Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM MASYARAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu: Isnina, SH., MH

Oleh :

1. Muhammad Adril Shufi Waruwu (2006200354)


2. Imam Mursal (2006200324)
3. Moch. Ade Wiryanto (2006200326)
4. Abdul Malik Nasution (2006200333)
5. Raja Meizal Pahlevy Harahap (2006200349)
6. Dea Ignacia Manurung (2006200356)
7. Muhammad Ma’aruf Siddiq (2006200363)

KELAS G1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta  karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang berjudul “Kedudukan Manusia
Dalam Masyarakat”.

       Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah


wawasan pengetahuan kepada kita semua tentang kedukan manusia di
masyarakat.

       Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan
dengan hal ini, kritik dan saran dari Ibu dosen pengampu yang bersifat
membangun tentu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

       Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah senantiasa Meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Medan, 16 November 2020


3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................4

1.3 Tujuan...................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................5

2.1 Hakekat Manusia dan Masyarakat...................................................................7

2.2 Kedudukan Manusia Dalam Kehidupan Masyarakat………………….........9

2.2.1 Manusia sebagai Makhluk Individu dan sebagai Anggota Masyarakat….9

2.2.2 Fungsi dan Tugas Manusia sebagai Makhluk Sosial………………….......12

2.2.3 Bermasyarakat dalam Berbagai Jenis Kehidupan…...………………........14

2.3 Hukum Sebagai Kebutuhan Manusia dan Masyarakat……………….....15

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 20

3.1Kesimpulan........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................21


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia dalam kehidupannya tidaklah bergantung pada diri sendiri.


Setiaptindakan yang akan di lakukan seorang manusia, pasti berhubungan
danmembutuhkan orang lain. manusia selain disebut sebagai makhluk individu,
manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia dengan kodratnya sebagai 
makhluksosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia memiliki
kebutuhan untukberinteraksi dengan manusia lainnya.Manusia tidak akan bisa
memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri,melainkan manusia butuh tenaga dari
orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kita tidak bisa melakukan
sesuatu seenaknya sendiri, karena di sekitar
kita juga ada orang lain yang pasti berhubungan dengan kita. Sering kita lihat dan 
kitaalami, bagaimana sulitnya kita menjalani hidup tanpa orang lain yang
menemani,anggap saja jika seseorang dikucilkan, maka ia akan terpuruk sendiri
menyelesaikanmasalahnya tanpa ada yang membantu. Kemudian dapat berujung
padaterganggunya emosi dan psikisnya. Karena itu, betapa pentingnya peran
orang lain disekitar kita, baik untuk fisik, rohani maupun psikis kita.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan hakikat manusia dan masyarakat?


2. Jelaskan kedudukan manusia dalam kehidupan masyarakat?
3. Jelaskan hukum sebagai kebutuhan manusia dan masyarakat?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan hakikat manusia dan


masyarakat
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan kedudukan manusia dalam
kehidupan masyarakat
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan hukum sebagai kebutuhan
manusia dan masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia sebagai
makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Dalam kedudukannya
selaku individu, manusia tidak mungkin dapat memenuhi segala kebutuhan
hidupnya secara penuh, oleh sebab itu manusia terpaksa harus hidup
bermasyarakat atau terpaksa harus hidup bersama-sama dengan manusia yang
lain dalam masyarakat. Dilihat dari sejarah perkembangan manusia, ternyata
manusia selalu hidup bersama, selalu hidup berkelompok dalam masyarakat.

Masyarakat terbentuk, apabila sedikitnya ada dua orang atau lebih yang hidup
bersama, mereka saling berhubungan, saling pengaruh mempengaruhi, saling
tergantung dan saling terikat satu sama lain. Misalnya, dua orang yang hidup
bersama selaku suami istri, seorang ibu dengan anaknya. Keluarga adalah
merupakan suatu bentuk masyarakat yang paling kecil jumlah anggotanya.

Menurut bahasa atau etimologi manusia merupakan suatu insan yang berakal
budi (sanggup menguasai makhluk lain); insan; maupun orang. Makhluk
berarti; substansi yang dijadikan atau diciptakan oleh Tuhan (seperti; manusia,
binatang dan tumbuhan). Makna pengertian manusia secara bahasa ini
memberikan penjelasan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan
diberikannya suatu kelebihan yaitu akal sehingga dengan kelebihan itu lah
dapat memungkinkan manusia untuk mengendalikan makhluk yang lain baik
itu binatang maupun tumbuhan.  Secara terminologi atau yang biasa di sebut
istilah pengertian manusia dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli.
Salah satu pendapat tersebut menurut Sastraprateja adalah:

Manusia merupakan makhluk yang bersejarah. Hakikat manusia itu sendiri


merupakan suatu historis, suatu peristiwa atau kejadian yang bukan hanya
semata-mata bentuk tunggal dari data (datum). Hakikat manusia itu hanya
dapat dilihat dari dalam perjalanan sejarah yakni perjalanan manusia.

Sastraprateja menyampaikan kelanjutan bahwasannya apa yang diperoleh dari


pengamatan atau observasi kita terhadap suatu pengalaman manusia adalah
merupakan bentuk suatu rangkaian dorongan dan orientasi yang dapat diambil
melalui sejarah perjalanan umat manusia, yaitu; hubungan manusia terhadap
kejasmanian, alam di sekitarnya maupun terhadap lingkungan ekologis;
lembaga-lembaga; keterikatan masyarakat dan kebudayaan terhadap waktu
dan tempat; hubungan timbal balik antara teori dan praktis; kesastraan
keyakinan dan para keyakinan. Semuanya adalah salah satu sintesis dan
masing-masing saling berpengaruh antara pengaruh yang satu dan pengaruh
yang lainnya.

Berdasarkan pendapat dari Sastraprateja itu lah dapat dipahami bahwasannya


manusia itu merupakan suatu insan yang tidak dapat berdiri dengan
sendirinya, akan tetapi mampu menjalankan eksistensinya dalam kehidupan
bila dia bisa selalu menjalin hubungan antara sesama manusia maupun
hubungan dengan alam di sekitarnya. Apabila hal itu dapat diraih manusia
maka dia akan sanggup menjalani hidup dan kehidupannya di dunia ini.

Ada dua pengertian manusia: (1) biologis, dan (2) yuridis. Di dalam KBBI
disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lainnya). Chidir Ali mengartikan manusia adalah
makhluk yang berwujud dan rohaniah, yang secara berasa, yang berbuat dan
menilai, berpengetahuan dan berwatak (Chidir Ali, 1987:6). Kedua pengertian
itu difokuskan pada pengertian manusia secara biologis, di mana manusia
mempunyai akal yang membuatnya berbeda dari makhluk lainnya. Namun,
secara yurudis para ahli berpendapat bahwa manusia sama dengan orang
(persoon) dalam hukum (Van Scholten; Van Apeldorn). Ada dua alasan yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut, yaitu: (1) manusia mempunyai hak-hak
subyektif, dan (2) kewenangan hukum. Kewenangan hukum adalah kecakapan
untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Semua manusia mempunyai hak-hak subyektif sejak ia dilahirkan sampai


meninggal dunia. Hal ini diintrodusir dalam pasal 2 KUH Perdata yang
berbunyi: “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.
Ketentuan ini memberikan perlindungan hukum kepada seorang anak yang
masih dalam kandungan seorang wanita terhadap hak-hak yang akan
dinikmatinya kelak manakala ia dilahirkan. Suatu contoh seorang ibu sedang
mengandung, suaminya meninggal dunia. Pada saat itu, warisan yang
didapatkan antara suami-istri menjadi terbuka. Sejak saat itulah anak tersebut
berhak untuk mendapatkan warisan dari pewaris (si bapak). Syaratnya, anak
yang dilahirkan itu harus lahir hidup. Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia
tak pernah telah ada.”
Manusia dalam kehidupannya tidaklah bergantung pada diri sendiri.
Setiaptindakan yang akan di lakukan seorang manusia, pasti berhubungan
danmembutuhkan orang lain. manusia selain disebut sebagai makhluk
individu,manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia dengan kodrat
nya sebagai makhluksosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia
memiliki kebutuhan untukberinteraksi dengan manusia lainnya.Manusia tidak
akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri,melainkan manusia
butuh tenaga dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kita
tidak bisa melakukan sesuatu seenaknya sendiri, karena di sekitar
kita juga ada orang lain yang pasti berhubungan dengan kita. Sering kita lihat 
dan kitaalami, bagaimana sulitnya kita menjalani hidup tanpa orang lain yang
menemani,anggap saja jika seseorang dikucilkan, maka ia akan terpuruk
sendiri menyelesaikanmasalahnya tanpa ada yang membantu. Kemudian dapat
berujung padaterganggunya emosi dan psikisnya. Karena itu, betapa
pentingnya peran orang lain disekitar kita, baik untuk fisik, rohani maupun
psikis kita.

2.1 Hakekat Manusia dan Masyarakat

Dalam bahasa Inggris kata masyarakat disebut society, asal katanya socius
yang berarti kawan. Adapun kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu
syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-
bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai
perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan
sosial yang merupakan kesatuan (Soelaeman, 1989).

Dalam masyarakat manusia tidaklah dapat hidup sendiri. Mereka hidup


berinteraksi dengan orang lain. Dalam interaksi itulah manusia harusnya
memiliki suatu etika hidup bermasyarakat. Etika bisa dipakai dalam arti nilai-
nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Nilai erat hubungannya dengan
masyarakat, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan
memaknai nilai sebagai suatu yang objektif, apabila ia memandang nilai itu
ada tanpa ada yang menilainya, tetapi ada sebagian sesuatu yang ada dan
menuntun manusia dan kehidupannya. Jadi nilai memang tidak akan ada dan
tidak akan hadir tanpa hadirnya penilaian. Oleh karena itu nilai melekat
dengan subjek penilaian (Hartomo, 1997).

Unsur masyarakat yang melekat adalah kebudayaan. Dimana budaya yang


timbul dalam masyarakat dapat berupa tradisi, nilai, norma, upacara-upacara
yang sudah melekat dalam interaksi sosial warga masyarakat. Manusia sejak ia
lahir selalu terikat dengan masyarakat. Masyarakat di sini dapat dihitung dari
konteks masalah lingkungan. Sejak lahir manusia akan selalu berkaitan
dengan lingkungan sekitarnya. Setiap masyarakat akan menerima pengaruh
dari lingkungan sosial yang disebut masyarakat.

Penyebab manusia hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan orang lain


yaitu karena seseorang harus bergaul dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan
itu dapat terwujud manakala seorang individu berbicara, berinteraksi dan
saling berhubungan dengan masyarakat lain agar terciptanya lingkungan sosial
atau interaksi sosial dalam masyarakat.

Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling


mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa
manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu
dengan yang lain. Unsur saling memerlukan muncul karena setiap manusia
sebagai anggota masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
tanpa bantuan anggota lainnya. Jadi ada saling ketergantungan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya. Dan disinilah sesungguhnya
makna manusia sebagai makhluk sosial (Suratman dkk, 2013).

Faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu:

a) Faktor imitasi (peniruan)

Imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang
lain melalui sikap, penampilan, gaya hidup atau apa saja yang dimiliki oleh
orang lain tersebut. Misalnya seorang anak meniru kebiasaan-kebiasaan orang
tuanya, baik cara berbicara atau tutur kata, cara berjalan, cara berpakaian dan
sebagainya. Proses imitasi yang dilakukan oleh seseorang berkembang dari
lingkup keluarga kepada lingkup lingkungan yang lebih luas, seperti
lingkungan tetangga, lingkungan sekolah dan lingkungan kerja, seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pergaulan orang tersebut. ruang lingkup
imitasi menjadi semakin luas seiring dengan berkembangnya media massa
terutama media audio-visual (Herimanto, 2011).

Proses imitasi dapat berlangsung terhadap hal-hal yang positif maupun


negatif, maka pengaruhnya terhadap interaksi sosial juga dapat positif maupun
negatif. Apabila imitasi berlangsung terhadap cara-cara atau hal-hal yang
positif maka akan menghasilkan interaksi sosial yang berlangsung dalam
keteraturan, sebaliknya apabila imitasi berlangsung terhadap cara-cara atau
hal-hal yang negatif, maka akan berperan besar terhadap munculnya proses-
proses interaksi sosial yang negatif (Herimanto, 2011).
b) Identifikasi (menyamakan ciri)

Identifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok


orang untuk menjadi sama (identik) dengan seseorang atau sekelompok orang
lain. Identifikasi dapat dinyatakan sebagai proses yang lebih dalam atau lebih
lanjut dari imitasi. Apabila pada imitasi orang hanya meniru cara yang
dilakukan oleh orang lain, maka dalam identifikasi ini orang tidak hanya
meniru tetapi mengidentikkan dirinya dengan orang lain tersebut. dalam
identifikasi yang terjadi tidak sekedar peniruan pola atau cara, namun
melibatkan proses kejiwaan yang dalam (Herimanto, 2011).

c) Sugesti (diterimanya suatu sikap atau tindakan secara emosional)

Sugesti adalah rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh


seseorang kepada individu lain sehingga orang yang dipengaruhi tersebut
menerima pengaruh tersebut secara emosional, tanpa berfikir lagi secara kritis
dan rasional. Sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok,
kelompok kepada individu ataupun kelompok terhadap kelompok. Wujud
sugesti dapat bermacam-macam, dapat berupa tindakan, sikap perilaku,
pendapat, saran dan pemikiran (Herimanto, 2011).

d). Simpati (kemampuan merasakan diri dalam keadaan orang lain)

Simpati adalah suatu proses ketika seorang individu atau sekelompok


individu tertarik kepada (merasakan diri) dalam keadaan orang atau kelompok
orang lain sedemikian rupa sehingga menyentuh jiwa dan perasaannya.
Dinyatakan sedemikian rupa karena dapat terjadi bagi jiwa dan perasaan orang
lain, keadaan tersebut biasa-biasa saja, artinya tidak menimbulkan simpati.
Karena merupakan proses kejiwaan, berlangsungnya tidak selalu mudah
dipahami secara rasional (Herimanto, 2011).

2.2 Kedudukan Manusia Dalam Kehidupan Masyarakat

2.2.1 Manusia sebagai Makhluk Individu dan sebagai Anggota Masyarakat

a. Manusia sebagai Makhluk Individu

Dalam bahasa Latin individu berasal dari kata individuum, artinya tak
terbagi. Dalam bahasa Inggris Individu berasal dari kata in dan divided. Kata
in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan. Namun
individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat
dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan (Setiadi dkk, 2008).
Individu adalah manusia yang memiliki kesatuan yang terbatas, yaitu
sebagai manusia “perseorangan” atau “orang seorang” yang memiliki
keunikan. Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri, tidak
ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-
masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara
kembar, mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis
sama. Setiap anggota fisik manusia tidak ada yang persis sama, meskipun
sama-sama terlahir sebagai manusia kembar (Setiadi dkk, 2008).

Setiap manusia memiliki ciri khas yang berbeda. Baik itu ciri fisik maupun
ciri psikisnya. Tidak mungkin seorang manusia memiliki ciri khas yang sama
persis dengan orang lain. bahkan seseorang yang di katakan kembar identik
pun pasti memiliki ciri khas yang berbeda, misal dari sidik jarinya. Keunikan
dan ciri khas masing-masing orang itulah yang dijadikan faktor pembeda
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Walaupun secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama,
tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan
terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran,
sifat, dan lain-lainnya. Kita dapat membedakan seseorang dari orang lainnya
berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada, baik pada perbedaan fisik
maupun psikis. Begitu pula dalam kumpulan atau kerumunan ribuan atau
jutaan manusia, kita tetap dapat mengenali seseorang yang sudah kita kenal
karena memiliki ciri fisik yang sudah kita kenal. Seperti di tengah-tengah
pasar yang penuh orang atau di lapangan di mana berkumpul ribuan orang,
kita akan dapat mengenali orang yang sudah kita kenal. Sebaliknya, bila hal
terjadi pada kumpulan atau kerumunan hewan atau binatang, sulit bagi kita
untuk mengenali satu hewan di tengah ribuan hewan yang sejenis (Suratman
dkk, 2013).

Ciri-ciri seseorang tidak hanya bisa dilihat melalui fisiknya saja, tetapi
juga dapat dilihat dari sifatnya dan karakter seseorang tersebut. Jika dilihat
dari fisiknya, seseorang dapat dibedakan menjadi orang yang gemuk, orang
yang kurus, tinggi, langsing, pendek, mancung, tidak mancung, bermata sipit,
bermata bundar, berkulit putih, hitam atau berkulit sawo matang. Jika dilihat
dari sifatnya, seseorang dapat dibedakan menjadi orang yang penyabar,
pendiam, cerewet, sombong, pemalas, rajin dan lainnya.

b. Manusia sebagai Anggota Masyarakat

Manusia saat dilahirkan seorang diri, tetapi manusia akhirnya harus


bermasyarakat. Manusia tidak sama seperti makhluk lainnya, misalnya hewan.
Hewan tidak membutuhkan pertolongan hewan lainnya untuk dapat hidup.
Sejak hewan masih kecil, ia sudah dapat mencari makanannya sendiri. Ia
sudah dapat berjalan sendiri, dan pergi kemanapun. Karena hewan dibekali
naluri kehewanannya dan alat-alat fisik yang dapat menunjang
kemandiriannya untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

Tetapi manusia tidak demikian, saat manusia masih baru dilahirkan, ia tidak
dapat melakukan aktivitasnya seorang diri. Ia tidak dapat langsung berjalan
sendiri dan mencari makanannya sendiri. Harus ada peran orang lain yang
membantunya beraktivitas dan mencarikan makanan untuknya. Manusia tidak
dibekali dengan alat-alat fisik seperti pada hewan. Tetapi manusia dibekali
fikiran dan akal yang jauh lebih sempurna dibandingkan hewan. Dengan akal
fikiran manusia bisa memanfaatkannya untuk mencari alat-alat yang
diperlukan untuk memenuhi kehidupannya. Jadi dengan akal yang
dimilikinya, manusia dapat menciptakan alat-alat yang suatu saat dapat
digunakan untuk kepentingan atau kelangsungan hidupnya.

Dalam kehidupan sehari-harinya, manusia tidak terlepas dari pengaruh orang


lain. dalam mencukupi kebutuhannya manusia membutuhkan orang lain.
Dalam lingkungan sosialnya misalnya dalam pergaulannya, manusia
membutuhkan orang lain. Dari sejak manusia terlahir ke muka bumi, manusia
membutuhkan peran orang lain. Seperti saat seorang wanita yang hendak
melahirkan, ia butuh dokter atau bidan untuk keperluan kelahirannya. Saat
sang bayi telah terlahir, ia membutuhkan ibunya untuk memberikannya
makanan berupa ASI. Seseorang yang ingin mencari makanan juga
membutuhkan orang lain, seperti para pedagang. Para pedagang juga
membutuhkan orang lain untuk mencarikan bahan dagangannya, misalnya saja
petani, nelayan atau peternak. Semuanya saling berhubungan dan saling
ketergantungan satu dengan yang lain. Maka seseorang tentu tidak bisa
melaksanakan aktivitasnya secara total hanya seorang diri, melainkan
membutuhkan tenaga orang lain.

Sebagai anggota masyarakat, setiap orang akan mengenal orang lain, dan oleh
karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain. perilaku manusia
dipengaruhi orang lain, ia melakukan sesuatu dipengaruhi faktor dari luar
dirinya, seperti tunduk pada aturan, tunduk pada norma masyarakat, dan
keinginan mendapat respons positif dari orang lain (pujian) (Suratman dkk,
2013).

Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka berinteraksi dengan yang


lain. tetapi tidak selamanya interaksi itu berjalan dengan baik, terkadang
menimbulkan hal-hal lain yang negatif. Dalam hubungan antar anggota dan
kelompok masyarakat, kita sering dihadapkan dengan perbedaan-perbedaan.
Misalnya, orang Jawa memiliki kebiasaan dan sifat-sifat yang khas, orang
Sunda, Batak, Ambon, Padang dan yang lainnya juga begitu. Terkadang ada
sikap negatif yang diperlihatkan oleh satu kelompok masyarakat terhadap
kelompok masyarakat lainnya. Sikap khas yang sering ditampilkan itu disebut
prasangka (Setiadi dkk, 2008).

Prasangka merupakan suatu istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun


dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok, istilah ini mengacu pada
sikap permusuhan yang ditujukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar
dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri-ciri yang tidak
menyenangkan. Sikap ini dinamakan prasangka, sebab dugaan yang dianut
orang yang berprasangka tidak didasarkan pada pengetahuan, pengalaman
ataupun bukti-bukti yang cukup memadai. Orang yang berprasangka bersifat
tidak rasional dan berada di bawah sadar sehingga sukar diubah, meskipun
orang yang berprasangka tersebut diberi penyuluhan, pendidikan atau bukti-
bukti yang menyangkal kebenaran prasangka yang dianut (Suratman dkk,
2013).

2.2.2 Fungsi dan Tugas Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia tidak hanya memiliki ciri khas, peranan khas tetapi juga memiliki
pola tingkah laku yang spesifik baik di lingkungan masyarakat atau di
lingkungan keluarga. Keluarga adalah wadah dimana seorang individu
mempunyai suatu hubungan sosial di dalamnya. Keluarga tersebut terdiri dari
seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka. Keluarga merupakan
lembaga pertama yang menjadi wadah utama dalam pembinaan seorang
individu. Dimana pola perilaku seorang individu akan tercermin dari
perlakuan seorang individu bagaimana diperlakukan di dalam keluarganya.

Menurut William J Goode (1983) dalam Munandar Soelaeman, secara umum


fungsi keluarga meliputi pengaturan seksual, reproduksi, sosialisasi,
pemeliharaan, penempatan anak dalam masyarakat, pemuas kebutuhan
perseorangan dan sebagai kontrol sosial (Soelaeman, 1989).

a) Pengaturan Seksual

Seperti yang dapat diketahui, kita dapat membayangkan bagaimana


seorang anak yang lahir ke dunia ini tanpa seorang ayah, maksudnya disini
tanpa seorang ayah yang sah. Tentu saja anak tersebut akan dipertanyakan dan
pengalaman sosialisasinya tidak lengkap. Maka dari itu, di dalam masyarakat
tidak dibenarkan adanya kelahiran di luar nikah. Oleh karena itu, maka akan
menambah kerumitan dalam masyarakat jika tidak ada pengaturan seksual
yang berlaku.

b) Reproduksi

berkembangnya teknologi kedokteran, selain memberikan dampak positif


bagi program keluarga berencana, dapat pula menimbulkan masalah
terpisahnya kepuasan seksual dengan pembiakan. Pandangan terhadap jumlah
punya anak bermacam-macam, ada yang mengharapkan untuk jaminan bagi
orang tua di masa depan, ada yang bermotivasi agama, ada alasan kesehatan
dan sebagainya. Yang jelas, di suatu negara, bila alat kontraseptif mudah
diperoleh dan banyak digunakan, ada keengganan untuk mempunyai anak, dan
angka senggama sebelum pernikahan menjadi meningkat (Suratman dkk,
2013).

c) Sosialisasi

Masyarakat dan kebudayaan bergantung pada efektifnya sosialisasi di


dalamnya, bagaimana seorang anak mempelajari sikap dan tingkah lakunya,
bergantung juga pada kebudayaan di dalam keluarganya. Di dalam hubungan
sosialisasi anak dengan keluarganya, dari situlah anak memperoleh landasan
untuk membentuk kepribadian dan sikap serta perilaku sang anak tersebut. dan
itu semua juga berhubungan dengan kebudayaan yang di anut dan di lestarikan
dalam suatu keluarga dan masyarakat tersebut.

d) Pemeliharaan

seorang wanita yang sedang hamil butuh perhatian, perlindungan dan


pemeliharaan dalam rangka menjaga kondisinya agar siap untuk melahirkan
seorang anak ke dunia. Begitu pula seorang anak yang telah lahir, ia
membutuhkan kasih sayang dan pemeliharaan dari orang tuanya. Tanpa
pemeliharaan dari orang tuanya, maka anak tidak akan dapat tumbuh sendiri.
Manusia berbeda dari hewan yang dapat berdiri dan langsung mencari
makanannya sendiri sejak ia baru di lahirkan. Manusia butuh orang lain dalam
pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Maka tahap demi tahap
manusia baru dapat berjalan dan akhirnya dewasa, dan itu pula tidak lepas dari
peran orang lain di sekitarnya.

e) Penempatan Anak di dalam Masyarakat

Dengan menentukan penempatan sosial seorang anak, pengaturan


wewenang membantu menentukan kewajiban peranan orang-orang dewasa
terhadap sang anak. Penempatan sosial ditetapkan oleh masyarakat atas dasar
keanggotaan keluarga melalui pemberian orientasi hubungan seperti orang tua,
saudara kandung, dan kerabat. Berikutnya penempatan sosial melalui orientasi
individu pada kelompok lain yang secara sosial telah mapan, seperti hubungan
nasional, etnik, agama, organisasi masyarakat, kelas dan sebagainya
(Suratman dkk, 2013).

f) Pemuas Kebutuhan Perseorangan

Sebuah keluarga belum lengkap jika belum mempunyai seorang anak.


Anak menjadikan hubungan suami istri dalam suatu keluarga menjadi lebih
erat dengan cinta kasih yang di bawa oleh sang anak. Bagaimana anak
dilahirkan tanpa seorang ayah yang sah, maka anak tersebut akan mengalami
penderitaan yang seharusnya tidak pantas ia yang merasakan. Seorang anak
juga dapat memberikan kepuasan emosional di antara kedua orang tuanya.
Kasih sayang kedua orang tua juga dapat memberikan kepuasan emosional
dalam diri sang anak.

g) Kontrol Sosial

Keluarga menjadi wadah utama dalam pembentukan karakter seorang


anak, bagaimana ia akan bersikap dan berperilaku di luar lingkungan
keluarganya. Maka kontrol sosial keluarga dalam arti seorang ayah dan
seorang ibu sangat berpengaruh pada anak-anaknya. Anak-anak akan menjadi
generasi penerus pada masa yang akan datang. Maka orang tua yang tidak bisa
memenuhi tanggung jawabnya dalam mendidik anaknya, maka anak tersebut
tidak akan berperilaku dengan baik, karena keluarga sebagai suatu wadah
pendidikan pertama dalam membentuk karakter anak dalam pergaulannya
nanti di lingkungan masyarakat.

2.2.3 Bermasyarakat dalam Berbagai Jenis Kehidupan

Dalam kehidupan masyarakat dikenal adanya struktur sosial, struktur bisa


diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik,
ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Struktur sosial yaitu tatanan
atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat.

Sistem sosial merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (elemen


atau komponen), yaitu:

a) Orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.

b) Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai yang


mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut. sistem sosial
tercakup nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku
anggota-anggota masyarakat. Dalam sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu
selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari
lingkungannya.

Setiap individu adalah anggota dari suatu kelompok. Tetapi tidak setiap warga
dari suatu masyarakat hanya menjadi anggota dari satu kelompok tertentu, ia
bisa menjadi anggota lebih dari satu kelompok sosial. Berkaitan dengan
penempatan individu dalam kelompok sosial, maka individu memiliki
kemampuan untuk:

1) Menempatkan diri, dan

2) Ditempatkan oleh orang lain dalam suatu lapisan sosial ekonomi tertentu.

Penempatan seseorang dalam lapisan sosial ekonomi tertentu merupakan


pembahasan stratifikasi sosial. Dalam kaitannya dengan stratifikasi sosial,
dapat dibagi dalam tiga dimensi, yaitu dimensi kekayaan, dimensi kekuasaan,
dan dimensi prestise. Dimensi kekayaan membentuk formasi sosial yang
disebut kelas, dimensi kekuasaan membentuk partai, dan dimensi prestise
membentuk status (Suratman dkk, 2013).

2.3 Hukum Sebagai Kebutuhan Manusia dan Masyarakat

Apabila bangsa di Indonesia dijadikan contoh untuk ditelaah, maka akan nampak
suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu
dengan yang lain, dalam kaitannya pula dengan alam yang tidak nampak, terhadap
dunia luar dan terhadap alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah-laku
sedemikian rupa, yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok ini dapat
disebut sebagai masyarakat hukum (rechtsgemeen schappen). Dalam pergaulan
hukum mereka yang merasa menjadi anggota dari ikatan-ikatan itu bersikap dan
bertindak sebagai suatu kesatuan. Beberapa anggota melakukan sesuatu dianggap
akan berpengaruh terhadap kesatuan kelompok.

Merupakan aturan batiniah bahwa beberapa orang dianggap memiliki


kekuasaan dengan memiliki, barang-barang, tanah, air, tanaman, kuil-kuil dan
bangunan-bangunan yang harus dipelihara bersama, harus dipertahankan bersama
oleh anggota ikatan, dengan nilai-nilai yang sakral.
Dapat dikatakan, bahwa terbentuknya kelompok itu adalah karena kodrat
alam. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka manusia ingin selalu hidup
berkelompok. Dengan berkelompok, mereka menentukan sendiri peraturan-
peraturan yang menjadi pedoman tingkah laku, baik yang dibuat dan dikehendaki
secara sadar, maupun karena kebiasaan yang berulang-ulang di antara mereka.

Dalam menetukan peraturan, anatara kelompok yang satu dengan yang


lain tidak selalu sama, karena terdapat perbedaan budaya dari masing-masing
kelompok. Dalam masyarakat yang sudah maju, kebutuhan hidup anggotanya
akan lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat perimitif. Sehingga,
persoalan yang timbul dalam pergaulan modern untuk memenuhi kebtuhan
masing-masing semakin kompleks pula. Akibatnya, peraturan yang berfungsi
mengatur pergaulan hidup mereka pun, semakin kompleks dan lebih baik
dibandingkan sebelumnya.

Di Indonesia, yang wilayahnya demikian luas, juga terdapat berbagai


kelompok masyarakat, baik yang masih primitive maupun yang sudah maju,
sehingga peraturan hidup masing-masing kelompok pun saling berbeda.
Kelompok-kelompok tersebut merupakan masyarakat hukum adat Indonesia,
sebagaimana pengistilahan Van Vollen Hoven.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa Masyarakat Hukum adalah


sekelompok orang yang berdiam di wilayah tertentu, di mana di dalam kelompok
tersebut berlaku serangkaian peraturan yang menjadi pedoman tingkah laku dalam
pergaulan hidup mereka.

Terjadinya masyarakat itu di dalamnya sebagai takdir alam, sebagai suatu


kenyataan dari kekuatan ghaib. Tiada seorangpun yang berpikiran atau berangan-
angan, akan kemungkinan membubarkan kelompok-kelompok itu. Paling-paling
dalam keadaan tertentu yang dianggapnya tak dapat dihindarkan seseorang
menggagalkan kelompok itu.

Demikian gambaran ringkas tentang masyarakat dan hukum. Apabila akan


dipelajari secara lebih nyata, maka masyarakat itulah masyarakat hukum adat
Indonesia. Adapun gambaran yang sederhana tentang studi perintis mengenai
hukum adat di Indonesia sebagai berikut:

Sejak tahun 1906 sampai tahun 1918, oleh Prof. C. van Vollenhoven
melukiskan hukum adat Indonesia, ia menerangkan baik watak, maupun wilayah
hukum dari masyarakat adat tersebut. Wilayah itu dibagi-bagi atas 19 daerah-
hukum (recht skringen); oleh ter Haar jumlah itu dipertahankan, akan tetapi ia
membagi-bagikan nomer 2 (Gayo, Alas dan Batak) dan nomor 4 ( Sumatra
Selatan) atas beberapa sub-daerah-hukum. Pembagiaan itu berdasarkan watak
masyarakat hukum yang terdapat di dalam setiap daerah-hukum itu. Wilayah
hukum adat meliputi Republik Indonesia, Madagaskar sebagian, Malaya,
Philipina.

Perbebedaan di antara daerah-daerah hukum berdasarkan watak dan jenis


persekutuan-hukum yang terdapat di dalam daerah itu. Di dalam masyarakat yang
disusun secara matrilineal, patrilineal atau parental, perhubungan di antara oknum
dengan oknum, dan diantara oknum dengan persekutuan hukum, berbeda-beda, di
dalam perhubungan itu amat penting kedudukan anggota-anggota sebagai
individu, maupun sebagai anggota persekutuan-hukum.

Manusia dan Masyarakat sebagai Subyek Hukum

Di dalam hukum terdapat tiga hal penting yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Ketiga hal tersebut ialah subyek hukum, obyek hukum dan peristiwa
hukum. Secara global yang dimaksud subyek hukum ialah pendukung hak yang
terdiri dari manusia (persoon) dan badan hukum (rechtperson) . Demikian pula
menurut Soedjono, subyek hukum atau subjetc van een recht : yaitu “orang” yang
mempunyai hak, manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak
atau melakukan perbuatan hukum. Badan hukum adalah perkumpulan atau
organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subyek hukum, misalnya
dapat memiliki kekayaan, mengadakan perjanjian dan sebagainya.

Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject (Belanda) atau


law of subject (Inggris). Pada umumnya rechtsubject diartikan sebagai pendukung
hak dan kewajiban. Pengertian subyek hukum (rechtsubject) menurut Algra
adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai
wewenang hukum (rechtsbevoegheid) (Algra, dkk., 1983: 453). Pengertian
wewenang hukum (rechtsbevoegheid) adalah kewenangan untuk mempunyai hak
dan kewajiban, untuk menjadi subyek dari hak-hak.

Dari ketentuan ini tampaklah bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama di bidang keperdataan/sipil. Pada zaman dahulu, budak
tidak mempunyai kewenangan hukum karena budak dianggap sebagai objek
hukum. Artinya dapat dijadikan objek atau diperdagangkan. Namun kini
perbudakan tidak dikenal lagi karena perbudakan itu bertentangan dengan hak-hak
asasi manusia.

Apa yang dikatakan sebagai subyek menurut hukum adalah apa yang dapat
memiliki hak dan kewajiban. Jadi, subyek hukum adalah pendukung hak dan
kewajiban, maka ia memiliki kewenangan untuk bertindak (menurut hukum).

Hak adalah izin dan wewenang yang diberikan oleh hukum terhadap setiap
subyek hukum, yang meliputi: hak mutlak (hak absolut) dan hak nisbi (hak
relative). Berikut penjelasannya:

a. Hak Mutlak

Pengertian Hak Mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang
untuk melakukan sesuatu perbuatan, yang dapat dipertahankan terhadap siapapun
juga. Setiap orang juga harus menghormati hak tersebut. Hak Mutlak ini dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. Hak asasi manusia, misalnya hak seseorang untuk dengan bebas bergerak
dan tinggal dalam suatu Negara;

2. Hak public mutlak, misalnya hak negara untuk memungut pajak dari
rakyatnya;
3. Hak keperdataan, misalnya hak marital, yaitu hak seorang suami untuk
menguasai istrinya dan harta benda istrinya; hak/kekuasaan orang tua (ouderlijke
maacht); hak perwalian (voogdji) & hak pengampuan (curatele).

b. Hak Nisbi

Pengertian Hak nisbi ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang
atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa
orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan
sesuatu. Sebagian besar hak nisbi terdapat dalam hukum perikatan yang timbul
berdasarkan persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Contoh
dari hak nisbi/ relative dalam persetujuan jual beli seperti: Hak penjual untuk
menerima pembayaran dan kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada
pembeli; dan Hak pembeli untuk menerima barang dan kewajibannya untuk
melakukan pembayaran kepada penjual.

Adapun pengertian kewajiban, adalah suatu beban yang ditanggung oleh


seseorang yang bersifat kontraktual (asas pact sunt servanda). Hak dan kewajiban
timbul apabila terjadi hubungan antara dua pihak berdasarkan pada suatu kontrak
atau perjanjian. Jadi, selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum
berakhir, maka ada beban kontraktual pada salah satu pihak, yakni kewajiban
untuk memenuhinya.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang memiliki akal fikiran yang
dapat di kembangakan melalui proses pembelajaran yang bertahap yang akan
membekali diri manusia itu sendiri untuk menatap masa depan. Dalam kehidupan
yang di jalani manusia berperan ganda yaitu sebagai makhluk individu dan
makhlluk sosial, sebagai makhluk individu, manusia berperan dan bertanggung
jawab atas kebutuhan dirinya sendiri, kepribadian manusia sebagai makhluk
individu dapat di lihat dari sisi linkungan dan juga pergaulannya jika semua itu
baik maka baik. Manusia sebagai makhluk sosial, karena sebagai individu
manusia tidak akan bisa hidup sendiri maka dari itu manusia harus bersosialisasi
atau berinteraksi dengan lainnya akan tetapi juga harus menimbang nimbang dan
belajar agar tidak terjerumus kedalam interaksi sosial yang tidak baik. Dampak
dari negatif. Agar bisa melewati tahap-tahap sulit itu harus memiliki bekal yang
baik perubahan sosial pada diri manusia sangat besar sekali, bisa menjadi dampak
positif dan juga dampak
DAFTAR PUSTAKA

Agus Sudaryanto, Pengantar ilmu hukum (Setara Press 2015)

Dirdjosisworo S, PENGANTAR ILMU HUKUM (PT RajaGrafindo Persada 1994)

Ruhiatudin B, “Pengantar Ilmu Hukum”

Sudarsono, PENGANTAR ILMU HUKUM (PT RINEKA CIPTA 2001)

Hartomo, 1997, Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara: Jakarta

Herinanto, 2011, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Bumi Aksara: Jakarta

Setiadi, Elly M. dkk, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Kencana Prenada
Media Group: Jakarta

Suratman dkk, 2013, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, Malang Intimedia: Malang

Soelaeman, Munandar, 1989, Ilmu Sosial Dasar, PT Eresco: Bandung

Anda mungkin juga menyukai