Anda di halaman 1dari 6

STRUKTUR INTERN HUKUM

A. Peraturan Hukum dan Peristiwa Hukum

Peraturan hukum itu tidak boleh disamakan dengan dunia kenyataan, ia


hanya memberikan kualifikasi terhadap dunia tersubut. Rumusan-rumusan yang
tercantum dalam peraturan hukum itu seolah-olah sesuatu yang sedang tidur dan
pada waktunya ia akan bangun manakala ada sesuatu yang menggerakkannya.
Bolehlah ia diibaratkan pula dengan pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik
maka meletuslah senjata itu.

Sesuatu yang bisa menggerakkan peraturan hukum sehingga ia secara


efektif menujukkan potensinya untuk mengatur disebut peristiwa hukum.
Peristiwa hukum ini adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan
suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya
lalu diwujudkan. Suatu peraturan hukum yang mengatur tentang kewarisan karena
kematian akan tetap merupakan rumusan kata-kata yang diam sampai ada
seseorang yang meninggal dan menimbulkan masalah kewarisan. Kematian orang
itu merupakan suatu peristiwa hukum. Secara lebih terperinci kita bisa
mengatakan sebagai berikut : apabila dalam masyarakat timbul suatu peristiwa,
sedang peristiwa itu sesuai dengan yang dilukiskan dalam peraturan hukum, maka
peraturan hukum itu pun lalu dikenakan kepada peristiwa tersebut.
Dari uraian dimuka dapat diketahui, bahwa tidak setiap peristiwa bisa
menggerakkan hukum. Apabila A menggambilsepedah motor miliknya sendiri,
maka timbullah suatu peristiwa. Peristiwa ini tidak menggerakkan hukum untuk
bekerja, lain halnya apabila yang diambil oleh A adalah sepeah motor orang lain.
Di sini hukum digerakkan untuk bekerja, oleh karena hukum memberikan
perlindungan terhadap orang lain tersebut. Oleh karena itu hanya peristiwa-
peristiwa yang dicantumkan dalam hukum saja yang bisa menggerakkan hukum
dan untuk itu ia disebut sebagai peristiwa hukum.

Peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam peraturan hukum tidak sama


dengan peristiwa-peristiwa sesungguhnya. Peraturan hukum itu hanya membuat
suatu kerangka saja dari peristiwa yang bisa terjadi dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari. Ia hanya berupa garis besar yang bersifat bagan dari peristiwa
sesungguhnya. (Vinogradoff, 1959:65). Di muka ia kita sebut sebagai stereotip
tingkah laku dan hubungan-hubungan. Peristiwa yang sesungguhnya terjadi
memang diperlukan untuk bisa menggerakkan hukum, tetapi tidak semua hal yang
melekat pada peristiwa itu dianggap penting oleh hukum. Agar hukum itu bisa
digerakkan, maka ia hanya membutuhkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan,
bahwa rumusan tingkah laku yang tercantum dalam peraturan hukum itu memang
terjadi. Lebih dari itu hukum tidak membutuhkannya. Misalnya saja terdapat
peraturan hukum yang melindungi orang dari perbuatan penganiayaan orang lain.
Cara hukum melindungi adalah dengan merumusan stereotip tingkah laku yang
disebut sebagai penganiayaan itu. Stereotip, bagan atau kerangka perbuatan
penganiayaan itu, misalnya, adalah : merusak kesehatan, menimbulkan luka,
menyebabkan tidak bisa bekerja, sampai kepada menyebabkan kematian.
Hanyalah peristiwa-peristiwa yang dibutuhkan untuk membuktikan terjadinya
keadaan seperti disebutkan diatas saja yang perlu dikemukakan disini. Peristiwa,
suasana, sifat-sifat dan keadaan lain yang mengiringi peristiwa yang diperlukan
sebagai bukti itu, boleh diabaikan saja. Dalam pembuktian di pengadilan, hakim
mungkin juga akan menyinggung hal-hal yang sebetulnya tidak dibutuhkan untuk
digolongkan ke dalam kata-kata sepintas lalu yang tidak menyinggung masalah
sesungguhnya dan karenanya disebut obiterdicta, yang hanya merupakan
komentar hakim terhadap perkaranya. Kata-kata yang diucapkan tanpa memberi
pengaruh terhadap penetuan peristiwa hukumnya ini harus dibedakan dari ratio
kenyataan, yang sebelumnya baru merupakan rumusan kata-kata dalam peraturan
hukum saja.

Di muka dibicarakan tentang kelanjutan-kelanjutan yang mengikuti


timbulnya suatu peristiwa hukum. Kelanjutan-kelanjutan ini juga dirumuskan
dalam peraturan hukum. Dalam contoh mengenahi sewa-menyewa di muka, maka
kelanjutan-kelanjutan tersebut di antaranya berupa kenikmatan yang dipetik oleh
salah satu pihak, yaitu si penyewa. Kelanjutan-kelanjutan seperti ini, dalam
bahasa kita lazim disebut sebagai akibat hukum. Kita sebaiknya berhati-hati
dengan penggunaan istilah ini, sekadar tidak membangkitkan kesan adanya
hubungan sebab-akibat seperti norma alam.

Agar timbul akibat hukum seperti itu dibutuhkan syarat tertentu. Dalam
contoh di muka, syarat itu berupa terjadinya suatu peristiwa dalam kenyataan
yang memenuhi rumusan dalam peraturan hukum, yaitu adanya kegiatan sewa-
menyewa. Syarat ini disebut sebagai dasar hukum. Dengan demikian, di sini
disasarkan untuk membedakan antara dasar hukum dan peraturan hukum, yaitu
yang menunjuk kepada peraturan hukum yang dipakai sebagai kerangka
acuannya. Dalam pembicaraan sehari-hari keduanya sering dicampuradukkan.
Masyarakat atau kehidupan sosial sesungguhnya merupakan himpunan dari
berbagai macam hubungan antara para anggotanya. Hubungan-hubungan inilah
yang pada akhirnya membentuk kehidupan sosial itu. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa kehidupan sosial itu merupakan jalinan dari berbagai hubungan
yang dilakukan antara para anggota masyarakat satu sama lain. Hubungan-
hubungan inni berkisar pada kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan
ditunjukkan kepada sasaran-sasaran dari yang paling kasar, seperti benda-benda
ekonomi, sampai kepada yang paling halus. Dalam hal perkawinan, misalnya,
sulit bagi kita untuk mengatakan, bahwa di situ terlibat sasaran yang bersifat
decidendi, yang berisi peristiwa-peristiwa yang menentukan dalam keputusan
hakim.

Di muka berulang kali dipakai kata menggerakkan hukum yang kiranya masih
perlu dijelaskan artinya. Seperti telah diutarakan peraturan hukum memuat norma
hukum yang mengandung penilaian serta rumusan yang bersifat hipotesis.
Manakala pada suatu ketika terjadi peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam
peraturan hukum, maka kelanjutan-kelanjutan yang mengikutinya akan tampil.

B. Peristiwa Hukum

Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu


dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa-
peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan
peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit).

Apabila sesorang meminjam sebuah sepeda dari orang lain, maka


terjadilah suatu peristiwa, yakni peristiwa pinjam-meminjam. Dalam dunia hukum
ditetapkan suatu kaedah yang menentukan, bahwa si peminjam berkewajiban
mengembalikan benda yang dipinjamnya dan pemiliknya berhak memintakan
kembali benda yang dipinjamkannya.

Atau lebih mudahnya yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau


kejadian hukum (rechtsfeit) adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya
diatur oleh hukum. Agar lebih jelas penyusunannya akan menyampaikan beberapa
contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak semua peristiwa
kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.

Contoh Pertama:

Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau


perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum, yakni hukum
perkawinan. Misalnya timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Perhatikan pasal
31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Masing-
masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan Pasal 34
Ayat (2)-nya menetapkan, Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya.

Contoh Kedua:

Peristiwa kematian seseorang. Peristiwa kematian seseorang secara wajar


dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum.
Misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Perhaikan Pasal 830 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.
Sedangkan apabila kematian seseorang itu akibat pembunuhan, maka dalam
hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh, yaitu ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Perhatikan Pasal 338 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, dihukum, karena makar mati atau pembunuh atau doodslag, dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Contoh Ketiga:

Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini pun terdapat akibat
yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Perhatikan Pasal
1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jual beli adalah suatu persetujuan,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu:
Perbuatan subjek hukum (manusia dan badan hukum) Peristiwa lain yang bukan
perbuatan subjek hukum.

Perbuatan subjek hukum dapat pula dibedakan antara lain :

Perbuatan hukum yaitu segala perbuatan manusia yang secara sengaja


dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban.
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum
diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang
bertindak.
Perbuatan hukum itu terdiri dari ;

Perbuatan hukum sepihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak
saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula
misalnya pembuatan surat wasiat, pemberian hadiah sesuatu benda (hibah), dsb.
Perbuatan hukum dua pihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah
pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa, dll
Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dibedakan :

Zaakwaarneming, yaitu perbuatan memperhatikan (mengurus)


kepentingan orang lain dengan tidak diminta oleh orang itu untuk memperhatikan
kepentingannya. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi
hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan
perbuatan itu. Jadi akibat yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan
itu diatur oleh hukum tetapi perbuatan tersebut bukanlah perbuatan hukum.
Menurut Pasal 1354 KUHPerdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil
alih tanggung jawab dari sesorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk
mengurus dirinya sendiri. Pasal 1354 KUHPerdata menyebutkan, jika seseorang
dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili orang lain
dengan atau tanpa pengetahuan orang tersebut, maka dia secara diam-diam telah
mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut,
hingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat mengerjakan sendiri urusan
tersebut. Ia diwajibkan pula mengerjakan segala kewajiban yang harus dipikulnya,
seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan
tegas.
Onrechtmatigedaad (perbuatan yang bertentangan dengan hukum). Akibat
suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum,
meskipun akibat itu itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan
perbuatan tersebut. Dalam hal ini siapa yang melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang
dirugikan karena perbuatan itu. Jadi, karena suatu perbuatan bertentangan dengan
hukum timbulah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
yang dirugikan. Asas ini terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum


Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum atau peristiwa hukum
lainnya yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak
merupakan akibat dari perbuatan subyek hukum, misalnya kelahiran seorang bayi,
kematian seseorang , lewat waktu (kadaluarsa).

Kadaluarsa dibagi dua yaitu:

Kadaluarsaaquisitief adalah kadaluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak.


Kadaluarsaextincief adalah kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban.
Kelahiran langsung menimbulkan hak anak yang dilahirkan untuk mendapat
pemeliharaan dari orang tuanya dan menimbulkan kewajiban bagi orang tuanya
untuk memelihara anaknya. Kematian juga merupakan peristiwa hukum karena
dengan adanya kematian seseorang menimbulkan hak dan kewajiban para ahli
warisnya. Kemudian, lewat waktu dapat mengakibatkan seseorang memperoleh
suatu hak (acquisitieveverjaring) atau dibebaskan dari suatu tanggung
jawab/kewajiban (extinctieveverjaring) setelah habis masa tertentu dan syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang terpenuhi.

C. Akibat Hukum

Yang dimaksud dengan akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi
dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek
hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian
tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau
dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum inilah yang kemudian melahirkan
suatu hak dan kewajiban bagi para subyek hukum.

Atau dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh
peristiwa hukum. Contoh mengenahi akibat hukum, yaitu:
Terbitnya suatu hak dan kewajiban bagi pembeli dan penjual adalah akibat dari
perbuatan hukum jual beli antara pemilik rumah dan pembeli rumah;

Penjatuhan hukuman terhadap seorang pencuri adalah akibat hukum dari adanya
seseorang yang mengambil barang orang lain karena tanpa hak atau secara
melawan hukum.

Perhatikan Pasal 362 KUH Pidana:

Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian


termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan
melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-
lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknyan sembilan ratus rupiah

KESIMPULAN

Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang


menggerakkan suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang
tercantum didalamnya lalu diwujudkan. Misalnya bisa diibaratkan seperti pistol
dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu. Peristiwa hukum
dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: Peristiwa hukum karena perbuatan subjek
hukum (perbuatan manusia) dan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek
hukum (peristiwa yang bukan perbuatan manusia).

Atau bisa dikatakan juga bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa


kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.

Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun
akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh
hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat
hukum.

Anda mungkin juga menyukai