Anda di halaman 1dari 23

.

Pengertian Ilmu Mantiq

Sedangkan mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu
bahasa arab nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang
berartiperkataan atau sabda.

Pengertian mantiq menurut istilah ialah:

 Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir.
 Sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang
yang menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah.

Ilmu mantiq sering disebut bapak segala ilmu ataudikatakan ilmu daari
segala yang benar karena ilmu mantiq ialah sebagai alat untuk menuju ilmu yang
benar, atau karena ilmu yang benar perlu pengarahan mantiq.

• Aristotales. Ilmu Mantiq adalah alat sebuah ilmu. Sementara yang


dibahas(al-Maudu’) adalah ilmu itu sendiri atau bentuk ilmu, yang
dikenal dengan Tashawwur Qadim bagi Mantiq.
• Ibnu Sina. Mantiq adalah produk pemikiran yang dapat mengetahui
keabsahan had shahih yang diberi nama penjabaran(Ta’rif) dan
keabsahan Qiyas yang diberi nama Burhan.
• Ghazali. Mantiq adalah undang-undang yang dapat membantu kita
untuk mengetahui keabsahan Had dan Qiyas. Dan sebenarnya masih
banyak difinisi-difinisi lain. Lihat kitab”Mi’yaru al-Ulum” karangan al-
Ghazaly, “al-Shury Mundzu Aristotales Hatta Ushurina al-Hadhir
karangan Imam Ali al-Nassyar.

1. Definisi / ta'rif:
‫علم يعرف فيه عن المعلومات التصورية و التصديقية من حيث انها توصل الى مجهول تصوري او تصديقي‬

Artinya: "Ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang sudah diketahui gambarannya dan
pembenarannya sekira-kira ia bisa mendatangkan kepada sesuatu yang samar
gambarannya atau pembenarannya. Atau bisa juga dikatakan: Ilmu yang mempelajari
tentang ta'rif / definisi atau dalil / hujjah / argumentasi berdasarkan akal pikiran yang
sehat dalam rangka menuju jalan kebenaran dalam dunia keilmuan.
Atau: "ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang tepat, sehat, dan benar untuk
memperoleh jalan kebenaran sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
ilmu logika.

2. Materi ilmu mantiq / logika ( ‫) موضوعه‬:


‫المعلومات التصورية و التصديقية من حيث المذكورة صحة ايصالها الى مجهول‬

3. Pelopor atau pencipta ilmu logika (‫) واضعه‬: Aristoteles

4. Hukum mempelajari ilmu mantiq / logika (‫) حكمه‬:


a. Kalau ilmu mantiqnya tidak bercampur dengan kesesatan para filosuf, maka hukumnya
fardhu kifayah berdasarkan kesepakatan para ulama.
b. Kalau ilmu mantiqnya bercampur kesesatan para filosuf, maka hukumnya
diperselisihkan di kalangan ulama, yaitu bisa haram dan bisa boleh. Tapi yang masyhur
hukumnya diperbolehkan apabila orang yang mempelajarinya sempurna aka pikirannya.

5. Nama lain dari ilmu mantiq (‫) اسمه‬: Ilmu Mantiq, Ilmu Mizan dan Mi'yarul 'Ulum

6. Hubungan ilmu mantiq dengan ilmu-ilmu lain (‫) نسبته الى غيره‬: Masing-masing mempunyai
perbedaan tersendiri

7. Masalah2 dalam ilmu mantiq (‫) مسائله‬: ilmu pengetahuan berikut pembagiannya

8. Pengambilan ilmu mantiq (‫) استمداده‬: diambil dari akal pikiran yang sehat

9. Faedah ilmu mantiq (‫) فائدته‬:


‫عصمة الذهن عن الخطء فى الفكر‬
Artinya: Menjaga kesalahan dalam berpikir.

Kata Imam Ghazali:


‫من ال معرفة له بعلم المنطق ال يوثق بعلمه‬
Artinya: Barangsiapa tidak tahu ilmu mantiq (ilmu logika), maka tidak bisa dipercaya
ilmunya.

10. Keutamaan mempelajari ilmu mantiq (‫) فضيلة‬:


‫فوقانه على غيره من حيث كونه عام لنفع اذ ال من العلم اال يحتاج الى التعريف و الدليل‬

Artinya: Berada di atas ilmu selainnya sekira-kira ilmu mantiq tersebut berlaku umum
kemanfa'atannya. Karena, tidak ada ilmu mantiq terkecuali butuh kepada ta'rif
(definisi) dan dalil (hujjah / argumentasi).

diambil dari catatan Yai Thobary Syadzily,


juan,Kegunaan,dan Manfaat Ilmu Mantik

Mempelajari ilmu mantik,seperti halnya mempelajari ilmu lainnya,tdk terlepas dari tujuan dan
kegunaan.Tujuan dan kegunaan ilmu mantik diantaranya sebagaimana dijelaskan oleh pakar ilmu mantik
(manathiqah) brkt.

Tujuan dan kegunaan ilmu mantik menurut Muhammad Nur Al-Ibrahimi*:

1. Melatih,mendidik,dan mengembangkan potensi akal dlm mengkaji objek pikir dgn menggunakan
metodologi berpikir.

2. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yg tepat.

3. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yg benar (hak) dari yg salah (batil).Adapun menurut
Imam Al-Ahdari**,tujuan dan kegunaan ilmu mantik adalah sebagai brkt.

‫ فيعصم األفكارعن غي الخطاء‬# ‫وعن دقيق الفهم يكشف الغطاء‬

mantik dapat memelihara pikiran dari kesalahan berpikir,memperdalam pemahaman,dan


menyingkap selimut kebodohan.

*)muhammad nur al-ibrahimi,ilmu manthiq,hlm.6-7.


**)imam al-ahdhari,matn al-sulam fi al-manthiq,bait ke-10.

Setelah memperhatikan tujuan dan kegunaan ilmu mantik diatas,kita semakin menyadari
betapa pentingnya mempelajari dan mengkaji ilmu mantik dlm kegiatan akademik
(ilmiah).Mengenal hal itu,Imam Al-Ghazali menegaskan*:

‫إن من ﻻمعرفة له بالمنطق ﻻيوثق بعلمه‬

sesungguhnya orang yg tdk memiliki pengetahuan ttg mantik,maka ilmunya tdk dpt
dipercaya

*)dikutip melalui muhammad nur al-ibrahimi,Op.cit.,hlm.7. juan,Kegunaan,dan Manfaat Ilmu


Mantik

*)dikutip melalui muhammad nur al-ibrahimi,Op.cit.,hlm.7.

tujuang yang akan diperoleh dari mempelajari ilmu mantiq ialah penalaran yang logis dan
tepat dalam berfikir, serta rasa kesadaran diri dalam mempertanggungjawabkan isi dari
fikiran-fikirang yang dinyatakan, dan dituturkan,

manfaat

Karena ilmu mantiq dan logika merupakan suatu ilmu tentang cara
berpikir yang lurus dan tepat yang berlandasan pada logika atau akal yang
kemudian disesuaikan dengan syaria’t Islam. Dan juga ilmu mantiq dan logika
sebagai bagian dari proses cara untuk membangkitkan kecakapan dalam berbicara
dan berfikir lurus dan tepat serta sistematis. Oleh sebab itulah ilmu mantiq dan
logika dipelajari.
 Manfa’at dari ilmu mantiq yaitu:
a. Dapat memelihara pikiran dari kesalahan berpikir, memperdalam pemahaman,
dan menyingkap selimut kebadohan.
b. Melatih jiwa manusia agar dapat memperluas jiwa fikirannya.
c. Dapat menambah kemampuan menggunakan akal dan menambah kecerdasan.
 Manfa’at ilmu logika yaitu:
a. Membuat daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga lebih menjadi
berkembang melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkap
permasalahan secara ilmiah.
b. Membuat seseorang menjadi mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan
mengerjakan sesuatu pada waktunya.
c. Membuat seseorang mampu membedakan antara pikir yang benar dan oleh
karenanya akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah
yang dengan sendirinya akan menampilkan kesimpulan yang salah.
 Kegunaan ilmu mantiq yaitu:
a. Melatih, mendidik, dan mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek pikir
dengan menggunakan metodologi berfikir.
b. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang
tepat.
c. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar dari yang salah.
d. Dengan menggunakan ilmu Mantiq orang akan mendapat kunci pembuka pintu
ruangan falsafah dan ilmu.
 Kegunaan ilmu logika yaitu:
a. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional,
kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
b. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
c. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
d. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan
asas-asas sistematis.

