Islam dari Turki 2. Penghapusan
kekhalifahan Islam untuk selama-lamanya 3. Mengeluarkan khalifah, para pendukung
Khalifah dan Islam dari negeri Turki serta mengambil harta khalifah. 4. Mengambil
undang-undang sipil sebagai pengganti dari undang-undang Turki yang lama.

Akhirnya kedaulatan Kekhalifahan Turki Utsmani yang telah bertahan selama


lebih dari 7 abad runtuh akibat konspirasi dan cengkeraman modernisasi dan
sekularisme. Freemasonry sebagai gerakan yang bertanggung jawab atas keruntuhan
tersebut hingga saat ini masih hidup sebagai sebuah gerakan clandestine. Umat Islam
terkena dampak konspirasi Freemasonry, mengalami disintegrasi, tersekat-sekat oleh
batas-batas teritorial dan tanpa adanya kesatuan pemimpin.90 Pada tanggal 20 November
1922, Perjanjian Lausanne dibuka. Perundingan tersebut dihadiri delegasi pemerintahan
Ankara atas nama Daulah Utsmaniyah dan bertindak sebagai wakil Khilafah yang
mengalami kekalahan dalam Perang Dunia. Perundingan tersebut juga dihadiri oleh Lord
Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris, sebagai pimpinan delegasi, karena pemerintahan
Lloyd George telah mengundurkan diri pada tanggal 19 Oktober 1922. Selama
perundingan, pimpinan delegasi Inggris, Lord Curzon, menetapkan empat syarat
sebelum memberi pengakuan atas kemerdekaan Turki. Syarat-syarat tersebut adalah :

1) Penghapusan Khilafah secara total


2) Pengusiran Khalifah sampai keluar batas-batas negara.91
3) Penyitaan kekayaan Khalifah
4) Pernyataan sekularisasi Negara.

Keberhasilan perundingan terletak pada pemenuhan syarat-syarat tersebut. Namun,


perundingan itu berakhir pada tanggal 4 Februari 1923 tanpa menghasilkan keputusan
apapun dan dinyatakan gagal.

Ismat Pasha kembali ke Turki dari perundingan dan Mustafa segera menemuinya
di Eskisehir untuk mendapatkan informasi tentang segala hal yang telah mengemuka
dalam perundingan. Kemudian mereka berdua kembali ke Ankara. Pada waktu
kedatangan mereka di stasiun Ankara, keduanya terkejut dengan kelalaian Perdana
Menteri Rauf Beik dan para utusan wilayah dalam menyambut kedatangan mereka.
Mustafa Kemal marah karena ketidakmunculan mereka dan segera memanggil Rauf
Beik untuk meminta penjelasan atas kelalaian tersebut. Rauf menjawab dan menyatakan
ketidaksetujuannya atas pengiriman Ismat pada Perundingan Lausanne tanpa
berkonsultasi dengan Pemerintah. Rauf menegaskan bahwa hal tersebut merupakan

90
Deden A Herdiansyah, Di balik Runtuhnya Turki Utsmani, (Yogyakarta: Pro-U Media,2016), hlm. 138

91
Abdul Qadim Zallum, Malapetaka Runtuhnya Khilafah, (Bogor: Al-Azhar Press, 2013), hlm. 201 3
58
tindakan yang inkonstitusional. Rauf melanjutkan protesnya dengan menyampaikan
pengunduran dirinya dari kursi Perdana Menteri.

Akibatnya, Majelis Nasional bersidang untuk membahas perundingan damai


tersebut. Majelis berpihak kepada Rauf dan bersama-sama memberikan dukungan
kepadanya serta mayoritas anggota majelis menentang Mustafa Kemal. Perdebatan
memanas hingga berlangsung sampai 9 hari. Selama waktu itu, para utusan mengutuk
Mustafa Kemal yang dulu pernah membuat kesepakatan dengan musuh (Yunani) di
Mudanya, dengan menggambarkan kesepakatan itu sebagai tipu daya. Mereka
menyatakan bahwa seharusnya Mustafa meneruskan pengejaran terhadap tentara Yunani
itu sampai ke Istanbul, bahkan jika perlu sampai ke Mhera.

Para utusan kemudian melancarkan hujatan yang kasar kepada Ismat Pasha,
dengan menuduhnya melanggar tata cara perundingan dan tidak mampu bernegosiasi
dengan Lord Curzon.92 Mereka juga mengeritik pengirimannya yang tidak melalui
persetujuan mereka. Mereka memutuskan melakukan pemungutan suara untuk
memecatnya dan mengangkat penggantinya untuk meneruskan perundingan lanjutan di
Lausanne. Menyadari situasi ini, Mustafa Kemal marah dan mengeluarkan ancaman
serta menghasut para utusan untuk menentang Rauf Beik hingga Rauf dapat
menggagalkan pemecatan Ismat. Mustafa berkeras mempertahankan Ismat karena ia
merupakan urusan yang sangat dipercaya dalam hubungan dengan Inggris dan orang
yang sangat patuh kepadanya. Mengirim utusan lain dapat menghalangi seluruh rencana
Mustafa Kemal sehingga dapat memberikan hasil akhir yang berbeda. Oleh sebab itu,
Mustafa berjuang mati-matian sampai akhirnya ia berhasil menggagalkan keputusan
penggantian Ismat.

Kemudian, dia menyiapkan rencana untuk melawan Majelis Nasional sehingga


perseteruan antara keduanya semakin meningkat sampai sebagian besar koleganya yang
dulu berpihak kepadanya pada masa-masa sulit selama bertahun-tahun mulai bergabung
melawannya, dengan dipimpin oleh Rauf Beik. Di antara penentang Mustafa Kemal
adalah Rahmi, Adnan, Katsim Sutra Bakir, Ruf'at, Ali Fuad, Nuruddin dan sebagainya.
Hanya Ismat, Fauzi dan beberapa sahabatnya yang tetap berpihak kepadanya. Para
utusan satu demi satu bergabung dengan Rauf dan mulai mengkritisi Mustafa Kemal
secara terbuka. Mayoritas anggota Majelis Nasional bergabung menentangnya. Mustafa
Kemal mulai menyadari bahwa kekalahannya dapat dipastikan. 93 Keputusan Mustafa
Kemal untuk membentuk Turki sebagai sebuah negara sekuler modern didasarkan
kepada kekecewaannya yang sangat mendalam terhadap sistem kekhalifahan
sebelumnya. Akhirnya, pada 3 Maret 1924 ia membubarkan institusi yang telah ada

92
Abdul Qadim Zallum, Malapetaka Runtuhnya Khilafah, (Bogor: Al-Azhar Press, 2013), hlm. 202
93
Abdul Qadim Zallum, Malapetaka Runtuhnya Khilafah, (Bogor: Al Azhar Press, 2013), hlm. 20.

59
sejak masa lalu.94 Jadi, sistem pemerintahan Turki di era ini bukan lagi sistem dinasti,
tetapi berdasar pada pokok populisme (kerakyatan). Dengan demikian, kedaulatan Turki
di masa reformasi diberikan kepada rakyat, dan sistem kekhalifahan sudah tidak
diterapkan lagi di Turki. Walaupun jauh sebelumnya, Islam telah berkembang pesat di
Turki, dan memasuki masa reformasi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik
pada dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan signifikan,
sebab memang dalam sejarahnya, mayoritas bangsa Turki adalah Muslim. Komposisi
penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara dramatis, dan sensus
tahun 1927 jumlah penduduk non-Muslim berkurang dari 20% menjadi 2,6%, dan terus
berkurang setelah itu.95 Sebaliknya, populasi umat Islam terus berkembang. Pada sensus
terakhir di tahun 2000, umat Islam mencapai angka 98%.96

Perkembangan Islam dari aspek lain di Turki adalah termasuk dari segi penerapan
hukum Islam yang diatur oleh undang-undang negara tersebut. Misalnya, undang-
undang keluarga 1924 mengharamkan poligami, menjadikan suami dan istri
berkedudukan sama dalam perceraian harus dijatuhkan di pengadilan dengan syarat-
syarat tertentu tidak semata-mata hak prerogatif suami. Konstitusi menegakkan hak
persamaan wanita dalam pendidikan dan dalam pekerjaan dan pada tahun 1934 kaum
wanita diberi hak untuk dicalonkan dalam pemilihan nasional.97 Perkembangan dari segi
lain, adalah bahwa di Turki dimasa reformasi, lahir partai-partai Islam yang mewadahi
aspirasi umat dan mengontrol jalannya sistem pemerintahan.

94
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam, Cet. I (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 219.
95
Esposito, John L. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. Jilid VI, (Oxford: Oxford Univercity
Press, 1995), hlm. 64
96
Iwan Gayo (ed.), Buku Pintar Seri Senior Plus 20 Negara Baru, Cet. VI (Jakarta: Dipayana, 2000), hlm. 581.

97
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 92
60
BAB III

PENUTUP

Turki Utsmani adalah sebuah kerajaan besar yang dibangun oleh Utsman (1258-
1326),putra Ethogrol pada tahun 1300, saat terjadi kekosongan kekuasaan kerajaan Turki
Saljuk akibat serangan bangsa Mongol, dan akhirnya bermukim di barat laut Asia kecil
atau Anatolia. Awalnya, di Anatolia mereka hanya menempati wilayah kecil yang
berbatasan dengan Bizantium; pemberian Turki Seljuk, sebagai imbalan atas bantuan
mereka dalam melawan Romawi. Wilayah kecil ini mirip tanah perdikan di Jawa, yaitu
wilayah yang mendapatkan perlakuan istimewa sebagai wilayah otonom penuh dan bebas
mengatur kehidupan mereka dari wilayah kerajaan yang berkuasa kala itu.

Bangsa Turki Utsmani adalah suku bangsa pengembara yang berasal dari Kayi.
Saat terjadi penyerangan bangsa Mongol terhadap dunia Islam, suku Kayi ini berusaha
menyelamatkan diri dan lari ke arah barat dengan dipimpin oleh kepala sukunya,
Sulaiman Syah. Dia meminta perlindungan kepada Jalaluddin, penguasa terakhir di
Dinasti Khawarizm Syah, yang saat itu berada di Transaksonia. Jalaluddin menyarankan
agar Sulaiman Syah dan anggota sukunya pergi kea rah barat menuju Asia Kecil. Mereka
kemudian berangkat menuju Asia Kecil dan menetap disana.

Di bawah pijakan kekuasan yang dipimpin oleh Sultan Selim II (1566-1574),


pemerintahan Turki Utsmani tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak efektif lagi.
Sultan Selim II tidak memiliki kemampuan yang baik untuk melanjutkan penaklukan-
penaklukan dan ekspansi wilayah sebagaimana ayahnya Sultan Selim I. dia lebih banyak
menghabiskan waktunya di dalam Istana Topkapi. Berbeda dengan ayahnya yang
seringkali memimpin langsung agenda-agenda penaklukkan. Oleh sebab itu, tidak
mengherankan jika banyak sejarawan yang menyebytkan bahwa pada masa Sultan Selim
II –lah awal mula dari masa kemunduran Turki Utsmani. Melemahnya kepemimpinan
para sultan dimanfaatkan oleh Barat untuk semakin gencar menyerang Turki Utsmani
hingga berhasil diruntuhkan pada Maret 1924.

61
DAFTAR PUSTAKA

Ali Sodiqin, dkk. (2018). Sejarah Peradaban Islam; Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Lesfi.

Asari, H. (2002). Modernisasi Islam Tokoh, Gagasan dan Gerakan. Bandung: Citapustaka Media.

ash-Shalabi, A. M. (2011). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.

Hamka. (1981). Sejarah Umat Islam III. Jakarta: Bulan Bintang.

Hardiansyah, D. A. (2016). Di Balik Runtuhnya Turki Utsmani. Yogyakarta: Pro-U Media.

Hardiansyah, D. A. (2017). Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara. Yogyakarta: Pro-U Media.

Kusdiana, A. (2017). Sejarah & Kebudayaan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Lapidus, I. M. (2000). Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Mughni, S. A. (1997). Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos.

Munif, A. (2007). 50 Tokoh Poitik Legendaris Dunia. Yogyakarta: NARASI.

Nasution, H. (1975). Pembaruan dalam Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang.

Shaw, S. J. (1997). History of the Ottoman Empire and Modern Turkey. Los Angel: Cambridge Univesity
Press.

Syaikuni, A. (1997). Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Yatim, B. (2014). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Zallum, A. Q. (2013). Malapetaka Runtuhnya Khilafah. Bogor: Al- Azhar Press.

62

Anda mungkin juga menyukai