Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HAKIKAT FILSAFAT ILMU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Izomiddin MA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Muhamad Rahman (2230702096)

Imam Abu Hasan Anuri (2230702095)

M. Bayu Yusuf Pamungkas (2230702098)

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Hakikat Filsafat Ilmu” guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
dengan dosen pengampu Bapak Prof. Dr. Izomiddin MA.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kami haturkan untuk


junjungan nabi agung kami, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kami semua, yang merupakan
sebuah petunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh
alam semesta.

Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-


banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu
kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


dan kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun tugas
makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, saran dan
nasihat yang baik demi perbaikan tugas makalah ini kedepannya.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa


menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Palembang, 07 Oktober 2022

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 4

C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4

BAB II

PEMBAHASAN ..........................................................................................................…..5

A. Pendekatan Filsafat Ilmu.....................................................................…………...5

B. Objek Filsafat Ilmu…………………………………….......………….……….…6

C. Cara Kerja Filsafat Ilmu…………………………………………………………..8

D. Landasan Filsafat Ilmu……………………………………….……..……..……...9

E. Hakikat Filsafat Ilmu…………………………………………………….………11

F. Nilai dan Kegunaan Ilmu………………………………………………………...17

BAB III

PENUTUP ...................................................................................………..……………...19

A. Kesimpulan .............................................................................................................…19

B. Daftar Pustaka………………………………………………………………………..19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki


hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat
menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala
sesuatu. Filsafat adalah suatu titik penemuan tentang hakikat kebenaran
yang sudah ada namun ingin dikembangkan lebih mendalam tanpa adanya
ujung dari kebenaran yang ada karena penyelesaian masalah dalam filsafat
itu bersifat mendalam dan universal.
Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang
terapan untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya
dengan cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada
pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah
layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan
seseorang untuk mencapai tujuan.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada
baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam
semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah
sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa
menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan diungkapkan tentang :

1. Pengertian pendekatan, cara kerja, landasan, hakikat, objek, nilai dan


kegunaan ilmu filsafat.
2. Menjelaskan bagaimana pendekatan, cara kerja, landasan, hakikat,
objek, nilai dan kegunaan ilmu filsafat.
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu.
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui, mengerti, serta memahami tentang
pendekatan, cara kerja, landasan, hakikat, objek, nilai dan kegunaan
ilmu filsafat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Filsafat Ilmu

 Pendekatan sistematis agar mencakup materi yang valid sebagai filsafat


ilmu, pendekatan mutakhir dan fungsional dalam mengemban teori.

 Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran


positivisme yang berdasar kepada fakta-fakta.

 Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat


kombinasi antara berpikir empiris dengan berpikir struktural dalam
matematis.

 Pendekatan fenomenologik yang tidak hanya sekedar pengalaman


langsung, melainkan pengalaman yang mengimplikasikan penafsiran dan
klasifikasi.

 Pendekatan metafisik, yang bersifat intransenden. Moral berupa suatu


yang objektif universal.

 Pragmatisme, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik


disajikan karena dapat menyatukan antara teori dan praktik.
B. Objek Filsafat Ilmu

 Menurut Jujun S. Suriasumantri tiap pengetahuan memiliki 3 komponen


yang merupakan tiga penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya:
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Ontologi

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan


hakikat teori yang ada. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani onta
berarti ‘yang berada’, dan logos berarti ilmu atau ajaran. Dengan
demikian, ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang
berada (Susanto, 2016).

Menurut Suriasumantri (2010), ontologi berarti ajaran mengenai yang ada


atau segala sesuatu yang ada. Landasan ontologi berupa membicarakan
obyek yang ditelaah ilmu, wujud yang hakiki dari obyek itu, dan hubungan
antara obyek dengan daya tangkap manusia yang membuahkan
pengetahuan.

Dan Bakhtiar (2012) mengemukakan bahwa secara istilah, ontologi adalah


ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, baik yang berbentuk
jasmani/ konkret maupun rohani/ abstrak.

2. Epistemologi

Secara etimologi, epistemologi berasal dari kata berbahasa Yunani


episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi,
epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
Epistemologi juga disebut sebagai teori pengetahuan (theory of
knowledge) atau filsafat pengetahuan (philosophy of knowledge) (Susanto,
2016).
Suriasumantri (2010) mengartikan epistemologi sebagai tema yang
mengkaji tentang pengetahuan. Landasan epistemologi membahas
mengenai proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu, prosedur penimbaan pengetahuan menjadi ilmu, upaya dan
kriteria yang harus dilakukan agar mendapatkan pengetahuan yang benar,
dan cara yang membantu manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu.

Bakhtiar (2012) menjelaskan definisi epistemologi sebagai cabang filsafat


yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian,
dan dasar-dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai
pengetahuan yang telah dimiliki.

3. Aksiologi

Istilah aksiologi berasal dari gabungan dua kata berbahasa Yunani,


yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu. Sehingga secara
etimologi, aksiologi bermakna ilmu tentang nilai. Teori tentang nilai di
dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Aksiologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Susanto, 2016).

Menurut Latif (2015), aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi juga bisa disebut
sebagai the theory of value (teori nilai).

Menurut Suriasumantri (2010), aksiologi adalah dasar ilmu pengetahuan


yang berbicara tentang nilai kegunaan ilmu. Landasan aksiologi meliputi
tujuan pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan, kaitan antara cara
penggunaan pengetahuan dengan kaidah-kaidah moral, penentuan obyek
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, serta kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-
norma moral dan profesional.
C. Cara Kerja Filsafat Ilmu

Pengetahuan yang diperoleh dari pendekatan ilmiah melalui suatu


penelitian yang berdasarkan pada teori tertentu, terori tersebut berkembang
menjadi penelitian ilmiah yaitu penelitian sistematis yang terkontrol
berdasarkan data empiris. Dan jika dilakukan penelitian yang sama dengan
kondisi yang sama maka hasilnya sama dengan sebelumnya. Dan terbuka
diuji oleh siapa saja yang hendak mengujinya ( Idzam Fatanu, 2012: 106).
Dalam rangka mencapai kebenaran ilmiah dari suatu obyek materi
diperlukan pula sistem, yaitu hubungan secara fungsional dan konsisten
antara bagian-bagian yang terkandung dalam sesuatu sehingga merupakan
suatu kesatuan yang utuh. Hubungan yang demikian itu tidak lain adalah
dalam rangka mencapai satu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, antara cara pandang, metode, dan


sistem adalah hal-hal yang sangat menentukan bagi tercapainya kebenaran
ilmiah. Sistem ini mempunyai daya kerja aktif yang menggerakkan dan
mengarahkan langkah-langkah yang telah ditentukan di dalam metode
sedemikian rupa sehingga kontinuitas dan konsistensi daya kerja metode
itu mampu mencapai tujuan akhir ( Idzam Fatanu, 2012: 48).

Adapun pendekatan dalam metode ilmiah yang dapat mengantar


pada sistem kerja keilmuan yaitu terdiri atas dua yaitu pendekatan deduktif
dan pendekatan induktif. Deduktif yaitu dari peristiwa-peristiwa umum
yang diselidiki, didapatkan kesimpulan khusus. Sedangkan induktif yaitu
dari peristiwa-peristiwa khusus yang diselidiki, didapatkan kesimpulan
umum. Metode pendekatan deduktif-induktif ini juga lazim digunakan
pada sistematika penulisan karya ilmiah dalam menyusun kerangka
berpikir yang lebih sistematis (Jujun S. Suriasumantri, 2001: 60-61).

Berdasarkan metode pendekatan itu pula maka tahapan dari sistem kerja
keilmuan itu antara lain:

1. Observasi, yaitu menghimpun fakta-fakta atau data dari obyek studi.


2. Klasifikasi data dan informasi.

3. Melakukan generalisasi empiris, yaitu membentuk defenisi dan


pelukisan umum serta melakukan analisa tentang fakta-fakta yang
ditemukan.

4. Melakukan eksperimentasi (percobaan)

5. Hipotesis, yaitu pengembangan teori ilmu yang sifatnya sementara.


Hipotesa ini dilakukan dengan jalan menentukan sebab-sebab (dengan
menentukan hal-hal yang mendahului peristiwa), selanjutnya yaitu dengan
merumuskan hukum / teori sementara.

6. Verfikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang diajukan.

7. Menyimpulkan teori logis berdasar pada fakta dan data yang telah diuji.
Dengan bantuan metode penelitian keilmuan, ramalan tersebut diuji
dengan fakta empiris dan diolah dengan bantuan analisis statistik untuk
menghasilkan kesimpulan umum ( Idzam Fatanu, 2012: 74).

Pada hakikatnya sistem kelimuan adalah bagaimana formulasi


dalam menemukan mengorganisasi menyusun dan menghasilkan sesuatu
yang bersifat ilmiah atau ilmu. Teori teori yang disusun kemudian
dikelompokkan sesuai klasifikasinya akan menjadi cabang ilmu yang
sifatnya selalu akan dikembangkan.

D. Landasan Filsafat Ilmu

Filsafat selalu melandasi diri pada tiga landasan pemikiran, yaitu;


landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga landasan pemikiran
filsafat dimaksud, tidak bersifat partikular (terlepas pisah), namun saling
terkait secara utuh, dalam rangka memberikan landasan-landasan yang
kokoh bagi pemikiran, maupun pengembangan pemikiran itu sendiri
dalam bentuk ilmu, pengetahuan, teknologi, maupun dalam bentuk lakon
kehidupan yang aktual.
1. Landasan Ontologi.

Istilah ontologi diambil dari bahasa Yunani On ontos artinya ada


atau keberadaan dan logi artinya pikiran atau ilmu. Jadi, Ontologi artinya
ilmu tentang ada atau keberadaan itu sendiri. Maksudnya, sebuah
pemikiran filsafat, selalu diandaikan berasal dari kenyataan tertentu yang
bersifat ada atau yang sejauh bisa diadakan oleh kegiatan manusia.
Tegasnya, bila sebuah pemikiran tidak memiliki keberadaan (landasan
ontologi) atau tidak mungkin pula untuk diadakan maka pikiran itu hanya
berupa hayalan, dorongan perasaan subyektif atau kesesatan berpikir yang
dapat ditolak atau disangkal kebenarannya. Hakikat ada atau realitas ada
itu, bagi filsafat, selalu bersifat utuh (eksistensial). Misalnya, bila secara
ilmu hukum, kita berpikir tentang kebenaran atau keadilan maka dapat
ditunjukkan bahwa kebenaran atau keadilan itu ada atau bisa diadakan
dalam hidup manusia sehingga bisa dibuktikan atau ditolak (disangkal)
kebenarannya. Konsekuensinya, bila berpikir tentang Tuhan ataujiwa
maka sekurang-kurangnya, harus dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa
Tuhan atau jiwa itu ada, bila tidak maka pikiran itu hanya berupa sebuah
ide kosong atau khayalan yang muda ditolak kebenarannya. Realitas
ontologi itulah yang menjadi dasar pemikiran hukum, teologi, atau
psikologi sehingga pemikiran huku, teoloigi atau psikhologi tersebut bisa
dibuktikan dan dukung (di-affirmasi) atau difalsifikasikan (ditolak), atau
disingkirkan (di-negasi). Realitas ada yang menjadi obyek pemikiran dan
pembuktian sebuah pemikiran filsafat selalu dipahami sebagai sebuah
kenyataan yang utuh, sempurna dan dinamis, baik dari sisi materi dan
rohani, atas-bawah, hitam-putih, dan sebagainya. Ontologi, terbagi atas
dua, yaitu; ontologi umum yang disebut metafisika, dan ontologi khusus,
seperti, Kosmologi, Theodice, dan sebagainya.

2. Landasan Epistemologi.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani Episteme = pikiran atau
pengetahuan dan logi atau logos = pengetahuan atau ilmu. Jadi,
Epistemologi artinya pengetahuan tentang pengetahuan, atau filsafat
pengetahuan. Maksudnya, bagi filsafat, setiap realitas apa pun, baik yang
berupa realitas fisik, pikiran, ide, teks, pandangan hidup, budaya, ideologi,
ajaran, keyakinan keagamaan, dan sebaginya sebagaimana pada landasan
ontologis di atas, selalu memiliki struktur kenyataan yang mengandung
ide, peta pemikiran (peta kognitif), struktur tata nilai dan pemahaman.
Kenyataan itu, karenanya, harus digali, dikaji, diuji, dan diramu secara
mendalam, sebagai sebuah sistim pemikiran atau sistem pengetahuan yang
khas.

3. Landasan Aksiologi.

Sebagaimana istilah Ontologi dan Epistemologi yang berasal dari


bahasa Yunani, demikian pula Aksiologi yang berasal dari kata axios
artinya pantas atau bernilai. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat dengan
segala turunannya, baik dalam bentuk pengetahuan atau ilmu, harus
berlandas pada nilai-nilai kepantasan dan kewajaran. Alasannya, pikiran
itu adalah pikiran manusia (bukan pikiran malaikat atau binatang) yang
berhubungan langsung dengan manusia sebagai subyek dan obyek pikiran
itu sendiri. Bahkan, pikiran itu adalah pikiran seorang anak manusia yang
selalu bernilai bagi dirinya.

E. Hakikat Filsafat Ilmu

Filsafat adalah pengetahuan tentang kearifan dan prinsip-prinsip


mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas
(tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran.
Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang
berarti kebijaksanaan (wisdom).

Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil


kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan
gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan
mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna
sepenuhnya mengenai objek yang diungkapkan. Dan agama (sebagiannya)
adalah sesuatu yang bersifat transendental di luar batas pengalaman
manusia.

Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri menggolongkan


pengetahuan menjadi tiga katagori umum, yakni: (1) pengetahuan tentang
yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan etika/ agama); (2)
pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut dengan estetika/
seni) dan (3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang
disebut dengan logika/ ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang
mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi
merupakan misteri.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita


ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan
demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh
manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.
Sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang
berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki
pula daerah jelajah yang bersifat transendental yang berada di luar
pengalaman manusia itu. Pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah
gejala dengan sepenuh maknanya, sementara ilmu mencoba
mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris
dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat
dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional.

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai


pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan
tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau
epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-
bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.

Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu tersebut,


sangat bermanfaat menyimak empat titik pandang dalam filsafat ilmu,
yaitu:

1. Bahwa filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten


dengan teori-teori ilmiah yang penting.

2. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan


pre-disposition dari para ilmuwan.

3. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya


terdapat konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan
diklasifikasikan;

4. Bahwa filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua.

Filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai


berikut:

Karakteristik-karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari


tipe penyelidikan lain? Kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh
para ilmuwan dalam penyelidikan alam? Kondisi yang bagaimana yang
harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar? Status
kognitif yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum ilmiah
itu?

Dalam filasfat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi


sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi
(vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-syarat
untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau
apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu.
Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan
tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut
adalah: ontologi, epistemologi dan aksiologi.

a. Ontologi

Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi


menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan
untuk apa. Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini dalam pikiran Barat
sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologis, sebagaimana
Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat
"yang ada" (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal
usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.

Ontologi merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup


wujud yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat
realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu,
apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inherent dengan pengetahuan
itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang
ada (being) itu.

Ada beberapa pertanyaan ontologis yang melahirkan aliran-aliran


dalam filsafat. Misalnya pertanyaan tentang "yang ada": apakah yang ada
itu? (what is being?), bagaimanakah yang ada itu (how is being?) dan
dimanakah yang ada itu? (where is being?).

b. Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal,


metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan. Terdapat tiga persoalan
pokok dalam bidang epistemologi:

1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya


pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-
benar di luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?

3. Apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat


membedakan yang benar dari yang salah?

Epistemologi meliputi tata cara dan sarana untuk mencapai


pengetahuan. Perbedaan mengenai pilihan ontologik akan mengakibatkan
berbedaan sarana yang akan digunakan yaitu: akal, pengalaman, budi,
intuisi atau sarana yang lain. Ditunjukkan bagaimana kelebihan dan
kelemahan suatu cara pendekatan dan batas-batas validitas dari suatu yang
diperoleh melalui suatu cara pendekatan ilmiah.

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh


dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan: pertama, kerangka
pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten
dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua,
menjabarkan hopotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran
tersebut dan ketiga, melakukan verifikasi terhadap hipotetis tersebut untuk
menguji kebenaran peryataannya secara faktual. Secara akronim metode
ilmiah terkenal sebagai logico-hypotetico-verificative atau deducto-
hypotetico-verificative (Jujun, 1986: 6).

Kerangka pemikhran yang logis adalah argumentasi yang bersifat


rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam.
Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari suatu
peryataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu
terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis.
Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas kritik terhadap kerangka
pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Berpikir ilmiah berbeda
dengan kepercayaan relijius yang memang didasarkan atas kepercayaan
dan keyakinan, tetapi dalam cara berpikir ilmiah didasarkan atas dasar
prosedur ilmiah.
Kembali kepada pertanyaan epistemologi, apakah kebenaran itu?
Dalam hal ini Jujun menuturkan, bahwa ilmu dalam upaya untuk
menemukan kebenaran mendasarkan dirinya kepada beberapa kriteria
kebenaran: yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatisme.

c. Aksiologi

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai


yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi
meliputi nilai-nilai, para meter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran
atau kenyataan itu.

Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff dapat dijawab


melalui tiga cara: Pertama, nilai sepenuhnya berhakekat subjektif. Ditinjau
dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi-reaksi yang
diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung
kepada pengalaman-pengalaman mereka; kedua, nilai-nilai merupakan
kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologis namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi-esensi logis
dan dapat diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme
logis; ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun
kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme metafisik.

Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun menyebutkan, bahwa pada


dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan
sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau
keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka
pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun di pergunakan secara
komunal dan universal.
F. Nilai dan Kegunaan Ilmu Filsafat

Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari


pengetahuan yang diperoleh. Dengan aksiologi, kita mempelajari tentang
apa guna dari ilmu pengetahuan yang diperoleh atau nilai-nilai yang kita
peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan , seperti misalnya nilai-nilai yang
terkandung dalam sebuah lukisan. Aksiologi juga merupakan cabang dari
kajian filsafat yang berhubungan dengan etika dan estetika.

Aksiologi juga merupakan salah satu cabang filsafat yang membicarakan


tentang masalah dan peran nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Van Melsen menggunakan istilah tanggung jawab
ilmu atas masa depan seperti gangguan terhadap keseimbangan alam
sebagai dampak pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem perairan,
keseimbangan jumlah penduduk.

Dalam hal ini keberatsebelahan untuk setiap campur tangan manusia,


sehingga hal tersebut menimbulkan masalah etis termasuk antara realitas
yang ada dengan realitas yang seharusnya.

Dalam aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan
adat istiadat manusia.

Di dalam etika, nilai dari tingkah laku manusia menjadi sentral masalah.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik
tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai pencipta.

Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika . Estetika


merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang keindahan.
Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu yang
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh secara keseluruhan. Maksudnya adalah
suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola
baik melainkan juga memiliki kepribadian.

Mengapa dalam filsafat peran aksiologi atau nilai sangat penting dalam
kehidupan manusia? Karena secara garis besar aksiologi ini mengajarkan
nilai-nilai yang ada dalam kehidupan, yang berfungsi sebagai pengontrol
sifat ilmiah manusia.

Apakah kalian tahu apa saja kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
itu digunakan? Ilmu yang digunakan untuk 3 hal, yaitu :

1. Filsafat sebagai kumpulan teori yang digunakan untuk memahami dan


mereaksi dunia pemikiran.

2. Filsafat sebagai pandangan hidup.

3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asal mula ilmu adalah filsafat, karena filsafat merupakan ‘ruang
pemikiran’ yang terlebih dahulu melakukan pembahasan tentang segala
yang ada secara sistematis, rasional, dan logis termasuk yang empiris,
sehingga ilmu berperan sebagai satu obyek kajian filsafat serta arah
pertumbuhan dan perkembangan segala ilmu merujuk pada filsafat.
2. Sejarah mencatat bahwa proses perkembangan ilmu sebagai pengetahuan
yang bersifat ilmiah tidak berlangsung secara ringkas, tetapi membutuhkan
waktu yang sangat panjang dimulai dari lahirnya filsafat yang
menghasilkan ilmu pengetahuan dasar pada zaman Yunani kuno, berlanjut
pada zaman Islam klasik, beralih ke zaman renaissance, zaman modern,
hingga tiba pada zaman kontemporer. Bahkan, perkembangan ilmu masih
berlangsung hingga hari ini.
3. Dasar ilmu terdiri atas tiga cabang, yaitu ontologi (hakikat ilmu),
epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan), dan aksiologi (nilai guna
pengetahuan).
Ilmu tidak muncul ke dalam kehidupan manusia dengan sendirinya, tetapi
diawali dengan pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan pada batas
pemikiran dan inderawi tetap sebagai pengetahuan, sedangkan
pengetahuan yang dibuktikan kebenarannya melalui proses dan metode
ilmiah sudah bisa disebut sebagai ilmu.

B. Daftar Pustaka
 A. Susamto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
 Mustansyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar, Putra,
Uhar Suharsa. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai