BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap manusia tentunya berakal, manusia yang berakal sehat tentu memiliki
pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek.
Suatu pengetahuan dapat diperoleh karena adanya pengalaman atau melalui interaksi
antar manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungannya. Ilmu
pengetahuan bertujuan memperoleh data secara rinci untuk menemukan suatu kebenaran
yang hakiki. Pengetahuan merupakan salah satu sumber utama peradaban suatu bangsa,
maju dan tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari perhatian bangsa tersebut terhadap
ilmu pengetahuan.
Hal ini telah dibuktikan diberbagai peradaban dunia dengan adanya pemikiran-
pemikiran hebat yang muncul dari tokoh-tokoh yang hidup pada masanya, sehingga
membuat bangsanya menjadi lebih maju dan berperadaban. Maka, pengetahuan
merupakan sesuatu yang sangat vital dan berpengaruh bagi kemajuan suatu bangsa di
dunia. Oleh karena itu pengetahuan harus mendapatkan perhatian dari masyarakat bangsa
itu sendiri sehingga dapat menjadikan bangsa yang memiliki kehidupan yang lebih baik,
lebih maju serta masyarakatnya yang berperadaban.
Filsafat adalah salah satu cabang kajian ilmu pengetahuan yang mempelajari ilmu
yang menciptakan tiga pokok pembahasan pengetahuan. Ketiga pokok pembahasan yang
dipelajari dalam filsafat ilmu ini antara lain teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan
(epistimologi), dan teori nilai (aksiologi). Sebagai salah satu disiplin ilmu, filsafat akan
selalu mengalami perubahan mengalami seiring dengan adanya dinamika dan
perkembangan ini sesuai dengan dinamika maupun masalah yang terjadi pada ilmu-ilmu
yang lainnya diluar dari filsafat. Perubahan ini disesuaikan seiring dan seirama dengan
perkembangan imu-ilmu yang lain untuk menghindari adanya perbedaan yang ada
didalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang biasanya mengalami percabangan.
Ontologi yang menjadi salah satu dari tiga pokok pembahasan dalam filsafat
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno yang berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas tentang keberadaan sesuatu yang bersifat konkret, pokok
pembahsan ini menitikberatkan pada keberadaan yang bersifat konkret bukan hayalan
maupun imajinasi melainkan keberadaan suatu benda yang dapat dibuktikan adanya
melalui sebuah percobaan ataupun pengamatan. sehingga dalam ilmu ini hanya
mempelajari maupun mempercayai keberadaan suatu benda berdasarkan bukti realnya
ataupun kekonkretannya dan kenyataannya.
2
Di era milenium saat ini, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat, ilmu
pengetahuan dapat diperoleh oleh seseorang dengan begitu mudah, hanya dengan
membuka google seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
yang diperoleh dari media sosial seperti google ini melalui perantara panca indra yang
dimiliki oleh manusia, panca indra tersebut berupa, mata dan telinga untuk mendengar.
Namun, ilmu pengetahuan yang diperoleh dari media sosial ini masih ilmu utuh dan
sangat mungkin belum diselidiki kebenarannya.
Menyelidiki kebenaran ilmu sangatlah diperlukan untuk dapat mendapatkan kepastian dan
kevalidan dari sebuah ilmu, untuk mencapai kebenaran dan kepastian ilmu tersebut tidaklah
cukup dengan melihatnya saja, namun sangat diperlukan dengan adanya langkah-langkah atau
metodologi yang runtut dan sistematis. Untuk dapat mencapai langkah-langkah tersebut sangat
diperlukan adanya ontologi yang turut membantu dalam pencapaian ilmu yang sesungguhnya.
Dengan adanya berbagai pengetahuan yang bersumber dari pengalaman seseorang sangat
berpotensi menjadi sebuah ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan dapat membantu banyak orang untuk dapat
memecahkan masalah yang ada saat ini. Karena dengan hadirnya pengetahuan yang mentah
dapat membuat banyak orang tersesat dalam lingkaran dan orang akan mengambil keputusan
berdasarkan pemikiran sendiri-sendiri. Banyak orang yang salah dalam mengambil keputusan
sehingga akan salah pula masyarakat dalam menerima ilmu yang tidak dilandaskan pada hakekat
ilmu yang sesungguhnya yang dapat diperoleh melalui motodologi dan penelitian terlebih
dahulu. Untuk memperoleh hakekat ilmu yang sesungguhnya memerlukan berbagai komponen
yang saling mendukung satu sama lain, salah satunya adalah pengetahuan, panca indra dan
sebagainya.
Ontologi yang merupakan hakikat dari sebuah ilmu mempunyai hubungan dengan
ilmu pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang nyata. Saat ini banyak ilmu-
ilmu yang beredar namun untuk kebenarannya perlu dilakukan pembuktian karena bisa
saja ilmu tersebut masih utuh atau bisa dikatakan masih mentah. Oleh karena itu, ontologi
sebagai hakikat ilmu berfungsi untuk menyelidiki bagaimana keadaan sebuah ilmu
sampai ke akar-akarnya. Sehingga kemungkinan terjadi salah pengertian terhadap sebuah
ilmu dapat dihilangkan.
3
2.
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jika ditinjau dari segi etimologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu onto
yang artinya sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang
berarti kajian yang berisi tentang teori yang dibicarakan. Jadi ontologi merupakan studi
atau teori yang membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Secara terminologis
ontologi diartikan sebagai metafisika umum, yaitu cabang dari filsafat yang membahas
tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam, membahas asas-asas rasional dari
kenyataan.3Ontologi membahas objek-objeknya secara mendalam sampai pada
hakikatnya. Inilah sebabnya ontologi disebut sebagai teori hakikat.
1 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 132.
2 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 5.
3 Heri Santoso & Listiyono Santoso, Filsafat Ilmu Sosial Ikhtiar Awal Pribumisasi Ilmu-ilmu Sosial, (Yogyakarta:
Gama Media, 2003), hlm. 69.
4
Pembahasan ilmu yang ada pada ontologi dibahas sampai ke akar-akarnya
karena ontologi adalah salah satu cabang filsafat, dan filsafat itu sendiri adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh hingga diperoleh ilmu yang sesungguhnya.
Dalam persoalan ontologi orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang
pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa
rohani (kejiwaan). Kedua materi ini sangat erat hubungannya karena melibatkan
komponen luar dan dalam yaitu, manusia mempunyai dua sumber ilmu. Pertama sumber
datang dari lahir yang dicirikan dengan kasat mata dan kedua adalah ilmu batin,
metafisik dan tidak kasat mata.
6 Henry van Laer, Filsafat Sains Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum, (Yogyakarta: Lembaga
Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia, 1995), hlm. 1.
7 Henry van Laer, Filsafat Sains, Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum, (Yogyakarta: Lembaga
Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia, 1995), hlm. 3.
6
pengalaman, berdasarkan panca indra dan diolah oleh akal budi atau rasionalisme dari
sesorang secara spontan.8 Panca indra ketika menerima sesuatu dari luar secara otomatis
akan mendapat rangsangan dari otak. Rangsangan otak kemudian diolah sedemikian rupa
sehingga akan merekam dan dapat berefek pada kehidupan sehari-hari. Namun,
pengetahuan ini direspon dan ditiru secara mentah saja, belum diselidiki dan diketahui
secara pasti mengenai hakikat tentang pengetahuan tersebut. Pengetahuan dapat
dibuktikan dengan cara metodologi agar ilmu dari pengetahuan dapat diketahui secara
pasti dan mendalam.
1. Aliran Monoisme
11 Ahmad Tafsir, Filsafat ilmu. Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm .11.
12 Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 98-99.
13 Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998),
hlm. 49.
8
materialisme adalah spiritualisme. Asal kata idealisme dari kata “Ideal” yang
berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini menganggap bahwa sebuah kenyataan yang beraneka ragam itu
semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya,yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat hanyalah suatu jenis yang
sesungguhnya dari bentuk lain dari ruhani. Dalam ilmu terdapat sebuah kebenaran
yang dimana kebenaran itu dapat diperoleh salah satunya dengan sebuah peristiwa
yang nyata dan sudah terjadi. Kenyataan dalam sebuah ilmu berasal dari materi
(terlihat atau bisa ditangkap oleh panca indra) maupun rohani (bisa dirasakan
dalam diri manusia).
2. Aliran Dualisme
3. Aliran Pluralisme
14 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 119.
9
ada kebenaran yang hakiki yang berlaku secara umum,yang bersifat tetap,yang
berdiri sendiri,dan lepas dari akal atau rasio yang mengenal.
4. Aliran Nihilisme
Kata nihilisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak
ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya yang berjudul
Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang
Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada masa
peradaban Grogias (483-360) yang membagi kedalam tiga bagian tentang realitas.
Pertama,realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua bila sesuatu itu ada,ia tidak
dapat diketahui,ini dikarenakan panca indra itu tidak dapat dipercaya,panca indra
itu sumber ilusi yang memahami sesuatu hal dari khayalan yang dilakukan
ataupun angan-angan yang terjadi pada pemikiran seseorang. Ketiga,sekali pun
realitas itu dapat kita ketahui,ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang
lain. Jadi suatu hal yang dialami oleh pikiran kita hanya diketahui oleh orang
tersebut saja tanpa dikeahui orang lain.
5. Aliran Agnontitisme
PENUTUP
Ontologi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hakikat dari sebuah ilmu
pengetahuan yang mana pengetahuan sebagai sumber awal untuk memperoleh kebenaran.
Pada dasarnya objek pengetahuan adalah ilmu pengetahuan itu sendiri dan subjeknya adalah
segala sesuatu yang mencari objek. Seseorang memperoleh pengetahuan melalui berbagai
peristiwa,salah satunya dari pengalaman. Pengalaman tersebut menjadi sebuah pengetahuan
Ontologi berfungsi mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau
menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi membahas ini dari sebuah ilmu
yang terdalam untuk setiap hakikat kenyataan,seperti misalnya (a) apakah manusia dapat
sungguh-sungguh memiliki sesuatu,(b) adakah ada Tuhan di dunia ini,(c) apakah nyata dalam
hakikat material ataukah spiritual,(d) apakah jiwa dapat dibedakan dengan badan,(e) apakah
hidup dan mati itu, dan sebagainya. 16Dari berbagai pemikiran-pemikiran tersebut kemudian
munculah pikiran-pikiran baru yang akan menjadi bahan dalam observasi sehingga akan
menemukan fakta-fakta yang ada,dari fakta tersebut akan dibahas lebih dalam hingga
tercapainya hakikat dari sebuah ilmu dapat dicapai.
Ilmu pengetahuan yang hakiki diperoleh melalui proses ilmiah yang dibuktikan
melalui observasi dan eksperimen,sehingga ilmu pengetahuan tersebut mutlak adanya. Untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang hakiki seseorang mempunyai pandangan yang berbeda-
beda,diantaranya monoisme,dualisme,pluralisme, nihilisme, dan agnotitisme. Berbagai
pemunculan paham aliran filsafat ilmu,hampir sulit dibendung. Masing-masing aliran selalu
menyuguhkan pemikiran-pemikiran yang rasional dan dapat dipercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Umiarso & Sri Minarti. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Heri Santoso & Listiyono Santoso. 2003. Filsafat Ilmu Sosial Ikhtiar Awal Pribumisasi Ilmu-
ilmu Sosial. Yogyakarta: Gama Media.
Laer, Henry van. 1995. Filsafat Sains Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum.
Yogyakarta: Lembaga Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat ilmu. Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
12