Metode-metode Kritis dalam Ilmu Mantiq dan Logika:


a. Metode analisis yaitu metode pemeriksaan secara konsepsial atau makna, ciri,
fungsi, dan istilah, pernyataan dan kata yang digunakan untuk menjelaskan
sesuatu.
b. Metode ekstensi yaitu metode penerapan terhadap sesuatu.
c. Metode intensi yaitu metode berupa berusaha mengetahui, memahami sifat-sifat
dari istilah sesuatu.
Didalam ilmu mantiq dan logika dikenal adanya persamaan dan perbedaan
diantara kedua ilmu tersebut, dalam hal ini dapat diketahui secara jelas yaitu:
 Perbedaan ilmu mantiq dan logika yaitu:
a. Ilmu mantiq merupakan imu yang sudah disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam
sehingga tidak bertentangan dengan dalil-dalil syar’i, sedangkan Ilmu logika
merupakan ilmu yang berasal dari hasil pemikiran murni dari para ahlinya.
b. Ilmu mantiq menguatkan cara mengotak atik otak dalam memahami objek pikir,
sedangkan Ilmu logika menguatkan kemampuan rasional untuk mengetahui dan
kecakapan pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam
tindakan.
c. Kebenaran yang diperoleh dalam ilmu mantiq disesuaikan dengan dalil-dalil
syar’i, sedangkan kebenaran yang diperoleh dalam ilmu logika masih murni dari
penalaran akal.
 Persamaan antara ilmu mantiq dan logika yaitu:
a. Kedua ilmu tersebut sama-sama menggunakan penalaran.
b. Kedua ilmu tersebut sama-sama mencari kebenaran.
c. Kedua ilmu tersebut menguatkan daya pikir akal.

erkembangan ilmu mantiq

Perjalanan mantik mulai tersebar di Andalusia dan Persia 12-13 M, dengan


gaya barunya yang mulai terbebaskan dari filsafat. Al-Ghazali kembali memberikan
inovasi baru, ketika mantik dianggap hanya dibutuhkan dalam filsafat, maka mantik
secara perlahan dibawa untuk memasuki wilayah kalam, nahwu, fiqh dan ilmu sosial.
Karena logika adalah perantara dalam segala hal, tidak hanya problem- problem
teologi dan filsafat saja.31 Sejak itu Al-Ghazali melegitimasi umat muslim untuk
mempelajari logika sebagai fardlu kifayah. Terlebih lagi, “Rasaail Mantiqiyah” karya
Ibnu Rusyd dan karya Fakhruddin al-Razi dijadikan pedoman mantik papan atas
sekaligus rujukan bagi para sarjana Muslim abad ini. Upaya Ibnu Rusyd dalam
meng-eleminasi logika Yunani ternyata menuai hasil yang tidak mengecewakan.

Al-Ghazali menyatakan bahwa teologi retoris sangat kering jika hanya


berkutat dengan logika tanpa menyentuh epistem demonstratif, sehingga butuh
sebuah upaya pengharmonisasian demi mencapai teologi yang mampu
menghilangkan skeptisisme. Mantik dalam pandangan Ghazali terbagi dua, yaitu
mantik Aristoteles yang mencakup segala pengetahuan kecuali teologis, dan mantik
kasyfi yang hanya mencakup masalah ketuhanan. Tapi menurut Ibnu Khaldun,
mantik „hissi‟ juga dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari mantik, yang mendasari
problematika kemasyarakatan.32 Dalam relasinya dengan ilmu kalam,
Ghazali lebih mengunggulkan metode qiyas dari pada istiqra‟, karena
dianggap tidak dapat membenarkan teori ketuhanan, terwujud dari
ketidakseragaman antara dunia metafisis dan realita.33 Syahdan, ilmu Kalam yang
diusung Ghazali bukan dalam artian harfiahnya (yaitu;pembicaraan), melainkan
dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri
khas ilmu Kalam adalah rasionalitas atau logika.

Ekspansi ilmu mantik dalam tataran teoritis tidak mengalami perkembangan


signifikan pada abad ke 14 M, hanya berupa penertiban materi yang sengaja
diselaraskan oleh al-Tastari di kedua madrasah abad pertengahan. Al-Taftazani dan
Al-Jurjani juga turut andil dalam memperjelas dan mensyarhi mantik. Maka
standarisasi mantik telah sempurna sekitar abad 15 M sampai sekarang.34

Laju perkembangan rasionalitas dalam kancah keilmuwan terlebih di Arab


Islam sangat pesat. Pola pikir tiap sekte dan aliran selalu mengatasnamakan akal.

Model penalaran asy‟ari dapat dikategorikan sebagai „ortodoks style‟, karena


lebih setia dengan teks suci agama di bandingkan mu‟tazilah dan filosof. Meskipun
masih dalam lingkaran Islam, tapi penalaran yang dipakai mu‟tazilah dan filosof
kebanyakan produk Yunani sehingga mulai melakukan pendekatan ta‟wil atau
interpretasi metaforis kalam Tuhan, yang mereka anggap mutasyabihaat. Nah, hal ini
disebabkan kuatnya dan peranan unsur logika serta dialektika, maka sistem ini
dinamakan ilmu Kalam atau teologi rasional. Sebenarnya tidak hanya mu‟tazilah dan
filosof saja yng mengedepankan nalar, tapi Asy‟ari pun menggunakan argumen dan
dialektika logis meskipun dalam tataran sekunder.35 Metodologi asy‟ari yang
aristotelian dengan ciri rasional-deduktif rupanya paling mendapatkan simpatisan,
terutama sekali ketika dua abad kemudian Al- Ghazali muncul dengan membawa
kekuatan argumennya yang luar biasa. Bisa disebut, madzhab ini sebagai jalan
tengah dari berbagai ekstremitas. Praktis, semua titik- titik penting keagamaaan
mereka dukung dengan argumen dan dialektik yang logis, bahkan menjadi inspirator
orisinil bagi pemikiran keIslaman. Sebagaimana pembahasan dalam teologis, pusat
argumentasi Kalam Asy‟ari berada pada upayanya untuk membuktikan adanya
Tuhan yang menciptakan seluruh jagad raya dari ketiadaan (ex nihilo) serta
pembuktian adanya Hari Akhir dan Malaikat.

Menurut teori tersebut, manusia tidaklah dilakukan dalam kebebasan dan


juga tidak dalam keterpaksaan. Tetapi manusia tetap bertanggung jawab karena dia
telah melakukan „kasb‟ dengan adanya keinginan, pilihan dan keputusan yang
diambil. Dan menurut Ibnu Taymiyah konsep ini bukannya menengahi antara
Jabariyah dan Qadariyah, tetapi lebih condong kepada kaum Jabari.

termasuk salah satu teori yang diyakini kaum asy‟ari, karena pengolahan
argumentasinya dinilai sangat logis.

Mu‟tazilah sebagai titisan kaum Khawarij dulunya, justru yang paling banyak
mengembangkan ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang. Salah satu corak
pemikiran mereka adalah rasionalitas dan paham qadariyah. Bahkan, mereka
banyak mengikuti metologi kaum jahmi yang mengingkari sifat- sifat Tuhan. Jahmi
atau Jahm Ibn Shafwan adalah seorang penalar keagamaan yang pertama kali
menggunakan unsur- unsur Yunani (Aristotelianisme) dalam keagamaan. Padahal
dia menganut konsep jabariyah yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu
kekuatan yang serupa dengan kekuatan alam, dan hanya mengenal kekuatan-
kekuatan umum (universal) tanpa mengenal kekuatan khusus (particular).

Peradaban fiqh berkembang ketika peralihan zaman Umawiyah ke zaman


Abbasiah, yaitu berdirinya „school of thought‟ oleh Abu Hanifah (699-767 M) yang
terbentuk dalam lingkungan Irak. Kekuatan politik untuk menjabarkan penalaran
ajaran Islam sangatlah riil, terlihat dari ekspansi yang berimbas juga pada kodifikasi
penalaran dalam setiap ilmu. Analogi yang banyak digunakan madzhab ini adalah
qiyas dan pertimbangan kebaikan umum (istihsan). Kemudian Syafi‟i meneruskan
tema aliran pemikiran gurunya Anas Ibnu Malik dan mulai mengembangkannya.

