Anda di halaman 1dari 12

Hukum Tata Negara dalam Perspektif Hadist

Pariyetmi Putri1, Rhima Arifaturrosyida2, Aisyah Zarah Azizah3, Azzuan Fariqul


Syafney4
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
05020421051@student.uinsby.ac.id

Absrtact
The Qur'an introduces terms related to political power, each with a very different
connotation. The Qur'an does not provide a definite and strict state theory that Islam must
follow in various countries. However, the flexibility given by the Qur'an to state issues will
make it easier for humans to build a state institution that is in accordance with human
thought and contemporary developments. Therefore, humans in living this life must always
be in accordance with His commands in order to achieve prosperity both in this world and
in the hereafter. Thus, in general it can be said that humans must always pay attention to
and carry out the commands of ma'ruf and nahi munkar which contain the command to
always do good and prevent damage, as taught in Islam. Because the essence does not lie
in the form, but in the general principles that have been outlined in the Qur'an and the
Sunnah of the Prophet. The position of the Hadith of Constitutional Law is very important
in making rules both related to rituals and society, in this case the state which aims to
achieve comprehensive benefit can be realized.
Keywords: Hadith, Constitutional Law, Constitutional Law Principles, Sanad, Matan
Hadith
Abstrak
Al-Qur'an memperkenalkan istilah-istilah yang berkaitan dengan kekuasaan
politik, masing-masing dengan konotasi yang sangat berbeda. Al-Qur’an tidak memberikan
suatu teori kenegaraan yang pasti dan ketat yang harus diikuti oleh Islam di berbagai
negeri. Namun fleksibilitas yang diberikan al-Qur’an terhadap masalah kenegaraan, akan
mempermudah manusia dalam membangun sebuah institusi kenegaraan yang sesuai
dengan lau pemikiran manusia dan perkembangan zaman kontemporer. Oleh karena
itu, manusia dalam menjalani hidup ini harus selalu sesuai dengan perintah-perintah-Nya
dalam rangka mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Dengan
demikian, secara umum dapat dikatakan, bahwa manusia harus selalu memperhatikan dan
melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar yang mengandung makna perintah untuk
senantiasa melakukan kebaikan dan mencegah kerusakan, sebagaimana yang diajarkan
dalam Islam. Karena esensinya tidak terletak pada bentuknya, akan tetapi ada pada prinsip-
prinsip umum yang sudah digariskan dalam Alquran dan Sunah Rasul. Kedudukan Hadis
Hukum Tata Negara sangat penting dalam membuat aturan-aturan baik yang berkaitan
dengan ritual maupun masyarakat, dalam hal ini negara yang bertujuan untuk mencapai
kemaslahatan secara komprehensif dapat terwujud.
Kata Kunci : Hadis, Hukum Tata Negara, Asas Hukum Tata Negara, Sanad, Matan Hadis
Pendahuluan
Pemerintahan adalah simpul pokok islam karena dianggap suatu hal yang sangat
penting. Banyak dalil baik daripada Al-Qur’an ataupun hadist. Salah satu diantaranya
adalah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Umamah al-bahili dari Rasulullhah
SAW. Kata Nabi ikatan-ikatan islam itu akan terurai satu demi satu yang lainnya. Setiap
ikatan yang terurai orang-orang akan bergantung pada ikatan selanjutnya yang pertama kali
terurai adalah masalah hukum dan dan yang terakhir adalah masalah sholat (HR. Imam
Ahmad). Dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah SAW. telah mengikat simpul-simpul

1
keislaman termasuk paling penting adalah simpul hukum atau pemerintahannya. Setelah
beliau mendirikan negara Islam di Madinah ba’da hijrah dari Makkah ke Madinah. Dapat
kita lihat usaha Rasulullah SAW. membuat suatu pemerintahan yang Madani, adil
pemerintahan yang melindungi bahkan menjadikan kebahagiaan dan rahmat bagi seluruh
alam ini bukan hanya orang islam saja. Menurut Imam Al-Mawardi memang diharamkan
kepemimpinan sebagai penerus nabi dalam konteks kenabian karena beliau adalah nabi
terakhir. Imam Al-Mawardi berpendapat bahwa yang diharamkan itu adalah meneruskan
perjuangan nabi sebagai pengganti kenabian karena itu merupakan esensi bukan dari bumi
melainkan dari langit yaitu Allah swt dan nabi yang terakhir adalah Nabi Muhammad
SAW. tidak lagi lagi nabi setelahnya. Nabi Muhammad SAW. lah yang membawa kenabian
ke dunia ini sehingga kenabian tidak dapat diwariskan.
Menurut Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa imamah khalifah atau pengganti
kedudukan nabi dalam hal penerapan hukum syariat dan pelindung atas wilayah umat islam
itu diprbolehkan. Yang bisa digantikan itu kepemimpinan, kepemerintahan itulah yang
dinamakan khalifah itu sendiri. Tanpa seorang pemimpin hukum syara atau hukum syariat
tidak dapat diterapkan dan wilayah umat islam tidak dapat di lindungi dengan baik.
Pemerintahan dalam islam disimpulkan sebagai penjaga oleh bergantinya hari dan waktu
agar agama itu tidak hilang, tidak lenyap semakin kokoh. Keutamaan hidup dibawah
seorang pemimpin yang adil dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan imam al baihaqi
dari ibnu abbas beliau mengatakan telah bersabda Rasulullah SAW. satu hari dipimpin oleh
pimpinan yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun dan hukum yang ditegakkan
dimuka bumi ini dengan sebenarnya. Satu hari dipimpin oleh pemimpin ynag adil,
pemimpin ynag cinta rakyatnya, rakyatnya yang juga saynag kepada pemimpin nya yang
dijalankan dengan adil maka itu lebih baik daripada beribadah 60 tahun dan hukum yang
ditegakkan dimuka bumi ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya itu lebih baik
daripada hujan selama 40 hari. Allah swt memberikan pahala yang besar dalam hadis ini
bagi peimpin yang adil dan keridhaan yang telah menerapkan hukum-hukum Allah swt
kepada semua masyarakat secara adil dan menyelesaikan problematika secara adil pula.
Dalam konteks negara pun kita melihat hukum-hukum keadilan juga ditegakkan di negara
kita. Orang yang tidak melakukan kebaikan atau melanggar aturan diberikan keadilan dan
pengadilan kepadanya.
Pada masa al-Khulafa al-Rasyidin umat Islam memilih dan menggunakan sistem
khalifah, dengan pertimbangan bahwa sistem inilah yang paling cocok bagi mereka saat
itu. Sistem khalifah dapat disebut sebagai salah satu bentuk ijma’ (konsensus) para sahabat
nabi ketika itu. Namun konsensus itu bukan merupakan suatu konsep yang kaku yang
secara mutlak harus diterapkan pada setiap saat dan tempat. Pada masa kontemporer
dimungkinkan untuk diganti dengan sistem yang lain yang memiliki karakteristik yang
hampir sama atau berdekatan, misalnya bentuk republik. Ibnu Taimiyah, salah seorang
pelopor pembaharuan dalam Islam dan seorang penganjur ijtihad dalam rangka kembali
kepada Alquran dan sunah, dalam teori kenegaraannya lebih mefokuskan pada peran
syari’ah dalam negara. Beliau memahami apapun bentuk pemerintahan dalam Islam ia
semata-mata alat syari’ah. Dengan demikian, beliau lebih menekankan pada supermasi
hukum Islam ketimbang bentuk pemerintahan yang formal.
Apabila manusia berkuasa di muka bumi, maka kekuasaan itu diperolehnya sebagai
suatu pendelegasian kewenangan dari Allah swt., karena Allah swt. adalah sumber dari
segala kekuasaan. Alquran menegaskan bahwa Allah swt. sebagai pemilik kekuasaan yang
Dia dapat limpahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, demikian pula Dia mampu
merenggut kekuasaan dari siapa saja yang Dia kehendaki. Dengan demikian, kekuasaan
yang dimiliki manusia hanyalah sekedar amanah dari Allah swt Yang Maha Kuasa. Oleh
karena itu manusia dalam menunaikan amanah itu hendaklah berpegang pada prinsip-
prinsip umum hukum Allah sebagai berikut:
Prinsip Kekuasaan sebagai Amanah Perkataan amanah tercantum dalam Alquran surah al-
Nisa’ (4): 58 yang berbunyi:

2
‫اس ا َ ْن تَحْ ُك ُم ْوا‬ ِ ‫ت ا ِٰلٰٓى ا َ ْه ِل َه ۙا َواِذَا َح َك ْمت ُ ْم َبيْنَ ال َّن‬
ِ ‫ّٰللا َيأ ْ ُم ُر ُك ْم ا َ ْن ت ُ َؤدُّوا ْاْلَمٰ ٰن‬
َ ‫ا َِّن ه‬
‫صي ًْرا‬ ِ ‫س ِم ْيعً ۢا َب‬ َ ‫ظ ُك ْم ِب ٖه ۗ ا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللا َكان‬ َ ‫ِب ْال َع ْد ِل ۗ ا َِّن ه‬
ُ ‫ّٰللا ِن ِع َّما َي ِع‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Dari
ayat di atas dapat dipahami bahwa 1) manusia diwajibkan menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya dan 2) manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil.

Demikian juga, ketika Rahman menjelaskan hubungan internasional sebuah negara


Islam dalam menciptakan perdamaian, ia mengutip al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 207,
Surat al-Ma’idah ayat 13 dan Surat at-Taubah ayat 7 untuk menjelaskan kewajiban bagi
sebuah negara Islam untuk menepati perjanjian yang telah dibuat dalam hubungan
internasional. Selanjutnya Rahman merujuk kepada Surat at-Taubah ayat 12 dan 13 dalam
menjelaskan larangan untuk melanggar perjanjian jika pihak-pihak lain tidak melakukan
pelanggaran secara sepihak.1 Bila diteliti secara seksama, Rahman sendiri memang secara
serius dan dengan suatu keyakinan penuh berusaha mengupas masalah-masalah kenegaraan
dengan menandaskan pada al-Qur’an, dan untuk memperkuatnya ia juga mengutip
pendapat para ahli hukum Islam, dengan melihat praktik masyarakat Islam pada periode
awal. Dalam hal ini Rahman katakan:
“Although Muslims have been involved in long and passionate discussions about the need
for an Islamic state, there is as yet little consensus on any of the preceding basic matters,
particularly its form. Yet, the importance of the issue connot be denied since it is
fundamentally related to the question of the Muslim ummah (people) and the nature of its
role in an Islamic state. We will first try to delineate the bearing which the teachings of the
Qur’an have on the subject, the briefly characterize both the views of classical Muslim
jurist and the practice of the community in the past.” (Fazlur Rahman,1986:87)
Berdasarkan kutipan di atas, Rahman berkesimpulan bahwa al-Qur’an telah
mengajarkan beberapa etika dan tata nilai dalam kehidupan bernegara bagi umat manusia.
Hal ini terlihat dari penyajiannya, setiap menjelaskan bagaimana seharusnya umat
bertindak dan beretika dalam hubungannya dengan kehidupan bernegara, selau
menggunakan pedoman ayat-ayat al-Qur’an. Tetapi, sudah barang pasti, masalah ini tidak
dalam semua aspek dihubungkan dengan ayat, seperti dalam masalah anjuran mendirikan
negara Islam, siapa yang memimpin negara dan sebagainya. Hal ini dipahami, karena
memang al-Qur’an tidak memberikan suatu teori kenegaraan yang pasti dan ketat yang
harus diikuti oleh Islam di berbagai negeri. Bagi Rahman, al-Qur’an pada prinsipnya
merupakan petunjuk etika bagi manusia, bukan sebagai buku pedoman politik. Namun
fleksibilitas yang diberikan al-Qur’an terhadap masalah kenegaraan, akan mempermudah
manusia dalam membangun sebuah institusi kenegaraan yang sesuai dengan lau pemikiran
manusia dan perkembangan zaman kontemporer. (Ma’mun Mu’min, 2010:125-127)
Sebagai mahasiswa, Anda harus mampu memahami dan mengamati perkembangan
dan realitas negara kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan menggunakan
Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber hukumnya. Selain itu, teks-teks Al-Qur'an dan Hadits
sebagai teks hukum tidak dapat dipahami sepenuhnya, sehingga siswa diharapkan memiliki
pemahaman yang mendalam terhadapnya. Oleh karena itu, kedudukan Hadis Hukum Tata
Negara sangat penting dalam membuat aturan-aturan baik yang berkaitan dengan ritual
maupun masyarakat, dalam hal ini negara yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan
secara komprehensif dapat terwujud.

1
Fazlur Rahman, “Islam and Modernity,” Chogago London, 1982, 205–220.

3
Al-Hadis adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan maupun ketetapan.2 Hadist Nabi SAW. merupakan sumber informasi
kedua setelah Al-Qur'an. Hadis disebut sunnah adalah perkataan,perbuataan,ketetapan dan
persetujuan dari Nabi Muhammad saw. yang dijadikan landasan syariat Islam. Segala
bentuk Pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijelaskan lebih sering dijelaskan dengan
hadits secara detail karena permasalahan Hukum Tata Negara tidak pernah benar-benar
diungkapkan secara rinci. Namun, prinsip-prinsip umum dari kebijakan tersebut ditetapkan
secara tegas. Satu contoh tentang kepemimpinan dalam Islam, di mana As-Sunnah secara
jelas menganjurkan untuk senantiasa amanah dalam menjalankan kepemimpinannya.3

Berbagai referensi digunakan dalam penulisan ini. Berikut Diantaranya :


1. Fiqh Siyasah oleh Dr. J. Suyuthi Pulungan, M.A.”Ajaran,Sejarah dan Pemikiran”
membahas megenai Prinsip-prinsip siyasah dalam hidup bernegara dan
bermasyarakat dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadis. Buku ini menjabarkan
prinsip-prinsip siyasah secara lengkap mengenai kedudukan manusia,pemimpin
dan hubungan dinatara keduanya. Perspektif Al-Qur’an dan Hadis menjadi
pedoman Siyasah untuk mengatur dan mengurus negara dengan baik. Dalil-dalil
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai alat kontrol suatu negara/pemerintahan melalui
metode Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah, Istishab, dan ‘Urf. Buku ini penulis
gunakan sebagai referensi untuk artikel ini karena buku ini membahas secara
lengkap praktek pemerintahan islam dan pemikiran politik islam pasca khilafah.
Proses terbentuknya suatu negara harus disertai adanya wilayah, raja atau
penguasa, rakyat, keadilan dan keamanan.
2. Hukum Tata Negara Islam oleh Dr. H. Imam Amrusi Jailani, M. Ag. Buku ini
difokuskan pada konsep dasar Fiqh Siyasah. Ada beberapa nama latin yang artinya
masih disamaartikan oleh banyak orang seperti : fiqh siyasah, fiqh shar’iyyah dan
siyasah shariyyah. Dalam Buku ini mengkaji pengertian fiqh siyasah, perbedaan
fiqh siyasah, kedudukan fiqh siyasah dalam sistematika hukum islam, ruang
lingkup fiqh siyasah dan kedudukan siyasah shariyyah. 4 Penulis ini tidak
membahas pengertian hadis hukum tata negara, ruang lingkup hadis hukum tata
negara dan hadis tentang asas hukum tata negara melainkan membahas mengenai
fiqh siyasah, kekhalifahan dan imamah beserta ruang lingkupnya. Tentu hal yang
sangat berbeda antara fiqh siyasah dengan hukum tata negara. Namun, jika
disandarkan pada hadis sejarah hukum ketatanegaraan nya hampir sama. Dimana
ada hukum mendirikan negara, Sistem kepemimpinan dalam islam dan Pemilihan
khalifah. Hukum mendirikan sebuah negara tercantum dalam Q.S. an-Nisa {04};
59 serta di dukung oleh as-Sunnah dan didukung oleh ijma’ sahabat yang
mewajibkan umatnya untuk mendirikan pemerintahan atau negara yang berisi
perintah untuk menaati Allah,Rasul dan Ulil Amri.
3. Wahyu Abdul Jafar ‘Fiqh Siyasah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadist’.
Jurnal ini menjelaskan fiqh siyasah ialah ilmu yang mempelajari hal-ihwal urusan
umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan, dan kebijaksanaan
yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran

2
Wahyu Abdul Jafar, “FIQH SIYASAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADIST,” 2018 3
(t.t.).
3
Abdul Jafar.
4
Imam Amrusi Jailani, Hukum Tata Negara Islam, Cet.1 (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2013), 3.

4
syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat. 5 Aturan dan pedoman lahir dari
Fiqih Politik yang harus diatur oleh hukum dan ditentukan oleh Tuhan, utusannya.
Politik Islam adalah politik (Politik) Berdasarkan Maslahah, yaitu Siyasah yang
lahir dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi. Politik Islam adalah objek studi oleh fiqh
siyasah. Objek ini membutuhkan deskripsi Agar tidak salah paham tentang politik
Islam atau Islam yang dipolitisasi. Menurut penulis, dalam Politik Islam banyak
yang tidak sesuai dengan fiqh siyasah kemudian kebijakan atau tindakan terkait
politik syar'iyah sering disalahgunakan, meski berlatar belakang politik oleh
politisi dari sebuah partai yang disebut Islam.

