TERHADAP HUKUM
(STUDI PEMIKIRAN ALI ASSHOBUNI DALAM KITAB
RAWAI’ BAYAN)
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Oleh:
Rizqi Fi’ismatillah
NIM. 53020150015
2019
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Nim : 53020150015
Yang menyatakan
Rizqi Fi‘ismatillah
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nim : 53020150015
Pembimbing
Dr. H. Mubasirun. M. Ag
NIP. 195902021990031001
iii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
PENGESAHAN KELULUSAN
Panitia Ujian
Penguji I Penguji II
iv
MOTTO
(QS. al-Insyrah:5)
(HR. Muslim)
(Arthur Ashe)
v
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi lautan ilmu yang tidak bertepi, dengan keringat dan
air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk mereka yang tetap setia
berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
Kedua orang tua yang telah memberi kasih sayang yang tak terhingga, motivasi,
Teruntuk pula segenap keluarga, sahabat dan khususnya teman-teman IAT angkatan
2015
Dengan segala kekurangan dan dengan segala upaya dan usaha yang ada, penulis
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah menurunkan kitab Al-Qur‘an sebagai petunjuk untuk umat manusia.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi akhir zaman yang
telah menjelaskan Al-Qur‘an melalui ucapan, tindakan serta keteladan yang
syafa‘atnya diharapkan oleh seluruh manusia di akhirat kelak, yakni Nabi
Muhammad SAW, demikian pula kepada keluarga dan para sahabat beliau.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin bisa terselesaikan tanpa
adanya bantuan dan dorongan baik moril maupun materil dari semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan skripsi ini. Berkat bantuan, saran dan motivasi dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan.Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Prof. Zakiyudin, M.Ag. beserta segenap jajaranya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, Dr. Benny
Ridwan, M.Hum beserta jajaranya
3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri Wahyu Hidayati,
M.Ag. yang telah memberikan izin untuk penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Dr. H. Mubasirun. M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing, memberi nasihat, arahan serta masukan-masukan yang sangat
membantu penyusunan tugas akhir ini.
5. Seluruh dosen fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, terlebih
dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan warisan-warisan intelektual beliau curahkan
dan mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.
vii
6. Bapak Rofik selaku staf perpustakaan kampus dua IAIN Salatiga yang telah
memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan
skripsi ini.
7. Bapak Sadzali Marjan dan Ibu Siti Mukhibah tercinta yang tak pernah lelah
mendo‘akan dan memberikan restunya untuk penulis agar tetap semangat dalam
menuntut ilmu.
8. Kepada Mas Ulul dan Mba Sayin, Mba Lia dan Mas Reza, Mba Muna, beserta
ponakan-ponakan yang lucu, yaitu: Naufal, Fia, Aghitsna dan Hilya yang selalu
memberikan warna-warni kehidupan penulis selama ini.
9. Untuk semua guru-guru yang telah mendidik penulis hingga sekarang, terkhusus
Ustadz Ahmad Darojat yang selalu membimbing ketika penulis kehilangan arah.
10. Teman-teman program studi ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir angkatan 2015 yang terus
memberikan dukungan serta selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan
ocehan penulis di tengah-tengah perjalanan luar biasa dalam menulis dan
menyelesaikan skripsi. Untuk semua yang masih berjuang, semoga semangat
selalu tersemat dalam diri kita. Untuk mba Bicha selaku kakak tingkat yang selalu
sabar dengan keluh kesahku. Untuk yang teman-teman seperjuangan yang telah
wisuda (mb Fia, mb Dewi, mb Amanah, Kuni, Azim dan Adha) selamat
menempuh di kehidupan nyata. Semoga kita semua termasuk orang yang sukses
dunia akhirat, aamiin.
11. Keluarga Qaryah-Thayyibah yang selalu memberikan ruang bagi penulis, dan
kepada Fani, mba Zulfa, Pak Jos, Riyanto yang biasa aku repotkan dalam
penulisan skripsi ini.
12. Grup Muslimah mengaji yang memberikan segala macam ilmu, semoga untuk
para admin, mba Fina, mba Liza dan semua anggotanya, semoga silaturahmi ini
tetap selalu terjaga.
13. Terakhir, untuk semua pihak dan elemen yang secara langsung maupun tidak
langsung dalam membantu menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga proses
penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana mesti.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para
pembaca pada umumnya.
Penulis
Rizqi Fi‘ismatillah
ix
ABSTRAK
Skripsi ini hasil dari penelitian kepustakaan dengan judul ―Penafsiran Ayat-
Ayat Haid dan Implikasinya Terhadap Hukum (Studi Pemikiran Ali Asshobuni
dalamn Kitab Rawai‘ Bayan)‖. Haid adalah suatu keadaan yang akan terus dialami
oleh setiap wanita. Darah keluar dari kemaluan wanita pada kondisi sehat, bukan
karena faktor persalinan ataupun pecahnya selaput keperawanan. Dibalik keluarnya
darah haid tersebut ada aturan hukum islam yang timbul akibatnya, yakni berupa
larangan-larangan yang terkait dengan ibadah maupun munakahah. Maka penulis
tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai persoalan-persoalan haid dan
implikasinya terhadap hukum islam. Adapun rumusan masalah yang akan diajukan
dalam penelitian ini ada tiga. Pertama, bagaimana prespektif-prespektif tentang haid?
Kedua, bagaimana penafsiran Ali Asshobuni terhadap ayat-ayat haid dalam Al-
Qur'an? Ketiga, apa implikasi hukum bagi wanita yang sedang mengalami haid?
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Data Primer yang digunakan itu menggunakan karya Ali Asshobuni yang berjudul
Rawai‘ Bayan. Sementara data sekunder yang digunakan yaitu menggunakan karya
literatur lainnya yang relevan dengan judul skripsi ini. Adapun teknik pengumpulan
data menggunakan teknik library research (penelitian kepustakaan), sedangkan
metode analisisnya adalah metode deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Ali Asshobuni melarang wanita
yang sedang mengalami haid masuk masjid, hal ini sependapat dengan Imam Abu
Hanifah. Namun melihat kondisi sekarang, yang sudah ditemukan cara yang efisien
untuk wanita yang sedang haid agar darah tidak tercecer ke mana-mana, maka penulis
membolehkan wanita yang sedang haid masuk masjid. Dan hal ini berdasarkan hadis
yang diriwayatkan oleh Aisyah yang menceritakan bahwa ada wanita yang tinggal di
dalam masjid, dan tidak ditemukan Nabi SAW memerintahkan pada wanita tersebut
keluar dari masjid ketika haidnya tiba.
Kata Kunci: Penafsiran, Ayat-Ayat, Haid, Implikasi, Hukum
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke huruf Latin
yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u 1987,
tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit modifikasi untuk membedakan
adanya kemiripan dalam penulisan.
A. Penulisan huruf :
ٕ. ب Ba‘ B
ٖ. ت Ta T
ٗ. ث ṡa ṡ
٘. ج Jim J
ٙ. ح Ḥa ḥ
ٚ. خ Kha Kh
ٛ. د Dal D
ٜ. ذ ẑal ẑ
ٔٓ. ر Ra R
ٔٔ. ز Za Z
xi
ٔٙ. ط Ṭa‘ ṭ
ٔٚ. ظ Ẓa ẓ
B. Vokal:
ِ Kasroh Ditulisَّ “ i “
C. VOKAL PANJANG:
xii
ا+ِ Fathah + alif Ditulis “ ã “ جاهلية Jãhiliyah
D. Vokal rangkap:
Fathah + ya‘
ا+ِ Ditulis “ ai “ بينكم Bainakum
mati
و+ِ Fathah +
Ditulis “ au “ قول Qaul
wawu mati
F. Ta’ Marbuthah:
1. Bila dimatikan ditulis h :
حكمة Hikmah
جزية Jizah
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab yang sudah
diserap kedalam bahasa indonesia)
xiii
زكاةالفطر Zakãt al-fiṭr
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan Apostrof (‘)
أأنتم A‘antum
أعدد U‘iddat
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ iii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii
ABSTRAK .................................................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 9
4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 10
5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
6. Kerangka Teori................................................................................................. 10
7. Kajian Pustaka.................................................................................................. 13
8. Metode Penelitian............................................................................................. 16
9. Sistematika penulisan ....................................................................................... 18
BAB II HAID DALAM BERBAGAI PRESPEKTIF ................................................. 20
A. Haid Dalam Prespektif Hukum Islam .............................................................. 20
1. Pengertian Haid ............................................................................................ 20
2. Usia Seorang Mengalami Haid ..................................................................... 23
3. Masa Minimal dan Maksimal Haid .............................................................. 24
4. Jenis Dan Sifat-Sifat Darah Haid ................................................................. 26
5. Hal-Hal di Luar Kebiasaan Haid .................................................................. 28
B. Haid Dalam Prespektif Medis .......................................................................... 31
xv
1. Pengertian Haid (menstruasi) ....................................................................... 31
2. Kandungan Darah haid (menstruasi) ............................................................ 32
3. Siklus Haid (menstruasi) .............................................................................. 33
4. Gangguan Haid (menstruasi) ........................................................................ 36
5. Dampak Berhubungan Seks Saat Menstruasi ............................................... 40
BAB III ALI ASSHOBUNI DAN PENAFSIRAN AYAT-AYAT HAID ................. 44
A. Riwayat Singkat Tentang Ali Asshobuni ......................................................... 44
1. Tempat Kelahiran dan Pendidikan Ali Asshobuni ....................................... 44
2. Karya Ali Asshobuni .................................................................................... 47
B. Tafsir Rawai‘ Bayan ........................................................................................ 48
1. Deskripsi Umum Tentang Tafsir Rawai‘ Bayan .......................................... 48
2. Metodologi Tafsir Rawai‘ Bayan ................................................................. 51
3. Sistematika Tafsir Rawai‘ Bayan ................................................................. 54
C. Penafsiran Ali Asshobuni Terhadap Ayat-Ayat Haid Dalam Al-Qur‘an......... 55
1. Surat al Baqarah Ayat 222............................................................................ 55
2. Surat al-Baqarah Ayat 228 ........................................................................... 70
3. Surat an-Nisa Ayat 43 .................................................................................. 82
BAB IV IMPLIKASI HUKUM ISLAM BAGI WANITA YANG SEDANG
MENGALAMI HAID ................................................................................................. 98
A. Polemik Menyetubuhi Wanita Haid ................................................................. 98
B. Polemik Iddah Wanita Haid ........................................................................... 107
C. Polemik Wanita Haid Masuk Masjid ............................................................. 113
D. Polemik Wanita Haid Membaca dan Memegang Al-Qur‘an ......................... 119
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 125
A. KESIMPULAN .............................................................................................. 125
B. SARAN .......................................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 128
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 133
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‘an memiliki muatan yang tidak terbatas pada tema atau kajian tertentu,
utuh, mulai dari perintah dan larangan, hak dan kewajiban, kejahatan dan
hukuman, ajaran tentang masalah pribadi dan sosial dan lain-lain. Cara Al-Qur‘an
merupakan kitab yang paling sempurna. Hal ini dikarenakan Al-Qur‘an berfungsi
sebagai burhan, huda dan furqon adalah juga sebagai penyempurna kitab-kitab
secara fisik maupun psikis. Hukumnya mencangkup hal yang ushul (pokok-pokok
bagi wanita yang sedang haid. Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan
wanita pada kondisi sehat, bukan karena faktor persalinan ataupun pecahnya
1
Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia, al-Qur’an
dan Terjemahannya (Medinah Munawwarah: Mujamma‘ al-Malik Fahd Ii Thiba‘at al-Mush-haf,
1415), a. QS. al-Maidah: 3.
1
selaput keperawanan.2 Haram hukumnya berhubungan badan saat wanita sedang
mengalami haid, kecuali setelah berhentinya darah haid dan mandi dengan niat
bersuci terlebih dahulu.3 Larangan Allah dalam ayat ini tentu hanya bisa
Adanya aturan mengenai hukum bagi wanita yang sedang haid ini
menunjukkan betapa komprehensifnya cakupan hukum Islam yang ada dalam Al-
Qur‘an, sehingga perkara yang dianggap tabu oleh kebanyakan masyarakat juga
telah diatur dalam Al-Qur‘an. Sebagaimana yang tercantum dalam Surat Al-
َّّت
َّوىنَّ َّ َح ى ُ ُيض َّۖ َّ َوََّل َّتَ ْقَربَِّ ف َّالْ َم ِح َّ َِّ َاء
َّ ِّس ِ ْ َيض َّۖ َّقُ َّل َّ ُى َّو َّأَ ًذى َّف
َ اعتَزلُوا َّالن َ ْ ِ َّع ِن َّالْ َم ِح َ ك َ ََويَ ْسأَلُون
ََّ يَّ َوُُِيبََّّالْ ُمتَطَ ِّه ِر
ين ََّ ِثَّأ ََمَرُك َُّمَّاللوََُّّۖإِنََّّالل ََّوَّ ُُِيبََّّالت واب
َُّ وىنََّّ ِم َّْنَّ َحْي
ُ ُيَطْ ُه ْر ََّنََّّۖفَِإ َذاَّتَطَه ْر ََّنَّفَأْت
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.4
apa itu pengertian dari haid, tetapi bagaimana tuntunan Illahi kepada suami pada
saat istrinya sedang mengalami haid. Karena pertanyaan itu muncul atas
2
Abdul Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab Praktis (Jakarta: Umul Qura‘, 2018), 296.
3
Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur’an
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), 72–73.
4
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Baqarah: 222.
2
perlakuan-perlakuan yang dilakukan oleh orang Yahudi kepada wanita-wanita
mengalami haid. Hal tersebut direkam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Haid mangakibatkan gangguan terhadap fisik dan psikis wanita dan juga
mengakibatkan gangguan pada jasmani wanita, seperti rasa sakit yang sering kali
melilit perutnya akibat kontraksi pada rahim. Di sisi lain, haid mengakibatkan
nafsu seksual wanita sangat menurun, dan emosinya sering kali tidak terkontrol.
Hubungan badan ketika itu tidak melahirkan hubungan intim antara pasangan,
apalagi dengan darah yang selalu siap keluar. Hal tersebut merupakan gangguan
psikis bagi wanita. Darah yang aromanya tidak sedap serta tidak menyenangkan
5
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Tangerang: Lentera
Hati, 2012), 582.
6
Abu Dawud Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud (Siria: Dar al-Fikr, t.t.), 69, nomor hadis: 264.
3
untuk dilihat merupakan salah satu aspek gangguan kepada laki-laki.7 Lalu apa
hikmah dibalik pelarangan Al-Qur‘an untuk para suami agar tidak menggauli
dalam keadaan haid ini dapat dibuktikan secara ilmiah. Saat mengalami haid,
kelamin wanita sangat rentan jika terjadi gesekan atau kemasukan benda asing.
Pada saat itu sel-sel di dalam kelamin wanita kondisinya tidak sama pada saat
wanita sedang suci (tidak haid). Beberapa penelitian membuktikan bahwa wanita
yang tetap melakukan hubungan badan pada saat haid atau nifas mempunyai
resiko kanker yang lebih tinggi dibading yang tidak sedang haid.8
Dalam ilmu kesehatan pun menunjukkan bahwa saat haid, saluran antara
vagina dan rahim (mulut rahim) sedang terbuka, sehingga akan mempermudah
masuknya penyakit ke dalam rahim. Disamping itu juga ada resiko yang cukup
fatal, di mana jika melakukan hubungan badan ketika sedang haid maka udara
akan terdorong masuk ke dalam mulut rahim, lalu masuk ke dalam pembuluh
gangguan jantung. Apabila terbawa ke otak, dengan cepat akan terjadi suatu
7
Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, 583.
8
Nada Fitra Lestari, ―Hukum Mencampuri Istri yang Sedang Haid Menurut Islam dan Kesehatan‖
(Universitas Islam Negri Alauddin Makasar, 2015), 32.
4
reaksi alergi atau akan menyebabkan gangguan otak (akan mengalami kejang-
Wanita yang sedang mengalami haid karena suatu proses hormonal akan
mengalami nyeri. Tingkatan rasa nyeri ketika haid dan pengaruhnya pada wanita
berbeda antara wanita yang satu dengan yang lainnya. Ada kalanya rasa nyeri
tersebut terasa ringan bahkan hampir tidak dirasakan sama sekali, namun ada pula
kadar rasa nyerinya sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan 10. Nyeri dan
gangguan ini akan terasa sakit terutama di hari pertama dan kedua. Ada yang
mampu tetap beraktifitas seperti biasa, ada yang harus minum obat penghilang
nyeri, bahkan ada yang harus berbaring beberapa hari sampai haid itu selesai.
depresi.
membangun kualitas sumber daya manusia. Selain itu, permasalahan haid sangat
9
Ibid., 2.
10
Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab (Bandung: Ahsan Publishing,
2010), 63.
5
wanita mengetahui seperangkat hukum yang telah ditetapkan Allah SWT untuk
kemashlahatan dirinya.11
dengan hukum tersebut. Seperti misalnya hukum wanita yang sedang haid masuk
Di sisi yang lain, kondisi masyarakat sekarang ini, khususnya para wanita
yang sedang mengalami haid cenderung menganggap biasa jika masuk ke dalam
kebanyakan imam madzhab. Bahkan tidak jarang, seminar kajian agama atau
masjid. Padahal akan sangat mungkin ada wanita yang mengikuti kajian tersebut
mengalami haid.
11
Fitra Lestari, ―Hukum Mencampuri Istri yang Sedang Haid Menurut Islam dan Kesehatan,‖ 63.