Dalam tataran ini, Syafi‟i begitu berjasa dengan teori yang dirumuskannya,
sebagai dasar teoritis Sunnah dan pembentukan analogi atau qiyas sebagai metode
rasional untuk mengembangkan hukum itu. Sementara itu konsensus ijma‟ juga
diterima Syafi‟i sebagai bentuk kebiasaan masyarakat. Maka, titik tolak Fiqh berkat
Syafi‟i ada empat yaitu Kitab Suci, Hadist Nabi, Ijma‟ dan Qiyas.38

DAFTAR PUSTAKA

DR. Mahmud Muhammad Ali, Al-Alaaqoh Bayna al-Mantik wa al-Fiqh, Inda


Mufakkiri al-Islam, Publisher; Ein for Human and Social Studies, Asyut, 2000, hal 63

Tathawur Mantik „Arabi, op. cit, hal 224

DR. Mahmud Muhammad Ali, op. cit, hal 50-51


Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Maktab al-
Usrah, Kairo, 2006, hal. 916-917

Koherensi sebagai teori untuk menguji kebenaran, dengan menekankan konsistensi


antara segala keputusan- keputusan bersepakat; keterkaitan.

Stoikisme merupakan aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno 308 M. percaya bahwa
akal yang meresapi alam semesta, dan orang- orang yang bijaksana harus
melakukan disiplin terhadap dirinya dalam menerima nasibnya.

DR. Muhammad Mahran, Tathawwur al- Mantiq al- „Arabi, Dar al- Ma‟arif, Kairo,
1964, hal 18-19

Tathawur Mantik Al- „Arabi, op. cit, hal 166

Mantik Ibnu Khaldun, op. cit, hal 65

Sejarah Perkembangan Logika


Sejarah Perkembangan Logika
1. Asal Usul
Logika ada semenjak manusia ada di dunia, walaupun dalam tingkat yang
sederhana, dalam kehidupan manusia pasti mempraktikkan hukum
berpikir, persoalannya.. Manusia itu tidak menyadari ia telah melakukan
kegiatan berpikir.
Hal yang seperti itu disebut sebagai logika naturalis atau logika alamiah.
Manusia berkembang semakin kompleks. Sejalan dengan itu manusia seringkali
mengalami kesulitan dalam melakukan olah pikir untuk menyelesaikan
maslahnya.
Masalah yang konpleks itu terpecahkan secara benar, maka manusia membuat
aturan-aturan berpikir, hal inilah yang biasa dikenal dengan sebutan
logika artificialis / logika buatan
2. Zaman Yunani
Sebagaimana ilmu lainnya, pemikiran ttg logikapun berawal dari Yunani,
semenjak zaman Kuno Yunani orangnya pun telah mengusahakan tentang
logika artificialis
a. Zaman Sophistika (abad ke 5 SM) telah tercatat dan menalarkan hukum
berpikir yang bertujuan awalnya hanya untuk mencari kebenaran, tetapi
bergeser diplesetkan dalam pengertian politis, yaitu ingin mencari kemenangan
dalam sebuah perselisihan.
Contoh:
Bentuk pemikiran yang diusahakan masa lalu hanyalah pada permainan kata-
kata demi kemenangan dalam perselisihan
- Barangsiapa yang lupa itu bodoh
- Barangsiapa yang banyak belajar, banyaklah tahunya dan banyaklah lupanya
- Maka orang yang banyak belajar akan makin bodoh
b. Socrates, Plato dan Aristoteles
Permainan kata kaum shopistika menimbulkan reaksi dikalangan filsuf, dengan
diawali Socrates (469 – 399 sm) membangun logika dalam arti yang benar
sebagai kritik terhadap kaum shopistika.
Usaha Socrates dilanjutkan oleh muridnya Plato (427 – 347 sm) berlanjut ke
Aristoteles dan berhasil menyusun logika yang hingga saat ini dipakai dalam
ilmu pengetahuan. Selanjutnya disebut Logika Aristoteles yang buah pikirannya
disebut Organon yang berarti alat untuk mencapai pengetahuan yang benar.
• Posisi Aristoteles sebagai guru Alexander (putra raja Macedonia, Philip) dan
guru filsafat di sekolah yang didirikannya di Athena, the Lyceum, menjadikan
pemikirannya banyak dikenal di tengah-tengah masyarakat Yunani.
• Logika Aristoteles mendapatkan tempat yang sangat prestis khususnya dalam
dunia pengetahuan. Logika Aristoteles telah mampu merapikan ‘muntahan ide’
Plato yang terabadikan dalam “dialog”nya. Pemikirannya mampu
menghegemoni rasionalitas bangsa Yunani, bahkan seolah-olah menutup
bayang-banyang dua filsuf besar sebelumya, Socrates dan Plato.
• Masyarakat Yunani menganggap Aristoteles sebagai Tuhan dan Dewa
rasionalitas. Jargon rasionalitasnya mampu meluluhkan ilmuwan pada
zamannya demi mengungkap hakekat sebuah kebenaran. Rasionalitas dalam
ilmu akan selalu diagungkan seperti halnya demokrasi dalam politik.
Logika Aristoteles
• Perumusan logika oleh Aristoteles sebagai dasar ilmu pengetahuan secara
epistemologi bertujuan untuk mengetahui dan mengenal cara manusia mencapai
pengetahuan tentang kenyataan alam semesta -baik sepenuhnya atau tidak- serta
mengungkap kebenaran. Akal menjadi sebuah neraca, karena akallah yang
paling relevan untuk membedakan antara manusia dengan segala potensi yang
dimilikinya dari makhluk lain.
• Wa Ja’ala Lakum al-Sam’a wa al-Abshâr wa al-Af`idah” ( QS: 67 Ayat
23). Oleh Ibnu Khaldun kata “af`idah” bermakna akal untuk berfikir yang
terbagi dalam tiga tingkatan.

Tingkatan Akal Menurut Ibn Khaldun


• Pertama, akal yang memahami esensi di luar diri manusia secara alami.
Mayoritas aktifitas akal di sini adalah konsepsi (tashawwur), yaitu yang
membedakan apa yang bermanfaat dan apa yang membawa petaka.
• Kedua, akal yang menelorkan gagasan dan karya dalam konteks interaksi sosial.
Aktvitas akal di sini adalah sebagai legalitas (tashdiq) yang dihasilkan dari
eksperimen. Sehingga akal di sini disebut sebagai akal empirik.
• Ketiga, akal yang menelorkan ilmu dan asumsi di luar indera, lepas dari
eksperimen empirik atau yang biasa disebut “akal nazhari”. Di sini konsepsi
(tashawwur) dan legalitas (tashdiq) berkolaborasi untuk menghasilkan konklusi.
Aristoteles mengenalkan logika sebagai ilmu (logica scientica), logika
disebutanalitica, yang meneliti
berbagai argumentasi berdasarkan proposisi yang benar
sedangkan dialektika meneliti argumen yang proposisinya masih diragukan
kebenarannya. Inti logika Aristotels adalah silogisme.
Buku Aristotels to Oraganon (alat):

1. Categoriae tentang pengertian.


2. De interpretatiae tentang keputusan.
3. Analytica Posteriora tentang pembuktian
4. Analytica Priora tentang silogisma
5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat
6. De sophisticis elenchis tentang kesesatan

Pelopor Logika
 Plato (427SM – 347SM).
 Theophrastus (370SM – 288SM), mengembangkan logika Aristoteles
 Zeno (334SM – 226SM) mengenalkan istilah logika.
 Galenus (130 – 210) dan Sextus Empiricus (200) dua orang dokter medis
mengembangkan logika menggunakan metode geometri dan
mengenalkan sistematisasi logika.
 Porohyus (232 – 305) membuat pengantar pada Categoriae.
 Boethius (480 – 524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius dalam bahasa Latin
dan mengomentari.
 Johanes Damascenus (674 – 749) menerbitkan Fons Scienteae.
c. Abad Pertengahan (800 – 1600 m)
Masa ini logika dikembangkan dan dihargai, orang Erofa belajar dengan orang
Islam. Diantaranya dinasti Abasiyah dikenal Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dengan
mengajarkan logika yang berasal dari Aristoteles, namun karena ajaran mereka
sudah tidak murni lagi, maka orang Erofa pada abad ke 13 mencari sumber
aslinya.
Aristoteles dianugrahkan sebagai bapak Logika, di abad pertengahan
dikembangkan logika modern, hingga dewasa ini logika dikembangkan menjadi
sebuah ilmu pengetahuan yang luas.
• Perkembangan ilmu berawal dari penerjemahan gede”an masa Al-Ma’mun
(dimulai masa al-Mansur) dari Dinasti Abbasiyah. Ketika itu, Al-Ma’mun
bermimpi bertemu dg Aristoteles. Perbincangan mereka mengarah pd sumber
kebenaran adlh akal. Al-Ma’mun mengirim delegasi ke Roma guna
mempelajari bbrp ilmu kemudian diterjemahkan ke dlm bhs Arab. Yahya bin
Khalid bin Barmak ‘Sang Hero’ pd masa itu, karena dia telah berhasil
membujuk bahkan membebaskan karya para intelektual Yunani dari
genggaman Romawi. Hal yg ditakutkan oleh Raja Romawi dari karya para
intelektual Yunani adah ketika buku” tersebut dikonsumsi rakyatnya dan mulai
tersebar maka agama Nasrani kemungkinan akan ditinggalkan, dan kembali pd
agama Yunani.
• Ilmu asing yang diadopsi Arab diklasifikasikan oleh Khawarizmi berjumlah
sembilan cabang ilmu, dan mantik adalah salah satu di antaranya. Ayyub bin al-
Qasim al-Raqi yang menerjemahkan Isagog dari bhs Suryani ke Arab yang
awalnya telah diadopsi dari Madrasah Iskandariah.
• Pindahnya Madrasah Alexandria ke Syria membawa banyak pengaruh dalam
dunia pengetahuan. Penertiban dan penyusunan ketika itu menjadikan logika
sebagai pedoman dan ilmu dasar dalam bidang astronomi, kedokteran dan
kalam yang berkembang pesat di Arab sekitar abad IX-XI M. Sarjana Islam
mulai proaktif dalam mengembangkan ilmu yang bernafaskan sains, termasuk
Ibnu Sina (1037 M.), seorang filsuf muslim yang juga dokter dan Abu Bakar al-
Razi yang mengawali pembukuan ilmu kedokteran dan farmasi. Ibnu Rusyd
(1198 M.) kemudian ikut andil dalam mengkolaborasikan logika Aristoteles
dengan ilmu Islam termasuk filsafat dan nahwu. Al-Ghazali juga mulai
mengkolaborasikan mantik dengan ilmu kalam pada periode selanjutnya.
• Dalam riwayat al-Qadli al-Sha’id al-Andalusi (1070 M./462 H.) dijelaskan,
bahwa Ibnu Muqaffa’ (760 M./142 H.) diyakini sebagai penerjemah awal ilmu
mantik. Ia telah menerjemahkan tiga buku karya Aristoteles yaitu, Categorias,
Pario Hermenais, Analytica, serta Eisagoge karya Porphyry.
• Hunain bin Ishaq, salah satu ahli bhs, jg berpartisipasi menerjemahkn berbagai
disiplin ilmu Yunani ke dlm bhs Arab. Bahkan Ishaq jg ikut menerjemahkan
dari bhs Suryani. Dalam buku Thatawwur Mantiq al-Araby dijelaskan, sekitar
tahun 800 M. adlh awal penerjemahan buku” Yunani.
• Organon adlh kitab pertama yg diterjemahkan ke Arab. Orang-orang Nasrani
ketika itu jg banyak membantu dalam proses penerjemahan, yg secara tidak
langsung pemikiran Aristoteles berkembang biak tidak hanya dlm kedokteran,
astronomi dan matematika melainkan mulai menyentuh wilayah teologi Kristen.
• Sejak saat itu, mantik menjadi pemeran utama dlm ilmu kedokteran dan mulai
berkembang dalam bahasa Arab sekitar abad ke-9 hingga abad ke-11 M. yg
diprakarsai oleh Yahya bin Musawiyah, spesialis penerjemah ilmu kedokteran
dari Yunani ke Arab.
• Hadirnya madrasah di Jundisapur (Persia) yg mengawali pelatihan
penerjemahan dari teks Yunani pd awal abad pertama yg akhirnya berpindah ke
Bagdad. Dari sinilah lahir sarjana muslim yang berkompetensi tinggi untuk
mengenalkan mantik dalam ilmu keislaman, sebut saja Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina, Al-Razi, Al-Ghazali dst.
• Stoicisme mengklasifikasikan ilmu menjadi 3, yaitu metafisika, dialektika dan
etika. Dialektika adlh logika. Mereka cenderung memasukkan logika bagian
dari Filsafat.
• Berbeda dg Ibnu Sina (1037 M.) dlm bukunya al-Isyârât wa al-Tanbîhât yg
memisahkan logika sbgai ilmu independen sekaligus sbgai pengantar.
• Al-Farabi (950 M.) berpendapat bahwa mantik adalah Ra’îs al-‘Ulum yg
independen. Keterpengaruhan mantik arab dengan neo-platonisme dan
Aristoteles sangat jelas jika dilihat dlm hal ini, krn essensi logika itu sendiri
adlh ketetapan hukum untk mengetahui sst yg belum diketahui.
Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu ada dua;
• pertama ilmu murni-independen (‘ulûm maqshûdah bi al-dzât) seperti ilmu
syari’at yang mencakup ilmu tafsir, hadits, fikih dan kalam, dan ilmu filsafat yg
mencakup fisika dan ketuhanan.
• Kedua, ilmu pengantar (âliyah-wasîlah) bagi ilmu-ilmu murni-independen,
seperti bhs Arab dan ilmu hitung sebagai pengantar ilmu syari’ah, dan mantik
sbg pengantar filsafat.
• Pengkajian ilmu pengantar hendaknya hanya sebatas kapasitasnya sebagai
sebuah alat bagi ilmu independen. Jika tidak, ilmu alat atau pengantar akan
keluar dari arah dan tujuan awal, dan bisa mengaburkan pengkajian ilmu-ilmu
independen.
• Perjalanan mantik Arab mengalami sedikit goncangan dari ulama klasik.
Bantahan dan sanggahan terhadap al-Kindi tak dapat dihindari. Menurut mereka
belajar filsafat sama halnya belajar sesuatu yang menyesatkan. Parahnya,
mereka mengklaim bahwa mempelajari filsafat dan mantik adalah bagian dari
perbuatan setan.
• Imam al-Syafi’i banyak mengeluarkan hadist-hadist larangan terhadap
pembacaan logika dan filsafat. Salah satunya berbunyi “akan dianggap bodoh
lagi diperdebatkan bagi mereka yang mulai meninggalkan bahasa Arab dan
berganti mempelajari filsafat Aristoteles”.
• Padahal Imam Syafi’i banyak menggunakan metode eksplorasi (istiqrâ`) untuk
mengambil istinbath hukum. Ada pula riwayat yang berbunyi “barang siapa
yang mempelajari logika, maka disamakan dengan kaum zindiq”. Intinya,
menyatakan pelarangan terhadap mantik dan filsafat, seperti yang sudah
dikemas oleh Syeikh Islam Ismail Harawi dalam periwayatannya.
• Kecaman dan penolakan terhadap mantik berawal ketika Al-Mutawakkil mulai
menduduki kekhalifahan Abbasiyah (846 M/232 H). Penentang terbesar
terhadap pemikiran Yunani adalah golongan teolog Asy’ariyah terutama Al-
Ghazali (1059-1111 M).
• Mantik dan filsafat terus dikecam oleh doktrin ke-salafan, sampai pada
akhirnya muncul Ibnu Rusyd pemikir besar Islam yang berani melawan
mainstream tersebut dengan bukunya Tahâfut al-Tahâfut. Yang juga menjadi
komentator atas aliran Aristoteles –selain Ibnu Sina dan Ibn Rusyd- adalah
Suhrawardi dengan magnum opusnya “Hikmat al-Isyraq”, yang berisikan
kritikan terhadap aliran Paripatetik dan filsafat materialisme yang dianut oleh
aliran Stoicisme.
• Perlawanan terus berlanjut bahkan sampai puncaknya pada abad ke-13 dan ke-
14 M. Apalagi setelah terbunuhnya filsuf muslim Sahruwardi pada akhir abad
ke-12 M., muncul dua penentang papan atas yaitu, Ibnu Sholah (1244 M.) dan
Ibnu Taimiyah (1328 M.). Adapun Ibnu Taimiyah melakukan pemboikotan
terhadap buku-buku filsafat dan mantik, serta melontarkan predikat ‘kafir’
terhadap Ibnu Sina dalam bukunya “Majmu’ah Rasâ`il al-Kubrâ” (terbitan
Kairo, hal 138).
• Pada masa inilah, pengikisan mantik mulai terlihat. Muncul setelahnya, abad
ke-14 M. Imam Al-Dzahabi yang juga melakukan perlawanan terhadap
perjalanan filsafat dan mantik Yunani. Hal-hal seperti itulah yang dilakukan
ulama salaf guna membendung fitnah dalam pentakwilan teks-teks suci al-
Qur’an dan Hadist.
• Al-Ghazali menyatakan bahwa teologi retoris sangat kering jika hanya berkutat
dgn logika tanpa menyentuh epistem demonstratif, shg butuh sebuah upaya
harmonisasi demi mencapai teologi yang mampu menghilangkan skeptisisme.
• Mantik dalam pandangan al-Ghazali terbagi dua, yaitu mantik Aristoteles yang
mencakup segala pengetahuan kecuali teologis, dan mantik “kasyfi” yang hanya
mencakup masalah ketuhanan.
• Menurut Ibnu Khaldun, logika empirik (mantiq hissi) juga dapat
diklasifikasikan sebagai bagian dari mantik, yang mendasari problematika
kemasyarakatan.
• Dalam ilmu kalam, al-Ghazali lebih mengunggulkan metode analogi (qiyâs)
dari pd eksplorasi (istiqrâ’) karena dianggap tidak dapat membenarkan teori
ketuhanan, terwujud dari ketidakseragaman antara dunia metafisis dan realita.
Perkembangan di Barat
• Pengaruh rasionalitas Aristoteles terhdp peradaban Eropa secara periodik
terbagi 3, yaitu permulaan abad Masehi (abad ke-2 dan ke-3 M.) ; pertengahan
abad (sekitar abad ke-13 - abad ke-16 M.) ; akhir abad ke-19 M.
• Otoritas gereja pd abadvpertengahan menghegemoni hampir semua wilayah
Eropa dgmengusung etika rasional sbg titik tolak pemikiran, shg wahyu Tuhan
seakan dipaksakan untuk memasuki wilayah akal. Inilah yg menimbulkan
perpecahan dlm gereja.
• Abad ke-12 M, gereja mulai menerjemahkan karya sarjana Muslim yang
berpusat di Spanyol dan Napoli. Orang Yahudi ketika itu banyak mempelopori
penerjemahan kitab kedokteran, logika, matematika, astronomi dan filsafat.
Buku filsafat pertama yang diterjemahkan adalah al-Syifa’ karya Ibnu Sina
(1037 M.) yang sangat melegenda kemudian mulai melebarkan sayap terhadap
karya Al-Farabi dan Al- Kindi.
• Adopsi karya” tersebut didukung dg hadirnya Madrasah Paris yg sedang naik
daun dan dpt ‘restu’ dari Raja Philip dan Agustus. adopsi karya sarjana muslim
tidak berjalan mulus bahkan mendapatkan penyangkalan dan pembantahan dari
pihak gereja yang masih fundamentalis yg dianggp berlawanan dg hasil
konsensus gereja, maka secara resmi gereja mengeluarkan pelarangan dan
pemboikotan terhadap karya Aristoteles pada tahun 1210 M.
• Kemudian menerjemahkan karya Aristoteles langsung dari buku Yunani, inilah
yg banyak membantu Thomas Aquinas dlm pembaruan gereja. Di sinilah awal
permulaan terbaginya madrasah Eropa menjadi empat pusat keilmuwan, yaitu
madrasah Agustine, Dominika, Rasional Latin dan Oxford.
Logika Modern
 Buku-buku Aristotels masih digunakan
 Thomas Aquinas (1224-1274) mengadakan sistematisasi logika
 Tokoh-tokoh Logika Modern
 Petrus Hispanus (1210-1278)
 Roger Bacon (1214-1292)
 Raymundus Lullus (1232-1315) menemukan Ars Magna sejenis aljabar
pengertian.
 William Ocham (1295-1349)
 Thomas Hobbes (1588-1626) menulis Leviatan dan John Locke (1632-
1704)menulis An Essay Concerning Human Understanding.
 Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif dengan
bukunya Novum Organum Scientarium.
 J.s. Mills (1806-1873) menekankan pada pemikiran induksi dalam
bukunya System of Logic.
 Tokoh-tokoh Logika Simbolik
 G.W. Leibniz (1646-1716)
 George Boole (1815-1864)
 John Venn (1834-1923)
 Gottlob Frege (1848-1925)
 Chares Sandres Peirce (1839-1914) filsuf USA memperkenalkan dalil Peirce.
 Alfred North Whitehead (1861-1914) dan Bertrand Arthur William Russel
(1872-1970) puncak kejayaan logika simbolik dengan terbitnya Principia
Mathematica.
 Ludwig Wittgenstain (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel
(1906-1978), dll

