Disusun oleh:
Semester 5 A
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) YAMISA SOREANG
2021/ 2022
.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sangat berharap
makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga
wawasan menyangkut Memahami Asbab an Nuzul dan Asbab al Wurud.
Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan di buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang
khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf bila terdapat kata-kata yang
kurang berkenan.
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. Simpulan................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................21
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah
tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang
didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan
hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan
datang.
Muatan atau isi surat dan ayat Qur’an umumnya berkorelasi dengan
peristiwaperistiwa yang terjadi pada masa dakwah Nabi, seperti surat
Baqarah, al-Hasyr dan al-'Adiyat. Kadangkala pula suatu surat atau ayat
diturunkan karena adanya kebutuhan mendesak akan hukum-hukum Islam,
seperti al-Nisa', al-Anfal, al-Thalak dan lain-lain. Eratnya hubungan antara
satu ayat atau surat dengan dinamika sosial budaya yang terjadi ketika ayat
atau surat tersebut diwahyukan, meniscayakan untuk mengetahui sebab-
sebab dari diwahyukannya satu ayat atau surat, ketika ayat atau surat terkait
ditafsirkan. Para ulama menyepakati bahwa mengetahui asbabu al- nuzul
akan sangat membantu untuk mengetahui dan memahami kandungan ayat
Al-Quran sekaligus untuk mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang
dikandungnya.
1
Hadis atau sunnah merupakan perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan,
dan persetujuaan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan syariat Islam.
Hadis dijadikan sumber hukum Islam yang menduduki posisi kedua setelah
al-Qur'an, hadist merupakan eksplanasi (penjelas) terhadap ayat-ayat al-
Qur'an yang bersifat umum atau mutlaq. Memahami hadit tidak cukup hanya
melihat teks hadisnya saja, oleh karena itu kita sangat berkepentingan untuk
menggali butir-butir pada siapa hadis itu disampaikan Nabi SAW, dalam
kondisi bagaimana Nabi menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks
historisnya seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan
memahami makna suatu hadis, bahkan orang tersebut dapat terperosok
kedalam pemahaman yang sangat keliru. Itulah mengapa Asbabul Wurud
sangat penting dalam diskursus ilmu hadist, sama seperti pentingnya Asbabul
Nuzul dalam kajian Tafsir al-Qur’an. Ilmu Asbabul Wurud, yaitu ilmu
pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW
menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asbab an nuzul dan asbab alwurud?
2. Apa urgensi mempelajari asbab an nuzul dan asbab al wurud?
3. Apa saja macam-macam asbab an nuzul dan asbab al wurud?
4. Bagaimana cara mengetahui asbab an nuzul dan asbab al wurud?
5. Apa saja hikmah mempelajari asbab al nuzul dan asbab al wurud?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari asbab an nuzul dan asbab alwurud.
2. Untuk mengetahui urgensi mempelajari asbab an nuzul dan asbab
alwurud.
3. Untuk mengetahui macam-macam asbab an nuzul dan asbab alwurud.
4. Untuk mengetahui cara mengetahui asbab an nuzul dan asbab alwurud.
5. Untuk mengetahui hikmah mempelajari asbab an nuzul dan asbab
alwurud.
2
BAB II PEMBAHASAN
3
menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau penjelas
terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.
d. Mana’ Al-Qaththan: asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunnya al-qur’an, berkenaan dengannya waktu
peristiwa itu terjadi, baik berupa kejadian atau pertanyaan yang
diajukan kepada nabi.
Dapat disimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian atau
peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-qur’an, dalam rangka
menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dari kejadian tersebut.
Dari pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa sebab turunnya
suatu ayat itu berkisar pada dua hal yaitu:
a. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur’an
mengenai peristiwa tersebut, seperti kisah turunnya surah Al-lahab,
b. Apabila Rasulullah SAW di Tanya tentang sesuatu hal, maka
turunlah ayat al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya. Seperti
ketika khaulah binti sa’labah di kenakan zihar oleh suaminya Aus
hin tsamit, hingga khaulah bertanya kepada Rasulullah SAW
mengenai hukumnya, maka turunlah surat Al-Mujadalah ayat 3.
Namun tidak semua ayat Al-Qur’an di turunkan karena adanya
suatu peristiwa atau karena suatu pertanyaan. Ada di antara ayat Al-
Qur’an yang di turunkan sebagai permulaan tanpa sebab, seperti
kewajiban muslim, mengenai akidah dan syari’at Allah SWT dalam
kehidupan umat manusia.
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya al-
qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa konflik sosial, seperti
ketegangan yang terjadi diantara suku Aus dan suku khazraj; kesalahan
besar, seperti kasus seorang sahabat yang mengimani shalat dalam
keadaan mabuk; dan pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh salah
seorang sahabat kepada nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah
lewat, sedang, atau yang akan terjadi.
2. Pengertian Asbab al Wurud
4
Pengertian asbab al wurud secara etimologi atau secara bahasa
terdiri dari dua bagian kata, yang masing-masing kata memiliki makna
tersendiri. Makna kata yang pertama, yaitu kata asbab, merupakan
bentuk jamak dari sabab yang berarti habl, yaitu segala sesuatu yang
dapat saling menghubungkan antara satu dengan yang lainnya. Jadi,
makna kata asbab adalah sebab-sebab atau alasan hadirnya suatu hadits
yang disampaikan melalui Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Sementara itu, kata al-wurud merupakan bentuk ism mashdar dari
warada-yaridu-wurudan yang artinya datang atau sampai. Selanjutnya,
kata alwurud yang merupakan bentuk ism mashdar yang berarti datang
atau sampai. Jadi, makna kata al-wurud adalah turunnya atau datangnya
suatu hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada para
sahabatnya. Dengan demikian, secara sederhana asbab wurud al-hadits
dapat diartikan dengan sesuatu yang menjadi sebab timbulnya suatu
hadis.
5
kasus maupun pertanyaan yang menjadi penyebab datangnya suatu
hadits.
6
d. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat Al-
Qur’an sebagaimana kasus Aisyah yang pernah menjernihkan
kekeliruan Marwan yang menunjuk Abdul Rahman Ibn Abu Bakar
sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat.
e. Memudahkan untuk menghafal dan memahmi ayat, serta untuk
menetapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya, hal ini
karena hubungan sebab akibat hukum, peristiwa dan pelaku, masa
dan tempat.
7
makna yang sulit ditafsirkan. Oleh karenanya, memperhatikan latar
belakang munculnya hadits sangat penting, karena paling tidak dapat
menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu
hadits. Sehingga kita tidak terjebak pada teks nya saja, sehingga konteks
nya kita abaikan.
8
“Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau prilaku
yang baik), lalu sunnat itu diamalakan orang-orang sesudahnya,
maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka
lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian
pula sebaliknya, barang siapa melakukan suatu sunnat sayyi’ah
(tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orangorang
sesudahnya, maka ia akan ikut mendapat dosa mereka, tanpa
mengurani sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” H.R.
Muslim.
Kata sunnat masih bersifat mutlak, baik yang mendapat
pijakan agama ataupun tidak. Lalu muncul hadits yang menerangkan
maksudnya yaitu bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam hadits
tersebut di atas adalah perbuatan-perbuatan yang ada nashnya dalam
Islam.
Asbabul Wurud hadits tersebut adalah ketika Nabi SAW
sedang bersama sahabat, tiba-tiba datanglah sekelompok orang yang
kelihatan sangat susah dan kumuh. Melihat fenomena itu, wajah
Nabi SAW menjadi merah, karena mersa empati, iba dan kasihan.
Kemudian Nabi memerintahkan sahabat yang bernama Bilal agar
mengumandangkan Adzan dan Iqamah untuk melakukan shalat
berjama’ah. Setelah selesai shalat, Nabi SAW berpidato yang
menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah dan mau menginfaqkan
hartanya kepada sekelompok orang miskin tersebut.
c. Mentafshil (memerinci) hadits yang masih bersifat mujmal atau
global.
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Anas: “Rasulullah memerintahkan kepada Bilal agar
menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah” Redaksi hadis
tersebut bertentangan dengan kesepakatan para ulama tentang
jumlah takbir empat kali dan dua kali dalam iqamat. Namun kalau
menurut sebab turunnya, nyatalah bahwa arti hadits tersebut di atas
9
bersifat mujmal, serta menunjukkan prinsip yang dipegangi para
ulama.
Berikut sebab-sebab munculnya hadis diatas: “Abdullah bin
Zaid berkata: “tatkala Rasulullah SAW memerintahkan memukul
genta untuk memberi tahu dan mengumpulkan orang-orang untuk
sholat berjamaah, dengan tambahan dari Imam Ahmad: padahal
beliau tidak menyukai hal itu lantaran mirip dengan orang Nashrani,
maka saya bermimpi bertemu dengan seseorang yang mengelilingi
saya dengan membawa sebuah genta. Lalu aku bertanya kepadamya:
“Ya Abdullah, boleh saya membeli genta ini? Untuk apa?, tanya
laki-laki itu. “untuk memanggil sholat kepada orang-orang”,
Jawabku. Lalu orang itupun berkata pula: maukah anda saya
tunjukkan yang lebih baik dari itu?”. “tentu”, jawabku. Dan laki-laki
itupun lalu berkata: “ucapkanlah”: Allahu akbar Allahu akbar,
Allahu akbar Allahu akbar, Asyhadu an la ilaha illallah, Asyhadu an
la ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, Asyhadu
anna Muhammadan Rasulullah, Hayya
‘ala ash-shalah, Hayya ‘ala ash-shalah, Hayya ‘ala al-falah, Hayya
‘ala alfalah, Allahu akbar Allahu akbar, La ilaha illallah. Sesudah
itu, ia meninggalkan saya dan kembali seraya berkata: “kemudian,
bila anda iqamat, ucapkanlah ini: Allahu akbar Allahu akbar,
Asyhadu an la ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah, Hayya ‘ala ash-shalah, Hayya ‘ala al-falah, Qad qamat
ash-shalah, qad qamat ash-shalah, Allahu akbar, Allahu akbar La
ilaha illallah Ketika paginya saya terbangun, saya sampaikan mimpi
itu kepada Rasulullah SAW. Lalu beliaupun berkata: “ini suatu
mimpi yang benar, InsyaAllah. Temuilah Bilal dan ajarkan
kepadanya apa yang engkau peroleh dalam mimpi itu, dan mintalah
ia mengumandangkan adzan dengan kalimat-kalimat itu, sebab Bilal
memiliki suara yang lebih lantang dan merdu ketimbang suaramu.”
d. Menentukan atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadits.
10
Contoh Asbabul Wurud yang berfungsi untuk menentukan
adanya nasikh-mansukh adalah hadits yang artinya: “Puasa orang
yang berbekam
(chanthuk) dan yang minta di bekam adalah batal.” H.R. Ahmad.
Dan hadits yang menghapus (mansukh): “tidak batal puasa orang
yang muntah, orang yang bermimpi keluar sperma dan orang yang
berbekam.” H.R. Abu Dawud.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan. Menurut imam
Asy-Syafi’i dan Imam ibn Hazm, hadits pertama sudah dinasakh
(dihapukan) dengan hadits yang kedua. Karena hadits yang pertama
datang lebih awal dari pada hadits yang kedua.
Asbabul Wurud hadits tersebut adalah pada waktu siang hari
dibulan Ramadhan, Nabi SAW kebetulan melewati orang yang
sedang canthuk (diambil darah kotornya), kemudian kedua orang itu
sedang membicarakan kejelekan orang lain. melihat perbuatan
tersebut Nabi SAW bersabda: “ Batal puasa orang yang melakukan
canthuk dan yang di canthuk.” Namun nampaknya, jika dilihat
secara kritis dan kondisi Asbabul Wurudnya hadits tersebut tidaklah
mansukh (dihapus ketentuannya), sebab yang dimaksudkan batal itu
adalah batal puasanya orang yang menggunjing orang lain.
11
“Rasulullah berkata: siapa yang dihisab, niscaya ia akan disiksa di
hari kiamat. Lalu Aisyah berkata:
Bukankah Allah berfirman: “Maka ia akan dihitung dengan
perhitungan yang mudah”? dan beliau menjawab: “Bukan, itu hanya
formalitas”. Jadi, siapa yang dihisab, akan disiksa”
Urgensi asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting
dalam memahami suatu hadits agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
mengartikan maksud dari suatu hadits serta berfungsi untuk menolong
menafsirkan suatu hadits kepada orangorang awam yang belum
memiliki banyak pengetahuan mengenai ilmu asbabul wurud ini.
12
dengan khusyu’.” Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan
dengan beberapa sebab berikut:
1) Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat
dzuhur di waktu hari yang sangat panas. Shalat seperti ini
sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka turunnlah ayat
tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu daud).
2) Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nabi saw.. Shalat
dzuhur di waktu yang sangat panas. Di belakang rasulullah
tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang mengikutinya.
Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, adapula yang
sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut diatas
(HR.ahmad, an-nasa’i, ibnu jarir).
3) Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW.
Ada orang-orang yang suka bercakap-cakap dengan kawan yang
ada di sampingnya saat meraka shalat. Maka turunlah ayat
tersebut yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang
shalat (HR. Bukhari muslim, tirmidhi, abu daud, nasa’i dan ibnu
majah).
4) Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang
bercakap-cakap di waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh
temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu sedang
shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang memerintahkan
supaya khusyuk ketika shalat.
b. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid
Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat.
Contoh: Q.S. Ad-dukhan/44: 10,15 dan16, yang berbunyi:
Artinya: “maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut
yang nyata.”
Artinya: “sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan
siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali
(ingkar).”
13
Artinya:“(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka
dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya kami memberi
balasan.”
Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah; dalam suatu
riwayat dikemukakan, ketika kaum Quraisy durhaka kepada nabi
saw. Beliau berdo’a supaya mereka mendapatkan kelaparan umum
seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman nabi yusuf.
Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai-sampai merekapun
makan tulang, sehingga turunlah (QS. Ad-dukhan/44: 10).
Kemudian mereka menghadap nabi saw untuk meminta bantuan.
Maka rasulullah saw berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya
hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya (QS.
Addukhan/44: 15), namun setelah mereka memperoleh kemewahan
merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan durhaka)
maka turunlah ayat ini (QS. Ad-dukhan/44: 16) dalam riwayat
tersebut dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang
badar.
2. Macam-macam Asbab al Wurud
Macam-macam Asbabul Wurud Menurut Imam as-Suyuthi,
asbabul wurud dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Sebab yang berupa ayat al-qur’an
Hal ini dikarenakan banyaknya ayat-ayat al-qur’an yang turun
dalam bentuk umum, sedangkan yang dimaksud oleh ayat tersebut
adalah makna khusus atau lantaran adanya kemusykilan yang
membutuhkan penjelasan.
Artinya ayat al-qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW
mengeluarkan sabdanya, sebagai contoh ialah firman Allah SWT
yang berbunyi: “Orangorang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al-An’am: 82)
14
Ketika itu, sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu”
dengan pengertian al-jaur yang berarti berbuat aniaya atau
melanggar aturan. Nabi SAW. kemudian membenarkan penjelasan
bahwa yang dimaksud azhzhulmu dalam firman tersebut adalah asy-
syirku yakni perbuatan syirk (mempersekutukan Allah),
sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-
Luqman ayat 13 : ”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.”
b. Sebab yang berupa hadis
Sebab yang berupa hadis berarti pada waktu itu terdapat
sebuah hadis, namun sebagian sahabat tampaknya merasa kesulitan
dalam memahaminya, maka kemudian muncullah hadis lain yang
dapat memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut. Contohnya:
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang
dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan
keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa
kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul! bagaimana hal itu dapat
terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain,
sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu
ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa
jenazah. Para sahabat kemudian
memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata:
“jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata:
“wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW
bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat
mencelanya, seraya berkata: “dia itu orang jahat”. Mendengar
pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
15
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para
sahabat bertanya: “Ya rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama
engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah ke dua tuan ikut
mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut:
“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: Ya benar. Lalu Nabi
berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah
SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah,
malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan
seseorang. (HR. Al-Hakim dan alBaihaqi)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan para Malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang
kebaikan dan keburukan orang dimuka bumi ialah para sahabat atau
orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah
itu jahat.
c. Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar di
kalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan
sahabat Syuraid bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu itu Fath
Makkah (pembukaan kota mekah) beliau pernah datang kepada Nabi
SAW seraya berkata: “saya bernazar akan shalat di Baitul Maqdis”.
Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “shalat
disini, yakni Masjidil Haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu
bersabda: “demi dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya,
seandainya kamu sholat disini (masjid al-Haram Makah), maka
sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nazarmu”. Kemudian
Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat di masjid ini, yaitu Masjid al-
Haram itu lebih utama dari pada 100.000 kali shalat di selain masjid
al-Haram”. (H.R.
Abdurrazaq dalam kitab al-Mushannafnya).
16
Asbabun nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan
kepada Nabi tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya
dapat dipegang. Riwayat yang dapat dipegang adalah riwayat yang
memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para ahli
hadis, Secara khusus dari riwayat asbabun nuzul adalah riwayat dari
orang yang terlibat dan mengalami peristiwa yang diriwayatkannya
(yaitu pada saat wahyu diturunkan). Riwayat yang berasal dari para
tabi’in yang tidak merujuk kepada Rasulullah SAW dan sahabatnya
dianggap lemah (Dhaif); Sebab itu, seseorang tidak dapat begitu saja
menerima pendapat seorang penulis atau orang seperti itu bahwa suatu
diturunkan dalam keadaan tertentu.
Satu-satunya jalan mengetahui Asbabun Nuzul ini hanyalah
dengan periwayatan yang di terima dari ulama salaf. Setiap periwayatan
mengandung unsur sahih dan tidak sahih (di terima dan di tolak). Oleh
karena itu, di butuhkan penyeleksian dengan cara menelusuri para
riwayatan yang dapat di percaya, seperti halnya dalam periwayatan
hadis. Namun, dalam periwayatan Asbabun Nuzul, derajat yang paling
tinggi adalah mauquf, tetapi hukumnya sama dengan marfu’ (al mauquf
bi hukm al mafru) yang sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh
sebab itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa setiap Asbabun Nuzul
yang di terima dari kalangan para sahabat wajib di terima, selama tidak
ada riwayat yang lebih kuat yang melemahkannya. Oleh karena itu Al-
wahidy mengatakan, “tidak di benarkan membacakan sebab-sebab
turunnya AlQuran, kecuali melalui periwayatan dan mendengarkan dari
orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat (itu) dan mereka
mengetahui serta memahami sebab-sebab turunnya dan membahas
pengertiannya,” (al-Syuuthi, I, 1993: 99)
17
kemukakan oleh para sahabat dapat di terima begitu saja, tanpa
pengecekan dan penelitian lebih cermat. Hal ini juga menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” suatu ayat merupakan
pekerjaan yang sulit, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat di
kalangan para ulama tentang beberapa riwayat yang terkait dengannya.
Tidak boleh memperkatakan tentang sebab-sebab turun al-Quran
melainkan dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang
menyaksikan ayat itu di turunkan dengan mengetahui sebab-sebab serta
membahas pengertiannya.
18
karena jika semua jalur periwayatan telah terkumpul, maka semua
lafal hadis itu pun didapatkan. Misalnya, hadis pertama yang
disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Bulugh al-
Maram, artinya: “Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah
ﷺbersabda mengenai air laut, ‘Airnya suci dan
mensucikan, serta halal bangkainya.”
Hadis ini disebutkan oleh Ibn Hajar al-Asqalani secara ringkas
karena beliau memasukkan hadis ini dalam kitab al-Taharah. Lafal
lengkapnya bisa ditemukan dalam kitab-kitab induk seperti Sunan
Abu Dawud, Sunan Tirmizi, Sunan Nasai, dan Sunan Ibn Majah,
dengan menyebutkan sabab al-wurud-nya. Hadis ini diucapkan oleh
Nabi karena seorang sahabat bertanya mengenai kesucian air laut.
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata,
“Seorang lelaki datang bertanya kepada Rasulllah ﷺ,
‘Wahai Rasulullah kami sering berlayar di laut, dan air yang kami
bawa hanya sedikit, jika air itu digunakan untuk berwudu, kami
khawatir akan kehausan. Bolehkah kami berwudu dengan air laut?’
Maka Rasulullah menjawab, ‘Airnya suci dan mensucikan, serta
halal bangkainya.”
b. Sabab wurud al-hadits dari keterangan para sahabat Nabi karena
mereka yang pernah hidup dan berinteraksi dengan Nabi
ﷺ, mereka yang telah menyaksikan sebagian besar
peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman Nabi ﷺ,
bahkan kadang Nabi ﷺmenyabdakan hadisnya
disebabkan karena pertanyaan salah seorang dari sahabatnya.
Misalnya, hadis yang disebutkan oleh Ibn Hajar al-Asqalani
dalam Bulugh al-Maram, Kitab al-Qadha (peradilan), dengan lafal
yang sangat ringkas, artinya: “Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu,
dari Nabi ﷺbeliau bersabda, “Tidak akan beruntung
satu kaum yang menyerahan urusan mereka kepada wanita.”
19
Sabab al-wurud hadis ini bisa ditemukan dalam Shahih
alBukhari, Sunan Tirmizi, Sunan Nasa’i dari penjelasan Abu Bakrah
di masa Perang Jamal. Abu Bakrah radhiyallahu anhu menjelaskan
bahwa ketika Rasulullah ﷺmendengar berita kematian
Kaisar Persia, Beliau ﷺbertanya,
“Siapa yang mereka nobatkan sebagai pemimpin?” Sahabat yang
memiliki informasi lalu menjawab, “Mereka telah mengangkat putri
kaisar sebagai ratu bagi mereka.” Mendengar informasi itu,
Rasulullah ﷺbersabda bahwa tidak akan beruntung
satu kaum yang menyerahan urusan mereka kepada wanita.
Satu hal yang penting untuk diperhatikan mengenai keterangan
sahabat Nabi yaitu ada keterangan sahabat Nabi yang sifatnya sabab
wurud al-hadits dan ada keterangan sahabat Nabi yang sifatnya
sabab dzikri alhadits (sebab hadis disampaikan oleh seorang sahabat
karena satu momen tertentu).Contoh keterangan sahabat Nabi yang
sifatnya sabab dzikri alhadits adalah hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim tentang solusi Rasulullah ﷺ
saat penyakit menular mewabah di suatu tempat, artinya: “Jika
kalian mendengar penyakit mewabah di satu tempat, maka
janganlah kalian memasukinya, dan jika kalian berada di dalam
tempat itu, maka janganlah kalian keluar berlari darinya.”
Hadis ini disampaikan oleh Abdurrahman bin ‘Auf
radhiyallahu anhu pada momentum kunjungan Khalifah Umar bin
Khathab radhiyallahu anhu ke Syam di tahun 17 H, di masa wabah
Taun melanda kota Syam. Di saat sahabat-sahabat Nabi yang
menyertai Umar bin Khathab radhiyallahu anhu dalam kunjungan
kenegaraan itu berbeda pendapat apakah mereka masuk ke dalam
kota Syam atau kembali ke Madinah, datanglah
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu anhu menyampaikan hadis
Nabi ﷺtersebut. Keterangan sahabat Nabi seperti kisah
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu anhu disebut sabab dzikri al-
20
hadits. Adapun keterangan sahabat Nabi seperti dalam kisah Abu
Bakrah di atas disebut sabab wurud al-hadits.
A. Simpulan
Asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya ayat al-qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan
menyelesaikan masalahmasalah yang timbul dari kejadian tersebut.
21
Sedangkan asbab al wurud adalah sebabsebab munculnya suatu hadits yang
disampaikan Nabi Muhammad saw. kepada sahabat-sahabatnya dalam
meluruskan dan menegakkan ajaran Islam agar para sahabat tidak melenceng
dari ajaran Islam. Asbab an-nuzul dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun
terbagi menjadi dua, yaitu Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid dan
Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid. Sedangkan asbab al wurud
terbagimenjadi tiga, yaitu sebab yang berupa ayat al-qur’an, sebab yang
berupa hadis, dan sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para
pendengar di kalangan sahabat.
Ilmu mengenai asbab an nuzul dan asbab al wurud sangat penting
dipelajari, untuk menghindari kekeliiruan dalam menafsirkan maksud dari
ayat al Qur’an dan al Hadits. Untuk mengetahuinya, tidak bisa di ketahui
semata-mata dengan akal (rasio), mengetahuinya harus berdasarkan riwayat
yang shahih dan di dengar langsung dari orang-orang yang mengetahui
turunnya Al-Quran dan hadits, atau dari orang-orang yang memahami
asbabun nuzul dan asbabul wurud. Adapun hikmah dari mempelajari asbab
an nuzul dan asbab al wurud adalah dapat menambah keimanan seorang
muslim terhadap al Qur’an dan hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Putri, Widia. Asbab al-wurud dan urgensinya dalam pendidikan. 2020. Al-
Tarbawi AlHaditsah: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 4, No.1
22
Suheni, Mitha. Asbabun Nuzul.
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2017),
hlm.
121.
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah,
2014), h. 177
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2017),
hlm. 121
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi Kritis
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Konteksrual, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), h. 13.
Suyuthi, Asbab Wurud al-Hadits, (Lebanon; Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 1984), 16.
Adi Fadli, “Asbab Al-Wurud: Antara Teks dan Konteks”, EL-HIKAM: Jurnal
Pendidikan dan Kajian Keislaman , Vol. VII, No. 2, Juli – Desember 2015,
383
23