Anda di halaman 1dari 16

PERISTIWA HUKUM

Makalah Ditulis Untuk Memenuhi Mata Kuliah

Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu

Iman Jalaludin Rifa’i, S.H.I., M.H.

Di Susun Oleh :

 Irni Nurhikmah (19.02.011)


 Rima Rohmatul Farida (19.02.024)

JURUSAN MUAMALAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH HUSNUL KHOTIMAH

KUNINGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita selaku umatnya
semoga kita mendapat syafa’at darinya di akhirat kelak.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang
mendukung dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Peristiwa Hukum. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka kami menerima kritik dan sarannya dari para pembaca, karena kami telah
berusaha melakukan semaksimal mungkin agar mencapai tujuan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai pegangan dalam
mempelajari materi tentang Peristiwa Hukum.

Kuningan, 03 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Peristiwa Hukum ............................................................................................. 2
B. Hubungan Hukum............................................................................................ 6
C. Akibat Hukum .................................................................................................7
D. Kewajiban ........................................................................................................8
E. Hak ................................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang hukum pada umumnya bermaksud tentang keseluruhan kumpulan


peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksaanya dengan suatu sanksi. Telah dikemukakan bahwa hubungan hukum
tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum. Hukum Harus dibedakan dari
hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa hukum yang
konkrit.

Hukum mengatur hubungan hukum. Hukum juga merumuskan peristiwa-peristiwa


tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum. Peristiwa hukum
pada hakikatnya adalah kejadian, keadaan, atau perbuatan orang yang oleh hukum
dihubungakan dengan akibat hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan peristiwa hukum?
2. Sebutkan unsur-unsur hubungan hukum
3. Apa yang dimaksud hak?
4. Sebutkan macam-macam hak?
5. Apa yang dimaksud dengan kewajiban ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Membahas tentang peristiwa hokum
2. Membahas tentang hubungan dan akibat hukum
3. Mengetahui definisi dan macam-macam hak
4. Mengetahui definisi kewajiban
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peristiwa Hukum

Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu dengan lainnya


yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan
yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan peristiwa hukum atau kejadian hukum
(rechtsfeit)1. Peristiwa hukum atau fakta hukum adalah peristiwa, kejadian, fakta real yang
bersifat kemasyarakatan ataupun bersifat ilmiah yang oleh hukum ditetapkan atau ditentukan:
(a) kualifikasi dan atau unsur-unsurnya dan (b) akibat hukumnya 2 . Contohnya apabila
seseorang meminjam sepeda dari orang lain, maka terjadilah suatu peristiwa, yakni peristiwa
pinjam-meminjam. Dalam dunia hukum ditetapkan suatu kaedah yang menentukan, bahwa si
peminjam berkewajiban mengembalikan benda yang dipinjamnya dan pemiliknya berhak
memintakan kembali benda yang dipinjamkannya kembali.

Pembagian dan kualifikasi peristiwa hukum sebagai berikut:

(1) Peristiwa riil kemasyarakatan yang merupakan interaksi antar subjek hukum
(perbuatan sengaja) yang meliputi yang sudah ada norma hukum, misalnya
perkawinan (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) ; jual beli
(Pasal 1475 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), sedangkan yang belum ada
norma hukumnya misalnya mengendarai roda empat tanpa sabuk pemangaman.
(2) Peristiwa riil alamiah adalah kejadian yang berlangsung secara alamiah, terlepas dari
pebuatan manusia yang meliputi: yang sudah ada norma hukumnya misalnya musibah
yang tidak terduga (Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); maupun yang
belum ada norma hukumnya, misalnya gempa bumi yang tidak merugikan manusia.
(3) Peristiwa hukum yang oleh pembuat peraturan perundang-undangan hanya ditentukan
akibat hukumnya dan kualifikasinya tanpa unsur-unsurnya. Misalnya Pasal 182 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, kualifikasinya ”duel atau perkelahian tanding”,
akibat hukumnya pidana penjara paling lama 9 tahun ; Pasal 351 Kitab Undang-

1
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka, 2018),
hlm. 119
2
Josef Mario Monteiro, S.H., M.H., Konsep Dasar Ilmu Hukum (Malang : Setara Press, 2017), hlm.14
Undang Hukum Pidana, kualifikasinya “penganiayaan” akibat hukumnya pidana
penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

1. Dalam hukum dikenal dua macam peristiwa hukum, yaitu :


a. Perbuatan subyek hukum (manusia dan badan hukum)
b. Peristiwa lain yang bukan perbuatan subyek hukum

Perbuatan subyek hukum itu dapat pula dibedakan antara perbuatan hukum dan
perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum. Suatu perbuatan merupakan perbuatan
hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan
akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak. Unsur-unsur perbutan hukum adalah
kehendak dan pernyataan kehendak yang sengaja ditujukan untuk menimbulkan akibat
hukum.

Perbuatan hukum dapat bersifat aktif maupun pasif. Meskipun seseorang tidak
berbuat, jika dari sikapnya yang pasif itu dapat ditafsirkan mengandung pernyataan
kehendak untuk menimbulkan akibat hukum, perbuatan yang pasif itupun merupakan
perbuatan hukum. perbuatan menjadi perbuatan hukum karena dalam keadaan tertentu
mempunyai arti. Misalnya seseorang menuju ke sebuah becak yang sedang mangkal
ditepi jalan dan kemudian duduk didalam beca akan dianggap bahwa ia minta supaya
diantar oleh tukang beca ke suatu tempat.

Apabila suatu perbuatan tidak dikehendaki oleh yang melakukannya atau salah
satu yang melakukannya maka perbuatan itu bukanlah suatu perbuatan hukum. Dengan
demikian dapat dikatakan, bahwa kehendak yang dari yang melakukan perbuatan itu
menjadi suatu unsur dari perbuatan tersebut. Jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak
dikehendaki oleh yang melakukannya bukanlah suatu peristiwa hukum. Dikenal dua
macam perbuatan yaitu :

a. Perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig)


Perbuatan hukum yang bersegi satu ialah tiap perbuatan yang akibat hukumnya
ditimbulkan oleh kehendak dari satu subyek hukum saja ( satu pihak yan melakukan
perbuatan itu), seperti misalnya perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 875
KUHS, yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
Pada umumnya, perbuatan hukum persegi satu selalu melibatkan pihak kedua, hanya
kehendak serta pernyataan kehendak pihak kedua tidaklah relefan perbuatan hukum
persegi satu ini tidak membutuhkan kerja sama pihak yang menerima pernyataan
kehendak, contohnya membayar utang, dan teguran kepada debitur yang ingkar janji
b. Perbuatan hukum yang bersegi dua (tueezijdig)
Perbuatan hukum yang bersegi dua ialah tiap perbuatan yang akibat hukumnya
timbulkan oleh kehendak dari dua subyek hukum, dua pihak atau lebih : tiap
perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan suatu perjanjian. Dalam Pasal 1313
KUHS ditegaskan bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan yang menyebabkan
seseorang atau lebih mengikat dirinya pada seorang lain atau lebih. Contohnya
dalam suatu perjanjian jual beli kedua belah pihak masing-masing merhak meminta
sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua belah pihak maing-masing juga
berkewajiban untuk membeli sesuatu pada pihak yang lain (pasal 1457 KUH
perdata )

2. Zaakwaarneming dan onrechtmatige daad ( Persepsi daripada tindakan


melanggar hukum)

Adapun perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dapat dibedakan dalam :

1. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi hukum tidak
perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan itu.
Contoh perbuatan ini perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang
lain dengan tidak diminta oleh orang itu untuk memperhatikan kepentingannya
(Zaakwaarneming) yang diatur dalam Pasal 1354 KUHS, misalnya : A tidak
dapat memperhatikan kepentingannya karena menderita sakit. Apabila seorang
lain ( si B ) memperhatikan kepentingan si A walaupun tidak diminta oleh A
supaya memperhatikan kepentingannya, maka orang itu ( si B ) mau tak mau
wajib meneruskan perhatian ( pengurusan ) tersebut samapi A sembuh dan
dapat memperhatikan sendiri kepentingannya.

2. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad )

Akibat suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh
hukum, meskipun akibat itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan
perbuatan tersebut.
Dalam hal ini, siapa yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan
karena perbuatan itu. Jadi, karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan
hukum timbulah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
yang dirugikan.

Dalam sejarah hukum “perbuatan yang bertentangan dengan hukum” yang


disebutkan dalam pasal 1365 KUHS telah diperluas pengertiannya menjadi:
membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu (melalaikan sesuatu) yang:

a) Melanggar hak orang lain.


b) Bertentangan dengan kewajiban hukum dari yang melakukan perbuatan itu.
c) Bertentangan dengan baik kesusilaan maupun asas-asas pergaulan
kemasyarakatan mengenai kehormatan orang lain atu barang orang lain.
3. Mengenai contoh dari peristiwa lain yang bukan perbuatan hukum ialah:
kelahiran, kematian, lewat waktu atau kadaluarsa:
a) Kelahiran menimbulkan langsung hak dari hak-hak anak itu untuk
memperoleh pemeliharaan dari orang tuanya (Pasal 298 ayat 2 KUHS)
b) Tentang kematian diatur dalam Pasal 830 dan 833 KUHS
c) Lewat waktu akuisitif dan lewat waktu ekstintif. Berdasarkan lewat akuisitif,
orang dapat memperoleh sesuatu hak sehabis masa tertentu dan memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Berdasarkan
lewat waktu ekstintif seseorang dapat dibedakan dari suatu tanggung
jawabsehabis masa tertentu dan apabila syarat-syarat yang telah ditentukan
undang-undang dipenuhi.

B. Hubungan Hukum

Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Hukum mengatur


hubungan-hubungan yang di timbulkan oleh pergaulan masyarakat manusia (hubungan yang
timbul dari perkawinan, keturunan, kerabat darah, ketetanggaan, tempat kediaman,
kebangsaan, dari perdagangan dan pemberian berbagai jasa dari perkara-perkara lainnya), dan
hal-hal tersebut dilakukannya dengan menentukan batas kekuasaan-kekuasaan dan
kewajiban-kewajiban tiap-tiap orang terhadap mereka dengan siapa ia berhubungan3. Hukum
misalnya mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang dengan orang yang
menerimanya dan itu dilakukannya antara lain dengan membentuk peraturan-perturan, siapa
yang meminjamkan uang pada orang lain, berhak meminta kembali uangnya dengan jumlah
yang sama, dan pihak yang lain.

Hubungan yang diatur oleh hukum sedemikian itu dinamakan hubungan hukum,
tiap-tiap hubungan hukum, mempunyai dua segi, pihak yang merupakan hak dan pihak yang
lainnya merupakan kewajiban, hubungan hukum yang demikian disebut hukum.

Hukum biasa dipakai dalam dua arti:


a. Untuk menyatakan peraturan (atau kaidah) yang mengatur hubungan antara dua orang
atau lebih. Hukum arti tersebut, disebut hukum obyektif. Karena berlaku untuk umum,
bukan terhadap seseorang tertentu atau subyek tertentu.
b. Untuk menyatakan hubungan yang diatur oleh hukum obyektif, berdasarkan mana yang
satu mempunyai hak, dan yang lainnya mempunyai kewajiban terhadap sesuatu. Hukum
dalam arti tersebut disebut hukum subyektif, karena dalam hal ini hukum dihubungkan
dengan seseorang tertentu dengan suatu subyek tertentu.

Hukum objektif adalah peraturan hukum. Sedangkan hukum subyektif adalah


peraturan hukum yang dihubungkan dengan seseorang tertentudan dengan demikian menjadi
hak dan kewajiban. Dengan kata lain, hukum subyektif timbul jika hukum obyektif beraksi,
karena hukum obyektif yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan, pada satu pihak ia
memberikan hak dan pihak lain meletakkan kewajiban. Kedua unsur tersebut dapat kita
jumpai pada tiap-tiap hubungan hukum. Jika berdasarkan hubungan hukum yang terdapat
antara si pembeli dan si penjual, si pembeli wajib membayar harga pembelian pada si penjual,
maka termuat didalamnya, bahwa si penjual berhak menuntut pembayaran dari si pembeli.

Unsur-unsur hubungan hukum :

1. Adanya orang-orang yang hak dan kewajiban berhadapan. Contoh : A menjual


rumahnya pada B, A wajib menyerahkan rumahnya kepada B
2. Adanya objek yang berlaku berdasarkan hak

3
Prof. Dr. Mr. L. J. Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum ( Jakarta : Balai Pustaka, 2015), hlm. 41
3. Adanya pemilik hak kewajiban atau adanya hubungan atas objek. Contoh : A dan b
mengadakan sewa menyewa, rumah adalah obyek yang bersangkutan.4

C. Akibat Hukum

Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang
dilakukan oleh sujek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang
disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah
ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Jadi
akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum5. Contoh akibat hukum
yaitu :

a. Terbitnya suatu hak dan kewajiban bagi pembeli dan penjual adalah akibat dari
perbuatan hukum jual beli antara pemilik rumah dan pembeli rumah.
b. Perjatuhan hukuman terdapat seorang pembunuh adalah akibat hukum dari
membunuh seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 dan 340 KUHP, begitu
juga penjatuhan hukuman terhadap seorang pencuri adalah akibat hukum dari adanya
seseorang yang mengambil barang orang lain karenatanpa hak dan secara melawan
hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasal 362 KUHP.
Akibat hukum ini dapat terwujud:
a. Lahirnya, berubahnya, atau lenya pnya suatu keadaan hukum.
Contoh:
- Usia menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah-ubah dari tidak cakap
hukum menjadi cakap hukum
- Dengan adanya pengampunan, lenyapnya kecakapan melakukan tindakan
hukum.
b. Akhirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau
lebih subjek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan
dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
Contoh:
AA mengadakan perjanjian jual beli dengan B, maka lahirnya hubungan hukum
antara A dan B, sesudah dibayar lunas, hubungan hukum itu menjadi lenyap.

4
https://dingklikkelas.blogspot.com/2014/03/hubungan-hukum.html?m=1
5
A Ridwan Halim, Pengatar Ilmu Hukum dalam Tanya jawab Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985, hlm.30
c. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.
Contoh:
Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu akibat hukum dari perbuatan
si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang lain tanpa hak secara melawan
secara hukum.
Dalam lapangan hukum, sanksi dibagi menjadi:
1. Sanksi hukum dibidang hukum public (pidana), berupa hukuman pokok dan
hukuman tambahan
2. Sanksi hukum dibidang hukum privat (privat)

D. Kewajiban

Kewajiban sangat berkaitan dengan hak, karena tatanan yang diciptakan oleh hukum
baru menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban.
Contohnya ketika si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu apabila
perbuatan si A itu ditujukan kepada orang tertentu, yaitu si B. Dengan melakukan suatu
perbuatan yang ditujukan kepada si B itu, maka A telah menjalankan kewajiban. Sebaliknya,
karena ada kewajiban pada si B itulah, A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan
yang bisa diterapkannya terhadap si B, yaotu berupa tuntutan untuk melaksanakan kewajiban
itu.

Menurut Curzon kewajiban dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Kewajiban yang mutlak dan nisbi


Austin berpendapat bahwa kewajiban yang mutlak adalah yang tidak mempunyai
pasangan hak,seperti kewajiban yang tertuju kepada diri sendiri: yang diminta oleh
masyarakat pada umumnya, yang hanya ditujukan kepada kekuasaan (sovereign) yang
membawahinya. Kekuasaan yang nisbi adalah yang melibatkan hak dilain pihak.
2. Kewajiban publik dan perdata
Kewajiban publik adalah yang berkolerasi dengan hak-hak publik, seperti kewajiban
memenuhi hukum pidana. Kewajiban perdata adalah koleratif dari hak-hak perdata,
seperti kewajiban yang timbul dari perjanjian.
3. Kewajiban positif dan negatif
Kewajiban positif menghendaki dilakukannya positif, seperti kewajiban penjual untuk
menyerahkan barang kepada pembelinya. Kewajiban negatif adalah yang
mengehendaki agar suatu pihak tidak melakukan sesuatu seperti kewajiban seseorang
untuk tidak melakukan sesuatu yang mengganggu milik tetangganya.
4. Kewajiban universal, umum, dan khusus
Kewajiban universal ditunjukan kepada semua warga seperti yang timbul dari undang-
undang. Kewajiban umum ditujukan kepada segolongan orang-orang tertentu, seperti
orang asing, orang tua (ayah dan ibu). Kewajiban khusus adalah yang timbul dari
bidang hukum tertentu, seperti kewajiban dalam hukum perjanjian.
5. Kewajiban primer dan memberi sanksi
Kewajiban primer adalah yang timbul dari perbuatan yang melawan hukum,seperti
kewajiban seseorang untuk tidak mencemarkan nama baik orang lain yang dalam hal
tidak timbul dari pelanggaran terhadap kewajiban lainnya sebelumnya. Kewajiban
yang bersifat memberi sanksi adalah yang semata-mata timbul dari perbuatan yang
melawan hukum, seperti kewajiban tergugat untuk membayar gugatan pihak lain yang
berhasil memenangkan perkara.

E. Hak
1. Pengertian Hak
Dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik suatu benda kepadanya
diizinkan untuk menikmati hasil benda miliknya itu.
Izin atau kekuasaan yang diberikan hukum itu disebut “ hak “ atau
“ wewenang “. Hak dan wewenang dalam bahasa latin digunakan istilah “Ius” dalam
bahasa belanda dipakai istilah “Recht” atapun “Droit” dalam bahasa prancis
menyalahgunakan hak dalam bahasa belanda disebut “ Misburik Van Recht “ atau
“ Abus Dee Droit “ dalam bahasa prancis (menyalahgunaan kekuasaan dalam bahasa
prancis “ detaurtement de pourvoir”).
Untuk membedakan hak dan hukum dalam bahasa belanda dipergunakan
istilah “Subjectief Recht“ untuk “hak“ dan “Objectief recht“ untuk “hukum“ atau
peraturan-peraturan yang menimbulkan hak-hak bagi seseorang.
Dalam buku yang berjudul “ inleiding tot de studie van het nederlandse recht
“ Prof. Mr. L. J. Van Apeldorn mengatakan bahwa “ hak ialah hukum yang
dihubungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan dengan
demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan” dan suatu hak timbul apabila hukum
mulai bergerak. Misalnya : menurut hukum si A berhak atas suatu ganti rugi.
Dalam setiap hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum,
hubungan hukum yang mengikat pihak lain yang dengan kewajiban dan perlindungan
hukum6. Jadi, pada hakikatnya hak merupakan hubungan antara subjek hukum dengan
objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukumlain yang dilindungi oleh
hukum yang menimbulkan kewajiban.
Pokok-pokoknya hak itu dapat dibedakan antara hak mutlak (hak absolut) dan
nisbi (hak relatif).

1. Hak Mutlak

Hak mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang


untuk melakukan suatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang juga harus menghormati hak tersebut.
Isi hak mutlak ini ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Jika ada hak
absolut pada seseorang ada kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati
dan tidak mengganggunya. Pada hak mutlak, pihak ketiga berkepentingan untuk
mengetahui eksistensinya sehingga memerlukan publisitas.

Hak mutlak dapat dibagi dalam tiga golongan :

a. Hak Asasi Manusia, misalnya : hak seorang untuk dengan bebas bergerak
dan tinggal dalam satu Negara.
b. Hak publik mutlak, misalnya : hak Negara untuk memungut pajak dari
rakyatnya.
c. Hak perdataan, misalnya :
1) Hak material, yaitu hak seorang suami untuk menguasai isterinya dan
harta benda isterinya.
2) Hak kekuasaan orang tua (Ourderlijke Macht).
3) Hak perwalian (Voogdij)
4) Hak pengampuan (Curatele)

6
Ibid
2. Hak nisbi

Hak nisbi atau hak relatif ialah hak yang memberikan wewenang kepada
seorang tertentu atau beberapa orang untuk menuntut agar seseorang aatu
beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Hak relative ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak terlibat
dalam perikatan tertentu, jadi hanya berlaku bagi yang mengadakan perjanjian.

Hak relative sebagian besar terdapat dalam hukum perikatan ( bagian


dari hukum perdata ) yang timbul berdasarkan persetujuan-persetujuan yang
bersangkutan.

Contoh dari persetujuan jualbeli terdapat hak relative seperti :

a. Hak penjual untuk menerima pembayaran dan kewajibannya untuk


menyerahkan barang kepada pembeli.
b. Hak pembeli untuk menerima barang dan kewajibannya untuk melakukan
pembayaran kepada penjual.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi, setiap peristiwa hukum yang terjadi itu akan menimbulkan hubungan hukum.
Dan hubungan hukum yang terjadi akan menimbulkan akibat hukum. Dan akibat hukum itu
menyebabkan subjek hukum dikenai hak dan kewajiban.
DAFTAR PUSTAKA

 Drs. C.S.T. Kansil, S.H., 2018, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka
 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka
 Prof. Dr. Mr. L.J. Van Apeldoorn, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta Timur : Balai
Pustaka
 Josef Mario Monteiro, S.H., M.H., 2017, Konsep Dasar Ilmu Hukum, Malang : Setara
Press

Anda mungkin juga menyukai