Metode Penelitian
Pokok utama permaslahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menafsirkan konstitusi
ditinjau dari hadis. Tujuan penelitian ini: 1) Untuk mengetahui hadits konstitusi. 2)
Mengetahui sejauh mana hadits konstitusi. 3) Pengetahuan tentang makna hadis dalam
kaitannya dengan prinsip-prinsip konstitusi. 4) Mengetahui hadits Sanad dan Matan
tentang prinsip-prinsip hukum negara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
dengan pendekatan hukum dan pendekatan Shirley teologis normatif. Dalam hal
pengumpulan data, sumber data penelitian, primer dan dokumen hukum tata negara
lainnya, dan sumber data sekunder adalah dokumen yang relevan dengan masalah tersebut.
Metode pengolahan data adalah metode induktif, deduktif, dan komparatif. Teknik analisis
data yang digunakan adalah metode analisis isi. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
Implikasi dari survei ini adalah: 1). 2). 3)..
1. Jenis studi. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kepustakaan dan
menggunakan literatur sebagai sumber data utama. Artinya, data yang
dikumpulkan berasal dari perpustakaan dalam bentuk buku, ensiklopedia, jurnal,
teks hukum dan bentuk lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Pendekatan Penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan syariah. Pendekatan hukum
merupakan pendekatan penelitian yang mengutamakan kajian hukum nasional
dan asas-asas hukum umum. Pendekatan Syar'i adalah pendekatan yang ditujukan
untuk mengatasi masalah dengan menggunakan Al-Qur'an dan Hadits sebagai
dasar hukum dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku untuk hukum Islam. Data
sekunder yang digunakan terdiri dari sumber hukum primer dan sumber hukum
sekunder. Berasal dari bacaan bahan hukum primer, yaitu kepustakaan, antara lain
buku-buku hukum, buku-buku tentang ketatanegaraan, sumber bacaan blog spot,
dan sumber bacaan lain yang terkait. Bahan hukum sekunder diperoleh dari
kamus, buku hadis, dan sumber lainnya. Dua metode kutipan digunakan saat
mengumpulkan bacaan ini. Mengutip pendapat sumber asli, kutipan tidak
langsung, kutipan dengan kata-kata dan bahasa penulis sendiri setelah gagasan
utama, bukan setelah kata yang dikutip.
3. Teknologi akuisisi data. Metode pengumpulan data berikut biasanya digunakan
untuk menangkap data dengan benar dalam penelitian kepustakaan. Bagaimana
penulis mengumpulkan data. Saat menulis makalah ini, penulis meneliti sumber
data dan mengumpulkan data. Sumber data yang dimaksud adalah “Library
Research”, yaitu mengumpulkan data dengan membaca literatur yang relevan dan
relevan pada pokok dan submasalah.

5
Abdul Jafar, “FIQH SIYASAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADIST,” 3.

5
4. Metode pengolahan data. Data yang digunakan dalam pembahasan karya ini
adalah data kualitatif. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan yang
diperlukan, penulis mengolah data tersebut kemudian menginterpretasikannya
dalam bentuk konsep-konsep yang dapat mendukung argumentasinya. Saat
mengolah data, penulis menggunakan metode berikut: a) Dalam induksi, penulis
menganalisis data spesifik dan kemudian membuat keputusan umum. b) Metode
deduktif dimana penulis menganalisis data umum dan membuat keputusan
khusus. c) Metode perbandingan di mana penulis membandingkan semua data
yang tersedia yang bersifat umum dan khusus sebelum menarik kesimpulan.
5. Teknik analisis data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis isi, yaitu metode penarikan kesimpulan untuk mengetahui ciri-ciri pesan,
dan dilakukan secara objektif dan sistematis. Metode analisis isi memiliki banyak
karakteristik. Pertama, teks harus diproses menggunakan aturan dan prosedur
yang dirancang. Kemudian ada proses sistematis dan klasifikasi yang dirancang
untuk mengolah teks secara sistematis. Apa yang termasuk dalam kategori
termasuk dan apa yang tidak termasuk karena aturan yang ditetapkan.
6. Proses analitis. Proses analitis ini harus menghasilkan hasil yang memberikan
relevansi dan kontribusi teoretis. Juga, proses ini harus didasarkan pada instruksi
eksplisit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis. Deskriptif berarti
menemukan fakta sederhana (finding fact). Penemuan gejala-gejala tersebut tidak
hanya menunjukkan kelazimannya, tetapi juga memerlukan upaya untuk
mengungkapkan aspek yang diteliti, hubungan antara gejala yang satu dengan
gejala yang lain, artinya mencoba memecahkan masalah dengan membandingkan
persamaan dan perbedaan antara, mengukur dimensi gejala, mengklasifikasikan
gejala, mengevaluasi gejala, dan menentukan hubungan antar gejala yang
ditemukan. Dalam menganalisis data, penulis juga menggunakan metode
perbandingan deduktif. Ini mengolah data yang diperoleh dari sumber data baik
primer maupun sekunder dalam kaitannya dengan situasi dan faktor-faktor yang
diselidiki dan membandingkan faktor-faktor tersebut.
Hadis Hukum Tata Negara
Saat mendengar kata hukum tata negara tentu yang terlintas dalam pikiran kita
adalah hukum yang berisi norma untuk mengatur tata atau susunan suatu negara. Hadist
merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an yang mempunyai tiga fungsi
yaitu memperkuat apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an , memperjelas atau menerima apa
yang talah di gariskan Al-Qur’an dan menetapkan hukum yang belum diatur oleh Al-
Qur’an. Oleh karena itu, untuk dapat memahami atau menggali hukum islam seseorang
seseorang harus dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang hukum sekaligus hadis-
hadis tentang hukum. Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur
organisasi dari negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan
horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya. Hadis Hukum Tata Negara
ialah hadis-hadis nabi Muhammad Saw yang berisi
Berdasarkan sudut pandang Islam, Hukum Tata Negara diarahkan pada hukum
politik dan ketatanegaraan (Fiqh Siyasah) atau merujuk pada kekuasaan politik. Al-Qur'an
memperkenalkan istilah-istilah yang berkaitan dengan kekuasaan politik, masing-masing
dengan konotasi yang sangat berbeda. Istilah-istilah tersebut adalah sultban, “kemampuan
fisik untuk memberikan pengaruh dan/atau kekuatan atas orang lain dan masyarakat,”
mulk, “kekuatan sebagai objek hukum (milik),” dan hukm, “kekuatan aturan dan
peraturan.” Untuk memelihara ketertiban dalam kehidupan manusia melalui penerapan
norma-norma hukum baik yang diturunkan dari Allah maupun Rasulllah, atau hasil ijtihad
manusia berupa "aturan atau norma", dan "pembuatan keputusan".
Tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara
yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahan, atau sebaliknya. Sedang
untuk pengertian hukum tata negara, tampaknya belum ada kesepakatan di kalangan para

6
pakar. AV. Decey, sebagaimana yang dikutip A. Mustari Pide, menyatakan bahwa Hukum
Tata Negara adalah segala peraturan yang berisi, baik secara langsung atau tidak langsung
tentang pembagian kekuasaan dan pelaksana yang tertinggi dalam suatu negara. Ibnu
Kencana Syafi’i berkesimpulan bahwa Hukum Tata Negara adalah aturan susunan serta
tata cara yang berlaku dalam suatu kelompok keluarga, organisasi kewilayahan dan
kedaerahan yang memiliki kekuasaan, kewenangan yang absah serta kepemimpinan
pemerintahan yang berdaulat, guna mewujudkan kesejahteraan, keamanan, ketertiban, dan
kelangsungan hidup orang banyak (bangsa) dalam mencapai tujuan serta cita-cita bersama.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa tata negara adalah segala sesuatu yang mengenai peraturan-peraturan,
sifat, dan bentuk pemerintahan suatu negara.
Belum ada suatu definisi yang disepakati tentang negara. Namun, secara umum mungkin
dapat dijadikan sekedar pegangan sebagaimana lazim dikenal dalam hukum internasional
bahwa suatu negara biasanya memiliki tiga unsur pokok yaitu; 1) rakyat atau sejumlah
orang, 2) wilayah tertentu, dan 3) pemerintahan yang berwibawa dan berdaulat.
Kita cenderung memahami suatu negara sebagai suatu kehidupan kelompok
manusia yang didirikan atas dasar sebagai makhluk sosial, makhluk yang mempunyai
kecenderungan alami untuk bermasyarakat, karena tidak mampu memenuhi segala
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan pihak lain, padahal negara itu
juga didirikan atas dasar fungsi manusia sebagai khalifah Allah (pengatur dan pengelola)
di bumi yang mengemban kekuasaan sebagai amanah-Nya. Oleh karena itu, manusia dalam
menjalani hidup ini harus selalu sesuai dengan perintah-perintah-Nya dalam rangka
mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, secara umum
dapat dikatakan, bahwa manusia harus selalu memperhatikan dan melaksanakan amar
ma’ruf dan nahi munkar yang mengandung makna perintah untuk senantiasa melakukan
kebaikan dan mencegah kerusakan, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.
Adapun bentuknya tidak ditentukan dalam Alquran dan Sunah Rasul. Apakah
kerajaan atau republik? Karena esensinya tidak terletak pada bentuknya, akan tetapi ada
pada prinsip-prinsip umum yang sudah digariskan dalam Alquran dan Sunah Rasul. Namun
ada suatu isyarat yang diberikan Alquran agar umat Islam membentuk negara kesatuan.
Meskipun demikian, manusia diberi kewenangan dan kebebasan untuk memilih dan
menentukan sendiri bentuk negara yang paling baik bagi mereka. Boleh saja bentuk
pemerintahan suatu negara itu kerajaan, namun secara faktual prinsip-prinsip syari’ah
berjalan dan diterapkan secara konsekuen. Sebaliknya, suatu bentuk pemerintahan
republik, namun mengabaikan prinsip-prinsip umum hukum Islam, jelas itu bukan
merupakan suatu tipe negara ideal menurut Alquran dan sunah, bahkan menjadi
kontradiktif dengan jiwa syari’ah.
Ruang Lingkup Hadis Hukum Tata Negara
Pada dasarnya dalam landasan hukum islam tidak dijelaskan secara mendetail
bagaimana bentuk pemerintahan dan negara dikarenakan Allah SWT memberikan
kebebasan kepada ummatnya untuk mendirikan bentuk negaranya sendiri. Berikut
merupakan ruang lingkupnya.
1. siyasah tasyri’iyah merupakan ilmu tata cara dalam memilih pemimpin dan
membuat undang-undang seperti yang pernah dilakukan oleh sahabat Umar
Ra yang membuat kelompok dalam memilih khalifah selanjutnya.
2. siyasah tanfidiyah merupakan ilmu tata cara dalam melaksanakan undang-
undang seperti sahabat umar yang menetapkan kebijakan sholat berjamaah
sesuai dengan hadist nabi yaitu "Sholat berjamaah lebih utama 27 derajat
dibanding sholat sendirian." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. siyasah qadlaiyah merupakan ilmu tata cara dalam menegakkan pengadilan
sesuai dengan hadist nabi yang diriwayatkan oleh imam bukhori yaitu
“Wahai Manusia, ketahuilah sesungguhnya kehancuran ummat terdahulu
sebelum kamu lantaran apabila yang mencuri itu “Orang yang Terpandang”

7
mereka tinggalkan hukumnya (hukum tidak berdaya untuk
menghukumnya), sebaliknya jika yang mencuri itu dari kalangan “Rakyat
Jelata”, mereka secara tegas menerapkan hukuman. Demi Allah SWT. Jika
FATIMAH BINTI MUHAMMAD (Anakku sendiri) mencuri, “PASTI”
akan aku potong tangannya” (Hadits Riwayat Imam Bukhari).
4. siyasah idariyah merupakan ilmu tata cara dalam administrasi negara seperti
yang dilakukan oleh sahabat umar Ra yang membagi wilayah kekuasaan
islam menjadi 10 provinsi dan amir sebagai pemimpin dalam wilayah
tersebut.
Hadis tentang Asas Hukum Tata Negara
Secara bahasa Asas bisa diartikan sebagai dasar/alas yang menjadi tumpuan atau
landasan berpikir atau juga berpendapat. Sementara itu di dalam kamus hukum Asas
Hukum diartikan sebagai suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari
adanya suatu norma hukum. Asas Hukum Tata Negara adalah hal yang sangat mendasar
dan fundamental yang dijadikan landasan berfikir dan pedoman di dalam pembentukan
ketentuan-ketentuan Hukum Tata Negara. Asas Hukum Tata Negara merupakan hukum
positif yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar yang mengatur mengenai Pengertian
dan Asas-asas dalam penyelenggaraan negara.
Di dalam Hukum Tata Negara dikenal ada Lima Asas yang melandasi terbentuknya
peraturan-peraturan hukum Tata Negara.
1. Asas Pancasila
Seperti yang diketahui Pancasila merupakan ideologi negara Indonesia dan selain
sebagai ideologi negara Pancasila juga merupakan sumber hukum dari segala peraturan-
peraturan hukum yang ada di Indonesia. Nilai-nilai dasar yang ada dalam Pancasila itu
harus menjadi jiwa segala peraturan-peraturan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini juga
tidak terkecuali dalam Hukum Tata Negara. Berbicara mengenai Pancasila tidak dapat
lepas dari nilai-nilai masing-masing Sila nya. Di antaranya adalah Nilai Ketuhanan, Nilai
Kemanusiaan, Niai Persatuan, Nilai Permusyawaratan, dan Nilai Keadilan. Di bidang
hukum, Pancasila adalah sumber hukum materiil. Sehingga setiap materi yang terdapat di
dalam peraturan-peraturan hukum dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
harus sesuai dengan ke-lima nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Asas Negara Hukum
Jika melihat ketentuan dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 1 Ayat 3 itu
dikatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Ketentuan tersebut
menjelaskan bahwa Hukum tersebut harus dijadikan sebagai pilar yang menopang aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga permasalahan-permasalahan bangsa itu
harus bisa diselesaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga seluruh warga
Indonesia itu harus mematuhi norma-norma hukum yang ada. Indonesia sebagai Negara
Hukum menganut konsep negara hukum materiil yang artinya negara tidak hanya
bertanggung terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat nya saja akan tetapi negara
harus bisa mewujudkan segala kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Selain itu, di dalam
konsep hukum materiil ini Hukum tidak hanya diartikan sebagai norma atau aturan yang
sifatnya hanya mengatur dan memaksa. Tapi hukum harus bisa hidup dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Sehingga hukum yang ada itu hukum ideal yang sesuai dengan
yang di cita-citakan oleh seluruh elemen masyarakat.
3. Asas Kedaulatan Rakyat
Asas Kedaulatan yang dianut adalah teori kedaulatan rakyat. Di dalam asas dikatakan
bahwasanya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Disebutkan dalam pasal 1 Ayat 2
UUD 1945 "kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar". Jadi, asas kedaulatan rakyat yang diamanatkan oleh UU diatas sejalan dengan
bentuk sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya asas kedaultan rakyat

8
dan sistem demokrasi setiap peraturan hukum yang ada dalam sebuah negara itu harus
memperhatikan kedua hal tadi. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Tata Negara
Indonesia harus mampu mendukung aspek kedaulatan rakyat dan pelaksanaan demokrasi
yang ada di Indonesia.

4. Asas Negara Kesatuan


Jika dilihat dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pada dasarnya negara kesatuan
itu dideklarasikan pada saat proklamasi kemerdekaan oleh para tokoh pendiri bangsa
dengan menyatakan seluruh wilayah itu merupakan bagian dari Indonesia. Salah satu cara
untuk menjaga keutuhan negara ini yaitu dengan membentuk Hukum Tata Negara yang
dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Di dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 itu telah
ditegaskan bahwa "Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik".
Berdasarkan amanat UU tersebut maka setiap rumusan peraturan ketatanegaraan yang akan
dibentuk harus mengedepankan asas persatuan dan kesatuan negara. Tidak dibenarkan
adanya materi dalam Hukum Tata Negara yang memiliki peluang untuk memecah belah
bangsa ini. Maka dari itu, sebelum menetapkan sebuah kebijakan publik sudah seharusnya
pemerintah melakukan pengujian dan pengkajian secara mendalam sehingga kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan itu merupakan kebijakan yang kontroversial yang pada
akhirnya dapat memicu konflik baik itu konflik secara vertical maupun konflik secara
horizontal.
5. Asas Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balance
Di dalam bukunya 'Two Treaties of Goverment' John Locke membagi cabang
kekuasaan menjadi tiga antara lain Kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Eksekutif dan
Kekuasaan Federatif. Pemikiran John Locke mengenai pembagian kekuasaan kemudian
dikembangkan oleh Montesquieu dengan Trias Politika nya yang memisahkan tiga cabang
antara lain menjadi Kekuasaan Eksekutif, Kekuasaan Legislatif dan Kekuasaan Yudikatif.
Pemisahan kekuasaan ini ditujukan agar negara yang begitu besar tidak terpusat hanya pada
satu organ saja tapi dibagikan ke dalam cabang kekuasaan yang ada. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kekuasaan yang sifatnya absolut yang rentan disalahgunakan dan
diselewengkan oleh pihak penguasa. Konsep Pemisahaan Kekuasaan ala Montesquieu ini
tidak hanya memisahkan organ kekuasaannya saja tetapi memisahkan fungsi-fungsi dari
masing-masing kekuasaan itu sehingga antar cabang kekuasaan yang satu dengan
kekuasaan cabang lainnya itu tidak saling berkaitan bahkan tidak saling berhubungan satu
dengan yang lainnya sehingga memungkinkan dilakukannya kerjasama dalam menjalankan
proses ketatanegaraan.
Penerapan Asas Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balance bertujuan agar antar
cabang kekuasaan negara yang ada tidak hanya bisa saling bekerjasama, tapi juga bisa
mengimbangi dan saling mengawasi satu sama lain. Seperti berdasarkan Amandemen UUD
1945 MPR yang merupakan bagian dari cabang legislatif itu tidak lagi menjadi Lembaga
tertinggi negara. Akan tetapi, MPR dan cabang-cabang kekuasaan negara yang ada baik
dengan kekuasaan Presiden, DPR, MA, MK dan kekuasaan-kekuasaan negara yang lainnya
sekarang dinyatakan sederajat atau satu tingkat. Jadi, bis a kita simpulkan secara sederhana
maksud dari asas Penerapan Asas Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balance ini agar
negara hukum Indonesia dengan sistem Demokrasi nya dapat berjalan efektif dan efisien
guna mewujudkan Sistem Hukum Ketatanegaraan yang baik.
Konsep keberadaan hadis dalam kaitannya dengan asas-asas konstitusi merupakan
bentuk implementasi agama Islam ke dalam konsep asas-asas hukum tata negara. Asas-
asas konstitusi secara umum dilihat dari berbagai macam asas khususnya di Indonesia
berdasarkan pancasila, supremasi hukum, kedaulatan negara dan demokrasi, persatuan dan
pemisahan kekuasaan, tetapi Islam mengatur keberadaan asas-asas konstitusi diatur seiring
dengan hadits-hadits yang disabdakan oleh Rasulullah, terdiri dari:

9
• Asas Hukum Tata Negara: Untuk memilih konsep tata negara yang baik didasarkan
pada khalifah(pemimpin) yang baik pula sehingga dapat menata negaranya dengan
baik dan optimal.6

َ ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة‬ َ ‫ج‬ ِ ‫ع ْن ْاْلَع َْر‬ ِ ‫ع ْن أ َ ِبي‬


َ ‫الزنَا ِد‬ َ ‫س ِعي ٍد َحدَّثَنَا ْال ُم ِغ‬
َ ُ ‫يرة‬ َ ‫َحدَّثَ َنا قُتَ ْي َبةُ ب ُْن‬
‫اس تَ َب ٌع ِلقُ َري ٍْش فِي‬ ُ ‫سلَّ َم قَا َل ال َّن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫ّٰللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ع ْنهُ أ َ َّن ال َّن ِب‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َر‬
‫اس َم َعاد ُِن‬ ُ ‫شأ ِن ُم ْس ِل ُم ُه ْم تَ َب ٌع ِل ُم ْس ِل ِم ِه ْم َو َكافِ ُر ُه ْم تَ َب ٌع ِل َكافِ ِر ِه ْم َوال َّن‬ ْ َّ ‫َهذَا ال‬
‫اس‬ ِ ‫اْلس ََْل ِم إِذَا فَ ِق ُهوا ت َِجدُونَ ِم ْن َخي ِْر ال َّن‬ ِ ْ ‫ار ُه ْم فِي‬ ُ ‫ار ُه ْم فِي ْال َجا ِه ِل َّي ِة ِخ َي‬ ُ ‫ِخ َي‬
ْ
‫شأ ِن َحتَّى َيقَ َع ِفي ِه‬ َّ ‫اس َك َرا ِه َيةً ِل َهذَا ال‬ َ َ‫أ‬
ِ ‫شدَّ ال َّن‬
Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Al
Mughirah dari Abu Az Zanad dari Al A'Raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallhu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia akan mengikuti Quraisy dalam urusan
ini (pemerintahan) orang Muslim lain akan mengikuti Muslim mereka (Quraisy) begitu
juga orang kafir akan mengikuti orang kafir mereka (quraisy). Dan manusia beragam asal-
usulnya (dan kwalitas perilakunya), maka orang-orang yang baik pada zaman jahiliyyah
akan menjadi baik pula pada zaman Islam bila mereka memahami (Islam), dan kalian akan
temui pula bahwa manusia yang paling baik dalam urusan (khilafah/pemerintahan) ini
adalah orang yang paling menbenci (tidak selera) terhadap urusan pemerintahan ini hingga
dia masuk ke dalamnya".(Jika sudah masuk dalam pemerintahan karena untuk menegakkan
keadilan dan menegakkan hukum Allah, jika bukan untuk ambisi pribadi dan golongan,
maka bukan hal itu perkara yang dibenci) (HR. Al-Bukhari:3235)7
• Asas Hukum Tata Negara: Untuk tidak memiliki ambisi dalam mengatur
ketatanegaraan (wilayah kekuasaan)

َ ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة‬ َ ِ ‫س ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِري‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ٍ ‫س َحدَّثَنَا اب ُْن أ َ ِبي ِذ ْئ‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا أَحْ َمدُ ب ُْن يُون‬
ُ ‫ستَ ُك‬
‫ون‬ َ ‫ار ِة َو‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫صون‬ ُ ‫ستَحْ ِر‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ِإ َّن ُك ْم‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ِ ‫ع ْن ال َّن ِبي‬ َ
‫ار َحدَّثَنَا‬ ُ
َّ ‫اط َمة َوقَا َل ُم َح َّمدُ ب ُْن َب‬
ٍ ‫ش‬ ْ
ِ َ‫ت الف‬ ْ ‫س‬ ُ
َ ‫ض َعة َو ِب ْئ‬ ْ ْ ً
ِ ‫َندَا َمة َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة فَ ِن ْع َم ال ُم ْر‬
‫ع َم َر‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ِ ‫س ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِري‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْبدُ ْال َح ِمي ِد ب ُْن َج ْعفَ ٍر‬ َ ‫ّٰللا ب ُْن ُح ْم َرانَ َحدَّثَنَا‬ ِ َّ ُ‫ع ْبد‬
َ
ُ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَ ْولَه‬ ْ
َ ‫ب ِْن ال َح َك ِم‬
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abu Dzi'b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi
penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan."
Muhamad bin Basyar berkata; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Humran telah
menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Sa'id Al Maqburi dari Umar bin Al
Hakam dari Abu Hurairah. (HR. Al-Bukhari: 6615)8
• Asas Hukum Tata Negara : Dalam konsep pemerintahan haruslah memiliki tatanan
dengan kepatuhan pada pemimpin agar jalannya hukum suatu negara dapat
terlaksana dengan baik.

َّ ‫ي‬
ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬ ُ ‫ع ْن اب ِْن‬َ ‫ّٰللا قَا َل َحدَّثَ ِني نَافِ ٌع‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫ع َب ْي ِد‬ َ ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا َيحْ َيى‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
‫َّاح َحدَّثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل‬
ٍ ‫صب‬ َ ‫سلَّ َم ح و َحدَّثَ ِني ُم َح َّمدُ ب ُْن‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ِ ‫ع ْن ال َّن ِبي‬َ ‫ع ْن ُه َما‬
َ
‫صلَّى‬ َ ِ ‫ع ْن ال َّن ِبي‬ َ ‫ع ْن ُه َما‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬ُ ‫ع ْن اب ِْن‬َ ‫ع ْن نَا ِف ٍع‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫ع َب ْي ِد‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ب ُْن زَ َك ِريَّا َء‬
6
Zaqia, N. (2018). Konsep Muzhaharah Terhadap Pemimpin Dalam Perspektif Hukum Tata Negara
Dan Hadits Nabi Saw.Hlm 54-60
7
Hadist bukhari 3235
8
Hadist bukhari nomor 6615

10
‫ص َي ٍة‬ِ ‫ص َي ِة َفإِذَا أ ُ ِم َر ِب َم ْع‬
ِ ‫عةُ َح ٌّق َما لَ ْم ُيؤْ َم ْر ِب ْال َم ْع‬ َّ ‫س ْم ُع َو‬
َ ‫الطا‬ َّ ‫سلَّ َم قَا َل ال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫ّٰللا‬
َ ‫عة‬ َ ‫س ْم َع َو َْل‬
َ ‫طا‬ َ ‫فَ ََل‬
Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Yahya dari
'Ubaidullah berkata telah bercerita kepadaku Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.9 Dan diriwayatkan pula, telah bercerita kepadaku
Muhammad bin Shobbah telah bercerita kepada kami Isma'il bin Zakariya' dari 'Ubaidullah
dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Mendengar dan taat adalah haq (kewajiban) selama tidak diperintah berbuat
maksiat. Apabila diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar
dan taat". (HR. Al-Bukhari: 2735)10. Maka dengan adanya konsep terhadap asas hukum
yang dijelaskan dalam hadits tersebut sehingga manusia mampu untuk mengenali asas tata
negaraan yang berpedoman tidak hanya pada legalitas negara namun juga berpedoman
pada hadist sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Sanad dan Matan Hadis tentang Asas Hukum Tata Negara
Sebelumnya mengenai kriteria hadist, entah itu hadist sahih, hasan, ataukah daif.
Adapun kriteria dari hadist sahih meliputi sanadnya bersambung, perawinya bersifat adil,
perawinya bersifat sempurna dhabitnya, tidak shadh, dan tidak berilat. Kriteria dari hadis
hasan meliputi hadist yang driwayatkan oleh orang yang adil, dan lebih ringan kedhabitan
rijalnya jika dibandingkan dengan rijalu alhadis shahih, sanadnya sambung, tidak cacat
dan tidak shad. Sedangan hadis daif memiliki kriteria yang meliputi hadist yang tidak
meliputi syarat hadist sahih dan hadis hasan karena putusnya sanad dan cacatnya perawi.
Melihat dari hadist diatas, bahwa kualitas sebuah hadis baru bisa disimpulkan
setelah adanya informasi dan data-data yang lengkap mengenai para periwayat dan
susunan teks hadis tersebut melalui sebuah kajian penelitian. Penelitian tersebut meliputi
aspek sanad dan matan. Dimana hadis Bukhari Nomor 3235 tersebut mempunyai jalur
sanad sebagai berikut: Qutaibah bin Sa'id → Al Mughirah bin Abu Az Zanad → Al A'Raj
bin Abu Hurairah radliallahu 'anhu.
Dari redaksi hadis Bukhari No. 3235, penulis belum ditemukan adanya
kata/kalimat yang bermasalah baik dari segi illah, majaz, maupun gharib. Dari hasil
perbandingan dengan redaksi matan hadist-hadist yang lain kesemuanya juga tidak
menunjukkkan adanya tashif dan tahrif dalam teks matan hadis ini. Jadi, penulis masih
berkeyakinan bahwa teks hadis Bukhari no. 3235 tidak bermasalah dari aspek kualitas.
Atau bisa dikatakan bahwa hadist Bukhari no : 3235 sahih serta hadist muttasil. Adapun
hadist yang dikatakan muttasil, secara bahasa muttasil artinya sambung namun menurut
istilah banyak perbedaan pendapat dalam kalangan ulama dalam mendefnisikannya.
Menurut Mahmud Tahhan Muttasil, Muttasil adalah hadist yang sanadnya sambung baik
sampai kepada Nabi tatau selain nabi. Menurut Ajjaj Muttasil, muttasil adalah hadist yang
sanadnya sambung pada akhir sanad baik berupa hadist marfu’ atau mawquf.
Fikhul hadist
Dalam hadist Bukhari No. 3235 diatas ada lima point yang dapat diambil yakni
lima hal yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW: (1) “Manusia akan mengikuti
Quraisy dalam urusan pemerintahan, orang Muslim lain akan mengikuti Muslim mereka
(Quraisy) begitu juga orang kafir akan mengikuti orang kafir mereka (quraisy)”, (2)
“manusia beragam asal-usulnya (dan kwalitas perilakunya)”, (3) “orang-orang yang baik
pada zaman jahiliyyah akan menjadi baik pula pada zaman Islam bila mereka memahami
(Islam)”, (4) “manusia yang paling baik dalam urusan (khilafah/pemerintahan) ini adalah
orang yang paling membenci (tidak selera) terhadap urusan pemerintahan”, (4) “masuk

9
Zaqia, N. (2018). Konsep Muzhaharah Terhadap Pemimpin Dalam Perspektif Hukum Tata Negara
Dan Hadits Nabi Saw
10
Hadist bukhari nomor 2735

11
dalam pemerintahan karena untuk menegakkan keadilan dan menegakkan hukum Allah,
bukan untuk ambisi pribadi dan golongan”.
Dalam hadist Bukhari No. 6615 diatas ada tiga point yang dapat diambil yakni
lima hal yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW: (1) “kalian akan rakus terhadap
jabatan”, (2) “Jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat”, (3) “jabatan ialah
seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan.”.
Dalam hadist Bukhari No. 2735 diatas ada dua point yang dapat diambil yakni
lima hal yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW: (1) “Mendengar dan taat adalah
haq (kewajiban) selama tidak diperintah berbuat maksiat”, (2) “Apabila diperintah berbuat
maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar dan taat”.
Kesimpulan
Disini bisa kita simpulkan bahwa Saat mendengar kata hukum tata negara tentu
yang terlintas dalam pikiran kita adalah hukum yang berisi norma untuk mengatur
tata atau susunan suatu negara. Hadist merupakan sumber hukum islam kedua
setelah Al-Qur’an yang mempunyai tiga fungsi yaitu memperkuat apa yang telah
ditetapkan Al-Qur’an , memperjelas atau menerima apa yang talah di gariskan Al-
Qur’an dan menetapkan hukum yang belum diatur oleh Al-Qur’an. Tata negara
adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang
menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahan, atau sebaliknya.

Daftar Pustaka
Abdul Jafar, Wahyu. “Fiqh Siyasah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadist.” 2018 3
(t.t.).
Jailani, Imam Amrusi. Hukum Tata Negara Islam. Cet.1. Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2013.
Rahman, Fazlur. “Islam and Modernity.” Chogago London, 1982.

Agama RI, D. (1983). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putra.


Esposito, J. (1993). Islam and Politics. Bulan Bintang.
Jailani, I. A., & dkk. (2013). Hukum Tata negara Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press.
Maarif, A. S. (1985). Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: LP3ES.
Pide, A. (1999). Hukum Tata Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rahman, F. (1982). Islam and Modernity. Chogago London.
Rahman, F. (1990). An Autobiogrhapical Note. Islamic Research.
Salim, A. (1995). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur'an. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai