Anda di halaman 1dari 90

KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN

ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

SONHAJI

NIM: 1113034000129

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/2017 M
KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN
ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

SONHAJI
1113034000129

Pembiming

Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag


19531231 198603 1 010

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 11 September 2017

Sonhaji
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD


DENGAN ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ telah
diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
pada 13 Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir.

Jakarta, 13 Oktober 2017

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd


NIP. 191771003 199903 2 001 NIP. 19680681 199903 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dra. Atiyatul Ulya, MA Lisfa Sentosa Aisyah, S.Ag, M.A


NIP. 19700112 199803 2 001 NIP. 19750506 200501 2 003

Pembimbing

Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag


19531231 198603 1 010
ABSTRAK

Sonhaji
KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN
ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ

Keluarga yang harmonis adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin
membangun rumah tangga maupun yang sudah berumah tangga. Untuk
mewujudkannya maka diperlukan pemahaman dan pengertian dari masing-masing
pasangan. Selain itu butuh adanya panduan atau tuntunan dalam membina rumah
tangga, dalam hal ini adalah panutan bagi ummat muslim yaitu Nabi Muhammad
saw. yang mempunya salah satu istri yang berama ‘Āisyah.

Penelitian ini ingin memecahkan suatu masalah sosial yang sering timbul
di masyarakat dan dalam tiap tahunnya mengalami angka kenaikan yaitu tingkat
perceraian yang disebabkan oleh ketidakharmonisan sebuah rumah tangga.
Penelitian ini mengacu pada tuntunan hidup kita yakni nabi Muhammad saw
dalam membangun rumah tangga yang harmonis terutama bersama ‘Āisyah yang
tersebar dalam kitab hadis terutama dalam kitab sahīh bukhārī. Penelitian ini
menghimpun hadis-hadis bentuk keharmoisan nabi bersama ‘Āisyah yang terbagi
menjadi tema-tema (mauḏhū’ī) yang kemudian penulis menelusuri keberadaan
hadisnya dan memberikan penjelasan (syarah) hadis.

Penelitian ini setidaknya menemukan beberapa poin yang harus


diperhatikan untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis, yaitu
Pertama menambah intensitas waktu untuk bersama antara suami istri yang sangat
jarang. Kedua, sangat perlunya komunikasi antara suami dan istri. Ketiga, Saling
memahami dan mengerti keadaan suami dan istri. Dan yang Keempat perlunya
melakukan hal-hal kecil semisal bercanda ria, bergurau baik dari pihak suami
maupun istri.

Dengan demikian dari berbagai hadis tentang perilaku keharmonisan nabi


yang dilakukan kepada istrinya yaitu ‘Āisyah bisa dijadikan bahan acuan dan bisa
diamalkan untuk menjadikan keluarga yang harmonis, Sakinah, Mawaddah wa
Rahmah.

i
KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang layak diungkapkan selain rasa syukur yang besar

kepada Allah SWT yang Maha besar atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini. Kemudian Shalawat dan Salam semoga terlimpah

kepada Nabi besar Muhammad SAW., keluarganya, para sahabatnya dan Ummat

pengikutnya sampai akhir zaman.

Berkat Rahmat dan Pertolongan Allah swt. Penelitian ini akhirnya dapat

terselesaikan dengan judul Keharmonisan Keluarga Nabi Muhammad saw dengan

‘Āisyah Dalam Kitab Sahīh Bukhārī dan penelitian ini terselesaikan tentunya tidak

dengan hasil kerja penulis pribadi, melainkan mendapat bantuan dari berbagai pihak,

maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Bapak Prof. Dr. Masri

Mansur, M.Ag beserta Staf dan Jajarannya.

3. Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku

Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir dan juga selaku Dosen

Penasehat Akademik.

4. Terima kasih pula kepada Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku

Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir

ii
5. Bapak Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag selaku dosen pembimbing penulisan

Skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaganya sehingga skripsi ini

terselesaikan. Semoga Allah swt membalas segala amal baik beliau dengan

sebaik-baiknya balasan.

6. Segenap para Dosen Ushuluddin khususnya Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

yang telah memberikan banyak ilmu dan membantu baik prihal akademik

maupun hal lainnya.

7. Para staf dan karyawan Ushuluddin yang telah memberikan pelayanan dengan

kesabaran dan keramahan

8. Segenap staf dan penurus Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan pelayanan dengan

baik sehingga membantu penulis menemukan referensi untuk penelitian ini.

9. Kedua Orangtua Ayahanda Abah Saefudin dan Ibunda Yayah yang tanpa

henti memberikan Do’a, Support dan bimbingannya kepada penulis. Kakek

dan Nenek juga yang selalu membantu dikala kesusahan dan teruntuk adik-

adikku tercinta Lilis Sholehah dan Naila Masarroh yang selalu memberikan

keceriaan. Semoga Allah swt menghadiahi surga untuk mereka kelak dan

selalu dalam lindungan Allah swt.

10. Kepada teman-teman se-Angkatan Tafsir Hadis 2013 terutama kelas TH-D

yang telah memberikan banyak kesan baik selama berkecimpung didunia

perkuliahan. Semoga Allah membalas sesala amal baik kalian.

iii
11. Keluarga Besar UICCI SULAIMANIYAH Cabang Ciputat, segenap para abi

yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan serta motivasi kepada penulis

semoga Allah melimpahkan segala Rahmat dan kebaiakn-Nya. Tak lupa para

Talebe-Talebe Asrama yang telah memenuhi aktifitas sehari-hari penulis dengan

canda tawa dan hal bahagia terutama Kelas Anak Gerbong Joni, Reza, Faiz,

Mega, Ucen, Ojab, Ali, Anas, Asep dll kalian teman luar biasa.

12. Teman-teman KKN MENYAPA 2016. Terimakasih banyak kepada Aly, Bea,

Yuli, Bie, Toto, Iis, Alizah, Riska, Fiqi dan Sintya. Kita pernah berjuan

bersama selama 30 hari meninggalkan banyak kenangan dan hal baik. Semoga

silaturahmi kita tetap terjaga.

Dan kepada semua pihak, teman-teman yang lain dimanapun kalian berada

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya

skripsi ini semoga dimanapun kalian berada senantiasa diberikan kesehatan dan

dilancarkan segala urusan. Penulis meminta maaf karena pasti terdapat kekurangan

dalam penulisan ini, Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak senantiasa penulis harapkan demi terciptanya penelitian yang lebih baik lagi.

Ciputat, 11 Oktober 2017

Sonhaji

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi huruf Arab Latin dalam penulisan ini menggunakan


pedoman Kementrian agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor. 158
Tahun 1987 dan Nomor. 0543b/U/1987

1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada halaman berikut:

ARAB NAMA Latin KETERANGAN


‫ا‬ Alif - -
‫ب‬ Ba’ B Be
‫ت‬ Ta’ T Te
‫ث‬ Ṡa’ Ṡ Es dengan titik di atas
‫ج‬ Jim J Je
‫ح‬ Ḥa’ Ḥ Ha dengan titik di bawah
‫خ‬ Kha Kh Ka dan ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ Żal Ż Zet dengan titik di atas
‫ر‬ Ra’ R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy Es dan ye
‫ص‬ Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah
‫ض‬ Ḍad Ḍ De dengan titik di bawah
‫ط‬ Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah
‫ظ‬ Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah
‫ع‬ ‘Ain ‘ Koma terbalik di atas

iv
‫غ‬ Gain G Ge
‫ف‬ Fa F Fa
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫ه‬ Ha’ H Ha
‫ء‬ Hamzah ’ Apostrof
‫ي‬ Ya’ Y Ye

2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1) Vokal Tunggal

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan


‫ا‬ Fatḥah A A
‫ا‬ Kasrah I I
‫ا‬ Ḍammah U U
Contoh:
‫ = ب تك‬kataba = ‫ل ئس‬su’ila
2) Vokal Rangkap

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan


‫ىي‬ Fatḥah dan ya’ sakin Ai A dan I
‫وو‬ Fatḥah dan wau sakin Au A dan U
Contoh:

v
atial = ‫ت يل‬ aluah = ‫ل وح‬
3) Vokal Panjang

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan


‫او‬ Fatḥah dan alif Ā, ā A dengan garis di atas
‫ىي‬ Kasrah dan ya’ Ī, ī I dengan garis di atas
‫وو‬ Ḍammah dan wau Ū, ū U dengan garis di atas
Contoh:
alāq = ‫الق‬ alīQ = ‫ل يق‬ ulūqay = ‫ل وق ي‬
3. Ta’ Marbuṭah

1) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah hidup

Ta’ marbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat fatḥah, kasrah,

dan ḍammah, transliterasinya ialah “t”.

2) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah mati

Ta’ marbuṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya

adalah “h”.

Contoh:

= ‫ةح لط‬Ṭalḥah

3) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah jika diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta’

marbuṭah ditransliterasikan dengan “h”.

Contoh:

‫ةرومنةةميورة‬ = al-Madīnah al-Munawwarah

4. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)

vi
Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan tanda tasydīd (_ّ ) , dalam transliterasi dilambangkan

dengan huruf yang sama (konsonan ganda). Contoh:

‫امرب‬
ّ : rabbanā

‫ل ّن‬ : nazzala

5. Kata Sandang Alif-Lam “‫”ال‬

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

alif-lam “‫”ال‬. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata

sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh

huruf qamariyah.

1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyi yaitu “‫ ”ال‬diganti huruf yang

sama dengan huruf yang mengikuti kata sandang tersebut. Contoh:

ّ‫لابال‬ : ar-rajul

ّ‫ةدىسة‬ : as-sayyidah

2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

vii
sesuai pula dengan bunyinya. kata sandang ditulis terpisah dengan kata

yang mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda sambung (-).

Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf

syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.

Contoh:

‫ ر ل ق ة‬: al-qalam

6. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya

berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah

terletak di awal kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab

ia berupa alif.

Contoh:

‫ئ يش‬ : syai’un ‫ت برا‬ : umirtu ‫عوم ة‬ : an-nau’

7. Huruf Kapital

Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam

transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan

sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang

pada nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal

kalimat. Contoh:

‫لوابالمدرالنارو‬ : Wamā Muhammadun illā rasūl

‫ى ةزغ ة‬ : Al-Gazālī

8. Lafẓ al-Jalālah (‫)هللا‬

viii
Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf

lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi

tanpa huruf hamzah.

Contoh:

‫ ل لهام يو‬: dīnullāh

‫ ل لهاب‬: billāh

Adapun ta’ marbuṭah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah,

ditransliterasikan dengan huruf “t”.

Contoh:

‫اللهَرالبىهنا‬ : hum fī raḥmatillah

9. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah

atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau

kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa

Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi

ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an dari al-

Qur’ān, Sunah dari sunnah. Kata al-Qur’an dan sunah sudah menjadi bahasa

baku Indonesia maka ditulis seperti bahasa Indonesia. Namun, bila kata-kata

tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus

ditransliterasi secara utuh.

Contoh:

Fī ẓilāl al-Qur’ān

ix
As-Sunnah qabl at-tadwīn

Al-Jāmi‘ah Syarīf Hidāyatullah al-Islāmiyyah al-Hukūmiyyah bi Jākartā

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ....................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
C. Tinjauan Pustaka ................................................................................................................................ 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian .................................................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan .................................................................................................................... 14

BAB II BIOGRAFI UMMU AL-MU’MİN Ā’ISYAH RA


A Ā’isyah dan Silsilah Keluarganya .............................................................................................. 17
B. Pernikahan Nabi Muhammad saw dengan ‘Āisyah ra ......................................................... 19
C. Sifat-Sifat ‘Āisyah ra...................................................................................................................... 24
D. Perlakuan Nabi Muhammad terhadap ‘Āisyah ra .................................................................. 26
E. Peranan ‘Āisyah dalam Periwayatan Hadis ............................................................................. 28

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KELUARGA HARMONIS


A Keharmonisan Keluarga ................................................................................................................ 30
B. Prinsip-Prinsip Rumah Tangga Harmonis ............................................................................... 33
C. Faktor Ketidakharmonisan Keluarga ......................................................................................... 36

x
BAB IV ANALISIS HADIS-HADIS KEHARMONISAN NABI DENGAN ‘ĀISYAH
A Menanamkan Sikap Saling Pengertian ..................................................................................... 38
B. Menjaga Komunikasi ..................................................................................................................... 44
C. Melakukan Kegiatan Bersama-sama ......................................................................................... 49
D. Bersenda Gurau Antara Suami dan Istri ................................................................................... 57

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 65

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyimpulan tentang sebuah ḥadis yaitu bahwa ḥadis

sebagai penafsiran dari ayat al-Qur’ān, membuktikan bahwa ḥadis dinilai

sangat terperinci dalam memberikan pemahaman bagi kehidupa

masyarakat Muslim.1 Sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk bisa

memahami Manhāj Nabawi yang terperinci ini karena sumber ini adalah

rujukan kedua setelah al-Qur’ān. Hadis atau Sunnah secara definitif berarti

segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik

berupa perkataan, perbuatan maupun persetujuan nabi atas segala

permasalahan yang terjadi di kalangan ummat muslim.2

Nabi mendapat banyak julukan diberbagai tempat. Nabi sebagai

Rasul, nabi sebagai pemimpin, nabi sebagai guru, nabi sebagai panglima

perang, nabi sebagai kepala rumah tangga dan masih banyak lagi lantaran

anugerah yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi

juga dikenal sebagai orang yang tegas lagi lemah-lembut dan bijaksana

dalam mengelola serta mengatur rumah tangga bersama istri-istrinya. Hal

tersebut terbukti dengan banyaknya gambaran keluarga nabi yang tersebar

dalam kitab-kitab hadis yang menunjukan bahwa rumah tangga nabi

1
Yusuf Qaradhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Terj. Muhammad al-Baqir
(Bandung, Karisma, 1993) h.21
2
Ṣubhī al-Ṣālih, Ulūm al-Ḥadits wa Mustalaḥuhu (Beirut, Dār al-Ilm lilmayin, 1988) h.3

1
2

bersama istri-istrinya sangat harmonis dan patut untuk dijadikan tolak ukur

masyarakat muslim demi membangun sebuah keluarga yang harmonis.

Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di

dalam masyarakat.3 Keluarga juga merupakan lingkunagn sosial terdekat

untuk setiap individu, tempat untuk tumbuh dan berkembang didalamnya.

Keharmonisan sebuah keluarga adalah sebuah hal yang sangat penting.

Begitu pentingnya keutuhan atau keharmonisan dalam keluarga, sehingga

kehancuran dalam keluarga sangat berdampak buruk pada keutuhan atau

keharmonisan dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan menghambat

pembangunan suatu bangsa.

Data dan fakta menyebutkan bahwa tingkat ketidak harmonisan

sebuah rumah tangga yang berujung pada perceraian adalah sebuah

fenomena yang setiap tahunnya menjadi problem yang terus meningkat.

Hal ini dibuktikan oleh sebuah data yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Negeri Agama Jakarta Pusat yang menyebutkan bahwa terdapat 283

perkara yang menyebabkan rumah tangga tidak harmonis bahkan sampai

terjadi perceraian.4 Untuk lebih lengkapnya perhatikan table berikut:

No. Faktor Penyebab Perceraian Total


1. Poligami Tidak Sehat 18 Perkara
2. Krisis Akhlak 17 Perkara
3. Cemburu 17 Perkara
4. Kawin Paksa 1 Perkara

3
Dr. H. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009) h. 221
4
Pengadilan Tinggi Agama‚ Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Pada Pengadilan
Agama Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Pusat Tahun 2016 www. pa-jakartapusat.go.id
diakses tanggal 19 Oktober 2017
3

5. Ekonomi 78 Perkara
6. Tidak Ada Tanggung Jawab 195 Perkara
7. Kawin Di Bawah Umur - Perkara
8. Kekejaman Jasmani 18 Perkara
9. Kekejaman Mental 1 Perkara
10. Dihukum 18 Perkara
11. Cacat Biologis 2 Perkara
12. Politis - Perkara
13. Gangguan Pihak Ketiga 163 Perkara
14. Tidak Ada Keharmonisan 283 Perkara
15. Lain-Lain 335 Perkara
Jumlah Total 1146 Perkara
(Sumber: Pengadilan Agama Jakarta Pusat)

Dari data di atas menunjukan bahwa ketidak harmonisan antara suami

dan istri sangat besar dampaknya pada keutuhan rumah tangga. Hal ini

membuat perihatin dan bertanya-tanya tentang alasan keharmonisan keluarga

sulit dicapai sehingga banyak pasangan suami-isteri yang mengakhiri

hubungan mereka dengan perceraian, lalu bagaimana cara merevitalisasi visi

dan misi keluarga yang mulai buram, bagaimana memperbaiki situasi rumah

tangga, utamanya hubungan suami isteri sebagai central atau ujung tombak

harmonisasi sebuah keluarga. Bagaimana pula suami isteri seyogyanya

bersikap, bagaimana komunikasi yang sehat antara keduanya agar tetap

terjalin hubungan yang harmonis, bagaimana benang-benang kasih terajut

dalam kemesraan. Untuk mewujudkan itu semua, tentu saja rumah tangga

Rasulullah SAW sebagai figur paripurna dan referensi paling ideal umat

manusia dan menjadi potret utama yang diteladani. Dalam


4

hal ini penulis menggaris bawahi bahwa masyarakat kurang mengetahui

tentang panduan hidup berkeluarga yang disuguhkan oleh nabi dalam hadis-

hadisnya seperti bersenda gurau atau agar tidak terlalu kakunya keadaan

sebuah rumah tangga dan bisa menciptakan keluarga yang harmonis.

harmonis berlaku agar ummatnya memandu Muhammad Nabi

kepada isteri-isterinya, memberikan kasih sayang dan perhatian penuh agar

tidak terjadi kerenggangan antara keduanya. Banyak tersebar hadis-hadis

bagaimana nabi berlaku harmonis kepada istrinya yang bernama 'Āisyah

r.a yakni sebagai berikut:


َ‫اَّهلل ع لي ه‬ ‫عَنَ عَائَشة رَضَيَ اَّهللَ عَن هَا قالت قدَمَ رَسَول اَّهللَ صَلهى‬
َ‫ن‬
َ‫م‬
َ‫وَسَلهم‬ َ َ َ

َ‫عَن‬
َ‫السََت‬ ‫غَزوََ َو وَ خَيَ ََ رَ وََف سَهَوََتا سَت رَ ف هََهت رَيحَ فكشفت نحَيَة‬

َ‫له‬ ‫بَناتَ لَعَائَشة لعَبَ ف ال مَا هَذا يَ عَائَشة قالت بَنات وَرََى بَيَ ن هَنه ف رَسَا‬

‫جَناحَانَ مَنَ رَقاع ف ال مَا هَذا الهذَ َرَى وَسَطهَنه قالت ف رَسَ قال وَمَا هَذا الهذَ عليَهَ قالت‬

‫جَناحَانَ قال ف رَسَ لهَ جَناحَانَ قالت مَا سَعَتَ َنه لَسَليَمَان خَيََل لَا جَنَحَة قالت‬

َ‫ذه‬
َ‫ر َي ت نو اج‬ ‫فضحَك حَََته‬
َ َ َ َ

Dari 'Āisyah radliallahu 'anha ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi


wasallam tiba dari perang Tabuk atau Khaibar , sementara kamar 'Āisyah
ditutup dengan gordeng. Ketika ada angin yang bertiup, gordeng itu
tersingkap hingga boneka-bonekaan 'Āisyah terlihat. Beliau lalu bertanya:
"Wahai 'Āisyah, ini apa?" 'Āisyah menjawab, "Anak-anak bonekaku." Lalu
beliau juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau
bertanya: "Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?"
'Āisyah menjawab, "Boneka Kuda." Beliau bertanya lagi: "Lalu yang ada
di bagian atasnya ini apa?" 'Āisyah menjawab, "Dua sayap." Beliau
bertanya lagi: "Kuda mempunyai dua sayap?" 'Āisyah menjawab,
"Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai
5

kuda yang punya banyak sayap?" 'Āisyah berkata, "Beliau lalu


hingga aku dapat melihat giginya.5
Penjelasan hadis di atas bahwasanya posisi ‘Āisyah diperlakukan

oleh nabi selain sebagai istrinya, juga diperlakukan layaknya seorang anak

karena memang Rasulullah menikah dengan ‘Āisyah dalam usia yang terpaut

jauh. Hal itu dilakukan juga karena mempertimbangkan psikologi ‘Āisyah

sendiri agar tetap ceria dan tenang selama menjalani kehidupan rumah tangga

bersama Rasulullah. 6 Oleh karenanya bahasa yang digunakan

nabi dengan ‘Āisyah tak ayalnya seperti seorang ayah kepada anaknya.
،‫ وَسَفيَان‬،َ‫ عنَ مَسَعَر‬،َ‫ حَدهثنا وَكَيع‬:‫ قال‬،َ‫ وَزهيَ رَ بَنَ حَرَب‬،‫حَدهثنا بَو بَكرَ بَنَ ََب شيَ ََة‬

َ‫ََنوله‬ ‫ ثه‬،‫ «كنتَ َشرَبَ وَََن حَائَض‬:‫ عنَ عائَشة قالت‬،َ‫ عنَ َبَيه‬،‫عن المَََدامَ بَن شرَيَح‬

‫ وَََ عَرهق العَرَق‬،َ‫ ف يَشرَب‬،‫النهه صَلهى هلالَ عليَهَ وَسَلهمَ ف يَضعَ فاهَ على مَوَضَع فه‬

َ‫وََل‬ »‫ ثه ََنولهَ النهه صَلهى هلالَ عليَهَ وَسَلهمَ ف يَضعَ فاهَ على مَوَضَع فه‬،‫وَََن حَائَض‬

7َ‫يَشرَب‬ ‫يَذكرَ زهيَ رَ ف‬

………..Telah menceritakan kepada kami Wakī’, telah menceritakan kepada kami


Mis‘ar dan Sufyān, dari Miqdām bin Syuraih , dari ayahnya, dari 'Āisyah berkata:
‚Saya sedang minum di saat saya sedang haid, kemudian saya memberikannya
kepada Nabi saw. lalu beliau menempatkan mulutnya di tempat bekas saya, kemudian
nabi meminumnya, dan saya menggigit potongan daging di saat saya sedang haid,
kemudian saya memberikannya kepada Nabi saw., maka beliau pun
menempetkan mulutnya pada bekas (gigitan)
saya. Hadis tersebut merupakan hadis yang berupa non-sabda yang mana

hadis-hadis tersebut merupakan pemaparan saksi pertama yang dalam hal

ini adalah istri Rasulullah saw. dan bukan merupakan sabda dari Rasululah

5
Abī daud Sulaiman al-Asy’at al -Sijistānī, Sunan Abī Daud, Kitab Adab, Bab Bermain dengan Anak
Perempuan, Juz 3 (Lebanon: Dār al-Kitab al-‘Alamiyah 1996) h. 288-289
6
Abdul Wahid, Senyum Indah Kanjeng Nabi (Yogyakarta: Diva Press 2016) h. 49 7
Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Ṣa ḥīḥ Muslim (Beirut: Dār
Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) h. 245
6

saw. sendiri, yang mana nabi menunjukan sifat romantisnya dengan

meminta minuman yang bekas ‘Āisyah minum dan meminumnya tepat di

bekas ‘Āisyah meminumnya begitupun juga dengan memakan daging

bekas gigitan ‘Āisyah.

‘Āisyah adalah salah satu istri nabi yang memiliki banyak

keistimewaan. Selain merupakan puteri dari sahabat nabi yang paling

disenangi yaitu Abū Bakar Ash-Shiddīq, ia memiliki sifat lemah lembut

yang menarik, kecerdasan yang menonjol.8 ‘Āisyah adalah potret isteri

ideal untuk dijadikan sebagai figur seorang isteri, faktornya adalah selain

‘Āisyah adalah satu satunya isteri nabi yang dinikahi ketika masih

perawan, ia juga sosok yang cerdas yang dipersiapkan untuk meneruskan

dakwah nabi setelah nabi wafat dan hal ini terbukti dengan banyaknya

hadis yang ia riwayatkan, kemudian dari beberapa hal di atas, sangat

memungkinkan bahwa ‘Āisyah adalah istri yang sangat Rasulullah sayangi

dan mendapatkan perlakuan yang istimewa oleh nabi Muhammad.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis rasa sangat perlu untuk

mengkaji bagaimana nabi berlaku harmonis kepada isterinya yaitu ‘Āisyah ra

yang tersebar dalam kitab-kitab hadis dengan menggunakan metode tematik

atau menjadikan hadis-hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah terkumpul

menjadi satu tema. Karena itu penulis membuat sebuah penelitian hadis yang

bertemakan KEHARMONISAN KELUARGA NABI

8
‘Āisyah Abdurrahman Bintusy Syathi’, Istri-istri Rasulullah SAW, jilid 1terj. Chadijah
Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) h. 65
7

MUHAMMAD DENGAN ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB

ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Untuk mengarahkan penelitian ini sesuai dengan masalah yang

dicari dan supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memahami penelitian ini,

kiranya perlu ada pembatasan masalah agar tidak melebar jauh dari

pembahasan inti yakni penulis membatasi kajian hadis tematik seputar

hadis-hadis Rasulullah bersama dengan ‘Āisyah seputar keharmonisan

antara keduanya terutama dalam kitab Sahīh Bukhārī.

Serta untuk melengkapi penelitian ini, penulis akan

mengemukakan bagaimana penjelasan hadis yang dikumpulkan sehingga

secara garis besar, mengemukakan kualitas hadis setelah ditelusuri dari

segi sanadnya. Oleh karena itu, penulis merumuskan sebuah masalah yakni

Bagaimana Potret Keharmonisan Rumah Tangga Nabi Muhammad saw.

dengan ‘Āisyah r.a Perspektif Hadis dalam kitab sahīh bukhārī?

C. Tinjauan Pustaka

Untuk membantu proses penelitian ini, saya berupaya melakukan

penelusuran terhadap tema yang terkait baik dari buku, jurnal, skripsi

maupun thesis dan sepanjang penulusuran yang dilakukan, penulis

menemukan beberapa karya yang beraitan dengan tema bergurau dalam

pesrpektif hadis, yaitu:

1. Buku “Senyum Indah Kanjeng Nabi” karya Dr. H. Abdul Wahid adalah

salah satu buku yang memuat kumpulan sikap nabi ketika bersosialisasi
8

bersama masyarakat sekitar baik bersama keluarga, sahabat dan anak

cucunya. Dalam buku ini juga menyajikan sisi lain kehidupan Rasulallah

saat bahagia dan juga banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah-kisah

yang dialami oleh rasulallah saw. Namun yang membedakan buku ini

dengan penelitian penulis adalah sumber yang didapat yaitu dari kitab

hadis induk yang Enam dan juga disertai dengan kualitas hadis apakah

bisa diterima (Maqbūl) atau tertolak (Mardud).9

2. Skripsi yang berjudul Konsep Al-Qur’ān Tentang Keluarga Bahagia

yang ditulis oleh mahasiswa UIN Jakarta yang bernama Syamsul

Ma’arif yang menghimpun ayat-ayat yang membicarakan bagaiamana

mendirikan keluarga yang bahagia, menguraikan bagaimana al-Qur’an

berbicara tentang konsep keluarga bahagia terutama pada ayat ke 21

Surat ar-Rūm dan at-Tahrīm ayat 6 serta surat al-Anfāl ayat 28 yang

mana dar ketiga surat tersebut penulis meng-explore penjelasan ayat

tersebut dari berbagai kitab tafsir.

3. Buku Bilik Bilik Cinta Nabi Muhammad saw karangan Nizar Abahzah

yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang menghimpun

bagaiamana keadaan keluarga nabi, perlakuan nabi terhadap istri-istrinya

yang dikemas dengan bahasa yang ringan. Buku tersebut juga

menghimpun bagaimana keharmonisan nabi bersama dengan tiap istrinya

terutama siti ‘Āisyah dari awal mula perjumpaan sampai dengan

membangun rumah tangga yang harmonis yang banyak tertuang dalam

9
Dr. Abdul Wahid, Senyum indah Kanjeng Nabi (Jakarta: Diva Press 2016)
9

hadis-hadis nabi. Hanya saja buku tersebut berbentuk sebuah kisah

yang diselipi hadis-hadis kebersamaan nabi dengan keluarganya tanpa

memberikan penjelasan kualitas dari hadis yang dipaparkan. Hal ini

adalah sesuatu yang berbeda dengan penelitian penulis yang akan

mencantumkan kualitas dan kuantitsa hadis keharmonisan nabi

bersama ‘Āisyah.10

4. Thesis yang berjudul “Romantisme Nabi Muhammad saw dalam

Perspektif Hadis (studi Ma’anī al-Hadis) karya dari Radhie Munadi

yang menghimpun tiga buah hadis yang menunjukan perlakuan

romantis Nabi Muhammad namun perlakuan ini lebih umum kepada

semua istri dan juga penelitian ini lebih mendalam terutama dalam segi

takhrij, kritik sanad matan dan pemaknaan hadis. Yang membedakan

dengan penelitian penulis adalah pembatasan hanya kepada ‘Āisyah

dan juga penelitian ini menggunakan tematik yakni mengumpulkan

hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah yang kemudian penulis

memberikan syarah dan penilaian hadis dari segi sanad.

5. Skripsi yang berjudul tentang Faktor-Faktor Penyebab Perceraian yang

ditulis oleh Mahasiswa Syari’ah STAIN Salatiga yang mengungkapkan

berbagai macam faktor ketidakharmonisan keluarga yang berujung

kepada Perceraian. Hanya saja dalam skripsi tersebut difokuskan pada

kasus masyarakat Kec. Getasan Kab. Semarang. Dan yang membuat

10
Nizar Abahzah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta, Zaman
2009)
10

penelitian ini berbeda adalah persoalan yang sama di atas akan dijawab

oleh sebuah hadis-hadis keharmonisan nabi sebagai gambaran yang

haq untuk setiap ummat muslim

Dari tinjauan di atas dapat penulis katakana bahwa pembahasan

pada penelitian ini berbeda dengan beberapa tema terkait di atas yakni

penulis ingin mengumpulkan hadis-hadis tentang senda gurau yang

disaring melalui kamus hadis seperti kitab Mu’jam dan Aṯhraf yang

kemudian dikumpulkan menjadi tema khusus kemudian dinilai

kualitasnya dan diambil beberapa pendapat ulama dan disimpulkan

berdasarkan data-data yang terkumpul.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Di setiap karya tulis pasti memiliki maksud dan tujuan yang ingin

dicapai. Salah satu yang penulis ingin capai dari karya ini adalah:

a. Untuk mengetahui kandungan hadis nabi dalam membangun

keharmonisan keluarga Nabi Muhammad dengan ‘Āisyah r.a.

b. Mengetahui bagaimana bahwa nabi ketika memperlakukan isterinya

yakni ‘Āisyah sangat beragam dan bertujuan untuk menyenangkan hati

sang isteri.

c. Mengumpulkan beberapa hadis yang berkaitan tentang perlakuan

harmonis nabi dengan ‘Āisyah.

d. Untuk menambah kajian keilmuan hadis sebagai salah satu

sumbangsih pemikiran penulis


11

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan bisa menambah

khazanah dan informasi pengetahuan mengenai bagaimana seharusnya

membangun keluarga yang harmonis sesuai pedoman yang disuguhkan oleh

Nabi Muhammad saw.. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi

masyarakat luas agar menjadikan hadis nabi sebagai pedoman dalam

mengarungi kehidupan baik dari segi sosial maupun lainnya.

E. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian karya ilmiah, metode merupakan cara bertindak

dalam upaya agar suatu penelitian dapat terlaksanakan secara obyektif,

terarah dan dapat menghasilkan penelitian yang optimal.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (Library Research)

yakni mengumpulkan informasi dan data data yeng memiliki relevansinya

dengan tema terkait baik itu yang bersumber dari buku-buku, thesis, skripsi,

jurnal, majalah artikel dan sebagainya yang data tersebut bisa

dipertanggungjawabkan kevalidannya yang kemudian diolah menjadi suatu

jawaban dari permasalahan dan menyimpulkan dalam suatu kesimpulan.

2. Sumber data

Ada dua jenis sumber data dalam membuat penelitian yaitu data

Primer dan data Sekunder. Sumber primer yang saya gunakan dalam

penelitian ini adalah hadis-hadis tentang bentuk-bentuk keharmonisan

rumah tangga nabi Muhammad saw dengan Siti ‘Āisyah yang terdapat

dalam kitab Sahīh Bukhārī. Selanjutnya sumber sekunder yaitu data-data


12

yang berkaitan dengan hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah, hadis-

hadis Maudlū’ī dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan tema

penelitian seperti jurnal, skripsi, thesis, majalah dan lain-lain.

3. Metode Analisis

Pada pembahasan analisis, penulis menggunakan metode analisi

Mauḏū’ī (tematik) yakni menurut Ramaḏan Ishāq al-Ziyān adalah diambil

dari kata ‫ الوضع‬yang memiliki arti meletakan sesuatu dalam satu tempat.

Terdapat beberapa definisi tentang hadis Mauḏū’ī

a. Mauḏū’ī adalah sebuah teknik pengumpulan riwayat hadis yang

berbeda-beda dalam sumber hadis yang asli yang berhubungan dengan

satu tema, baik lafaḏ atau hukum dan penjelasannya adalah menurut

maksud-maksud kenabian yang mulia.

b. Mauḏū’ī adalah penjelasan tema yang ada dalam sunnah nabi melalui

sumber hadis atau banyak sumber.

c. Mauḏū’ī adalah masalah atau urusan yang berhubungan dengan satu

sisi dari banyak sisi kehidupan dalam akidah, perilaku sosial,

fenomena alam yang dihadapkan pada hadis nabi.

Dari beberapa definisi di atas, Ramaḏan Ishāq al-Ziyān memberikan

kesimpulan tentang definisi Hadis Mauḏū’ī yaitu ilmu yang membahas

tema-tema yang diliputi oleh hadis nabi, dan kemudian disatukan baik

makna ataupun tujuannya melalui pengumpulan hadis setema dari sumber

hadis asli, atau beberapa sumber, di mana peneliti melakukan analisis teks

hadis yang diterima dan membandingkannya dan mengkritiknya kemudian


13

berusaha menghubungkannya untuk sampai pada makna teks hadis nabi

dari sisi praktisnya dalam kenyataan masa kini.11

Adapun langkah-langkah penerapan metode Mauḏū’ī menurut

Ramaḏan Ishāq al-Ziyān dalam karangannya menyebutkan setidaknya 10

langkah untuk membuat sebuah diskursus tematik hadis, yaitu:

1. Membatasi hadis sebagai sumbu penelitian

2. Mengumpulkan jalur-jalur hadis dari banyaknya sumber sunnah nabi

3. Studi sanad-sanad riwayat

4. Membuat kerangka/skema sanad

5. Menghukumi hadis dengan semua jalurnya

6. Studi redaksi hadis dikomparasikan antara riwayat-riwayat

7. Studi tema hadis dengan semua sisinya dengan cara mengumpulkan

materi ilmiah yang bukan hadis

8. Menghubungkan tema hadis dengan realita masa kini di kalangan

ummat muslim

9. Mengurutkan materi ilmiyah dan menyusunnya dalam pembagian

penelitian

10. Rumusan penelitian dengan menampilkan tema hadis pada sisi analisis

teks dan kritik teks.12

Adapun dalam Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan aktivitas atau proses

11
Ramaḏan Ishāq al-Ziyān, al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin Majallah al-
Jāmi’āh al-īslamiyah 2002) juz 10 h. 212-214
12
Ramaḏan Ishāq al-Ziyān, al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin Majallah al-
Jāmi’āh al-īslamiyah 2002) juz 10 h. 233-234
14

“memahami” hakikat fenomena dengan latar alamiah, dengan berporos

pada data deskriptif yang disediakan untuk dianalisis sehingga

menghasilkan pemahaman yang sempurna berdasarkan perspektif

partisipan yang sesuai dengan konteksnya.13 Sedangkan deskriptif yaitu

metode penelitian yang menganalisis data-data dalam bentuk skripsi dari

gejala-gejala yang diamati kemudian mendeskripsikannya ke dalam hasil

penelitian.14

Dalam penulisan ini, peneliti juga menggunakan kajian pustaka.

Secara teknis, penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Akademik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013-2014. Kecuali Pedoman

Transliterasi. Pada pedoman ini peneliti mengunakan Panduan

transliterasi Kementerian Agama Republik Indonesia. Pada bagian kata

atau kalimat dalam penulisan ini jika dirasa mengandung makna yang

asing, maka saya berupaya menambhkan penjelasan pada bagian footnote.

F. Sistematika Penulisan

Sistemtika penulisan pada penelitian ini yaitu terdiri dari lima bab

judul besar kemudian setiap bab terbagi pula kepada sub-bab. Agar

memudahkan bagi pembaca untuk memahami bagaimana sistematika

penulisan pada penelitian ini lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:

13
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 31.
14
M.Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Jakarta: Pustaka Setia, 2002), h. 17.
15

Bab Pertama Pendahulan sebagai judul besar. Kemudian

didalamnya terdiri dari Latar belakang masalah, Pembatasan serta rumusan

masalah yang terkait dengan pembahasan ini, Tinjauan penelitian, Tujuan

dan manfaat penelitian, Metodologi penelitian yang digunakan dan

diakhiri dengan Sistematika penelitian.

Bab Kedua menguraikan tentang biografi ‘Āisyah r.a mulai dari

silsilah dan kelahirannya kemudian bagaimana pernikahan nabi dengan

‘Āisyah, Sifat-sifat yang ada pada diri ‘Āisyah serta bagaimana perlakuan

nabi terhadap ‘Āisyah r.a.

Bab Ketiga menguraikan tentang bagaiamana hakikat keluarga

yang harmonis baik dari sudut pandang umum maupun dari sudut

keislaman dan juga menguraikan beberapa faktor yang bisa menumbuhkan

keharmonisan keluarga begitupun juga sebaliknya yaitu faktor yang

membuat sebuah keluarga tidak berjalan harmonis

Bab Keempat, dalam bab ini penulis akan menelusuri hadis-hadis

yang berkaitan tentang perlakuan harmonis yang Rasulullah saw lakukan

kepada ‘Āisyah semasa hidupnya yang terdapat dalam kitab sahīh bukhārī

kemudian mengumpulkannya sebagai upaya menjadikan hadis-hadis

tersebut menjadi satu tema, kemudian menelusuri bagaimana kualitas

hadis tersebut dan pendapat para ulama mengenai hadis tersebut.


16

Bab Kelima berisi Penutup yang terdiri dari dua sub-bab yakni

kesimpulan dan saran Pada bagian kesimpulan, peneliti memaparkan

kesimpulan secara global tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.

Pada lembaran terakhir berisi daftar pustaka yang dijadikan sumber

penelitian.
BAB II

BIOGRAFI UMMU AL-MU’MĪN ‘ĀISYAH RA

A. ‘Āisyah ra. dan Silsilah Keluarganya

Nama lengkapnya adalah ‘Āisyah binti Abū Bakar Shidīq Abdullah

bin Abū Quhafah al-Quraiysī at-Taimī. Beliau diberi nama julukan ash-

shiddīqah (perempuan yang benar dan lurus), beliau juga dipanggil Ummul

Mu’minīn dan diberi kunyah Ummu Abdullah, mengikuti nama

keponakannya Abdullah bin Zubair. Ada riwayat yang menyebutkan

bahwa nama panggilannya adalah Humairah, tetapi Rasul lebih sering

memanggilnya Bintu-Shiddīq putri dari laki-laki yang benar dan lurus.

Nasab dari jalur ayahnya adalah ‘Āisyah binti Abū Bakar ash-Shiddīq

bin Abī Quhafah Utsman bin ‘Amir bin Umar bin Ka’b bin Sa’ad bin Taimī

bin Murrah bin Ka’b bin Luay bin Fihr bin Mālik. Nasab ayahnya bertemu

dengan nasab Rasulullah saw. pada kakek ketujuh. Sedangkan nasab dari jalur

ibu, ‘Āisyah binti Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abd Syams bin

‘Ittab bin Udzainah bin Subai’ bin Wahban bin Harits bin Ghunm bin Malik

bin Kinanah. Nasab dari jalur ibunya ini bertemu dengan nasab Rasulullah

saw. pada kakek kedua belas.15 Saudari dari bapaknya adalah bernama Asma

binti Abū Bakar, beliau mempunya kakak ipar bernama Zubair bin Awwām,

yang digelari Hawāri Rasulullah (pengikut setia Rasulullah). Kakek dari ayah

‘Āisyah adalah Abu Quhafah

15
As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan
Kamil 2016) h. 38

17
18

yang telah masuk Islam dan mendapat gelar sahabat nabi sedangkan nenek

dari ayahnya adalah Ummu al-Khair Salma binti Sakhr juga seorang yang

telah masuk islam dan mendapat gelar kehormatan Sahabiyyah nabi saw.

Mempunyai tiga bibi mereka adalah Ummu Amir, Quraibah dan Ummu

Farwah (putri-putri Abū Quhafah) dan saudara kandungnya Abdur ar-

Rahman ia adalah seorang pemberani dan pemanah terkenal.16

Selama belum dinikahi nabi, ‘Āisyah mendapat didikan yang

sangat disiplin oleh Abū Bakar dan ibundanya agar kelak ‘Āisyah menjadi

wanita yang mandiri. Pernah ketika sudah dinikahi nabi, kedua orangtua

‘Āisyah khawatir akan kelakuan anaknya yang masih kekanak-kanakan

sehingga membuat nabi merasa tidak nyaman. ‘Āisyah selalu mendapat

teguran dari sang ayah agar belaku menyesuaikan dengan posisi dia

sebagai istri rasul. Akan tetapi nabi justru memahami kondisi ‘Āisyah dan

membiarkan sifat ‘Āisyah yang masih kekanak-kanakan itu berjalan

dengan sendirinya, bahakan beliau yang beradaptasi dengan keinginan-

keinginannya. Jabir pernah berkata: ”Rasulullah itu pria yang pengertian,

jika ‘Āisyah ada maunya, maka beliau menurutinya”.17 Oleh karena itu

‘Āisyah sebenarnya istri Rasulullah yang sangat mulia dan berbeda dengan

istri-istri yang lainnya karena ‘Āisyah adalah istri yang dinikahi Nabi

dalam keadaan masih gadis.

16
Muhammad al-Mashri, Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta, Katullistiwa
Press 2016) h. 87-88
17
Dr. Nizar Abahzah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta,
Zaman 2009) h.89
19

B. Pernikahan Nabi Muhammad saw. Dengan ‘Āisyah ra.

‘Āisyah hidup dalam lingkungan yang memegang erat ajaran

rasulullah dan hidup dalam keberkahan, diasuh oleh manusia terbaik setelah

nabi yaitu Abū Bakar beserta istrinya, membuat dirinya mendapat didikan

yang didasari ajaran rasulallah sehingga ketika ‘Āis yah berusia 6 tahun,

rasulallah disarankan oleh sahabat yang bernama Khaulah binti Hakīm istri

dari Utsman bin Ma’ḏzun untuk meminang putri gadis dari Abū Bakar

tersebut.18 Rasulullah membangun rumah tangga bersama ‘Āisyah di mekkah

pada bulan syawwal dua tahun setelah terjadinya perang badar, sedangkan

‘Āisyah ketika itu berusia 9 tahun.19 Terkait umur ‘Āisyah ketika dinikahi

nabi terdapat beberapa perbedaan pendapat antara dinikahi ketika berusia 6

tahun dan 9 tahun. Berdasarkan hadis nabi yang tertera dalam kitab

Saḥīḥ Bukhārī no. 3894 dan Muslim no. 1422 bahwa ketika umur 6 tahun.
َ‫عن‬ ،‫ عنَ أبييهي‬،َ‫ عنَ هيشام‬،َ‫ حَدثنا عليي بَنَ مَسَهير‬،‫حَدثَني ف رَوَة بَنَ أيب املَغرَاءي‬

َ‫نت‬
‫بي‬ ‫ «ت زَوجََني النبي صَلَى هلالَ عليَهي وَسَلَمَ وَأَن‬:‫ قالت‬،‫عائيشة رَضييَ اَّللَ عن هَا‬

‫ ف وَعيكتَ ف‬،‫ ف قديمَنا املَديينة ف ن زَلنا يف بََني احَاريثي بَني خَزَرَج‬،‫سيتي سينيَن‬

‫ وَمَعيي‬،َ‫ وَيإيَن لفيي أرَجَوحَة‬،‫ ف وََف جَيَمَة فأت تَني أميي أم رَومَان‬،‫تمَرق شعَريي‬

،‫ فصَرَخَت يب فأت يَ ت هَا‬،‫صَوَاحيبَ يل‬

18
Muhammad al- Mashri, Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta, Kathulistiwa
Press 2016) h. 98
19
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Ad -Dzahabī, Siyar ‘a’lam an-nubalā
(Beirut, Mu’assasah ar-risālah) Juz 2, h. 135
20

‫ وَيإين لَنيجَ حَََت‬،‫ال أدريي مَا ترييد يب فأخَذت بييَديي حَََت أوَق فتَني عَلى بَبي الداري‬

‫ ث‬،‫ ث أخَذت شيَ ئ ا مينَ مَاءَ فمَسَحَت بيهي وَجَهيي وَرَأسيي‬،‫سَكنَ بَعَضَ نفسيي‬

،‫ ف قلنَ عَلى اخَي وَالبَ كرََةي‬،‫ فيإذا نيسَوَة مينَ النصَاري يف البَ يَتي‬،َ‫أدخَلتَني الدار‬

‫ ف لمَ يَرَعَني يإال رَسَول‬،‫ فأصَلحَنَ مينَ شأيَن‬،‫ فأسَلمَتَني يإليَهين‬،‫وَعَلى خََي طائير‬

‫ وَأَن يَوَمَئيذَ بينتَ تيسَعي‬،‫ فأسَلمَتَني يإليَهي‬،‫اَّللي صَلى هلالَ عَليَهي وَسَلمَ ضحى‬

20»‫سينيَن‬

Rasulallah shalallahu ' alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam
tahun, kemudian kami hijrah ke Madinah. Lalu singgah (tinggal) di
tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj “Disana aku mencukur rambutku,
setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku, sedangkan diriku pada saat itu
sedang bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau berteriak
memanggilku, aku pun mendatanginya, aku tidak tahu apa yang diinginkan
oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai di depan
pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan,
sampai akhirnya sedikit tenang. Setelah itu ibuku menggambil sedikit air, lalu
mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam
rumah”. Ketika masuk, ternyata di dalam sudah banyak wanita dari kalangan
Anshar di dalam rumah, ketika melihatku mereka mengatakan: “Kebaikan
untukmu, semoga selalu dalam barokah dan kebahagian”. Selanjutnya aku
diserahkan pada mereka oleh ibuku, yang kemudian aku didandani, dan
tidaklah aku dipertemukan bersama Rasulallah melainkan pada waktu dhuha.
Kemudian mereka menyerahkan
diriku pada beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia sembilan
tahun. Mengenai usia pasti pernikahan nabi dengan ‘Āisyah memang

menuai banyak perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan nabi meminang

pada usia 6 tahun dan menikahinya pada usia 9 tahun. Adapula yang

mengatakan nabi meminang ‘Āisyah pada uisa 9 tahun dan menikahinya

pada usia 11 tahun sehingga hal ini menurut penulis belum bisa memastikan

20
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 3894 h. 528
21

kapan usia ‘Āisyah diniakhi oleh nabi. Dalam bukunya Nabia Abbott yang

berjudul Aesyah the beloved of mohammed mengatakan:

” Tidak ada kejelasan mengenai kapan pernikahan itu dilaksanakan. Menurut


beberapa riwayat, hal itu berlangsung dibulan syawal tahun satu hijriah,
beberapa riwayat mengatakan beberapa bulan setelah hijrah di Madinah, akan
tetapi menurut riwayat lain baru terjadi setelah perang badar, kemudian
riwayat lain menyatakan bulan syawal tahun kedua hijriah. Tidak
ada di dalam riwayat yang memberikan komentar mengenai disparitas umur
Muhammad saw dan ‘Āisyah ra atau waktu pengantin wanita ditawarkan”.21
Namun, terdapat sebuah kaidah yang dipegang oleh ulama hadis

yang menjadikan sanad hadis sebagai bagian pertama untuk diteliti dan jika

sanad hadis tidak memenuhi kriteria maqbul, seperti tidak dhabit atau tidak

adil, maka riwayat hadis itu mardud, dan penelitian matan tidak diperlukan

lagi. Tetapi, jika sanadnya memenuhi kriteria maqbul, maka kegiatan

penelitian matan dilanjutkan


‫مت يَ مََْ يَل ةَم يص َ ة َُ ي ْ َ يمْت‬
َ ‫يص َ ة َُ يَيْ ا يَ َيدا‬

Berdasarkan kaidah hadis di atas perlunya penelusuran lebih

mendalam terhadap sanad dan matan pada hadis tersebut. Pertama, bahwa

menelusuri adanya kejanggalan pada perawi yang bernama Hisyam bin

‘Urwāh dari kalangan sahabat, karena mayoritas hadis yang membicarakan

tentang pernikahan ‘Āisyah diusia 7 tahun adalah Hisyam bin ‘Urwah

tersebut dan keberadaan urah ketika membicarakan hadis tersebut adalah

ketika di iraq. Penilaian terhadapnya juga mendapati perbedaan. Menurut

Ya’qūb ibn Syaibah mencatat: ”Hisyam sangat bisa dipercaya, riwayatnya

21
Nabia Abbott, Aishah the Beloved of Mohammed (London, al-Saqi books 1985) h. 7
22

dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq”

bahkan lebih lanjut Mālik bin Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat

dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak

riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq”.22 dalam kitab Mīzan

al-I’tidāl terkait kredibilitas Hisyam bin ‘Urwah dikatakan bahwa “Ketika

masa tua, ingatan Hisyam mengalami kemunduran yang mencolok dan

hadis yang sudah ia hafal banyak yang terlupakan”23 dari sini dapat

difahami bahwa keabsahan seorang ‘Urwah ketika sudah berpindah ke Iraq

waktu itu sudah menginjak usia tua dan sangat memungkinkan bahwa

kedhabitannya sudah menurun sehingga mempengaruhi kesahihan hadis

penikahan ‘Āisyah pada usia tersebut.

Kedua, melihat dari sisi historis yakni disebutkan beberapa

pendapat mengemukakan bahwa Nabi meminang ‘Āisyah pada tahun 620

M (7 tahun) dan berada dalam satu rumah pada tahun 623 M (9 tahun), ni

mengindikasikan bahwa ‘Āisyah dilahirkan pada 613 M. sedangkan Al-

Tabarī mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada

masa jahiliyah yakni (pra – 610 M) dari 2 isterinya”24. Berdasarkan hal ini

pendapat Al-Tabarī mengalami kontradiktif sehingga hadis tentang usia

pernikahan ‘Āisyah belum bisa dinyatakan benar pada usia 7 atau 9 tahun.

22
Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Tahḏīb al-Tahḏīb (Dar Ihya al-turath al-Islami) juz 11 h.50
23
Abī Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usmah al-dzahabī, Mīzan al-I’tidāl fī naqd al-
Rijāl (Beirut, Dār al-Ma’rifat tt) h. 301
24
Abū Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabarī, Tārikh al-Umam wa al-Mulūk (Beirut, Dār al-
Fikr 1979) Jilid 4 h. 50
23

Ketiga, Menghubungkan antara umur ‘Āisyah dan Fatimah.

Menurut Ibn Hājar: Fātima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali,

ketika Nabi saw berusia 35 tahun dan usia Fatimah 5 tahun lebih tua dari

‘Āisyah 25. Berdasarkan data di atas, ‘Āisyah lahir ketika usian nabi 40

tahun. Dan jika memang nabi meminang ‘Āisyah pada usia 52 tahun maka

‘Āisyah sudah berusia 12 tahun dan menempat dalam satu bilik ketika usia

15 tahun.

Tentang usia pernikahan ‘Āisyah r.a menurut penulis adalah sudah

memenuhi keriteria untuk dinikahi karena secara kematangan emosional

(mental) dan spiritual (keberagamaan) sudah memenuhi syarat jika ditinjau

dari usia ‘Āisyah yang menginjak 15 tahun. Sekaligus hal ini membantah

tuduhan para orientalis yang menyebutkan bahwa nabi seorang pedofil.

Hal tersebut tentu sangat salah. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut

untuk menerima dan mempercayai usia ‘Āisyah 9 tahun ketika menikah

sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk

menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih

jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa

sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab.

Penduduk makkah tidak merasa heran dan takjub ketika melihat

pernikahan tersebut, karena pernikahan tersebut terjadi antara dua keluarga

dari dua sahabat dekat. Penduduk mekkah tidak mencela lamaran

25
Ibn Hājar al-Asqalānī, Al-isābah fī tamyizi al-sahābah (Riyadh, Maktabah al-Riyadh al-
hadits 1978) juz 4 h. 377
24

pernikahan yang ditujukan kepada gadis kecil yang masih suka bersenang-

senang dan bermain dari seorang laki-laki dewasa yang sudah berumur.26

Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abu Bakar

menikahkan Nabi Muhammad saw. dengan ‘Āisyah, yang pada waktu itu

berumur enam atau tujuh tahun dan maharnya lima ratus dirham. ‘Āisyah

sendiri adalah seorang puteri tujuh-tahunan, yang sebelumnya sudah

dilamar untuk Jubeir ibn Muth’in ibn Adī.27

C. Sifat-Sifat ‘Āisyah ra.

‘Āisyah dikenal sebagai istri nabi yang pencemburu. Kecemburuan

‘Āisyah muncul tidak hanya satu dua situasi, namun banyak situasi. Pernah

suatu malam setelah tidur dengan sang nabi, ‘Āisyah terbangun dan tiba-tiba

tak dijumpainya sang nabi yang tadi menemani. Hatinya curiga, setan

membisikan tipu daya dan mengira bahwa nabi tidur dengan istri yang lain

sedangkan malam itu adalah haknya ‘Āisyah. Ia lalu keluar, tetapi tak

dijumpainya sebelum akhirnya nabi ditemukan di dalam masjid. Atas hak

tersebut nabi memberikan penjelasan: “kau cemburu lagi, ‘Āisyah? Apakah

kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam

nisfu Sya’ban, ‘Āisyah!”28 Namnu dibalik semua itu ‘Āisyah hidup bahagia

berdampingan dengan nabi sampai menghabiskan sisa umurnya di sisi

kuburan nabi hidup dengan kenangan indah bersama beliau. Sifat-sifat

26
Muhammad al- Mashri, Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta, Kathulistiwa
Press 2016) h. 99
27
Bint Syati, Isteri-isteri Rasulullah SAW., terj. MHM. al-Hamid al-Husaini, (Jakarta
;Bulan Bintang, 1974) h. 63
28
Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi
(Jakarta, Zaman 2007) h. 94
25

agung ‘Āisyah terlihat setelah nabi meninggal dunia seolah memang ia

diperispakan untuk cadangan masa depan yang dikenal dengan kedalaman

ilmu, agama, syair dan orasi. Ia hafal lebih dari dua ribu hadis banyak

diantaranya diriwayatkan dari dirinya sendiri, yang tanpa ia hadis itu akan

hilang tak terlacak. Ia meninggal pada tahun ke-58 Hijriyah.29

Dalam sebuah pengakuan, ‘Āisyah pernah mengatakan bahwa

ketika nabi selalu menyebut nama istrinya yang telah meninggal yaitu Siti

Khadijah dia merasa sangat cemburu. ”Tidak pernah aku merasa cemburu

atas (maduku) yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah,

disebabkan terlalu seringnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam

menyebut dirinya.”30

Adz-Dzahabi mengomentari hadis di atas seraya mengatakan: "Ini

merupakan perkara yang sangat mengherankan bagaimana ‘Āisyah bisa

cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum dirinya

dinikahi oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya.

Kemudian dirinya dijaga oleh Allah ta'ala dari rasa cemburu terhadap wanita

lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi saw. Ini menunjukan rahmat

yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam,

supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak keruh dan kemungkinan lain,

dirinya merasa cemburu lebih sedikit pada yang lain dan

29
Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi
(Jakarta, Zaman 2007) h. 108
30
Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Saḥīḥ Muslim Kitab
Fadha’il as-Sahabat al-Nabī No. 2435 (Beirut: Dār Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) h. 1888
26

tidak pada Khadijah karena disebabkan kecintaan Nabi shalallahu 'alaihi

wa sallam atas Khadijah.31

D. Perlakuan Nabi terhadap ‘Āisyah ra.

Nabi Muhammad adalah seorang yang penuh kasih sayang terlebih

pada istrinya yaitu sayyidatinā ‘Āisyah bahkan dalam sebuah hadis ketika

nabi ditanyakan tentang siapa orang lain yang ia cintai dari kalangan laki-

laki dan perempuan kemudian nabi menjawab dari kalanagn perempuan

yaitu ‘Āisyah dan dari kalangan laki laki yaitu Abu Bakar kemudian Umar

ibn al-Khattāb.32

Imam ad-Dzahabī mengatakan bahwa nabi mencintai manusia terbaik

dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita terbaik dari kalangan

umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang dicintai oleh

Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya telah

menjadi orang yang amat membenci Allah dan Rasul-Nya. Karena kecintaan

Rasulallah kepada ‘Āisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang,

bukankah kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk

memberi hadiah kepada Rasulallah pada saat gilirannya ‘Āisyah, hal itu tidak

lain karena mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya. 33 Sudah

barang tentu banyak perlakuan-perlakuan baik dari nabi Muhammad terhadap

‘Āisyah bahkan terhadap istri lainnya yang

31
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabī, SIyar ‘a’lam an-nubalā
(Beirut, Mu’assasah ar-risālah, tt) Juz 2 h. 165
32
Lihat Saḥīḥ Bukhāri no. 3662 Kitab Fadha’il ashāb al-nabī, (Riyadh, Maktabah ar-
Rusyd 2006) h. 498
33
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabī, SIyar ‘a’lam an-nubalā
(Beirut, Mu’assasah ar-risālah, tt) Juz 2 h. 142
27

tergambar diberbagai kitab hadis namun yang pasti, dengan sikap lemah

lembutnya Rasulullah membuat para istri merasa disayangi dan nyaman

hidup bersama nabi terlebih lagi menjadi suatu kehormatan besar hidup

bersama dengan utusan Allah swt.

Nabi sebagai sosok yang lemah lembut dan terhindar dari sikap

kasar apalagi terhadap para istrinya. Meninggikan derajat para istrinya dan

hal ini dinilai sangat efektif untuk menjaga perasaan istri dan membangun

keharmonisan antara suami dan istri.

Sekelompok orang Habasyah masuk masjid dan bermain di dalamnya.

Ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepadaku, “Wahai Humaira`, apakah kamu

senang melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu

rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkan daguku di atas pundaknya dan

kusandarkan wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka (orang-orang

Habasyah) waktu itu, ‘Abû al-Qāsim (Rasulullah) orang baik.’ Lalu Rasulullah

berkata, “Cukup.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, jangan tergesa-gesa.” Beliau

pun berdiri lagi untukku. Kemudian beliau berkata lagi, “Cukup.” Aku berkata,

“Jangan tergesa-gesa, ya Rasulullah.” Bukan melihat mereka bermain yang aku

suka, melainkan aku ingin para perempuan tahu kedudukan Rasulullah bagiku

dan kedudukanku dari beliau.34 Betapa pun banyak dan beratnya tanggung

jawab yang harus dipukul Sang Rasul, beliau tidak pernah lupa akan hak-hak

para istrinya. Beliau memperlakukan mereka

34
Abī Abdurrahman Ahmad bin Syuaib al-Nasā’ī, Sunan al-Kubrā li imam al-Nasā’ī
(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Imiyah, cet. I, 1991) Jilid 5, hadits no. 8951, h. 307
28

dengan amat lembut dan penuh kasih. Tidak pernah sedikit pun beliau

mengurangi hak mereka.

E. Peranan ‘Āisyah dalam Periwayatan Hadis

‘Āisyah juga dikenal sebagai seorang yang pintar. ‘Āisyah adalah

duta nabi bagi kaum hawa. Banyak hal penting menyangkut agama yang

tabu ditanyakan langsung kepada beliau kemudian dijawab oleh ‘Āisyah.

Bahkan lebih dari itu ia mengalahkann kaum laki-laki dalam hal keilmuan.

Ia adalah sekolah tempat mayoritas para tabi’īn meimba ilmu sampai

sampai Abū Musa al-‘Asy’arī mengatakan “tidak ada satupun perkara

yang sulit bagi kami selaku sahabat nabi kecuali ada jawaban setelah kami

tanyakan kepada ‘Āisyah ”. Ibn Abd al-Bār menambahkan bahwa ‘Āisyah

adalah satu-satunya orang di masanya yang alim di bidang fiqih,

pengobatan dan Sya’ir.35 Dengan demikian, ia telah memberi kontribusi

agama yang cukup besar menyangkut fikih perempuan dan bidang lainnya.

‘Āisyah adalah orang yang paling banyak merowayatkan hadis dari

kalangan perempuan, bahkan ‘Āisyah termasuk dalam daftar nama-nama

sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis jika disandingkan dengan

sahabat terkemuka seperti Abū hurairah, anas bin mālik dan lainnya. Dan

berikut ini adalah beberapa sahabat yang paling banyak meriwayatkan

hadis:36

35
Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi
(Jakarta, Zaman 2007) h. 108
36
As-sayidi Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan
Kamil 2016) h. 280-281
29

1. Abu Hurairah ra. (wafat 57 H) jumlah hadits yang diriwayatkan sebanyak

5.364 hadits

2. Abdullah bin Umar ra. (wafat 73 H) jumlah hadits yang diriwayatkan

sebanyak 2.630 hadits

3. Anas bin Mālik ra. (wafat 91 H) jumlah hadits yang diriwayatkan

sebanyak 2.286 hadits

4. ‘Āisyah ra. (wafat 58 H) jumlah hadits yang diriwayatkan sebanyak 2.210

hadits

5. Abdullah bin Abbās ra. (wafat 68 H) jumlah hadits yang diriwayatkan

sebanyak 1.660 hadits

6. Jabir bin Abdullah ra. (wafat 78 H) jumlah hadits yang diriwayatkan

sebanyak 1.540 hadits

7. Abu Sa’id al-Khudrī ra. (wafat 74 H) jumlah hadits yang

diriwayatkan sebanyak 1.170 hadits

Dalam kutub al-tis’ah, hampir pada semua bab terdapat hadits yang

diriwayatkan oleh ‘Āisyah. Dari 2.210 hadits yang diriwayatkan ‘Āisyah, ada

286 hadits yang tercantum dalam Shahīh Bukhārī dan Shahîh Muslim. 174

hadits tercantum di keduanya. 54 hadits hanya tercantum dalam Shahīh

Bukhārī, dan 58 hadits hanya tercantum dalam Shahīh Muslim. Dengan

demikian, seluruh hadits Aisyah yang tercantum dalam Shahîh Bukhâri


30

berjumlah 228 hadits, sementara dalam Shahîh Muslim berjumlah 232

hadits.37

37 As-sayidi Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan Kamil
2016) h. 296
BAB III

PRINSIP-PRINSIP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA

A. Keharmoisan Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat. Keluarga juga

adalah lingkungan sosial terdekat dari setiap individu, tempat indvidu dapat

bertumbuh dan berkembang di dalamnya. Keluarga merupakan suatu organisasi

sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan

lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggungjawab untuk

menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia. 38

Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan suatu kesatuan sosial yang

terdiri dari suami istri dan anak-anak. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu

yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.39 Sedangkan dalam

kehidupan keluarga, perlu adanya nuansa atau suasana yang harmonis demi

terciptanya hubungan yang positif antara suami dan istri. Secara terminologi

Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti serasi, dan selaras.40

Keharmonisan keluarga akan menjadi cita-cita bagi setiap pasangan suami

istri. Untuk mewujudkannya maka diperlukan pemahaman dan pengertian

dari masing-masing pasangannya. Lalu bagaimana membuat keluarga yang

harmonis? Beberapa tokoh menyuarakan pendapatnya mengenai bagaimana

keluarga yang harmonis. Asad djalali menyampaikan bahwa membangun

38
M. Asad Djalali, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja
(Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014) h. 76
39
Hartomo, Amicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta, Bumi Persada 1990) h. 79
40
Tim penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka 1990) h.
512

30
31

keluarga yang harmonis yaitu dangan menciptakan saling pengertian, saling

terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling memenuhi

kebutuhan.41 Menurut Mitrofan dan Ciuperca, keharmonisan keluarga adalah

bagaimana suami dan istri dapat melakukan komunikasi, motivasi, serta

mengetahui lebih dalam tentang pasangannya dalam mengembangkan

hubungannya sebagai suatu keluarga.42

tentang pola yang membicarakan juga al-Qur’an ayat Banyak

keluarga yang harmonis atau bahagia. Sebagaim

an-Nahl ayat 19:

َ َ َ َ َ
َ َ
‫َبا بب عض ما‬ ‫ل لكم أنترثا لن ساء كرا ول ت عضالن ل‬ ‫لين آمنا ل‬ ‫ي أي ها‬

‫َو‬ ََ
َ َ
َ ‫و‬ ‫ت‬ ‫َ َ َ َ وو و‬ ‫َو‬ َ َ ‫َ ي‬ ‫َ و‬ َ َ
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫َيتي بفاحشة مب ي نة وعاشرون بلمعروف وعاشرون بلمعروف فإن‬ ‫آت ي تمان إل أن‬
َ ‫َ َ َو‬

َ َ ‫و‬ ََ ‫َ َ و و‬ ‫و‬ َ
‫وو‬ َ ‫َو‬ َ َ َ َ ‫وو‬
‫َلل‬
43 ‫فَيهَ خي ر كثَري‬ ‫كرََتمان ف عسى أن تكرا شي ئا و عل‬
ََ
َ َََ ‫و‬ َ ‫َََ ي‬ ‫َ َ َو‬ َ ‫َ َوو و‬

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai


wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”.

41
M. Asad Djalali, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja
(Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014) h. 77
42
Peni Ratnawati, Keharmonisan Keluarga Antara Suami Istri Ditinjau dari Kematangan
Emosi Pada Pernikahan Usia Dini (Semarang, UNES tt) h. 158
43
Q.S An-Nahl: 19
32

Salah satu perintah bagi suami untuk menjaga dan melindungi

istrinya44 dan hal ini sebenarnya berlaku juga untuk sang istri karna demi

terciptanya sebuah rumah tangga yang harmonis adalah dengan

menciptakannya rasa saling pengertian dan menjaga antara keduanya

Begitupun dalam bertuturkata atau berkomunikasi, al-Qur’an

memandu untuk berucap yang baik-baik dan melarang menyakiti orang lain

dengan ucapannya. Semisal yang tergambar dalam surat al-Isra ayat 23:

‫ََمإ ا ي ب غل‬
َ َ َ
‫ا سحإ‬ ‫ْدل‬ ‫اِبو‬
َ ‫ه ْإ‬
َ َ ‫ى ض قو ب ر ك أَ ت ودب ع‬
‫إل‬

َ ‫َ يََو‬ َ َ َ‫َ َ ي‬ ‫َ يََو و‬ َ ََ ََ ََ َ


َ ًَ َ‫ي‬ َ َ‫و َ ي‬ َ َ َ
َ َ َ
‫ةَُ ا ف ت ِ ق ام ف وأ ِ و ت ً ةهره ا‬ ‫ع لدً يلل ب ر ةهدده ا وأ ك‬
‫َ ََ يََ و‬ َ
َ‫ََ ي‬ ََ َ ‫يََ ََ َ ََ َ َ و و يَ لَ و ل َ َ و يَ لَو‬
45‫ام ل قو ق ْ اررك‬

َ ََ‫َو يََ ولَ َ ي‬


َ َ َ َ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”.
Ayat di atas walaupun konteksnya menunjukan untuk melarang

mengatakan kata “ah” kepada orangtua namun makna luasnya adalah

alangkah baiknya jika ketika berucap sebaiknya menggunakan kata-kata

yang indah.
44
Syaikh Hafidz Ali Syuaisyi, Kado Pernikahan, Terj. Abdul Rasyid Shiddiq (Jakarta,
Pustaka al-Kautsar 2007) h. 83
45
Q.S al-Isra: 23
33

B. Prinsip Rumah Tangga yang Harmonis

Beberapa prisip yang harus ditanamkan bagi suami dan istri untuk

memperindah suasana rumah tangga, yaitu:

1. Menanamkan sikap saling pengertian

Suasana rumah yang harus diciptakan sedemikian rupa sehingga

menjamin timbulnya suasana dan perasaan aman. Adanya pasangan suami

istri adalah untuk saling melengakpi kekurangan masing-masing pihak.

Laki-laki dan perempuan, meskipun berbeda secara fisik, tetapi memiliki

kewajiban, tugas dan hak yang sama. Kesamaan ini menyangkut

kewajiban dalam wilayah ibadah personal maupun ibadah sosial.

Termasuk dalam ibadah sosial adalah peran dan tugas mereka mengatur

kehidupan bersamanya dalam arti yang luas. Konsekuensinya adalah

bahwa manusia siapapun dia dan di tempat manapun dia berada atau

dilahirkan, dituntut untuk saling menghargai eksistensinya masing-masing

dan dituntut pula untuk berjuang bersama-sama bagi upaya-upaya

menegakkan kebaikan, kebenaran dan keadilan di antara manusia.

2. Menjaga Komunikasi

Yang dimaksud menjaga komunikasi disini adalah bukan hanya

dari pihak suami dan istri saja, melainkan dari pihak anggota keluarga

keduanya. Agar kehidupan sosial keluarga memiliki hubungan harmonis,

maka sebaiknya anggota keluarga diberi kesempatan untuk mendiskusikan

setiap ada masalah dan problem keluarga secara transparan dan terbuka

sehingga seluruh masalah bisa terpecahkan sebaik mungkin.


34

Pola Komunikasi antara suami istri dalam menjaga keharmonisan

keluarga, selalu melakukan cara berkomunikasi secara langsung atau

verbal komunikasi, dengan berkomunikasi secara langsung, hubungan

semakin baik, karena didasari keterbukaan, kejujuran dan rasa saling

percaya antara suami dan istri. Begitupun dalam menjaga keharmonisan

keluarga, ketika suami dan istri mengahadapi permasalahan dalam segala

hal, selalu mengedepankan berkomunikasi antara satu dengan yang lain.

Cara berkomunikasi dengan nada yang lembut sering di lakukan dalam

menjaga hubungan suami istri, namun yang sering kali menggunakan nada

lembut dalam berkomunikasi adalah istri sementara suami masih

cenderung agak kasar dalam berkomunikasi dengan istri ketika

menyelesaikan permasalahan. Hal ini di pengaruhi oleh beban serta

tekanan pekerjaan serta tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.46

3. Melakukan kegiatan bersama-sama

Setiap individu biasanya merasa bahagia jika bersama orang yang


dicintainya. Seusai dengan potongan sabda nabi:
47
‫َم َع َم يًَ أ َب ح‬

‫مل ي َءرو‬

Seseorang itu beserta orang yang dicintainya


Menyediakan waktu bersama keluarga adalah salah satu bentuk

pemanfaatan waktu yang baik dengan sering berkumpul bersama keluarga

46
Hardsen Julsy Imanuel Najoan, Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Menjaga
Keharmonisan Keluarga (e-journal Acta Diurna 2014) h.6
47
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) h. 759
35

agar di rumah tercipta suasana menyenangkan. Kurangnya waktu saat

bersama dengan pasangan menciptakan jurang pemisah atau kerenggangan.

Apalagi bagi orang yang sibuk dengan pekerjaan, maka waktu untuk bersama

keluarga sangatlah bermakna. Sediakan setidaknya waktu satu hari untuk

sekedar bercengkerama, berjalan-jalan bersama, memasak bersama atau

rekreasi meraih kesenangan bersama. Hal ini bisa menciptakan rasa

kebersamaan sekaligus menjalin hubungan yang harmonis. Manfaatkan waktu

tersebut untuk membuat anda dan pasangan menjadi harmonis.

4. Bersenda gurau anatara suami dan Istri

Senda gurau didefinisikan secara bervariasi dan terus berubah

sepanjang waktu. Senda gurau memiliki sinonim dengan humor. Humor

berasal dari kata umor yaitu you-moors yang berarti cairan-mengalir, humor

merupakan suatu sifat atau situasi yang kompleks yang menimbulkan

keinginan untuk tertawa.48 Menurut Teresa L. Benevin, humor datang dari

berbagai bentuk dan memiliki banyak makna sehingga sulit untuk

didefinisikan. Banyak orang mengasosiasikan humor dengan sesuatu yang

menyebabkan tertawa, kesenangan dan kebahagiaan.49 Dengan saling

bersenda gurau antara suami dan istri dipercaya bisa menambah keharmonisan

antara keduanya terlebih berdampak baik untuk keutuhan rumah tangga. Dr.

Yusuf Qaradhawī menjelaskan bahwa Islam justru

48
Listiya Istiningtyas, Humor Dalam Kajian Psikologi Islam, Jurnal Ilmu Agama Vol. 15
No. 1 (2014) h.2
49
Teresa L. Benevin, Humor in Therapy: Expectations, Sens of Humor and Perceived
Effectiveness (Alabama, Auburn University 2010) h. 8
36

mendukung segala sesuatu yang membuat hidup ceria dan bahagia bahkan

islam mendorong setiap muslim agar menjadi orang yang optimis.50

Sedangkan menurut Hawari yang dikutip dalam jurnal M. Asad

Djalali Untuk menciptakan suatu hubungan rumah tangga yang harmonis

setidaknya ada enam aspek yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

2) Mempunyai waktu bersama keluarga.

3) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

4) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.

5) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.

6) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga

C. Faktor Ketidakharmonisan Keluarga

Dikatakan oleh Wills, Sofyan. S dalam bukunya yang berjudul

Remaja dan masalahnya sebagaimana dikutip oleh M. Asad Djalali dalam

jurnalnya mengatakan bahwa setidaknya ada 7 faktor yang menyebabkan

ketidakharmonisan sebuah keluarga,51 yaitu:

1) Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga.

2) Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga

3) Permasalahan ekonomi keluarga.

4) Masalah kesibukan orang tua.

5) Pendidikan orang tua yang rendah.

50
Yusuf Qaradhawī, Fiqh al-Lahw wa al-Tarwīh (Terj. Dimas Hakamsyah, Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar 2005) h. 9
51
M. Asad Djalali, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri Dan Interaksi Sosial Remaja
(Surabaya, Persona Jurnal Psikologi Indonesia 2014) h. 77
37

6) Perselingkuhan yang mungkin terjadi, dan

7) Jauh dari nilai-nilai Agama

Dari beberapa faktor di atas hal yang paling sering disoroti dalam

membangun keluarga harmonis adalah kerjasama antara suami dan istri,

hasrat untuk membangun keluarga harmonis baik dari sisi komunikasi,

saling pengertian sampai pada perilaku kecil semisal bersenda gurau

bersama.
BAB IV

ANALISIS HADIS-HADIS KEHARMONISAN NABI DENGAN ‘ĀISYAH

Pada tahap ini penulis akan mengumpulkan dan menganalisis hadis-hadis

perlakuan Muhammad saw. kepada ‘Āisyah ra. yang mana setelah penulis telusuri

penulis akan mengumpulkan menjadi beberapa tema menyesuaikan dengan

beragamnya perlakuan harmonis yang pernah dilakukan nabi terutama dalam kitab

Sahīh Bukhārī. Penelitian ini ditempuh menggunakan beberapa kitab kamus hadis

untuk menemukan letak jalur periwayatan hadis yakni menggunakan kitab-kitab

Mu’jām, kitab Aṯhraf dan aplikasi Maktabah al-Syamilah yang nantinya akan

dilakukan penelusuran ulang oleh penulis agar sesuai dengan kitab aslinya.

Kemudian penulis juga akan menyertakan beberapa keterangan atau penjelasan

hadis baik dari kitab syarah hadis maupun buku yang lainnya. Berikut ini hadis-

hadis keharmonisan keluarga nabi Muhammad dengan ‘Āisyah yang sudah

dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah tema:

1. Menanamkan Sikap Saling Pengertian

Sikap saling pengertian sangat dibutuhkan dalam membangun

sebuah rumah tangga yang harmonis, seperti tergambar dalam hadis-hadis

nabi Muhammad saw dengan ‘Āisyah sebagai berikut:

38
39

‫ «كان‬:‫ قالت‬،‫ عَنَ عائَشة‬،‫ حَدثَن أَب‬:‫ قال‬،َ‫ حَدثنا هَشام‬:‫ قال‬،َ‫ حَدثنا يَي‬:‫ قال‬،‫حَدثنا مَسَدد‬

،َ‫النَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ يَصَلَي وَأَن رَاقَدة مَعََتَضة على فَرَاشَه‬

»
52 َ‫فأوَتَ رَت‬ ‫فَإذا أرَادَ أن يَوتَرَ أيَ قظَن‬

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan


kepada kami Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam
berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari ‘Āisyah ia berkata,
“Nabi shalat sedangkan aku tidur di atas ranjangnya dengan membentang
dihapannya. Ketika akan witir, beliau membangunkan aku hingga aku pun
shalat witir.”
Dalam sahih bukhāri juga terdapat hadis yang sama persis dengan di

atas yakni pada kitab Witir bab 3 nomor hadis 997


،‫ عَنَ عَائَشة‬،‫ حَدثَن أَب‬:‫ قال‬،َ‫ حَدثنا هَشام‬:‫ قال‬،َ‫ حَدثنا يَي‬:‫ قال‬،‫حَدثنا مَسَدد‬

‫ «كان النَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ يَصَلَي وَأَن رَاقَدة مَعََتَضة على‬:‫قالت‬

53 »‫ فأوَت رَت‬،‫ فَإذا أرَاد أن يَوتَرَ أيَ قظَن‬،َ‫فَرَاشَه‬


Ketika nabi sedang sakit ‘Āisyah dengan snagat luar biasa memberikan

perhatiannya kepada nabi, perilaku yang ditunjukan ‘Āisyah adalah agar

nabi terjaga, lekas sembuh dan berusaha tetap memberikan cinta

kasihnya kepada nabi

52
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 76
Maktabah al-Rashad 2006) No. 512 h.
53
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ : Maktabah al-Rashad 2006) No. 997 h. 136
40

‫ حَدثنا أبَو‬،َ‫ ح وَحَدثَن ممد بَنَ حَرَب‬،َ‫ عنَ هَشام‬،‫ حَدثَن سَليَمَان‬،َ‫حَدثنا َإساعَيل‬

‫ َإن كان رَسَول‬:‫ قالت‬،‫ عنَ عائَشة‬،‫ عنَ عرَوَة‬،َ‫ عنَ هَشام‬،َ‫مَرَوَان يَيَ بَنَ أَب زكَرَََيء‬

»‫ أيَنَ أَن غدا‬،َ‫ «أيَنَ أَن اليَ وَم‬:َ‫اللَ صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ ليَ ت عَذَرَ ف مَرَضَه‬

‫ ق بَضهَ اللَ بََي سَحَرَي وََنرَي‬،‫ ف لما كان يَوَمَي‬،‫اسَتَبَطاءَ لَيَ وََم عائَشة‬

54‫بَيَت‬ ‫وَدفَنَ ف‬

Dari 'Āisyah ia berkata: Ketik a Rasulullah saw dalam keadaan sakit dan
meminta udzur untuk giliran tinggal dengan isteri-isterinya (Beliau
bertanya ): " dimana aku hari ini dan dimana kesokannya? saat itu
rupanya Beliau menginginkan berlama-lama berada dalam giliran '
Āisyah radliallahu 'anha. Saat Beliau giliran di rumahku, Allah mencabut
nyawa Beliau yang berada dalam dekapan dadaku dan pangkuanku, lalu
Beliau dikebumikan di rumahku".
‘Āisyah juga pernah suatu waktu menyisir rambut nabi Muhammad

sedangkan ‘Āisyah dalam keadaan haid


َ‫عَن‬ ،َ‫أبَيه‬ َ‫عَن‬ ،‫بَن عَرَوَة‬ َ‫هَشام‬
َ‫عَن‬ ،‫ حَدثنا مَالَك‬:‫ قال‬،‫حَدثنا عَبَد اللَ بَنَ يَوسَف‬

»‫ «كنتَ أرَجَلَ رَأسَ رَسَولَ اللَ صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ وَأَن حَائَض‬:‫عائَشة قالت‬
55

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan


kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari ‘Āisyah
radliallahu ‘anha dia berkata; “Saya pernah menyisir rambut Rasulullah
sementara diriku sedang haid.”
Nabi sosok yang tegas sekaligus lemah lembut dan pengertian

terhadp istri-istrinya, hal itu pernah dibuktikan ketika nabi membereskan

pecahan -pecahan piring yang jatuh. Redaksi hadisnya sebagai berikut:

54
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah 687
al-Rashad 2006) No. 1389 h.
55
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 295 h. 48
41

َ‫وَسَلم‬
َ‫هلال ع لي ه‬ ‫ كان النَب صَلى‬:‫ قال‬،‫ عَنَ أنس‬،َ‫ عَنَ حَيَد‬،‫ حَدثنا ابَنَ عَلية‬،‫ي‬
َ َ َ ٌّ َ‫حَدثنا عَل‬

،َ‫ فأرَسَلتَ إحَدَى أمهَاتَ املَؤَمَنََيَ بصَحَفةَ فَيهَا طعَام‬،َ‫عَندَ بَعَض نَسَائَه‬

‫فضَرَبَتَ الت‬

َََ‫فََم‬ ،‫ فسَقطتَ الصحَفة فان ف لقت‬،‫النَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ ف بَيَتَهَا يَد اخادََم‬
‫ ث جَعَلَ يمَََ فَيهَا الطعَامَ الَذَي كان ف‬،َ‫النَب صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلمَ فَلقَ الصحَفة‬
‫ «غارَت أمكمَ» ث حَبَسَ اخادَمَ حَََت أَتَ بَصَحَفةَ مَنَ عَندَ الَت‬:‫ وَيَقول‬،َ‫الصحَفة‬

‫ وَأمَسَك املَكسَورَة ف‬،‫ فدفََ الصحَفة الصحَيحَة َإل الَت كسَرَت صَحَفت هَا‬،‫هَوَ ف بَيَتَهَا‬
56َ‫كسَرَت‬ ‫بَيَتَ الَت‬

Dari Anas bin Malik berkata, “Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
di tempat salah seorang istrinya maka salah seorang istri beliau (yang lain)
mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau yang beliau sedang
dirumahnyapun memukul tangan pembantu sehingga jatuhlah piring dan
pecah (sehingga makanan berhamburan). Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan
yang tadinya di piring, beliau berkata, “Ibu kalian
cemburu….”
Berkata Ibnu Hajar, “Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Ibu kalian cemburu” adalah udzur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

(buat istrinya yang menyebabkan pecahnya piring) agar sikap istrinya

tersebut tidak dicela, akan tetapi sikap tersebut biasa terjadi diantara seorang

memang itu cemburu Rasa cemburu. karena madunya dengan istri

56
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5225 h. 747
42

merupakan tabiat yang terdapat dalam diri (wanit

ditolak”57

Ibnu Hajar juga berkata, “Mereka (para pensyarah hadits ini) berkata

bahwasanya pada hadis ini ada isyarat untuk tidak menghukum wanita

yang cemburu karena sikap kekeliruan yang timbul darinya. Karena ia

tatkala cemburu akalnya tertutup karena marah yang sangat yang

dikobarkan oleh rasa cemburu. Abu Ya’la telah mengeluarkan hadits

dengan sanad yang tidak mengapa (hasan) dari ‘Āisyah secara marfu’.
َ‫نَ أعاله‬
َ‫م‬ ‫أن الغيَ رَاءَ ال تبَصَرَ أسَفلَ الوَادَي‬
“Wanita yang cemburu tidak bisa membedakan antara bagian bawah
lembah dan bagian atasnya”
wanita, para pada cemburu rasa menetapkan Allah kaka

barangsiapa yang sabar terhadap mereka, maka baginya pahala orang mati

syahid. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar, dan beliau mengisyaratkan

akan sahihnya hadits ini . Para perawinya tsiqoh (terpercaya), hanya saja

para ulama memperselisihkan (kredibilitas) perawi ‘Ubaid bin As-

Sobbah”58
‫ عَنَ صَالَح بَن‬،َ‫ حَدثنا َإبَ رَاهَيمَ بَنَ سَعَد‬:‫ قال‬،َ‫حَدثنا عَبَد العَزيز بَنَ عَبَدَ الل‬

‫ «لقد‬:‫ قالت‬،‫ أن عَائَشة‬،َ‫ أخبَ رََن عَرَوَة بَنَ الزبََي‬:‫ قال‬،َ‫ عَن ابَن شَهَاب‬،‫ك يَسَان‬

57
Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al -Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī ( Maktabah
al-Saafiyyah) Jilid 5, h. 135
58
Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al -Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī ( Maktabah
al-Saafiyyah) Jilid 9, h. 325
43

َ َ َ
َ‫هللا ه ْ ل ع ملَو ي موا ى ل ع ب َ مرُ ش بحاو ي ع ل وب ف‬ ‫مْهر ِ وسر ِتلَ ىلى‬

َ‫ي‬
ََََ ََ ََ َ َ‫َ يَ َ ََ ة‬
َ‫ي‬
ََ ‫ة‬ َ ‫ةَ يَ َ َ ة‬ َ َ َ ‫ةَ َ ََ َ َ ي‬ َ َ َ َ‫َ ة‬
َ
َ َ َ
59 َ
»‫رَنه إلَ م ه ب عل‬
َ َ َ َ َ َ َ َ ََ
،‫هللا ه ْ ل ع م ل َو م َ ي ر ب ردائ ه‬ ‫ ِ و س رو ِتلَ ى لى‬،‫دسلَا‬

َ‫ي‬
َ‫َ يََ ة ة‬ َ َ‫َ ة‬
َ‫ي‬
َ‫ي‬ َ‫يََ ةَ ة‬ َ َ َ َ َ َ َ َ‫ة‬ َ َ َ‫َ ة‬
ََ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Shalih bin Kaisan
dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az
Zubair bahwa ‘Āisyah berkata, “Pada suatu hari aku penah melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pintu rumahku
sedangkan budak-budak Habasyah sedang bermain di dalam Masjid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan kain
selendangnya saat aku menyaksikan permainan mereka.” Ibraim bin Al
Mundzir menambahkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah dari ‘Āisyah
berkata, “Aku melihat Rasulullah menyaksikan budak-budak Habasyah
mempertunjukkan permainan tombak mereka.”
Rasa perhatian nabi terhadap istri dan keluarganya sudah sangat

jelas dan tersebar dalam hadis-hadisnya dan sudah tidak diragukan lagi

tentang sikap perhatianny terhadap istri-istrinya sebagaimana yang tergambar

dalam hadis di atas yakni nabi berdiri menemani ‘Āisyah menyaksikan

permainan orang-orang Habasyah, bahkan beliau terus berdiri

hingga memenuhi keinginan ‘Āisyah sebagaimana perkataan ‘Āisyah dalam

riwayat yang lain, “Hingga akulah yang bosan (melihat permainan

mereka)”.

Begitu sangat penting sikap perhatian antar suami dan istri dalam

membemtuk keluarga yang harmonis, sehingga nabipun membimbing

ummatnya agar berlaku pengertian dalam segala kondisi yang dialami oleh

istrinya, baik dikala sakit, senang bahkan ketika istrinya cemburupun, nabi
bisa mengembalikan keceriaan istrinya.

59
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 454 h. 96
44

2. Menjaga Komunikasi

Beberapa hadis yang menunjukkan bentuk keharmonisan nabi

dengan istriya ‘Āisyah yakni dengan saling menjaga komunikasi, yaitu

sebagai berikut:
َ َ َ َ
‫ْ َع َ ت‬
َ َ :‫ ْ ق‬،‫ ب ي أ ََ َ ر أَ َو ع َم َرر‬:‫ةَ ْ ق‬، َ ‫ُ َب ع‬
‫يي ة‬ ‫ي‬ ‫ة‬ ‫ َا َدُ ةَ ي‬،‫يَم َُ ال‬

َ َ َ َ
ًَ ‫ُ َام َا َدُ َ ُ َجا ب‬ َ‫ ف إلَ أ‬،ًََ ‫ إ ًَ لَ َج َ را‬، ‫ِت‬
َ‫َليَ َت َيَ َر َِوْ ل‬
‫ةي‬ ‫ة‬ ‫ي‬ ‫ة‬ ‫ة‬

َ َ َ َ
‫ ة ق‬:‫ت ْق‬
‫َ ي‬،َُ ‫ َع يًَ َائ ع‬،ُ
َ َ ‫ يل ل‬60»َ‫َ«ل إ ي قه َبر َام يَم ك َبَ َب‬:‫ْ ق‬

َ
‫ة أ َُ ؟ د‬
‫ي‬
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah menceritakan
kepada kami Syu’bah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu
‘Imran dia berkata; saya mendengar Thalhah dari ‘Āisyah dia berkata;
saya bertanya; “Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga, lalu
manakah yang lebih aku beri hadiah terlebih dahulu?” beliau menjawab:
“Yang lebih dekat dengan pintu rumahmu.”
Salah satu perilaku yang ditunjukan oleh ‘Āisyah di atas adalah

bahwa setiap sesuatu yang tidak ia ketahui, maka ‘Āisyah akan menanyakan

langsung kepada nabi Muhammad saw. hal ini selain untuk menjawab

sebuah hukum yang belum diketahui, juga terdapat sebuah komunikasi baik

antara pasangan nabi dan ‘Āisyah dan perlakuan itu bisa menjadikan

semakin eratnya hubungan antara suami dan istri yang juga bisa

membuahkan sebuah hubungan yang harmonis.

Nabi setiap malam ketika ingin tidur bersama istrinya, terkadang

bercengkrama atau bercakap-cakap terlebih dahulu bersama istrinya, seperti

yang digambarkan oleh sahabat ibn Abbās


60
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 6020 h. 841
45

َ‫د‬
َ‫بَنَ عب‬ ‫ أخبَ رََن شرَيك‬:‫ قال‬،َ‫ أخبَ رََن ممد بَنَ جَعَفر‬،‫حَدثنا سَعَيد بَنَ أَب مَرََي‬

‫ بَت عَند‬:‫ قال‬،‫ عَن ابَن عَباس رَضَيَ اللَ عَن هَمَا‬،َ‫ عَنَ كرَيَب‬،‫اللَ بَن أَب نَر‬

،‫ ث رَقد‬،‫ ف تحَدث رَسَول اللَ صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلمَ مَََ أهلَهَ سَاعَة‬،‫خَالت مَيَمَونة‬

‫ {إَن ف خَلق‬:‫ ف قال‬،َ‫ ق عَد ف نظرَ َإل السمَاء‬،َ‫ف لما كان ثلث الليَل اآلخَر‬

َ‫قام‬ « ‫ ث‬،}َ‫السمَوَاتَ وَاألرَض وَاخَتَالفَ الليَل وَالنهَار آلََيَتَ ألََول األلبَاب‬

َ‫خَرَج‬ ‫ «فصَلى ركََعَت يَ ث‬،‫ ث أذن بَالل‬،»‫ف ت وَضأ وَاسََت فصَلى َإحَدى عَشرَة ركََعَة‬

»
61 َ‫الصبَح‬ ‫فصَلى‬

Dari Ibn Abbās ia berkata: Aku menginap di rumah bibiku Maimunah


(istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah)
beberapa lama kemudian beliau tidur. Ketika malam hari tinggal
sepertiganya lagi, beliau bangun dan duduk, lalu memandang ke arah
langit seraya mengucapkan: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal” (Ali Imran: 190), hingga beberapa ayat
selanjutnya. Setelah itu beliau bangkit dan melakukan wudu. Setelah
bersiwak, beliau melakukan salat sebanyak sebelas rakaat. Kemudian
Bilal menyerukan azannya, maka beliau salat dua rakaat, lalu keluar
dan salat Subuh menjadi imam orang-orang.
Hukum asal berbincang-bincang setelah sholat isya’ adalah dibenci,

Sebagaimana dalam hadits Abu Barzah Al-Aslamī dimana beliau berkata,


62‫بَعدها‬ ‫وَكان يَكرَهَ النومَ ق بَ لهَا وَاحَدَيَث‬

61
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah 627
al-Rashad 2006) No. 4569 h.
62
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 599 h. 86
46

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum isya’


dan berbincang-bincang setelahnya”
Bercakap-cakap yang dimaksud dalam hadis di atas adalah

bercakap-cakap yang diperbolehkan, jika yang dimaksud adalah

perbincangan yang diharamkan, maka tidak mungkin hanya dimakruhkan

setelah waktu isya. Karena sesuatu yang diharamkan berlaku dalam semua

waktu. Namun jika karena ada kepentingan yang berkaitan dengan agama

seperti membahas kepentingan yang berkaitan dengan kaum muslimin

maka dibolehkan atau untuk menuntut ilmu maka dibolehkan.63 Dan

diantara perbincangan yang boleh dilakukan setelah isya’ adalah

perbincangan antara suami dan istri sebelum tidur sebagaimana yang

dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan istrinya.

Hadits ini dibawakan oleh Imam Al-Bukhari dengan sebagian lafal

yang lain dari jalan yang lain dalam (bab berbincang-bincang di malam hari

untuk menuntut ilmu) padahal hadits ini sama sekali tidak menyebutkan

tentang perbincangan di malam hari dalam rangka untuk menuntut ilmu. Ibnu

Hajar berkata menjelaskan maksud Imam Al-Bukhari, “Hanyalah maksud

Imam Al- Bukhari pada hadits ini adalah lafal yang tercantum dalam hadits

ini dari jalan yang lain yang menunjukan secara jelas tentang hakikat samr

(perbincangan di malam hari) setelah isya jika dikatakan bahwasanya hadits

ini hanyalah menunjukan perbincangan di malam hari bersama istri bukan

perbincangan tentang ilmu agama maka jawabannya

63
Ibn Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bāri, Terj. Abdul Aziz Abdullah bin Bāz (Jakarta, Pustaka Azam
2007) Jilid 3, h. 465-468
47

adalah (hukum) perbincangan dengan istri diikutkan dengan (hukum)

perbincangan di malam hari tentang ilmu, karena keduanya sama-sama

untuk memperoleh faedah. Atau dengan dalil fahwal khithob (mafhum

mukholafah), karena jika dibolehkan berbincang-bincang di malam hari

pada perkataan yang mubah (berbicara dengan istri) maka berbincang-

bincang Karen perkara mustahab (tentang ilmu agama) lebih utama”64

Komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting, berperan dalam

ketika Termasuk harmonis. yang tangga rumah sebuah mewujudkan

seorang istri hendak meminta izin jika ingin keluar rumah atau aktifitas

diluar, sama seperti halnya yang pernah dituturkan oleh ‘Āisyah sebagai

berikut:
َ‫ عن‬، ‫ عنَ أب يه‬، ‫ عنَ ه شام‬، ‫ حَدثنا عل ي بَنَ مَسَه ر‬، ‫حَدثنا ف رَوَة بَنَ أَب املَغرَاء‬
َ َ َ َ َ َ َ َ

َ‫َّي‬
َ‫َإنكَ و الل‬ :‫ ف قال‬،‫ ف رَآهَا عمَرَ ف عَرَف هَا‬،‫ خَرَجَت سَوَدة بَنت زمَعَة ليَال‬:‫ قالت‬،‫عائَشة‬
َ

،َ‫ ف رَجَعَت َإل النَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ فذكرَت ذلَك له‬،‫سَوَدة مَا تفَي عليَ نا‬

َ‫رَف ََ عَنهَ وَهَو‬ ‫ ف‬،َ‫ فأن زَل اللَ عَليَه‬،‫ وََإن ف يَدَهَ لعَرَقا‬،‫وَهَوَ ف حَََرََت يَت عَشى‬
َ

65
»‫ «قد أذَن اللَ لكن أن ترَجَنَ حََوَائَََكن‬:‫يَقول‬

Dari ‘Āisyah ia berkata; Pada suatu malam, Saudah binti Zam’ah keluar, lalu
Umar pun melihatnya dan mengenalnya, maka ia pun berkata, “Demi Allah,
sesungguhnya kamu wahai Saudah tidak akan samar bagi kami.” Maka ia
pun kembali kepada Nabi dan menuturkan hal itu pada beliau, dan saat itu
beliau berada di rumahku dan sedang makan malam, sementara di
64
Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al -Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī ( Maktabah
al-Saafiyyah) Jilid 1, h. 213
65
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5237 h. 748
48

tangan beliau terdapat keringat, maka Allah menurunkan wahyu


kepadanya, lalu keringat itu hilang. Beliau bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah mengizin kalian untuk membuang hajat.”
ketika nabi hadis semisal penting, sangat komunikasi Peran

memberi nasihat kepada ‘Āisyah


َ‫يَ الل‬
َ‫ر ض‬ ‫ عنَ عائَشة‬،َ‫ عنَ أبَيه‬،َ‫ عنَ هَشام‬،‫ حَدثنا أبَو أسَامَة‬،َ‫حَدثنا عبَ يَد بَنَ َإساعَيل‬
َ

،‫ «َإن ألَعلمَ َإذا كنتَ عََن رَاضَيَة‬:َ‫ قال ل رَسَول اللَ صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلم‬:‫ قالت‬،‫عَن هَا‬

‫ " أما َإذا كنتَ عََن‬:‫ مَنَ أيَنَ ت عَرف ذلَك؟ ف قال‬:َ‫ ف قلت‬:‫وََإذا كنتَ عَليَ غضبَ» قالت‬

َ‫إب‬
َ‫و ر ب‬ ‫ ال‬:َ‫ ق لت‬،َ‫ وََإذا كنتَ عَليَ غضب‬،َ‫ ال وَرَبَ مَمد‬:َ‫ فَإنكَ ت قولََي‬،‫رَاضَيَة‬
َ َ

66‫اسَك‬ ‫ مَا أهََرَ َإال‬،َ‫ أجَلَ وَاللَ َّيَ رَسَول الل‬:َ‫ ق لت‬:‫رَاهَيمَ " قالت‬

Dari ‘Āisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata


kepadaku, “Sesungguhnya aku tahu jika engkau sedang ridho kepadaku dan
jika engkau sedang marah kepadaku”. Aku berkata, “Dari mana engkau tahu
hal itu?”, beliau berkata, “Adapun jika engkau ridho kepadaku maka engkau
berkata “Demi Robnya Muhammad”, dan jika engkau sedang marah maka
engkau berkata, “Demi Robnya Ibrahim”!!. Aku berkata, “Benar, demi Allah
wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku
tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu”.
Hadits ini menunjukan bagaimana cara Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam memberi nasehat dan arahan kepada istrinya, dimana

beliau ingin agar ‘Āisyah merasa bahwa ia tahu kapan ‘Āisyah marah

kepadanya dan kapan ridho kepadanya. Beliau menyampaikan hal ini

kepada ‘Āisyah tatkala ‘Āisyah dalam keadaan tenang, beliau menunjukan

kepada ‘Āisyah bahwasanya beliau sangat sayang dan memperhatikan

66
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5228 h. 747
49

‘Āisyah bahkan tatkala ‘Āisyah sedang marah kepadanya. Kemudian

beliau menyampaikan hal ini dengan metode canda yang membuat ‘Āisyah

senang dan menjawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan

penuh adab yang disertai dengan canda juga “Benar, demi Allah wahai

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah)

kecuali hanya kepada namamu”

Al-Hafizh Ibnu Katsīr berkata: “Termasuk akhlak Nabi Shallallahu

‘alaihi wa sallam, beliau sangat baik hubungannya dengan para istri beliau.

Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu,

bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal

nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah

mengajak Aisyah Ummul Mukminin r.a berlomba lari, untuk

menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.67

3. Melakukan kegiatan bersama-sama

Beberapa kegiatan sehari-hari yang pernah dilakukan oleh nabi

Muhammad bersama istrinya ‘Āisyah yang tersebar dalam kitab hadis.

