Oleh :
KELAS G1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang berjudul “Kedudukan Manusia
Dalam Masyarakat”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan
dengan hal ini, kritik dan saran dari Ibu dosen pengampu yang bersifat
membangun tentu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah senantiasa Meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
1.3 Tujuan...................................................................................................................4
3.1Kesimpulan........................................................................................................ 20
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia sebagai
makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Dalam kedudukannya
selaku individu, manusia tidak mungkin dapat memenuhi segala kebutuhan
hidupnya secara penuh, oleh sebab itu manusia terpaksa harus hidup
bermasyarakat atau terpaksa harus hidup bersama-sama dengan manusia yang
lain dalam masyarakat. Dilihat dari sejarah perkembangan manusia, ternyata
manusia selalu hidup bersama, selalu hidup berkelompok dalam masyarakat.
Masyarakat terbentuk, apabila sedikitnya ada dua orang atau lebih yang hidup
bersama, mereka saling berhubungan, saling pengaruh mempengaruhi, saling
tergantung dan saling terikat satu sama lain. Misalnya, dua orang yang hidup
bersama selaku suami istri, seorang ibu dengan anaknya. Keluarga adalah
merupakan suatu bentuk masyarakat yang paling kecil jumlah anggotanya.
Menurut bahasa atau etimologi manusia merupakan suatu insan yang berakal
budi (sanggup menguasai makhluk lain); insan; maupun orang. Makhluk
berarti; substansi yang dijadikan atau diciptakan oleh Tuhan (seperti; manusia,
binatang dan tumbuhan). Makna pengertian manusia secara bahasa ini
memberikan penjelasan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan
diberikannya suatu kelebihan yaitu akal sehingga dengan kelebihan itu lah
dapat memungkinkan manusia untuk mengendalikan makhluk yang lain baik
itu binatang maupun tumbuhan. Secara terminologi atau yang biasa di sebut
istilah pengertian manusia dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli.
Salah satu pendapat tersebut menurut Sastraprateja adalah:
Ada dua pengertian manusia: (1) biologis, dan (2) yuridis. Di dalam KBBI
disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lainnya). Chidir Ali mengartikan manusia adalah
makhluk yang berwujud dan rohaniah, yang secara berasa, yang berbuat dan
menilai, berpengetahuan dan berwatak (Chidir Ali, 1987:6). Kedua pengertian
itu difokuskan pada pengertian manusia secara biologis, di mana manusia
mempunyai akal yang membuatnya berbeda dari makhluk lainnya. Namun,
secara yurudis para ahli berpendapat bahwa manusia sama dengan orang
(persoon) dalam hukum (Van Scholten; Van Apeldorn). Ada dua alasan yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut, yaitu: (1) manusia mempunyai hak-hak
subyektif, dan (2) kewenangan hukum. Kewenangan hukum adalah kecakapan
untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Dalam bahasa Inggris kata masyarakat disebut society, asal katanya socius
yang berarti kawan. Adapun kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu
syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-
bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai
perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan
sosial yang merupakan kesatuan (Soelaeman, 1989).
Imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang
lain melalui sikap, penampilan, gaya hidup atau apa saja yang dimiliki oleh
orang lain tersebut. Misalnya seorang anak meniru kebiasaan-kebiasaan orang
tuanya, baik cara berbicara atau tutur kata, cara berjalan, cara berpakaian dan
sebagainya. Proses imitasi yang dilakukan oleh seseorang berkembang dari
lingkup keluarga kepada lingkup lingkungan yang lebih luas, seperti
lingkungan tetangga, lingkungan sekolah dan lingkungan kerja, seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pergaulan orang tersebut. ruang lingkup
imitasi menjadi semakin luas seiring dengan berkembangnya media massa
terutama media audio-visual (Herimanto, 2011).
Dalam bahasa Latin individu berasal dari kata individuum, artinya tak
terbagi. Dalam bahasa Inggris Individu berasal dari kata in dan divided. Kata
in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan. Namun
individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat
dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan (Setiadi dkk, 2008).
Individu adalah manusia yang memiliki kesatuan yang terbatas, yaitu
sebagai manusia “perseorangan” atau “orang seorang” yang memiliki
keunikan. Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri, tidak
ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-
masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara
kembar, mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis
sama. Setiap anggota fisik manusia tidak ada yang persis sama, meskipun
sama-sama terlahir sebagai manusia kembar (Setiadi dkk, 2008).