6
Aturan tentang ketidakbolehan wanita yang sedang mengalami haid
memasuki masjid ini telah diatur dalam Al-Qur‘an surat An-Nisa ayat 43:
ََّّجنُبًا ِ
ُ اَّماَّتَ ُقولُو َن ََّوَل
َ ّت َّتَ ْعلَ ُمو َّى َّ َح ى ََّّس َك َار ى
ُ اَّل َّتَ ْقَربُواَّالص ََلةَ ََّوأَنْتُ ْم َ َّآمنُو
َ ينَ يَاَّأَي َهاَّالذ
ََّح ٌد َِّمْن ُك ْم َ ض ىَّىَّأ ََّْوَّ َعلَ ىَّىَّ َس َف ٍَّرَّأ َْو
َ َّجاءََّأ
ِ َّ إِلَّعابِ ِريَّسبِ ٍيلَّح
َ ّتَّتَ ْغتَسلُواََّّۖ َوإِ َّْنَّ ُكْنتُ َّْمَّ َم ْر َ َى َ
ً َِّصع
َّيدا َّطَيِّبًا َّفَ ْام َس ُحوا َ ََّت ُدوا ََّماءً َّفَتَ يَم ُموا
َِ ِم َّن َّالْغَائِ ِط َّأَو ََّلمستُم َّالنِّساء َّفَلَم
ْ ََ ُ َْ ْ َ
ورا ِ ِ ِ ِ
ً ب ُو ُجوى ُك ْم ََّوأَيْدي ُك ْمََّّۖإنََّّالل َّوََّ َكا ََّنَّ َع ُف ًّواَّ َغ ُف
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh wanita, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.12
pelarangan wanita yang sedang mengalami haid dalam ayat tersebut. namun
ulama menqiyaskan wanita yang sedang mengalami haid dengan seseorang yang
junub.
sedang mengalami haid memasuki masjid secara mutlak, baik berdiam diri di
Syafi‘i membolehkan wanita yang sedang mengalami haid jika sekedar melewati
masjid, namun tetap melarang jika memasuki masjid dan berdiam diri di
dalamnya.
12
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Nisa: 43.
7
Para imam madzhab memiliki pandangan yang sama, yaitu melarang wanita
yang sedang haid memasuki masjid, meskipun tetap terjadi perbedaan mengenai
sampai batas mana kebolehan wanita yang sedang haid memasuki masjid.
bagi wanita yang sedang mengalami haid. Karena darah haid merupakan sesuatu
yang najis, dan haram hukumnya mengotori masjid dengan sesuatu yang najis.
Terhadap Hukum, Studi Pemikiran Ali Asshobuni dalam Kitab Rawai‘ Bayan).
Dan dari hal tersebut penulis ingin mengupas lebih dalam persoalan tentang haid
ayat haid dan implikasinya serta relevansi terhadap konteks yang sekarang ini.
Karena persoalan terkait dengan haid merupakan sisi yang akan terus dialami oleh
setiap wanita. Dalam hal ini penulis mengambil judul ―Penafsiran Ayat-Ayat Haid
dan Implikasinya Terhadap Hukum (Studi Pemikiran Ali Asshobuni dalam Kitab
Rawai‘ Bayan)‖.
Dalam persoalan haid yang dijadikan objek penelitian penulis adalah ayat-
ayat haid dalam penafsiran Ali Asshobuni dalam kitabnya tafsirnya yang berjudul
Rawai‘ Bayan.
Kitab Rawai‘ Bayan ini adalah kitab yang paling baik dalam masalah tafsir
terhadap ayat-ayat hukum. Hal ini karena pola penyusunan yang digunakan oleh
8
Ali Asshobuni dalam menulis kitab ini menggabungkan pola lama dari segi
kekayaan materi pembahasan dan pola baru dari segi metode, sistematika dan
kandungan tersebut.13
penafsirannya sendiri atas suatu ayat. Bahkan Ali Asshobuni juga menjelaskan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disinggung sebelumnya, agar tidak terjadi
ada, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
Qur‘an?
3. Apa implikasi hukum Islam bagi wanita yang sedang mengalami haid?
13
Mu‘amal Hamidy dan Imron A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni (Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1983), xii. (Syekh Abdullah Al-Khayyath, kata sambutan untuk Muhammad Ali
Asshobuni dalam Rawai‘ Bayan juz 1
9
4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka tujuan yang
Al-Qur‘an.
mengalami haid.
5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini diharapkan agar
berguna:
4. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada program
strata satu program Studi Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir di Institut Agama Islam
Negri Salatiga.
6. Kerangka Teori
Al-Qur‘an merupakan petunjuk (huda). Tidak hanya petunjuk bagi suatu umat
tertentu dan untuk periode waktu tertentu, melainkan menjadi petunjuk universal
10
dan berlaku sepanjang waktu. Bukan hanya petunjuk untuk orang-orang beriman,
Sebagai kitab petunjuk yang berlaku sepanjang zaman, isi kandungan Al-
selalu menghadapi berbagai masalah baru yang meliputi hampir semua aspek
hukum haid sudah ada sejak masa Nabi SAW, namun hukum yang terkait dengan
hal ini masih dibutuhkan agar mampu menghadapi tantangan zaman sehingga
ayat-ayat haid dan hukumnya serta relevansi dengan konteks yang sekarang ini.
tersebut.
11
3. Merangkai urutan-urutan ayat sesuai dengan masa turunnya, misalnya
8. Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa fasal, dan
setiap fasal itu dibahas, kemudian ditetapkan unsur pokok yang meliputi
12
menjadikan unsur yang bersifat cabang (furu) sebagai satu macam dari
fasal.14
tema ini menggunakan corak fiqih (tafsir fiqhi) yang khusus membahas ayat-ayat
madzhab satu sisi dan sisi lain melemahkan madzhab yang lain.15
Penulis berharap dengan menggunakan metode dan corak seperti ini akan
7. Kajian Pustaka
Tema tentang haid memang sudah banyak yang mengkajinya, baik dalam bentuk
skripsi, tesis, artikel, maupun buku dengan menggunakan metode yang berbeda-
Tesis yang berjudul Haid (Menstruasi) dalam Hadis karya Ahmad Suhendra
Suhendra menelaah ulang hadis-hadis tentang haid dari aspek pemaknaan dan
pemahaman hadis-hadis wanita yang bias gender. Selain itu, Suhendra membatasi
terjadi di masyarakat terkait dengan wanita yang sedang mengalami haid. Ahmad
14
Ahmat Roes, ―Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tafsir‖ (Universitas Islam Negri Walisongo, 2014),
7.
15
Ibid., 10.
13
Suhendra menelusuri hadis-hadis dan sumber-sumber yang berkaitan tentang
haid, maka jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Adapun sifat
penelitian ini adalah kepustakaan murni (library research), yakni penelitian yang
Tesis berjudul Larangan Bagi Wanita Haid Menurut Ibn Hazm dalam
Ibn Hazm tentang larangan bagi wanita yang sedang haid dalam tinjauan
menyentuh Al-Qur‘an serta larangan masuk masjid ditinjau dari maqashid al-
penelitiannya tersebut.
Istihadhah pada Siswi Kelas VII MTS Al-Hadi Girikusuma Kecamatan Mranggen
Kabupaten Demak Tahun Ajaran 2014/2015 karya Siti Fajaroh mengulas tentang
pengertian haid dan istihadhoh, ciri-cirinya serta masa paling minimal dan
maksimal haid serta istihadhoh. Dalam skripsi ini, Siti Fajaroh menggunakan
Demak.
Masjid (Studi Kasus Mahasiswi IAIN Syekh Nurjati Cirebon) karya Rochmat
14
Fauzi mengulas tentang haid secara umum, hikmah adanya haid, masa haid serta
disebutkan juga jenis dan sifat darah haid dan apa saja perkara yang diharamkan
wanita terutama mahasiswi IAIN Syekh Nurjati Cirebon berdiam diri di masjid
Skripsi yang berjudul Regulasi Emosi dengan Rasa Nyeri Haid (Dismenore)
pada Remaja karya Dwi Anna Khoerunisya ini mengulas tentang haid dari sisi
bagaimana tingkatan nyeri haid. Dalam skripsi ini, Dwi Anna Khoerunisya
hukum islam. Yang membedakan dengan kajian pustaka di atas, dalam skripsi ini
permasalahan haid.
Dalam kajian ini, penulis menggunakan tafsir ahkam karya Ali Ashobuni
15
menyebutkan hukum-hukum haid, namun belum ada kajian yang merujuk secara
8. Metode Penelitian
ingin dicapai dalam sebuah tulisan. Persoalan yang penting patut dikedepankan
dalam metodologi penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang
Oleh karena itu, untuk memperoleh bahan informasi yang akurat dalam
berikut :
1. Jenis Data
buku referensi dari literatur yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu
2. Sumber Data
dipusatkan pada kajian terhadap data dan buku-buku yang berkaitan dengan
16
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metologis ke Arah Ragam Varian
Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 42.
16
permasalahan ini. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua sumber,
yaitu:
a. Data Primer
Yaitu data yang diambil dari sumber asli yang memuat suatu informasi.
diperoleh dari tangan pertama yang terkait dengan tema penelitian. Jadi,
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh bersifat pelengkap. Biasanya data ini tersusun
pokok permasalahan. Dalam hal ini penulis mengambil data dari buku-
Soal Wanita yang Patut Anda Ketahui, Fiqih Sunnah Lin Nisa‘, Fikih
17
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014), 208.
17
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode riset
merupakan kutipan dari berbagai karya ilmiah dan buku refrensi yang
4. Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuhkan didapatkan, penulis akan mengolah data
berlaku.18
9. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini antara lain memuat beberapa bab dan
sub-bab yang meliputi point-point penting terhadap permasalahan yang ada. Pada
Dalam bab ini dijelaskan pula mengenai pengertian haid, masa terjadinya haid,
gangguan-gangguan yang terjadi selama haid, serta dijelaskan pula haid dari segi
18
Mardalis, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal) (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 26.
18
wanita ketika mengalami haid serta menyebutkan akibat berhubungan badan
mengenai tentang haid, pada bab ketiga ini dijelaskan persoalan haid dalam
dengan menggunakan tafsir ahkam karya ali Ashobuni. Serta memaparkan pula
Al-Qur‘an
Dan yang terakhir yaitu bab kelima. Pada bab ini berisi kesimpulan dari
seluruh uraian yang telah dikemukakan dan merupakan jawaban dari rumusan
masalah yang telah dipaparkan diatas, serta saran-saran yang dapat disumbangkan
19
BAB II
HAID DALAM BERBAGAI PRESPEKTIF
1. Pengertian Haid
Menurut bahasa, kata haid merupakan mashdar dari fi’il: khaada- yahidu-
adalah mengeluarkan air yang berwarna merah.19 Adapun dalam kamus Al-
Munawir khaada mempunyai arti mengalirkan.20 Dan menurut arti syara‘ ialah
darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada
waktu tertentu. Haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit,
luka, keguguran atau melahirkan. Karena haid adalah darah normal, maka darah
Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita pada kondisi sehat,
seorang wanita melihat darah sebelum menginjak usia Sembilan tahun atau
melihat darah setelah menginjak usia menopause, darah tersebut bukan darah
19
Ahmad Faris, Mu’jam Maqoyisul Lughoh Jilid 2 (Beirut: Darul Fik, 1979), 124.
20
Ahmad Warson Munawir, Kamus AL-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap (Jakarta: Pustaka
Progressif, 1984), 314.
21
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsmani, Darah Kebiasaan Wanita, t.t., 6.
22
Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab Praktis, 296.
20
Muhammad Jawad Mughniyah dalam bukunya menyebutkan bahwa haid
adalah darah yang biasa keluar dari diri seseorang wanita pada hari-hari tertentu.
Ada beberapa hal yang berbeda dalam pandangan imam madzhab terkait
a. Hanafiyah
darah tersebut adalah darah haid menurut pendapat terbaik. Apabila yang
setelah itu, darah tersebut bukan darah haid. Kecuali jika ia melihat darah
b. Malikiyah
hingga tiga belas tahun, lalu hal itu ditanyakan kepada para wanita,
23
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab (Jakarta: Lentera, 2007), 34.
24
Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab Praktis, 296–97.
21
mereka memastikan darah tersebut bukan darah haid, berarti bukan darah
Apabila darah keluar dari (kemaluan) wanita yang berusia lebih dari
tiga belas tahun hingga usia lima puluh tahun, darah tersebut dipastikan
haid. Dan jika darah keluar dari (kemaluan) wanita yang berusia lebih
dari lima puluh tahun hingga usia tujuh puluh tahun, lalu hal tersebut
dipastikan darah tersebut bukan darah haid, tapi darah istihadhah. Seperti
itu juga ketika darah keluar dari anak wanita yang belum menginjak usia
Sembilan tahun.
c. Syafi‘iyah
Masa haid tidak ada batas akhirnya. Haid mungkin saja terus dialami
d. Hanabilah
Misalkan seorang wanita melihat darah setelah batas usia ini, darah
adalah darah yang keluar dari rahim wanita pada kondisi sehat yang
sudah mencapai usai sembilan tahun melalui vagina. Darah haid keluar
22
penyakit, pecahnya selaput keprawanan, keguguran ataupun melahirkan.
Oleh karena haid adalah darah normal, maka darah tersebut berbeda
nyata pada setiap wanita. Haid juga merupakan indikasi wanita telah
Semua ulama madzhab bersepakat bahwa usia terendah bagi seorang wanita
untuk menjalani masa haid adalah sembilan tahun. Oleh karena itu, apabila
usia tersebut, maka itu bukanlah darah haid. Artinya tidak berlaku baginya
Hanya saja para Ulama‘ berbeda pendapat mengenai batas usia lanjut
mengalami haid itu jika dia berusia lima puluh tahun, Hanafi berpendapat lima
25
Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), 84.
26
Muhammad bin ‘Isa Al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi (Beirut: Dar Ihya al-Turots al-‘Arobiy, t.t.),
419, nomor hadis: 1109.
23
puluh lima tahun, adapun Maliki berpendapat tujuh puluh tahun, dan Syafi‘i
berpendapat bahwa selama masih hidup maka haid itu masih mungkin,
sekalipun biasanya darah akan berhenti setelah berusia enam puluh dua
tahun.27
sebagai darah haid. Jadi kapanpun seorang wanita mengeluarkan darah berarti
ia haid, meskipun usianya belum mencapai sembilan tahun atau di atas lima
haid pada keberadaan darah tersebut. Maka dalam masalah ini, wajib mengacu
karena tidak adanya penjelasan dari Al-Qur‘an maupun hadis. Adapun para
wanita.
Sama seperti usia maksimal wanita mengalami haid, para ulama berbeda
haid. Boleh jadi perbedaan ini dikarenakan hasil penelitian dan pengamatan
27
Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, 34.
28
Darah Kebiasaan Wanita, 7.
24
para ulama terhadap wanita yang mengalaminya berbeda-beda antara seorang
dengan yang lain.29 Menurut Ulama Hanafiyah, batas minimal masa haid
adalah tiga hari tiga malam, dan batas maksimalnya sepuluh hari sepuluh
malam. Jika darah haid terjadi secara rutin dan batas waktunya melebihi
waktu normal namun kurang dari sepuluh hari, selebihnya tersebut termasuk
haid.30
kaitannya dengan ibadah, bukan berdasarkan darah yang keluar, juga bukan
satu kali dalam sesaat, darah tersebut dianggap sebagai darah haid. Namun
jika kaitannya dengan ‗iddah dan istibra‘, maka batas minimalnya sehari atau
kurang dari sehari. Juga tidak ada batas maksimal haid, namun berdasarkan
darah yang keluar. Untuk itu haid tidak dibatasi sebanyak satu rithel misalnya.
Lebih dari itu atau kurang dari itu. Adapun batas maksimal haid-berdasarkan
waktu-diperkirakan selama lima belas hari bagi wanita pemula yang tidak
sedang hamil.31
Batas minimal masa suci menurut imam madzhab juga berbeda pendapat.
Ulama Hanabilah berpendapat, Batas minimal masa suci di antara dua haid
adalah tifa belas hari. Ulama‘ Syafi‘iyah berpendapat, Batas minimal masa
29
Quraish Shihab, M Quraish Shihab menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui
(Tangerang: Lentera Hati, 2010), 52.
30
Wahhab Khallaf, Fikih Empat Mazhab Praktis, 299.
31
Ibid., 300.
25
suci adalah lima belas hari, dengan syarat masa suci berada di antara dua
darah haid.
Bersih yang berada diantara dua haid dalam satu rentang masa imkanul
haid (masa 15 hari sejak awal darah haid keluar) dianggap sebagai darah haid.
Misalkan seseorang wanita melihat darah pada suatu hari, dan pada hari
berikutnya melihat bersih, lalu pada hari berikutnya melihat darah, dan semua
ini terjadi dalam masa haid, semua dianggap haid. Sedangkan menurut ulama
Hanabilah dan Malikiyah berpendapat, Bersih pada masa haid adalah suci.
Misalkan darah berhenti pada satu hari di antara dua haid, masa tersebut
dianggap masa suci. Pada masa itu, wanita yang bersangkutan melakukan hal-
memasukkan kain bersih atau kapas ke dalam kemaluannya untuk melihat ada
sisa darah atau tidak. Jika sudah benar-benar bersih, tidak ada cairan yang
berwarna keruh maka dapat di pastikan kalau masa haid telah berakhir.33
Adapun syaratnya warna darah haid itu harus memiliki warna seperti salah
32
Ibid., 301.
33
Erna Sinaga, Nonon Saribanon, dan Nailus Sa‘adah, Manajemen Kesehatan Menstruasi
(Universitas Nasional: IWWASH Hlobal One, 2017), 118.
26
b. Merah
c. Kuning
d. Keruh34
Jika darah yang keluar berwarna kuning atau keruh apabila keluarnya setelah
suci dari haid, maka cairan tersebut tidak termasuk sebagai darah haid.35 Dan
dihukumi najis sebagaimana darah istihadoh, karena keluarnya dari bagian dalam
(batin).36
lahiriyyah dari hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Athiyyah dan hadis yang
َّت ِ َّعْنأ ُِّم،ََّّع َّنَّ ُُمم ٍَّد،َّوب ِ َّحدثَنَاإِ ْْس:َّ ال ٍَّ َِّسع
ْ ََّقَال،ََّّعطي ََّة
َ َ َ ْ َ ََّ َّع َّْنَّأَي،
َ َّيل
َُّ اعَ َ َ ََّق،َّيد َ َحدثَنَاَّقُتَ ْيبَةَُّبْ ُن
37
.َّشْيئًا
َ اَّلَّنَعُدَّالْ ُك ْد َرَة ََّوالص ْفَرَة
َ َّ ُكن:
Sesungguhnya kami tidak menganggap cairan keruh dan keluning-kuningan
(setelah suci) sebagai suatu masalah.
ِِ ِ ِ َّموَلة-ََّّع َّنَّأ ُِّم َِّو،ََّّعْن ع ْل َقمةَ َّب ِن َّأَِِب َّع ْل َقم ََّة،ك ٍ ِ َ ن َّ َُْيَي
َّ-َّ ي َ َّعائ َشةَ َّأ ُِّم َّالْ ُم ْؤمن
َ َْ َْ َ َ ْ َ َ َ َّع ْن ََّمال، َ َّ ََِحدث
ََُّّفِ ِيو َّالص ْفََّرة،َّف َُّ َّفِ َيهاَّالْ ُك ْر ُس،َِّّر َج َِّة ِ ِِ ِ ََّ َِّ َكا َن َّالنِّساء َّي ب عثْن َّإ:َّ أَن هاَّقَالَت
َ لَّ َعائ َش َّةََّأ ُِّم َّالْ ُم ْؤمنينَبالد َ َ َْ ُ َ ْ َ
34
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Damaskus: Darul Fikr, 2007), 510.
35
Ibid.
36
M. Masykur Khoir, Haidl & Thoharoh (Kediri, 2002), 20.
37
Muhammad bin Isma‘il Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), 99, nomor
hadis: 326.
27
َّ.ََّاء
َّ ض
َ َّحّت َّتَ َريْ ََّنَّالْ َقص َة َّالْبَ ْي ُ َّفَتَ ُق،ِاَّع ِن َّالص ََلة
َ ََّل َّتَ ْع َج ْل َن:َّ ول َّ ََلُن
ِ َّاْلي
َ َْْ َّدِم
َ َّيَ ْسأَلْنَ َه،ضة َ م ْن
ِ
.38ض َِّة ْ كَّالط ْهَر َِّم َن ِ تُِر
َ َّاْلَْي َ يدَّبِ َذل
ُ
Yahya bercerita kepadaku dari Malik, dari ‗Al Qomah, dari ibunya, maula
(mantan hamba sahaya) Aisyah, bahwasanya ia mengatakan, Para wanita
mengutus seseorang kepada ummul mukminin Aisyah dengan membawa
kain yang berisikan kapas yang terdapat cairan berwarna kekuningan dari
darah haid, mereka menanyakan kepadanya tentang bolehnya mereka untuk
shalat (setelah keluarnya cairan kuning tersebut). Maka Aisyah berkata
kepada mereka, ―Janganlah terburu-buru hingga kalian melihat cairan putih.‖
Yang dimaksudkan adalah suci dari haid.39
Untuk menjawab kedua hadis yang terlihat kontradiksi, maka kedua hadis ini
a. Kental
b. Cair
c. Berbau busuk
d. Tidak berbau40
38
Malik bin Anas, Al-Muwatta (Mesir: Dar al-Syu‘bi, t.t.), 59, nomor hadis: 128.
39
Abu Malik Kamal, fiqih sunnah lin nisaa’ ENSIKLOPEDI FIQIH WANITA (Depok: Pustaka
Khazanah Fawa‘id, 2016), 93. Hanya dishohihkan oleh Ibnu Hiban dan Al ‗Ijli
40
Khoir, Haidl & Thoharoh, 20.
28
Misalkan seorang wanita terbiasa haid pada awal bulan, lalu ternyata dia
haid di akhir bulan, atau sebaliknya, misalkan dia terbiasa haid pada akhir
haid akan terlambat, tidak seperti biasanya. Bisa juga haid datangnya
Misalnya seorang wanita biasanya haid selama lima hari setiap bulannya,
delapan atau sepuluh hari. Jika masih dalam masa maksimal haid tidaklah
masalah. Tetapi jika darah masih keluar melebihi waktu batas maksimal
haid, maka yang keluar bukan lagi darah haid, melainkan darah istihadoh.
keluar belum mencapai 24 jam, maka tidak wajib mandi. Bahkan hanya
Karena darah yang keluar tidak mencapai 24 jam itu bukanlah darah haid.
41
Khalid Jad, Hanya Untuk Perempuan (Solo: Era Intermedia, 2006), 88.
29
Namun jika darah yang keluar sudah mencapai 24 jam, maka diwajibkan
untuk mandi.42
Jika yang terjadi adalan an-naqa (seorang wanita yang sedang haid
kembali), dalam masalah ini ada dua pendapat ulama. Yang pertama
haid. Namun jika terjadi melebihi masa maksimal haid (15 hari) maka
setelah melewati masa 15 hari itu adalah darah istihadhah (jika wanita
haid. Namun, terkadang ada wanita yang tidak normal sehingga keluar
darah pada saat hamil. Apabila dilihat kondisi darahnya menyerupai darah
42
Khoir, Haidl & Thoharoh, 9.
43
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 514.
30
baik secara warnanya, baunya dan ciri-cirinya, serta keluar pada masa
permpuan yang sedang hamil tidak akan didatangi haid, karena keluarnya
darah haid merupakan tanda bersihnya rahim. Hal ini menunjukkan bahwa
haid tidak akan dapat bersatu dengan kehamilan. Maka jika seseorang
Menstruasi adalah suatu proses pelepasan lapisan dalam dinding rahim akibat
pengaruh hormon yang terjadi secara berkala pada wanita yang sudah mencapai
44
Malik Kamal, fiqih sunnah lin nisaa’ ENSIKLOPEDI FIQIH WANITA, 96.
45
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 510.
46
Dewi Ratna Sulistina, ―Hubungan Pengetahuan Menstruasi dengan Prilaku Kesehatan Remaja
Putri Tentang Menstruasi Di SMPN 1 Trenggalek‖ (Universitas Sebelas Maret, 2009), 31.
47
Irwan Abdullah, ―Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender‖ 14, no.
Humaniora (1 Februari 2002): 34.
31
kejadian fisiologis bagi wanita yang sudah remaja, dalam hal ini hormon-hormon
dan aktif terjadi pada masa reproduktif, yaitu sejak pubertas hingga menopause,
Menstruasi yang terjadi pertama kali disebut menarche, dan menjadi tanda
bahwa tubuh wanita tersebut sedang melakukan proses pelepasan telur. Setiap
folikel yang akan diproses lebih lanjut lagi. Selanjutnya hanya akan ada satu
folikel terpilih yang akan dikeluarkan dalam bentuk sel telur (oosit). Perdarahan
yang terjadi pada kejadian menstruasi menandakan bahwa rahim telah berfungsi.
c. sel-sel epitel dan sroma (jaringan ikat pada organ tubuh) dari dinding
48
Mira Trisyani, ―Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Keluhan Tentang Menstruasi Di Antara
Remaja Putri,‖ Jurnal Keperawatan Komprehensif, Vol. 4 No. 2 (Juli 2018): 87.
49
Caroline J. Bohme, Jannette C. Gosch-Weisbrodt, dan Rona B. Warton, Yang Perlu Anda
Ketahui Kesehatan Wanita di Atas Usia 40 Tahun (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, t.t.), 2.
32
d. cairan dan lender (terutama yang dilekuarkan dari dinding uterus, vagina
dan vulva).
Siklus menstruasi adalah jarak dari hari pertama menstruasi sampai hari pertama
menstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas antara
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir
dengan aktivitas ovarium. Dapat dibedakan tiga fase endometrium dalam siklus
a. Fase Proliferasi
50
H. Hendrik, Problema Haid Tinjauan Syariat dan Medis (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2006), 96.
51
Syamhartis, ―Larangan Bagi Wanita Haid Menurut Ibn Hazm Dalam Tinjauan Maqasidh Al-
Syari‘ah dan Relevansinya dengan Kemajuan Ilmu Pengetahuan‖ (Universitas Islam Sultan Syarif
Kasim, 2011), 73.
52
Ibid.
33
endometrium dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan
5 mm.53
kurang 3,5 mm. Fase ini berlangsung menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Fase proliferasi dini Fase ini terjadi pada hari ke 4 sampai hari ke
7. Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan
2) Fase proliferasi madya. Fase ini terejadi pada hari ke 8 sampai hari
ke 10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari
sampai hari ke- 14. fase ini dapat dikenali dari permukaan yang
b. Fase luteal
53
Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab, 48.
54
Syamhartis, ―Larangan Bagi Wanita Haid Menurut Ibn Hazm Dalam Tinjauan Maqasidh Al-
Syari‘ah dan Relevansinya dengan Kemajuan Ilmu Pengetahuan,‖ 74.
34
Pada akhir fase luteal, endometrium sekretorius yang matang dengan
Umumnya pada fase pasca ovulasi wanita akan lebih sensitif. Sebab
pada fase ini hormon reproduksi (FSH, LH, estrogen dan progesteron)
c. Masa menstruasi
55
Sinaga, Saribanon, dan Sa‘adah, Manajemen Kesehatan Menstruasi, 27.
35
Jadi dengan menstruasi itu keluar darah, potongan-potongan
endometrium dan lendir dari servik. Darah itu tidak membeku karena
hilang dalam beberapa jam setelah darah haid keluar. PMS biasanya
kepala, kram perut, , berat badan bertambah karna cairan di dalam tubuh
muka atau kaki. Hal ini dikarenakan tidak adanya keseimbangan antara
56
Syamhartis, ―Larangan Bagi Wanita Haid Menurut Ibn Hazm Dalam Tinjauan Maqasidh Al-
Syari‘ah dan Relevansinya dengan Kemajuan Ilmu Pengetahuan,‖ 76.
57
Faisal Yatim DTM, Haid Tidak Wajar Dan Menopause (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2001),
3–37.
36
PMS biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus, kecuali jika
kondisinya menjadi sangat berat. Namun perlunya mengatur diet dari kopi,
sayuran dan asam linoleat yang banyak terdapat pada biji sejenis bunga
rose. Serta harus diimbangi juga dengan olehraga dengan teratur. Keluhan
PMS ini berbeda antara wanita satu dengan yang lain. Dan beberapa
b. Dismenorrhoe
1) Dismenorrhoe primer
Adalah rasa nyeri yang timbul sejak pertama kali mengalami haid. Dan
58
Ibid.
37
2) Dismenorrhoe Sekunder
tumor dalam rongga Rahim (misalnya infeksi rahim, kista atau polip),
(anemia).
Pendarahan saat haid bisa terjadi tanpa disertai dengan rasa sakit.
Keluhan sakit ini biasanya terjadi pada pertengahan siklus haid. Dan
wanita lain, bisa ringan bahkan ada juga yang berat. Keadaan ini
59
Ibid.
38
Rasa nyeri ini terjadi karena adanya pendarahan dalam rongga perut
pada saat pecahnya indung telur sewaktu melepaskan sel telur saat
ovulasi.
menghentikan perdarahan.
muncul, yaitu:
1) Jangka waktu haid lebih lama dari biasanya, atau biasa disebut
dengan amenore
39
tersebut bisa dijadikan bahan evaluasi atas perubahan siklus yang
menular, diantaranya: 60
b. Resiko Infeksi
c. Endometriosis
60
Rena Erlianisyah Putri, Biologicaliosopy (Asrifa, 2014), 44.
40
Endometriosis mengacu pada pertumbuhan sel-sel di luar endometrium
(dinding rahim) atau di tempat lain. Dalam tingkat lanjut pertumbuhan sel-
sel tersebut akan memicu rasa nyeri saat haid atau biasa disebut dengan
darah haid dari dalam rahim ke saluran indung telur dan masuk ke dinding
perut. ini dapat terjadi jika melakukan hubungan seks saat haid. Resiko
infeksi juga semakin meningkat baik pada pria maupun wanita. Tingkat
d. Sudden Death
Gerakan penis pasa saat berhubungan seks di masa haid juga bisa menjadi
tubuh. Dan berhubungan seks dengan wanita haid bisa menyebabkan luka
41
f. Aids
sistem kekebalan tubuh manusia. Apabila seorang telah terkena virus ini,
anal.61
g. Sifilis
61
Obi Andarto, Penyakit Menular di Sekitar Anda (Begitu Mudah Menular dan Berbahaya, Kenali,
Hindari, dan Jauhi Jangan Sampai Tertular Obi Andarto Jakarta Penyakit Menular di Sekitar Anda
(Begitu Mudah Menular dan Berbahaya, Kenali, Hindari, dan Jauhi Jangan Sampai Tertular (Jakarta:
Pustaka Ilmu Semesta, 2015), 7.
42
Sifilis merupakan penyakit akibat dari berhubungan seks bebas dan
hanya dalam waktu beberapa minggu dan penyakit ini sifatnya dapat
menular kepada janin oleh ibu yang menderita penyakit ini, bahkan bayi
62
Ibid., 10.
43
BAB III
ALI ASSHOBUNI DAN PENAFSIRAN AYAT-AYAT HAID
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ali bin Jamil Ash-Shabuni yang lahir di
kota Halab (kini menjadi Alepo) Syiria pada tahun 1928 M/1347H. Ali
Syekh Jamil merupakan salah satu ulama senior di kota Aleppo. Pendidikan
dasar agama Ali Assobuni didapatkan dari ayahnya sendiri, di mulai dengan
kecerdasan dalam menyerap berbagai illmu agama, hal ini terbukti. dengan
63
Fiddian Khairudin dan Syafril, ―Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab Rawai‘u al
Bayan Karya Ali al-Shabuni Syafril, Jurnal Syahadah, Vol V, No 1, April 2017 Universitas Islam
Tembilahan‖ V no 1, no. Syahadah (April 2017): 111.
64
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/17/m7bb0f-hujjatul-islam-syekh-
aliashshabuni-1. Diakses 16 Agustus 2019
44
Shama, Syaikh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-
pendidikan selama satu tahun, hal itu karena dia tidak setuju atas
ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata mempelajari ilmu umum. Ali Assabuni
hingga selesai strata satu pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya di
65
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2012/12/biografi-singkat-mufassir-syaikh-ali_453.html
Diakses pada Jumat, 16 Agustus 2019, 11.55 WIB
66
Andy Haryono, ―Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni dalam Kitab Rawaiu‘ al-
Bayan Wardah Vol. 18 No.1 2017‖ 18 No.1, no. Wardah (2017): 57.
67
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Teras, 2006), 56.
45
Setelah menempuh pendidikannya di Mesir, Ail Assabuni kembali ke kota
Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama
delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan
Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz yang berada di
Kota Makkah. Ali Assabuni mengajar didua perguruan tinggi tersebut selama
28 tahun.68
Masjidil Haram. Selain Masjidil Haram, kuliah tafsir juga disampaikan pada
salah satu masjid di Kota Jeddah. Kuliah ini berlangsung lebih kurang delapan
kaset. Bahkan, tidak sedikit hasil rekaman kuliah tersebut yang ditayangkan
68
Ibid., 57.
46
dalam program khusus di televisi. Kegiatan perekaman materi kuliah al-
Ali Asshobuni adalah seorang akademisi yang memiliki minat tinggi dalam
kegiatan penelitian dan penulisan terlebih dalam hal kajian Al-Qur‘an. Ali
karya. Banyak karyanya kemudian tersebar luas di dunia Islam dan menjadi
bidang keilmuan:
h. Shafwah al-Tafasir
69
Ibid.
47
n. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir
Dari buah pemikiran seorang ilmuwan yang berasal dari Aleppo lahirlah
bidang tafsir Al-Qur‘an, yaitu Rawāi‘ul Bayān fi tafsiri ayati‘l Ahkam mina‘l
Quran atau terjemahan harfiahnya adalah ―Keterangan yang indah dalam tafsir
Asshobuni menelaah terlebih dahulu terhadap apa-apa yang ditulis oleh para
mufasir sebelumnya.
hukum yang terdapat di dalam Al-Quran inilah yang menjadi ciri khas dari
tafsir Ahkam.
70
Haryono, ―Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni dalam Kitab Rawaiu‘ al-Bayan
Wardah Vol. 18 No.1 2017,‖ 59.
48
pilihan penulisnya. Seperti yang telah dipetakan, buku ini terdiri atas dua jilid
besar. Pada jilid pertama terdapat 699 dan 701 halaman pada jilid kedua.
jilid ke dua terdiri dari 30 pertemuan, diawali dengan Surat An Nur dan
Al-Muzammil.
menjadi objek kajian al-Shabuniy, di mana pada juz yang pertama dibahas 40
tema dan di juz kedua terdapat 30 puluh tema. Jumlah ayat hukum yang dikaji
sebanyak 248 ayat yang tersebar dalam 21 surat. Dengan rincian, selain surat
al-Fatihah, surat al-Baqarah 20 tema, Ali ‗Imran 2 tema, al-Nisa‘ 7 tema, al-
Muzammil 1 tema.71
Qur‘an karya al-Jassas, Ahkam Al-Qur‘an karya Ibnu al-‗Arabi, Ahkam Al-
49
ahkam dari Imam Syafi‘i, dan Muhammad ‗Ali al-Sayis dengan karya Tafsir
Ayat al-Ahkam, maka buah tangan ‗Ali al-Shabuni ini merupakan tafsir
mengulas ayat dari segi penafsiran dan kandungan hukumnya, Ali Asshobuni
juga mengkaji aspek aksiologis dari hukum Islam- yaitu hikmatu al-Tasyri‘, di
mana dalam produk tafsir ahkam sebelumnya, persoalan ini tidak begitu
maka tidak semua ayat dalam surat Al-Qur‘an ditafsirkan oleh Ali Asshobuni,
namun demikian ia tetap menafsirkan ayat sesuat dengan urutan surat dalam
mushaf Al-Quran.
seperti hukum taklifî yang dikategorisasi-kan para ulama fikih yang berupa
wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Maka dalam menjelaskan hukum,
Al-Qur‘an hanya menggunakan kata perintah dan larangan. Paling jauh, Al-
Qur‘an menggunakan diksi halal dan haram untuk menjelaskan sesuatu yang
72
Ibid., 127.
73
Lilik Ummi Kaltsum dan Abd Moqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Ciputat: UIN Press, 2015
(Ciputat: UIN Press, 2015), 111.
50
Pengkategorisasian hukum dalam fiqih sudah lebih detail. mencangkup
qur‘an hanya menggunakan kata perintah dan larangan. Paling jauh, Al-
Kitab Rawai' al-Bayan ini termasuk dalam kategori tafsir ahkam atau tafsir
fiqhi, karena tafsir ini secara khusus hanya membahas masalah hukum yang
Tafsir ahkam merupakan salah satu corak dari beragam corak penafsiran
lebih kuat dan menimbang pendapat mana yang lebih dekat dengan
kebenaran.
atau ra’y. Dari penelitian yang dilakukan terkait dengan ―prosedur penafsiran‖
74
Isnan Ansory, Mengenal Tafsir Ayat Ahkam (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), 5.
51
yang dibangun Ali Asshobuni, dapat diketahui bahwa yang menjadi perangkat
dasar atau basis penalarannya ketika menafsirkan ayat ahkam adalah sebagai
berikut:75
a) Analisa Bahasa
syariat islam.
Asbabun nuzul juga tidak luput dalam kajian tafsir Rawai‘ Bayan.
52
dalam rumah, tidak diberikan kepadanya makan dan minum, serta
ada seseorang yang bertanya hal itu kepada Nabi Muhammad. Lalu
dalil, sehingga dapat diketahui dalil mana yang lebih kuat yang
77
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 239.
53
hukum secara rasional dan logis yang terdapat pada ayat yang
ditafsirkan.
tersebut.
ditafsirkan
h. Hukum syarak dan dalil para ahli fikih, dengan menguatkan salah satu
dari dalil-dalil tersebut. Hukum fiqih sangat kental sekali dalam tafsir
bagi orang yang sakit, dan Ali Asshobuni pun menguatkan (tarjih)
54
dimana pendapatnya lebih rasional bahwa hikmah diperbolehkannya
filosofi suatu hukum secara rasional dan logis yang terdapat pada ayat
yang ditafsirkan.78
a) Redaksi Ayat
78
Ibid., xviii. Dalam muqaddimah yang disampaikan Ali Asshobuni dalam kitab Rawai‘ Bayan.
55
b) Mufrodad
yang keluar dari pangkal rahim wanita setelah mencapai umur baligh dan
memproduksi sel telur. Jika sel telur tidak dibuahi oleh sperma laki-laki,
maka sel telur tersebut akan membusuk dan rusak, dan akhirnya keluar
c) Asbabun Nuzul
orang Yahudi apabila istrinya sedang haid, maka mereka tidak mengajak
dan minum, serta para istri diasingkan di luar rumah. Maka ada seseorang
yang bertanya hal itu kepada Nabi Muhammad. Dalam tafsir al-Baidhawi,
orang yang menanyakan hal tersebut adalah Abu Dahdah.80 Lalu turunlah
itu haid, melainkan bagaimana tuntunan Illahi kepada suami yang istrinya
sedang mengalami haid. Meski jawaban dari ayat tersebut sangat singkat,
79
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), 329.
80
Mardani, Tafsir Ahkam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 212.
56
sedang mengalami haid dan bagaimana seharusnya menghadapi mereka
dengan menyatakan kepada para penanya dan seluruh umat Islam, serta
dan minum serta melakukan apa saja kecuali mengaulinya. Dalam hadis
Namun ada seorang Yahudi yang menanggapi hal tersebut, ―apa yang
yang kita lakukan‖. Lalu mendengar hal itu, sahabat Abbad bin Bisyr dan
sahabat Abbad bin Bisyr dan Usaid bin Hudhair seketika raut muka Nabi
57
mereka berdua untuk meminumnya. Maka merekapun tahu kalau
d) Penafsiran
atau istri yang sedang haid. Mereka enggan untuk berinteraksi kepada
wanita yang sedang haid, meskipun hanya sekedar makan dan minum
saja. Dan wanita yang sedang haid dianggap sebagai penyakit atau
tengah antara keduanya. Dalam ajarannya, yang dijauhi hanya hal bersifat
83
Kadar M. Yusuf, Tafsir ayat ahkam (Jakarta: Amzah, 2013), 239.
84
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 240.
85
Sahih Muslim, 195, nomor hadis: 303.
58
Lafald mahidh terkadang mempunyai arti haid dan terkadang juga
menunjukkan arti tempat haid. Jawaban dari ayat ini, ―haid adalah
kotoran‖ dalam konteks ini mempunyai arti sifatnya darah haid, bukan
sifatnya tempat haid.86 Maka perintah untuk menjauhkan diri dari wanita
yang sedang mengalami haid ini berarti perintah untuk menjauhkan diri
dari tempat keluarnya haid, bukan secara mutlak menjauhi wanita yang
Dalam ayat ini penyebutan mahid diulang dua kali sebagai bentuk
wanita mengalami haid. Karena yang keluar dari vagina wanita tidak
hanya darah haid, melainkan juga istihadhoh dan nifas. Adapun dampak
gangguan wanita saat mengalami haid dan istihadhoh tentu berbeda, dan
dua kali.
86
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 240.
59
dekati‖. Dalam ayat ini, ن
ََّ ّتَّيَطْ ُه ْر
ََّّح ى
َ وىن
ُ ُ َوَلَّتَ ْقرب, maka yang dimaksud adalah
َ
berbuah.87
e) Kandungan Hukum
a) Menurut Ibnu Abbas dan Ubaidh Silmi yang wajib dijauhi adalah
keadaan haid‖. 88
87
Ibid.
88
Ibid., 241.
60
janggal yang sangat berbeda dengan pandangan Ulama‘ pada
wanita haid, namun masih ada banyak penjelasan dari hadis Nabi
berkata:
ِ ٍِ ٍ ِ ِ ِ
َّ ََّوَكا َن،ب ٌ َُّجنُ ت َّأَ ْغتَس ُل َّأَنَا ََّوالنِِب َّصلى َّاهلل َّعليو َّوسلم َّم ْن َّإنَاء ََّواحد َّك ََلنَا ُ ُكْن
َّف َّفَأَ ْغ ِسلُوُ ََّوأَنَا
ٌ َّم ْعتَ ِك ِ
ُ ِج ََّرأْ َسوُ ََّّإ ََل ََّوُى َو
ُ َِّيْر
ُ َّوَكا َن،
َ ض
ِ َاشرِِن َّوأَن
ِ
َ َ ُ َيَأْ ُم ُرِِن َّفَأَت ِزُر َّفَيُب
ٌ اَّحائ
َّ 91ض ٌَّ َِحائ
Aku pernah mandi bersama Nabi Muhammad SAW dari satu bejana,
sedang kami dalam keadaan junub, lalu Nabi SAW menyuruhku agar
aku memakai kain, kemudian ia memelukku sedangkan aku dalam
keadaan haid. (HR Bukhori, Muslim dan Tirmidzi)
Dan juga pendapat dari Maimunah, bahwa ia berkata:
ِ ِ ِ ُ َكا َنَّرس
َّض ُ ولَّاللوَّصلىَّاهللَّعليوَّوسلمَّيُبَاش ُرَّن َساءَهَُّفَ ْو َقَّا ِإل َزا ِر ََّوُىن
ٌ َّحي
92
َُ
Adalah Rasulullah SAW biasa memeluk istri-istrinya di atas kain,
sedang mereka dalam keadaan haid. HR Bukhori-Muslim
89
Ibid., 242.
90
Ibid., 241.
91
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih, 91, nomor hadis: 63:1.
92
Sahih Muslim, 192, nomor hadis: 297.
61
c) Madzhab Syafi‘i berpendapat bahwa yang wajib dijauhi adalah
d) Tarjih
bahwa yang lebih kuat adalah pendapat Abu Hanifah dan Malik.
93
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 241.
94
Sahih Muslim, 195, nomor hadis: 303.
95
Abu Bakar Abd al-Razzaq Al-Shan‘ani, Mushannaf Abd al-Razzaq (Beirut: Al-Maktab al-Islami,
1403H), bk. 4, hlm. 189, nomor hadis: 7439.
96
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 243.
62
terlarang, maka akan mudah sekali jatuh di dalamnya. Hal ini
mengalami haid.
keadaan haid.
97
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih, 91, nomor hadis: 302.
98
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 244.
63
Lain halnya dengan pendapat Imam Ahmad, menurutnya orang
mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah,
َّ ال
َ ََّق،ض ِ ع ِن َّالنِِب َّصلىَّاللو َّعلَي ِو َّوسلم َِّف َّال ِذيَّيأِِْت َّامرأَتَو َّوِىي
:" ٌ َّحائ
َ َ َ ُ َْ َ َ ََ َْ ُ َ ِّ َ
ِف ِص ِ ِ
ْ صد ُقَّبِدينَا ٍرَّأ َْوَّن
100 ٍ
َّدينَا َّر َ َيَت
satu dinar. Namun jika waktu disetubuhi darah telah kering maka
tentang itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan. Dan tentang dzimah
99
Ibid.
100
Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, 69, nomor hadis: 264.
101
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 244.
64
ada).102 Karena kaidah dasarnya adalah sebuah tanggungan/ denda itu
minimal masa haid adalah tiga hari tiga malam, dan batas
ٍَّ شَرةَُّأَي
َّ 104ام َ َُّوأَ ْكثَ َره،
ََّ َّع ٍ ِ َّاْلَْي
َ ضَّثََلثَةَُّأَيام ْ أَقَل
Sedikit-dikitnya haid itu tiga hari dan selama-lamanya haid itu
sepuluh hari.
sini menunjukkan bahwa masa haid itu terkadang bisa mencapai lima
belas hari.105
102
Ibid.
103
Ibid., 245.
104
Al-Daruquthni, Sunan al-Daruquthni (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 229, nomor hadis: 836.
65
Dan pendapat termasyhur dari Imam Malik berpendapat, tidak
ada batas minimal masa haid, tapi yang diperhitungkan adalah darah
keadaan haid).
105
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 245.
106
Ibid.
107
Ibid., 246.
66
b) Jumhur Ulama (Malik, Syafi‘i dan Ahmad) mengartikan suci
mengauli istri itu ketika darah haid telah berhenti dan cukup
firman Allah:
110
َّّتَّيَطْ ُه ْر َنََّّۖفَِإذَاَّتَطَه ْر َن
ََّّح ى
َ وىن
ُ َُوَلَّتَ ْقَرب
Yang pernama takhfif ََّّيَطْ ُه ْر َن (dengan di baca sukun ra‘ nya),
bersuci, yaitu kata kerja yang terjadi dengan upaya manusia, yaitu
108
Ibid.
109
Ibid.
110
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Baqarah: 222.
67
mandi dengan air.111 Jadi perbedaan pemilihan penekanan dalil
d) Tarjih
111
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 246.
112
Ibid., 247.
113
Ibid.
68
merupakan menyucikan dirinya dari kotoran batin. Dan mandi dan
f) Hikmatus Syar‘i
Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi menjadikan wanita sebagai
berpuasa dan i‘tikaf, atau dalam keadaan sedang haid, yaitu situasi di
sakit fisiknya, karena pada saat itu wanita sedang mengalami masa
akan mengalami rasa kurang enak dan atau menderita serta dalam
kondisi tidak siap mental untuk digauli secara seksual dalam rangka
dan sangat pekat. Darah haid sendiri adalah darah yang secalami harus
dibuang, karena sudah tidak berfungsi lagi. Tentu saja melihat darah
114
Ibid., 248.
69
keadaan seperti itu akan membawa akibat negative, baik untuk wanita
yang sedang haid sampai dia suci. Dan ini merupakan salah satu bukti
a. Redaksi Ayat
115
Ibid., 249.
70
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa
menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.116
b. Mufrodad
yang diambil dari kata talaq, yang berarti ―wanita yang dicerai oleh
mengkosongkan‖117
c. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dari Umar bin Muhajir yang diterima dari Ayahnya, Asma‘
dan belum ada bilangan iddah untuk wanita yang ditalak suaminya‖.
Maka Allah menurunkan ayat tentang iddah untuk wanita yang ditalak
d. Penafsiran
116
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Baqarah: 228.
117
Al-Qur’an Dan Tafsirnya, 336.
118
Tafsir Ahkam, 274.
71
perintah. Cara seperti ini dinilai lebih keras daripada menggunakan
menahan dirinya dari hawa nafsunya.120 Karena wanita yang akan menjadi
pada dirinya sendiri, maka laki-laki yang ingin meminangnya tidak akan
―Jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir‖ itu merupakan
syarat, dan jawabnya dibuang. Hal ini tidak mengecualikan wanita ahli
sampai akhir masa iddah juga tetap berlaku untuk mereka. seperti
orang lain‖. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak beriman berarti
119
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 263.
120
Ibid., 264.
121
Ibid.
72
―Suami-suami mereka lebih berhak untuk merujuknya” Bahwa
kosongnya rahim dari janin, selain itu untuk memberi kesempatan kepada
dia tidak tau apa yang dirasakan jika benar-benar sudah berpisah. Maka
dari itu, Allah menetapkan hak rujuk sebanyak dua kali dalam
dengan cara yang baik‖ merupakan perkataan yang singkat (ijaz) dan
indah (badi’) yang dikenal dikalangan oleh ahli ilmu balaghoh. Dengan
dibuang yang pertama dengan qarinah kedua dan dibuang yang kedua
122
Ibid.
123
Ibid.
73
tentang hak dan kewajiban timbal balik antara suami dan istri dalam haji
wada‘, yaitu
ََّّعلَىَّنِ َسائِ ُك ْم ِ ِِ أََل َّإِن َّلَ ُكم َّعلَىَّنِسائِ ُكم َّحق
َ اَّحق ُك ْم
َ ََّّفَأَم،َّحقًّا َ َّعلَْي ُك ْم
َ ًّاَّولن َسائ ُك ْم
َ َ ْ َ َ ْ
ِ ِ ِ
ََّّحق ُهن َ َّأََل ََّوإن،فَ ََل َّيُوطْئ َن َّفُ ُر َش ُك ْم ََّم ْن َّتَكَْرُىو َن ََّوَل َّيَأْ َذن َِّف َّبُيُوت ُك ْم ََّم ْن َّتَكَْرُىو َن
َّ 124ََُّّت ِسنُواَّإِلَْي ِهن َِّفَّكِ ْس َوِتِِن ََّوطَ َع ِام ِهن
ُْ َعلَْي ُك ْمَّأَ ْن
Ketahuilah, Sesungguhnya bagi kamu (laki-laki) mempunyai hak atas
isteri-isterimu dan isteri-isterimu juga mempunyai hak atas kamu.
Adapun hakmu atas isterimu yaitu: sekiranya mereka tidak
mempersilahkan orang yang kamu benci untuk menginjak tempat
tidurmu, dan tidak mengijinkan orang yang kamu benci untuk masuk
rumahmu. Sedang hak mereka atau kamu, yaitu: hendanya kamu
berbuat baik kepada mereka, dalam hal memberi pakaian dan makan.
(HR Nasai, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
jawab. Hal ini diperjelas dalam surat an-Nisa ayat 3 yang menjelaskan
124
Al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi, 1147, nomor hadis: 3087.
125
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 266.
74
e. Kandungan Hukum
Berdasarkan ayat di atas, iddahnya wanita yang ditalak adalah tiga kali
quru. Adapun wanita yang dimaksud adalah wanita yang sudah pernah
yang belum pernah dicampuri itu tidak ada iddah baginya (QS al-
Quru secara bahasa berarti haid dan suci.127 Namun para ulama ahli
suci. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Aisyah, Zaid
bin Tsabit dan juga salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.128
126
Ibid., 267.
127
Ibid.
128
Ibid.
75
bermakna haid, maka ayat itu akan berbunyi tsalasa quru. Karena
dengan begitu, berarti quru’ itu muannas, karena haid itu muannas.
َّ 130ار
َُّ َّاْلَطْ َه ْ َاَّاْلَقْ َراءُ؟َّإَِّن
ْ ُاَّاْلَقْ َراء ْ تَ ْد ُرو َن ََّم
Tahukah kamu, apakah aqra‘ itu? Aqra‘ adalah suci.
mentalak istrinya haruslah dalam keadaan suci, tidak pada saat istri
yang dimaksud quru adalah haid, karena iddah itu ditetapkan untuk
129
Ibid.
130
Al-Muwatta, 576, nomor hadis: 1197.
131
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 267.
76
َّ 132دعيَّالصَلةَّأيامَّأقرائك
Tinggalkanlah shalatmu pada hari-hari haidmu. (HR. Al-
Daruquthni)
adalah satu kali haid. Maka begitu juga seharusnya dengan wanita
bulan bagi wanita yang sudah tidak haid atau yang memang tidak
pernah haid sebagai ganti iddah haid. Hal ini jelas menunjukkan
ditalak itu hanya bisa keluar dari iddah dengan hilangnya haid
c) Tarjih
132
Al-Daruquthni, Sunan al-Daruquthni, 394, nomor hadis: 822.
133
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 269.
134
Ibid.
135
Ibid.
77
Ashobuni berpendapat bahwa pendapat Hanafiyah dan Ahmad
Lafald quru itu tidak dipakai dalam istilah syar‘i selain untuk
arti haid. Tidak ada satu kata pun yang dipakai untuk arti suci.
Oleh karena itu, mengartikan dengan kata haid lebih baik
untuk ayat di atas, bahkan lebih jelas. Sebab Rasulullah SAW
bersabda kepada wanita mustahadhah:
َّ 137دعيَّالصَلةَّأيامَّأقرائك
Tinggalkanlah shalatmu pada hari-hari haidmu.
tidak ada satu pun keterangan yang memperkuat pada salah satu
arti haid, maka berarti ini adalah bahasa Al-Qur‘an dan harus
diartikan demikian. Hal ini juga dapat diketahui dari konteks ayat
136
Ibid.
137
Al-Daruquthni, Sunan al-Daruquthni, 394, nomor hadis: 822.
78
dalam rahim adalah haid dan rahim. Dalam surat at-Thalaq,
3) Dalam ayat ―Dan tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang ada
di dalam rahim mereka‖. Dalam hal ini ulama ahli tafsir berbeda
pendapat:
Umar, Ibnu Abas dan Mujahir mengatakan, yang dimaksud dalam ayat
wanita itu lengkap dengan haid dan kehamilan. Jadi apa yang
itu tidak berdusta, karena tidak ada seorangpun yang mengetahui atas
pemberian dariNya‖.140
merahasiakan yang ada dalam rahimnya. Karena dari situ ada hak
138
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 270.
139
Ibid.
140
Ibid., 271.
79
karena mengaku telah berakhir masa iddahnya sedangkan rahimnya
telah terisi dan kemudian menikah dengan lelaki lain. Dan barangkali
wanita itu sudah tidak mau dirujuk oleh suaminya. Dari situlah, Allah
Kata muthallaqat ini merupakan kata yang masih umum, karena talak
sendiri ada dua macam, yaitu talak raja‘i (yang masih bisa kembali)
dan ghaira raja‘i (yang tidak bisa kembali), namun kemudian ditaskhih
merujuk mereka. Dengan begitu, ayat ini khusus bagi wanita yang
ditalak raj‘i, bukan prempuan yang ditalak bai‘in. Karena wanita yang
141
Ibid.
142
Ibid.
80
talak. Demi mencapai kemaslahatan dan kebaikan, maka dari itu talak
pernikahan.
f. Hikmatus Syar‘i
ada lagi keharmonisan antara suami dan istri. Jika diteruskan akan
agama islam itu luwes, karena Islam memberi hak kebebasan untuk
sayangnya. Maka jika kasih saying ibu itu telah tiada, maka nak-anak anak
banyak. Maka memisahkan antara dua orang yang sedang bertengkar terus
itu justru akan lebih baik. Sedang rumah tangga itu bersumber dari rasa
143
Ibid., 287.
81
cinta, ketenangan dan kedamaian, bukan saling menohok, pertentangan
dan perkelahian.144
tangga yang harmonis itu sudah tidak didapat, maka satu-satunya jalan
ialah bercerai. Dan diantara keharusan yang membolehkan cerai itu adalah
Jika dalam kondisi seperti itu tentu tidak bias jika hanya didiamkan dan
akan merusak moral keturunan. Maka dengan bercerai adalah lebih baik
untuk kemaslahatan. Selain itu ada sebab lain, yaitu sebab mandul
sedangkan istri tidak berkenan dipoligami atau karena sakit yang tidak
a. Redaksi
ََّّجنُبًا ِ
ُ اَّماَّتَ ُقولُو َن ََّوَل َ ّت َّتَ ْعلَ ُمو َّى َّ َح ى ََّّس َك َار ىُ اَّل َّتَ ْقَربُوا َّالص ََل َة ََّوأَنْتُ ْم َ َّآمنُوَ ين َ يَاَّأَي َهاَّالذ
ََّح ٌَّدَّ ِمْن ُك َّْم َّ ض ىَّىَّأ ََّْوَّ َعلَ ىَّىَّ َس َف ٍَّرَّأ ََّْوَّ َج
َ اءََّأ
ِ َّ إِلَّعابِ ِريَّسبِ ٍيلَّح
َ ّتَّتَ ْغتَسلُواََّّۖ َوإِ َّْنَّ ُكْنتُ َّْمَّ َم ْر َ َى َ
َّيدا َّطَيِّبًا َّفَ ْام َس ُحوا ً ِصع َ َّ اءً َّفَتَ يَم ُموا َّ اءَ َّفَلَ َّْم َّ ََِت َُّدوا َّ َم
َّ ِّس
َ ط َّأ ََّْو ََّل َم ْستُ َُّم َّالنَِّ ِِم ََّن َّالْغَائ
ِ ِ
ورا َ بُِو ُجوى ُك َّْمَّ َوأَيْدي ُك َّْمََّّۖإِنََّّالل َّوَََّّ َكا َن
ً َّع ُف ًّواَّ َغ ُف
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
144
Ibid.
145
Ibid.
82
air atau kamu telah menyentuh wanita, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.146
b. Mufrodad
permukaan kulit. Ada juga ulama yang berpendapat ahwa lamasa berarti
ini, jika hanya bersentuhan saja dengan wanita maka tidak akan
membatalkan wudhu147
c. Asbabun Nuzul
Berdasarkan riwayat Tirmidzi yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib,
dia berkata: bahwa Abdurrahman bin Auf suatu ketika mengundang para
kepada kami minuman yang terbuat dari arak. Lalu kami minumnya dan
kami melaksanakan sholat, karena pada saat itu waktu sholat sudah
Dalam sholat itu aku membaca surat al-kafirun salah, menjadi ―Qul ya
146
Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia, al-
Qur’an dan Terjemahannya (Medinah Munawwarah: Mujamma‘ al-Malik Fahd Ii Thiba‘at al-Mush-
haf, 1415), a. QS. an-Nisa: 43.
147
Al-Qur’an Dan Tafsirnya, bk. 2, hlm.180.
83
(Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku menyembah apa yang kamu
Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah). Setelah
d. Penafsiran
Haid dalam ayat ini akan dibahas dalam tengah-tengah ayat. Ia dibahas
sholat itu wajib, namun dalam kondisi tertentu tidak boleh melaksanakan
shalat. Bahwa shalat hanya boleh dilakukan dalam keadaan suci dan
dalam keadaan sadar (tidak mabuk). Maka pada awal ayat ini,
148
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 418.
84
apalagi untuk melaksanakannya. Dan larangan seperti ini menurut Abu
Sama halnya ketika Ali bin Abi Thalib ketika melaksanakan shalat setelah
khamr sudah seperti air minum biasa karena terlalu sering mereka
149
Ibid., 419.
150
Ibid., 420.
85
―Hingga kamu menyadari apa yang kamu ucapkan‖ merupakan
yang lembut. Dalam ayat ini hendak menyatakan bahwa shalat itu
hal yang bersifat duniawi, agar tidak terjadi kelupaan bilangan rakaat
tidak lain orang itu seperti orang yang mabuk (tidak sadarkan diri).151
(sindiran) dalam hal-hal yang kurang baik kalau diucapkan dengan cara
ghaith sendiri mempunyai arti tempat yang rendah yang biasa dituju
151
Ibid.
86
manusia. Kemudian kata ini popular digunakan dengan arti ―hadast‖,
SAW, lalu kalung Aisyah hilang. Kemudian Nabi SAW beserta sahabat
mencari kalung Aisyah, sedangkan pada saat itu mereka tidak membawa
air. Maka Abu Bakar marah kepada Aisyah sambil berkata: ―engkau
ayat ini diturunkan. Setelah para rombongan tadi shalat dengan tayamum
e. Kandungan Hukum
Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat. Sebagian besar ulama ahli
mempunyai arti shalat itu sendiri, yang demikian itu adalah pendapat
152
Ibid.
153
Ibid.
154
Ibid., 421.
87
Abu Hanifah dan yang diriwayatkan dari Ali, Mujahid dan Qatadah.
adalah hakekatnya shalat itu sendiri, karena di dalam masjid tidak ada
tidak bisa diucapkan oleh orang yang sedang mabuk, seperti bacaan al-
Qaur‘an, do‘a dan dzikir. Karena itu mengartikan kata shalat dalam
dari Ibnu Mas‘ud, Anas dan Sa‘id bin Musayyab berpendapat, bahwa
kata dekat dan jauh itu sesuai untuk sesuatu yang bersifat fisik, maka
kata shalat lebih sesuai jika diartikan dengan masjid. Akan tidak sesuai
jika shalat itu diartikan dengan hakikatnya shalat, karena kata itu tidak
155
Ibid., 422.
156
Ibid.
88
Thabari memilih pendapat yang pertama. Karena kalau terdapat
dua kata yang ada dua kemungkinan, yang satu berarti hakekat
maka diartikan secara hakekat itu lebih sesuai. Pendapat ini diperkuat
juga.158
berkaitan dengan hukum yang lain, yaitu apakah orang yang sedang
157
Ibid., 423.
158
Ibid.
89
Menurut pendapat yang pertama, bahwa pelarangan dalam ayat
Misalnya:
159 ٍ َُّجن
َّب ٍ ِفَِإ ِِّن ََّلَّأ ُِحلَّالْ َم ْس ِج ََّدَّ ِْلَائ
ُ ض ََّوَل
Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk orang yang
sedang junub dan yang sedang haid.
masjid bagi orang yang sedang junub diterangkan secara jelas dalam
diperbolehkan.160
mendapatkan air sama sekali, begitu juga setelah junub dan buang air.
meskipun di situ terdapat banya air atau tidak, karena yang menjadi
159
Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, 61, nomor hadis: 232.
160
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 423.
90
perhatian adalah sakitnya itu apabila terkena air khawatir sakitnya
ِ ِ َِّ َلً ِمنا حجر فَ َشج َّو ََّ ََع َّْن َجابٍَِّر ق
ْ ف َرأْس َّو َُّث
َّاحتَ لَ َم ُ َ َ َّ اب َر ُج ََّ َص َ ف َس َف ٍَّر فَأ َِّ َخَر ْجنَا: ال
ََّ ْص َّةً َوأَن
ت َ ك ُر ْخ ََّ َ َما ََِن َُّد ل: ف الت يَمم ؟ فَ َقالُوا َِّ ص ًَّة َِّ َص َحابََّوُ َى َّْل ََِت ُدو ََّن
ََّ َل ُر ْخ ْ َل أ ََّ فَ َسأ
اهللِ صلىَّاهللَّعليوَّوسلم َّ ول ََّ ات فَلَما قَ ِد ْمنَا َع
َِّ لى َر ُس ََّ تَ ْق ِد َُّر َعلى املاء فَا ْغتَ َس ََّل فَ َم
ِ َ ِ
الع َِّّي َّ
اء ف ش اَّن ِ
إ
َ ُ َ َ َ ُ َْ َ َ َ َ َف ؟ ا و م ل ع ي َّ
ل اذ ِ
إ ا
و ل
َُأ س َّ
ل َأ اهلل َّ
م
ُ ُ َ ََ ُ ُ ََ َ َ ك
ه ل ت ق َّ
وه ل ت ق : َّ
ال
َ ق ف ََّ َخبَ ََّر بِ َذل
ْأ
ب َعلَى ُج ْرِح َِّو ِخ ْرقََّةً َُّث ّيَْ َس ََّح َعلَْي َها ِ ْف َِّيو أَ َّْن ي تَ يم َّم وي ع
ََّ ص ِ السؤال إَِّنَا َكا ََّن يك
ََْ َ َ َ َ َ
162ِ ِ
َويَ ْغ ِس ََّل َسائََِّر َج َسدَّه
Ali, Ibnu Abbas dan Hasan berpendapat bahwa yang dimaksud adalah
161
Ibid., 424.
162
Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, 92, nomor hadis: 336.
91
yang dimaksud kata ―sentuh‖ itu adalah bersentuhan dengan tangan.
berpendapat:
163
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 426.
164
Ibid., 427.
165
Abu Abdi al-Rahman Ahmad Al-Nasa‘i, Sunan al-Nasa’i (Halb: Maktab al-Mathbu‘at al-
Islamiyah, 1986), 44, nomor hadis: 170.
92
Sesungguhnya Nabi SAW pernah mencium isterinya,
kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi.
166
Ibid., 1485, nomor hadis: 5534.
167
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 427.
93
jika menyentuhnya tidak dengan bersyahwat itu tidak
membatalkan wudhu.168
kemungkinan antara hakikat dan majaz pada suatu lafal, maka yang
lebih tepat adalah mengartikan secara hakikat sampai ada dalil yang
lamasa.169
kata lamasa meskipun mempunyai dua arti, namun yang tepat adalah
168
Ibid.
169
Ibid., 429.
94
mubasyarah dan masa yang keduanya juga berarti lamasa
(menyentuh).170
d) Tarjih
Dalam masalah ini, para ahli bahasa berbeda pendapat, akibatnya akan
baik itu berupa debu atau yang lainnya. Dan ada juga yang
apapun.172
batu atau sesuatu apapun yang berasal dari bumi meskipun tidak
170
Ibid.
171
Ibid.
172
Ibid., 429–30.
95
(bermaksud) dan sha‘id itu artinya semua yang berada di permukaan
itu berarti menujulah kamu ke suatu tanah yang suci. Jadi ukuran ini
bertayamum itu harus tanah yang baik. Tanah yang baik adalah yang
berdasarkan pada firman Allah pada surat al-A‘raf ayat 57: ―Dan tanah
Tuhannya.
Dan Syafi‘i berpendapat bahwa ayat itu mutlaq, dan diikat dengan
ِ ِ ِ
ُفَ ْام َس ُحوا بُِو ُجوى ُك َّْم َوأَيْدي ُك َّْم مْن َّو
Maka usaplah muka-mukamu dan tangan-tanganmu dengannya.174
arti sebagian. Hal ini tidak mungkin jika terdapat pada batu halus yang
tidak berdebu. Maka dipastikan bahwa tayamum itu tidak dinilai sah
173
Ibid., 430.
174
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Maidah: 6.
175
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 430.
96
Tarjih : Barangkali pendapat Syafi‘i inilah yang benar, terlebih
176
Al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi, 52, nomor hadis: 124.
97
BAB IV
IMPLIKASI HUKUM ISLAM BAGI WANITA YANG SEDANG
MENGALAMI HAID
baliknya. Ketika Allah menghalalkan sesuatu pasti ada manfaat untuk manusia di
Salah satu bentuk larangan Allah yang dapat membawa manfaat lebih banyak
bagi diri manusia adalah dengan tidak diperbolehkannya menggauli istri ketika
mengalami haid. Larangan ini dengan jelas difirmankan Allah dalam Al-Qur‘an
Dalam ayat di atas menjelaskan tentang perintah untuk para suami agar tidak
menggauli istrinya yang sedang haid. Semua ulama bersepakat bahwa haram
177
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Baqarah: 222.
98
hukumnya berhubungan seksual ketika istrinya sedang haid adalah haram. Namun
masih terjadi perbedaan antara ulama mengenai apa saja yang wajib dijauhi
a. Ibnu Abbas dan Ubaidh Silmi yang wajib dijauhi adalah seluruh tubuhnya.
yang sedang haid dengan tidak mengecualikan sesuatu apapun. Maka laki-
laki harus menjauhi seluruh tubuhnya karena keumuman ayat yang telah
dilarang ketika wanita haid, namun masih ada banyak penjelasan dari
b. Madzhab Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa yang wajib dijauhi
adalah antara pusar dan lutut.180 Pendapat ini berlandaskan dengan adanya
178
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 241.
179
Ibid., 242.
180
Ibid., 241.
99
ِ ٍِ ٍ ِ ِ ِ
َّ ََّوَكا َن،ب ٌ َُّجنُ ت َّأَ ْغتَس ُل َّأَنَا ََّوالنِِب َّصلى َّاهلل َّعليو َّوسلم َّم ْن َّإنَاء ََّواحد َّك ََلنَا ُ ُكْن
َّف َّفَأَ ْغ ِسلُوُ ََّوأَنَا
ٌ َّم ْعتَ ِك ِ
ُ َِّيَِّْر ُج ََّرأْ َسوُ َّإ ََل ََّوُى َو
ُ َّوَكا َن،
َ ض
ِ َاشرِِن َّوأَن
ِ
َ َ ُ َيَأْ ُم ُرِِن َّفَأَت ِزُر َّفَيُب
ٌ اَّحائ
َّ 181ض ٌَّ َِحائ
Aku pernah mandi bersama Nabi Muhammad SAW dari satu bejana,
sedang kami dalam keadaan junub, lalu Nabi SAW menyuruhku agar
aku memakai kain, kemudian ia memelukku sedangkan aku dalam
keadaan haid. (HR Bukhori, Muslim dan Tirmidzi)
Dan juga pendapat dari Maimunah, bahwa ia berkata:
ِ ِ ِ ُ َكا َنَّرس
َّض ُ ولَّاللوَّصلىَّاهللَّعليوَّوسلمَّيُبَاش ُرَّن َساءَهَُّفَ ْو َقَّا ِإل َزا ِرَّ َوُىن
ٌ َّحي
182
َُ
Adalah Rasulullah SAW biasa memeluk istri-istrinya di atas kain,
sedang mereka dalam keadaan haid. HR Bukhori-Muslim
keluarnya haid, yaitu vaginanya.183 Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi
SAW:
181
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih, 91, nomor hadis: 63:1.
182
Sahih Muslim, 192, nomor hadis: 297.
183
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 241.
184
Sahih Muslim, 195, nomor hadis: 303.
185
Al-Shan‘ani, Mushannaf Abd al-Razzaq, bk. 4, hlm. 189, nomor hadis: 7439.
100
Ali Asshobuni berpendapat bahwa pendapat Abu Hanifah dan Malik inilah
yang lebih kuat diantara yang lain. Dan pendapat inilah yang dipilih Ibnu Jarir at-
Thabari dengan mengatakan bahwa bagi laki-laki terhadap istrinya yang sedang
mengalami haid (boleh mengaulinya dalam batas-batas) apa yang di atas kain
penutup kemaluan.186
sang istri telah suci. Karena aturan ini juga telah disebutkan dalam ayat yang
sama. Namun ulama fiqih masih berbeda pendapat mengenai apa yang di maksud
istri itu ketika darah haid telah berhenti dan cukup dengan membasuh
berhentinya darah. Apabila darah haid telah berhenti maka boleh bagi laki-
(sepuluh hari), tetapi jika berhentinya darah itu kurang dari masa
186
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 243.
187
Ibid., 246.
188
Ibid.
101
c. Jumhur Ulama‘ (Malik, Syafi‘i dan Ahmad) mengartikan suci adalah
berhentinya darah haid dan telah mandi dengan air sebagaimana bersuci
istrinya meskipun darah haid telah berhenti nammun belum mandi sampai
Menurut Ali Asshobuni pendapat jumhurlah yang lebih kuat, karena dalam
ِ َُِّيبَّالت واب
ُِ إِنَّاللو
َ ي ََّوُُيبَّالْ ُمتَطَ ِّه ِر
َّين َ َ
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang bersuci‖.190
Bertaubat merupakan menyucikan dirinya dari kotoran batin. Dan mandi dan
Dari uraian tersebut, menurut penulis ayat di atas merupakan nash yang
sharih. Semua ulama telah bersepakat bahwa hukum berhubungan seksual ketika
istri sedang mengalami haid adalah haram, maka para suami diperintahkan untuk
menjauhi istrinya ketika sedang mengalami haid. Perlu diketahui bahwa perintah
ini menunjukkan perintah untuk menjauhkan diri dari tempat keluarnya haid,
bukan secara mutlak menjauhi wanita yang sedang haid sehingga membuat istri
jadi terasingkan.
189
Ibid.
190
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Baqarah: 222.
102
Setidaknya para imam madzhab memiliki pandangan yang sama, yaitu
melarang suami menggauli istrinya yang sedang haid, meskipun tetap terjadi
Adapun dalil yang dijadikan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik
sebagai berikut:
ِ َّاْل ِ ِ
ََّّع ْن
َ ،َس َود ْ ْ َّع ِن
َ ،يم َ ،صوٍر
َ َّع ْن َّإبْ َراى ُ َّع ْن ََّمْن
َ ،َّس ْفيَا ُنُ َّحدثَنَا َ :ال َ َِحدثَنَا َّقَب
َ َ َّق،ُيصة
َّ َِّوَكا َن َّيَأْ ُم ُر، ِ ٍِ ٍ ِ ِ ِ ِ
َِّن َ ب ُ َاَّوالنِِب َّم ْن َّإنَاء ََّواحد َّك ََلن
ٌ ُاَّجن َ َت َّأَ ْغتَس ُل َّأَن
ُ َّ"َّ ُكْن:ت ْ ََّقَال،ََعائ َشة
َّف َّفَأَ ْغ ِسلُوُ ََّوأَنَاٌ َّم ْعتَ ِك ِ
ُ ِج ََّرأْ َسوُ َّإ ََل ََّوُى َو
ُ َِّيْر
ُ ََّوَكا َن،ض ِ اشرِِن َّوأَنَا
ٌ َّحائ
ِ
َ َ ُ َفَأَت ِزُر َّفَيُب
ٌَّ َِحائ
َّ َّ191ض
Telah menceritakan kepada kami Qabishah berkata, telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari Al
Aswad dari Aisyah berkata, "Aku dan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mandi bersama dari satu bejana. Saat itu kami
berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku
mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang
haid. Beliau juga pernah mendekatkan kepalanya kepadaku saat
beliau i'tikaf, aku lalu basuh kepalanya padahal saat itu aku sedang
haid."
adalah al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasa‘i, al-Darimi, dan Ahmad dengan
sanad sahih dari Aisyah, al-Tirmidzi dari Maimunah binti al-Haris juga dengan
sanad sahih. Maka hadis ini termasuk hadis yang sangat kuat.
191
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih, 91, nomor hadis: 63:1.
103
َّعْب ِد َّالل ِو َّبْ ِنَّ َّع ِن َّالشْيبَ ِاِنَِّ ،
َّع ْن َ
َُّيَيَّ ،أَخب رنَا َّخالِ ُد َّبن ِ ِ
َّعْبد َّاللوَ ،
َُّي ََي َّبْ ُن َْ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َحدثَنَا َْ
اش ُر َّنِ َساءَهَُّول َّالل ِو َّصلىَّاهلل َّعليوَّوسلم َّي ب ِ تَ َّ"َّ:كا َن ََّر ُس ُ ٍ
َُ َّ،ع ْن ََّمْي ُمونَةََّ،قَالَ ْ
َشداد َ
ضَّ"َّ 192َّحي ٌفَ ْو َقَّا ِإل َزا ِر ََّوُىن ُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah dari asy-Syaibani
dari Abdullah bin Syaddad dari Maimunah dia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mencumbu isteri-isterinya di atas
"(berlapiskan) sarung, sedangkan mereka dalam keadaan haid.
Hadis di atas diriwayatkan oleh Muslim dan al-Darimi dari Maimunah binti
al-Haris dengan sanad sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad dari A‘isyah dengan
sanad hasan. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Khalid dengan
َّسلَ َمةََّ،
اد َّبْ ُن َ َّْح ُ
يَ َّ ،حدثَنَا َ َّعْب ُد َّالر ْْحَ ِن َّبْ ُن ََّم ْه ِد ٍّ
َّحدثَنَا َ وحدثَِن َُّزَىْي ر َّبْن ٍ
َّح ْربَ ، ُ ُ َ َ
ِ ِ ِ
وىاَّ، اضت َّالْ َم ْرأَةُ َّفي ِه ْمَ َّ،لَّْيُ َؤاكلُ َ اَّح َ ِ
ودَ َّ،كانُواَّإ َذ َ سَّ"َّ،أَن َّالْيَ ُه َ َّ،ع ْن َّأَنَ ٍ
ت َ َحدثَنَاَّثَابِ ٌ
ِ وَل ُ ِ
ِبَّالنِِبَّصلىَّاهللَّعليوَّوسلمَّفَأَنََّْزَلَّاللوَُّ ابَّالنِ َِّص َح ُ وىن َِّفَّالْبُيُوتَّ،فَ َسأ ََلَّأ ْ ََّيَامعُ ُ َْ
ِ ِ ِ
ِّساءَ َِّفَّالْ َمحيضقَّإِ َلَّآخ ِرَّ َّىوَّأَ ًذىَّفَ ْ ِ ِ
َّع ِنَّالْ َمح ِ ىفَّويَ ْسأَلُونَ َ
اعتَزلُواَّالن َ يضَّقُ ْل ُ َ ك َ تَ َعالَ َ
اَّ:ماَّ ِ َّ:اصنَ عُواَّ ُكل َ ٍ ِ الَّرس ُ ِ ِ
ودَّ،فَ َقالُو َ كَّالْيَ ُه َ احَّ،فَبَ لَ َغَّ َذل ََّش ْيءَّ،إلَّالنِّ َك َ ولَّاللو ْ اْليَةَّ،فَ َق َ َ ُ
ِِ ع َِّم ْن َّأ َْم ِرنَ َ
ض ٍْْيَّ،
َّح َ ُسْي ُد َّبْ ُن ُ
َّخالََفنَاَّفيوَّ،فَ َجاءَ َّأ َ اَّشْيئًاَّ،إِل َ َّى ََّذاَّالر ُج ُلَّ،أَ ْن َّيَ َد َ
يد َ يُِر ُ
ََّنَ ِامعُ ُهنَّ، اَّوَك َذاَّ،فَ ََل ُ
ولَ َّ:ك َذ َ ودَّ،تَ ُق ُ وعباد َّبن َّبِ ْش ٍرَّ،فَ َق َالَّ:ياَّرس َ ِ
ول َّاللوَّ،إِن َّالْيَ ُه َ َ َُ ََ ُ ُْ
اَّى ِديةٌ َِّم ْنَّ َّعلَْي ِه َماَّ،فَ َخَر َجاَّ،فَ ْ
استَ ْقبَ لَ ُه َم َ َّحّتَّظَنَ ناَّأَ ْنَّقَ ْد ََّو َج َد َ
ِ ِ
فَتَ غَي َر ََّو ْجوُ ََّر ُسولَّاللَّو َ
اِهَا َّفَعرفَا َّأَ ْن َّ َل َِ ِ ِِ
ََّي ْدَّ ْ ِب َّصلى َّاهلل َّعليو َّوسلم َّفَأ َْر َس َل َّف َّآثَارِهَاَّ ،فَ َس َق ُ َ َ َب َّإِ َل َّالنِ ِّ
لََ ٍ
َعلَْي ِه َماَّ َّ193
192
Sahih Muslim, 192, nomor hadis: 297.
193
Ibid., 195, nomor hadis: 303.
104
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan
kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit
dari Anas bahwa kaum Yahudi dahulu apabila kaum wanita mereka,
mereka tidak memberinya makan dan tidak mempergaulinya di
rumah. Maka para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya
kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Lalu Allah menurunkan,
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, 'Haidh itu
adalah suatu kotoran'. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri." (al-Baqarah: 222) maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perbuatlah segala
sesuatu kecuali nikah". Maka hal tersebut sampai kepada kaum
Yahudi, maka mereka berkata, "Laki-laki ini tidak ingin
meninggalkan sesuatu dari perkara kita melainkan dia menyelisihi
kita padanya." Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi berkata demikian
dan demikian, maka kami tidak menyenggamai kaum wanita." Raut
wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam spontan berubah
hingga kami mengira bahwa beliau telah marah pada keduanya, lalu
keduanya keluar, keduanya pergi bertepatan ada hadiah susu yang
diperuntukkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Maka beliau kirim
utusan untuk menyusul kepergian keduanya, dan beliau suguhkan
minuman untuk keduanya. Keduanya pun sadar bahwa beliau tidak
marah atas keduanya."
Ahmad, al-Darimi, semuanya dengan sanad yang sahih dari Anas bin Malik –
Tsabit bin Aslam – Hammad bin Salamah. Sehingga hadis ini meskipun sahih
namun gharib.194
194
Gawami al-Kalim, versi 4.5, Windows (ISlam Web, al-Idaroh al-‘Ammah li al-Auqaf, t.t.).
105
َّ:ال ٍ َّعن َّمسر،َ َّعن َّأَِِب َّقِ ََلبة،َّعن َّأَيوب،َّعن َّمعم ٍر، َّعب ُد َّالرز ِاق-َّ ٕٔٙٓ
َ َوق َّق ُْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ََْ ْ َ َْ
َّ:ت ِ اَُّيلَّلِلرج ِل َِّم ِنَّامرأَتِِو َِ َّياَّأُمَّالْم ْؤِمنِيَّم:َّفَ ُق ْلت،َدخ ْلتَّعلَىَّعائِ َشة
ْ َضا؟َّقَال ً َّحائ
َ َْ ُ ََ ُ َ ُ َ َ ُ ََ
ََّّفَ َما:تُ َّقُ ْل:ال ْ وقَّبِيَ ِدهِ ََّر ُج ًَلَّ َكا َن ََّم َعوَُّأَ ِي
َ ََّاْسَ ْعَّق ٌ َّفَغَ َمَز ََّم ْس ُر:ال
َ َََّّق.»جَِّاَّدو َنَّالْ َف ْر
ُ « َم
َّ 195.»اع ْ َّش ْي ٍءَّإِل
ََّ َّاْلِ َم َ َّ« ُكل:ت ِ َُِيل ََِّل َِّمْن ه
ْ َاَّصائ ًما؟َّقَال
َ َ
Hadis di atas diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq dari Aisyah dengan sanad
sahih. Diriwayatkan pula dengan lafadh yang sedikit berbeda oleh Ibnu Majah,
Abu Naim al-Ashbahani, al-Baihaqi, dari Anas dengan sanad sahih gharib melalui
dengan begitu tidak bisa dilakukan pemenangan hadis satu mengalahkan hadis
yang lain. Maka harus dilakukan kompromi terhadap hadis tersebut. Peluang yang
hadis-hadis yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah ini batasannya lebih sempit,
yaitu hanya bagian antara pusar dan lutut dan ditutupi kain sarung, maka potensi
Imam Abu Hanifah, yaitu pembolehan berhubungan yang dilakukan ketika wanita
sedang haid adalah berhubungan kecuali yang ada di antara pusar dan lutut.
195
Al-Shan‘ani, Mushannaf Abd al-Razzaq, 327, nomor hadis: 1260.
196
Gawami al-Kalim.
106
Pelarangan bermain-main apa yang ada di antara pusar dan lutut merupakan
bentuk kehati-hatian. Karena jika berada di tempat yang dekat dengan area
Sikap di atas juga mengantisipasi apabila seorang suami tidak yakin dan
khawatir tidak akan mampu mengekang syahwatnya apabila terjadi jima‘, maka
menghindarinya akan membuat dirinya lebih selamat dan tidak terjerumus dalam
perbuatan dosa.
Setiap wanita tidak bisa dipukul rata dalam menjalani masa iddahnya, karena
masing-masing wanita memiliki perbedaan masa iddah sesuai dengan kondisi dan
situasinya yang dialaminya. Seperti misalnya iddah yang terdapat dalam surat al-
197
al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. al-Baqarah: 228.
107
Adapun wanita yang dimaksud dalam surat al-Baqarah ayat 228 adalah
wanita yang pernah dicampuri oleh suaminya kemudian ditalak, pada saat itu dia
tidak dalam keadaan hamil dan masih haid. Berdasarkan ayat di atas, iddahnya
Para ulama ahli fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan arti kata quru. Di
a. Abu Hanifah dan Ahmad (dalam satu riwayah) berpendapat bahwa yang
dimaksud quru adalah haid. Karena iddah itu ditetapkan untuk mengetahui
b. Imam Malik dan Imam Syafi‘i, berpendapat bahwa quru adalah suci. Karena
adanya ta dalam kata bilangan tsalsata quru yang menunjukkan bahwa kata
quru itu berarti mudzakar. Sedangkan kata quru dengan arti mudzakar itu
berarti suci. Seandainya bermakna haid, maka ayat itu akan berbunyi tsalasa
quru. Karena dengan begitu, berarti quru itu muannas, karena haid itu
198
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 539.
199
Ibid., 267.
108
Ali Ashobuni berpendapat bahwa pendapat Hanafiyah dan Ahmad lebih
kuat, karena tujuan utama diadakannya iddah adalah untuk melihat kebersihan
rahim, sedangkan kebersihan rahim itu bisa dilihat dengan adanya haid.200
Tidak jauh berbeda dengan alasan yang dikemukakan oleh Ali Asshobuni,
Wahbah az-Zuhaili juga memilih pendapat yang pertama sebagai pendapat yang
rajih. Wahbah az-Zuhaili beranggapan bahwa pendapat Abu Hanifah dan Ahmad
inilah yang sesuai dengan tujuan dari iddah. Biasanya wanita menunggu
datangnya haid sebanyak tiga kali, setelah itu diputuskan telah selesainya masa
iddah. Dan kebersihan Rahim hanya bisa dilihat dengan adanya haid. Jika seorang
wanita mengalami haid, bisa dipastikan bahwa dia tidak hamil. Namun jika dia
pernah dicampuri oleh suaminya kemudian ditalak dan pada saat itu dia tidak
dalam keadaan hamil, karena dijelaskan dalam ayat lain bahwa masa tunggu
wanita yang sedang hamil adalah sampai dengan melahirkan anaknya (QS. at-
Thalaq [65]:4, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, masa tunggunya empat
bulan sepuluh hari (QS. al-Baqarah [2]:234), wanita tua yang sudah tidak haid
lagi dan wanita yang belum haid, masa tunggu mereka adalah tiga bulan (QA. At-
200
Ibid., 269.
201
Ibid., 541.
109
Thalaq [65]:4) dan yang dinikahi tanpa dijima‘ oleh suaminya tidak ada
َْحَ ُد َّبْ ُن َّعُبَ ْي ٍد َّالصف ُارَّ،أناَّإِبْ َر ِاىيَ ُمَّ َّعْب َدا َنَّ،أناَّأ ْ َّعلِي َّبْ َُّن َّأ ْ
َْحَ َد َّبْ ِن َ وَّاْلَ َس ِن َ
َخبَ َرنَاَّأَبُ ْ أْ
َّشه ٍ ِ ِ
َّ،ع ْنَّ
َّ،ع ْنَّعُ ْرَوةَ َ اب َ َّ،ع ِنَّابْ ِن َ ث َ َّ،حدثَِنَّاللْي ُ َّ،ثناَُّي ََيَّيَ ْع ِنَّابْ َنَّبُ َك ٍْْي َ
بْ ُنَّم ْل َحا َن َْ
ش َّرس َ ِ ِ ِ
تَّ"َّ: ول َّاللو َّفَ َقالَ ْ َّج ْح ٍ َ ُ ت َ َّحبِيبَةَ َّبِْن ُت َّأُم َ َّ:استَ ْفتَ ْ
ِب َّأَن َهاَّقَالَت ْ َعائ َشةَ ََّزْو ِج َّالنِ ِّ
تَّ َّصلِّيَّ"َّ،فَ َكانَ ْ يَّث َ َّع ْر ٌقَّ،فَا ْغتَ ِسلِ ُ ك ِ ِ
الَّ"َّ:إَِّنَاَّ َذل َ اض َّفََلَّأَطْ ُه ُرَّ،فَ َق َ ُستَ َح ُ إِ ِِّن َّأ ْ
تَّ َّحبِيبَةََّبِْن َ ِ ٍ
ثَّ:فَلَ ْمَّيَ ْذ ُك ِرَّابْ ُنَّش َهابَّأَنَّالنَِِّبَّأ ََمَرَّأُم َ الَّاللْي ُ َّصَلةٍ.قَ َ ِ ِ
تَ ْغتَس ُلَّعْن َدَّ ُك ِّل َ
َّم ْسلِ ٌم َِّفَّ َّش ْيءٌ َّفَ َعلَْتوُ ََّرَواهُ ُ َّصَلةٍََّ ،ولَ ِكنوُ َ ِ ِ
ش َّأَ ْن َّتَ ْغتَس َل َّيَ ْع ِن َّعْن َد َّ ُك ِّل َ َج ْح ٍ
َّس ْع ٍد ََّوِِبَْعنَاهَُّ، ِ
َلم َّاللْيثَّبْ ِن َ
ِ
َّ،ع ِنَّاللْيث ََّوذَ َكَرَّ َك َ
ِ
َّ،وُُمَمدَّبْ ِن َُّرْم ٍح َ .ع ْنَّقُتَ ْيبَةَ َيح َ الص ِح ِ
قَالَو َّابن َّعي ي نَةََّ،أَيضاَّوفِيماَّأَجاز ََِّل َّأَب ِ ِ
َّ،ع ِنَّ
اس َ .ع ْن َّأَِِب َّالْ َعب ِ وَّعْبد َّاللو َّ ِرَوايَتَوُ َ
َّعْنوُ َ ُ ْ ُ َُ ْ ْ ً َ َ َ َ ُ َ
سَّفِ َِّيوََّّأَنوَُّ صلِّ َي َ
َّ،ولَْي َ
ِ الَّ:إَِّنَاَّأَمرىاَّرس ُ ِ
ولَّاللوَّأَ ْنَّتَ ْغتَس َل ََّوتُ َ َََ َ ُ َّ،ع ِنَّالشافِعِ ِّيَّ،أَنوَُّقَ َ الربِي ِع َ
َّشاءَ َّاللوُ َّتَ َع َال َّأَن َّغُ ْسلَ َهاَّ َكا َن َّتَطَو ًعاَّ َشك َّإِ ْن َ َّ،ولَّأ ُ أَمرىاَّأَ ْن َّتَ ْغت ِسل َّلِ ُك ِّل ٍ
َّصَلة َ َ َ َ َََ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّعلَْيوَّ،ثناَّأَبُوَّ ظ َّقَراءَ ًة َ َّاْلَاف ُ
وَّعْبد َّاللو ْ َخبَ َرنَاهُ َّأَبُ َ ك ََّواس ٌع َّ ََلَا.أ ْ ت َّبِو ََّو َذل َ َغْي َر ََّماَّأُم ْر َ
يَّى َذ ْ ِ الَّ:قَ َ ِ ِ
يثَّأَنَّالنِِبَّ اَّاْلَد َ َّ:وقَ ْد ََّرَوىَّ َغْي ُرََّّالزْى ِر ِّ َ الَّالشافعي َ يعَّ،قَ َاسَّ،أَنَاَّالربِ ُ الْ َعب َِّ
اق ََّوالزْى ِريَّ السي ِ ِ ِ أَمرىاَّأَ ْن َّتَ ْغتَ ِسل َّلِ ُك ِّل َّصَلةٍ ِ
َّع ْمَرَة َِّبَ َذاَّا ِإل ْسنَاد ََّو ِّ َ َّ،ع ْن َ َّ،ولَك ْن ََّرَواهُ َ َ َ َ َََ
الَّ:تَْت ُرُكَّالصَل َةَّقَ ْد َرَّ طَّ،قَ َ يثَّ َغلَ ٌ ِ ِ ِ ِ
َّاْلَد َ َّعلَىَّأَن ْ َّشْيئًاَّيَ ُدل َ ظَّمْنوَُ َّ،وقَ ْد ََّرَوىَّفيو َ َح َف ُ
أْ
203
َّ،وإَِّنَاَّأ ََر َاد ََّوالل َوَّأ َْعلَ َُّم
ولَّ:اْلَقْ َراءَُّاْلَطْ َه ُار َ اَّ،و َعائِ َشةَُّتَ ُق ُ ِ
أَقْ َرائ َه َ
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Aisyah dengan sanad yang
shohih. Selain itu hadis ini diriwayatkan oleh Al-Syafi‘i dari Aisyah dengan sanad
202
Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, 592.
203
Al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubro li al-Baihaqi (Makkah: Maktabah Dar al-Bazz, 1994), 575,
nomor hadis: 349:1.
110
yang shohih. Dan juga hadis ini diriwayatkan oleh Abu Na‘im al-Ashbahani dari
Umar bin Khattab namun dengan sanad yang daif, karena ada banyak perowi
204
yang dhoif. Maka hadis ini termasuk shohih ghorib karena dirwayatkan
melalui 3 jalur tapi pada generasi tabi‘ tabi‘in hanya satu orang, yaitu Ibnu
Shihab.
Hanifah adalah:
َّي ِ ٍ ِ َّناَُّممدَّبن، ِ ِ
ُ ْ اَّاْلُ َس
ْ ََّحَّو َحدثَن.َ يع ٌ َّأناَّوك،
َ َّسعيدَّالْ َعط ُار َ ُ ْ ُ َُ يل َ يَّبْ ُنَّإ ْْسَاع
ُ ْ اَّاْلُ َس
ْ ََحدثَن
ََّّع ْن، ِ اَّع ِن َّاْل َْع َم َِ َّثناَّعب ُد َّالل ِو َّبن َّداود،ضل َّبن َّسه ٍل ِ ِ
َ ش َ ََّج ًيع، َُ َ ُ ْ َْ ْ َ ُ ْ ُ ْ َّناَّالْ َف،يل َ بْ ُن َّإ ْْسَاع
ِ ِ َّعن،َّعن َّعروَة َّب ِن َّالزب ِْي،ت ٍ
َّتُ ت َّفَاط َمةُ َّبِْن ْ ََّجاء:
َ ت ْ ََّقَال،ََّعائ َشةَ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ِيب َّبْ ِن َّأَِِب َّثَاب ِ َِحب
ِ َ َّيا َّر َّس:ش َّإِ َل َّالنِِب َّقَالَت
ُ اض َّفََل َّأَطْ ُه ُر َّأَفَأ ََد
َّع ْ َّإِ ِِّن،ول َّاللو
ْ َّامَرأَةٌ َّأ
ُ ُستَ َح ُ َ َ ْ ِّ ٍ َّحبَ ْي
ُ أَِِب
ِِ ُ ك ِ َِّ"َّد ِعيَّالصَل َةَّأَيامَّإِقْ رائ:
ََّّعلَىَ َّوإِ ْنَّقَطََرَّالد ُم،يَ ِّصل َ يَّو
َ َّثَّا ْغتَسل، َ َ َ ال َ َّفَ َق،الصَل َة
ََُّّمَم ٍد
ُ يد َّبْ ُن ُ ِاَّسع
َ ََّحدثَن."
َ َّ َلة
ٍَّ َّ"َّوتَوضئِيَّلِ ُك ِّل َّص:َّعن َّوكِي ٍع،ال َّ َغي ره
َ ََ َ ْ َ ُُ ْ َ ََّوق،"َّ َ اْلَصْي
ِِ ْ
َّيَّوتَ َوضئِي ِ ِ ُ ال ِ ِ َِّناَّوك،َّناَّيوسف َّبن َّموسى،ط
َ َّ"َّث َّا ْغتَسل: َ يع َِّبَ َذاَّا ِإل ْسنَاد
َ ََّوق، ٌ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ ُ ُ اْلَنا ْ
205 ِ ِ ٍ لِ ُك ِّل
"َّىَّاْلَصْي
ْ ََّعل َ َّوإِ ْنَّقَطََرَّالد ُم،ي
َ ِّصل َ َّصَلة ََّو
َ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad dan Abu Bakr
bin Abu Syaibah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami
Waki' dari Al A'masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Urwah bin Az
Zubair dari Aisyah ia berkata; Fatimah binti Hubaisy datang
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya;
"Sesungguhnya aku adalah wanita yang keluar darah istihadlah
hingga tidak suci, maka apakah aku boleh meninggalkan shalat?"
beliau menjawab: "Tidak, itu hanyalah penyakit dan bukan haidl.
Jauhilah shalat di hari-hari haidlmu kemudian shalatlah, dan
wudlulah pada setiap shalat meskipun darah menetes di atas tikar."
204
Gawami al-Kalim.
205
Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 162, nomor hadis: 624.
111
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Al-Daruquthni dari Aisyah,
dengan sanad yang shohih. Dan juga hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari
Aisyah, namun dengan sanad yang matruk. Maka hadis ini termasuk hadis shohih
gharib, karena hanya diriwayatkan hanya satu dari jalur utama, yaitu Aisyah-
Jauzi, al-Jashshosh dengan sanad hasan dan semuanya dari Abu Sa‘id al-Khudri –
Abu al-Waddak – Qais bin Wahb. Al-Rabi meriwayatkan dengan sanad mursal,
dan Al-Baghawi dengan sanad daif. Meskipun ada banyak periwayat, namun
seluruhnya berasal dari satu sanad utama saja. Sehingga hadis ini termasuk hadis
hasan gharib.
206
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal (Beirut: Dar Ihya al-Turots al-‘Arobiy, t.t.),
2798, nomor hadis: 11202.
112
Dari uraian tersebut di atas, menurut penulis faktanya memang bahwa quru
mempunyai dua makna, yaitu suci dan haid. Hadis yang dijadikan dasar oleh
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal ini hendak menunjukkan bahwa
dalam hadis tersebut ada makna haid dalam lafald aqra. Tetapi untuk mengetahui
makna quru pada surat al-Baqarah 228 ini, Imam Syafi‘i membawa hadis yang
lebih tepat. Karena ayat tersebut menjatuhkan pilihan pada makna suci, bukan
makna haid. Sehingga dalam hal ini penulis memilih pada pendapatnya Imam
Syafi‘i, karena dalil yang digunakan Imam Syafi‘i lebih khusus sedangkan hadis
yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah masih umum. Maka apa yang dimaksud
dengan tiga kali quru dalam surat al-Baqarah 228 ini adalah bermakna tiga kali
suci.
masjid ini telah diatur dalam Al-Qur‘an surat An-Nisa ayat 43:
ََّّجنُبًا ِ
ُ اَّماَّتَ ُقولُو َن ََّوَل َ ّت َّتَ ْعلَ ُمو َّى َّ َح ى ََّّس َك َار ى
ُ اَّل َّتَ ْقَربُواَّالص ََل َة ََّوأَنْتُ ْم ََّ َّآمنُو
َ ين َ يَاَّأَي َهاَّالذ
ََّح ٌَّدَّ ِمْن ُك َّْم َّ ض ىَّىَّأ ََّْوَّ َعلَ ىَّىَّ َس َف ٍَّرَّأ ََّْوَّ َج
َ اءََّأ
ِ َّ إِلَّعابِ ِريَّسبِ ٍيلَّح
َ ّتَّتَ ْغتَسلُواََّّۖ َوإِ َّْنَّ ُكْنتُ َّْمَّ َم ْر َ َى َ
َّيدا َّطَيِّبًا َّفَ ْام َس ُحوا ً ِصع َ َّ اءً َّفَتَ يَم ُموا َّ اءَ َّفََّلَ َّْم َّ ََِت ُدوا َّ َم
َّ ِّس َِّ ِِم ََّن َّالْغَائ
َ ط َّأ ََّْو ََّل َم ْستُ َُّم َّالن
ِ ِ
ورا َ بُِو ُجوى ُك َّْمَّ َوأَيْدي ُك َّْمََّّۖإِنََّّالل َّوََّ ََّكا َن
ً َّع ُف ًّواَّ َغ ُف
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh wanita, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
113
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.207
pelarangan wanita yang sedang mengalami haid dalam ayat tersebut. Namun
ulama menqiyaskan wanita yang sedang mengalami haid dengan seseorang yang
junub.
Qur‘an, namun di era sekarang ini banyak ditemukan fenomena wanita yang
sedang mengalami haid cenderung berani masuk ke dalam masjid, Bahkan tidak
kampus islam pun juga diselenggarakan di dalam masjid. Padahal akan sangat
mungkin jika partisipan wanita yang mengikuti kajian tersebut mengalami haid.
Ada dua pendapat ulama madzhab terkait dengan aturan wanita yang sedang
a. Madzhab Imam Abu Hanifah melarang wanita yang sedang haid masuk
209
إِنَّلَّأحلَّاملسجدَّْلائضَّولَّجنب
Saya tidak menghalalkan (melarang keras) orang yang haidh dan
junub (masuk/berdiam) dalam masjid. (HR. Abu Dawud & Ibnu
Majah)
207
al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. al-Nisa: 43.
208
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 521.
209
Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, 61, nomor hadis: 232.
114
b. Sedangkan pendapat Imam Syafi‘i dan Imam Hanbali membolehkan
wanita yang sedang haid jika sekedar melewati masjid jika ia yakin tidak
akan mengotori masjid dengan najis atau kotoran lainnya, namun tetap
melarang wanita haid memasuki masjid dan berdiam diri di dalamnya. 210
ََّّجنُبًا ِ
ُ اَّماَّتَ ُقولُو َن ََّوَل
َ ّت َّتَ ْعلَ ُمو َّى َّ َح ى
ََّّس َك َار ى
ُ اَّل َّتَ ْقَربُواَّالص ََل َة ََّوأَنْتُ ْم َ َّآمنُو
َ ينَ يَاَّأَي َهاَّالذ
ََّح ٌد َِّمْن ُك ْم َ َّعلَ ىَّىَّ َس َف ٍرَّأ َْو
َ َّجاءََّأ َ ض ىَّىَّأ َْو
ِ َّ إِلَّعابِ ِريَّسبِ ٍيلَّح
َ ّتَّتَ ْغتَسلُواََّّۖ َوإِ َّْنَّ ُكْنتُ َّْمَّ َم ْر َ َى َ
ً َِّصع
َّيدا َّطَيِّبًا َّفَ ْام َس ُحوا َ ََّت ُدوا ََّماءً َّفَتَ يَم ُموا
َِ ِمن َّالْغَائِ ِط َّأَو ََّلمستُم َّالنِّساء َّفَلَم
ْ ََ ُ َْ ْ َ
ورا ِ ِ ِ ِ
ً ب ُو ُجوى ُك ْم ََّوأَيْدي ُك ْمََّّۖإنََّّالل َّوََّ َكا ََّنَّ َع ُف ًّواَّ َغ ُف
Hanifah, yaitu melarang wanita yang sedang haid masuk masjid dan shalat sampai
Sebelum mendalami lebih jauh lagi, ada baiknya untuk memahami fungsi
dari masjid. Masjid merupakan tempat suci yang biasa digunakan untuk beribadah
210
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 521.
211
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Nisa: 43.
115
bagi orang yang beragama Islam, maka kesucian masjid harus selalu dijaga.
Kategori yang termasuk hadas besar meliputi orang yang junub, wanita yang
Dalam sejarahnya, bahkan sejak pada masa Nabi Muhammad fungsi masjid
tidak hanya sebagai tempat sujud, namun masjid juga berfungsi sebagai sentra
karakter umat, selain itu masjid menjadi sentra kegiatan politik, ekonomi, sosial
dan budaya umat. Hal ini karena disetiap harinya umat Islam berjumpa dan
jika wanitag yang sedang haid merasa dapat menjamin darahnya tidak menetes.
Dewasa ini telah ada cara yang praktis dan efisien agar wanita tidak merasa
dengan adanya pembalut. Pembalut sendiri berfungsi untuk menyerap darah yang
keluar dari vagina, sehingga darah tidak akan tercecer ke mana-mana. Maka tentu
saja dengan adanya pembalut ini bisa dijadikan pertimbangan kembali mengenai
hukum kebolehan wanita yang sedang haid masuk masjid. Karena pada jaman
212
Syamsul Kurniawan, ―Masjid dalam Lintasan Sejarah Umat Islam,‖ Jurnal Katulistiwa, vol 4
Nomor 2 (September 2014): 169.
213
Muhammad Nasib Ar-Rifa‘i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisar Tafsir Ibnu Katsir (Riyadh:
Maktabah Ma‘arif, 1410), 717.
116
dahulu belum ditemukannya alat yang dapat menyerap darah haid sehingga tidak
diperbolehkan wanita yang sedang haid masuk masjid karena dikhawatirkan darah
Ditemukan juga hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa ada seorang
wanita yang berkulit hitam tinggal di dalam masjid. Dan tidak ditemukan
ِ ِ ِ ِ
َّع ْنََّّع ْن َّأَبِيو َ َّع ْن َّى َش ِام َّبْ ِن َّعُ ْرَوَة َ ُس َامةَ َ َّحدثَنَا َّأَبُو َّأ َ ال َ يل َّقَ َ ََّحدثَنَا َّعُبَ ْي ُد َّبْ ُن َّإ ْْسَاع َ
ِ ِ ِ
تَّ ت ََّم َع ُه ْم َّقَالَ ْ وىا َّفَ َكانَ ْ َّس ْوَداءَ َّْلَ ٍّي َّم ْن َّالْ َعَر ِب َّفَأ َْعتَ ُق َ ت َ يد ًة َّ َكانَ ْ َعائِ َشةَ َّأَن ََّول َ
ِ فَخَّرجت َّصبِيةٌَّ ََلم َّعلَي هاَّ ِو َشاح َّأ ْ ِ
تَّ ض َعْتوَُّأ َْو ََّوقَ َع َّمْن َهاَّفَ َمر ْ ت َّفَ َو ََّسيُوٍر َّقَالَ َْْحَُر َّم ْن ُ ٌ َ َ َ ْ َ ُْ َ ْ َ
تَّ ت َّفَالْتَمسوه َّفَلَم َِ ِ ِ ِِ
ََّي ُدوهُ َّقَالَ ْ َّم ْل ًقى َّفَ َحسبَْتوُ َّ َْلْ ًما َّفَ َخط َفْتوُ َّقَالَ ْ َ ُ ُ ْ َّح َدياةٌ ََّوُى َو ُ بو ُ
ت ََّوالل ِوَّإِ ِِّنَّلََقائِ َمةٌ ََّم َع ُه ْمَّإِ ْذَّ ِ ِ
َّحّتَّفَت ُشواَّقُبُلَ َهاَّقَالَ ْ ِّشو َن َ تََّّفَطَف ُقواَّيُ َفت ُ فَات َه ُم ِوِنَّبِوَّقَالَ ْ
َّى َذاَّال ِذيَّات َه ْمتُ ُم ِوِن َّبِِو ََّز َع ْمتُ َّْمَّ تَ ت َّفَ ُق ْل ُ ت َّفَ َوقَ َع َّبَْي نَ ُه ْم َّقَالَ ْ َّاْلُ َدياةَُّفَأَلْ َقْتوَُّقَالَ ْ
ت ْ َمر ْ
َّعلَْي ِو ََّو َسل َمَّ َّصلى َّاللوُ َ
ِ ِ
ت َّإِ َل ََّر ُسول َّاللو َ ت َّفَ َجاءَ ْ َّى َو َّقَالَ ْ
ِ
َوأَنَا َّمْنوُ َّبَِريئَةٌ ََّوَُّى َو َّ َذا ُ
ت َّتَأْتِ ِينَّ ِِ ِ ِ فَأَسلَمت َّقَالَت ِ
ت َّفَ َكانَ ْ ش َّقَالَ ْ َّعائ َشةُ َّفَ َكا َن َّ ََلَاَّخبَاءٌ َِّف َّالْ َم ْسجد َّأ َْو َّح ْف ٌ ْ َ ْ ْ َ
ساَّإِلَّقَالَ َّْ
ت َّ يََّملِ ًَّ
َّعْند َْ
ََّتلِس ِ ِ
تَّفَ ََل َْ ُ ثَّعْنديَّقَالَ ْ
فَتحد ِ ِ
ََ ُ
اج ِ اح َِّمنَّأَع ِ
يب ََّربِّنَا َويَ ْوَمَّالْ ِو َش ِ ْ َ
أََلَّإِنوُ َِّم ْنَّبَْل َد ِةَّالْ ُك ْف ِرَّأ ََْنَ ِ َّ
اِن َّ
ِ ك ََّل َّتَ ْقع ِد ِ َّشأْنُ ِ قَالَت ِ
تَّ َّى َذا َّقَالَ ْ ين ََّمعي ََّم ْق َع ًدا َّإِل َّقُ ْلت َ ُ َ ت َّ ََلَا ََّما َ َّعائ َشةُ َّفَ ُق ْل ُ ْ َ
يثَّ 214 اَّاْلَ ِد َِّ
فَ َحدثَْت ِن َِِّبَ َذ ْ
Telah menceritakan kepada kami Ubaid bin Isma'il berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam bin 'Urwah dari
214
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Sahih, 132, nomor hadis: 439.
117
Bapaknya dari Aisyah, bahwa ada seorang budak wanita hitam milik
suatu kaum orang 'Arab telah mereka merdekakan." Aisyah
mengatakan, "Pada suatu hari sahaya ini keluar bersama seorang bayi
wanita dengan membawa kain tikar tenunan berwarna merah terbuat
dari kulit yang dihiasi dengan permata. Berkata, Aisyah radliallahu
'anhu: Maka sahaya itu meletakkan tikar tersebut atau duduk
diatasnya. Lalu tiba-tiba ada burung terluka yang jatuh. Sahaya itu
menganggapnya sebagai daging maka diambilnya. Lalu orang-orang
itu mencari burung tersebut tapi tidak menemukannya. Berkata,
Aisyah radliallahu 'anhu: "Lalu orang-orang itu menanyakannya
kepadaku. Be Aisyah radliallahu 'anhu: "lalu orang-orng iru
menggeledah sampai pada bagian depan sahaya tersebut. Aisyah
radliallahu 'anhu berkata,: "Demi Allah, aku ada bersama mereka saat
butung itu jatuh lalu dia mengambilnya. Maka terjadilah apa yang
terjadi diantara mereka. Aisyah radliallahu 'anhu berkata,: "Aku
katakan: Inilah yang kalian duga aku berada di balik ini semua
padahal orang ini lah yang berbuat dan aku berlepas diri darinya".
Aisyah radliallahu 'anhu berkata,: "Lalu sahaya ini menemui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. dan masuk Islam. Berkata,
Aisyah radliallahu 'anhu: hamba sahaya ini memiliki rumah kecil di
dalam masjid. Aisyah radliallahu 'anhu berkata,: "Dan setiap dia
menemui aku dia menceritakan disampingku. Aisyah radliallahu
'anhu berkata,: " Tidaklah dia duduk disisiku melainkan selalu
bersya'ir:
Bahwa hadis di atas telah diriwayatkan dalam tujuh sanad, lima diantaranya
shohih dan dua diantaranya hasan. Meskipun yang shohih ada lima jalur, namun
jalur utamanya hanya satu, yaitu melalui Aisyah binti Abi Bakar, Urwah bin
Zubair, Hisam bin Urwah. Sehingga hadis ini termasuk hadis shohih ghorib.
118
Sedangkan hadis yang dijadikan dalil atas pendapat imam malik tentang
diantaranya hasan yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori, Abu Daud, Ishaq bin
hadis hasan tersebut berpangkal dari tiga sahabat yang berbeda, yaitu: Aisyah
binti Abu Bakar, Juwairiyah bintu al-Haris, dan Ummu Salamah bintu
Khudzaifah. Ini berarti kesebelas sanad tersebut saling menguatkan satu sama lain
lebih kuat hadis yang shohih lidzatihi meskipun ghorib daripada hadis shohih
masuk masjid meskipun dalam keadaaan haid. Hal ini tentu dengan catatan,
suci adalah hal yang utama. Hal ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada
Lalu apakah suci menjadi syarat bagi orang yang menyentuh Al-Qur‘an?
Bagaimana dengan wanita yang sedang mengalami haid atau nifas? Karena
215
Gawami al-Kalim.
119
selama wanita mengalami haid akan memakan waktu 7 hari (umumnya) dan bagi
orang yang mengalami nifas bahkan bisa mencapai 60 hari lamanya. Apakah
selama itu wanita yang sedang mengalami haid atau nifas tidak boleh memegang
Al-Qur‘an sama sekali? Padahal Al-Qur‘an adalah pegangan hidup manusia yang
tidak boleh menyentuh Al-Qur‘an bagi wanita yang sedang mengalami haid.
peristiwa ketika Al-Qur‘an akan tengelam, terbakar, akan terkena najis atau akan
(keringanan) bagi para pengkaji kitab syari‘at, baik yang mengkaji hadis, fiqih
Juga berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab al-
Muwato‘:
216
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 521.
217
Gawami al-Kalim.
218
al-Qur’an dan Terjemahannya, a. QS. al-Waqi‘ah: 79.
120
َّ 219أنَّلَّّيسَّالقرآنَّإلَّطاىر
Tidak boleh menyentuh Al-Qur‘an kecuali orang yang suci.
220
لَّّيسَّالقرآنَّإلَّطاىر
Dan tidaklah menyentuh Al-Qur‘an kecuali orang-orang yang suci.
Terkait dengan dalil yang dijadikan dasar hukum wanita yang sedang
berbunyi ―Di dalam kitab yang dijaga‖, dalam tafsir Ibnu Katsir memberikan
telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya pada surat al-
yakni memberikan pengertian bahwa isim isyaroh (lafald hu) tersebut merujuk
firman-Nya yang terdapat pada surat al-Waqi‘ah ayat 79, ―Tidak menyentuhnya
219
Al-Muwatta, 101, nomor hadis: 468.
220
Al-Daruquthni, Sunan al-Daruquthni, 120, nomor hadis: 431.
221
Ismail Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim (Dar Thayyibah, 1999), 545
222
Ibid.
121
kecuali hamba-hamba yang disucikan‖ yaitu memberikan pengertian bahwa
Hal di atas disetujui oleh para ahli hadis sekaligus ahli tafsir, diantaranya:
Anas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Abusy Sya'sa, Jabir ibnu
Zaid. Abu Nuhaik, As-Saddi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-
lainnya.224
Maka tidaklah mengapa bagi orang yang memilih ketentuan bahwa wanita
karena hal tersebut juga ada dalilnya. Begitu juga bagi orang yang memilih
pendapat bahwa wanita yang sedang mengalami haid tidak boleh menyentuh
mushaf Al-Qur‘an, karena hal tersebut juga telah ada dalil yang
pendapat yang lain. Dan yang harus dikedepankan adalah sikap menghargai
Adapun aturan tentang wanita yang sedang mengalami haid membaca Al-
Qur‘an ini, Ali Asshobuni sependapat dengan mayoritas ulama madzhab, bahwa
yang dijadikan dasar atas pelarangan tersebut berdasarkan pada hadis nabi SAW:
223
Ibid.
224
Ibid.
225
Hamidy dan A. Manan, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, 239.
122
ِ ِ َّحدثَنا
ََّّع ْن
َ ،اش َ َّحدثَنَا َّإِ ْْسَاعيل َّبْ ُن
ٍ َّعي َ : َّقَ َال،ََّعَرفَة ْ ََّو،َّح ْج ٍر
َ اْلَ َس ُن َّبْ ُن ُ َّعلي َّبْ ُن
َ َ َ
ِ
ََّّ"َّل:
َ ال َ َِبَّصلىَّاهللَّعليوَّوسلمَّق ِّ َِّع ِنَّالن،
َ َّع ْنَّابْ ِنَّعُ َمَر، َ َوسىَّبْ ِنَّعُ ْقبَة
َ َّع ْنَّنَاف ٍع، َ ُم
ِ َ َّاْلنُب
ِ اَّمنَّالْ ُقر
َّ 226."َّآن ِ َّْ ْتَ ْقرأ
ْ َ ًَّشْيئ ُ ُْ ض ََّوَل ُ َّاْلَائ َ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr dan Al Hasan bin
Arafah keduanya berkata; telah bercerita kepada kami bahwa Isma'il
bin Ayyasy dari Musa bin Uqbah dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Wanita haid dan orang
yang junub tidak boleh membaca sesuatu pun dari Al Qur'an."
Setelah mentakhrij hadis di atas, maka hadis tersebut di riwayatkan oleh al-
Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan al-Daruquthni dengan sanad lemah dari
Ibnu ‗Umar. Seluruh sanadnya bersumber dari jalur Ibnu Umar – Nafi‘ – Musa
yang notabene adalah titik kunci penyebaran hadis ini, bahwa ia dapat
didudukkan dalam derajat saduq jika meriwayatkan hadis dari rekan senegaranya.
Sedangkan dalam hadis ini yang ia riwayatkan adalah hadis dari Musa yang
sangat lemah.228
Dapat disimpulkan bahwa hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah pengharaman
membaca Al-Qur‘an bagi orang yang sedang junub, maupun haid dan nifas,
226
Al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi, 56, nomor hadis: 131.
227
Gawami al-Kalim.
228
Ibid.
123
karena hadis ini sangat lemah. Maka wanita yang sedang mengalami haid boleh
membaca Al-Qur‘an.
124
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Haid adalah suatu proses biologis yang terkait dengan pelepasan lapisan
dalam dinding rahim akibat pengaruh hormon yang terjadi secara berkala pada
wanita yang sudah mencapai usia subur. Dan keluarnya darah haid ini pada
saat kondisi wanita dalam keadaan sehat, bukan karena faktor melahirkan,
bersepakat bahwa usia terendah bagi seorang wanita untuk menjalani masa
haid adalah sembilan tahun. Oleh karena itu, apabila ada seorang wanita yang
bukanlah darah haid. Dan adanya haid sebagai indikasi bahwa ia telah
mencapai usia baligh serta sebagai tanda ia telah dibebani dengan beban taklif.
2. Ali Asshobuni mengartikan lafald mahid sebagai hakikatnya haid itu sendiri,
karena terkadang mahid juga diartikan sebagai tempatnya haid. Hal ini
sebagai jawaban dari Allah untuk menunjukkan bahwa yang kotor itu adalah
sifatnya haid, bukan tempatnya haid. Wanita yang masih haid, jika ditalak
suaminya harus menjalani iddah selama tiga kali quru. Ali Asshobuni
125
rahim biasanya ditandai dengan adanya haid. Dan Ali Asshobuni
mengqiyaskan wanita yang sedang haid dan nifas itu hukumnya sama seperti
orang yang sedang berhadas besar. Sehingga beberapa ketentuan hukum orang
yang junub itu berlaku juga untuk wanita yang sedang mengalami haid dan
3. Adapun dampak hukum yang dihasilkan dari wanita yang sedang mengalami
haid adalah para suami boleh mendekati istrinya meskipun dalam keadaan
haid, kecuali yang ada di antara pusar dan lutut, selain itu suami bebas
melakukan apa saja. Adapun iddah yang harus dijalani wanita yang telah
ditalak suaminya adalah selama tiga kali haid. Maka selama masa iddah
lain. Dan wanita yang sedang mengalami haid tidak diperbolehkan masuk ke
mushaf Al-Qur‘an.
B. SARAN
untuk dikaji, karena haid merupakan sisi yang akan terus dialami oleh
wanita.Tentu saja kajian mengenai haid tidak hanya mencangkup pada persoalan
yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, karena dalam penelitian
skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada penafsiyan ayat-ayat haid dan
126
implikasinya terhadap hukum dengan menggunakan kitab tafsir Rawai‘ Bayan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari harapan untuk
hari ada peneliti-peneliti yang bisa menambah kekurangan pada penelitian ini.
mengkaji lebih dalam, karena masih ada banyak aspek lain yang belum diuraikan.
skripsi ini, penulis menyadari akan kedangkalan ilmu yang penulis miliki. Dengan
jujur, penulis mengatakan bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
127
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. ―Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender‖ 14,
no. Humaniora (1 Februari 2002).
Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Dar Ihya al-Turots al-
‘Arobiy, t.t.
Andarto, Obi. Penyakit Menular di Sekitar Anda (Begitu Mudah Menular dan
Berbahaya, Kenali, Hindari, dan Jauhi Jangan Sampai Tertular Obi Andarto
Jakarta Penyakit Menular di Sekitar Anda (Begitu Mudah Menular dan
Berbahaya, Kenali, Hindari, dan Jauhi Jangan Sampai Tertular. Jakarta:
Pustaka Ilmu Semesta, 2015.
Ansory, Isnan. Mengenal Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018.
Bohme, Caroline J., Jannette C. Gosch-Weisbrodt, dan Rona B. Warton. Yang Perlu
Anda Ketahui Kesehatan Wanita di Atas Usia 40 Tahun. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, t.t.
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma‘il. Al-Jami’ Al-Sahih. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI,
2009.
128
Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Irsyad Kerajaan Saudi
Arabia. al-Qur’an dan Terjemahannya. Medinah Munawwarah: Mujamma‘
al-Malik Fahd Ii Thiba‘at al-Mush-haf, 1415.
DTM, Faisal Yatim. Haid Tidak Wajar Dan Menopause. Jakarta: Pustaka Populer
Obor, 2001.
Faris, Ahmad. Mu’jam Maqoyisul Lughoh Jilid 2. Beirut: Darul Fik, 1979.
Fitra Lestari, Nada. ―Hukum Mencampuri Istri yang Sedang Haid Menurut Islam dan
Kesehatan.‖ Skripsi, Universitas Islam Negri Alauddin Makasar, 2015.
Gawami al-Kalim (versi 4.5). Windows. ISlam Web, al-Idaroh al-‘Ammah li al-
Auqaf, t.t.
Hamidy, Mu‘amal, dan Imron A. Manan. Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni.
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983.
Hendrik, H. Problema Haid Tinjauan Syariat dan Medis. Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2006.
Khairudin, Fiddian, dan Syafril. ―Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab
Rawai‘u al Bayan Karya Ali al-Shabuni Syafril, Jurnal Syahadah, Vol V, No
129
1, April 2017 Universitas Islam Tembilahan‖ V no 1, no. Syahadah (April
2017).
Malik Kamal, Abu. fiqih sunnah lin nisaa’ ENSIKLOPEDI FIQIH WANITA. Depok:
Pustaka Khazanah Fawa‘id, 2016.
Muslim bin Hajjaj. Sahih Muslim. Beirut: Dar Ihya al-Turots al-‘Arobiy, t.t.
Al-Nasa‘i, Abu Abdi al-Rahman Ahmad. Sunan al-Nasa’i. Halb: Maktab al-
Mathbu‘at al-Islamiyah, 1986.
Nasib Ar-Rifa‘i, Muhammad. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisar Tafsir Ibnu Katsir.
Riyadh: Maktabah Ma‘arif, 1410.
130
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014.
Al-Shan‘ani, Abu Bakar Abd al-Razzaq. Mushannaf Abd al-Razzaq. Beirut: Al-
Maktab al-Islami, 1403H.
Shihab, Quraish. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-
Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2012.
———. M Quraish Shihab menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda
Ketahui. Tangerang: Lentera Hati, 2010.
Al-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Siria: Dar al-Fikr, t.t.
Syamhartis. ―Larangan Bagi Perempuan Haid Menurut Ibn Hazm Dalam Tinjauan
Maqasidh Al-Syari‘ah dan Relevansinya dengan Kemajuan Ilmu
Pengetahuan.‖ Universitas Islam Sultan Syarif Kasim, 2011.
131
Al-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa. Jami’ al-Tirmidzi. Beirut: Dar Ihya al-Turots al-
‘Arobiy, t.t.
Ummi Kaltsum, Lilik, dan Abd Moqsith. Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Ciputat: UIN
Press, 2015. Ciputat: UIN Press, 2015.
Wahhab Khallaf, Abdul. Fikih Empat Mazhab Praktis. Jakarta: Umul Qura‘, 2018.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. 1 vol. Damaskus: Darul Fikr, 2007.
132
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Salatiga
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tamatan:
PENGALAMAN ORGANISASI
Sekarang
133