Dan berikut ini hadis-hadis yang terdapat dalam Sahīh Bukhārī

67
Konflik Rumah Tangga dimata K.H Didin Hanifuddin dalam blog
http://kopmicenter.blogspot.co.id/2011/ diakses pada tanggal 11 Desember 2017
50

‫ عَنَ عَائَشة‬،‫ عَنَ عَرَوَة‬،‫ عَن الزهري‬،َ‫ حَدثنا ابَنَ أَب ذَئب‬:‫ قال‬،‫حَدثنا آدمَ بَنَ أَب َإَّيَس‬

َ‫له‬ ‫ مَنَ قدح يَقال‬،َ‫كنتَ أغتسَلَ أَن وَالنَب صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلمَ مَنَ َإنءَ وَاحَد‬ « :‫قالت‬
68 »‫الفر ق‬
َ

Dari ‘Āisyah beliau berkata: “aku pernah mandi bersama Nabi


Sholallahu ‘alaihi wa salaam dalam satu bejana yang disebut al-Faroq”.
:‫ قالت‬،‫ عنَ عائَشة‬،َ‫ عن القاسَم‬،َ‫ أخبَ رََن أف لحَ بَنَ حيَد‬،‫حَدثنا عبَد اللَ بَنَ مَسَلمَة‬

69»َ‫فَيه‬ ‫ تتلَفَ أيَدَينا‬،َ‫«كنتَ أغتسَلَ أَن وَالنَبَ صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلمَ مَنَ َإنءَ وَاحَد‬

‘Āisyah berkata: “Saya mandi janabah bersama Rasulullah shollallahu


‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dari satu bejana dan tangan kami
berebutan didalamnya”
‫ «قدَمَ النَب‬:‫ قالت‬،‫ عنَ عائَشة‬،َ‫ عنَ أبَيه‬،َ‫ عنَ هَشام‬،‫ حَدثنا عبَد اللَ بَنَ داوَد‬،‫حَدثنا مَسَدد‬

‫ فأمَرََن أن أنزَعهَ ف ن‬،َ‫ وَعلَقت درَنوكا فَيهَ تاثَيل‬،َ‫صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ مَنَ سَفر‬

70»َ‫زَعته‬

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada


kami Abdullah bin Daud dari Hisyam dari ayahnya dari ‘Āisyah dia
berkata; Setibanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari safar
(bepergian), saya menggantungkan satir pembatas yang bergambar, lalu
beliau memerintahkanku melepas satir tersebut, maka aku pun
melepasnya. Dan saya juga mandi bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dari satu wadah.

68
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 22
Maktabah al-Rashad 2006) No. 250 h.
69
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 22
Maktabah al-Rashad 2006) No. 261 h.
70
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al- Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5955 h. 833
51

،‫ عَنَ عَائَشة‬،‫ عَنَ عَرَوَة‬،‫ عَنَ أَب بَكر بَن حَفص‬،‫ حَدثنا شعَبَة‬:‫ قال‬،َ‫حَدثنا أبَو الوَلَيد‬

»َ‫ «كنتَ أغتسَلَ أَن وَالنَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ مَنَ َإنءَ وَاحَدَ مَنَ جَنابَة‬:‫قالت‬
71َ‫له‬ ‫ عَنَ عَائَشَة مَث‬،َ‫ عَنَ أبيه‬،‫وَعنَ عَبَدَ الرَحَن بَن القاسَم‬
Dari ‘Āisyah: Aku pernah mandi bersama dengan Nabi saw dalam satu
tempat sedangkan aku dalam keadaan junub.
َ‫عَن‬ ،َ‫ عَن األسَوَد‬،َ‫ عَنَ َإبَ رَاهَيم‬،َ‫ عَنَ مَنصَور‬،‫ حَدثنا سَفيَان‬:‫ قال‬،‫حَدثنا قبَيصَة‬

َ‫هلال علي هَ و س لَم مَن َإنءَ و احَد‬


َ َ َ َ َ َ َ ‫كنتَ أغتسَلَ أَن وَالنَب صَلَى‬ « :‫عائ شة قالت‬
َ

»
72 َ‫جَنَب‬ ‫كَالَن‬

Dari ‘Āisyah: Aku pernah mandi bersama dengan Nabi saw dalam satu
tempat sedangkan kami berdua dalam keadaan junub
Ibn Hajar al-Asqalānī berkata, “Ad -Dawudi memahami hadits ini

yaitu untuk menyatakan bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan

sebaliknya. Pendapat ini dikuatkan dengan kabar yang diriwayatkan lbnu

Hibbān dari jalan Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum

seorang suami melihat aurat istrinya. Maka Sulaiman pun berkata, ‘Aku

pernah bertanya kepada ‘Athā tentang hal ini, ia menjawab, ‘Aku pernah

menanyakan permasalahan ini kepada ‘Āisyah maka ‘Āisyah membawakan

hadits ini dengan maknanya.73

71
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 22
Maktabah al-Rashad 2006) No. 263 h.
72
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah 82
al-Rashad 2006) N0. 299 h.
73
Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al -Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī ( Maktabah
al-Saafiyyah) Jilid I, h. 137
52

Dalam teori kritik sebuah matan, kita harus melihat apakah hadis

yang bersanggkutan bertentangan atau tidak dengan nash al-Qur’an agar

hadis tersebut bisa diamalkan. Dan Hadis tersebut sama sekali tidak

bertentangan dengan Alquran. Tidak ada satu ayat pun yang melarang

untuk tidur bersama istri dalam satu selimut, meskipun dalam kondisi haid.

yang dilarang adalah menggaulinya sebagaimana dijelaskan dalam surah

QS. Al-Baqarah: 222

َ َ َ َ
‫َف المحيض‬ ‫أذى فاعتزلوا الن ساء‬ ‫هو‬ ‫المحيض قل‬ ‫ويسألونك عن‬
َ َ َ
َ َ

َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ

‫الل‬ ‫أمركم‬ ‫فأتوهن مَن حيث‬ ‫ذا تطهرن‬ ‫يطهرنفإ‬ ‫ح‬ ‫وال ت قربوهن‬
ََ
ََ ََ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ ََ َ ‫َ ت‬ َ َ َ َ
َ

74 َ َ َ َ َ
َ
‫المتطه رين‬ ‫وي ب‬ ‫َإن الل َي ب التوابي‬
َ َ ََ َ َ َ َ َ ََ
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: " Haidh itu
adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Justru dalam hadis tersebut secara jelas nabi menggambarkan untuk

berlaku baik kepada istrinya walaupun sedang dalam keadaan haid, yang

mana jika melihata adat zaman jahuliyyah jika istri yang sedang haid maka

akan di jauhi selama ia haid. Perlakuan baik terhadap istri tergambar dalam

al-Qur’an berikut:
74
Qur’an Surat al-Baqarah (2 : 222)
53

َ َ َ َ
‫ترثوا الن ساء كرها وال‬ ‫أن‬ ‫ل لكم‬ ‫ال‬ ‫آمنوا‬ ‫الذين‬ ‫ََيأي ها‬
ََ َََ َ َ ََ ََ َ َ ‫َ َ َي‬ َ َ ََ َ

َ َ َ َ ََ َ َ
َ َ
‫بفاحشة‬ ‫َي ت ي‬ ‫إال أن‬ ‫ما آت ي تموهن‬ ‫عض‬ ‫بب‬ ‫ت عضلوهنلتذ هبوا‬
َ َ َ َ َ ََ َ َ ََ َ َ َ ََ َ

َ َ َ َ َ َ َ
‫ت كرهوا‬ ‫ف عسى أن‬ ‫َبلمعروف فإن كرهتم وهن‬ ‫مب ي نةوعاشروهن‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ

‫فَيهَ خي را كثََيا‬ ‫عل الل‬ ‫شي ئاو‬

َ َ َ ََ َ ‫َ َي‬ َ
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.
Menurut ‘Alī bin Sultān Muhammad, pada kondisi mandi bersama

suami, seorang istri juga terkadang masih dalam kondisi yang bersyahwat

sehingga dengan mandi bersama, dapat membuat jauh lebih romantis

bersama suami saat mandi. Al- Tībī menjelaskan, wadah yang digunakan

Rasulullah saw. saat mandi berada di antara ‘Āisyah dan Rasulullah saw.

Sedangkan al-Asyraf menjelaskan bahwa saling mendahului pada makna

yubādirunī adalah berlomba untuk mengambil air. Situasi tersebut adalah

dalam situasi bercanda bersama istri saat mandi.75

75
Alī bin Sultān Muhammad Abū al-Hasan Nūr al-Dīn al-Malā al-Harwī al-Qārī, Mirqāt
al- Mafātih Syarh Misykāt al-Masābīh, ( Beirut: Dār al-Fikr, 2002) Juz 2 h. 427.
54

،‫ عَنَ عَائَشة‬،‫ عَنَ عَكرمَة‬،َ‫ عَنَ خَالَد‬،َََ‫ حَدثنا يَزيد بَنَ زرَي‬:‫ قال‬،‫حَدثنا ق ت يَ بَة‬

‫ فكانت ت رَى‬،َ‫ «اعتكفت مَََ رَسَولَ اللَ صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلمَ امَرَأة مَنَ أزوَاجَه‬:‫قالت‬

»‫الدمَ وَالصفرَة وَالطسَتَ تت هَا وَهَيَ تصَلَي‬


76

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan


kepada kami Yazid bin Zurai’ dari Khalid dari ‘Ikrimah dari ‘Āisyah
berkata, “Nabi pernah beri’tikaf bersama salah seorang dari isterinya. Ia
melihat ada darah dan cairan berwarna kekuningan, lalu di bawahnya
diletakkan baskom sementara ia tetap mengerjakan shalat.”
‫ «كان النَب صَلَى‬:‫ قالت‬،‫ عنَ عائَشة‬،َ‫ عنَ أمَه‬،َ‫ عنَ مَنصَور‬،‫ حَدثنا سَفيَان‬،‫حَدثنا قبَيصَة‬

77»‫حَائَض‬ ‫هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ يَقرَأ القرَآن وَرَأسَهَ ف حَََرَي وَأَن‬

Telah menceritakan kepada kami Qabishah telah menceritakan kepada


kami Sufyan dari Manshur dari Ibunya dari ‘Āisyah berkata, “Pernah
Nabi membaca Al Qur’an sedang kepalanya di pahaku, padahal aku
sedang dalam keadaan haid.”
istrinya dengan nabi dilakukan yang kegiatan banyak Sangat

‘Āisyah secara bersama-sama seperti melaksanakan shalat sunnah witir,

membaca al-Qur’ān sampai dengan I’tikaf bersama seperti yang tergambar

pada hadis-hadis di atas.


‫ عَنَ أَب‬،َ‫ عَنَ يَيَ بَن أَب كثََي‬،َ‫ حَدثنا هَشام‬:‫ قال‬،َ‫حَدثنا املَكَي بَنَ َإبَ رَاهَيم‬

َََ‫م‬ ‫ بَيَ نا أَن‬:‫ حَدثتهَ أن أم سَلمَة حَدثت هَا قالت‬،‫ أن زيَ نبَ بَنتَ أَم سَلمَة‬،‫سَلمَة‬

76
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 42
Maktabah al-Rashad 2006) No. 310 h.
77
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 7549 h. 1039
55

،َ‫ فانسَللت‬،َ‫ َإذ حَضت‬،َ‫ مَضطََعَة ف خَيصَة‬،َ‫النَب صَلى هلالَ عَليَهَ وَسَلم‬

» «
‫ فاضطََعَتَ مَعَهَ ف‬،‫ فدعَان‬،َ‫ نعَم‬:َ‫ أنفَسَتَ ق لت‬:‫ قال‬،‫فأخَذتَ ثَيَابَ حَيضت‬
78َ‫اخَمَيلة‬
َ‫ عن زي نب بَنت‬،‫ عن أَب س لم ة‬، ‫ عن يَي‬،‫ ح دثنا هَشام‬:‫ قال‬،‫ح دثنا م ع اذ ب ن فضالة‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ

َ‫هلالَ عليَه وَسَل م‬ ‫ قالت بَيَ نا أَن مَََ النَب صَلَى‬،‫ عنَ أَم سَلمَة‬،‫أَب سَلمَة‬
َ َ

‫ ف‬،»َ‫ «أنفَسَت‬:‫ ف قال‬،‫ فأخَذتَ ثَيَابَ حَيضت‬،َ‫ فانسَللت‬،َ‫مَضطََعَة ف خَيلةَ حَضت‬

79" َ‫اخمَيلة‬ ‫ فاضطََعَتَ مَعَهَ ف‬،‫ نعَمَ فدعَان‬:َ‫قلت‬

Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadlalah berkata, telah


menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Zainab
binti Abu Salamah dari Ummu Salamah berkata, “Ketika aku berbaring
bersama Nabi dalam satu selimut aku mengalami haid. Maka aku pergi diam-
diam dan mengambil baju khusus haidku, beliau bertanya: “Apakah kamu
sedang haid?” Aku jawab, “Ya.” Beliau lalu memanggilku,
maka aku pun berbaring bersamanya dalam satu selimut.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki

sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin, beliau

bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan

segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari

Umarah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Āisyah ra: “ Bagaimana keadaan

Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? “ Jawabnya: “Dia adalah

seorang lelaki seperti lelaki yang lainnya.Tetapi bedanya beliau seorang

78
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: 82
Maktabah al-Rashad 2006) No. 298 h.
79
Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al- Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 323 h. 51
56

yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan

tersenyum (HR Ibnu Asakir & Ishaq)80

Kegiatan yang dilakukan rasulullah bersama istrinya ‘Āisyah yang

paling sering bahkan hampir dilakukan bersama dengan istri yang lain
adalah makan bersama dengan para istrinya, hadis tersebut terdapat dalam
kitab sahīh muslim dan tidak ditemukan dalam kitab sahīh bukhārī
،‫ وَسَفيَان‬،َ‫ عنَ مَسَعَر‬،َ‫ حَدثنا وَكَي‬:‫ قاال‬،َ‫ وَزهَيَ رَ بَنَ حَرَب‬،‫حَدثنا أبَو بَكرَ بَنَ أَب شيَ بَة‬

‫ ث أَنولهَ النَب‬،‫ «كنتَ أشرَبَ وَأَن حَائَض‬:‫ عنَ عائَشة قالت‬،َ‫ عنَ أبَيه‬،‫عن المَقدامَ بَن شرَيَح‬

‫ وَأت عَرق العَرَق‬،َ‫ ف يَشرَب‬،‫صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ ف يَضََ فاهَ على مَوَضَََ ف‬

»‫ ث أَنولهَ النَب صَلَى هلالَ عليَهَ وَسَلَمَ ف يَضََ فاهَ على مَوَضَََ ف‬،‫وَأَن حَائَض‬

81َ‫يَشرَب‬ ‫وََلَ يَذكرَ زهيَ رَ ف‬

………..Telah menceritakan kepada kami Wakī’, telah menceritakan kepada


kami Mis‘ar dan Sufyān, dari Miqdām bin Syuraih, dari ayahnya, dari
'Āisyah berkata: ‚Saya sedang minum di saat saya sedang haid, kemudian
saya memberikannya kepada Nabi saw. lalu beliau menempatkan
mulutnya di tempat bekas saya, kemudian nabi meminumnya, dan saya
menggigit potongan daging di saat saya sedang haid, kemudian saya
memberikannya kepada Nabi saw., maka beliau pun menempetkan
mulutnya pada bekas (gigitan) saya.
Hadis tersebut merupakan hadis yang berupa non-sabda yang mana

hadis-hadis tersebut merupakan pemaparan saksi pertama yang dalam hal

ini adalah istri Rasulullah saw. dan bukan merupakan sabda dari Rasululah

dengan romantisnya sifat menunjukan nabi mana yang sendiri, saw.

meminta minuman yang bekas ‘Āisyah minum dan meminumnya tepat di

80
Hatta Syamsuddin LC, Muhammad The Inspiring Romance, h. 7
81
Abī al -Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut:
Dār 622
Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) No. 300 h.
57

bekas ‘Āisyah meminumnya begitupun juga dengan memakan daging

bekas gigitan ‘Āisyah.

Menurut Nuruddin al-Sanadī, hadis di atas menjelaskan bahwa di

saat Nabi Muhammad saw. saat hendak makan daging besar yang

bertulang, ia memanggil dan membagikannya kepada 'Āisyah, kemudian

setelah 'Āisyah memakannya, beliau mengambil dan menggigit pada bekas

gigitan ‘'Āisyah dihadapan 'Āisyah dengan jelas, begitu pula saat minum,

beliau minum bekas 'Āisyah sebagai bentuk kecintaannya kepada 'Āisyah

dan sebagai petunjuk dibolehkannya makan bersamaistri dan makan bekas

makanan istri yang sedang haid.82

Masih sangat banyak hadis-hadis kegiatan nabi yang dilakukan

bersama istrinya yang menunjukan sebuah perilaku untuk menumbuhkan

kehangatan sebuah rumah tangga. Oleh karena itu dengan melakukan

kegiatan bersama dengan istri atau suami, saling membantu satu sama lain,

dipercaya akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga.

4. Bersenda Gurau antara suami dan Istri

Salah satu hadis ketika nabi ketika berbincang-bincang dengan

‘Āisyah yang kemudian nabi membercandai ‘Āisyah denagn segala

macam pertanyaannya dan juga ‘Āisyah sedang asik bermain dengan

kawan-kawannya sekaligus.

82
Muhammad bin ‘Abd al-Hādī al-Nawawī Abu al-Hasan Nūr al-Dīn al-Sanadī, Hāsyiyatu al-
Sanadī ‘alā Sunan Ibnu Mājah, Kifāyat al-Hājah fī Syarh Sunan Ibnu Mājah, Juz 1, h. 148.
‫‪58‬‬

‫حَد ث نا ممد‪ ,‬أخ بَ رََن أبَو مَعَاويَة‪ ,‬حَد ث نا هَشام عن أبَيَهَ عنَ عائَشة رضي هلال عنها قالت‬

‫‪ :‬ك نتَ العَبَ بَلبَ ناتَ عَ ند النَب صلي هلال عليه وسلم وَكان ل صَوَاحَب يَلعَبََ مَعَي‬

‫يَ لعَبََ مَعَي‪83‬‬ ‫فكان رَسَول هلال صلي هلال عليه وسلم َإذا دَخَلَ يَت قمعَنَ مَ نهَ ف يَسَربَهَن َإلَ ف‬

‫‪Āisyah berkata: “Saya bermain boneka di rumah Rasulullah dan saya‬‬


‫‪mempunyai teman-teman perempuan yang bermain bersama saya. Kalau‬‬
‫‪Rasulullah masuk rumah teman-teman saya bersembunyi dari Rasulullah,‬‬
‫”‪saya merasa senang dan mereka bisa bermain bersama saya.‬‬
‫‪Sedangkan versi lengkap hadis percakapan nabi dengan Āisyah‬‬

‫‪terdapat dalam kitab Sunan Abū Daud‬‬


‫حَدثنا ممد بَنَ عوَفَ‪ ،‬حَدثنا سَعَيد بَنَ أَب مَرََي‪ ،‬أخبَ رََن يَيَ بَنَ أيوبَ‪ ،‬قال‪ :‬حَد ثَن‬

‫عمَارَة بَنَ غزَية‪ ،‬أن ممد بَنَ َإبَ رَاهَيمَ‪ ،‬حَدثهَ عنَ أَب سَلمَة بَن عبَدَ الرَحَن عنَ عائَشة‬

‫أوَ خَيَ بَ رَ‬ ‫رَضَيَ اللَ عَن هَا قالت قدَمَ رَسَول اللَ صَلى اللَ عَليَهَ وَسَلمَ مَنَ غزَوَةَ ت بَوك‬
‫وََف‬

‫َّيَ‬ ‫سَهَوََتا سَت رَ ف هَبت رَيحَ فكشفت نحَيَة السََتَ عَنَ بَناتَ لَعَائَشة لعَبَ ف قال مَا هَذا‬

‫عَائَشة قالت بَنات وَرَأى بَيَ ن هَن ف رَسَا لهَ جَناحَانَ مَنَ رَقاع ف قال مَا هَذا الَذَي أرَى‬

‫وَسَطهَن قالت ف رَسَ قال وَمَا هَذا الَذَي عَليَهَ قالت جَناحَانَ قال ف رَسَ لهَ جَناحَانَ قالت‬

‫رَأيَتَ نوَاجَذهَ‪84‬‬ ‫أمَا سَعَتَ أن لَسَليَمَان خَيَال لَا أجَنَحَة قالت فضحَك حَََت‬

‫‪83‬‬
‫‪Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al - Mughīrah al -Ja’fī al-Bukhārī,‬‬
‫‪Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah‬‬ ‫‪868‬‬
‫‪al-Rashad 2006) No. 6130 h.‬‬
‫‪84‬‬
‫‪Abī daud Sulaiman al-Asy’at al-Sijistānī, Sunan Abī Daud, Kitab Adab, Juz 3 (Lebanon:‬‬
‫‪Dār al-Kitab al-‘Alamiyah 1996) No. 4932 h. 288-289‬‬
59

‘Āisyah r.a berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba dari

perang Tabuk atau Khaibar, sementara kamar ‘Āisyah ditutup dengan

gordeng. Ketika ada angin yang bertiup, gordeng itu tersingkap hingga

boneka-bonekaan ‘Āisyah terlihat. Beliau lalu bertanya: “Wahai ‘Āisyah,

ini apa?” ‘Āisyah menjawab, “Mainan boneka-bonekaku.” Lalu beliau

juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya:

“Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?” ‘Āisyah

menjawab, “Boneka Kuda.” Beliau bertanya lagi: “Lalu yang ada di

bagian atasnya ini apa?” ‘Āisyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau

bertanya lagi: “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Āisyah menjawab,

“Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai

kuda yang punya banyak sayap?” ‘Āisyah berkata, “Beliau lalu tertawa

hingga aku dapat melihat giginya.

Salah satu hadis senda gurau nabi adalah ketika ‘Āisyah berumur

belia yang kemudian nabi memperlakukan ‘Āisyah layaknya anaknya sendiri.

Hal ini yang membuktikan bahwa terdapat rasa pengertian yang mendalam

dari sang nabi terhadap istrinya yaitu ‘Āisyah. Hadis di atas menggambaran

bahwa yang berniat membercandai adalah nabi Muhammad kepada ‘Āisyah

dengan cara menanyakan boneka mainannya yang kemudian ‘Āisyah

menjawab dengan lugas yang membuat nabi tertawa.

Keterangan hadis menurut kitab syarah ‘Aun al-Ma’būd bahwa jamak dari

kata al-bintu adalah al-banāt. ‘Āisyah berkumpul bersama teman sebayanya


60

bermain boneka. Kemudian sepulangnya nabi dari perang Khaibar85 nabi

melihat bilik rumah ‘Āisyah yang mana penghalangnya tersingkap angin

dan terlihat beberapa mainan boneka milik ‘Āisyah dan kemudian nabi

melihat salah satu boneka yang terdapat ditengah-tengah boneka lain

kemudian sambil bercanda nabi menanyakannya sehingga secara lugas

‘Āisyah menjawab bahwa boneka tersebut adalah boneka kuda yang

mimiliki dua sayap.86

Haids di atas sebenarnya menjadi dalil (menunjukkan kepada)

dibolehkannya mengambil bentuk-bentuk hewan untuk dijadikan

permainan anak-anak dan hadis tersebut telah menghususkan dari hadis-

hadis umum yang mengharamkan mengambil bentuk gambar hewan dan

ini adalah pendapat yang disepakati oleh jumhur ulama.87 Nabi

Muhammad secara sepontan dengan segala kecerdasannya mencoba

menghibur ‘Āisyah dengan menanyakan mainannya padahal sebenarnya

nabi sudah mengetahui bahwa mainan yang ada di balik kamar ‘Āisyah

adalah sebuah boneka kuda yang memiliki dua sayap.

‘Āisyah menikah dengan nabi dalam rentan waktu masih belia

namun bukan berarti kemudian ‘Āisyah dibebankan dengan pekerjaan

sebagai istri nabi yang sangat berat. Nabi lebih memahami kondisi dan

situasi yang dialami ‘Āisyah bahwa dia masih belia untuk menanggung

85
Menurut pensyarah, keterangan pulang dari perang khaibar adalah keterangan yang
meragukan, Lihat ‘Aun al-Ma’būd (Bait al-Ifkār ad-dauliyah) Kitab adab h. 2124
86
Abi Adburrahman Syarif al-Haq Muhammad Israf bin Amir al-Adzhīm, Aun al-Ma’būd alā
sunan abū daud (Riyadh, Bait al-Ifkār, tt) h. 2124
87
Abi Adburrahman Syarif al-Haq Muhammad Israf bin Amir al-Adzhīm, Aun al-Ma’būd alā
sunan abū daud (Riyadh, Bait al-Ifkār, tt) h. 2125
61

beban berat sebagai istri nabi. Dalam hal ini rasulullah memperlakukan

‘Āisyah layaknya anak kecil yang membutuhkan bimbingan bahkan nabi

membiarkan ‘Āisyah bermin bersama teman-temannya, memberikan

keleluasaan kepada ‘Āisyah untuk melakukan hal yang dia inginkan. Hal

ini juga didorong dengan melihat faktor psikologis dari ‘Āisyah. Bagi para

suami maupun istri hendaknya memperlakukan pasangannya dengan

perlakuan yang paling baik. Seorang suami harus mengerti keadaan

perasaan sang istri, demikian juga sebaliknya. Dalam hal ini, suasana

romantis untuk semakin meneguhkan bangunan rumah tangga harus

dilakukan walaupun hanya dengan sekecil perilaku senda gurau.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua tentang sikap

beliau dalam memperlakukan pasangan. Rasulullah saw bergurau laksana

seorang ayah yang menghibur anaknya.88

Nabi sebagai seorang pemimpin baik dalam keluarga maupun di

luar keluarga mampu memahami kondisi yang di pimpinnya. Sifat

pengertian ini dilakukan juga ketika nabi membercandai ‘Āisyah yang

memang usianya masih belia. Dengan adanya sifat pengertian yang

dimiliki nabi sebagai seorang istri, maka akan membawa dampak positif

untuk kelangsungan rumah tangganya terutama untuk meningkatkan

keharmonisan antara suami dan istri.

88
Dr. H. Abdul Wahid, Senyum Indah Kanjeng Nabi (Yogyakarta, Diva Press 2016) h. 52
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dibahas dari bab 1 sampai 4 dapat diambil

kesimpulan, I’tibār dan pesan bahwa nabi pemimpin keluarga yang

dijadikan panutan ummat muslim, menyampaikan pesan dan risalahnya

untuk berlaku harmonis dengan istrinya. Perlakuan-perlakuan harmonis

nabi bisa dicapai dengan cara yang pernah diperaktekan olehnya kepada

salah satu istrinya yaitu Siti ‘Āisyah r.a. istri yang mempunya sisi

kecemburuan yang besar ini dan justru nabi bisa memberikan perlakuan

yang harmonis sehingga ‘Āisyah sangat merasa disayangi dan keadaan

keluarganya sangat harmonis. Maka dari itu ada beberapa faktor yang bisa

membuat keluarga harmonis perspektif keluarga Nabi Muhammad dengan

‘Āisyah, yaitu:

1. Frekuensi waktu berkumpul bersama. Hal ini dinilai sangat penting

dengan melihat fenomena zaman sekarang yang justru suami dan istri

disibukan dengan pekerjaannya masing-masing. Dengan berkumpul

bersama, meluangkan waktu untuk berekreasi bersama, berlibur

bersama akan menambah keharmonisan keluarga.

2. Menjalin Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam sebuah

hubungan keluarga adalah adanya komunikasi antara suami dan istri. Dan

dengan melakukan hal ini sekaligus meminimalisir kecurigaan dari

62
63

masing-masing pihak demi terjaganya keluarga dan membuahkan

keluarga yang harmonis

3. Saling memahami dan mengerti keadaan suami dan istri. Keluarga

yang harmonis akan terasa sejuk, teduh, saling pengertian dan saling

membantu dan mendukung dalam segala hal apapun selagi hal itu

bersifat tidak merugikan

4. Melakukan hal-hal kecil semisal bercanda ria, bergurau baik dari pihak

suami maupun istri. Hal ini demi mencairkan suasana yang mungkin

sedang mengalami kejenuhan dan hal ini dinilai bisa menimbulkan

keharmonisan dalam keluarga.

Upaya-upaya di atas dilakukan agar tercipta hubungan yang baik

antar suami, istri dan anggota keluarga sehingga pada akhirnya terbentuk

keluarga yang harmonis.

B. SARAN

Hadis sebagai salah satu sumber hukum terkuat setelah al-Qur’ān

dijadikannya sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga

ruang gerak hadis sangat luas cakupannya. Oleh karena itu selaku umat

muslim dan penggiat ilmu keagamaan harus senantiasa mengkaji dan

meneliti sumber sumber hukum yang dijadikan pedoman oleh umat islam

terutama hadis nabi.

Dampak dan faedah yang akan didapat tentu sangat besar, selain

memberikan pemahaman baru, wawasan ilmu pengetahuan baru, tentunya

akan bernilai ibadah karena meneliti suatu ilmu pengetahuan untuk


64

kemaslahatan ummat dan memberikan kontribusi untuk tuntunan dalam

membangun rumah tangga yang harmonis.

Penelitian ini tentunya jauh dari kesempurnaan, ditambah dengan

keterbatasan ilmu pengetahuan dari penulis, maka penulis berharap kepada

para pengkaji ilmu pengetahuan dan para pembaca agar kiranya dapat

memberikan pemahaman lebih jelas dan detail lagi tentang aktifitas-

aktifitas nabi terutama dalam hal senda gurau demi terciptanya karya yang

lebih sempurna lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Abahzah, Nizar. Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta,

Zaman 2009)

Abbott, Nabia. Aishah the Beloved of Mohammed (London, al-Saqi books 1985)

Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī

(Maktabah al-Saafiyyah)

Ahmadi. Abu, Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009)

al-Asqalānī, Ibn Hājar. Al-isābah fī tamyizi al-sahābah (Riyadh, Maktabah al-

Riyadh al-hadits 1978)

al-Asqalānī, Ibn Hajar. Tahḏīb al-Tahḏīb (Dar Ihya al-turath al-Islami)

Benevin, Teresa L. Humor in Therapy: Expectations, Sens of Humor and

Perceived Effectiveness (Alabama, Auburn University 2010)

al-Bukhārī, Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah

al-Ja’fī. Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006)

Djalali, M. Asad. Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial

Remaja (Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014)

al-Dzahabī, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar ‘a’lam an-

nubalā (Beirut, Mu’assasah ar-risālah)

al-Dzahabī, Abī Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usmah. Mīzan al-I’tidāl fī

naqd al-Rijāl (Beirut, Dār al-Ma’rifat tt)

Hartomo, Amicun Aziz. Ilmu Sosial Dasar (Jakarta, Bumi Persada 1990)

Istiningtyas, Listiya. Humor Dalam Kajian Psikologi Islam, Jurnal Ilmu Agama

Vol. 15 No. 1 (2014)

65
66

al-Mashri, Muhammad. Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta,

Katullistiwa Press 2016)

an-Nadawi, As-Sayyid Sulaiman. ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta,

Insan Kamil 2016)

Najoan, Hardsen Julsy Imanuel. Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Menjaga

Keharmonisan Keluarga (e-journal Acta Diurna 2014)

al-Nasā’ī, Abī Abdurrahman Ahmad bin Syuaib. Sunan al-Kubrā li imam al-

Nasā’ī (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Imiyah, cet. I, 1991)

al-Naysābūrī, Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī. Ṣaḥīḥ Muslim

(Beirut: Dār Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991)

Qaradhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Terj. Muhammad

al-Baqir (Bandung, Karisma, 1993)

Qaradhawī, Yusuf. Fiqh al-Lahw wa al-Tarwīh (Terj. Dimas Hakamsyah, Jakarta,

Pustaka Al-Kautsar 2005)

al-Qārī, Alī bin Sultān Muhammad Abū al-Hasan Nūr al-Dīn al-Malā al-Harwī.

Mirqāt al- Mafātih Syarh Misykāt al-Masābīh, (Beirut: Dār al-Fikr, 2002)

Ratnawati, Peni. Keharmonisan Keluarga Antara Suami Istri Ditinjau dari

Kematangan Emosi Pada Pernikahan Usia Dini (Semarang, UNES tt)

Ṣālih, Ṣubhī. Ulūm al-Ḥadits wa Mustalaḥuhu (Beirut, Dār al-Ilm lilmayin, 1988)

al-Sanadī, Muhammad bin ‘Abd al-Hādī al-Nawawī Abu al-Hasan Nūr al-Dīn.

Hāsyiyatu al-Sanadī ‘alā Sunan Ibnu Mājah, Kifāyat al-Hājah fī Syarh

Sunan Ibnu Mājah

Syamsuddin, Hatta. Muhammad The Inspiring Romance, tt,


67

Syathi, ‘Āisyah Abdurrahman Bintusy. Istri-istri Rasulullah SAW, jilid 1terj.

Chadijah Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)

Syuaisyi, Hafidz Ali. Kado Pernikahan, Terj. Abdul Rasyid Shiddiq (Jakarta,

Pustaka al-Kautsar 2007)

at-Thabarī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam wa al-Mulūk

(Beirut, Dār al-Fikr 1979)

Tim penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka

1990) Wahid. Abdul, Senyum Indah Kanjeng Nabi (Yogyakarta: Diva Press 2016)

al-Ziyān, Ramaḏan Ishāq. al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin

Majallah al-Jāmi’āh al-īslamiyah 2002)Muhammad, Metode Penelitian

Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)M.Subana, Dasar-Dasar

Penelitian Ilmiah (Jakarta: Pustaka Setia, 2002)

www. pa-jakartapusat.go.id

http://kopmicenter.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai