Anda di halaman 1dari 8

Hubungan kebijakan publik dalam pelaksanaan otonomi daerah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik, kita
perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan atau dalam bahasa
inggris sering kita dengar dengan istilah policy, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan,
dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip, dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai
sasaran.1
Carl J. Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7) mendefinisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatankesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan,
karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya

1
Taufiqurokhman, 2014, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara
Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Moestopo Beragama Pers, Jakarta, h.2
dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu
masalah.2
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.
Di samping itu dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional,
regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan
gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara
terminologi pengertian kebijakan publik ( public policy) itu ternyata banyak sekali,
tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative
allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai
secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga
mengartikan kebijakan publik sebagai projected program of goal, value, and practice
atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang
terarah. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17)
mendefinisikan kebijakan public sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi
awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan public itu harus dibedakan
dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini
dipengaruhi oleh keterlibatan factor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone
sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa
yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Menurut
Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu: 1) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal
yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan
sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan
pencapaian cita-cita sudah ditempuh3
2
Ibid.
3
Ibid, h.3
Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut
mewarnai kebijakan yang dihasilkan. Menjadi persoalan jika warna politik itu tidak
proporsional, misalnya didominasi oleh warna dan kepentingan tertentu atau hasil
‘dagang sapi’, sehingga muncul warna dominan di pasal tertentu dan warna
dominan lain dan pasal yang lain. Sebagai produk politik, memang sarat dengan
kepentingan politik golongan atau kelompok, namun proporsionalitas kepentingan
dan harmoni menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan untuk menghasilkan
kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik bukan sebuah kebijakan yang dihasilkan
dengan suara mayoritas sederhana (50 +1), bukan pula dengan mayoritas mutlak
atau aklamasi karena ia hanya cara untuk mengambil keputusan. Kebijakan yang
baik adalah kebijakan yang diambil melalui sebuah sistem yang yang baik dan
proses yang baik pula. Jika sebuah kebijakan publik adalah sebuah produk
kompromi politik dalam arti politik dagang sapi, maka sejak dilahirkan kebijakan itu
telah membawa cacat bawaan atau menciptakan sejumlah lubang jebakan
(loopholes).4
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah
semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kompleksnya
persoalan ekonomi, sosial, dan politik merupakan sebab kebutuhanya, serta sangat
berperan bagi pemerintah dalam menemukan alternatif kebijaksanaan dan
bermanfaat bagi masyarakat. Perang pemerintah dapat semakin menonjol jikalau
kita pahami pembangunan itu adalah sesuatu kegiatan yang membawa perubahan.

1.2 Rumusan Masalah

4
H. Budiman Rusli, 2013, Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif,
Hakim Publishing, Bandung, h.6
1. Bagaimanakah hubungan kebijakan publik dan Hukum ?
2. bagimana peranan hukum dalam pembentukan kebijakan publik ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan ini


dimaksudkan untuk :
1. Mengetahui hubungan antara hukum dengan kebijakan publik
2. Mengetahui peranan hukum dalam pembentukan kebijakan publik

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasrkan permasalah dan tujuan tersebut, kegunaan penulisan ini


diharapkan sebagai berikut :

1. Secara teoritis dapat dijadikan bahan kajian terhadap


perkembangan yang terjadi berkitan dengan hubungan hukum
dengan kebijakan publik serta peranan hukum dalam pembentukan
kebijakan publik

2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan informasi tentang


hubungan hukum dengan kebijakan publik serta peranan hukum
dalam pembentukan kebijakan publik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik dalam


Pemerintahan Daerah
Pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Immanuel
Kant, negara hukum merupakan salah satu tujuan negara, maksudnya :
Negara harus menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi
rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan ialah syarat utama dari tujuan
suatu negara. Tujuan negara ialah pembentukan dan pemeliharaan hukum di
samping dijamin daripada kebebasan dan hak-hak warganya. Rakyat harus
mentaati undang-undang yang dibuat dengan persetujuannya sendiri. Lain
daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama
derajatnya dengan negara sendiri. Baik negara maupun perseorangan adalah
subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan lain sebagai
sesamanya, sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban.
Hal ini berarti bahwa negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai
obyek yang tak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa” 5

Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka


tindakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun warga
masyarakatnya harus didasarkan pada hukum. Dasar hukum bagi Pemerintah
Daerah dalam melakukan tindakannya ini dapat dilihat dari dua sisi yakni pada satu
sisi, memberikan keabsahan bagi tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
yang sekaligus memberikan perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan
oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, maka salah satu inti hakikat hukum
administrasi adalah melindungi administrasi negara itu sendiri. 6 Maksudnya,
kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah akan mendapat perlindungan

5
Yunas, Didi Nazmi, 1992, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, h.26
6
Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara,
Alumni, Bandung, h.6
hukum jika kebijakan itu dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Pada sisi lain, melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pembatasan ini perlu dilakukan karena “sekecil apa pun kekuasaan yang digenggam
satu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita,
ia tetap problematik ketika tidak diatur”.
Seperti diketahui, hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai
lembaga yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka hukum dapat
dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan
memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat
2. Hukum merupakan sarana Pemerintah untuk menerapkan sanksi
3. Hukum sering dipakai oleh Pemerintah sebagai sarana untuk melindungi
melawan kritik
4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber-
sumber daya.7

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa hukum dapat


digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik untuk mewujudkan tujuan yang
telah ditetapkan melalui proses politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum.
Oleh karena itu, maka “constitution, statutes, administrative orders and executive
orders are indicators of policy. Law also sets the framework for public policy” (Sigler,
Beede and Rutgers, 1977 : 4). Dengan demikian, dasar bagi suatu pembuatan
kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak
7

Bambang Sunggono, 1994, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, h. 76-77
tertulis. Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan hukum yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya,
kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan dalam bentuk hukum , karena
sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita
dapat melihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa
sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak
dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling
mengisi”. Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk
hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan
kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut. 8

2.2 Peranan Hukum dalam Pembentukan Kebijakan Publik

8
Eddi Wibowo, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi
Publik Indonesia, Yogyakarta, h. 32

Anda mungkin juga menyukai