 Logika sebagai matematika murni, matematika adalah logika yang


tersistimatisasi, matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur
menggunakan simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika
tersistimatisasi dikenalkan oleh Galenus danSextus Empiricus.
• Pada hakekatnya relasi mantik dan filsafat tidak akan terpisahkan, karena
‘berfilsafat’ harus menggunakan akal sehat dg melepas subjektifitas. Sedangkan
agama dasar utamannya adalah kekuatan iman, bukan akal.
• Pergolakan iman Kristiani banyak tercabik-cabik dalam pertengahan abad
pertama, yaitu dg munculnya asumsi gereja yg menyatakan tidak adanya filsafat
dlm agama krn itu sangat mustahil. Melihat tujuan utama agama nasrani adalah
“fikratul khallash”, yg menurut sebagian tokoh gereja tidak ada sangkut-
pautnya dengan filsafat.
• Berbeda dg pemikiran Agustine yang banyak menghubungkan wilayah agama
dan rasionalitas. Dalam bukunya “De Civitate Dei” dikatakan bahwa filsafat
Kristen adalah cinta akan kebenaran, dan kebenaran merupakan ‘kalimah’ yg
menyatu dlm tubuh al-Masih. Argumen selanjutnya, Agustine tidak mengakui
otoritas wahyu, karena nasrani adalah agama yang rasional.
• Agustine menjelaskan korelasi antara rasionalitas dan iman, bahwa fungsi akal
mendahului iman (Ratio antecedit fidem) guna menjelaskan nilai-nilai
kebenaran dalam akidah, sedangkan tujuan iman mendahului akal (Credo ut
intelligam) hukumnya wajib agar akal digunakan untuk memikirkan akidah.
• Dan dari sini dapat ditarik benang merah bahwa tujuan hakiki filsafat adalah
bukan berpikir untuk berakidah, melainkan berakidah untuk berpikir. Hal ini
sangat berlawanan dengan pernyataan Thomas Aquinas (1274 M.), bahwa
berpikir merupakan titik pemberangkatan untuk berakidah.
• Pemisahan rasionalitas dengan agama juga menjadi bahasan utama oleh Dr.
Zaki Najib Mahmud, sejatinya agama berangkat dari wahyu disertai nash-nash
ilahiyah yang terjaga, maka ketika membahas ‘rasionalitas agama’ lebih
ditujukan kepada proses penalaran yang berangkat dari agama. Nash agama
selalu bersifat tunggal, tetapi nash yang berangkat dari penalaran agama akan
bervarian selaras dengan perbedaan segi pandangan akal terhadap agama.
• Zaman Renaissance adalah yang menjembatani perkembangan rasionalitas dari
abad pertengahan ke era modern sekitar tahun 1400-1600 M. dengan tokoh
utama Francis Bacon (1562-1626 M.), Nicollo Machiavelli (1469-1527 M.).
Mereka mulai menguak kebudayaan klasik Yunani-Romawi kuno yang
dihidupkan kembali dalam kesusastraan, seni dan filsafat. Jargon utamanya
adalah “Antroposentris” ala mereka, pusat perhatian pemikiran tidak lagi
wilayah kosmos, melainkan manusia. Mulai sekarang manusialah yang
dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
sumber :
http://mambaulhikaminduk.blogspot.com/2011/09/penghantar-ilmu-mantiqilmu-
logika.html

Sejak berabad-abad lamanya Manusia telah mengajukan pertanyaan-


pertanyaan filosofis seperti, adakah pencipta alam semesta ataukah ada dengan
sendirinya? Bagaimana dunia diciptakan? Adakah khendak atau makna dibalik
apa yang terjadi? Adakah kehidupan setelah kematian? Bagaimana seharusnya
kita hidup?dll. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini manusia berpegang
teguh pada akal mereka, namun akal manusia terbatas sehingga permasalahan-
permasalahan filosofis ini tidak terjawab semuanya, maka sudah seharusnya
manusia juga berpegang pada nash (al Qur’an dan Sunnah), sebagaimana
dijelaskan Abu Ishaq Ibrahim al Banaani dalam muqoddimah as Sanusiyah,
bahwa pencapaian ilmu pengetahuan menurut imam Asy’ari ada tiga metode :
pertama, panca indra yang sehat, kedua, khabar mutawatir (al Qur’an dan
sunnah), dan ketiga, akal.[1]
Thales (624-546 SM) terhitung sebagai filsuf pertama pada sejarah filsafat
Yunani, lain dari pada itu ia juga termasuk orang pertama yang mencoba
menafsirkan bahwa segala sesuatu bersumber dari air, Menurut Aristoteles saat itu
Thales telah melakukan logika induktif.[2]Aristoteles memperkirakan bahwa
Thales pernah mengatakan bahwa “ semua benda itu penuh dengan tuhan atau
dewa”, Aristoteles telah menafsirkan pendapat Thales dalam bukunya “An Nafs”,
berkata: “kemungkinan yang dimaksudkan Thales, bahwa alam ini mempunyai
jiwa/ruh sedangkan yang mengatakan ruh universal adalah Plato yang masa
hidupnya jauh setelah Thales”.[3]
Para sejarawan berbeda pendapat pada kedudukan ilmu logika bagi
Aristoteles, karena Aristoteles membagi disiplin ilmu pengetahuan menjadi 3
bagian :
1. Theoretical “al Ulum an Nadzoriyah”, yang terdiri dari tiga 3 disiplin ilmu :
pertama, Metafisika“Maa Ba’da Thabi’ah”, kedua, Matematika“ Ar Riyadiyah”,
dan ketiga, Fisika“Fiziyaa”
2. Practical “al Ulum al Amaliyah”, yang terdiri dari 3 disiplin ilmu : pertama,
Etika“al Akhlaq”, kedua, Politik“as Siyasah”, dan ketiga, Ekonomi“al Iqtishody
aw tadbir al manzil”
3. Poetical “al Ulum as Syi’riyyah”, yang juga terdiri dari 3 pokok disiplin ilmu :
pertama, Musik“al Musiqy”, kedua, Syair“as Syi’ry”, dan ketiga, Arsitektur“Fan
al ‘Imarah”.
Setelah dianalisa dari pembagian disiplin ilmu ini, Aristoteles tidak
memberikan kedudukan untuk ilmu logika atau dengan kata lain, ilmu logika tidak
menjadi bagian pada 3 disiplin ilmu diatas. Ini menjadi perhatian para ilmuwan
dan sejarawan dalam qurun waktu yang sangat lama sampai saat sekarang ini.
Salah seorang filsuf, E. Boutroux mengatakan dalam bukunya“Dirassat fi Tarikh
Falsafah” : “Aristoteles tidak menyebutkan ilmu logika pada pembagian disiplin
ilmu, mungkin karena pembagian disiplin ilmu itu menunjukan suatu fakta,
sedangkan ilmu logika hanya menunjukan metode penggambaran (Tasawwurat)
saja.[4]
‫ الحد والموضوع ثم الثمرة‬# ‫إن مبادئ كل فن عشرة‬
‫ واإلسم االستمداد حكم الشارع‬# ‫وفضله ونسبة والواضع‬
‫ ومن دري الجميع حاز الشرفا‬# ‫مسائل والبعض بالبعض اكتفي‬
A. Definisi ilmu logika
Secara etimologi, logika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu logos,
Heraclitus mengartikan kalimat ini dengan pikiran dan kebenaran, hanya saja
Heraclitus menjadikan kalimat ini sesuatu yang azali dan abadiyang mana ketika
mendengar kalimat ini manusia lemah dalam memahami dan seakan-akan ia
pertama kali mendengarnya.[5]Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu Logika
diterjemahkan menjadi ‫( منطق‬masdar mimi) dari asli kalimat ‫ نطق‬yang berarti
perkataan dan pengetahuan[6]. Adapun secara terminologi ilmu Logika
mempunyai banyak definisi, namun definisi ini tidak terlepas dari ta’rif bil
had dan ta’rif birrosmi.[7]
Contoh ta’rif bil had :
 Ibrahim al Baijuri, ‫علم يبحث فيه عن المعلومات التصورية والتصديقية من حيث انها توصل الى أمر‬
‫[مجهول تصوري أو تصديقي أومن حيث ما يتوقف عليه ذلك‬8]
 Atsiruddin bin Amr al Abhari, ‫علم يبحث فيه عن األعراض الذاتية للتصورات و التصديقات من‬
‫[حيث نفعها في االيصال الى المجهوالت‬9]
 Ibnu Sina, ,‫ الي أمور مستحصلة‬,‫ من أمور حاصلة في ذهن االنسان‬,‫علم يتعلم فيه ضروب االنتقاالت‬
‫[وأحوال تلك األمور‬10]
 Ibnu al Marzaban, ‫ي الصور والمواد يكون الحد الصحيح الذي‬ ّ ‫تعرف‬
ّ ‫أن من أ‬ ّ ‫الصناعة النظرية التي‬
‫ والقياس الصحيح الذي يسمى برهانا‬,‫[يسمى حدّا‬11]
Seperti hewan (jinsun) dan berfikir (fashal), yang mana keduanya telah
diketahui penggambarannya dalam akal (ma’lum tasawwuri), maka kalimat dari
keduanya akan mengantarkan kepada sesuatu yang tidak diketahui
penggambarannya dalam akal (majhul tasawwuri) yaitu manusia. Adapun yang
mengantarkan kepada sesuatu yang tidak diketahui dalam akal disebut
definisi (ta’rif, qaul syarih, mu’arrif).
Sama halnya dalam suatu silogismus (Qiyas Mantiki)[12], seperti pernyataan
“alam ini berubah-ubah” (premis minor) dan “setiap yang berubah-ubah itu baru”
(premis mayor) dari kedua premis yang telah diyakini dan dapat dihukumi dengan
akal (ma’lum tasdiqi), maka dari kedua premis ini akan mengantarkan kepada
suatu kesimpulan atau konklusi yang tidak diketahui dalam akal(majhul
tasdiqi) yaitu alam ini baru. Dan ada pun yang mengantarkan kepada suatu
kesimpulan ini disebut dengan demonstrasi atau argumen (Burhan, dalil, Qiyas
dan hujjah).
Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal :
1. Kebenaran premis minor
2. Kebenaran premis mayor
3. Keabsahan pengambilan kesimpulan
Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak dipenuhi maka
kesimpulan yang ditariknya akan salah.[13]
Contoh ta’rif birrosmi :
 Atsiruddin Ibn Amr al Abhari, ‫[قانون يعرف به صحيح الفكر وفاسده‬14]
 Taqiyuddin Ibn Taimiyyah, ‫ بل‬,‫آلة قانونية تعصم مراعاتها الذهن أن يزل في فكره دعوي كاذبة‬
‫[منأكذب الدعاوى‬15]
 Dan Imam al Quzwaini al Katibi menyebutkan dalam bukunya “Risalah As
Syamsiyah fi al Qowaid Mantiqiyah”, ‫الة قانونية تعصم مراعاتها الذهن عن الخطأ في‬
‫ي وبعضه‬ ّ ‫ بل بعضه بديه‬,‫وليس كله بديهيا واال الستغنى عن تعلمه وال نظريا واال لدار وتسلسل‬,‫الفكر‬
‫ي يستفاد منه‬
ّ ‫[نظر‬16]
Abu Nasr al Farabi memaparkan dalam bukunya “al Madkhal” bahwasanya
kalimat logika atau mantiq menurut Yunani (Qudama’)menunjukan tiga hal :
1. Suatu kemampuan pada diri manusia dalam memikirkan segala sesuatu yang
logis, yang mana dengan kemampuan itu manusia dapat mencapai pengetahuan
dan perindustrian, dan dengan kemampuan itu manusia dapat membedakan
perbuatan yang baik dan jahat.
2. Pengetahuan yang terdapat pada diri manusia dengan perantara pemahaman, dan
mereka menamakannya “An Nuthqu Ad Dakhili”.
3. Suatu perkataan yang bersumber dari lisan, yang menunjukan apa yang ada dalam
perasaan ataupun angan-angan, dan mereka menamakannya dengan “An Nuthqu
Al Khoriji”.[17]

B. Pokok pembahasan atau objek ilmu logika

Setiap ilmu pengetahuan mempunyai keistimewaannya masing-masing, yang


mana keistimewaan ini dapat ditemukan dari segi definisi ilmu pengetahuan dan
dari segi objek yang akan dibahas oleh ilmu pengetahuan itu, dalam ilmu fiqih
misalnya mempunyai objek pembahasan perbuatan mukallaf yang ditinjau dari
segi halal, haram, sunnah, makruh, mubah dll, sedangkan ilmu ushul fiqih objek
pembahasannya adalah pengambilan intisari hukum dari al Qur’an dan Hadist.
Ilmu logika mempunyai dua pokok pembahasan :
1. Tashawwurat (gambaran, konsepsi), yang akan mengantarkan pada difinisi
2. Tashdiqat (keyakinan,pembenaran), yang akan mengantarkan pada demonstrasi
atau argumen
Masing-masing dari tashawwur dan tashdiq mempunyai dasar dan tujuan, dasar
dari pada tashawwur adalah lima universal (kulliyat khoms) antara lain : jenis
(jinsun), spesies (nau’), pembeda (Fashal), keistimewaan yang khusus (‘arod
khos), dan keistimewaan yang umum (‘arod ‘am), dan tujuan tashawwur adalah
definisi (ta’rif, qaul syarih, mu’arrif).Adapun dasar dari pada tashdiq adalah
proposisi dan hukum-hukumnya (qadhoya wa ahkamuha) dan tujuannya adalah
demonstrasi atau argumen (burhan, dalil, hujah).

C. Faedah dalam mempelajari ilmu logika

Faedah ilmu logika dapat disimpulkan dari ta’rif birrosmi ilmu logika yaitu
kaedah-kaedah yang menghindarkan akal dari kesalahan dalam berfikir. Maka
dengan memperhatikan kaedah-kaedah berfikir tersebut dapat diketahui keabsahan
dan kevalidan suatu argumen. Ibnu Sina menegaskan pada bukunya “As
Syifa” pada mulanya manusia memikirkan bagaimana sesuatu yang tidak
diketahui dapat dihasilkan dari sesuatu yang diketahui, dan memikirkan
bagaimana keadaannya serta penertibannya dalam akal, agar ilmu itu memberikan
faedah tentang yang tidak diketahui.[18]Namun tidak kalah pentingnya dengan
mamfaat ilmu logika yang dipaparkan oleh Ibnu Malakah al Bagdadi dalam
bukunya “Al Mu’tabar Fi al Hikmah”, ia memberikan kesimpulan bahwasnya
ilmu logika memberikan hidayah pada akal kepada hakikat ilmu pengetahuan dan
menghindarkan ilmu pengetahuan itu dari penyimpangan dan kekeliruan.[19]
D. Keutamaan ilmu logika

Melihat dari pada pokok pembahasan ilmu logika dapat dikatakan bahwasanya
ilmu logika mempunyai mamfaat yang umum, Abu Nasr al Farabi menjadikan
ilmu logika sebagai muqoddimah dalam mempelajari filsafat, maka barang siapa
yang tidak mempelajarinya akan sangat tidak mungkin baginya untuk mempelajari
filsafat, karena filsafat dicapai dari kualitas diskriminasi yang bersumber dari
kemampuan berfikir dalam mengetahui kebenaran, dan disiplin ilmu yang
menghasilkan kemampuan itu adalah mantiq.[20]Ibnu Sina juga berpendapat
bahwasanya ilmu logika adalah alat yang akan mengantarkan manusia untuk
mencapai hukum secara teori (Ahkam an Nadzariyyah) dan secara operasi (Ahkam
al Amaliyah), disamping mantiq menghindarkan manusia dari kesalahan berfikir
juga menghindarkannya dari kelalaian dalam suatu penelitian, namun juga akan
memberikan metode dalam penelitian itu.[21]Dalam buku “Mustashfa” imam
Ghozali juga menjadikan ilmu mantiq sebagai muqaddimah disiplin ilmu secara
keseluruhan,[22]ini dapat diperkuat dari perkataannya “ ‫ومن لم يعرفهفال ثقة‬
‫”بعلومه‬.[23]

E. Keharmonisan ilmu logika dengan berbagai ilmu pengetahuan


Dapat dikatakan ilmu logika atau ilmu mantiq biasa menjadi penjelas untuk
disiplin ilmu lainnya, lebih dari pada itu ilmu logika juga mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan hati atau ruh, seperti hubungan ilmu Nahwu dengan lisan,
dan dapat diibaratkan hubungan ilmu logika dengan perkataan, seperti hubungan
musik dengan suara.[24]
Imam Akhdhori berkata “‫”وبعد فالمنطق للجنان نسبته كالنحوللسان‬.[25]
Yang dapat dilihat dalam bidang ilmu Kalam, Ushul Fiqih, Filsafat dan lain
sebagainya, kebanyakan ulama baik yang terdahulu atau pun kontemporer
memakai metode ilmu Logika dalam menerangkan karangan-karangan mereka
atau pun dalam membuat suatu definisi, seperti Imam Ghozali yang menjadikan
ilmu Mantiq sebagai pendahuluan dalam bukunya “Mustashfa”, bahkan imam
Ghozali menjadikan mantiq sebagai pendahuluan untuk seluruh disiplin ilmu
seperti apa yang dikatakan dalam bukunya “Mustashfa” :
‫ ونذكر شرط الحد الحقيقي و‬,‫"نذكر في هذه المقدمة مدارك العقول وانحصارها في الحد و البرهان‬
‫شرط البرهان و أقسامها علي منهاج أوجز مما ذكرنا في كتاب "محك النظر" و كتاب "معيار العلم" و‬
‫ ومن ال يحيط‬,‫ بل هي مقدمة العلوم كلها‬,‫ليست هذه المقدمة من جملة علم األصول وال من مقدماته الخاصة‬
"‫بها فال ثقة له بعلومه أصال‬
F. Pengarang ilmu logika
Sejak tahun 624 sampai tahun 428 SM yaitu dari periode Thales sampai
dengan Plato ilmu Logika belum menjadi disipin ilmu yang dibukukan, dengan
kata lain ilmu logika hanya menjadi pengetahuan yang hanya terstruktural dalam
akal, berbeda dengan priode Aristoteles yang berperan penting dalam pembukuan
disiplin ilmu logika.
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Macedonia dan datang ke Akademi
Plato ketika usia Plato 61 tahun, ia menjadi murid di Akademi Plato selama
hampir 20 tahun. Ayah Aristoteles adalah seorang dokter yang dihormati dan juga
seorang ilmuan, ini menjadi latar belakang yang memberikan gambaran tentang
proyek filsafat Aristoteles. Yang paling menarik bagi Aristoteles adalah telaah
alam. Dia bukan hanya filsuf Yunani besar yang terakhir, namun juga ahli biologi
besar Eropa yang pertama.[26]
Aristoteles mengumpulkan pembahasan-pembahasan ilmu logikanya dalam
karangan “Organon” yang tersusun dari pada 6 kitab :
1. The Categories, menerangkan pokok penggambaran dalam suatu pengertian yang
disebut dalam bahasa latin (Categoriae seu praedicamenta) dan pada pasal kelima
terakhir pada buku ini menerangkan judul (Post Praedicamenta)
2. On Interpretation, kitab yang memperhatikan analisa proposisi (qodoya) dan
hukum-hukumnya yang dalam bahasa latinnya adalah (Perihermenias seu de
Interpretatione)
3. The First Analytics, memaparkan teori silogisme yang dalam bahasa latinnya
(Analytica Priora)
4. The Second Analytics, yang membahas teori demonstrasi yang dalam bahasa
latinnya adalah (Analytica posteriora)
5. Topics, pembahasan yang mengingkap metode berdebat dan memaparkan
argumentasi yang masih memungkinkan akan kebenarannya (Ihtimaly)
6. On Sophistical Refutations, buku yang membahas tentang pembantahan argumen-
argumen kaum Sophis dan membongkar kesalahan-kesalahan mereka dalam
berpikir.[27]

G. Nama-nama ilmu logika


Dalam buku “As Sullam al Munawraq” secara jelas Imam Akhdhori
menyebutkan disiplin ilmu logika dengan “Ilmu Mantiq”, seperti halnya sebagian
ulama yang menyebutkan ilmu logika dengan “Mizan” dan Imam Ghozali sendiri
menyebutkan ilmu logika sebagai“Mi’yar Ulum”.
Adapun alasan ilmu logika disebut dengan “Ilmu Mantiq” karena mantiq
secara aslinya bermakna pengetahuan “Al Idrok”, potensi berfikir “Quwatu al
Aqilah” dan pengucapan“An Nuthqu”, maka secara tidak langsung ilmu logika
akan memperbanyak pengetahuan, memperkuat serta menyempurnakan potensi
dalam berpikir, dan memberikan kemampuan dalam beretorika.[28]
H. Sumber ilmu logika
Akal menjadi sumber dalam ilmu logika seperti halnya pertanyaan-pertanyaan
filosofis yang dijawab oleh manusia dengan akal mereka sejak berabad-abad
lamanya, tapi dalam berfikir tidak selamnya benar. Selalu ada kendala atau
permasalahan-permasalahan yang secara tidak langsung membuat manusia
kontradiksi dengan manusia yang lainnya, bahkan kontra dengan dirinya sendiri
sehingga dibutuhkanlah suatu rambu-rambu yang mengatur metode berfikir
manusia yaitu mantiq.
I. Hukum mempelajari ilmu logika
Imam Baijuri membagi ilmu mantiq menjadi dua bagian :
Pertama, ilmu logika yang terlepas dari kesesatan filsuf seperti “Sullam al
Munawroq”,“Isaghuji”, ringkasan Ibnu ‘Arofah, “Risalah as Syamsiyah fi al
Qowaid Mantiqiyah”karangan Imam al Quzwaini al Katibi, “Tahdzib
Mantiq”karangan Imam Sa’ad at Taftazani dll.
Kedua, ilmu logika yang tidak terlepas dari kesesatan filsuf seperti yang
disebutkan pada buku-buku ulama terdahulu, pada bagian inilah menjadi
perdebatan diantara para ulama.[29]
Sebagaimana dipaparkan oleh Imam Khudhori dalam mattan sulam al
Munawroq:
‫والخلف في جواز االشتغال * به علي ثالثة أقوال‬
‫فابن الصالح والنواوى حراما * وقال قوم ينبغي أن يعلم‬
‫والقولة المشهورة الصحيحه * جوازه لكامل القريحه‬
‫ممارس السنة والكتاب * ليهتدي به الى الصواب‬

J. Permasalahan –permasalahan dalam ilmu logika


Pembahasan ilmu logika tidak terlepas dari pada pembentukan suatu definisi dan
argumen, yang mana pembentukan definisi tersebut diambil dari penggambaran
terhadap sesuatu, contohnya pendefinisian manusia dengan makhluk hidup yang
berakal. Adapun pembentukan argumen yang disimpulkan dari beberapa
proposisi, contohnya Socrates adalah makhluk hidup (premis minor), setiap
makhluk hidup akan mati (premis mayor), maka dapat disimpulkan bahwa
“Socrates akan mati”.
K. penutup
maka dari tulisan yang singkat tentang ilmu logika ini dapat kita simpulkan bahwa
pembahasan ilmu logika hanya berkisar pada pembahasan-pembahasan akal, yang
mana ketika disesuaikan dengan kenyataan atau fakta akan menghasilkan
kebenaran (keyakinan sempurna yang sesuai dengan fakta dan didasari sebuah
bukti). Lain dari pada itu, ketika kita khendak mendalami atau menyelami suatu
disiplin ilmu tertentu, maka semestinya untuk tahapan yang pertama, kita
mengetahui sepuluh metode dasar ilmu pengetahuan atau muqoddimah ilmu
pengetahuan itu, agar memberikan gambaran secara umum hal-hal yang
terpenting yang harus diketahui oleh penuntut ilmu sebelum menyelami disiplin
ilmu tertentu.
Sekian semoga bermamfaat dan dapat kita amalkan kelak dalam kehidupan sosial,
dan semoga kita selalu mendapatkan petunjuk dan hidayah Nya,
Amin. Walhamdulillah robbil ‘alamin wallahu ‘alam bishowab.

[1]Abu Ishaq Ibrahim al Andalusi as Sarqusti bin Abu Hasan al Banaani, al Mawahib ar
Robbaniyah fi syarh al Muqoddimat as Sanusiyah, hal 4.
[2]Induktif : penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan
yang bersifat umum, deduktif : menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi
kasus yang bersifat individual (khusus). Lihat filsafat ilmu, sebuah pengantar popular,
hal. 46-48.
[3]Musthafa Hasan an Nasyar, fikrotul al Uluhiyah ‘inda Aflathon wa atsaruha fi al falsafah
al Islamiyah wa al Gorbiyyah, hal. 41.
[4]Prof. Dr. Mahir Abdul Qodir Muhammad dan Dr. Muhammad Muhammad Qosim, Usus al
Mantiq As Shury, hal. 14.
[5]Prof. Dr. Jamaluddin Afifi, Allah, wal ‘Alam, wal Insan ‘indal Falasifah Yunani,diktat kuliah,
hal. 37.
[6]Imam Ahmad bin Abdul Mun’im Ad Damanhuri, Idhohul Mubham Lima’ani Sullam, hal. 36.
[7]Ta’rif bil had : definisi yang tersusun dari jenis yang terdekat (jinsun qorib) dan
pembeda yang dekat (fasl qorib), sedangkan ta’rif birrosmi : definisi yang tersusun dari
jenis yang dekat (jinsun qorib) dan keitimewaan (Khosoh).
[8]Ibrahim al Baijuri, Hasyiyah al Baijuri ala Sullam al Munawroq, hal. 18.
[9]Dr. Jabar, Dr. al Al ‘Ajam, Dr. daghim, Dr. Jahami, Mausu’ah Mutholahat Ilmu al Mantiq
‘indal ‘Arab, hal. 1015.
[10]Ibid., hal. 1013.
[11]Ibid., hal. 1014.
[12]Silogismus atau qiyas mantiqi disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
[13]Jujun S. Suriasumantri, filsafat ilmu sebuah pengantar popular, hal. 49.
[14]Dr. Jabar, Dr. al Al ‘Ajam, Dr. daghim, Dr. Jahami, Mausu’ah Mutholahat Ilmu al Mantiq
‘indal ‘Arab, hal. 1015.
[15]Ibid..
[16]Ibid..
[17]Ibid., hal. 1013.
[18] Dr. Jabar, Dr. al Al ‘Ajam, Dr. daghim, Dr. Jahami, Mausu’ah Mutholahat Ilmu al Mantiq
‘indal ‘Arab, hal. 1013.
[19]Ibid., hal.1014.
[20] Dr. Jamil Ibrahim As Sayyid, lamahat min Tarikh al Falsafah fil Islam, diktat kuliah, hal. 143
[21]Ibid., hal. 232.
[22] Dr. Jabar, Dr. al Al ‘Ajam, Dr. daghim, Dr. Jahami, Mausu’ah Mutholahat Ilmu al Mantiq
‘indal ‘Arab, hal. 1014.
[23]Imam Ahmad bin Abdul Mun’im Ad Damanhuri, Idhohul Mubham Lima’ani Sullam, hal. 41.
[24]Dr. Jabar, Dr. al Al ‘Ajam, Dr. daghim, Dr. Jahami, Mausu’ah Mutholahat Ilmu al Mantiq
‘indal ‘Arab, hal. 1014.
[25]Abdurrahman bin Muhammad al Akhdhori, As Sullam al Munawraq fi ‘Ilmimantiq, hal. 16.
[26]Jostein Gaarder, sebuah novel filsafat “Dunia SOPHIE”, hal. 125.
[27]Prof. Dr. Mahir Abdul Qodir Muhammad dan Dr. Muhammad Muhammad Qosim, Usus al
Mantiq As Shury, hal. 12.
[28]Ibrahim al Baijuri, Hasyiyah al Baijuri ala Sullam al Munawroq, hal. 19.
[29]Ibid., hal. 25.
. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Mantik
Sebagaimana dalam penjelasan yang telah lalu bahwa Ilmu Mantik adalah ilmu tentang
kaidah-kaidah/ hukum-hukum berfikir, maka lapangan pembahasan nya adalah tentang
fikiran-fikiran dan mencari dalil untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Untuk mencari
dalil tersebut disusunlah kata-kata dan susunan kata-kata tersebut dalam mantik disebut
dengan qadhiyah. Oleh karena itu pembahasan ilmu mantik dimulai dari mengetahui
lafaz-lafaz yang akan menyusun qadhiyah-qadhiyah dan kemudian barulah dapat ditarik
kesimpulan sebagai dalil.
Dengan demikian lapangan pembahasan ilmu mantik itu tersimpul dalam 3 pembahasan,
yaitu :
1. Pembahasan Lafaz (kata)
2. Pembahasan Qadhiyah (proposisi)
3. Pembahasan Istidlal (silogisme)

Anda mungkin juga menyukai