Setiap manusia memiliki ciri khas yang berbeda. Baik itu ciri fisik maupun
ciri psikisnya. Tidak mungkin seorang manusia memiliki ciri khas yang sama
persis dengan orang lain. bahkan seseorang yang di katakan kembar identik
pun pasti memiliki ciri khas yang berbeda, misal dari sidik jarinya. Keunikan
dan ciri khas masing-masing orang itulah yang dijadikan faktor pembeda
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Walaupun secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama,
tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan
terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran,
sifat, dan lain-lainnya. Kita dapat membedakan seseorang dari orang lainnya
berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada, baik pada perbedaan fisik
maupun psikis. Begitu pula dalam kumpulan atau kerumunan ribuan atau
jutaan manusia, kita tetap dapat mengenali seseorang yang sudah kita kenal
karena memiliki ciri fisik yang sudah kita kenal. Seperti di tengah-tengah
pasar yang penuh orang atau di lapangan di mana berkumpul ribuan orang,
kita akan dapat mengenali orang yang sudah kita kenal. Sebaliknya, bila hal
terjadi pada kumpulan atau kerumunan hewan atau binatang, sulit bagi kita
untuk mengenali satu hewan di tengah ribuan hewan yang sejenis (Suratman
dkk, 2013).
Ciri-ciri seseorang tidak hanya bisa dilihat melalui fisiknya saja, tetapi
juga dapat dilihat dari sifatnya dan karakter seseorang tersebut. Jika dilihat
dari fisiknya, seseorang dapat dibedakan menjadi orang yang gemuk, orang
yang kurus, tinggi, langsing, pendek, mancung, tidak mancung, bermata sipit,
bermata bundar, berkulit putih, hitam atau berkulit sawo matang. Jika dilihat
dari sifatnya, seseorang dapat dibedakan menjadi orang yang penyabar,
pendiam, cerewet, sombong, pemalas, rajin dan lainnya.
Tetapi manusia tidak demikian, saat manusia masih baru dilahirkan, ia tidak
dapat melakukan aktivitasnya seorang diri. Ia tidak dapat langsung berjalan
sendiri dan mencari makanannya sendiri. Harus ada peran orang lain yang
membantunya beraktivitas dan mencarikan makanan untuknya. Manusia tidak
dibekali dengan alat-alat fisik seperti pada hewan. Tetapi manusia dibekali
fikiran dan akal yang jauh lebih sempurna dibandingkan hewan. Dengan akal
fikiran manusia bisa memanfaatkannya untuk mencari alat-alat yang
diperlukan untuk memenuhi kehidupannya. Jadi dengan akal yang
dimilikinya, manusia dapat menciptakan alat-alat yang suatu saat dapat
digunakan untuk kepentingan atau kelangsungan hidupnya.
Sebagai anggota masyarakat, setiap orang akan mengenal orang lain, dan oleh
karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain. perilaku manusia
dipengaruhi orang lain, ia melakukan sesuatu dipengaruhi faktor dari luar
dirinya, seperti tunduk pada aturan, tunduk pada norma masyarakat, dan
keinginan mendapat respons positif dari orang lain (pujian) (Suratman dkk,
2013).
Manusia tidak hanya memiliki ciri khas, peranan khas tetapi juga memiliki
pola tingkah laku yang spesifik baik di lingkungan masyarakat atau di
lingkungan keluarga. Keluarga adalah wadah dimana seorang individu
mempunyai suatu hubungan sosial di dalamnya. Keluarga tersebut terdiri dari
seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka. Keluarga merupakan
lembaga pertama yang menjadi wadah utama dalam pembinaan seorang
individu. Dimana pola perilaku seorang individu akan tercermin dari
perlakuan seorang individu bagaimana diperlakukan di dalam keluarganya.
a) Pengaturan Seksual
b) Reproduksi
c) Sosialisasi
d) Pemeliharaan
g) Kontrol Sosial
Setiap individu adalah anggota dari suatu kelompok. Tetapi tidak setiap warga
dari suatu masyarakat hanya menjadi anggota dari satu kelompok tertentu, ia
bisa menjadi anggota lebih dari satu kelompok sosial. Berkaitan dengan
penempatan individu dalam kelompok sosial, maka individu memiliki
kemampuan untuk:
2) Ditempatkan oleh orang lain dalam suatu lapisan sosial ekonomi tertentu.
Apabila bangsa di Indonesia dijadikan contoh untuk ditelaah, maka akan nampak
suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu
dengan yang lain, dalam kaitannya pula dengan alam yang tidak nampak, terhadap
dunia luar dan terhadap alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah-laku
sedemikian rupa, yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok ini dapat
disebut sebagai masyarakat hukum (rechtsgemeen schappen). Dalam pergaulan
hukum mereka yang merasa menjadi anggota dari ikatan-ikatan itu bersikap dan
bertindak sebagai suatu kesatuan. Beberapa anggota melakukan sesuatu dianggap
akan berpengaruh terhadap kesatuan kelompok.
Sejak tahun 1906 sampai tahun 1918, oleh Prof. C. van Vollenhoven
melukiskan hukum adat Indonesia, ia menerangkan baik watak, maupun wilayah
hukum dari masyarakat adat tersebut. Wilayah itu dibagi-bagi atas 19 daerah-
hukum (recht skringen); oleh ter Haar jumlah itu dipertahankan, akan tetapi ia
membagi-bagikan nomer 2 (Gayo, Alas dan Batak) dan nomor 4 ( Sumatra
Selatan) atas beberapa sub-daerah-hukum. Pembagiaan itu berdasarkan watak
masyarakat hukum yang terdapat di dalam setiap daerah-hukum itu. Wilayah
hukum adat meliputi Republik Indonesia, Madagaskar sebagian, Malaya,
Philipina.
Di dalam hukum terdapat tiga hal penting yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Ketiga hal tersebut ialah subyek hukum, obyek hukum dan peristiwa
hukum. Secara global yang dimaksud subyek hukum ialah pendukung hak yang
terdiri dari manusia (persoon) dan badan hukum (rechtperson) . Demikian pula
menurut Soedjono, subyek hukum atau subjetc van een recht : yaitu “orang” yang
mempunyai hak, manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak
atau melakukan perbuatan hukum. Badan hukum adalah perkumpulan atau
organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subyek hukum, misalnya
dapat memiliki kekayaan, mengadakan perjanjian dan sebagainya.
Dari ketentuan ini tampaklah bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama di bidang keperdataan/sipil. Pada zaman dahulu, budak
tidak mempunyai kewenangan hukum karena budak dianggap sebagai objek
hukum. Artinya dapat dijadikan objek atau diperdagangkan. Namun kini
perbudakan tidak dikenal lagi karena perbudakan itu bertentangan dengan hak-hak
asasi manusia.
Apa yang dikatakan sebagai subyek menurut hukum adalah apa yang dapat
memiliki hak dan kewajiban. Jadi, subyek hukum adalah pendukung hak dan
kewajiban, maka ia memiliki kewenangan untuk bertindak (menurut hukum).
Hak adalah izin dan wewenang yang diberikan oleh hukum terhadap setiap
subyek hukum, yang meliputi: hak mutlak (hak absolut) dan hak nisbi (hak
relative). Berikut penjelasannya:
a. Hak Mutlak
Pengertian Hak Mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang
untuk melakukan sesuatu perbuatan, yang dapat dipertahankan terhadap siapapun
juga. Setiap orang juga harus menghormati hak tersebut. Hak Mutlak ini dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Hak asasi manusia, misalnya hak seseorang untuk dengan bebas bergerak
dan tinggal dalam suatu Negara;
2. Hak public mutlak, misalnya hak negara untuk memungut pajak dari
rakyatnya;
3. Hak keperdataan, misalnya hak marital, yaitu hak seorang suami untuk
menguasai istrinya dan harta benda istrinya; hak/kekuasaan orang tua (ouderlijke
maacht); hak perwalian (voogdji) & hak pengampuan (curatele).
b. Hak Nisbi
Pengertian Hak nisbi ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang
atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa
orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan
sesuatu. Sebagian besar hak nisbi terdapat dalam hukum perikatan yang timbul
berdasarkan persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Contoh
dari hak nisbi/ relative dalam persetujuan jual beli seperti: Hak penjual untuk
menerima pembayaran dan kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada
pembeli; dan Hak pembeli untuk menerima barang dan kewajibannya untuk
melakukan pembayaran kepada penjual.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang memiliki akal fikiran yang
dapat di kembangakan melalui proses pembelajaran yang bertahap yang akan
membekali diri manusia itu sendiri untuk menatap masa depan. Dalam kehidupan
yang di jalani manusia berperan ganda yaitu sebagai makhluk individu dan
makhlluk sosial, sebagai makhluk individu, manusia berperan dan bertanggung
jawab atas kebutuhan dirinya sendiri, kepribadian manusia sebagai makhluk
individu dapat di lihat dari sisi linkungan dan juga pergaulannya jika semua itu
baik maka baik. Manusia sebagai makhluk sosial, karena sebagai individu
manusia tidak akan bisa hidup sendiri maka dari itu manusia harus bersosialisasi
atau berinteraksi dengan lainnya akan tetapi juga harus menimbang nimbang dan
belajar agar tidak terjerumus kedalam interaksi sosial yang tidak baik. Dampak
dari negatif. Agar bisa melewati tahap-tahap sulit itu harus memiliki bekal yang
baik perubahan sosial pada diri manusia sangat besar sekali, bisa menjadi dampak
positif dan juga dampak
DAFTAR PUSTAKA
Herinanto, 2011, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Bumi Aksara: Jakarta
Setiadi, Elly M. dkk, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Kencana Prenada
Media Group: Jakarta
Suratman dkk, 2013, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, Malang Intimedia: Malang