Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM PERDATA

HUKUM PERORANGAN MENURUT HUKUM PERDATA

DOSEN PEMBIMBING

Drs. Heru Ismaya, M.H.

DISUSUN OLEH :

Tika Krisdianti ( 19220018 )

IKIP PGRI BOJONEGORO

TAHUN 2021/2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang.................................................................................................1

Rumusan Masalah...........................................................................................1

Tujuan ..............................................................................................................1

BAB II Pembahasan

Pengertian.........................................................................................................2

Isi........................................................................................................................2

BAB III Penutup

Kesimpulan .......................................................................................................5

Daftar pustaka...................................................................................................6
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena
itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun
kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
BAB 1
PENDAHULUAN

I.          Latar Belakang


Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain.
Bisa dikatakn hukum perdata mengatur antar satu individu dengan individu lain atau disebut
dengan hukum privat. Tidak ada campur tangan pemerintah di dalam penyelesaian hukumnya.
Berbeda dengan hukum pidana, yang mana yang terlibat didalam hukum adalah si pelaku
(subyek hukum) dengan penyidik yang telah dibentuk oleh pemerintah.
Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata dibagi ke dalam 4 bagian, yaitu: (1)
Hukum Perorangan; (2) Hukum Keluarga; (3) Hukum Harta Kekakyaan;dan (4) Hukum Waris.
Di dalam makalah ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari hukum perdata
yaitu Hukum Perorangan. Yang pertama akan dibahas oleh penyusun ialah, pengertian Hukum
Perorangan. Kemudian penyusun akan membahas subyek hukum dan tempat tinggal atau
domisili. Dan terakhir yang akan dibahas adalah catatan sipil.

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perorangan yang satu dengan
yang lainnya dalam pergaulan masyarakat, yang memberikan batasan – batasan dan oleh
karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perorangan dalam perbandingan yang
tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dalam masyarakat tertentu,
terutama hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas hukum privat.

A. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Perorangan?


2. Apa yang dimaksud Hukum Perorangan Menurut Hukum Perdata?

B. Manfaat

1. Untuk mengetahui apa saja tentang Hukum Perorangan


2. Untuk mengetahui apa saja tentang Hukum Perorangan menurut Hukum Perdata
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Perorangan

Istilah hukum Tentang orang berasal dari terjemahan kata Personenrecht (Belanda) atau
Personal Law (Inggris). Pengertian hukum orang adalah peraturan tentang manusia sebagai
subyek hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk
bertindak sendiri, melksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu.
Pengertian ini merujuk kepada hukum orang dari aspek ruang lingkupnya, yang meliputi subyek
hukum , kecakapan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hukum perorangan memiliki dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,:
A. Hukum Perorangan dalam Arti luas:
1. Hukum Perorangan, adalah keseluruhan kaedah hukum yang mengatur kedudukan manusia
sebagai subjek hukum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak –
hak dan kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang mempengaruhi kedudukan subjek hukum.
2. Hukum Kekeluargaan, adalah hukum yang mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang
timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan
hukum kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian, dan
curatele.
B. Hukum Perorangan dalam arti sempit Hukum yang mengatur tentang orang
sebagai subjek hokum.
I. Subyek Hukum Perorangan
Istilah subyek hukum yang berasal dari terjemahan bahasa Belanda rechtsubject atau law of
subject (inggris). Secara umum rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban
yaitu manusia dan badan hukum.1[3]
Selain subyek hukum dikenal juga objek hukum, sebagai lawan dari objek hukum. Objek
hukum adalah benda yang tidak mempunyai hak dan kewajiban dan berguna bagi subyek hukum

1
yang mana dijadikan pokok hubungan hukum oleh subyek hukum. Yang menjadi objek hukum
ialah benda atau barang 2[4].
Dalam hukum perdata yang menjadi benda atau barang mempunyai ketentuan yaitu: (1)
Memiliki nilai uang yang efektif; (2) merupakan Satu kesatuan; (3) bisa dikuasai manusia.
Obyek hukum dalam hukum perdata di bahas secara khusus dalam hukum benda.
Subyek hukum mempunyai dua kategori, Yaitu subyek hukum dan Badan hukum:
A.  Natuurilijke person yang di sebut orang dalam bentuk manusia atau manusia pribadi.
Manusia menurut pengertian hukum terdiri dari tiga pengertian:
1. Mens, yaitu manusia dalam pengertian biologis yang mempunyai anggota tubuh,kepala,
tangan, kaki dan sebagainya.
2. Persoon, yaitu manusia dalam pengertian yuridis,baik sebagi individu/pribadi maupun sebagai
makhluk yang melakukan hubungan Hukum dalam masyarakat.
3. Rehts Subject (Subjek Hukum).yaitu manusia dalam hubungan dengan hubungan hukum
(rechts relatie), maka manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada azasnya
manusia(naturlijk persoon) merupakan subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban )sejak
lahirnya sampai meninggal. Bahkan pasal 2 KUH Perdata mengatakan:
“ Anak ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan (menjadi subjek
hukum) bila mana kepentingan sianak menghendakinya misal mengenai pewarisan dan jika
sianak mati sewaktu dilahirkan dianggap sebagai tidak pernah ada”
Manusia pribadi atau Natuurlijke person sebagai subjek hukum mempunyai hak dan
kewajiban menjalankan hak dan mampu menjalankan haknya dijamin oleh hukum yang berlaku.
Manusia sebagai subjek hukum itu diatur secara luas pada buku I tentang orang (van personen)
KUHPer, undang-undang kewarganegaraan , undang-undang orang asing dan beberapa
perundang-undangan lainnya.
Menurut hukum modern, seperti hukum yang berlaku sekarang di Indonesia, setiap manusia
diakui sebagai manusia pribadi. Artinnya diakui sebagai orang atau person. Karena itu setiap
manusia diakui sebagai subjek hukum (rechspersonlijkheid) yaitu pendukung hak dan kewajiban.
Setiap manusia dengan memiliki hak dan kewajiban itu dapat bertindak sendiri untuk
kepentingan-kepentingannya dan berkedudukan sebagai orang asli (Natuurlijke person). Dengan
demikian setiap pribadi sebagai pemilik hak dan kewajiban dapat bertingkah laku seperti yang

2
dikehendaki tetapi mempunyai akibat hukum.3[10]Walaupun dapat berbuat sekehendak yang
diinginkan dengan kewajiban menanggung akibat hukum namun tidak semua orang dapat
diktakan sebagai orang yang cakap hukum untuk melakukan perbuatan hukum
(rechtsbekwaamheid). Orang-orang yang menurut Undang-Undang dinyatakan “tidak cakap”
untuk melakukan perbuatan hukum:
a). Orang-orang yang belum desa yaitu orang yang belum mencpai umjur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan (pasal 1330 BW jo. Pasal 47 Undang-Undang No.1 Tahun
1974).;
b). orang yang telah dewasa (berumur 21 tahun ke atas) tetapi berada di bawah pengawasan atau
pengampuan (Curatele) ; dengan alasan :
1). Kurang atau tidak sehat ingatannya (orang-orang yang terganggu jiwannya);
2). Pemboros; dan
3), Kurang cerdas pikirannya dan segala sebab lainnya yang pada dasarnnya menyebabkan yang
bersangkutan tidak mampu untuk mengurus segala kepentingan sendiri (Pasal 1330 BW jo. Pasal
433 BW
Tujuan dinyatakannya orangorang tersebut tidak mampu melakukan perbuatan hukum ialah
untuk melindungi mereka dari segala macam tipu daya dalam hidup bermasyarakat yang
mungkin akan merugikan mereka atas perbuatan mereka sendiri.
Pada pasal 2 KUHPer menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang
perempuan, dianggap sbagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinnya, dan
apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia tidak pernah ada.
Secara riil menurut KUHPer manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak ia lahir dan
berakhir dengan kematian , sehingga dikatakn bahwa selam manusia hidup,maka ia menjadi
manusia pribadi. Pengecualian diadakan oleh pasal 2 KUHPer, yaitu:
a). Anak yang dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak menghendaki.
b). Apabila anak meninggal pada saat dilahirkan atau sebelumnya maka dianggap tidak pernah ada.
Adanya pasal 2 KUHPer mengatur secara fiksi terhadap anak dalam kandungan dianggap ada
apabila kepentingan anak itu menghendaki, umpamanya apabila ada seorang yang mewariskan
harta atau meninggalkan harta kepada si anak ang akan lahir itu, tetapi apabila anak itu tidak
mempunyai kepentingan dianggap secara riil tidak ada, seperti contohnnya seorang ibu sedang

3
hamil pergi menonton bioskop atau naik bus tidaklah diminta untuk mebayar dua karci, karena
kepentingan anak tidak ada terhadap tontonan atau bus itu.
B.  Badan Hukum merupakan kumpulan manusia pribadi (Natuurlijke person) dan mungkin
pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya sesuai menurut hukum yang
berlaku.
Ada beberapa pandangan pendapat dan teori mengenai badan hukum, yaitu:
1. Teori fisik yang diajarkan oleh Fiedrich Carl von Savigny, C.W dan diikuti juga oleh Houwig,
Opzomer (belanda) dan Salmond. Menurut teori ini badan hukum itu semata-ata buatan negara
saja. Badan hukum itu hanyalah fictie, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang
yang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan
hukum seperti manusia. Contohnya: Direktur atau pengurus dlam suatu perseroan terbatas atau
koperasi.
2. Teori Harta kekayaan Bertujuan (Doel vermogenstheorie) ini dianut oleh Brinz dan Van Heijden
dari Belanda. Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum dan badan
hukum untuk melayani kepentingan tertentu. Namun, kata teori ini, ada kekayaan yang bukan
merupakan kekayaan sesorang, tetapi kenyataan itu terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang
tidak ada yang mempunyainya dan terikat pada tujuan tertentu. Misalnnya: Yayasan, Badan
usaha milik negara, Badan Usaha milik daerah.
3. Teori organ (Organnen Theory) dari Otto’van gierke inin dianut oleh Otto’van Gierke dan Z.E
Polano. Menurut teori ini badan hukum bukNLh sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk
yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis. Misalnya: pada koperasi
memilik alat perlengkapan organisasi seperti RUPS, Pengurus dan lain-lain.
4. Teori Harta Karena Jabatan atau van het ambtelijk vermogen yang diajarkan oleh holder dan
binder. Menurut teori ini badan hukum ialah suatu badan yang mempunyai harta benda yang
berdiri sendiri. Yang dimilik oleh badan itu tetapi oleh pengurusnya dan karena jabatannya ia
diserahkan tugas untuk mengurus harta tersebut.
5. Teori Milik Bersama (Propriete Collectief Theory) yang diajarkan dan dianut oleh W.L P.A
Molengraaf dan Marcel Planiol. Teori ini mengajarkan bahwa badan hukum pada hakikatnya
adalah hak dan kewajiban seluruh anggota. Kekayaan badan hukum adalah kepunynyaan
bersama-sama seluruh anggotanya. Jadi orang-orang yang berhimpun tersebut menjadi satu
kesatuan dan membentuk pribadi yang dinmakan badan hukum.
Dengan demikian menurut teori di atas untuk menjadi suatu badan hukum, badan/ organsasi/
perkumpulan harus memenuhi persyaratan antara lain:
1. Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya;
2. Di sahkan oleh yang berwenang;
3. Mempunyai tujuan.
Suatu pekumpulan dapat dimintaka pengesahan sebagai badan hukum dengan cara:
1. Didirikan dengan akte notaris;
2. Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat;
3. Dimintakan pengesahan anggaran dasarnya kepada menteri Kehakiman; dan
4. Diumumkan dalam berita negara.
Syarat-syarat berdirinya badan hukum adalah:
1. Adanya Harta kekayaan yang terpisah;
2. Mempunyai tujuan tertentu;
3. Mempunyai kepentingan sendiri;
4. Ada organisasi yang teratur; dan
5. Perbuatan badan hukum.
Pembagian badan hukum (rechtsperson) dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Badan hukum public atau Publiek Rechtspersoon adalah badn huum yang didirikan berdasarkan
hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik Badan hukum ini merupakan badan-
badan negara dan mempunyai kekuasaan wilyah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh
yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh
pemrintah. Cthnya adalah: Negara Republik Indonesia, Pemerintah daerh tingkat I,II dan
kecamatan yang dibentuk menurut Undang-undang No.5 tahun 1975, Bank Indonesia , dan
perusahaan negara.
2. Badan hukum Sipil atau privat ialah badan hukum yag didirikan berdasarkan hukum sipil atau
perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu. Contohnya:
Perseroan terbatas atau disingkat PT, Koperasi, Partai politik, Yayasan, dan Badan amal wakaf
dll.
II. Tempat Tinggal (DOMICILE)
Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal atau domisili. Tempat tinggal sesorang
ialah tept pada pokoknya berada/ berdiam. 4[21]Menurut Volmar, tempat tinggal merupakan
tempat sesorang melakukan perbuatan hukum. Adapaun yang dimaksud dengan perbuatan
hukum ialah perbuatan yang dapat berakibat hukum. Contohnya: Jual-beli, sewa-menyewa,
tukar-menukar, dan lain sebagainya. Tujuan dari penentuan domisli sendiri adalah untuk
mempermudah para pihak dlam mengadakan hubungan hukum dengan pihak lainnya.5[22]
Contohnya: apabila sesorang menikah maka domisili sangatlah penting, agar dia mengetahui
dimana dia harus menikah dan mengurusnya di pengadilan agama sesuai dengan domisilinya.
Macam-macam domisili dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
A.  Tempat tinggal sesungguhnya (Eigenlijke woonplaats)
Tempat tinggal sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum pada umumnya.
Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Tempat Tinggal Sukarela atau Mandiri (Vrijwillige, Onafhankelijke Woonplatts)
1. Tempat tinggal sukarela atau mandiri adalah tempat tinggal yang tidak bergantung oleh
hubungannya dengan orang lain. Di dalam pasal 17 BW, menentukan bahwa setiap orang
dianggap memeliki tempat tinggal pokok, yaitu tempat tinggal yang mempunyai hubungan
tertentu secara terus menerus dengan orng yang bersangkutan.
2. Tempat Tinggal Wajib atau Tempat Tinggal Menurut Hukum (Afhankelijke, Noodzakelijke of
ontlendee Woodplaats)
Tempat tinggal wajib merupakan tempat tinggal yang tidak bergantung pada keadaan-keadaan
orang yang bersangkutan, tetapi tergantung pada keadaan-keadaan orang lain. Dalam arti yuridis,
tempat tinggal wajib terikat erat dengan orang yang pertama disebut. Jadi pengertian tempat
tinggal wajib, adalah tempat tinggal yang ditentukan oleh hubungan antara seseorang dengan
orang lain.
B.  Tempat Tinggal yang dipilih (Gekozen Woonplaats)
Pada saat lalu lintas hukum ada dua orang yang mengadakan suatu perjanjian
(perdagangan) dengan memilih di kantor seorang notaris atau kantor Kepaniteraan Pengadilan
Negeri, dlam hal demikian berarti mereka dapat menetukan domisi pilihan lain.

5
Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak dlam menentukan domisili
pilihan, Yaitu:
1. Pilihan harus terjadi dengan perjanjian;
2. Perjanjian harus diadakan secara tertulis;
3. Pilihan hanya dapat terjadi untuk satu atau lebih perbuatan hukum atau hubungan hukum
tertentu; dan
4. Untuk pilihan itu diperlukan adanya kepentingan yang wajar.
III. Catatan Sipil
Yang dimaksud dengan catatan sipil ialah suatu badan yang diusahakan oleh negara yang
bertugas untuk membukukan selengkap-lengkapnya tentang keperibadian manusia, sehingga
dapat memberi kepastian terhadap segala kenyataan yang berguna bagi pencatatan jiwa dari
setiap orang. Misalnya pencatatan mengenai:
A. Perkawinan
B. Kelahiran
C. Pengakuan anak
D. Perceraian
E. Kematian
F. Dan sebagainya.
Jenis-jenis catatan sipil berdasarkan keputusan menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 1983
tentang organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/ Kotamadya, disebutkan lima
jenis akta catatan sipil, yaitu:
A. Akta kelahiran, adalah akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berkaitan
dengan adanya kelahiran. Akta kelahiran bermanfaat antara lain:
1. Memudahkan pembuktian dalam hal kewarisan;
2. Persyaratan untuk diterima di lembaga pendidikan; dan
3. Persyaratan bagi sesorang yang masuk sebagai pegawai pemerintahan.
B. Akta perkawinan , adalah akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, yang
berkaitan dengan adanya perkawinan. Pejabat yang berwenang mengeluarkan akta
perkawinan adlah:
1. Kepala KUA bagi yang beragama islam; dan
2. Kepala Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama non-islam.
C. Akta perceraian, adalah akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dalam urusan
perceraian setelah adanya putusan dari pengadilan. Pejabat yang berwenang untuk
menerbitkan akta perceraian bagi yang beragama Islam adalah Panitera bagi non islam adalah
Kantor Catatan Sipil yaitu:
1. Ada penetapan perceraiandari pengadilan negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
dan
2. Harus ada kata perkawinan.
D. Akta pengakuan dan pengesahan anak, akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,
yang berkaitan dengan pengakuan dan pengesahan terhadapa anak luar kawin.
E. Akta kematian, adalah akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (kantor catatan
sipil), yan berkaitan dengan meninggalnya seseorang. Akta kematian terbagai menjadi dua
macam, yaitu:
1. Akta kematian Umum yaitu akta kematian yang diterbitkan, dimana laporan kematian
belum melewati 10 hari bagi WNI Asli dan bagi eropa tiga hari kerja.
2. Akta kematian Khusus yaitu akta kematian yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang, dimana laporan kematian oleh suami atau istri atau keluarga telah
melewati waktu 10 hari.
B. Hukum Perorangan Menurut Hukum Perdata

Hukum perorangan adalah Hukum tentang orang mengatur tentang orang (nama orang,
tempat tinggal, kecakapan hukum) dan badan hukum sebagai subyek hukum. Berlakunya
seorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum ialah mulai saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia).

Hukum Perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan masih
dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Menurut pasal 2 ayat (1) KUH Perdata
(B.W.) bahwa  “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah
dilahirkan, apabila kepentingan si anak menghendakinya”.

Dengan demikian seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya sudah dijamin untuk
mendapat warisan jika ayahnya meninggal dunia.
Selanjutnya pasal 2 ayat (2) B.W. menyatakan bahwa, apabila ia dilahirkan mati maka ia
dianggap tidak pernah ada.

Dari pasal 2 B.W. dapat diketahui bahwa manusia sejak dalam kadungan haknya telah diakui
dan dilindungi oleh hukum. Dengan demikian menurut hukum perdata nasional bahwa, setiap
manusia diakui sebagai manusia pribadi.

Artinya diakui sebagai “orang” atau “person”. Oleh karena itu setiap “orang” diakui sebagai
subyek hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu pembawa hak dan kewajiban.

Meskipun menurut hukum, setiap orang pembawa atau mempunyai hak dan kewajiban, tetapi di
dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.

Orang yang Tidak Cakap Hukum

Orang yang “tidak mampu bertindak” sendiri untuk melaksanakan hak-haknya, disebut tidak
cakap menurut hukum atau “tidak cakap hukum” (onrechtsbekwaamheid/in capable).

Orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak mampu bertindak menurut hukum atau
“tidak cakap hukum” (onrechtsbekwaamheid) ialah:

1. Orang yang belum dewasa, yaitu yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah
nikah/kawin (pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 1330 B.W.); untuk melakukan
perbuatan hukum orang ini harus diwakili oleh orang tua/walinya;
2. Orang yang berada dibawah pengawasan atau pengampuan (curatele), dia orang dewasa
tetapi dungu, sakit ingatan, suka gelap mata, sakit jiwa, pemboros atau tidak sehat
jiwanya (Pasal 1330 jo 433 B.W.); dalam melakukan perbuatan hukum dia harus diwakili
oleh pengampunya (curatornya);
3. Orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum atau
perjanjian (Pasal 1330 B.W. jo. Undang-Undang tentang Kepailitan).
Orang yang Cakap Hukum

Orang yang “cakap hukum” atau “mampu berbuat atau bertindak” menurut hukum
(rechtsbekwaamheid/capable) adalah orang-orang yang dapat atau mampu melakukan perbuatan
hukum.

Orang-orang yang “cakap hukum” antara lain:

(a) orang dewasa atau sudah pernah nikah/kawin;

(b) orang dewasa yang sehat pikiran/jiwanya (tidak dungu, bukan pemabok, tidak
pemboros);  dan,

(c) orang-orang yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum.

Orang yang cakap hukum (rechtsbekwaamheid/capable), disebut “subyek hukum” atau


“pendukung hak dan kewajiban”, karena tidak hanya pembawa hak dan kewajiban saja, tetapi
juga mempunyai kemampuan untuk bertindak dalam hukum.

Jadi subyek hukum adalah siapa saja yang mempunyai hak dan kewajiban serta cakap bertindak
di dalam hukum, atau dengan kata lain bahwa, siapa yang cakap hukum adalah mempunyai hak
dan kewajiban.

Orang yang mempunyai hak belum tentu cakap hukum karena tidak mempunyai kewajiban
(contoh: orang gila, budak-budak belian di zaman dahulu).

Orang yang cakap hukum (rechtsbekwaamheid/capable) belum tentu berwenang atau berhak
untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbevoegdheid/competent).

Supaya berwenang melakukan perbuatan hukum orang yang cakap hukum


(rechtsbekwaamheid/capable) harus dipenuhi syarat khusus yakni “rechtsbevoegdheid”, apabila
tidak dipenuhi, berarti belum berwenang (onrechtsbevoegdheid/in competent).
Badan Hukum

Selain orang atau manusia (natuurlijkepersoon) sebagai subyek hukum, adalah badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.

Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di
Pengadilan.  Badan hukum sebagai subyek hukum diperlakukan sama seperti subyek hukum
“orang”.

Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum


(Rechtspersoon), artinya orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum  dibedakan
antara Badan Hukum Publik (misal: Negara, Propinsi, Kabupaten), dan Badan Hukum Privat
(misal: Perseroan terbatas, Koperasi, Yayasan/Stichting, Wakaf), dan lain-lain.

Syarat Disebut Badan Hukum

Untuk dapat disebut sebagai Badan Hukum harus dipenuhi persyaratan formal dan material.

Syarat-syarat formal Badan Hukum antara lain:

(1) Badan hukum harus didirikan dengan akta notaris;

(2) Mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

(3) disahkan oleh Menteri yang berwenang, (sekarang Kementerian Hukum dan Hak Asasi 
Manusia);

(4) diumumkan dalam Berita Negara;

(5) didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang.

Syarat-syarat material Badan Hukum adalah:


(1) harus ada pemisahan yang jelas antara kekayaan Badan Hukum dengan kekayaan pribadi
pengurus/anggotanya;

(2) harus mempunyai tujuan tertentu yang ideal;

(3) harus mempunyai kepentingan tertentu;

(4) harus pempunyai susunan organisasi dan kepengurusan;

(5) mempunyai tempat kedudukan/domisili hukum dan wilayah operasional Badan Hukum.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Perorangan ialah peraturan manusia sebagai subjek hukum, peraturan-peraturan
prihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak.Hukum perorangan ini
mengatur tentang keperibadian sesorang, domisili atau tempat tinggal, catatan sipil dan lain
sebagainya.
Subyek hukum ialah pelaku yang mempunyai hak dan kewajiban. Subyek hukum terdiri atas
dua, yaitu: (1)Manusia pribadi, yaitu orang yang mempunyai hak dan kewajiban dan mampu
menjalankan haka dan kewajiban itu dan dijamin oleh hukum yag berlaku (2) Badan hukum
yaitu kumpulan manusia atau mungkin pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tempat tinggal atau domisili ialah tempat seseorang melakukan perbuatan hukum. Domisili
terbagi dua yaitu: (1) Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat melakukan perbuatan hukum
pada umumnya. Tempat tinggal sesungguhnya terbagi dua yaitu: (a) Tempat tinggal mandiri
ya’ni tempat tinggal yang tidak bergantung oleh hubungannya dengan orang lain (b) tempat
tinggal menurut hukum ya’ni tempat tinggal yang bergantung pada keadaan orang yang
bersnagkutan akan tetapi bergantung pada keadaan-keadaan orang lain. (2) Tempat tinggal yang
dipilih yaitu tempat tinggal yang dipilih oleh dua pihak melalui seorang notaries atau kantor
kepaniteraan pengadilan negeri yang mana mereka dapat menentukan domisili pilihan lain.
Catatn sipil ialah suatu badan yang diusahakan oleh negara yang bertugas untuk
membukukan selungkap-lengkapnya tentang keperibadian manusia sehingga memberikan
kepastian terhadap segala kenyataan yang berguna bagi pencatatan jiwa setiap orang.. 5 jenis
catatan sipil sesuai keputusan menteri dalam negeri yaitu: (1) Akta klahiran (2) Akta perkawinan
(3) akta perceraian (4) Akta pengakuan dan Pengesahan Anak (5) Akta Kematian 

B. DAFTAR PUSTAKA

Djamali.R.Abdoel, Pengantar Hukum Indoesia, RajaGrafindo, Jakarta, 2006


Kansil.C.S.T, Modul Hukum Perdata (Termasuk asas-asas hukum perdata), Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2004
Tafal.B.Bastian, Pokok-Pokok Tata Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992
Tutik Triwulan Titik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2006
http://aktaonline.com/main/index.php?
option=com_content&view=article&id=197%3Ahukum-perorangan-a-kekeluargaan-perdata-
barat-1&Itemid=58
http://kerja-uangmrprab.blogspot.com/2009/02/hukum-perorangan.html
https://www.situshukum.com/2020/08/hukum-perorangan.html

Anda mungkin juga menyukai