Anda di halaman 1dari 130

TRADISI PEMBACAAN PEMBUKA DOA PADA PRAKTIK DOA

“JEMPOL KAKI IBU”


(STUDI LIVING QUR’AN PADA PONDOK PESANTREN
MODERN UMMUL QURO AL-ISLAMI BOGOR)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Ifrohatul Fuad
11180340000117

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443/2022 M
ii
TRADISI PEMBACAAN PEMBUKA DOA PADA PRAKTIK DOA
“JEMPOL KAKI IBU”

(STUDI LIVING QUR’AN PADA PONDOK PESANTREN


MODERN UMMUL QURO AL-ISLAMI BOGOR)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag)


Oleh:
Ifrohatul Fuad
NIM: 11180340000117

Di bawah Bimbingan
Pembimbing

Moh. Anwar Syarifuddin, M.A


NIP: 197205181998031003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443/2022 M

iii
iv
v
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ifrohatul Fuad
NIM :11180340000117
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Judul Skripsi : Tradisi Pembacaan Pembuka Doa Pada Praktik Doa
“Jempol Kaki Ibu” (Studi Living Qur’an Pada Pondok
Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami).

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1)
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika ditemukan kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan seperlunya.

Jakarta, 10 September 2022

Ifrohatul Fuad

vii
viii
ABSTRAK
Ifrohatul Fuad, 11180340000117
“Tradisi Pembacaan Pembuka Doa Pada Praktik Doa Jempol Kaki
Ibu”
Penelitian ini membahas tentang pembacaan pembuka doa yang
berisi lafaz basmalah, hamdalah, dan salawat nabi dengan menempelkan
jempol kaki ibu di kening sang anak yang dilaksanakan Pondok Pesantren
Modern Ummul Quro al-Islami (UQI) Bogor. Penelitian ini menjadi
penting dalam perspektif kajian al-Qur’an sebab basmalah dan hamdalah
juga menjadi representasi ayat-ayat al-Qur’an secara keseluruhan,
ditambah dengan pentingnya sosok Nabi Muhammad Saw., yang terdapat
pada salawat nabi pada praktik ini, dan juga prosesi “penempelan jempol
kaki ibu di kening sang anak” selama proses pembacaan doa menjadi nilai
penting yang unik dan menjadikannya butuh kajian pemahaman lebih
dalam lagi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk mendapatkan
data di lapangan penulis melakukan penelitian dan observasi pada
Pesantren UQI, dan juga mewawancarai guru-guru, santri, alumni, dan
wali santrinya untuk mengetahui praktik dan efektivitas yang dirasakan
setelah mempraktikkan pembuka doa jempol kaki ibu ini. Untuk
mengetahui santri yang pernah mempraktikkan ini penulis memasuki
setiap kelas tiga Aliyah dan menanyakan hal tersebut, dari enam kelas
yang ada penulis menemukan lima belas santri yang pernah
mempraktikkan amalan doa ini.
Penulis menemukan fakta bahwa praktik yang ada di pesantren
UQI ini berasal dari ijazah Habib Husein kepada pimpinan pesantren
melalui Gus Saifullah, dengan tujuan agar bisa menjadi solusi ketika
terdapat santri yang tidak betah, sedang sakit, atau persoalan lainnya.
Basmalah, hamdalah, dan salawat nabi memiliki segudang keistimewaan
yang bisa menjadi habl (penghubung) yang memperlancar proses
komunikasi antara hamba dengan Tuhannya, sehingga segala permohonan
yang diinginkan dapat terkabul. Praktik ini menjadi efektif untuk membuat
santri betah, sembuh dari sakitnya, dan hajat-hajat lain yang dipanjatkan.
Kata Kunci: al-Fatihah, Salawat Nabi, Pembuka Doa.

ix
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah segala puji bagi Allah Swt., atas segala nikmat,
iman, Islam, jasmani dan rohani yang telah Ia berikan sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini. Segala usaha, upaya, keringat, dan linangan
air mata, cukuplah diri-Nya yang Maha Kuasa menjadi saksi perjuangan
penyusunan skripsi ini. Segala kemudahan, pertolongan, dan keberkahan
selama proses penulisan skripsi ini tentu datang dari sang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Berkat kasih sayang, rahmat, dan petunjuk-Nya
penulis dapat merampungkan skripsi ini.
Salawat dan salam selalu tercurahkan untuk sang pembawa cahaya
kebenaran untuk seluruh alam, yakni baginda Nabi Muhammad Saw,
keluarga, dan sahabatnya. Berkat kehadiran Nabi Muhammad Saw., dan
merekalah umat Islam bisa membaca dan memaknai lebih dalam pesan-
pesan yang tersirat di dalam kalam-Nya yang agung, yaitu al-Qur’an.
Sehingga sampailah kepada umat semua kebenaran yang bisa menjadi
pedoman dalam menjalani kehidupan ini.
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi
yang berjudul Praktik Pembacaan Ayat-Ayat Al-Quran Sebagai Pembuka
Doa di UQI ini tidak akan selesai dengan usaha penulis sendiri, melainkan
ada banyak sosok terdekat dari berbagai penjuru yang secara langsung
maupun secara tidak langsung telah banyak sekali membantu penulis
dalam berbagai hal, sehingga bisa selesailah penulisan skripsi ini. Maka,
pada kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya, kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A, Dekan Fakultas Ushuluddin beserta
seluruh jajarannya.

xi
xii

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, dan Fahrizal Mahdi MIRKH, Ketua


dan Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
4. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, dosen penasihat akademik.
5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, M.A, dosen pembimbing,
yang telah begitu banyak memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf karyawan
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin, dan Perpustakaan Pasca Sarjana.
8. KH. Helmy Abdul Mubin, Lc selaku Pimpinan Pondok
Pesantren Ummul Quro Al-Islami beserta keluarga beliau yang
sudah banyak memberikan ilmu serta dukungan kepada
penulis. Beserta seluruh keluarga besar Pondok Pesantren
Ummul Quro Al-Islami, para Asatiz dan Ustazat, khususnya
para santri dan alumni yang turut terlibat dalam penelitian ini.
Tak lupa terimakasih juga penulis ucapkan untuk Almas, Neng
Syifa, Melinda, Fuadah, Lisna, Amarul, Sodek, dan keluarga
Pesantren Mahasiswi IUQI yang sudah membersamai penulis
selama melakukan penelitian di pesantren. Tak lupa untuk Bela
sahabat yang selalu menjadi pendengar yang baik sepanjang
masa, juga teman diskusi dalam banyak hal.
9. Teman-teman seperjuangan, Program Studi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir angkatan 2018, khususnya IQTAF C. Untuk Dina,
Wiyah Tasya, terima kasih sudah mau selalu direpotkan dalam
banyak hal selama penyusunan skripsi ini. Tak lupa terima
xiii

kasih juga untuk Ustazī, Rohim, dan Umar yang selalu


membantu dalam menerjemahkan kitab-kitab, dan sahabat-
sahabat seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu
namanya, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis
kepada kalian yang sudah banyak membantu dalam berbagai
hal.
Teruntuk Ibunda tercinta, Ibu Hj. Sri Hastuti yang senantiasa
mengiringi perjalanan ini dengan doa dan dukungan yang tiada habisnya.
Tak lupa teruntuk alm. Ayahanda tercinta H. Cece Syahrul Fuad yang
selalu mengajarkan betapa berartinya sebuah perjuangan. Kasih dan
sayang juga teruntuk adik saya juga, Muhammad Faiq, yang sudah banyak
membantu dalam proses penelitian ini. Berkat doa, dukungan moril
maupun materil dari semuanya penulis bisa merampungkan penulisan
skripsi ini. Semoga Allah Swt., senantiasa menerima dan membalas segala
kebaikan kalian semua.

Jakarta, 10 September 2022

Ifrohatul Fuad
11180340000117
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan
Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
A. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam


huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan


‫ب‬ b Be
‫ت‬ t Te
‫ث‬ ṡ Es (dengan titik di atas)
‫ج‬ J Je
‫ح‬ ḥ Ha (dengan titik di atas
‫خ‬ Kh Ka dan Ha
‫د‬ d De
‫ذ‬ Ż Zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ r Er
‫ز‬ z Zet
‫س‬ s Es
‫ش‬ Sy Es dan ye
‫ص‬ Ṣ Es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ Ḍ De (dengan titik di bawah)
‫ط‬ Ṭ Te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ Ẓ Zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘__ apostrof terbalik
‫غ‬ g Ge
‫ف‬ f Ef
‫ق‬ q Qi
‫ك‬ k Ka

xiv
xv

‫ل‬ l La
‫م‬ m Em
‫ن‬ n En
‫و‬ w We
‫ھ‬ h Ha
‫ء‬ __’ Apostrof
‫ي‬ y Ye
Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa
diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka
ditulis dengan tanda (’).

B. Tanda Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas


vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau


harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫َا‬ a Fatḥah

‫ِا‬ i Kasrah

‫ُا‬ u Ḍammah

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan


antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf,
yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫َي‬ Ai a dan

‫َو‬ Au a dan u
xvi

Dalam bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang


(mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Keterangan


Latin

‫ئ َا‬ ā a dengan garis diatas

‫ئِي‬ ī i dengan garis diatas

‫ئُو‬ ū u dengan garis diatas

C. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan al-, yang diikuti huruf


syamsiyah dan huruf qamariyah.

al-Qamariyah ‫ال ُمنِيْر‬ al-Munīr

al- Syamsiyah ‫الر َجال‬


ِ al-Rijāl

D. Syaddah atau Tasydîd

Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydîd dilambangkan


dengan “ ّ” ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan
dengan huruf, yaitu:

al-Qamariyah ‫ُْالقُ َّوة‬ al-Quwwah

al- Syamsiyah ‫ُالض َُّر ْو َرة‬ al-Ḍarūrah

E. Ta Marbūṭah

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah


yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah,
transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau
mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah [h]. Kalau pada
kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta xi bacaan kedua kata itu
xvii

terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).


Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫ط ِر ْيقَة‬َ ٌ Ṭarīqah
2 ِ ْ ُ‫ُا َ ْل َجامِ عَة‬
‫اْلس ََْلمِ يَة‬ al-Jāmi’ah al-Islāmiah
3 ‫َُو ْحدَة ُ ْال ُو ُج ْود‬ Waḥdat al-Wujūd

F. Huruf Kapital

Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini, juga mengikuti


Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-
lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmīd al-Gazālī,
al-Kindī. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama
tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab.
Misalnya ditulis Abdussamad al Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad
al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah
kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa
Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi
bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering
ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut
cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’ān),
Sunnah, khusus dan umum.Namun, bila xii kata-kata tersebut
xviii

menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus
ditransliterasi secara utuh. Contoh:
Fī ẓilāl al-Qur’ān
al- ‘Ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab.
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................. xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ xiv
DAFTAR ISI.......................................................................................... xix
DAFTAR TABEL ....................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 7
C. Batasan Masalah ............................................................................ 8
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9
G. Metodologi Penelitian .............................................................. 12
H. Sistematika Pembahasan .......................................................... 16
BAB II AL-QUR’AN, NABI MUHAMMAD, DAN PERINTAH
BERDOA ............................................................................................... 18
A. Al-Qur’an Sebagai Habl Allah: Penyambung Manusia dengan
Allah .................................................................................................... 18
1. Perintah Berpegang Teguh dengan Tali Allah ......................... 18
2. Fungsi-fungsi Al-Qur’an .......................................................... 22
B. Perintah Berdoa ............................................................................ 23
C. Living Qur’an............................................................................... 27
D. Tafsir Basmalah dan Hamdalah ................................................... 28
E. Kedudukan Istimewa Nabi Muhammad Saw,. ............................ 32
BAB III PROFIL PESANTREN ............................................................ 37
A. Gambaran Umum Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami .... 37
1. Sejarah Berdirinya .................................................................... 37

xix
xx

2. Data Umum Pesantren .............................................................. 39


3. Nilai Dasar, Visi dan Misi Pondok Pesantren Ummul Quro Al-
Islami ............................................................................................... 40
4. Sruktur Kepemimpinan ............................................................ 40
5. Data pengajar dan Murid .......................................................... 42
6. Data Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Ummul Quro Al-
Islami ............................................................................................... 43
7. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami 44
B. Profil Informan............................................................................. 48
BAB IV PEMAHAMAN, PRAKTIK DAN EFEKTIVITASNYA ........ 52
A. Latar Belakang Pembacaan .......................................................... 52
B. Prkatik Pembacaan Pembuka Doa pada Doa Jempol Kaki Ibu ... 54
C. Pemahaman Guru-guru Terhadap Praktik Pembacaan ................ 57
D. Efektivitas Pembacaan Doa ......................................................... 67
BAB V PENUTUP ................................................................................. 99
A. Kesimpulan .................................................................................. 99
B. Saran .......................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 101
LAMPIRAN .......................................................................................... 107
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an tidak terbatas hanya untuk suatu kaum, suatu negara, atau
suatu suku saja, melainkan untuk semua yang ada di alam raya ini.
Terlebih al-Qur’an juga tidak terbatas pada suatu masa atau kondisi
tertentu, tetapi sāliḥ li kulli zamān wa makān. Sehingga, semakin
berkembangnya zaman, semakin berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan,
dan semakin berkembangnya kehidupan manusia, tidak membuat al-
Qur’an menjadi terbelakang, melainkan membuat al-Qur’an semakin eksis
dan terbukti kebenarannya. Karena berdampingan dengan berbagai
macam perkembangan, maka al-Qur’an turut merasakan dampak dari hal
tersebut, seperti munculnya metode, cara, atau jalan untuk memahami al-
Qur’an baik secara tekstual maupun praktiknya.1
Al-Qur’an dalam praktik keberagaman umat Islam, dapat
melahirkan keberagaman model pembacaan al-Qur’an. Pembacaan yang
dilakukan tentunya melahirkan keberagaman pemahaman setiap individu
yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan dan intensitas membacanya.
Sebagian individu membaca al-Qur’an sekadar sebagai ibadah harian agar
lebih dekat dengan Tuhan, dan sebagian yang lain ada yang membaca al-
Qur’an guna mendapat ketenangan jiwa, mengusir bangsa jin dan
sebagainya, terapi pengobatan, bahkan ada yang menjadikan pembacaan
al-Qur’an sebagai “mantra” yang dapat menghasilkan sesuatu sesuai
tujuan membacanya. Pembacaan al-Qur’an yang penuh keberagaman di
tengah kehidupan sehari-hari bisa disebut dengan fenomena living Qur’an

1
Nasaruddin Baidan, Tafsir di Indonesia (Yogyakarta: Tiga Serangkai, 2003),
14.

1
2

atau dapat dikatakan sebagai “Qur’anisasi” kehidupan. Maksudnya


adalah, menjadikan kehidupan manusia sebagai suatu arena untuk
mewujudkan al-Qur’an di bumi. Living Qur’an menjadi suatu kajian yang
dikenal dengan pembahasan tentang bagaimana al-Qur’an disikapi dan
direspon masyarakat muslim dalam kehidupan.2
Al-Qur’an yang hidup di tengah suatu masyarakat menjadi
permulaan dari fenomena living Qur’an, yang berarti memfungsikan al-
Qur’an dalam kehidupan praksis, bukan hanya tekstualisnya saja. Adanya
fenomena ini karena praktik pemaknaan al-Qur’an yang tidak mengacu
pada tekstualnya saja, tetapi juga pada keutamaan dari bagian-bagian
tertentu teks al-Qur’an guna suatu kepentingan yang dimaksudkan.3
Fenomena ini bukanlah sebuah hal yang baru, melainkan sudah banyak
diteliti oleh para ilmuan atau akademisi akhir-akhir ini.
Al-Qur’an dengan segala keutamaan dan keunggulannya tentu
tidak bisa lepas dari sosok Nabi Muhammad Saw., yang Allah persiapkan
secara bertahap untuk menerima wahyu ini. Ketika beliau memasuki usia
yang cukup matang, perasaan bimbang dalam melihat kejadian, fenomena,
dan hal lainnya yang turut menjadi bagian persiapan kematangan jiwa
Nabi Muhammad Saw., untuk pertama kalinya bertemu Malaikat Jibril As
dan menerima wahyu pertamanya di Gua Hira. Namun persiapan
kematangan jiwa Nabi Muhammad bukan hanya dimulai ketika beliau
memasuki usia dewasa, melainkan juga sedari beliau kecil. Kejadian-
kejadian tidak biasa dan keistimewaan-keistimewaan Nabi Muhammad
Saw., bahkan sudah terlihat sejak beliau lahir.4 Dengan segala kesiapan

2
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus Ponpes As-Siroj Cirebon)”, Qur’an dan Hadis Vol.4, No.2, (Maret
2015), 169.
3
Didi Junaedi “Living Qur’an: .......”, 172.
4
Yusron Masduki, “Sejarah Turunnya Al-Qur’an Penuh Fenomenal (Muatan
Nilai-nilai Psikologi Dalam Pendidikan)” Al-Medina Vol.16 No.1, (Juni 2017), 42.
3

yang nabi miliki, beliau mampu melewati waktu yang cukup panjang dan
berbagai peristiwa untuk menyebarkan, mengajak, dan mengajarkan
wahyu yang tiada tandingannya hingga berakhirnya sejarah kenabian.
Dalam muqaddimah Kitab Tafsir al-Qur’an al-Aẕim dijelaskan
bahwa Nabi Muhammad Saw., memiliki peran yang sama pentingnya
dengan al-Qur’an terhadap hubungan seorang hamba dengan Tuhannya,
sehingga bisa sampailah cahaya-cahaya petunjuk Allah Swt., kepada
hamba-hamba-Nya.5 Bahkan Allah Swt., memerintahkan untuk bersalawat
kepada Nabi Muhammad Saw., dalam firman-Nya Qs. al-Ahzab/33: 56

ً َ َ َ ُّ َ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ َّ َ َ َ ُّ َ ٗ َ َ ٰۤ َ ‫اَّن ه‬
٥٦ ‫اّٰلل َو َملىِٕكته ُيصل ْون على النبيِّۗ يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا صل ْوا عل ْيهِ َو َس ِل ُم ْوا ت ْس ِل ْيما‬ ِ
ِِ
56. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk
Nabi.Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan
kepadanya.
Keistimewaan Nabi Muhammad Saw., dalam hal penghubung
antara seorang hamba dan Tuhannya pun tertuang dalam hadis shahih yang
berbunyi:

‫اَّلل صلّى هللا عليه وسلّم‬ ‫ول ه‬ ُ ‫ ( ََِس َع َر ُس‬: ‫ال‬ َ َ‫ضالَةَ بْ ِن عُبَ ْي ٍد رضي هللا عنه ق‬ َ َ‫َو َع ْن ف‬
‫ال‬
َ ‫هب صلّى هللا عليه وسلّم فَ َق‬ ِّ ِ‫ص ّل َعلَى الن‬ ‫ص َالتِِه ََلْ ََْي َم ِد ه‬
ِ َ ُ‫اَّلل َوََلْ ي‬ َ ‫َر ُجالً يَ ْدعُو ِِف‬
‫يد َربِِّه َوالثهنَ ِاء‬
ِ ‫ " إِذَا صلهى أَح ُد ُكم فَلْي ب َدأْ بِتح ِم‬: ‫ال‬
ْ َ َْ ْ َ َ َ ‫ " َع ِج َل َه َذا " ثُه َد َعاهُ فَ َق‬:
‫هب صلّى هللا عليه وسلّم ثُه يَ ْدعُو ِِبَا َشاء‬ ِ ‫)َعلَي ِه ثُه ي‬
ِّ ِ‫صلّي َعلَى الن‬ َُ َْ
“Faḏolah Ibnu Ubaidah Ra., berkata: Rasulullah Saw., pernah
mendengar seseorang berdo'a dalam sholatnya dengan tidak
memuji Allah dan tidak membaca sholawat Nabi Saw., maka
bersabdalah beliau: "Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau
memanggilnya seraya bersabda: "Apabila seseorang di antara

Sahl bin Abd Allah al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, (Kairo: Dār al-
5

Kutub Arabiyyah al-Kabir, 1911), 3-4.


4

kamu sholat maka hendaknya ia memulai dengan memuji


Tuhannya dan menyanjung-Nya kemudian membaca sholawat
Nabi Saw., lalu berdoa dengan do'a yang dikehendakinya.”6
Kedudukan al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw., yang sama
pentingnya membuat mereka terpaut satu dengan yang lainnya dan
menjadi media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Kedudukan al-Qur’an dan salawat nabi ini bukan hanya dalam ranah
pembacaan teks al-Qur’an, melainkan juga pada praktik keseharian.
Karena banyak hal-hal yang dapat digali dan ditelaah lebih dalam pada
praktik ini membuat akademisi banyak meneliti persoalan yang disebut
living Qur’an.
Pengaplikasian ayat-ayat al-Qur’an dan salawat nabi ini juga
secara berbarengan digunakan di Pondok Pesantren Modern Ummul Quro
al-Islami Bogor, ayat dan salawat nabi yang biasa dibaca sebagai pembuka
sebelum berdoa kepada yang Maha Kuasa. Pondok pesantren yang diasuh
oleh KH. Helmy Abdul Mubin, Lc ini terletak di Kabupaten Bogor, hingga
saat ini kurang lebih sudah ada 4000 santri di dalamnya, dan setiap tahun
ajaran baru ada sekitar 1000 santri baru yang terpilih untuk masuk ke
Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami (UQI). Kyai Helmy
biasa mengajak para santrinya berdoa bersama dengan mengawalinya
dengan membaca bismi Allah ar-rahmān ar-rahīm, al-ḥamdu lillāhi rabbi
al-‘ālamīn, allahumma shalli alā sayyidinā muḥammad wa alā ali
sayyidinā muḥammad wa bārik wa sallim, yang merupakan gabungan dari
Qs. al-Fatihah/1: 1 dan 2 dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Seperti kebanyakan pesantren lainnya, kehidupan yang ditawarkan
di dalamnya tentu sangat penuh kesederhanaan, sehingga tidak jarang
membuat santri yang baru masuk tidak betah dan merasa ingin pulang, dan

6
Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab Shalat, Bab Witir, Juz 2 (Kairo: Dar al-
Muhaddist, 2013), 1481.
5

tidak jarang pula para santri menghalalkan segala cara untuk bisa keluar
dari lingkungan pesantren. Kyai Helmy sebagai pengasuh tentu memiliki
cara tersendiri untuk menanggulangi permasalahan ini, yaitu dengan
memberikan secarik kertas yang dikenal sebagai kertas ijazah untuk para
ibu wali santri yang memiliki masalah serupa. Kertas tersebut berisikan
tulisan Qs. al-Fatihah/1: 1 dan 2, salawat kepada Nabi Muhammad Saw.,
dan keluarganya, kemudian ditambah dengan salawat khusus untuk Nabi
Muhammad Saw., sebanyak dua puluh satu kali sebagai pembuka doa, lalu
memohon kepada Allah Swt., agar sang anak dijadikan anak yang soleh
atau solehah, betah dan fokus belajar di pesantren, sehingga mendapatkan
ilmu yang bermanfaat, taat kepada peraturan pondok, dan doa bebas
lainnya. Uniknya pembacaan tersebut dipraktikkan dengan menempelkan
jempol kaki sang ibu ke dahi sang anak yang sudah berada pada posisi
tiduran.
Seperti yang diketahui bahwasannya Qs. al-Fatihah ayat satu atau
lafaz “Bismi Allah ar-Rahmān al-Rahīm” memiliki banyak sekali
keutamaan dan keunggulan dari ayat-ayat lain. Dalam suatu riwayat Ibnu
Abbas Ra berkata:
ِ ِ ُ ‫و ابن عباس ر ِضي هللا عنه ي ُق‬
ُ‫اس ال ُقرآن ال َفاِتَة‬ ٌ ‫ول ل ُك ِّل َشي ٍئ اَ َس‬
ُ ‫اس و اَ َس‬ َ َ َ
‫اس ال َف ِاِتَ ِة بِ ْس ِم هللا الهر ْْحَ ِن الهرِحيم‬
ِ
ُ ‫اَ َس‬
Ibnu ‘Abbas ra., berkata, “Segala sesuatu ada asasnya, asasnya al-
Quran adalah al-Fatihah. Asasnya al-Fatihah adalah Bismi Allah
al-Rahmān al-Rahīm".7
Kedudukan ini ditinjau dari tinjauan maknawi. Sebagai asas,
basmalah adalah asal dari seluruh ayat al-Qur’an. Selain menjadi asas al-
Qur’an, basmalah juga memiliki keutamaan lain seperti, doa yang diawali
basmalah tidak akan ditolak, apapun yang dibacakan basmalah pasti akan

7
Abd ar-Rahman bin Syihab al-Din Ahmad bin Rajab al-Hambali, Tafsir Al-
Fātihah, (Beirut: Dār al-Muhadits Li Nasyr wa al-Tauzi’, 2006), Juz 1, 33.
6

diberkahi, dan basmalah merupakan inti al-Qur’an. Para ulama juga


meriwayatkan bahwa seluruh kitab Allah yang diturunkan kepada rasul,
maknanya terkumpul dalam tiga puluh juz al-Qur’an, tiga puluh juz al-
Qur’an terkumpul dalam tujuh ayat surat al-Fatihah, dan tujuh ayat al-
Fatihah berkumpul pada sembilan belas huruf basmalah.8
Selain lafaz basmalah, lafaz hamdalah “al-hamd lillāhi rabbi al-
‘ālamīn” pun memiliki makna yang sangat mendalam, di dalamnya
terkandung makna bahwa segala pujian hanya milik Allah Swt., dan
merupakan bentuk pengembalian seluruh pujian hanya kepada-Nya.
Sehingga tidak ada kesombongan yang bisa ditampakkan.9 Lafaz ini juga
bukan hanya diucapkan dalam keseharian sebagai zikir atau ungkapan
saja, tetapi juga sebagai pembuka doa yang didahului dengan basmalah
kemudian hamdalah, lalu bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw., dan
keistimewaan-keistimewaan lainnya yang ada pada lafaz ini banyak
diungkapkan oleh para Mufassir di dalam kitab tafsir mereka.10
Dari kedudukan penting lafaz basmalah yang menjadi inti dari intisari
al-Qur’an, maka dapat disebut di sini bahwa kegiatan pembacaan
basmalah dan hamdalah merepresentasikan ayat-ayat al-Qur’an secara
keseluruhan, yang menegaskan pentingnya pembacaan ini dalam
perspektif kajian al-Qur’an. Selain arti penting basmalah dan hamdalah,
pembacaan bagian pembuka doa yang berlangsung di Pondok Pesantren
Ummul Quro ini bertambah penting dengan penyertaan bacaan salawat
kepada Nabi Muhammad Saw., dan keluarganya, juga salawat yang
khusus ditujukan untuk Nabi Muhammad sebanyak dua puluh satu kali.

8
Muhammad Yajid Kalam, Basmallah Kalimat Suci Penghubung Abdi dan
Rabbul ‘Izzati, (Bandung: Mandalawangi Media, 2006), 15.
9
Syauqi Abdillah Zain, Usir Gelisah Dengan Ibadah (Yogyakarta: DIVA
Press, 2017), 166.
10
Wawan Susetya & Ari Wardhani, Rahasia Terkabulnya Do’a, (Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Marwa, 2017), 53.
7

Tradisi membaca basmalah, hamdalah, dan salawat nabi bukanlah suatu


kegiatan yang baru atau khas tradisi Pesantren Ummul Quro saja, karena
sebagaimana lazimnya pembuka doa memang dibentuk dari lafaz
basmalah, hamdalah, dan salawat dalam tradisi masyarakat muslim yang
berlaku secara umum. Namun, kekhususan pada praktik amalan ini di
pondok UQI adalah praktik “menempelkan jempol kaki ibu ke kening sang
anak”. Inilah yang membuat praktik pembacaan amalan ini menjadi unik
dan memerlukan kajian pemahaman yang lebih mendalam, untuk
mengetahui sejarah, maksud, dan tujuan yang terdapat di dalamnya.
Praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan salawat nabi dengan
menempelkan jempol kaki ibu ke kening sang anak yang belum banyak
diketahui oleh masyarakat umum ini mengandung banyak sekali
pengetahuan yang harus digali lebih mendalam, sehingga penulis merasa
perlu untuk melakukan penelitian tentang “Tradisi Pembacaan
Pembuka Doa pada Praktik Doa Jempol Kaki Ibu”.
B. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan yang penulis sebutkan pada latar belakang, maka ada
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu:
1. Pemahaman guru-guru terhadap pembacaan ayat-ayat al-
Qur’an dan salawat nabi pada praktik yang dilakukan di
Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami (UQI).
2. Sejarah atau asal usul praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an
dan salawat nabi yang dilakukan dengan menempelkan jempol
kaki ibu di kening sang anak.
3. Bagaimana praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan salawat
nabi yang dilakukan dengan menempelkan jempol kaki ibu di
kening sang anak.
8

4. Manfaat dan efek yang dirasakan oleh santri, alumni dan wali
santrinya dari praktik tersebut.
5. Keutamaan dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan salawat
nabi yang dijadikan pembuka doa di Pondok UQI.

C. Batasan Masalah
Agar tidak adanya penyimpangan dalam pembahasan pokok masalah
dalam skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahan tentang
bagaimana pemahaman guru-guru terhadap pembacaan pembuka doa
dengan menempelkan jempol kaki ibu di kening sang anak, dan praktik,
juga efektivitas yang dirasakan oleh santri kelas tiga Aliyah, alumni dan
wali santri Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami.

D. Rumusan Masalah
Bagaimana pemahaman guru-guru terhadap praktik pembacaan
pembuka doa dengan menempelkan jempol kaki ibu di kening sang anak,
dan bagaimana praktik juga efektivitas yang dirasakan oleh santri, alumni
dan wali santrinya?.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan
di atas, maka adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk menggali pemahaman pimpinan pesantren, ustaz dan
ustazah terhadap praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan
salawat nabi dengan menempelkan jempol kaki ibu di kening
sang anak.
2. Untuk menelaah efektivitas yang dirasakan oleh santri, alumni
dan wali santrinya dari praktik tersebut.
3. Untuk mengetahui praktik pembacaan basmalah, hamdalah dan
salawat nabi yang dilakukan di Pondok Pesantren Modern
Ummul Quro Al-Islami.
9

Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar penulis rumuskan


sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui praktik
pembacaan amalan doa jempol kaki ibu yang ada di Pondok Pesantren
UQI, dan bermanfaat untuk mengetahui efektivitas pembacaan ayat-ayat
al-Qur'an dan salawat nabi yang dijadikan sebagai pembuka doa.
b. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk menambah literatur
tentang kajian living Qur'an, dan bisa menjadi referensi pada mata kuliah
Metodologi Penelitian Tafsir di Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

F. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari adanya kesamaan dalam penelitian, maka penulis
menelusuri penelitian-penelitian terdahulu agar terlihat ruang kosong dan
perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan, adapun
penelitian terdahulu sebagai berikut:
Pertama, Rochmah Nur Azizah11 (2016) dalam skripsinya membahas
tradisi pembacaan surat al-Fatihah dan al-Baqarah yang diterapkan di
PPTQ ‘Aisyiyah Ponorogo dengan tiga poin utama pembahasannya yaitu,
makna bacaan, dalil, dan penerapan tradisinya.
Kedua, Indra Wahyudi12 (2016) dalam skripsinya penelitian ini
bertujuan untuk menggali dan mengetahui penafsiran al-Razi dalam kitab

11
Rochmah Nur Azizah, “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Baqarah
(Kajian Living Qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah Ponorogo)”, (Skripsi S1., Sekolah Tinggi
Agama Islam Negri Ponorogo, 2016).
12
Indra Wahyudi, “Shalawat dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif QS Al-
Ahzab:56 Menurut Fakhr al-Diin al-Razi dalam Kitab Tafsir Mafātih al-Ghaib dan Ibnu
Katsir Dalam Kitab Tafsir al-Qur’an al-Aẕīm)”, (Skripsi S1., UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2016).
10

Mafatih al-Ghaib dan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-Azim
terhadap Qs. al-Ahzab ayat 56 tentang kata salawat .
Ketiga, Sihalia Fahmaya Hanita13 (2019) dalam skripsinya penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan kerangka analisis metodologi Islah
Gusmian dengan memperhatikan aspek penulisan tafsir dan aspek
konstruksi hermeneutik, dan termasuk ke dalam jenis penelitian
kepustakaan untuk menjawab metodologi tafsir al-Ma’unah Fī Tafsir
Surah al-Fatihah.
Keempat, Indah Lestari14 (2020 dalam skripsinya membahas
pelaksanaan pembacaan basmalah pada puasa bismilah yang dilakukan
oleh Kyai Slamet Saja’ah dan santrinya, pembacaan ini dilakukan
sebanyak 4.444 kali. Fokus penelitian ini ada pada bagaimana sejarah
tradisi ini serta bagaimana makna dan manfaat pembacaan basmalah pada
puasa bismilah di Madin Sirajuth Thalibin, Purbalingga.
Kelima, Khasin Nur Wahib15 (2020) dalam skripsinya membahas
tentang fenomena yang terjadi di Ponpes Ittihadul Ummah yang rutin
membaca surat al-Fatihah dan al-Fīl oleh seluruh warga pesantren setelah
shalat isya berjamaah. Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana praktik tradisi pembacaan surat al-Fatihah dan al-Fīl dan apa
makna dari tradisi tersebut.

13
Sihalia Fahmaya Hanita, “Metode Tafsir Al-Ma’unah Fii Tafsir Surat Al-
Fatihah Karya KH Abdul Hamid Abdul Qadir (Perspektif Islah Gusmian)”, (Skripsi S1.,
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019).
14
Indah Lestari, “Tradisi Pembacaan Basmalah Pada Puasa Bismilah di Madin
Sirajuth Thalibin, Purbalingga”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negri Walisongo
Semarang, 2020).
15
Khasin Nur Wahib, “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Fīl (Kajian
Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo)”. (Skripsi S1, IAIN
Ponorogo, 2020).
11

Keenam, Iis Kholisoh Tusadiyah16 (2020) dalam skripsinya


membahas tentang tradisi pembacaan tiga zikir ratib yang ada di Pondok
Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami, dengan fokus penelitian pada
kegiatan santri ketika membaca tiga zikir tersebut, dan pengaruh yang para
santri rasakan.
Ketujuh, Akhmad Abil Khoiri Rifaldy17 (2020). Merupakan penelitian
kualitatif dengan jenis library research atau kajian pustaka, teori yang
digunakan adalah teori ulumul Qur’an milik Islah Gusmian. Penelitian ini
bertujuan untuk membedah bagaimana hubungan antara tafsir karya
Ahmad Sanoesi dengan realitas yang berkembang saat itu.
Kedelapan, Asep Rahmatullah18 (2021). Pada penelitian ini terdapat
beberapa fokus masalah yang dibahas, seperti bagaimana sejarah
berdirinya Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami dan
bagaimana kontribusi pesantren dalam mengembangkan kehidupan
keagamaan di lingkungan pesantren sejak tahun 1993 sampai dengan
tahun 2012.
Penelitian yang penulis lakukan memiliki beberapa kesamaan dengan
penelitian yang sudah penulis sebutkan di atas, seperti sama-sama Living
Qur’an, atau sama-sama seputar basmalah, atau sama-sama berada di
Pondok Pesantren UQI. Namun, dari tinjauan literatur terdahulu belum ada
yang sama persis meneliti objek, materi, dan aspek yang akan penulis teliti,

16
Iis Kholisoh Tusadiyah, “Pengaruh Tradisi Pembacaan Tiga Zikir Ratib (Al-
Haddad, Al-Attas, Al-‘Aydrus) Terhadap Santri-santri Pesantren Modern Ummul Quro
Al-Islami.”, (Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020).
17
Akhmad Abil Khoiri Rifaldy, “Penafsiran Ahmad Sanoesi Terhadap Surat Al-
Fatihah Dalam Kitab Tamsjijjatoel Moeslimien”, (Skripsi S1., UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2020).
18
Asep Rahmatullah, “Kontribusi Pesantren Ummul Quro Al-Islami Dalam
Kehidupan Keagamaan Di Banyusuci Leuwimekar Leuwiliang Bogor 1993-2012”,
(Skripsi S1, UIN Sunan Gunung Djati, 2021).
12

yaitu praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, juga salawat nabi dengan


menempelkan jempol kaki ibu di kening sang anak yang dipraktikkan pada
pembuka doa di Pondok Pesantren UQI.

G. Metodologi Penelitian
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan
lapangan atau field research, di mana peneliti mengamati dan
berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan
mengamati budaya setempat.19 Field research meneliti permasalahan
dalam setting yang natural dalam upaya untuk memaknai,
menginterpretasi fenomena yang teramati. Singkatnya field research
merupakan suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan
mengangkat data yang ada di lapangan.20
2) Sumber Data
a. Data primer
Data yang akan dikaji sebagai bahan utama untuk
memperoleh jawaban atas persoalan yang ada yaitu, bersumber
dari pimpinan pesantren, ustaz dan ustazah, serta, santri kelas
tiga Aliyah, alumni, dan wali santrinya dengan cara observasi,
wawancara, dan penelitian dokumen.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam pembahasan ini bersumber dari kitab-
kitab yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini, serta
sumber lainnya seperti jurnal, skripsi, tesis, dan paper yang
masih berhubungan dengan penelitian ini. Serta dokumen-

19
Fadlun Maros dkk, “Penelitian Lapangan (Field Research)”, Paper Magister
Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara, (Juli 2016), 5.
20
Suharismi Arikunto, Dasar-Dasar Research, (Bandung: Tarsoto, 1995), 58.
13

dokumen yang didapatkan melalui perantara baik tertulis


maupun tidak.
3) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan
penelitian dan dapat dilakukan dengan beberapa macam cara.
Pada penelitian ini pengumpulan data akan menggunakan cara:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan manusia
dengan menggunakan panca indera sebagai alat utamanya
guna memperoleh data atau informasi. Teknik ini digunakan
untuk mengetahui dan menyelidiki tingkah laku non-verbal.21
Metode ini dilakukan dengan pengamatan langsung dari
lokasi, yaitu mengamati praktik yang ada di Pondok Pesantren
Modern Ummul Quro Al-Islami. Tujuannya adalah
mendeskripsikan keadaan sekitar, aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam praktik, dan melihat praktik
dari perspektif mereka yang berada dalam praktik tersebut.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya jawab lisan di mana
dua orang atau lebih bertatap muka secara fisik untuk
mengetahui tanggapan, pendapat, dan motivasi seseorang
terhadap suatu objek. Wawancara dapat pula dipakai sebagai
cara mengumpulkan data berlandaskan kepada tujuan
penelitian22. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan

21
Muhammad Makbul, “Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian”,
Makalah pasca Sarjana UIN Alaudin Makasar, (April 2021), 16.
22
Imami Nur rachmawati, “Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:
Wawancara”, Keperawatan Indonesia, Vol. 11, No. 1, (Januari 2007), 35.
14

kepada pimpinan pondok pesantren, asatidz, ustaz at, santri,


alumni dan wali santri Pondok Pesantren Modern Ummul
Quro al-Islami secara tidak formal atau tidak menggunakan
pedoman wawancara
c. Penelitian Dokumen
Penelitian Dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, dan buku-buku,
surat kabar, majalah, dan sebagainya23. Dokumentasi yang
tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, foto, dan
sebagainya bisa juga menjadi sumber informasi. Data berupa
dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi
yang terjadi di masa lalu.
4) Analisis Data
Analisis data menurut Sugiyono adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, memilah data yang akan dipelajari lebih dalam, dan
terakhir membuat kesimpulan sehingga data dapat dipahami
dengan mudah. Miles dan Huberman menawarkan pola umum
analisis dengan mengikuti model interaktif sebagai berikut:24
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting yang
sesuai dengan topik penelitian, mencari tema dan polanya,

23
Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, 45.
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2018), 482.
15

pada akhirnya memberikan gambaran yang lebih jelas dan


mempermudah untuk langkah selanjutnya.
b. Penyajian Data
Langkah selanjutnya adalah menyajikan data,
penyajian dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik,
flowchart, dan sejenisnya. Melalui penyajian tersebut maka
data akan lebih terorganisasi dan tersusun dalam pola
hubungan, sehingga mudah untuk dipahami.
c. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat
menjawab rumusan masalah yang sejak awal sudah
dirumuskan, dan kesimpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada, dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek
yang sebelumnya masih belum jelas sehingga diteliti
menjadi jelas.25
5) Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Ummul
Quro al-Islami yang terletak di jl. Moh. Noh Noer Rt/Rw 004/004
Kp. Banyusuci, Desa Leuwimekar, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16640.
Waktu penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni 2022 sampai
15 Agustus 2022.
6) Populasi dan Sampel
Penulis mengambil sampel dari penelitian ini berjumlah 20
orang santri kelas tiga Aliyah, 7 orang alumni, 27 wali santri, 2
ustaz , 3 ustazah, dan pimpinan pesantren.

25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, 247-252.
16

7) Teknik Penulisan
Teknik penulisan pada penelitian ini sesuai dengan “Pedoman
Penulisan Skripsi Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh keputusan
rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

H. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dibagi ke dalam beberapa bab dan sub bab,
sebagai pemetaan pembahasan dengan pembagian sebagai berikut:
BAB I, bagian pertama ini berisi tentang poin-poin yang menjadi
acuan dalam penelitian ini, mencakup beberapa hal seperti: latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penulisan, dan sistematika pembahasan.
BAB II, bagian kedua ini berisi kajian teori tentang diskursus
keistimewaan status al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad Saw.,
mencakup al-Qur’an sebagai habl Allah: penyambung manusia dengan
tuhan, living Qur’an, Tafsir basmalah dan hamdalah, dan kedudukan
istimewa Nabi Muhammad sebagai intermediary agent antara manusia
dengan tuhan. Tujuan dari bab ini adalah untuk menjelaskan tinjauan
umum tentang penelitian yang dilakukan oleh penulis.
BAB III, pada bab ini berisi tentang penjabaran mengenai lokasi
penelitian, yaitu di Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami
Bogor, di dalamnya terdapat data umum pesantren, sejarah pendirian,
data pengajar, sarana dan prasarana, data murid, kegiatan harian
maupun rutinan, dan profil responden yang penulis wawancara.
BAB IV, pada bab ini berisi pemaparan analisis mengenai
pemahaman pimpinan, asatidz dan ustaz at atas praktik pembacaan
ayat-ayat al-Qur’an dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw.,
17

sebagai pembuka doa dalam praktik amalan doa jempol kaki ibu,
praktik pembacaannya di kalangan santri, alumni dan wali santrinya,
manfaat dan efektivitas praktik ini perspektif santri, alumni, dan wali
santri Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami Bogor.
BAB V, bagian ini menjadi bagian penutup yang menjelaskan
jawaban dari permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus
penelitian ini, serta saran-saran dari penulis sebagai pertimbangan
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II

KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN DAN NABI MUAHMMAD SAW,


SERTA PERINTAH UNTUK BERDOA
A. Al-Qur’an Sebagai Habl Allah: Penyambung Manusia dengan
Allah
Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk kemurahan Allah Swt.,
kepada manusia, melaluinya manusia bisa sampai kepada jalan yang
benar, bisa terpenuhi segala kebutuhan-kebutuhan petunjuk di dunia
hingga akhirat, dan melalui al-Qur’an yang merupakan risalah untuk
seluruh alam, seorang hamba atau manusia bisa berkomunikasi dengan
Tuhannya baik dalam bentuk shalat, dzikir, tilawah, maupun doa. Al-
Qur’an dengan segala keutamaan dan keistimewaannya membuat segala
sesuatu yang bersangkutan dengannya menjadi istimewa pula. Seperti,
Nabi Muhammad Saw., sebagai seseorang yang menerima wahyu al-
Qur’an menjadi imam para nabi dan rasul, Bulan Ramadhan yang
diturunkan al-Qur’an pada bulan itu menjadi bulan yang paling mulia di
antara bulan-bulan Islam lainnya, dan Malaikat Jibril yang Allah tugaskan
menyampaikan wahyu menjadi pemimpin di antara para malaikat. Dari
sekian banyak keutamaan status al-Qur’an di tengah umat manusia,
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan menjadikannya pedoman agar bisa
selalu terkoneksi dengan Tuhan merupakan sebuah keharusan, agar bisa
selamat dunia dan akhirat.

1. Perintah Berpegang Teguh dengan Tali Allah


Allah Swt., memerintahkan dalam Qs. Ali Imran/3: 103 agar berpegang
teguh kepada ẖabl Allah. Dalam kitab tafsir milik al-Qurṯubi habl yang
dimaksud adalah sesuatu yang dengannya bisa menyampaikan kepada
sesuatu yang diharapkan dan diinginkan. Di dalam kitab tersebut juga
terdapat pendapat Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa habl yang

18
19

dimaksud pada ayat ini adalah al-Qur’an, dan terdapat sebuah sabda Nabi
Muhammad Saw., yang diriwayatkan oleh Ali dan Abu Said al-Khudri
bahwasannya Rasulullah Saw., bersabda:

‫إِ هن َه َذا ال ُقرآن َحْب ُل هللا‬


“Sesungguhnya al-Qur’an ini merupakan habl Allah”.26

Pendapat ini sejalan dengan pendapatnya Sahl Tustari dalam


muqaddimah kitab tafsirnya yang menyebutkan bahwa,

‫ك بِِه ََنًا‬ ِِ ِ ‫فَال ُقرآن حبل هللاِ ب‬


َ ‫ْي عِبَاده َم ْن َتََ هس‬
َ َْ‫ْي هللا َو ب‬
َ َْ ُ ْ َ
“Al-Qur’an merupakan tali (penghubung) Allah, yang
menghubungkan antara Allah dan hamba-hamba-Nya,
barang siapa berpegang teguh dengannya akan selamat.”27

Yang dimaksud dengan tali (penghubung) Allah adalah “Tidak ada


jalan untuk hamba-hambanya untuk sampai kepada Allah kecuali melalui
tali tersebut (al-Qur’an), memahami apa yang disampaikan di dalamnya,
dan mengamalkannya dengan keikhlasan.”28 Sebagai penguat dari teori
habl Allah miliknya, Tustari mencantumkan sabda Nabi Muhammad Saw.,
tentang keutamaan-keutamaan al-Qur’an, salah satunya:

‫صلهى هللا َعلَْي ِه َو َسله َم فِْي َم‬ ِ َ ‫سأَلْت رس‬:‫اس رضي هللا عنه قال‬
َ ‫ول هللا‬ َُ ُ َ ٍ ‫عن اب ِن عبه‬
‫ فَإِنههُ فِْي ِه نَبَأٌَم ْن َكا َن قَبْ لَ ُكم َو‬,‫اب هللاِ َعهزَو َج هل‬
ِ َ‫ك بِكِت‬ َ ‫(علَْي‬
َ ‫هجاةُ َغ ًدا؟ فقال‬ َ ‫الن‬
‫ بِِه‬,‫ َو َح َك َم َما بَيْ نَ ُكم ِم ْن ِديْنِ ُك ُم اله ِذى تَ ْعبُ ُد ُكم بِِه هللاَ َعهزَو َج هل‬,‫َخ ٌََب َم ْن بَع َد ُكم‬
‫ ُه َو اََمَر هللاُ احلَكِيم َوُه َو‬,ُ‫ضلُّهُ هللا‬ ِ ‫ ومن ي ِرد اهل َدى ِِف َغ ِْيِه ي‬,‫صلُو َن اِ ََل املع ِرفَِة‬ ِ
ُ ْ ُ ُ ْ ََ ْ ْ َ‫ت‬
: ‫وُه َو اله ِذي ََلْ تَنْ تَ ِه اجلِ هن اِذَا ََِس ْعتَهُ أن قالوا‬, ِ ِّ ‫ َوُه َو‬,‫املستَ ِق َيم‬
َ ‫الش َفاءُ النهاف ُع‬ ْ ‫ط‬
ِ
ُ ‫الصَرا‬
ّ
ً ُ‫إِ هَّن ََِس ْعنَا ق‬
‫رآَّن َع َجبًا‬

26
Al-Qurṯubi, al-Jāmi’ Lī Ahkām al-Qur’an, (Kairo: Dār al-Kutub al-
Misriyah, 1964), Juz 4, 158.
27
Sahl al-Tustari, Tafsir al-Qur’an al-Aẕim, (Kairo: Dār al-Kutub Arabiyyah
al-Kabīr, 1911), 4.
28
Sahl al-Tustari, Tafsir al-Qur’an al-Aẕim, 4.
20

Dari Ibnu Abbas Ra berkata, aku bertanya kepada Rasulullah Saw.,


“Dengan apa kami akan selamat esok hari?”, Rasulullah Saw.,
menjawab: “Dengan kitabullah azza wa jalla, sungguh di dalamnya
terdapat berita tentang orang-orang sebelum kalian, dan kabar
orang-orang setelah kalian, dan hukum apa yang ada di antara
kamu dari agamamu, yang dengannya kamu menyembah Allah
azza wa jalla, dengannya kamu mencapai ilmu, dan barangsiapa
yang mencari petunjuk selain itu, Allah akan menyesatkannya. Itu
adalah perintah Allah yang bijaksana dan itu adalah jalan yang
lurus, dan itu adalah penyembuhan yang bermanfaat, dan itulah
yang tidak dihentikan jin ketika mereka mendengarnya mereka
berkata: Kami telah mendengar al-Qur’an yang luar biasa”.29

Kemudian Sahl Tustari berpendapat bahwa seorang hamba itu


harus bergantung kepada tuannya (Allah), kitab-Nya (al-Qur’an) dan
kepada Nabi Muhammad Saw. Karena jika bukan Allah sebagai
penolongnya, lantas siapa yang menolongnya? Dan jika bukan al-Qur’an
dan Nabi Muhammad Saw., yang menjadi pedomannya dan pemberi
syafaat, lantas siapa yang akan memberinya syafaat?. Seperti yang
diketahui Allah merupakan satu-satunya pemberi pertolongan, pemberi
petunjuk, dan pemberi segalanya, sebagai seorang hamba tentu perlu
mengikuti, perlu mengerjakan sesuatu agar bisa sampai kepada petunjuk-
Nya. Dalam hal ini Sahl Tustari dengan teori ẖablnya menyatakan bahwa
dengan mengikuti cahaya al-Qur’an yang telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw., maka, seorang hamba bisa sampai kepada Tuhannya.30
Di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan berpegang teguh dengan “Habl Allah” adalah
berpegang teguh dengan al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan tali yang kuat
dan jalannya merupakan jalan yang lurus. Disebutkan juga pada Kitab

29
Sahl al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an Al-Aẕim, 2.
30
Sahl al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an Al-Aẕim, 2.
21

Tafsir Ibnu Katsir sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al- Ṯabari
bahwasannya Rasulullah Saw., bersabda,

‫آء اِ ََل األَرض‬


ِ ‫ود ِمن ال هسم‬
ِ ِ ‫ هو ح‬,ِ‫ِكِتاب هللا‬
َ َ ‫بل هللا املَْم ُد‬
ُ َ َُ ُ َ
“Kitabullah merupakan tali Allah yang menjulur dari langit ke
bumi.”31

Sebagai “tali” yang menjadi penghubung antara seorang hamba dengan


Tuhannya, tentu al-Qur’an merupakan tali yang sangat kuat, cahaya yang
terang dan menerangi, obat atau penawar yang bermanfaat, kesempurnaan
bagi mereka yang berpegang teguh dengannya, dan keselamatan bagi siapa
saja yang mengikutinya.
Di dalam Kitab Mafātih al-Ghaib terdapat sebuah gambaran
tentang seseorang yang berpegang teguh kepada tali-Nya Allah Swt., di
dalam kitab tersebut digambarkan dengan seseorang yang berjalan di suatu
jalan yang sempit dan licin, orang tersebut tentu akan merasa takut kedua
kakinya akan tergelincir. Jika orang tersebut mau berpegangan ke tali yang
terikat kuat di kedua sisi jalan tersebut maka ia akan merasa aman dan
tidak takut tergelincir lagi. Maka seperti itu pula gambaran orang-orang
yang mau berpegang teguh dengan habl Allah, akan merasa aman dan jauh
dari rasa khawatir. Sedangkan yang dimaksud dengan tali adalah segala
sesuatu yang bisa membawa menuju kebenaran di jalan agama, yaitu al-
Qur’an.32

31
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Aẕīm, Juz 2 (Beirut: Dār Ṯayyibah li Nasyr
wa al-Tauzi’,1999) 89.
32
Abu Abd Allah Muhammad al-Razi, Mafātih Al-Ghaib, Juz 8, (Beirut: Dār
Ihya al-Turots al-Arabi, 1420 H), 311.
22

2. Fungsi-fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan bentuk paling sempurna dari kitab-kitab samawi
dan ardi yang ada.33 Isi yang terkandung di dalamnya tidak usang dimakan
waktu, tidak terbelakang dimakan zaman, tidak tergantikan dengan
penemuan-penemuan setelahnya, dan tidak tertinggal dengan
perkembangan-perkembangan yang ada di sekelilingnya. al-Qur’an justru
eksis di tengah perubahan dan perkembangan yang ada, ajaran-ajaran yang
terkandung di dalam al-Qur’an selalu relevan di segala waktu dan tempat
“salih li kulli zaman wa makān”, meskipun jarak antara turunnya al-
Qur’an dengan masa kini sudah sangat jauh, keotentikan isi maupun ajaran
al-Qur’an tentu tidak perlu diragukan lagi, karena Allah Swt., sendiri yang
telah menjamin keaslian dan pemeliharaannya, sebagaimana dalam
firman-Nya Qs. Al-Hijr/15: 9.34
Sebagai kitab suci tentunya al-Qur’an menjadi sebuah pedoman bagi
umat muslim, dan juga menjadi sebuah petunjuk, bukan hanya kepada
umat muslim saja, tetapi juga kepada seluruh manusia. Al-Qur’an
menunjukkan jalan kebenaran, dan memberikan rambu-rambu peringatan
pada segala perbuatan yang hendak manusia lakukan, sehingga mereka
bisa membedakan perbuatan mana yang mengandung kebaikan dan
perbuatan mana yang membawa keburukan. Pernyataan ayat-ayatnya
begitu jelas dan menyentuh setiap pembacanya. Pesan yang disampaikan
memberikan pengaruh besar kepada orang-orang yang memfungsikan
akalnya, sehingga mereka mampu mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada
di dalamnya, kemudian mereka mampu merubah kehidupan ke arah yang

33
Zakiyal Fikri, Aneka Keistimewaan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2019), 2.
34
Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2014), 7.
23

lebih baik.35 Hal itu sejalan dengan fungsi-fungsi al-Qur’an yang


disebutkan di dalam Qs. Al-Baqarah/2: 185, yakni sebagai al-bayān
(penjelas), al-hudā (petunjuk), dan al-furqān (pembeda).
Di dalam ayat-ayat al-Qur’an juga banyak mengandung nasihat-
nasihat (mauiẕah) yang bisa dijadikan sebuah pelajaran untuk orang-orang
yang bertakwa dalam berkehidupan, sebagaimana dalam firman-Nya Qs.
Ali Imran/3: 138. Selain menjadi sebuah nasihat, ayat al-Qur’an juga bisa
berfungsi sebagai syifa (obat). Beberapa ayat di dalam al-Qur’an memiliki
keistimewaan sebagai obat penawar, karena keagungan ayatnya dan
banyaknya khasiat yang tersirat di dalamnya membuat ayat tersebut bisa
mengobati sesuatu yang sakit.36 Biasanya ayat-ayat al-Qur’an pilihan
tersebut dibacakan dengan metode ruqyah, atau dengan metode lainnya
yang dipercaya bisa menjadi wasilah datangnya rahmat Allah Swt., dalam
bentuk kesembuhan pada penyakit tersebut. Fungsi al-Qur’an tersebut
sesuai dengan firman Allah dalam Qs. Al- Isra/17: 82.

B. Perintah Berdoa
Doa merupakan suatu aktivitas yang sangat dekat dengan kehidupan
manusia. Melalui berdoa manusia mencurahkan segala harapannya kepada
Tuhan yang merupakan pemilik kekuasaan tertinggi. Doa secara lisan dan
hati merupakan ucapan lisan dan getaran hati berupa pujian kepada Allah
Swt., dan berupa permohonan segala hajat. Berdoa juga adalah pekerjaan
hati, lisan, dan raga dalam beribadah kepada Allah Swt., atau bisa dibilang
juga interaksi transendental antara makhluk dengan sang Khalik untuk
memperoleh suatu yang bermanfaat dan menghindari suatu yang

35
Muhammad Fethullah Gulen, Adhwā Qur’aniyyah fī Samā’i al-Wijdān, terj.
Ismail Ba’adillah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2000), 6.
36
Agus Salim Syukran, “Fungsi al-Qur’an Bagi Manusia”, al-I’jaz Vol. 1 No.
2, (Juni 2019), 94-96.
24

berbahaya.37 Allah Swt., banyak menerangkan perintah untuk berdoa


dalam firman-Nya, salah satunya yaitu di dalam Qs. Ghafir/ 40: 60

ْ َّ ُ َ َ ُ
َ‫َو َق َال َر ُّبك ُم ْاد ُع ْون ْي ا ْس َتج ْب لك ْمِّۗاَّن الذيْ َن يَ ْس َتكب ُر ْو َن َع ْن ع َب َادت ْي َس َي ْد ُخ ُل ْو َن َج َهَّنم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْٓ ِ
َ
َ ࣖ ‫اخ ِر ْي َن‬
٦٠ ِ ‫د‬

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.”
Di dalam Kitab Tafsir al-Qur’an al-Aẕim karya Ibnu Katsir
disebutkan sebuah riwayat dari Nu’man bin Basyir bahwasannya
َ ُّ‫“ ُ ِإ َّن الد‬sesungguhnya berdoa adalah
Rasulullah Saw., bersabda ‫عا َء ھ َُو ال ِع َبادَة‬
ibadah”, kemudian beliau membaca Qs. Ghafir/40: 60. Di dalam kitab
tersebut juga disebutkan bahwasannya orang yang paling mencintai Allah
Swt, adalah yang paling banyak memohon kepada-Nya. Kemudian
terdapat sebuah riwayat dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah Saw.,

bersabda ‫َعلَْيه‬ ‫ب‬ ِ


َ ‫وجل َغض‬
ّ ‫عز‬ّ َ‫“ ِ َم ْن ََلْ يَ ْدعُ هللا‬barang siapa tidak berdoa kepada
Allah, maka Allah akan marah kepada-Nya”.38 Ancaman berat akan
datang kepada orang-orang yang tidak mau dan bahkan meninggalkan
berdoa kepada Allah karena sombong.

Perintah untuk berdoa juga terdapat pada firman Allah Swt, Qs. al-
Baqarah/ 2: 186

Syukriadi Sambas & Tata Sukayat, “Quantum Doa”, ( Jakarta: Penerbit


37

Hikmah, 2003), 4.
38
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Aẕīm, Juz 7 (Beirut: Dār Ṯayyibah li Nasyr
wa al-Tauzi’,1999) 153.
25

ْ َ ََْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ ‫ك ع َباد ْي َعن ْي َفان ْي َقر‬َ ََ َ َ َ


‫انِۙ فلي ْست ِجي ُب ْوا ِل ْي‬
ِ ‫ع‬‫د‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ‫ا‬ِ ‫اع‬
ِ ‫الد‬ ‫ة‬ ‫و‬‫ع‬ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ي‬‫ج‬ِ ‫ا‬ ِّۗ
‫ب‬ ‫ي‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫واِ ذا سال‬
َ ُ ُ َّ َ َ ُ ْ ْ
َ ‫َول ُيؤ ِمن ْوا ِب ْي لعل ُه ْم َي ْرشد ْون‬
١٨٦

“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,


maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Dari kedua ayat di atas, dapat dilihat bahwa doa memiliki arti yang
sangat penting, karena doa merupakan perintah Allah, dan dalam hal ini
Allah Swt., membuka diri-Nya kepada siapa saja yang mau menghubungi
dan terhubung dengan-Nya melalui berdoa. Melalui berdoa juga berarti
sudah mengakui keagungan Allah satu-satunya tempat meminta dikala
sulit maupun senang. Dari kedua ayat tersebut juga bisa dilihat bahwa doa
bisa menjadi petunjuk dan bisa juga menjadi ancaman bagi setiap orang
yang tidak melakukannya, sebab jika ada seseorang yang tidak mau berdoa
berarti sama saja ia telah sombong dan tidak mempercayai keagungan
Allah Swt.39

Perintah berdoa datangnya dari Allah Swt yang tertuang di dalam


firman-firman-Nya, adapun adab atau tata cara dalam berdoa dijelaskan
langsung oleh Nabi Muhammad Saw., salah satunya dalam sebuah riwayat
hadis yang berbunyi,

‫اَّلل صلّى هللا عليه وسلّم‬ ‫ول ه‬ ُ ‫ ( ََِس َع َر ُس‬: ‫ال‬ َ َ‫ضالَةَ بْ ِن عُبَ ْي ٍد رضي هللا عنه ق‬ َ َ‫َو َع ْن ف‬
‫ال‬
َ ‫هب صلّى هللا عليه وسلّم فَ َق‬ ِّ ِ‫ص ّل َعلَى الن‬ ‫ص َالتِِه ََلْ ََْي َم ِد ه‬
ِ َ ُ‫اَّلل َوََلْ ي‬ َ ‫َر ُجالً يَ ْدعُو ِِف‬
‫يد َربِِّه َوالثهنَ ِاء‬
ِ ‫ " إِذَا صلهى أَح ُد ُكم فَلْي ب َدأْ بِتح ِم‬: ‫ال‬
ْ َ َْ ْ َ َ َ ‫ " َع ِج َل َه َذا " ثُه َد َعاهُ فَ َق‬:
‫هب صلّى هللا عليه وسلّم ثُه يَ ْدعُو ِِبَا َشاء‬ ِ ‫َعلَي ِه ثُه ي‬
ِّ ِ‫صلّي َعلَى الن‬ َُ َْ
39
Umar Abdur Rahim, Doa Sebagai Komunikasi Transendental Dalam
Perspektif Komunikasi Islam, Idarotuna, Vol.2 No. 1, (Oktober 2019), 51.
26

Fadolah Ibnu Ubaidah Ra., berkata: Rasulullah Saw., pernah


mendengar seseorang berdo'a dalam sholatnya dengan tidak
memuji Allah dan tidak membaca sholawat Nabi Saw., maka
bersabdalah beliau: "Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau
memanggilnya seraya bersabda: "Apabila seseorang di antara
kamu sholat maka hendaknya ia memulai dengan memuji
Tuhannya dan menyanjung-Nya kemudian membaca sholawat
Nabi Saw., lalu berdoa dengan do'a yang dikehendakinya".40
Dari hadis di atas Rasulullah Saw., menjelaskan bahwa ketika
hendak berdoa jangan tergesa-gesa, mulailah dengan memuji Allah Swt.,
dengan segala keagungan dan karunia-Nya, kemudian dilanjut dengan
bersalawat kepada kekasih-Nya yaitu baginda Nabi Muhammad Saw.,
barulah berdoa sesuai yang dikehendaki, kemudian ditutup dengan salawat
dan memuji-Nya kembali. Selain dengan etika atau adab berdoa, ketika
ingin berdoa pun harus disertai dengan hati yang penuh harap, tidak mudah
putus asa, sebab ketika sudah berdoa artinya sudah menyerahkan segala
keinginan yang telah diusahakan kepada Allah Swt.
Adapun pengabulan doa merupakan hak murni Allah Swt., yang
maha mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk untuk hamba-
hamba-Nya, dan tidak ada pertolongan Allah yang datang tidak tepat pada
waktunya. Di dalam Kitab Fathul Bāri Ibnu al- Jauzi berkata:
“ketahuilah bahwa doa orang mukmin tidak mungkin ditolak, boleh
jadi ditunda pengabulannya lebih baik, atau digantikan sesuatu yang
lebih maslahat dari yang diminta baik di dunia, maupun di akhirat.
Sebaiknya seorang hamba tidak meninggalkan berdoa kepada
Rabbnya sebab doa adalah ibadah, yaitu ibadah penyerahan dan
ketundukan kepada Allah Swt.”41

40
Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab Shalat, Bab Witir, Juz 2 (Kairo: Dar al-
Muhaddist, 2013), 1481.
41
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul Bāri, (Kairo: Dār al-Kutub al-
‘Alamiyyah, 1998), Jilid 11, 98.
27

C. Living Qur’an
Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia, setiap muslim
bukan hanya harus membacanya, tetapi juga memahami dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Model “pembacaan”
masyarakat muslim dalam ruang sosial tergolong sangat dinamis dan
variatif, yang mana model-model “pembacaan” itu akan mempengaruhi
cara berpikir, dan tingkah laku kehidupan mereka.42 Berbagai macam cara
“pembacaan” itu menjadi respon sosial tersendiri yang membuat hidup dan
menghidupkan al-Qur’an di tengah masyarakat muslim, dan menjadi awal
dari fenomena Qur’an in everyday life atau disebut juga dengan living the
Qur’an. Living Qur’an merupakan sebuah pendekatan baru dalam studi al-
Qur’an yang fokus kajiannya pada peristiwa sosial agama yang terkait
dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an di sebuah
komunitas muslim tertentu.43 Living Qur’an juga bisa dikatakan sebagai
kajian seputar al-Qur’an yang tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya,
melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan
kehadiran al-Qur’an dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa
tertentu pula.44
Pada kajian living Qur’an ini terdapat empat bagian wilayah
penelitiannya, yaitu:
1. Aspek Oral/pembacaan
Pada bagian ini biasanya berupa sekelompok masyarakat yang
rutin membacakan ayat-ayat al-Qur’an dengan tujuan-tujuan

42
Dewi Murni, “Paradigma Umat Beragama Tentang Living Qur’an
(Menautkan antara Teks dan Tradisi Masyarakat)”, Syahadah Vol. IV, No.2, (Juni
2016), 74.
43
Afriadi Putra dan Muhammad Yasir, “Kajian Al-Qur’an Di Indonesia (Dari
Studi Teks Ke Living Qur’an)”, Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid,
Vol.21, No. 2, (Januari 2018), 5.
44
Sahiron Syamsudin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
(Yogyakarta: Teras, 2007), 39.
28

tertentu. Seperti, pembacaan surat Yasin pada malam jum’at,


atau pembacaan surat al-Mulk sebelum maghrib, atau bisa juga
berupa ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca berkala sebagai zikir
harian, dan sebagainya.
2. Aspek Aural/pendengaran
Dalam hal ini biasanya seseorang mendengarkan lantunan al-
Qur’an untuk mendapatkan ketenangan tersendiri, atau
sebagai bentuk penghayatan terhadap bacaan-bacaan al-
Qur’an tersebut.
3. Tulisan
Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh seseorang dengan
tulisan yang khas bisa menjadi suatu karya seni tersendiri yang
dikenal dengan kaligrafi, biasanya mereka memajang tulisan-
tulisan tersebut di dinding rumah atau tempat-tempat tertentu.
Tetapi dalam hal ini tulisan tersebut bisa juga sebagai jimat
oleh sebagian orang yang digunakan untuk suatu tujuan.
4. Sikap/adab
Seluruh umat muslim tentu sangat mensakralkan mushaf al-
Qur’an, tetapi ada juga sebagian kelompok yang memiliki cara
tersendiri dalam berlaku kepada al-Qur’an. Seperti, cara
membawa, menyimpan, membaca, dan lain sebagainya.45

D. Tafsir Basmalah dan Hamdalah


Al-Qur’an yang terdiri dari ribuan ayat memiliki satu asas, yang
dalam sebuah riwayat di dalam Kitab Tafsir al-Fatihah milik Ibnu Rajab
disebutkan bahwa:

45
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif
Antropologi”, Walisongo Vol. 20 No. 1 , (Februari 2012), 253.
29

ِ ُ ‫ابن عباس ر ِضي هللا عنه ي ُق‬


‫اس ال ُقرآن‬ ٌ ‫ول ل ُك ِّل َشي ٍئ اَ َس‬
ُ ‫اس و اَ َس‬ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ
‫اس ال َفاِتَة بِ ْس ِم هللا الهر ْْحَ ِن الهرحيم‬ ِ
ُ ‫ِال َفاِتَةُ و اَ َس‬
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Segala sesuatu ada
asasnya, asasnya al-Quran adalah al-Fatihah. Asasnya al-Fatihah
adalah Bismi Allah al-Rahmān al-Rahīm".46

Kedudukan ini ditinjau dari tinjauan maknawi. Sebagai asas,


basmalah adalah asal dari seluruh ayat al-Qur’an. Selain menjadi asas al-
Qur’an, basmalah juga memiliki keutamaan lain seperti, do’a yang diawali
basmalah tidak akan ditolak, apapun yang dibacakan basmalah pasti akan
diberkahi, dan basmalah merupakan inti al-Qur’an. Para ulama juga
meriwayatkan bahwa seluruh kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
maknanya terkumpul dalam tiga puluh juz al-Qur’an. Tiga puluh juz al-
Qur’an maknanya terkumpul dalam tujuh ayat surat al-Fatihah. Dan tujuh
ayat al-Fatihah berkumpul pada sembilan belas huruf basmalah.47
Sahl Tustari dalam kitab tafsirnya menafsirkan bismillah dengan
beberapa simbol seperti, lafaz ba dalam basmalah sebagai bahāullah
(keramahtamahan Allah), sin dengan sanāullah (kemuliaan Allah), dan
mim dengan majdullah (kemuliaan Allah).48 Ulama lain yang melakukan
penafsiran dengan cara yang sama, salah satunya adalah al-Rāzi. Dalam
kitab tafsirnya, al-Rāzi menjelaskan bahwa ba dipahami dengan al-bārr
(kebaikan), sin dipahami dengan samī’un (yang maha mendengar), dan
mim dipahami dengan mulkuh (kerajaan dan miliknya). Al-Rāzi juga
berpendapat bahwa dalam kata basmalah mengandung tiga pokok nama
Allah, yaitu Allah, al Rahmān dan al-Rahīm. Tiga pokok itu, yang pertama

46
Ibnu Rajab al-Hambali, Tafsir Al-Fātihah, (Beirut: Dār al-Muhadits Li Nasyr
wa al-Tauzi’, 2006), Juz 1, 33.
47
Muhammad Yajid Kalam, Basmalah Kalimat Suci Penghubung ‘Abdi dan
Rabbul ‘Izzati, 15.
48
Sahl al-Tustari, Tafsir al-Qur’an al-Aẕim, 6-7.
30

adalah Allah menampakkan diri-Nya dalam perbuatan dan tanda-tanda-


Nya, kedua, Allah menampakan diri-Nya dengan segala sifat-Nya, dan
yang ketiga Allah menampakkan diri dengan dzat-Nya.49 Al-Qusyairi
menafsirkan basmalah sebagai tabarruk (mengharap berkah), dan huruf ba
yang terdapat pada lafaz basmalah bukanlah bentuk qosam, karena
setelahnya diikuti oleh lafaz ism.50 Dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa
hendaknya memulai segala sesuatu dengan basmalah, karena di dalam
basmalah disebutkan nama penguasa tertinggi, yaitu Allah Swt.51 Sejalan
dengan itu dalam kitab al-Rāzi disebutkan bahwa di dalam surat al-Fatihah
terdapat dua kata yang bersandar kepada ism Allah, yaitu, bismillah dan
alhamdulillah. Bismillah untuk permulaan suatu urusan, dan alhamdulillah
untuk penutup suatu urusan. Karena ketika membaca bismillah maka akan
mendatangkan rahmat, dan ketika membaca alhamdulillah akan
mendatangkan rahmat yang lainnya.52
Lafaz basmalah yang menjadi simbol pembukaan atau permulaan
suatu kegiatan, tentu tidak bisa lepas dari peran lafaz hamdalah yang
menjadi simbol selesainya suatu kegiatan atau sebagai bentuk syukur atas
segala sesuatu yang telah Allah berikan. Basmalah dengan segudang
manfaat dan keutamaannya, bisa dilengkapi atau disempurnakan dengan
lafaz hamdalah yang juga memiliki segudang manfaat dan makna
mendalam dari lafaznya. Sahl Tustari menafsirkan lafaz hamdalah atau Qs.
al-Fatihah ayat dua ini dengan pemahaman bahwa, lafaz al-hamd
bermakna bersyukur kepada Allah, bersyukur yang dimaksud adalah
ketaatan kepada-Nya, dan taat kepada Allah merupakan bentuk dari

49
Abu Abd Allah Muhammad Al-Razi, Mafātih Al-Ghaib, Juz 1, 22-23.
50
Abu al-Qasim Abdul Karim Al-Qusyairi, Latāif Al-Isyarāt, (Beirut: Dār Al-
Kutub Ilmiyah, 2007), Juz 1, 11.
51
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982), Juz 1, 89.
52
Abu Abd Allah Muhammad Al-Rāzi, Mafātih Al-Ghaib, 293.
31

pertolongan dari-Nya, tidak akan datang pertolongan dari-Nya kecuali


dengan meng-Esakan Allah Swt.53 Sebagaimana dalam firman Allah Qs.
al-Maidah/5: 55
ُ َ ٰ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ٰ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َّ ُ َ ٰ َ ْ َّ َ ٗ ُ ْ ُ َ َ ُ ‫َّ َ َ ُّ ُ ُ ه‬
‫الزكوة َوه ْم‬ ‫ِانما ولِ يكم اّٰلل ورسوله وال ِذين امنوا ال ِذين ي ِقيمون الصلوة ويؤتون‬
َ ُ
٥٥ ‫ٰر ِكع ْون‬
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan
orang-orang beriman yang melaksanakan shalat dan menunaikan
zakat, seraya tunduk (kepada Allah)”.

Menurut al-Rāzi lafaz al-ẖamd lebih tinggi dari lafaz al-syukr dan
al-madẖ, sebab karena setiap kenikmatan disandarkan kepada Allah dan
akan sampai kepada Allah. Lafaz al-ẖamd juga merupakan bentuk
aktivitas hati seorang hamba kepada Tuhannya atas segala pemberian yang
tiada batas, sedangkan al-syukr ada batasnya pada seorang hamba.
Sehingga alẖamdulillāhi rabbil ‘ālamīn menunjukan adanya Allah yang
maha memberi segala sesuatu yang ada di alam ini.54 Dalam pandangan
tasawuf juga tahmid memiliki makna lebih dalam dari syukur. Syukur
masih dikaitkan dengan perhitungan dan penilaian, sedangkan tahmid
sudah terbebas dari segala perhitungan, atau bisa dibilang tanpa batas, dan
tahmid juga identik dengan penyerahan diri secara total kepada Allah
Swt.55 Jika dicermati, surat pertama dari al-Qur’an, yakni al-Fatihah,
diawali dengan tahmid setelah basmalah. Dari hal tersebut menunjukan
bahwa lafaz tahmid atau al-ẖamd lillāhi rabbi al-‘ālamīn memiliki
keutamaan yang sangat penting. Ketika sudah diucapkan kalimat tersebut
artinya tidak ada lagi kesombongan yang bisa ditampakkan, karena segala

53
Sahl al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an Al-Aẕim, 23.
54
Abu Abdullah Muhammad Al-Razi, Mafatih Al-Ghaib, 23.
55
Nasaruddin Umar, Shalat Sufistik, (Jakarta: Alifia Books, 2019), 172.
32

sesuatu sudah dikembalikan atau disandarkan kepada Allah, Tuhan


semesta alam.
Keutamaan-keutamaan yang dimiliki lafaz tahmid ini diperkuat
dengan sebuah riwayat hadis yang menjelaskan bahwa hendaknya ketika
seseorang ingin berdoa maka, awali lah dengan memuji Allah. Adapun
hadis tersebut berbunyi:

‫اَّلل صلّى هللا‬ ‫ول ه‬ ُ ‫ ( ََِس َع َر ُس‬: ‫ال‬ َ َ‫ضالَةَ بْ ِن عُبَ ْي ٍد رضي هللا عنه ق‬ َ َ‫عليه َو َع ْن ف‬
‫هب صلّى هللا عليه‬ ‫ص َالتِِه ََلْ ََْي َم ِد ه‬
ِ َ ُ‫اَّلل َوََلْ ي‬
ِّ ِ‫ص ّل َعلَى الن‬ َ ‫وسلّم َر ُجالً يَ ْدعُو ِِف‬
َ ‫صلهى أ‬
ْ‫َح ُد ُك ْم فَ ْليَ ْب َدأ‬ َ ‫ " إِذَا‬: ‫ال‬ َ ‫ " َع ِج َل َه َذا " ثُه َد َعاهُ فَ َق‬: ‫ال‬ َ ‫وسلّم فَ َق‬
‫هب صلّى هللا عليه وسلّم ثُه يَ ْدعُو ِِبَا‬ ِ ‫يد ربِِه والثهن ِاء علَي ِه ثُه ي‬ِ ِ
ِّ ِ‫صلّي َعلَى الن‬ َ ُ ْ َ َ َ َّ ‫بِتَ ْحم‬
‫َشاء‬
Fadolah Ibnu Ubaidah Ra., berkata: Rasulullah Saw., pernah
mendengar seseorang berdo'a dalam sholatnya dengan tidak
memuji Allah dan tidak membaca sholawat Nabi Saw., maka
bersabdalah beliau: "Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau
memanggilnya seraya bersabda: "Apabila seseorang di antara
kamu sholat maka hendaknya ia memulai dengan memuji
Tuhannya dan menyanjung-Nya kemudian membaca sholawat
Nabi Saw., lalu berdoa dengan do'a yang dikehendakinya".56

E. Kedudukan Istimewa Nabi Muhammad Saw,.


Al-Qur’an dengan segala keutamaan dan keunggulannya tentu tidak
bisa lepas dari sosok Nabi Muhammad Saw., yang Allah persiapkan secara
bertahap untuk menerima wahyu ini. Ketika beliau memasuki usia yang
cukup matang, perasaan bimbang dalam melihat berbagai kejadian,
fenomena, dan hal lainnya yang turut menjadi bagian persiapan
kematangan jiwa Nabi Muhammad Saw., untuk pertama kalinya bertemu
Malaikat Jibril dan menerima wahyu pertamanya di Gua Hira.

56
Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab Shalat, Bab Witir, Juz 2 (Kairo: Dar al-
Muhaddist, 2013), No. 1481.
33

Kematangan jiwa Nabi Muhammad Saw., bukan hanya dimulai ketika


beliau memasuki usia dewasa, melainkan juga dari beliau kecil. Kejadian-
kejadian tidak biasa dan keistimewaan-keistimewaan Nabi Muhammad
bahkan sudah terlihat sejak beliau lahir.57 Dengan segala kesiapan yang
beliau miliki, beliau mampu melewati waktu yang cukup panjang dan
berbagai peristiwa untuk menyebarkan, mengajak, dan mengajarkan
wahyu yang tiada tandingannya hingga akhir sejarah kenabian.
Keistimewaan Nabi Muhammad Saw., tercermin pada Qs. Al-
Ahzab/33: 56

ً َ َ َ ُّ َ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ َّ َ َ َ ُّ َ ٗ َ َ ٰۤ َ ‫إاَّن ه‬
٥٦ ‫اّٰلل َو َملىِٕكته ُيصل ْون على النبيِّۗ يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا صل ْوا عل ْيهِ َو َس ِل ُم ْوا ت ْس ِل ْيما‬ ِ
ِِ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawat lah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Dari ayat di atas bisa dilihat terdapat tiga pelaku salawat , yaitu
Allah Swt., malaikat, dan manusia. Masing-masing memiliki makna
tersendiri. Dalam ayat ini Allah bermaksud ingin memuliakan Nabi
Muhammad Saw., dan menggambarkan kema’suman Nabi. Sehingga
salawat ini bisa diartikan sebagai rahmat dan riḏa-Nya kepada sang
kekasih.58 Mengutip perkataan Ibnu Abbas di dalam Kitab Afdhalu al-
Salawat ala Sayyidi al-Sadāt, bahwa ketika Allah bersalawat kepada Nabi
Saw., pada ayat tersebut, merupakan bentuk kasih dan sayang-Nya Allah
kepada Nabi, yang mana dari kasih sayang ini lahirlah petunjuk untuk Nabi
Muhammad Saw. Setelah Allah Swt., ada juga malaikat yang bersalawat
kepada Nabi Muhammad Saw. Salawat ini berupa permohonan ampun
dan doa dalam segala hal, termasuk dalam hal perantara yang

57
Yusron Masduki, “Sejarah Turunnya Al-Qur’an”, 42.
58
Al-Qurtubi, Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’an, Juz. 7, 523.
34

menghubungkan antara al-Qur’an, Allah Swt., dan hamba-hamba-Nya.


Terakhir salawat nya orang-orang beriman kepada Nabi Muhammad Saw.,
bisa berupa bentuk rasa syukur kepada Nabi Muhammad yang telah
menjadi perantara ilmu-ilmu Allah, sehingga berubahlah dari zaman
jahiliyah menuju zaman mahiriyah. Salawat seorang yang beriman juga
bisa berupa doa keselamatan dan rahmat untuk di dunia dan akhirat. Sebab,
Nabi Muhammad merupakan seseorang yang “dekat” dan dicintai oleh
Allah, juga diberikan kuasa oleh-Nya untuk memberi syafaat di hari akhir
kelak.59

Sahl Tustari menyebutkan dalam muqaddimah kitabnya bahwa


Allah Swt., menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw.,
kemudian Ia jadikan hati Nabi Muhammad sumber tauhid, yang mana
ketika datang kepadannya al-ruh al-amin (Jibril) cukuplah penyampaian
dan penjelasan tentang apa yang diturunkan kepadanya untuk disampaikan
kepada umatnya. Allah juga menjadikan shadr (dada) Nabi Muhammad
sebagai sumber cahaya, yang mana dari cahaya itulah cahaya al-Qur’an
muncul, dan dari cahaya itu pula cahaya-cahaya lainnya bermunculan.
Dalam muqaddimah kitab ini pula dijelaskan bahwa Nabi Muhammad
Saw., memiliki peran yang sama pentingnya dengan al-Qur’an terhadap
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga bisa sampailah
cahaya-cahaya petunjuk Allah Swt., kepada hamba-hambanya.60
Keistimewaan Nabi Muhammad Saw., bukan hanya dibuktikan
dengan adanya ayat yang menganjurkan bersalawat kepadanya, tetapi juga
banyak riwayat-riwayat sabda Nabi Saw., yang menunjukan keistimewaan
beliau dalam hal lainnya. Seperti pada sebuah hadis yang menerangkan

59
Ismail al-Nabhani, Afdhalu al-Shalawat ala Sayyidi al-Sadāt, (Beirut: Dār
al-Kutub al-Alamiyah, 2001), 6-8.
60
Sahl al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an Al-Aẕim, 3-4.
35

pentingnya membaca salawat kepada Nabi Muhammad Saw., ketika


berdoa, yang berbunyi:
ِ ‫يد ربِِه والثهن ِاء علَي ِه ثُه ي‬
ِ ِ
َ ُ ْ َ َ َ َّ ‫َح ُد ُك ْم فَلْيَ ْب َدأْ بِتَ ْحم‬
ِّ ِ‫صلّي َعلَى اَلن‬
‫هب‬ َ ‫إِذَا‬
َ ‫صلهى أ‬
‫َصلى هللا عليه وسلم ثُه يَ ْدعُو ِِبَا َشاء‬
"Apabila seseorang di antara kamu sholat maka hendaknya ia
memulai dengan memuji Tuhannya dan menyanjung-Nya
kemudian membaca sholawat Nabi Saw., lalu berdoa dengan do'a
yang dikehendakinya".61
Terkait pendapat Sahl Tustari tentang Allah menjadikan dada Nabi
Muhammad sebagai Nur (cahaya) yang berasal dari diri-Nya dan menjadi
permulaan segala cahaya, mendapat dukungan dan respon baik dari ulama-
ulama lain. Al-Qur’an disebut Nur karena mengandung petunjuk-petunjuk
Allah, dan Nabi Muhammad disebut Nur karena pembawa petunjuk-
petunjuk tersebut hingga sampai kepada umatnya. Nur Muhammad sering
dikaitkan dengan beberapa istilah, seperti al-Qalam al-A’ala (pena
tertinggi), al-A’ala al-Awalul (akal utama), insan kamil dan lainnya, yang
secara umum berarti makhluk Allah yang paling tinggi, mulia, pertama,
dan utama. Beragamnya penafsiran Nur Muhammad ini lahir dari
penafsiran ulama terkait Qs. An-Nur/24: 35. Menurut Sahl Tustari, cahaya
al-Qur’an diibaratkan seperti sebuah lampu yang menerangi pengetahuan,
sumbunya adalah kewajiban agama, minyaknya adalah keikhlasan, dan
cahayanya adalah cahaya pencapaian spiritual. Ketika keikhlasan itu
bertambah maka bertambah pula cahayanya, dan dari Nur Muhammad itu
Allah menciptakan segala sesuatu.62
Salawat merupakan rahmat yang paling sempurna dari Allah untuk
kekasih-Nya, tidak diciptakan salawat selain untuk baginda Nabi

61
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillati Al-Ahkam, 150.
62
Muhammad Roni, Konsep Nur Muhammad: Studi Penafsiran Surat An-Nur:
35, Al-Kauniyah Vol.2 No.1, (Juli 2021), 90-95.
36

Muhammad Saw., dan salawat juga merupakan satu-satunya ibadah yang


Allah Swt., pun turut melakukannya. Salawat itu sendiri ada yang
hukumnya wajib, ada pula yang hukumnya sunnah. Salawat menjadi
wajib ketika bertahiyat dalam shalat, dan ketika melaksanakan shalat
jenazah. Sedangkan yang sunah bisa dilakukan kapanpun dan di manapun,
asalkan dengan niat ikhlas mengharapkan ridha dan rahmat-Nya.63
Kedudukan al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw., yang sama
pentingnya membuat mereka terpaut satu sama lainnya dan menjadi
penghubung atau perantara antara seoarang hamba dengan Tuhannya, juga
memberikan dan membawakan petunjuk kepada jalan yang benar.
Sebagaimana sebuah hadis di atas yang menganjurkan seseorang ketika
hendak berdoa, selain memuji Tuhannya ia juga harus bersalawat kepada
Nabi Muhammad Saw. Hal itu semakin menunjukan pentingnya eksistensi
al-Qur’an dan Nabi Muhammad di kehidupan sehari-hari. Bukan hanya
dalam hal pembacaan teks al-Qur’an saja, tetapi juga pada hal praktiknya.

63
Abdullah as-Segaf & Indriya, Mukjizat Shalawat, (Jakarta: Qultum Media,
2009), 9.
BAB III

PROFIL PESANTREN MODERN UMMUL QURO AL-ISLAMI


A. Gambaran Umum Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami
1. Sejarah Berdirinya
KH. Helmy Abdul Mubin selaku pendiri pondok pesantren ini
memberi nama Ummul Quro yang diambil dari julukan kota Mekkah di
Saudi Arabia. KH. Helmy memberikan nama tersebut dengan maksud
untuk tabarrukan (mengambil keberkahan) dari kota suci Mekkah yang
selalu dikunjungi oleh umat muslim dari segala penjuru dunia. Kata al-
Islami digunakan sebagai suatu tanda bahwa ini merupakan lembaga
pendidikan Islam.
Bertepatan dengan 1 Muharram 1413 H atau 21 Juli 1993 M, pondok
pesantren ini mulai resmi didirikan, ditandai dengan peletakan batu
pertama oleh Rois PCNU Kabupaten Bogor, KH. Mukhtar Royani dan
dihadiri oleh tamu undangan. Pada tanggal 10 Juli 1994 resmi beroprasi
sebagai sebuah lembaga pendidikan, dakwah, dan pengabdian masyarakat
dengan sistem pendidikannya asrama (boarding).64
KH. Helmy yang merupakan pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren
Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) ini bertekad menjadikan pesantren
bernuansa islami, humanis, dan komprehensif dengan mengutamakan
nilai-nilai luhur budaya bangsa. Sehingga bisa lahir generasi-generasi
tangguh yang menjunjung tinggi kalimat Allah, memegang teguh
kebenaran, keadilan, kebangsaan, serta mengedepankan akhlak mulia, dan
unggul dalam prestasi, keilmuan, kepemimpinan, dan kemandirian.

64
Penelitian Dokumen Milik Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-
Islami, 1 Agustus 2022.

37
38

Pondok pesantren yang diberi nama Ummul Quro Al-Islami ini


terletak di daerah Banyusuci, Leuwimekar, Leuwiliang, Bogor. Kyai
Helmy sendiri bukanlah penduduk asli daerah bogor, beliau lahir di
Madura, 23 Maret 1956. Menempuh pendidikan sekolah dasar di daerah
Prenduan Madura, kemudian melanjutkan belajarnya di Pondok Pesantren
Darussalam Gontor, Jawa Timur. Selepas enam tahun belajar di sana,
beliau sempat mengabdi di Darussalam Gontor dan juga di Pondok
Pesantren Al-Amien Madura. Kemudian beliau mendapat beasiswa untuk
melanjutkan S1 di Universitas Madinah. Setelah empat tahun menimba
ilmu di Madinah al-Munawarah, beliau kembali ke Indonesia dan
mengajar di Pondok Pesantren Dārul Rahman Jakarta. Karena kinerja
beliau yang bagus, KH Syukron Makmun selaku pimpinan pesantren
Dārul Rahman mengutus Kyai Helmy untuk menjadi pengelola di Dārul
Rahman II. Dari sinilah beliau belajar mengelola pesantren dan
sebagainya.65
Seiring berjalannya waktu, santri di Dārul Rahman II sudah mencapai
angka 1000. Kemudian selang beberapa waktu, beliau memutuskan untuk
keluar dari Dārul Rahman dan membangun pesantren miliknya sendiri.
Dengan kegigihan usaha beliau, pesantren miliknya berhasil dibangun
pada 1 Muharram 1413 H dan hingga kini masih terus berjalan dengan
kemajuan-kemajuan dan prestasi yang didapatkan.

65
Berdasarkan Penelitian Dokumen 1 Agustus 2022.
39

2. Data Umum Pesantren


Tabel 3. 1 Data Umum Pesantren

Kontak Person 0856-8-204-203.Asep Zakariya A, Lc.,M.H


e-mail pmuqibogor@gmail.com
Website pp-ummulquro.com
Rekening Nama Bank : Bank BRI
Nama Cabang Bank: 0595 KCP KAMPUS IPB
Nama Pemilik Rekening: YAYASAN PEND
UMMUL QURO AL ISLAMI
Nomor Rekening: 059501000189564
Kepemilikan Milik Yayasan
Status Tanah Sertifikat
Nama Yayasan Yayasan Pendidikan Ummul Quro Al-Islami
Pembina K.H Helmy Abdul Mubin, Lc
Pengawas Dr. Syamsul Rizal, S.H.I., M.Pd.I
Ketua Yayasan Dr. Saiful Falah, M.Pd.I
Telp. Yayasan (0251) 8644985, 8647544
Luas Tanah 90.000 m2 / 9 hektar
Luas bangunan 80.000 m2 / 8 hektar
Koordinat -6.580175354371999, 106.63679074731733
Nama Pesantren Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami
NSPP 510032010969
Akte Notaris Makbul Suhada, SH. (Nomor 06 Tahun 2014
tanggal 22 Juni 2014.)
SK AHU-2137.50.10.2004 Tanggal 30 Mei 2014
Kemenkumham
Nomor NPWP 70.417.031.5-434.000
Nama NPWP YAYASAN PENDIDIKAN UMMUL QURO
AL ISLAMI
Jumlah Santri 4271 Santri
40

3. Nilai Dasar, Visi dan Misi Pondok Pesantren Ummul Quro


Al-Islami
Sebagai suatu lembaga, tentu Pondok Pesantren Ummul Quro Al-
Islami memiliki nilai dasar, visi, dan misi, tersendiri yang menjadi acuan
dalam segala hal. Perpaduan beberapa nilai, seperti keislaman,
keindonesiaan, kepesantrenan, dan kemasyarakatan menjadi nilai dasar di
Pondok Pesantren Ummul Quro al-Islami (UQI).
Mewujudkan generasi Islam yang unggul dalam prestasi, berakhlak
mulia, beramal saleh, dan tekun beribadah sesuai ajaran Islam Ahl as-
sunnah wal Jama’ah merupakan visi dari pondok UQI. Bersamaan dengan
itu, pondok pesantren UQI juga memiliki misi untuk menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non
akademik, menyiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang
mutafaqqih fii ad-dīn berpaham Ahl as-sunnah wal Jama’ah,
mempersiapkan generasi Islam yang kompeten untuk berkiprah di dunia
internasional, dan juga mendidik generasi Islam yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat, dan negara.

4. Sruktur Kepemimpinan
a. Struktur Pesantren
Adapun struktur kepemimpinan Pesantren Ummul Quro
Al-Islami dipimpin oleh KH. Helmy Abdul Mubin, selaku
pimpinan pesantren yang dalam menjalankan tugas-tugasnya
dibantu oleh sekretaris, bendahara, dan badan pengurus harian
pesantren. Saat ini, yang menjabat sebagai sekretaris pesantren
adalah ust. Saiful Falah, ust. Salman al-Farisi, dan ust. Asep
Zakariya, kemudian ada ust. Bahruni selaku pimpinan bendahara
umum pesantren.
41

Setelah sekretaris dan bendahara, ada badan pengurus


harian yang terdiri dari kepala madrasah (MTs dan MA), dewan
kehormatan guru, biro penelitian dan pengembangan SDM, biro
humas, biro sarpras, biro tata usaha, pembimbing majelis
organisasi (putra dan putri), penanggungjawab pengajaran al-
Qur’an, dan penanggung jawab pengajian kitab kuning.

b. Struktur Madrasah
Dalam menjalankan kelembagaannya Madrasah Tsanawiyah
dan Aliyah Pesantren Ummul Quro al-Islami dipimpin oleh kepala
madrasah, dan dibantu oleh wakamad kesiswaan putra dan putri,
wakamad kurikulum, ketua program, kepala tata usaha, wali kelas,
dan guru pengajar. Saat ini yang menjabat sebagai kepala
Madrasah Tsanawiyah adalah ust. Ishak Ruslan, dan kepala
Madrasah Aliyah adalah ust. Ali Hidayat.

c. Struktur Organisasi
Selain kegiatan belajar dan mengajar, murid-murid di pondok
pesantren modern Ummul Quro al-Islami juga diajarkan untuk
berorganisasi. Dan majelis pembimbing organisasi (MPO) inilah yang
menaungi segala kegiatan keorganisasian santri baik putra maupun
putri yang ada di UQI. Saat ini usth. Nuril Izzah menjadi ketua MPO
putri, dan ust. Syamsul Rijal yang menjadi ketua MPO putra. Dalam
mengawasi segala bentuk kegiatan organisasi santri ketua MPO
dibantu oleh koordinator bagian. Adapun koordinator I terdiri dari
pembimbing ibadah amaliyah, pembimbing bahasa, pembimbing
pengajaran dan adab, dan juga penanggung jawab al-Qur’an.
Sedangkan di koordinator II terdiri dari pembimbing keamanan dan
pembimbing penerimaan tamu. Lalu di koordinator III terdiri dari
pembimbing kebersihan, pembimbing pramuka, PMR dan kesehatan,
42

pembimbing kesenian, pembimbing perpustakaan, pembimbing


olahraga, dan pembimbing kesejahteraan. Terakhir ada pembimbing
rayon atau asrama. Biasanya yang menjadi pengurus harian adalah
para santri kelas lima atau dua Aliyah.

5. Data pengajar dan Murid


a. Data Pengajar Madrasah Tsanawiyah
Tabel 3. 2 Data Pengajar MTs

Jumla
No Tahun Putra Putri
h
1 2016-2017 35 33 68
2 2017-2018 32 33 65
3 2018-2019 32 33 65
4 2019-2020 66 52 118
5 2020-2021 66 52 118
b. Data Pengajar Madrasah Aliyah
Tabel 3. 3 Data Pengajar MA
Jumla
No Tahun Putra Putri
h
1 2016-2017 34 31 65
2 2017-2018 32 33 65
3 2018-2019 38 34 72
4 2019-2020 42 40 82
5 2020-2021 52 35 87

c. Data Murid Madrasah Tsanawiyyah


Tabel 3. 4 Data Murid MTs
No Tahun Putra Putri Jumlah
1 2016-2017 1062 836 1898
2 2017-2018 1078 816 1894
3 2018-2019 1108 883 1991
4 2019-2020 1082 923 2005
5 2020-2021 1255 1025 2280
d. Data Murid Madrasah Aliyah
43

Tabel 3. 5 Data Murid MA


No Kelas Putra Putri Jumlah
1 1 PK 95 100 195
2 X 286 271 557
3 XI 222 294 516
4 XII 241 291 532
Jumlah Total 844 956 1.80066
6. Data Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Ummul Quro
Al-Islami
Tabel 3. 6 Data Sarana dan Prasarana

N Jumla Kondis
Jenis Prasarana
o h i
1 Gedung Serba Guna 2 Baik
2 Kamar Asrama Putri 80 Baik
3 Kamar Asrama Putra 76 Baik
4 Kamar Asrama Pengajar Putri 20 Baik
5 Kamar Asrama Pengajar Putra 20 Baik
6 Kantin 6 Baik
7 Pos Satpam 4 Baik
8 Perpustakaan 2 Baik
9 Ruang Pimpinan 2 Baik
10 Ruang Tata Usaha 4 Baik
11 Ruang Guru 4 Baik
12 Ruang Bimbingan Konseling 2 Baik
13 Ruang Kelas 240 Baik
14 Laboratorium Bahasa 2 Baik
15 Laboratorium Komputer 2 Baik
16 Laboratorium IPA 2 Baik
Ruang Kesenian dan
17 2 Baik
Keterampilan
18 Ruang ketua Organisasi Santri 2 Baik
19 Ruang Organisasi Bagian 20 Baik
20 Ruang UKS 2 Baik
21 Fasilitas Olahraga 5 Baik
22 Ruang Toilet Guru 25 Baik
23 Ruang Toilet Siswa 250 Baik

66
Penelitian Dokumen Milik Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-
Islami, 1 Agustus 2022.
44

24 Ruang Ibadah (Masjid) 2 Baik


25 Toko Seragam 2 Baik
26 Toko Buku 2 Baik
27 ATM Center 2 Baik
28 Penginapan Tamu Pesantren 4 Baik
29 Kamar Pekerja Dapur 4 Baik
30 Ruang Penjernihan Air 1 Baik67

Melihat adanya perkembangan jumlah santri dari tahun ke tahun, maka


sarana dan prasarana yang tersedia di pondok pesantren Ummul Quro al-
Islami ini juga turut berkembang untuk memenuhi segala kebutuhan yang
ada. Sebab sarana dan prasarana menjadi salah satu penunjang dalam
segala kegiatan yang berlangsung di pondok pesantren.
7. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami
Tabel 3. 7 Kegiatan Harian Santri

Waktu Kegiatan
Qiyamul Lail dan Pembacaan Ratib al-
03.30 - 04.30 Hadad
04.30 - 05.00 Shalat Subuh Berjamaah
05.00 - 06.40 Persiapan KBM
06.40 - 07.30 Pengajian Kitab Kuning
07.30 - 12.30 KBM Pagi
12.30 - 13.00 Shalat Dzuhur Berjamaah
13.00 - 14.00 Makan Siang
14.00 - 15.10 Istirahat/Ekstrakulikuler
Shalat Ashar Berjamaah dan Pembacaan
15.10 - 16.00 Ratibb al-Atas
16.00 - 17.10 Olahraga, Ekstrakulikuler, Mandi
Halaqah Qur'an dan Pembacaan Ratib al-
17.10 - 18.00 Idrus
18.00 - 18.30 Shalat Maghrib Berjamaah
18.30 - 19.00 Makan Malam
19.00 - 19.30 Shalat Isya Berjamaah

67
Berdasarkan Hasil Observasi di Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-
Islami, 2 Agustus 2022.
45

Latihan dan Pengayaan Bahasa Arab dan


19.30 - 20.00 Inggris
20.00 - 21.30 Belajar Malam di Kelas
21.30 - 03.30 Istirahat
Dalam kesehariannya, para santri sudah dijadwalkan secara rutin
dan teratur mulai dari bangun tidur hingga waktu tidur kembali. Pada pagi
hari kegiatan santri di awali dengan qiyamul lail berjamaah sebanyak
empat rakaat kemudian dilanjutkan dengan dzikir dan pembacaan ratib al-
Haddad hingga waktu subuh.
Selepas subuh santri diberi waktu sekitar satu jam lebih untuk
bersiap-siap seperti mandi, sarapan, dan lain lain sebelum masuk kelas
pengajian kitab kuning. Adapun kitab kuning yang dipelajari sangat
bervariasi, mulai dari Akhlak Lil banāt/banīn, Fathul qarīb, Riyāḏus
shalihīn, Ta’līm muta’līm, Safīnatun najāh, dan lain-lain. Kemudian
dilanjut dengan KBM formal hingga siang hari. Di pondok pesantren ini,
bukan hanya tentang agama saja yang dipelajari, tetapi juga tetap ada mata
pelajaran umum seperti IPA, IPS, Matematika, Sejarah, dan lain-lain.
Selesai kegiatan di kelas, santri melaksanakan shalat zuhur
berjamaah, kemudian waktu makan siang, dan selanjutnya waktu bebas.
Sebagian ada yang mengisinya dengan istirahat, dan sebagian yang lain
mengisi waktu luang dengan mengikuti ekstrakulikuler. Berbagai macam
ekstrakulikuler seperti, hadroh, marawis, kaligrafi, radio, jurnalistik, dan
lain-lain bisa santri ikuti di waktu luang ini.
Setelah ashar santri kembali mengaji al-Qur’an dan membaca ratib
al-Idrus di kelas masing-masing bersama dengan pengurus yang sudah
ditentukan, hingga waktu maghrib. Disela-sela waktu maghrib dan isya
merupakan waktu makan malam untuk santri, dan waktu untuk bersiap-
siap sebelum kembali masuk kelas untuk pelatihan bahasa harian.
Biasanya, di setiap kelas terdapat lima sampai enam pengurus yang
46

memberikan kosa kata sebanyak tiga buah, dan contoh percakapan harian
dengan Bahasa Arab dan Inggris sebanyak tiga buah. Pada pukul 21.30
barulah santri diperbolehkan kembali ke kamar masing-masing untuk
persiapan istirahat.

Tabel 3. 8 Kegiatan Mingguan Santri


Latihan Bahasa Arab & Inggris
Ahad Pagi
Olahraga dan Pembersihan Umum
Ahad Sore Pengajian Bersama Pimpinan Pesantren
Senin Pagi Upacara Dwi Mingguan Bersama Pimpinan
Rabu Sore Pelatihan Bahasa Santri
Shalat Tasbih, Pembacaan Maulid, Tahlil, dan
Kamis Manaqib
Malam
Kajian Fiqih Wanita (Santriwati)
Jumat Sore Latihan Pidato Tiga Bahasa
Sabtu Siang Latihan Pramuka dan PMR
Sabtu Malam Latihan Pidato Tiga Bahasa
Selain kegiatan harian, ada juga kegiatan rutin mingguan yang
santri lakukan, seperti latihan Bahasa Arab dan Inggris akbar atau biasa
disebut muhadatsah pada Ahad pagi dan Rabu sore di lapangan utama
masing-masing (putra dan putri dilakukan secara terpisah). Kemudian
dilanjut dengan kegiatan olahraga bersama, dan ditutup dengan
pengumuman pembersihan umum pesantren.
Pertemuan dengan pimpinan pesantren juga biasa dilakukan secara
rutin pada Ahad sore, seluruh santri berkumpul di masjid putra untuk
mendengarkan kajian sore bersama pimpinan pesantren, adapun kitab
yang dibahas adalah kitab Bulūghul Marām atau Nasāihul Ibād. Selain
pada hari Ahad sore, pertemuan dengan pimpinan pesantren juga rutin
dilakukan dua minggu sekali di lapangan utama putri, pada pertemuan ini
biasanya Kyai memberikan nasihat-nasihat dan juga semangat untuk
santri-santrinya.
47

Pada setiap kamis malam, selepas maghrib santri tidak langsung


makan malam, melainkan melaksanakan shalat tasbih, dan pembacaan
maulid dan manaqib atau yasin dan tahlil. Untuk santriwati, setelah itu ada
kajian fiqih wanita. Materi yang disampaikan di dalamnya seperti, haid,
istihadhah, dan lainnya.
Sesuai dengan misi pesantren yang ingin mencetak kader-kader
ulama dan pemimpin umat, maka pada hari Jumat sore diagendakan untuk
latihan pidato tiga bahasa di gedung serba guna, dan pada Sabtu malam
latihan pidato tiga bahasa di kelas masing-masing bersama pengurus yang
sudah ditentukan.
Tabel 3. 9 Kegiatan Berkala
PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni)
Language Camp
Language Community
Kegiatan Ummul Quro Science Club
Berkala Ummul Quro Cyber Club
Santri Ummul Quro Cup
Perlombaan
Seminar
Training
Setelah kegiatan harian dan mingguan yang sudah terjadwal, ada juga
jadwal berkala santri yang rutin dilakukan, seperti pekan olahraga dan seni
(PORSENI) yang biasanya dilakukan setahun sekali, ketika santri baru
datang ke pesantren. Selain menjadi acara penghibur untuk santri baru,
kegiatan porseni juga menjadi acara yang melatih keorganisasian bagi
santri kelas dua Aliyah, karena merekalah yang sepenuhnya menggerakan
acara ini. Selain porseni ada juga acara Ummul Quro Cup yang diadakan
ketika pesantren berulang tahun, pada acara ini selain mengundang
sekolah lain untuk bertanding di berbagai macam cabang perlombaan, para
santri yang tergabung dalam Science club, Cyber club, Language
48

community, menampilkan keterampilan mereka dalam bidang masing-


masing.68

B. Profil Informan
Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
pimpinan pesantren dan asātiz, santri dan wali santri, dan alumni Pondok
Pesantren Modern Ummul Quro al-Islami.
a. Informan dari kelompok guru-guru
1. Nama : KH. Helmy Abdul Mubin
Usia : 66 Tahun
Jabatan : Pimpinan Pesantren
2. Nama : Fatma Noor Salim
Usia : 61 Tahun
Jabatan : Istri Pimpinan Pesantren
3. Nama : Ishaq
Usia : 45 Tahun
Jabatan : Pengajar
4. Nama : Fajrurrahman
Usia : 40 Tahun
Jabatan : Pengajar
5. Nama : Aminah
Usia : 39 Tahun
Jabatan : Pengajar
6. Nama : Siti Fatimah
Usia : 32 Tahun
Jabatan : Pengajar
b. Informan dari kelompok Alumni

68
Berdasarkan Hasil observasi penulis di Pondok pesantren Modern Ummul
Quro al-Islami sejak 1 Agustus – 15 Agustus 2022.
49

1. Nama : Adiansyah
Usia : 26 Tahun
Asal : Jakarta
Orang tua : Qodriyah
2. Nama : Nur Rizka Fauziah
Usia : 24 Tahun
Asal : Jakarta
Orang tua : Epon
3. Nama : Nabilah Nurul Fikriyyah
Usia : 22 Tahun
Asal : Bogor
Orang tua : Nirma
4. Nama : Ifrohatul Fuad
Usia : 22 Tahun
Asal : Jakarta
Orang tua : Sri Hastuti
5. Nama : Femmy Khairunnisa
Usia : 20 Tahun
Asal : Depok
Orang Tua : Maisaroh
6. Nama : Muhammad Amarul Farid
Usia : 20 Tahun
Asal : Tangerang
Orang tua : Maryam
7. Nama : Thomas Mulkan
Usia : 16 Tahun
Asal : Jakarta
Orang tua : Sri Rahayu
50

c. Informan dari kelompok santri dan wali santri


1. Nama : Salmalia Hasina Zahra
Kelas : 6 IPA 1
Asal : Cianjur
Wali Santri : Farida
2. Nama : Siti Rihma Salawat i
Kelas : 6 IPA 1
Asal : Bogor
Wali Santri : Urfah
3. Nama : Salsabila Arifa
Kelas : 6 IPA 1
Asal : Bekasi
Wali Santri : Siti Muni’ah
4. Nama : Syifa Tadzkiya
Kelas : 6 IPA 2
Asal : Bogor
Wali Santri : Yanti
5. Nama : Nafisah Anna Putri
Kelas : 6 IPA 2
Asal : Bogor
Wali Santri : Ruhiyah
6. Nama : Najwa Farhana
Kelas : 6 IPA 3
Asal : Bekasi
Wali Santri : Risma Julaiha
7. Nama : Naufal Abdurrahman
Kelas : 6 IPS 2
Asal : Bekasi
51

Wali Santri : Hartanti


8. Nama : Muhammad Rafi
Kelas : 6 IPS 1
Asal : Bandar Lampung
Wali Santri : Mulyani
9. Nama : Muhammad Faiq
Kelas : 6 IPS 1
Asal : Bogor
Wali Santri : Sri Hastuti
10. Nama : Sultan Yudha
Kelas : 6 IPA 2
Asal : Banten
Wali Santri : Sri Banun
BAB IV

MEMAHAMI PRAKTIK PEMBACAAN PEMBUKA DOA DAN


EFEKTIVITASNYA
A. Latar Belakang Pembacaan
Kegiatan yang menjadi fokus penelitian ini di Pondok Pesantren
Modern Ummul Quro al-Islami adalah sebuah praktik yang dianjurkan
oleh pimpinan pondok khususnya bagi kaum ibu dari para santri untuk
membacakan amalan berupa pembacaan basmalah, hamdalah, salawat
kepada Nabi dan keluarganya, lalu membaca salawat khusus kepada Nabi
Muhammad Saw., sebanyak dua puluh satu kali yang dibaca sebagai
pembuka doa dan dipraktikkan dengan menempelkan jempol kaki ibu di
kening sang anak. Doa yang dianjurkan oleh pimpinan pesantren adalah
memohon keridhaan Allah agar anaknya yang sedang mondok menjadi
anak yang shalih dan shalihah, rajin beribadah, baik akhlaknya, juga
merasa tenang dan betah belajar di pesantren, sehingga mendapat ilmu
yang bermanfaat. Doa ini pun masih bisa ditambahkan sesuai hajat yang
membaca.69
Amalan ini sudah dipraktikkan di pondok pesantren Ummul Quro
selama lebih dari dua dekade. Menurut penuturan KH. Helmy Abdul
Mubin yang bertindak sebagai pendiri pondok menegaskan bahwa amalan
ini didapatkan melalui ijazah dari Habib Husein bin Abu Bakar bin
Abdillah al-Idrus Luar Batang, Jakarta melalui muridnya yaitu Gus
Saifullah bin Sahban. Sebagai informasi tambahan, menurut keterangan
yang penulis dapatkan dari pak Kyai, dijelaskan bahwa Gus Saifullah
merupakan keturunan kedelapan dari Sunan Kalijaga atau Raden Said.70

69
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), diwawancarai oleh Ifrohatul
Fuad, Bogor, 4 Agustus 2022.
70
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.

52
53

Amalan ini tidak terikat dengan waktu-waktu tertentu dalam praktik


pembacaannya. Amalan ini diberikan kepada santri dan wali santri saat
mereka mengunjungi rumah pak Kyai, kebanyakan dari mereka
berkunjung saat mengantarkan putra-putri mereka di hari pertama masuk
pondok pesantren. Amalan yang pak Kyai berikan berupa teks tulisan Arab
latin yang difotokopi seukuran kertas A5 dan dibagikan kepada mereka
yang datang ke rumah pak Kyai.71 Untuk memperkuat ijazah dan
pelaksanaan amalan, pak Kyai Helmy pada apel dwi mingguan selalu
mengingatkan santri untuk mempraktikkan pembacaan amalan ini di
rumah melalui ibunda mereka masing-masing, khususnya ketika saat
liburan dan hendak kembali ke pesantren.
Dalam tinjauan literatur, maupun praktik yang berkembang di
masyarakat muslim pada umumnya, bacaan basmalah, dan hamdalah
merupakan bagian tak terpisahkan dari ayat-ayat al-Quran. Seperti yang
sudah dijelaskan pada bab II dalam tinjauan teoritis, al-Fatihah dikenal
dengan sebutan umm al-Qur’an, yang secara harfiyah bermakna “induk al-
Qur’an”, sedangkan intisari dari al-Fatihah terdapat dalam lafaz bismillah
al-rahman al-rahim. Dari kedudukan penting lafaz basmalah yang
menjadi inti dari intisari al-Qur’an, maka dapat disebut di sini bahwa
kegiatan pembacaan ayat-ayat basmalah dan hamdalah merepresentasikan
ayat-ayat al-Qur’an secara keseluruhan, yang menegaskan pentingnya
pembacaan ini dalam perspektif kajian al-Qur’an.
Selain arti penting basmalah dan hamdalah, pembacaan bagian
pembuka doa yang berlangsung di Pondok Pesantren Ummul Quro ini
bertambah penting dengan penyertaan bacaan salawat kepada Nabi
Muhammad Saw., dan keluarganya sebanyak satu kali, juga salawat yang

71
Berdasarkan Pada Penelitian Dokumen, 1 Agustus 2022.
54

khusus ditujukan untuk Nabi Muhammad sebanyak dua puluh satu kali.
Tradisi membaca basmalah, hamdalah, dan salawat nabi bukanlah suatu
kegiatan yang baru atau khas tradisi Pesantren Ummul Quro saja, karena
sebagaimana lazimnya pembuka doa memang dibentuk dari lafaz
basmalah, hamdalah, dan salawat dalam tradisi masyarakat muslim yang
berlaku secara umum. Namun, kekhususan pada praktik amalan ini di
pondok UQI adalah praktik “menempelkan jempol kaki ibu ke kening sang
anak”. Inilah yang membuat praktik pembacaan amalan ini menjadi unik
dan memerlukan kajian pemahaman yang lebih mendalam.

B. Prkatik Pembacaan Pembuka Doa pada Doa Jempol Kaki


Ibu
Dari hasil penelitian penulis, meskipun praktik ini berasal dari
pesantren, namun pelaksanaannya tetap dilakukan di rumah masing-
masing. Ini dilakukan ketika santri saat ingin kembali berangkat ke
pesantren setelah selesai menjalani masa liburan. Untuk mempraktikkan
amalan doa jempol kaki ibu ini diperlukan satu tempat yang lebih tinggi
dan satu tempat yang lebih rendah, seperti dipan dan lantai atau kursi dan
lantai, agar ibunda bisa duduk ditempat yang lebih tinggi dan anak tiduran
telentang di bawahnya, sehingga jempol kaki kanan ibu mudah
ditempelkan di kening anak, dan keduanya berada di posisi yang nyaman
hingga akhir pembacaan doa.
Praktik ini tidak apa-apa dilakukan oleh ibu yang sedang haid, nifas,
atau istihaḏah, untuk memastikan kebersihannya sebelum mempraktikkan
sang ibu dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Kemudian
menyiapkan posisi yang nyaman untuk mulai menempelkan jempol kaki
ibu di kening sang anak dan memulai pembacaan doa yang diawali dengan
tawassul kepada Nabi Muhammad Saw, Habib Husein, dan Gus Saifullah
Kedua figur terakhir diberikan bacaan tawasul sebagai sanad pemberi
55

ijazah. Setelah bertawassul kemudian dilanjut dengan membaca bacaan


sebagai berikut:

‫الرحيم‬
ّ ‫الرْحن‬
ّ ‫بسم هللا‬
‫رب العاملْي‬
ّ ‫احلمد هلل‬
‫حممد وابرك وسلّم‬
ّ ‫حممد و على ال سيّدَّن‬
ّ ‫صل على سيّدَّن‬
ّ ‫اللّهم‬
‫صل عليه وسلّم‬
ّ ‫حممد اللّهم‬
ّ ‫صل على سيّدَّن‬
ّ ‫× اللّهم‬21
Kemudian memohon,
“Ya Allah hamba ridho kepada putra/putri hamba, mudah-
mudahan (sebut nama anaknya) dijadikan anak yang soleh/ah, rajin
ibadahnya, dan baik akhlaknya. Ya Allah hamba mohon mudah-
mudahan putra/putri hamba betah dan tenang belajar di pesantren
Ummul Quro al-Islami, sehingga mendapatkan ilmu yang
bermanfaat. Dan semoga tidak nakal, tidak melanggar, dan patuh
taat kepada orang tua, dan doa seterusnya”
Amalan ini diakhiri dengan bacaan salawat nabi dan memuji Allah
kembali. Pak Kyai memang selalu menyampaikan ijazah amalan ini ketika
ada pertemuan akbar dengan wali santri, begitupun saat apel dwi
mingguan dengan santri, dengan harapan agar para santri tahu dan selalu
ingat jika menemukan permasalahan ketidakbetahan selama belajar di
pesantren. Namun, kebanyakan wali santri sering kali memilih untuk
datang langsung berkunjung ke rumah pak Kyai untuk menceritakan
persoalan anaknya yang tidak betah, sedang sakit, atau ada juga mereka
sendiri yang belum ikhlas melepaskan sang anak untuk tinggal di
pesantren. Kesemua permasalahan yang disebutkan, sering menjadi faktor
pemicu ketidakbetahan santri di pesantren. Di sinilah pak Kyai
memberikan ulang ijazah amalan ini kepada wali santri, sembari
memberikan gambaran bagaimana prosesi pelaksanaannya.
Penulis merupakan santri alumni ke-19 Pesantren Ummul Quro,
dan pesantren ini menjadi tujuan mondok bagi adik dan para sepupu yang
56

juga mondok di pesantren yang sama. Sebagai bagian dari gambaran


praktik, berikut penulis deskripsikan bagaimana ibunda penulis
membacakan amalan untuk adik penulis yang bernama Muhammad Faiq
saat hendak kembali ke pondok. Ketika itu ibu duduk di pinggir dipan
kamar tidur adik, sedangkan adik tiduran telentang di lantai dengan mata
terbuka. Lalu ibu mulai menempelkan jempol kakinya ke kening adik
sembari membacakan lafaz-lafaz yang dipersyaratkan, yaitu memulainya
dengan membaca basmalah, lalu hamdalah dan salawat untuk nabi dan
keluarganya, dilanjutkan dengan salawat khusus untuk Nabi Muhammad
Saw., sebanyak dua puluh satu kali, tak lupa ibu juga membacakan tawasul
untuk Nabi Muhammad Saw., Habib Husein, dan Gus Saifullah
sebagaimana yang pak Kyai anjurkan. Lalu ibu memanjatkan doanya
sebagai berikut,
“Ya Allah hamba ridho kepada putra hamba yang bernama
Muhammad Faiq, mudah-mudahan Muhammad Faiq dijadikan
anak yang soleh, rajin ibadahnya, dan baik akhlaknya. Ya Allah
hamba memohon mudah-mudahan putra hamba ini betah dan
tenang belajar di pesantren Ummul Quro al-Islami, sehingga
mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan juga
untuk orang banyak. Jadikan setiap hari anak hamba menjadi hari
yang ceria dalam setiap momen belajarnya, bersama guru, dan
teman-temannya, agar anak hamba tidak teringat terus dengan
rumah, bisa selalu fokus dan selalu betah tinggal di lingkungan
pesantren. Dekatkanlah ia dengan orang-orang yang
menyayanginya, dan bisa membawanya kepada kebaikan.
Jauhkanlah anak hamba dari segala sesuatu yang menyakiti dan
membahayakannya, sehingga anak hamba bisa selalu dalam
keadaan terjaga meskipun jauh dari kami orang tuanya. Ya Allah
hamba ikhlas, hamba ridho atas keberangkatan putra hamba ke
pesantren, lapangkanlah hati kami ya Allah untuk menjalankan
segala skenario mu.”
Setelah selesai membacakan doa yang cukup panjang karena
kebetulan adik mengalami kondisi tidak betah yang cukup parah,
kemudian ditutup dengan bacaan doa penutup. Pembacaan amalan ini
57

menimbulkan suasana haru yang tidak dibuat-buat. Semua yang hadir saat
itu, yaitu penulis, adik, ayah dan juga ibu sendiri meneteskan air mata yang
cukup deras, dan berharap semoga hajat dan doa permohonan yang
disampaikan ibu diijabah oleh Allah, sehingga adik dapat tenang dan betah
belajar di pesantren.72

Pengalaman yang penulis saksikan pada umumnya juga dialami


oleh para santri dan ibunya masing-masing saat hendak berangkat kembali
ke pesantren. Tak sedikit ibu dan anak menutup praktik ini dengan saling
berpelukan dan linangan air mata yang deras. Hal ini pun ditegaskan oleh
kesaksian pak Kyai Helmy sendiri, beliau menceritakan,

“Pada saat inilah emosional memuncak, ibu memaksimalkan


keridhoan dan keikhlasannya dalam berdoa, dan sang anak
memaksimalkan ketaatannya kepada orang tua. Jadi, ada koneksi
emosional yang membangun ikatan kuat di dalam jiwa keduanya.
Meskipun sosok ayah tidak andil langsung dalam prosesi ini, tetapi
ketika dua orang ini ikatannya sudah kuat, insya Allah ayah atau
keluarga yang lain pun akan ikut kuat.”73
C. Pemahaman Guru-guru Terhadap Praktik Pembacaan
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan kepada pimpinan
pesantren kegiatan ini sudah mulai dilakukan sejak alumni pertama.
Pembuka doa serta aturan pelaksanaannya merupakan ijazah dari
Habib Husein bin Abu Bakar bin Abdillah al-Idrus Luar Batang,
Jakarta melalui muridnya yaitu Gus Saifullah bin Sahban Bogor.
Menurut keterangan pak Kyai, Gus Saifullah merupakan keturunan ke
delapan dari Sunan Kalijaga atau Raden Said.74
Saat diwawancarai, pak Kyai memaparkan alasan mengapa sebelum
berdoa dianjurkan untuk membacakan basmalah, hamdalah, dan juga

72
Berdasarkan Observasi Pada Tanggal 24 Mei 2019.
73
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
74
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
58

salawat kepada Nabi Saw., dan keluarga beliau. Pak Kyai menegaskan
seraya mengutip sebuah hadist Nabi Saw.,
“Membaca pembuka doa sebelum memohon sesuatu kan perintah
langsung dari Nabi Muhammad Saw., dalam hadisnya
ِ ‫يد ربِِه والثهناء علَي ِه ثُه ي‬
ِ ِ
" َ ُ ْ َ َ َ َّ ‫َح ُد ُك ْم فَلْيَ ْب َدأْ بِتَ ْحم‬
ِّ ِ‫صلّي َعلَى اَلن‬
‫هب‬ َ ‫إِذَا‬
َ ‫صلهى أ‬
‫َصلى هللا عليه وسلم ثُه يَ ْدعُو ِِبَا َشاء‬
"Apabila seseorang di antara kamu sholat maka hendaknya ia
memulai dengan memuji Tuhannya dan menyanjung-Nya
kemudian membaca salawat Nabi Saw., lalu berdoa dengan do'a
yang dikehendakinya."
Kemudian tambahan lainnya seperti membaca salawat nabi
sebanyak dua puluh satu kali, dan dilakukan dengan menempelkan
jempol kaki ibu ke kening anak merupakan ijazah tambahan dari
Habib Husein.”

Masih menurut pak Kyai juga, memuji dan menyanjung bisa


dilakukan dengan cara menyebut nama-nama Allah, kemudian diikuti
dengan rasa syukur atas segala sesuatu yang telah Ia berikan. Sehingga
tampaklah adab seorang hamba kepada Tuhannya, sebelum meminta
sesuatu yang baru, disyukuri dulu apa yang sudah ada. Beliau melanjutkan,
“Dalam basmalah dan hamdalah itu kan sudah komplit, sudah ada
memuji, menyanjung, mensyukuri apa yang sudah Allah berikan,
ditambah lagi dengan salawat kepada Nabi Muhammad sang
kekasih Allah, sudahlah itu cukup untuk menjadi pembuka doa
yang singkat supaya ada adabnya ketika kita memohon. Tetapi
bukan berarti hanya terpatok dengan dua kalimat itu (basmalah dan
hamdalah) kalau mau panjang, baca Asmaul Husna dulu juga
boleh, salawat nya Salawat Nariyah dulu juga boleh. Tetapi di sini
yang saya dapat dari ijazah Habib Husein dan diterapkan oleh
santri dan wali santri ya yang singkat seperti itu.”75

Kemudian beliau mengatakan bahwa basmalah dan hamdalah


dijadikan pembuka doa karena kandungan fadilahnya yang sangat
beragam, bisa dilihat pada kitab-kitab tafsir, faḏail al-Qur’an, faḏail al-

75
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
59

‘amal yang mengulas basmalah dan hamdalah dari berbagai macam sisi,
ditambah fadilah membaca salawat, dan melalui jempol kaki ibu sebagai
simbolisasi keridhaan kepada anaknya. Pak Kyai menegaskan,
“Kalau sudah baca pembuka doa, jempol kaki ibu menempel di
kening anak, lalu si ibu memohon dengan keikhlasan dan
keridhaan insya Allah dikabulkan oleh Allah. Memang ketika
memberikan ijazah ini Habib Husein tidak menjelaskan secara
gamblang maksud ditempelkannya jempol kaki ibu ke kening sang
anak, tetapi menurut saya itu sebagai lambang keikhlasan melepas
anak ke pesantren.”76

Dari pemaparan pak Kyai di atas, penulis menyimpulkan bahwa


jempol kaki ibu yang menyatu dengan kening anak menjadi simbol
keikhlasan melepas sang anak ke pesantren, agar tidak selalu teringat
dengan rumah, bisa fokus dalam belajar, dan yang pasti, bisa beribadah
kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Bukan hanya dampak baik yang
akan anak rasakan, tetapi kepada kedua orang tua juga. Mereka akan
merasa lebih tenang ketika sang anak berada di pesantren. Kemudian pak
Kyai menambahkan,
“Dengan membaca basmalah pada permulaan sesuatu kan bisa
menjadi pembawa berkah pada amal atau perkataan tersebut,
ditambah dengan mengagungkan Allah dengan kalimat hamdalah,
dilanjut dengan salawat kepada nabi dan keluarganya, ada tawasul
juga kepada guru-guru yang mengijazahkan amalan ini. Insya
Allah amalan ini bisa menjadi dorongan untuk doa harian para ibu,
sehingga bisa lebih cepat dikabul, sebab mengandung unsur-unsur
yang Allah sukai, dan biasanya ibu-ibu melaksanakannya dengan
keadaan penuh harap dan penghambaan yang maksimal karena
terdesak suatu keadaan. Jadi insya Allah lebih cepat dikabul.”77

Jadi, menurut pak Kyai praktik ini merupakan sebuah amalan yang
memiliki tujuan utama agar para santri bisa betah tinggal di pesantren dan

76
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
77
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
60

para orang tua bisa dengan ikhlas melepaskan anak-anaknya belajar di


pesantren. Dengan aturan-aturan prosesi yang ada, dan bacaan-bacaan
yang sudah ditentukan, insya Allah amalan doa ini bisa menjadi dorongan
doa harian para ibu lainnya, sehingga bisa lebih cepat dikabulkan oleh
Allah Swt. Saat ditanya lebih jauh tentang makna simbol jempol kaki ibu
ke kening anak, pak Kyai menjelaskan,
“Kita ibaratkan jempol kaki ini keran keridhaan ibu kepada anak,
kenapa di kening? Sebab kening adanya di kepala, dan di kepala
ada otak yang menjadi pusat anggota badan. Kalau pikirannya
sudah tenang, sudah sejuk, kan pasti bisa fokus dengan hal-hal
yang ada di pesantren, jadi tidak minta pulang terus, makannya
nafsu dengan lauk yang sudah disediakan, jadilah badan sehat bisa
mengikuti segala kegiatan. Orang tua juga di rumah karena
anaknya betah insya Allah jadi ikut tenang dan senang.”78
Sedangkan menurut bu Nyai, saat penulis menanyakan
pemahaman beliau tentang makna jempol kaki ibu yang menempel di
kening sang anak, beliau menjelaskan bahwa kaki merupakan penopang
bagi seluruh anggota badan yang lain, sehingga menggunakan jempol kaki
akan mengesankan keseluruhan ridho dan keikhlasan jiwa raga seorang
ibu kepada sang anak yang turun atau tercurahkan melaluinya. Saat
mengatakan hal tersebut bu Nyai juga mengaitkannya dengan sebuah
perkataan “ngalap berkah melalui sendal seorang wali lebih utama
daripada dengan selainnya, karena sendal digunakan untuk membawa
jasad seutuhnya”. Menurut bu Nyai, wali bagi seorang anak adalah kedua
orang tuanya, dan tempat paling keramat bagi sang anak adalah ibunya.
Sosok ibu lebih dominan dalam hal ini, sebab memang Rasulullah Saw.,
sendiri yang mengatakan untuk menghormati ibumu, ibumu, ibumu,
kemudian baru ayahmu.79

78
Helmy Abdul Mubin (Pimpinan Pesantren), wawancara.
79
Fatma Noor Salim (Istri Pimpinan Pesantren), diwawancarai oleh Ifrohatul
Fuad, Bogor, 5 Agustus 2022.
61

Ibu Nyai juga mengatakan ketika mempraktikkan amalan doa ini


merupakan wujud ketaatan kepada guru. Pak Kyai menaati perkataan
gurunya, yaitu Habib Husein, dan para santri juga wali santri menaati
perkataan pak Kyai. Kemudian beliau juga mengatakan, santri yang
awalnya tidak betah kemudian mempraktikkan ini dengan ibunya di
rumah, akan tumbuh kembali di dalam hatinya sikap “birrul walidain”,
yang kemudian menjadi dorongan-dorongan untuk terus berbuat baik
selama di pesantren.80
Selain pimpinan pesantren dan istrinya, penulis juga
mewawancarai beberapa ustaz dan ustazah terkait pemahaman pada
praktik amalan doa jempol kaki ibu ini. Pertama adalah Ustaz Ishaq, yang
merupakan pembina pengajian kitab kuning di pondok pesantren UQI,
selain mengajar di pondok beliau juga memiliki pesantren salafi bernama
Kafābillah. Saat penulis meminta penjelasan beliau tentang fadilah
basmalah, hamdalah, dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw., beliau
menjelaskannya dengan beberapa riwayat dari kitab Tafsir Al-Qur’an Al-
Aẕim karya Ibnu Katsir Juz 1 halaman 101. Ustaz Ishaq menyampaikan
bahwa surah al-Fatihah yang merupakan induk dari al-Qur’an menyimpan
begitu banyak rahasia-rahasia di dalamnya. Surat ini menjadi sangat
esensial dalam islam sebab selalu dibaca berulang-ulang dalam shalat,
maka dari itu al-Fatihah juga kerap disebut as-Sab’u al-Matsani atau tujuh
ُ ‫ٍّ ِشفَا ٌء مِ ن ُك ِل‬
yang diulang-ulang. Kemudian al-Fatihah juga bisa menjadi ‫سم‬
obat bagi setiap racun atau penyakit. Hal ini pernah dilakukan oleh seorang
sahabat yang melakukan ruqyah dengan menggunakan surat al-Fatihah.81
Kemudian Ustaz Ishaq mengatakan bahwa al-Fatihah merupakan asasnya
al-Quran, dan asasnya al-Fatihah terdapat dalam basmalah sebab dalam

80
Fatma Noor Salim (Istri Pimpinan Pesantren), wawancara.
81
Ishaq (Ustaz), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 7 Agustus 2022.
62

satu kalimat basmalah mewakili ayat-ayat al-Qur’an secara keseluruhan.


Beliau juga mengatakan terdapat sebuah riwayat di dalam Kitab Tafsir
Ibnu Katsir yang mengatakan,

‫اَسُهُ على َشْي ٍئ ّإَّل َاب َرَك فِيه‬


ْ ‫وجاللِِه اَهَّل يُ َس همى‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ف هللا تعاَل بعَزته‬
َ َ‫وحل‬
َ
“Allah Swt., bersumpah dengan keagungan dan kemuliaan-Nya
bahwa sesuatu yang disebut dengan nama-Nya, Allah akan berikan
keberkahan di dalamnya.”82
Sehingga, para alim ulama ketika menulis sebuah kitab pasti
diawali dengan menulis lafaz basmalah, sebagai pembuka, kemudian
diikuti dengan lafaz hamdalah sebagai bentuk pujian dan rasa syukur
kepada Allah yang telah memberikan segala nikmat hingga bisa
merampungkan kitab yang mereka tulis, dan selanjutnya setelah hamdalah
diikuti dengan salawat kepada Nabi Muhammad Saw., untuk menguatkan
perkataannya tersebut Ustaz Ishaq melafalkan sebuah hadis yang terdapat
di dalam Kitab Kasyifatus Saja karya Syeikh Nawawi Banten yang
berbunyi,

‫صلِّى‬ ِ ِ ٍ َ‫عليه وسلهم من صلهى علَي ِِف كِت‬ ِ ‫و بَِقولِه صلهى هللا‬
َ ُ‫اب ََل تَ َزل املَآلئ َكةُ ت‬ ‫َْ َ َ ه‬
‫ك الكِتَاب‬ ِ ِ ‫ِعليه مادام‬
ِ
َ ‫اَسي ِِف ذال‬ َََ
.....dengan sabda Rasulullah Saw., “barang siapa bersalawat
kepadaku pada sebuah buku, maka malaikat senantiasa berdoa
untuknya selama namaku masih tercatat di buku tersebut.”83
Kemudian Ustaz Ishaq memaparkan bahwa di dalam Kitab
Kifayatul Atqiya terdapat sepuluh keutamaan yang akan didapatkan oleh
orang-orang yang membaca salawat , dan salah satunya adalah qaḏa’ul

82
Ishaq (Ustaz), wawancara.
83
Ishaq (Ustaz), wawancara.
63

hawaij, pemenuhan hajat-hajat atau permohonan.84 Saat penulis


menanyakan tentang makna jempol kaki ibu yang menempel di kening
sang anak kepada Ustaz Ishaq, beliau mengatakan untuk hal tersebut pak
Kyai dan ibu Nyailah yang lebih berhak untuk menafsirkan makna yang
tersirat di dalamnya, karena pak Kyai yang menerima ijazah tersebut dari
Habib Husein.85
Sepakat dengan Ustaz Ishaq, Ustaz Fajrur yang juga merupakan
pembina pengajian kitab kuning tidak memberikan tanggapan lebih jauh
mengenai makna simbol jempol kaki ibu yang menempel di kening anak
dengan alasan beliau bukan seorang ibu, dan belum pernah merasakannya
secara langsung sehingga tidak bisa mendefinisikan hal tersebut. Saat
penulis mewawancarai Ustaz Fajrur lebih jauh tentang fadilah bersalawat
kepada Nabi Muhammad Saw., sebelum berdoa, beliau menyampaikan
beberapa riwayat hadis yang bersumber dari Kitab ad-Dār al-Manḏud Fī
al-Shalat wa al-Salam alā Shāhibi al-Maqam al-Mahmud.
Beliau mengatakan di dalam kitab tersebut terdapat sebuah riwayat
yang menceritakan seseorang yang bertanya kepada Nabi Saw., berapa
banyak salawat untuk mu yang harus aku baca? Kemudian Nabi Saw.,
menjawab “terserah kamu, orang itu bertanya lagi: seperempat? Nabi
Saw., menjawab, “silakan, semakin banyak kamu membacanya, semakin
banyak kebaikannya untukmu”, orang itu bertanya lagi: setengahnya?
Nabi Saw., menjawab lagi: “terserah kamu, semakin banyak kamu
membacanya, semakin banyak kebaikannya untukmu”, orang itu bertanya
lagi: dua pertiganya? Nabi Saw., menjawab lagi “terserah kamu, semakin
banyak kamu membacanya, semakin banyak kebaikannya untukmu”.
Orang tersebut bertanya kembali, kalau aku jadikan seluruh doaku untuk

84
Ishaq (Ustaz), wawancara.
85
Ishaq (Ustaz), wawancara.
64

bersalawat kepadamu?, Nabi Saw., menjawab: “kalau begitu Allah akan


melapangkan segala urusan mu dan mengampuni dosa-dosa mu.”86
Selain menceritakan kisah tersebut Ustaz Fajrur juga mengatakan
di dalam kitab ini banyak tertulis riwayat-riwayat yang mengungkapkan
fadilah bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw., beberapa di antaranya
seperti menjadi sebab dikabulkannya sebuah hajat, menjadi sebab
datangnya ridha dan ampunan Allah Swt., menjadi syafa’at di hari kiamat
nanti, dan keutamaan lainnya. Kemudian beliau menjelaskan keluasan
makna dan kandungan yang terdapat di dalam basmalah dengan mengutip
perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.
“Sungguh tak akan mampu manusia untuk menguasai makna yang
terkandung di dalam basmalah, dalam huruf “ba” saja dalam kata
bismillah teramat banyak makna yang dibawanya, hingga tak akan
cukup empat puluh unta untuk membawa penjelasan tersebut.”87
Di akhir penjelasan Ustaz Fajrur menarik kesimpulan dari fadilah-
fadilah basmalah, hamdalah, dan juga salawat kepada Nabi Muhammad
Saw., beliau mengatakan,
“Keutamaan basmalah yang banyak orang ketahui itu membawa
keberkahan, pada lafaz hamdalah terdapat pujian yang agung untuk
Allah Swt., yang sudah memberikan segala kebutuhan kita sebagai
hamba, dan kemudian keutamaan salawat yang juga sangat
beragam. Satu hal yang pasti dari tiga kalimat ini adalah,
mendatangkan keberkahan, menjadikan Allah Swt., ridho terhadap
apa yang kita kerjakan, dan memperlancar jalannya hajat-hajat.
Sehingga bisa disimpulkan tiga kalimat ini ketika dibaca dengan
penuh penghambaan dan pengharapan kepada kuasa Allah yang
Maha memiliki segalanya, insya Allah akan lebih mudah dikabul.
Terlebih dengan mengikuti anjuran-anjuran dari Habib dan Kyai,
insya Allah lebih bertambah keberkahannya, lebih bertambah
kekuatan doanya untuk lebih cepat sampai kepada Allah.” 88

86
Fajrurrahman (Ustaz), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 6 Agustus
2022.
87
Fajrurrahman (Ustaz), wawancara.
88
Fajrurrahman (Ustaz), wawancara.
65

Ustazah Aminah yang merupakan pengajar mahfuzat dan tafsir,


sekaligus wali santri dari anaknya yang bermukim di pondok UQI ini
menyampaikan beberapa pendapat beliau kepada penulis tentang makna
ditempelkannya jempol kaki ibu ke kening sang anak. Menurut Ustazah
Aminah, prosesi ini penuh dengan simbol-simbol yang melambangkan
kerendahan hati, dan tawakkal kepada Allah Swt. Beliau mengatakan,
“Kebanyakan wali santri mempraktikkan ini pasti ketika ada
sebuah masalah, bisa jadi masalahnya terdapat pada sang anak,
atau pada diri ibunya sendiri. Ketika mempraktikkan ini mau tidak
mau seorang ibu memasrahkan seutuhnya kendali hati dan pikiran
sang anak kepada Allah Swt., dan memasrahkan dirinya seutuhnya
juga kepada Allah agar mendapat petunjuk dan dibukakan jalan
menuju hajat yang diinginkan. Jempol itu kan adanya di bawah,
identik dengan tempat rendah, jadi sebutlah jempol itu sebagai
lambang pelepas pakaian kesombongan sebagai manusia, dan
mengagungkan kuasa Allah seutuhnya yang Maha Menggenggam
hati dan pikiran setiap hamba-Nya.”89
Saat penulis menanyakan lebih jauh tentang urgensi dari basmalah,
hamdalah, dan salawat nabi pada praktik pembacaan doa jempol kaki ibu,
beliau tidak terlalu banyak memberikan pendapat, Ustazah Aminah hanya
mengatakan lafaz-lafaz tersebut berperan sebagai adab kepada Allah dan
pembuka jalan untuk doa-doa yang dipanjatkan. Keutamaan lafaz tersebut
yang membawa keberkahan, keridhaan, dan maghfirah dari Allah Swt.,
insya Allah bisa menjadi sebab dikabulkannya doa-doa tersebut. 90

89
Aminah (Ustazah), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 3 Agustus
2022.
90
Aminah (Ustazah), wawancara.
66

Selaras dengan Ustazah Aminah, Ustazah Fatimah pun tidak


menjelaskan panjang lebar mengenai urgensi dari lafaz basmalah,
hamdalah, dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw. Ustazah Fatimah
mengatakan,
“lafaz basmalah dan hamdalah bisa menjadi bentuk tabarrukan bi
ismillah, dan salawat kepada Nabi dan keluarganya juga
tawassulan kepada guru-guru pak Kyai sebagai bentuk memohon
bantuan orang dalam, agar doa yang dipanjatkan lebih cepat
dikabul. Kedudukan mereka yang lebih dekat dengan Allah Swt.,
bisa menjadi jalan dikabulkannya doa-doa tersebut. Di dalam Kitab
Masāil ad-Diniyyah yang pak Kyai ajarkan juga kan sudah
disebutkan urgensi bertawassul, salah satunya,

‫ض ِاء‬ ِ ِ ‫صاحلِِْي سب‬


َ َ‫ب َرئْيس ٌي ِِف ق‬
ِ ِ
ٌ َ َ َ ْ ‫ْي َواألَوليَاء َو ال ه‬
ِ ِ
َ ْ ‫اس َل ِابألَنبِيَاء َو املُْر َسل‬ ِ
ُ ‫إعلَم أ هن التَ َو‬
‫صلهى هللا َعلَْي ِه و َسله َم لِ َكَرَماِتِِ ْم عِْن َد‬ ِ ِ ِ ‫ك التهو‬
ِّ ِ‫اس ُل ِب َْهل بَْيت الن‬
َ ‫هب‬
ِ
ُ َ َ ‫اجات َو َك َذال‬
ِ ‫احل‬
ََ
‫هللا تعاَل‬
“Ketahuilah bahwasannya tawassul dengan para nabi, rasul, wali,
dan orang shaleh itu menjadi sebab yang utama dalam
mendatangkan hajat. Begitu juga tawasul dengan keluarga Nabi
Saw., karena mulianya keluarga nabi di sisi Allah. Ada juga
perintah langsung dari Allah Swt., di surat al-Ahzab 56. Sudah
cukup jelaslah dari ayat itu kalau bersalawat kepada nabi itu
penting sekali.”91
Ketika penulis bertanya kepada Ustazah Fatimah mengenai makna
simbol ditempelkannya jempol kaki ibu di kening sang anak, beliau
mengatakan bahwa prosesi ini merupakan bentuk ketaatan. Anak taat
kepada orang tua, anak dan orang tua taat kepada guru (pak Kyai), pak
Kyai taat kepada guru-gurunya, dan semua taat kepada Allah Swt.

91
Siti Fatimah (Ustazah), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 3 Agustus
2022.
67

Sehingga semua menjadi lebih mudah Allah kabulkan karena unsur-unsur


baik yang terdapat pada praktik pembacaan doa jempol kaki ibu ini.92

D. Efektivitas Pembacaan Doa


Sejak tanggal 1 Agustus sampai tanggal 15 Agustus penulis melakukan
wawancara kepada alumni, santri dan juga kepada wali santri pondok UQI.
Proses wawancara kepada santri dilakukan secara langsung atau tatap
muka, sedangkan wawancara kepada alumni dan wali santri ada yang
dilakukan secara langsung dan juga ada yang melalui telepon.
Untuk mendapatkan data santri kelas enam yang pernah
mempraktikkan ini, penulis memasuki setiap kelas enam yang berjumlah
enam kelas, kemudian menanyakan siapa yang pernah dan siapa yang
belum pernah mempraktikkan amalan doa jempol kaki ibu ini. Setelah
memasuki setiap kelas, penulis menemukan sepuluh santri yang pernah
mempraktikkan, enam santriwati dan empat santri putra. Dari keenam
santriwati yang pernah mempraktikkannya dua dari mereka dari kelas
intensif.
Sebelum menanyakan manfaat apa yang santri rasakan setelah
mempraktikkan pembacaan amalan doa dari pak Kyai, penulis terlebih
dahulu menanyakan apa alasan mereka mempraktikkannya atau pun tidak
mempraktikkannya. Sehingga tampaklah motif apa yang melatarbelakangi
mereka mempraktikkan atau tidak mempraktikkan ini. Dari pernyataan
yang mereka kemukakan, penulis menyimpulkan, mayoritas alasan
melaksanakan praktik amalan doa ini karena kondisi tidak betah, sedang
sakit, atau karena sedang ada hajat tertentu dan sebagian yang lain
melaksanakan ini bukan karena santrinya yang tidak betah, melainkan
orang tuanya yang belum bisa melepaskan sang anak sepenuhnya untuk

92
Siti Fatimah (Ustazah), wawancara.
68

tinggal di pesantren. Dari alasan awal yang beragam ini menimbulkan


manfaat yang dirasakan pun berbeda-beda oleh setiap pelakunya.
Saat di wawancara Najwa seorang santriwati kelas enam atau tiga
Aliyah menceritakan bahwa alasan dia dan ibunya melaksanakan praktik
pembacaan amalan doa dari pak Kyai ini adalah karena rasa tidak betah
yang cukup parah. Dari pemaparannya Najwa mengatakan bahwa, saking
tidak betahnya ia sampai melakukan beberapa hal yang berbahaya seperti
mencoba kabur dengan cara memanjat pagar, mengejar mobil orang
tuanya saat mereka hendak kembali ke rumah selepas waktu mudifah atau
penjengukan, tidak mau makan selama satu minggu hingga berujung sakit,
dan cara lainnya. Mengetahui hal tersebut dari wali kelas sang anak, kedua
orang tua Najwa khawatir anaknya akan melakukan hal-hal berbahaya
lainnya, setelah mendapat saran dari ustazah untuk membawa Najwa ke
pak Kyai, akhirnya orang tua Najwa bersama Najwanya juga memutuskan
untuk mengunjungi rumah pak Kyai di hari Minggu. Setelah bercerita
panjang lebar mengenai permasalahan ketidakbetahan sang anak kepada
pak Kyai, orang tua Najwa meminta air doa untuk sang anak dan meminta
saran dari pak Kyai. Di saat ini lah pak Kyai memberikan kertas ijazah
amalan doa tersebut sekaligus memberikan air doa khusus untuk Najwa
dengan harapan setelah meminum air doa dari beliau dan mempraktikkan
ini di rumah, Najwa bisa merasa lebih tenang dan merasa betah untuk
tinggal di pesantren. Dari cerita yang Najwa sampaikan setelah mendapat
ijazah tersebut dari pak Kyai, orang tuanya langsung meminta izin untuk
membawa pulang Najwa, sesuai ketentuan pesantren izin pulang hanya
diberikan waktu selama tiga hari saja, terhitung saat hari perizinan itu
dikeluarkan.93

93
Najwa Farhana (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 8
Agustus 2022.
69

Saat penulis meminta Najwa untuk menggambarkan bagaimana


kondisi atau suasana ketika pelaksanaan pembacaan amalan doa dari pak
Kyai, Najwa menceritakan,
“Awa kan emang ga betah banget ka pas awal masuk pondok, ibu
satpam sampai kenal Awa karena selalu nyoba kabur. Tapi pas pak
Kyai udah ngasih doa itu ke ibu, terus kita praktekkin di rumah
sesuai cara yang pak Kyai ajarkan. Pas ibu udah mulai baca doa
Awa jadi mikir, jadi mulai merasa bersalah gitu kak sama orang
tua. Pas doa tuh ibu yang sedih banget nangisnya, jadi Awa nangis
juga gara-gara denger doa-doa ibu. Sebetulnya ibu doanya
panjang banget, intinya ibu pengen Awa belajar yang fokus, betah
tinggal di pesantren, bisa ngikutin semua kegiatan yang ada, ga
ngelakuin hal-hal berbahaya lagi, sama biar Awa bisa taat
ibadahnya. Yang paling Awa inget kata-kata ibu pas doa gini kak,
“Ya Allah saya titip jiwa raga anak saya kepada-Mu yang Maha
Menjaga, saya ingin ya Allah anak saya Najwa Farhana menjadi
anak yang solehah supaya bisa mendoakan kami sebagai orang tua
sampai seterusnya meskipun kami nanti sudah tidak ada di dunia
lagi”. Kata-kata itu kak yang bikin Awa sadar kalau Awa ga di
pesantren mungkin Awa ga tau tuh gimana baca doa-doa, tahlil,
dan sebagainya kak. Terus selesai ibu tutup doa nya, ibu peluk Awa
sambil kita sama sama nangis deh.”94

Ketika di wawancara melalui telepon, ibu dari Najwa pun


membenarkan cerita Najwa. Ketika beliau mendeskripsikan bagaimana
kondisi beliau saat itu sampai sekarang sang anak sudah ingin lulus dari
pesantren, suara dengan nada gemetar sangat terdengar di suara beliau.
Beliau mengatakan “kalau flashback gini saya jadi sedih sekaligus terharu,
bangga sama Najwa yang sudah mau melewati masa-masa susah itu
bareng-bareng. Dia berjuang di pesantren, saya dan ayahnya Najwa
berjuang di rumah”. Setelah menarik nafas panjang yang terdengar dari
balik ponsel, beliau melanjutkan penjelasannya tentang bagaimana
harapan dan perjalanan anaknya sampai betah seperti sekarang, yang

94
Najwa Farhana (Santriwati), wawancara.
70

menurut beliau hal ini bisa terjadi melalui wasilah mempraktikkan


pembacaan amalan doa yang pak Kyai berikan. Beliau melanjutkan,
“Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya ya kak,
saya memasukan Awa ke pesantren supaya dia punya pondasi
agama yang kuat, bisa mendoakan kami orang tuanya hingga nanti.
Memang setelah mempraktikkan ijazah yang pak Kyai berikan
Awa tidak langsung betah 100%, tetapi ada perubahan-perubahan
yang kami sebagai orang tua juga turut merasakannya. Mulai dari
Awa mau makan makanan pesantren setiap hari, punya teman
dekat, aktif di kelas, sampai ekstrakurikuler, ga kerasa naik kelas-
naik kelas, setiap setelah liburan pesantren tidak susah untuk
kembali ke pesantrennya, ya sampai sekarang kak, alhamdulilah
sudah mau lulus dia. Ya mungkin semua ini Allah bukakan jalan
perlahan ke kami, khususnya Awa, berkat mempraktikkan ijazah
yang pak Kyai berikan waktu anak baru itu.”95
Perasaan tidak betah memang hal yang sangat lumrah dirasakan
oleh santri baru, sebab banyak sekali perbedaan yang mereka rasakan.
Mulai dari makanan, tempat tinggal, suasana, kegiatan dan hal lainnya.
Membiasakan diri dengan keadaan baru inilah yang memerlukan waktu
dan butuh perjuangan ekstra agar bisa terbiasa. Rihma seorang santriwati
asal Bogor ini pun merasakan hal yang demikian, tidak betah dengan
suasana dan kegiatan pesantren yang cukup padat. Padahal dari hasil
wawancara yang penulis lakukan, rumah Rihma cukup dekat dengan
lingkungan pesantren, hanya butuh waktu kurang dari lima menit dari
rumahnya untuk sampai ke pesantren.
Saat diwawancara tentang masa-masa tidak betah awal di
pesantren, Rihma mengatakan ia hanya bisa menangis di depan lemarinya
saja, tidak menelepon orang tuanya, ataupun merengek meminta pulang,
dengan alasan tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya. Karena
perasaan tidak betah itu tidak kunjung reda, akhirnya Rihma memutuskan

95
Risma Julaiha (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 8
Agustus 2022.
71

untuk meminta tolong kepada ketua kamarnya agar diantarkan ke rumah


pak Kyai. Dari penjelasan Rihma, awalnya ia hanya ingin meminta air doa
kepada pak Kyai agar merasa lebih tenang dan bisa fokus mengikuti
berbagai macam kegiatan yang ada di pesantren, tetapi di akhir
perbincangan Rihma dengan pak Kyai, pak Kyai juga menitipkan kertas
ijazah amalan doa jempol kaki ibu untuk ibunya Rihma. Ketika waktu
mudifah atau penjengukan tiba, barulah Rihma menceritakan semua
kepada ibunya, kemudian memberikan titipan kertas ijazah amalan doa
dari pak Kyai kepada ibunya. 96
Ketika penulis menemui Ibu Urfah yang merupakan ibu dari
Rihma, dan menanyakan tentang keadaan Rihma sewaktu menjadi santri
baru, beliau mengatakan memang betul awalnya beliau tidak tahu kalau
anaknya tidak betah di pesantren, sebab Rihma tidak pernah menelfon
sambil menangis, atau merengek minta pulang kepadanya atau ke ayah dan
kakaknya. Dari pemaparannya beliau pun awalnya merasa terkejut ketika
Rihma menceritakan sempat merasa tidak betah, dan bahkan sampai
memberanikan diri datang sendiri ke pak Kyai. Setelah mengetahui
mendapat kertas titipan ijazah untuk mempraktikkan amalan doa dari pak
Kyai, beliau tidak langsung datang untuk menemui pak Kyai sebab rumah
pak Kyai sedang ramai saat itu. Untuk memenuhi amanah pak Kyai
akhirnya Ibu Urfah mendatangi bagian keamanan untuk meminta izin
membawa Rihma pulang ke rumah.
Saat penulis meminta Ibu Urfah untuk menceritakan bagaimana
suasana ketika mempraktikkan pembacaan amalan doa dari pak Kyai
beliau mengatakan,
“Ketika itu saya sangat terharu pastinya, karena ternyata anak saya
ada usahanya untuk betah di pesantren, sampai dia berani datang

96
Siti Rihma Shalawati (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor,
8 Agustus 2022.
72

ke pak Kyai tanpa saya, hanya dengan ketua kamarnya saja. Saya
praktikkan semuanya sesuai yang ada di kertas dan sesuai yang
Rihma arahkan. Kemudian saya berdoa meminta yang terbaik
untuk anak saya kedepannya. Ya sebagaimana orang tua biasa pada
umumnya mendoakan anak kak, maunya ya selalu yang terbaik.
Saya tutup doanya dengan anjuran pak Kyai juga, lalu saya
peluk.”97
Dari penjelasan Ibu Urfah saat penulis tanya perihal manfaat apa
yang ibu dan Rihma rasakan setelah mempraktikkan ijazah yang pak Kyai
berikan, beliau mengatakan bahwa anaknya mendapatkan kemudahan-
kemudahan dalam berbagai hal, seperti mudah beradaptasi dengan
rutinitas baru, teman, lingkungan, makanan dan hal lainnya. Yang mana
hal-hal tersebut menjadi pemicu rasa betah dan tenang untuk Rihma ketika
berada di lingkungan pesantren. Pernyataan dari ibunya pun disetujui oleh
Rihma, menurutnya setelah ia dan ibunya mempraktikkan itu ia merasa
jauh lebih bisa menerima segala rutinitas mulai dari bangun tahajud hingga
kembali tidur pada pukul sepuluh malam. Ibu Urfah pun mengatakan
bahwa setelah mengetahui ada banyak perubahan yang dialami oleh
anaknya, ibu dan Rihma memutuskan untuk konsisten melakukan praktik
pembacaan amalan doa ini setiap hendak kembali ke pesantren selepas
liburan. Tentu dengan niat yang utama yaitu diberi ketenangan dan rasa
betah untuk sang anak ketika belajar di pesantren, dan hajat-hajat
tambahan lainnya yang dari keterangan sang ibu sesuai permintaan sang
anak. Seperti, dimudahkan lulus seleksi pasukan khusus pramuka,
dimudahkan dalam tes seleksi formatur ketua organisasi putri, dan hajat
khusus lainnya.98 Dari keterangan ibunya itu, Rihma mengiyakannya
dengan mengatakan “iya betul kak, aku suka request doa gitu sama ibu,

97
Urfah (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 8 Agustus
2022.
98
Urfah (Wali santri), wawancara.
73

alhamdulilah awal Aliyah aku bisa masuk pasukan khusus pramuka,


sampe sekarang aku jadi ketua organisasi putri. Kayak kalau udah minta
doa ke ibu tuh rasanya ada aja jalannya.”99
Persoalan tidak betah pun ternyata dialami oleh Syifa yang berasal
dari Bojong Gede, Bogor. Berbeda dengan Najwa dan Rihma yang
mempraktikkan ijazah amalan doa dari pak Kyai dengan sadar dan
kesepakatan bersama dengan ibunya masing-masing, Bu Yanti yang
merupakan ibu dari Syifa justru melakukannya secara diam-diam ketika
Syifa sedang tertidur. Dari keterangan yang penulis dapatkan dari Syifa, ia
baru mengetahui ibunya melakukan praktik doa itu dari sepupunya sehari
setelah kejadian tersebut. Syifa juga mengatakan ketika awal masuk
pesantren dirinya selalu merasa ingin pulang karena merasa tidak betah
dan belum bisa beradaptasi dengan keadaan pesantren, terutama dalam hal
mengantri, baik itu mengantri mengambil makan di dapur, mengantri di
kantin saat jam istirahat, maupun saat mengantri di kamar mandi. Dari
keterangan Syifa juga, ibunya melakukan praktik amalan doa ini secara
diam-diam sebab sejak awal Syifa diajak berkunjung ke rumah pak Kyai
ia selalu menolaknya dengan alasan takut. Syifa pun baru mengetahui
bahwa orang tuanya datang ke pak Kyai diam-diam setelah menginjak
kelas tiga Tsanawiyah. Syifa mengatakan saat itu ia iseng-iseng bertanya
kepada ibunya kenapa dulu pernah mempraktikkan doa itu secara diam-
diam.100
Ketika diwawancara melalui telepon, Ibu Yanti menyampaikan
alasan beliau melakukan praktik doa ini secara diam-diam. Alasan Ibu
Yanti adalah karena takut jika ia melakukannya dengan keadaan Syifa

99
Siti Rihma Shalawati (Santriwati), wawancara.
100
Syifa Tadzkiya (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 9
Agustus 2022.
74

sadar, sang anak akan menolak untuk diajak melakukan anjuran dari pak
Kyai. Sebab sejak awal Syifa mengatakan tidak betah, selain meminta
pulang Syifa juga meminta untuk dipindahkan ke sekolah biasa saja.
Karena keinginan orang tua yang sangat kuat untuk menyekolahkan anak
mereka di pesantren, akhirnya Ibu Yanti dan suaminya memutuskan untuk
datang ke rumah pak Kyai tanpa sepengetahuan anaknya. Setelah meminta
saran panjang lebar kepada pak Kyai, akhirnya orang tua Syifa membawa
Syifa pulang dengan kondisi sudah mendapatkan ijazah amalan doa
tersebut. Kemudian, keesokan harinya saat Syifa sedang tidur siang, Ibu
Yanti melakukan prosesi amalan doa ini pun dengan diam-diam. Ibu Yanti
mengatakan, “saya sempat khawatir Syifa akan terbangun, tapi
alhamdulilah dia pulas tidurnya. Jadi sampai akhir aman dan lancar.”
Kemudian Ibu Yanti menjelaskan bahwa selama prosesi tersebut ia
melakukannya dengan sangat perlahan. Mulai dari pelan-pelan
menempelkan jempol kakinya ke kening sang anak, hingga saat
memanjatkan doa-doa pun hanya di dalam hati. Beliau mengatakan,
“Ketika berdoa itu saya hanya memohon agar Allah beri
ketenangan dan rasa betah di hati dan pikiran Syifa, supaya dia bisa
mondok sampai tamat Aliyah, dengan ilmu yang berkah dan
bermanfaat. Alhamdulilah sekarang Syifa sudah mau lulus enam
tahun pesantren kak”.

Kemudian beliau menyatakan, meskipun pelaksanaannya secara


diam-diam tetapi semua tetap berjalan dengan khidmat.101 Dari keterangan
Syifa, setelah mengetahui ibunya telah mendoakannya agar betah, ia
membuat perjanjian dengan kedua orang tuanya. Jika di semester
selanjutnya Syifa masih merasa tidak betah, maka Syifa meminta untuk
pindah sekolah. Tetapi karena perlahan perasaan betah dan mulai terbiasa

101
Yanti (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 9 Agustus
2022.
75

dengan suasana mengantri di pesantren Syifa berhasil bertahan di


pesantren hingga sekarang sudah menginjak kelas tiga Aliyah, yang
artinya dalam beberapa bulan lagi ia akan lulus dari pesantren Ummul
Quro ini. Saat ditanya apa yang Syifa rasakan setelah ibu mempraktikkan
doa jempol kaki itu, ia mengatakan,
“Awalnya kan kita udah perjanjian ya kak, kalau Syifa masih ga
betah ya berarti pindah dari UQI. Tapi ternyata pas selesai liburan
semester dua kelas satu, Syifa malah semangat balik ke pesantren
karena udah janjian buat kembali ke pesantren bareng temen-
temen sekelas yang lainnya. Makin lama juga Syifa selalu berdoa
buat bisa ngewujudin kemauan orang tua, di pondok sampe lulus
enam tahun. Eh ga kerasa sekarang tahun terakhir di pesantren.”102

Persoalan tidak betah saat awal berada di lingkungan pesantren


bukan hanya dirasakan oleh santriwati saja, santri putra pun turut
merasakannya. Beberapa dari mereka mengekspresikannya dengan
menangis, atau melamun, bahkan menurut keterangan Ustaz Fajrur selaku
pembina rayon santri baru putra dari tahun 2018 sampai sekarang, tidak
sedikit dari mereka juga yang melampiaskan perasaan tidak betah dengan
cara berusaha kabur dari pesantren. Dari pemaparan Ustaz Fajrur juga,
tingkat pelanggaran santri baru putra lebih tinggi dibandingkan tingkat
pelanggaran santriwati barunya.103
Banyaknya pelanggaran di kalangan santri baru putra dibenarkan
oleh tiga orang santri putra yang penulis wawancara saat jam makan siang.
Mereka adalah Muhammad Faiq asal Jakarta yang merupakan adik
penulis, Naufal Abdurahman asal Cianjur, dan Muhammad Rafi asal
Bandar Lampung. Dari pemaparan mereka bertiga alasan merasa tidak
betah tinggal di pesantren adalah kegiatannya yang begitu padat, belum
lagi menu makanannya yang itu-itu saja, dan juga sulitnya beradaptasi

102
Syifa Tadzkiya (Santriwati), wawancara.
103
Fajrurrahman (Ustaz), wawancara.
76

dengan bahasa yang wajib mereka gunakan sehari-hari di pesantren, yaitu


Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Mereka bertiga merupakan tiga sekawan
sejak kelas satu Tsanawiyah, sempat berada di dalam satu kamar yang
sama, dan juga pernah melakukan pelanggaran bersama ketika dulu
merasa tidak betah ketika menjadi santri baru. Dari cerita yang mereka
sampaikan, saat itu mereka memutuskan untuk mencoba kabur atau keluar
pesantren tanpa izin karena lelah dengan kegiatan padat yang ada di
pesantren. Saat kabur mereka tidak memiliki tujuan pasti hendak pergi
kemana, bagi mereka yang terpenting berhasil keluar dulu dari lingkungan
pesantren. Naasnya, karena mereka belum mengetahui dengan baik medan
sekitar pesantren jadilah ketahuan dengan salah satu ustaz yang mengajar
di pondok.
Sekembalinya ke pesantren bersama ustaz yang menangkap
mereka bertiga, orang tua mereka pun langsung dihubungi oleh pihak
pesantren. Jadilah mereka ketahuan kalau merasa tidak betah saat berada
di pesantren.104 Dari keterangan yang Faiq sampaikan, saat mengetahui hal
tersebut ibu dan ayah Faiq langsung mengunjungi pesantren guna
memenuhi panggilan dari bagian konseling santri. Setelah selesai
mengurus pelanggaran di kantor bagian konseling, ayah dan ibunda
memutuskan untuk mengajak adik penulis berkunjung ke rumah pak Kyai
untuk meminta air doa agar Faiq tidak kembali melakukan pelanggaran.
Ketika pak Kyai memberikan air doa kepada Faiq, beliau juga memberikan
secarik kertas ijazah amalan doa untuk ibu, tetapi karena Faiq masih dalam
masa hukuman sebab pelanggaran yang ia dan teman-temannya lakukan,

104
Muhamad Faiq, Naufal Abdurrahman, Muhammad Rafi (Santri)
diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor 10 Agustus 2022.
77

jadilah ia tidak langsung diizinkan pulang untuk melaksanakan ijazah


amalan doa ini.105
Sedangkan orang tua Naufal dan Rafi baru datang ke pesantren
seminggu setelahnya. Dari keterangan mereka berdua, orang tua mereka
pun melakukan hal yang sama, yaitu langsung membawa mereka ke pak
Kyai, dan juga mendapat air doa beserta kertas amalan doa dari pak Kyai,
dan mereka bertiga menceritakan bahwa ketika liburan Ramadhanlah
mereka melakukan praktik pembacaan amalan doa yang pak Kyai berikan
di rumah masing-masing.106 Naufal menceritakan kepada penulis bahwa
ketika sedang mempraktikkan amalan doa tersebut sang ibu berdoa sambil
menangis meminta kepada Allah agar Naufal dijadikan anak yang taat dan
dijauhkan dari segala macam perbuatan yang bisa membahayakannya.
Naufal juga mengatakan saat prosesi tersebut sebetulnya ia pun merasa
sedih, namun karena malu jika ikut menangis maka ia tahan sekuat tenaga
agar tidak ikut menangis seperti ibunya.107 Sedangkan Faiq dan Rafi
mengatakan, mereka tidak mampu menahan air matanya, sehingga turut
menangis sama seperti ibunda masing-masing.108
Saat penulis mewawancarai ibu dari Faiq yang merupakan ibu dari
penulis juga, mengenai praktik pembacaan amalan doa yang pak Kyai
berikan, beliau mengatakan,
“pas pak kyai ngasih kertas itu rasanya mamah mau langsung bawa
adikmu pulang aja, tapi karena dia masih di masa hukuman
akhirnya kita baru laksanakan waktu itu pas liburan ramadhan
kan? Ketika doa sama Allah mamah cuma minta sama Allah

105
Muhammad Faiq (Santri), wawancara.
106
Naufal Abdurrahman, Muhammad Rafi (Santri), diwawancarai oleh Ifrohatul
Fuad, Bogor, 10 Agustus 2022.
107
Naufal Abdurrahman(Santri), wawancara.
108
Muhamad Faiq, Muhammad Rafi (Santri), wawancara.
78

supaya adik kamu selalu ceria di pesantren, didekatkan dengan


orang-orang yang bisa membawa dia ke kebaikan, sama dijauhkan
dari segala yang membahayakan. Saat berdoa karena betul-betul
menghayati ga sadar sampai menangis, adikmu juga sama.”109

Dan dari keterangan ibunda, hal tersebut tidak sekali langsung


manjur untuk Faiq, karena memang rasa ingin kembali tinggal di
rumahnya sangat tinggi. Setelah tiga kali mempraktikkan ijazah dari pak
Kyai barulah terlihat perubahan sikap dan perilaku Faiq yang signifikan.
Dari penjelasan beliau, puncak perubahan perilaku Faiq sangat terlihat
ketika ia menginjakkan kaki di kelas tiga Tsanawiyah, saat teman-
temannya yang lain bimbang ingin melanjutkan atau tidak di pesantren,
Faiq justru dengan mantap meminta melanjutkan pendidikannya di
pesantren hingga tamat Aliyah nanti. Karena hal itu akhirnya ibunda
memutuskan untuk tetap rutin mempraktikkan amalan doa dari pak Kyai
itu kepada anak-anaknya.110
Saat penulis wawancara mengenai manfaat apa yang Faiq rasakan
setelah ibunda melakukan berkali-kali praktik amalan doa dari pak Kyai,
Faiq mengatakan bahwa,
“pas awal kelas satu, dua ya, tetep aja ngerasa ga betah, cuma
makin kesini makin sadar, mamah sama bapak aja ga pernah cape
doain aku, ga pernah marah sama tingkah aku yang astaghfirullah
banget waktu itu, masa aku nurutin satu kemauan mamah bapak
aja ga bisa. Akhirnya makin kesini, udah bisa adaptasi sama
banyak kegiatan, punya banyak temen jadi ya betah-betah aja. Nah
pas kelas tiga temen aku pada bingung mau lanjut atau selesai,
kalau aku mah maunya lanjut aja. Mungkin bisa ngerasa mantep
lanjut di pondok karena mamah selalu doain pake cara pak Kyai

109
Sri Hastuti (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 10
Agustus 2022.
110
Sri Hastuti (Wali santri), wawancara.
79

setiap aku pulang ke rumah. Ga kerasa deh satu semester lagi lulus
pondok.”111

Naufal pun mengatakan hal yang sama, di tahun pertama dan kedua
memanglah tahun yang sulit untuk membiasakan diri dengan keadaan
pesantren. Kemudian ia juga mengatakan,
“emang rasanya ada yang beda ka setelah di doain sama ibu pake
cara pak Kyai itu. Karena kita ada di bawah kaki ibu terus ngeliat
ibu berdoa sambil nangis jadi kaya nyampe gitu ke hati. Aku
sendiri setelah praktik itu sama ibu jadi lebih tenang, lebih
semangat, lebih bisa jaga diri dari pelanggaran-pelanggaran yang
ada. Meskipun ga langsung berubah jadi betah, jadi baik, tapi aku
ngerasain ada efeknya gitu kak.”112

Saat penulis mewawancarai ibu dari Naufal beliau mengatakan


ketika itu perasaan beliau tidak karuan, ingin langsung mengunjungi sang
anak tetapi terkendala dengan hal lain yang harus beliau lebih utamakan.
Perasaan gelisah dengan kondisi sang anak, dan juga khawatir melakukan
hal-hal membahayakan lainnya. Beliau juga mengatakan, semua terasa
lebih tenang dan lebih ikhlas melepas sang anak kembali ke pesantren
setelah mempraktikkan amalan doa jempol kaki dari pak Kyai. Mengingat
anaknya pernah mencoba kabur, tentu sebagai ibu ada kecemasan
tersendiri anaknya akan melakukan hal yang sama. Namun dari pernyataan
beliau, alhamdulilah setelah mempraktikkan amalan doa tersebut terlihat
banyak perubahan-perubahan baik pada diri sang anak, hingga sekarang
sang anak sudah berada di kelas tiga Aliyah ia tidak pernah mengulangi
kembali pelanggaran tersebut. Beliau juga meyakini bahwa dengan
mempraktikkan apa yang sudah pak Kyai ijazahkan menjadi perantara

111
Muhammad Faiq (Santri), wawancara.
112
Naufal Abdurrahman (Santri), wawancara.
80

terbukanya jalan kebaikan untuk sang anak, sehingga bisa merasa betah
dan menjalani hari-hari di pesantren dengan baik.113
Sedangkan dari keterangan Rafi, posisi kedua orang tuanya saat itu
di Bandar Lampung, ketika mendengar kabar tersebut sang ayah dan kakak
langsung menjadwalkan keberangkatannya ke Bogor. Setibanya di Bogor
mereka memutuskan untuk tinggal di Bogor selama sebulan, untuk
berjaga-jaga takut Rafi melakukan hal-hal yang tidak diinginkan lagi.114
Ibunda Rafi ketika diwawancara mengatakan, ia sudah tidak ingat
bagaimana persisnya ketika melakukan praktik amalan doa jempol kaki
ibu yang pak Kyai berikan ketika dirinya dan suami sedang berkunjung ke
rumah pak Kyai sebelum pulang ke Lampung usai menjemput Rafi yang
hendak liburan Ramadhan. Dari pernyataan beliau juga, ketika berdoa
beliau fokus doanya hanya pada rasa betah untuk sang anak, agar tidak
selalu teringat dengan rumah, dan bisa belajar dengan baik. Sebab jarak
yang jauh dan biaya yang tidak sedikit tentunya harus beliau keluarkan
jika selalu bolak-balik Lampung-Bogor. Kemudian beliau mengatakan,

“Sebetulnya tidak apa-apa kalaupun harus bolak-balik demi anak,


tetapi kalau kondisinya dia betah di pesantren, tidak melanggar,
kami pun berangkat ke Bogor dengan hati senang dan ceria, kalau
karena tidak betah atau ada masalah tentu di jalan pun kami akan
was-was kak.”115
Kemudian saat penulis menanyakan bagaimana perubahan sikap
Rafi setelah ibunda mempraktikkannya, beliau mengatakan sang anak
menjadi lebih mudah bergaul, dan bisa menjaga diri dari hal-hal yang tidak
diinginkan. Semakin kesini, anaknya semakin jarang melakukan
pelanggaran yang berakibat fatal, dan kemajuan di bidang akademik pun

113
Hartanti (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad 10 Agustus 2022.
114
Muhammad Rafi (Santri), wawancara.
115
Mulyani (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 10 Agustus
2022.
81

mulai nampak. Menurut beliau, karena hati yang tenang ketika belajar di
pesantren mungkin bisa menjadikan Rafi belajar lebih fokus dan
menghasilkan nilai yang memuaskan.116 Dan hal tersebut disetujui oleh
Rafi, ia mengatakan,
“Pokonya setelah ibu doain Rafi pake cara jempol kaki itu, Rafi
jadi lebih enak kak merasanya di pesantren. Belajar lebih tenang,
fokus, bisa bergaul sama banyak orang, jadi meskipun Rafi ga
dijenguk Rafi ga ngerasa sedih, karena kan ada orang tua teman-
teman Rafi yang lain. Alhamdulilah deh pokonya.”117
Ketika anak lain merasa tidak betah tinggal di pesantren saat
menjadi santri baru, Sasa dan Anna justru merasakan hal sebaliknya.
Mereka merasa betah sejak awal masuk ke pesantren, karena memang
betul-betul kemauan mereka sendiri. Perasaan gelisah dan ingin pulang
mulai muncul dibenak keduanya setelah mengetahui bahwa sang ibu
masih suka menangis di rumah karena mereka berada jauh dari sisinya.
Salmalia atau yang akrab dipanggil Sasa merupakan anak bungsu dari tiga
bersaudara. Sasa mengatakan ia memang sangat dekat dengan ibunya,
sebab kedua kakaknya yang lain berada di luar kota karena sedang
menyelesaikan kuliahnya, maka dari itu hanya Sasa lah yang menemani
ibu dan ayah setiap harinya.
Saat ditanya alasan apa yang membuatnya langsung merasa betah
di pesantren, Sasa mengatakan bahwa suasana barulah yang membuatnya
merasa semangat dan antusias menjalani hari-hari pertamanya di
pesantren. Kondisi pesantren yang sangat berbeda dengan kondisi di
rumah yang serba ada, membuat Sasa selalu ingin belajar mandiri dalam
berbagai hal, sebab menurut Sasa selama di rumah segala kebutuhan dan

116
Mulyani (Wali santri), wawancara.
117
Muhammad Rafi (Santri), wawancara.
82

keperluan Sasa sudah diatur dan disiapkan oleh ibunya.118 Kemudian Sasa
menceritakan awal kegelisahannya muncul, yaitu ketika ia mulai
memperhatikan ibunya yang setiap selesai menjenguk Sasa selalu
menangis. Ditambah rasa heran yang mulai muncul karena sang ibulah
yang selalu menelpon Sasa melalui wali kelasnya. Sampai di minggu ke
tiga sejak Sasa tinggal di pesantren ibunya kembali menjenguknya, dan
mengatakan bahwa sang ibu selalu teringat dengan dirinya, dan
mengajaknya untuk pindah sekolah ke tempat lain yang tidak
mengharuskan Sasa tinggal di asrama. Kemudian Sasa mengatakan
ayahnyalah yang mengajak mereka untuk datang berkunjung menemui pak
Kyai, agar mendapatkan saran bagaimana baiknya.
Sebagaimana biasanya, setelah memberi beberapa nasihat pak
Kyai memberikan kertas ijazah tersebut untuk dilaksanakan di rumah.
Belum genap sebulan Sasa berada di pesantren, akhirnya ia pulang ke
rumah terlebih dahulu untuk mempraktikkan ijazah amalan doa yang pak
Kyai berikan. Setibanya di rumah Sasa meminta ibunya untuk segera
melakukan apa yang pak kyai perintahkan, karena dari keterangan yang
Sasa sampaikan ia tidak ingin berlama-lama di rumah, sebab takut
tertinggal banyak pelajaran. Saat menggambarkan suasana ketika
mempraktikkan amalan doa tersebut Sasa mengatakan, ia tidak merasa
terharu seperti teman-teman yang lainnya, ia justru merasa heran kepada
sang ibunda. Dalam benaknya bertanya-tanya, mengapa ibu yang
menangis padahal Sasa yang tinggal di pesantren. Kemudian Sasa
melanjutkan, seselesainya sang ibu berdoa justru Sasa lah yang

118
Salmalia Hasina Zahra (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad,
Bogor, 11 Agustus 2022.
83

meyakinkan sang ibu bahwa dia akan baik-baik saja di pesantren, jadi ibu
tidak perlu khawatir berlebih kepadanya.119
Ketika penulis mewawancarai ibu dari Sasa melalui telepon, dan
menanyakan kondisi beliau ketika awal Sasa masuk pesantren beliau
mengawalinya dengan sedikit tertawa, seperti malu-malu jika mengingat
hal yang sudah lama terjadi itu, kemudian beliau mulai menceritakan
bahwa memang betul ketika Sasa masuk pesantren dirinyalah yang justru
lebih banyak menangis, dan mengajak sang anak untuk keluar dari
pesantren. Tetapi hal tersebut perlahan mulai mereda, sebab ayah dan
kakak Sasa yang lain turut membantu dan menyemangatinya, juga turut
mencarikan jalan keluarnya, seperti mengajak dirinya dan Sasa untuk
berkunjung ke rumah pak Kyai. Beliau juga membetulkan apa yang Sasa
sampaikan, yaitu ketika proses mempraktikkan amalan doa dari pak Kyai
ia yang menangis cukup deras, sedangkan Sasa tetap tenang di
tempatnya.120
Dari yang ibunda Sasa ceritakan ketika itu ia berdoa kepada Allah
Swt., agar diberi keikhlasan di dalam hatinya untuk melepaskan sang anak
ke pesantren. Tak lupa keridhaan Allah ia panjatkan untuk sang anak agar
selalu dalam keadaan baik saat jauh dari sisinya, dan alhamdulilah tidak
perlu waktu yang cukup lama untuk akhirnya ibu dari Sasa merasa tenang
dan tidak gelisah ketika Sasa berada di pesantren. Di akhir pembicaraan
beliau menyatakan bahwa salah satunya melalui praktik doa inilah jalan-
jalan kemudahan bagi dirinya untuk mengikhlaskan sang anak mulai
terbuka, sampai akhirnya terbiasa seperti sekarang.121

119
Salmalia Hasina Zahra (Santriwati), wawancara.
120
Farida (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor 11 Agustus
2022.
121
Farida (Wali santri), wawancara.
84

Pengalaman serupa juga dialami oleh Anna, seorang santriwati asal


Bogor. Dari cerita yang Anna sampaikan, sang ibu sangat merasa
kehilangan Anna ketika dirinya mulai tinggal di pesantren, sebab Anna
merupakan anak satu-satunya. Sejak lulus SD Anna sudah meminta
kepada kedua orang tuanya agar dimasukkan ke pesantren, namun kedua
orang tuanya baru mewujudkan itu ketika Anna sudah lulus SMP. Sama
seperti Sasa, Anna pun seperti menemukan dunia baru, yang belum pernah
ia rasakan sebelumnya. Bukannya merasa tidak betah dengan suasana
baru, ia justru merasa semangat dan betah. Tetapi setelah dua minggu
berlalu, ibunya selalu memintanya untuk pulang. Kebanyakan santri
lainnya ketika diajak pulang oleh orang tua mereka maka perasaan yang
muncul adalah perasaan bahagia. Namun Anna kebalikannya, ia merasa
sedih sebab akan tertinggal banyak kursus bahasa. Anna mengatakan ia
sangat menyukai kegiatan muhadatsah atau latihan berbicara Bahasa Arab
dan Inggris, dan kegiatan itulah yang membuat Anna tidak mau berada di
rumah lama-lama.
Sebelum pulang ke rumah, Anna mengajak ayah dan ibunya untuk
berkunjung ke rumah pak Kyai. Dari keterangan yang Anna sampaikan, ia
melakukan hal tersebut karena teringat pesan pak Kyai ketika apel dwi
mingguan, yaitu jika ada segala macam permasalahan mengenai perasaan
tidak betah atau yang lainnya boleh mendatangi beliau untuk meminta
saran. Ketika di rumah pak Kyai pun lebih banyak Anna yang bercerita
tentang perasaan betahnya, dan juga persoalan sang ibu yang selalu
mengajaknya pulang. Setelah pak Kyai memberi nasihat-nasihat kepada
sang ibu, akhirnya mereka kembali ke rumah dengan sebotol air doa dan
kertas ijazah amalan doa yang sering pak Kyai bicarakan.
Kemudian Anna mengatakan, sebelum mempraktikkan apa yang
pak Kyai berikan ia terlebih dahulu mengajak ibunya mengobrol tentang
85

kebaikan-kebaikan yang Anna rasakan ketika berada di pesantren.


Menurut Anna setelah mengobrol dan mempraktikkan pembacaan amalan
doa dari pak Kyailah sang ibu mulai berbesar hati untuk menerima
keputusan Anna, untuk tetap melanjutkan pendidikannya di pesantren.122
Saat penulis mewawancarai ibunda dari Anna melalui telepon
beliau mengatakan bahwa melepas Anna ke pesantren adalah hal yang
berat untuknya, tetapi setelah mendapat nasihat dari pak Kyai, dan
menyadari ada semangat yang besar di dalam diri anaknya untuk tetap di
pesantren akhirnya ia mau mempraktikkan amalan doa yang pak Kyai
berikan, sebagai wujud keridhaannya melepas sang anak ke pesantren, dan
tentu dengan harapan agar dirinya juga diberikan rasa ikhlas dan sabar
untuk berada jauh dari sang anak. Ketika diwawancara beliau memang
tidak terlalu banyak menjelaskan secara detail, sebab kondisi beliau ketika
itu sedang sakit. Di akhir pembicaraan beliau mengatakan bahwa,
“Meskipun berat ketika di awal melepaskan Anna ke pesantren,
tetapi sekarang saya baru tahu nikmatnya memiliki anak di
pesantren. Pergaulannya lebih terjaga, akhlaknya lebih terasah, dan
hal baik lainnya. Andai waktu itu saya tidak menuruti perintah pak
Kyai, mungkin saya menyesal. Alhamdulilahnya setelah
mempraktikkan apa yang pak Kyai perintahkan saya jadi sadar
semua ini memang ada baiknya untuk Anna dan juga untuk diri
saya.”123

Setiap orang tentu memiliki ujiannya masing-masing ketika sedang


memperjuangkan sesuatu. Khususnya dalam hal ini ujian-ujian yang hadir
di lingkungan pesantren. Beberapa orang diuji dengan perasaan tidak
betah, beberapa orang lain diuji dengan kondisi orang tuanya, dan
beberapa orang yang lain ada yang diuji dengan ujian berupa masalah

122
Nafisah Anna Putri (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor,
11 Agustus 2022.
123
Ruhiyah (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 11
Agustus 2022.
86

kesehatannya. Seperti yang dialami oleh Salsabila Arifa santriwati asal


Bekasi ini. Dari keterangan yang Arifa sampaikan ketika anak baru ia tidak
memiliki kendala perasaan tidak betah seperti teman-teman lainnya.
Semua berjalan seperti biasa sampai akhirnya di kelas satu semester dua,
Arifah terkena sakit DBD. Beberapa pekan setelah selesai perawatan
intensif di rumah sakit, muncul beberapa penyakit lain yang lebih parah.
Arifa tidak memberi tahu lebih jelas kepada penulis terkait penyakitnya
itu, ia hanya mengatakan penyakit ini cukup parah sehingga menyebabkan
Arifa harus pulang untuk kontrol ke dokter setiap satu bulan sekali. Dari
keterangan Arifa, setelah enam bulan perawatan sakitnya tak kunjung ada
perubahan. Sampai akhirnya orang tua Arifa mengunjungi pak Kyai untuk
meminta doa bersama, dengan harapan agar sang anak segera diberi
kesembuhan oleh Allah Swt.
Saat penulis mewawancarai ibu dari Arifa melalui telepon beliau
menjelaskan, meminta bantuan doa kepada guru-guru, khususnya pak
Kyai merupakan salah satu usaha batin yang mereka lakukan setelah usaha
zohirnya, yaitu membawa sang anak ke dokter. Dengan harapan ketika
mendapat doa dari guru-guru, Allah bisa segera mengembalikan kesehatan
sang anak. 124 Ibu Siti yang merupakan ibu dari Arifa mengatakan, setelah
melaksanakan doa bersama dengan pak Kyai untuk kesembuhan Arifa, pak
Kyai juga memberikan kertas ijazah amalan doa jempol kaki ibu untuk di
praktikkan di rumah. Dari keterangan yang disampaikan Ibu Siti kepada
penulis, ia selalu mempraktikkan amalan doa jempol kaki ibu tersebut
sebelum Arifa pergi kontrol ke dokter, dengan harapan semoga selalu ada
kabar baik tentang kesembuhan sang anak. Sehingga sang anak bisa

124
Salsabila Arifa (Santriwati), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 11
Agustus 2022.
87

kembali belajar di pesantren dengan fokus seperti anak-anak lainnya.


Kemudian beliau mengatakan,
“Alhamdulilah kak, selama tiga bulan lebih saya istiqamah
mempraktikkan doa yang Kyai berikan, ada kabar baik untuk
kesembuhan Arifa. Setiap mempraktikkan itu saya hanya
memohon kesembuhan untuk anak saya, agar bisa belajar fokus
kembali seperti teman-temannya yang lain. Alhamdulilah kak
perlahan dosis obatnya mulai diturunkan, berat badan Arifa juga
mulai normal kembali. Saya yakin Allah memberikan jalan
kesembuhan untuk Arifa ya salah satunya melalui amalan doa yang
pak kyai berikan dan saya praktikan sebelum Arifa berobat kak.”125

Sedangkan Arifa saat penulis menanyakan manfaat apa yang ia


rasakan setelah sang ibu istiqamah mempraktikkan amalan doa yang pak
Kyai berikan, ia menjawabnya dengan linangan air mata, “sedih kak kalau
ingat masa-masa sakit dulu”. Kemudian ia mengatakan bahwa memang
benar apa yang ibunya katakan. Di tiga bulan semenjak sang ibu
mempraktikkan doa tersebut kemajuan pada kesehatan badannya mulai
terlihat, dan tidak lama dari situ dokter menyatakan Arifa sudah sembuh
dari penyakit yang dideritanya. Dari penjelasan Arifa juga ia mengatakan
meskipun telah sembuh dari penyakit tersebut, sang ibu tidak berhenti
mempraktikkan amalan doa dari pak Kyai. Dengan harapan agar ia selalu
dilindungi dan diberi kesehatan oleh Allah Swt., selama belajar di
pesantren. Kemudian ia mengatakan “Alhamdulilah kak, setelah itu Arifa
jadi jarang sakit lagi”.126
Hal yang serupa pun dirasakan oleh Sultan, santri kelas enam asal
Banten ini. Ia menceritakan bahwa ketika baru dua minggu menjadi santri
di pondok UQI, ia terjangkit penyakit kulit yang cukup parah. Penyakit
kulit ini dikalangan santri terkenal dengan nama “sakit jarban”. Ditandai

125
Siti Muni’ah (Wali santri), diwawancara oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 11
Agustus 2022.
126
Salsabila Arifa (Santriwati), wawancara.
88

dengan munculnya rasa gatal-gatal yang panas, bahkan sampai


menimbulkan nanah. Dari keterangan yang disampaikan Sultan, sakit
jarbannya ini aneh, karena setelah satu bulan diobati tak kunjung sembuh,
dan luka nanahnya semakin memenuhi kedua telapak tangannya. Sehingga
ia tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Mengetahui hal tersebut orang
tuanya meminta izin kepada wali kelas untuk membawa pulang dirinya.
Ketika perizinan itulah sang ibu mendapat saran dari wali kelas untuk
datang terlebih dahulu ke rumah pak Kyai untuk meminta doa untuk
kesembuhan sang anak sebelum pulang ke rumah.127
Dari keterangan yang ibunda Sultan sampaikan, ketika di rumah
pak Kyai, beliau hanya memberikan kertas amalan doa jempol kaki ibu
untuk dipraktikkan di rumah ketika hendak mengobati tangan anaknya.
Ibunda sultan mengatakan, ketika itu pak Kyai hanya tersenyum melihat
tangan sultan, kemudian mengatakan “penyakit santri ini mah, insya Allah
nanti sembuh setelah ibu membacakan ini untuk anak ibu. Tandanya sudah
mau sah jadi santri kalau sudah sakit begini.” Mendengar pak Kyai
mengatakan seperti itu, ibunda Sultan keesokan harinya mempraktikkan
doa tersebut sebelum mengobati luka-luka di tangan anaknya. Beliau
mengatakan, “memang betul kak apa yang pak Kyai katakan, setelah dua
kali mempraktikkan doa tersebut dengan harapan kesembuhan untuk anak
saya, alhamdulilah Allah kasih kesembuhan untuk Sultan.”128
Saat penulis menanyakan manfaat yang Sultan rasakan, ia
mengatakan bahwa memang cukup cepat proses kesembuhan sakit
jarbannya ketika di rumah, awalnya ia sempat khawatir ketika kembali ke
pesantren penyakit itu akan ada lagi. Tetapi alhamdulillah hingga kini ia

127
Sultan Yudha (santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 10
Agustus 2022.
128
Sri Banun (Wali santri), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 10
Agustus 2022.
89

tidak merasakan sakit jarban itu lagi. Dan jika dirinya sakit yang cukup
parah lagi seperti tifus, sang ibu tetap mempraktikkan amalan doa dari pak
Kyai sebelum memberinya obat.129
Selain dari kalangan santri, para alumni juga turut penulis
wawancara untuk menanyakan manfaat dari mempraktikkan pembacaan
amalan doa jempol kaki ibu ini. Dari pemaparan mereka kasus yang
dialami pun sama dengan santri pada umumnya, yaitu merasa tidak betah,
pelanggaran, atau karena sakit. Seperti yang disampaikan oleh kak Rizka
saat penulis wawancara, ia mengatakan dulu ketika masa pubertas di kelas
tiga Tsanawiyah dirinya sering sekali melakukan pelanggaran-
pelanggaran yang berat, seperti kabur, berkomunikasi dengan santri putra
di lingkungan pesantren, dan lainnya. Setelah pelanggaran-pelanggaran
itulah orang tua Kak Rizka memutuskan untuk mempraktikkan amalan doa
jempol kaki ibu.130
Dari keterangan ibunda Kak Rizka, beliau mempraktikkan amalan
doa tersebut dengan harapan adanya perubahan sikap pada sang anak,
sehingga bisa menjadi santri yang taat pada peraturan pesantren. Ibunda
kak Rizka juga mengatakan bahwa perubahan mulai terlihat setelah beliau
mempraktikkan amalan tersebut, beliau merasa semakin jarang menerima
surat laporan pelanggaran berat sang anak.131 Sedangkan menurut Kak
Rizka sendiri, ia mengatakan bahwa saat proses pembacaan doa itulah
yang membuatnya tersentuh dan sadar, akan kesalahan-kesalahannya
selama ini. Sehingga setelah ibunda mempraktikkannya muncul tekad
untuk memperbaiki diri ketika kembali ke pesantren.132

129
Sultan Yudha (santri), wawancara.
130
Nur Rizka Fauziah (Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Jakarta, 15
Agustus 2022.
131
Epon, diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Jakarta, 15 Agustus 2022.
132
Nur Rizka Fauziah, wawancara.
90

Hal serupa juga dirasakan oleh Farid, saat penulis mewawancarai


Farid melalui telepon ia mengatakan, ketika menjadi santri kelas enam
kenakalannya memuncak, sebab merasa sudah berada di kelas akhir dan
sebentar lagi akan lulus dari pesantren. Pelanggaran-pelanggaran berat pun
ia lakukan, seperti bermain warnet yang diadakan di rumah warga sekitar
lingkungan pesantren, membawa telepon genggam ke pesantren, dan
keluar lingkungan pesantren tanpa izin. Dari keterangan Farid, dirinya
sampai menerima surat peringatan dari pihak pesantren.133
Saat penulis menemui ibunda Farid, beliau mengatakan rasa
khawatir sang anak dikeluarkan dari pesantrenlah yang membuat beliau
mempraktikkan pembacaan amalan doa jempol kaki ibu, dengan harapan
sang anak bisa berubah menjadi lebih taat dengan peraturan pesantren
hingga kelulusan nanti. Menurut ibunda setelah tiga malam berturut-turut
mempraktikkan amalan ini ketika kembali ke pesantren anaknya mulai
bisa mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang biasa ia lakukan. Hal itu
dibuktikan dengan tidak ada lagi surat laporan yang sampai ke beliau.134
Menurut Farid, mempraktikkan amalan doa jempol kaki ibu yang
pak Kyai berikan kepada ibundanya membuat hatinya seperti luluh
seketika. Menyadari segala kesalahannya di pesantren, dan sudah
membuat ibunda sedih. Ketika itulah Farid mulai bertekad untuk
meninggalkan kesan yang baik di masa akhirnya tinggal di pesantren. 135
Berbeda dengan Kak Rizka dan Farid, Femmy ketika menjadi
santri baru pernah terkena sakit yang cukup parah. Dari keterangannya
Femmy selalu merasa sakit di bagian perutnya dan panas tinggi dalam
waktu yang lama. Ketika di bawa ke dokter tidak ada penyakit yang

133
Muhammad Amarul Farid (Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad,
Bogor, 13 Agustus 2022.
134
Maryam, Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Jakarta, 15 Agustus 2022
135
Muhammad Amarul Farid, wawancara.
91

terdeteksi, seperti maag atau penyakit lainnya. Menurut Femmy ketika itu
dia dan orang tuanya merasa bingung, kemudian memutuskan untuk
berkunjung ke rumah pak Kyai. Setelah mendapat saran dari pak Kyai
untuk mencoba berusaha secara batin dengan mempraktikkan pembacaan
amalan doa jempol kaki ibu dengan harapan agar sakit yang diderita
anaknya bisa segera diobati dan sembuh seperti semula.136 Dari keterangan
ibunda Femmy, beliau rutin mempraktikkannya setiap malam Jum’at
selepas yasinan. Ketika itu Femmy berada di rumah kurang lebih selama
dua bulan untuk terus kontrol ke rumah sakit mencari tahu penyebab utama
sakitnya. Ibunda Femmy pun mengatakan banyak perubahan yang terlihat
pada diri anaknya, panas tinggi yang mulai jarang dirasakan sang anak,
perut yang sakit sudah mulai mereda dan jarang kambuh, dan perubahan
kebaikan lainnya.137
Femmy juga mengatakan, setelah berobat ke berbagai tempat dan
dengan berbagai cara, tetap saja rasa gelisah yang ia rasakan setiap malam
selalu mereda sehabis ibunda mempraktikkan doa dari pak Kyai. Sampai
akhirnya ketika sudah sangat membaik kondisinya, ia bisa kembali belajar
di pesantren sebagaimana santri lainnya.138
Dan yang terakhir adalah pengalaman pribadi penulis dan ibunda
ketika mempraktikkan pembacaan amalan doa jempol kaki ibu yang
diberikan oleh pak Kyai ketika penulis kelas dua Tsanawiyah. Tahun
pertama penulis berada di pesantren semua berjalan dengan baik, perasaan
tidak betah belum memuncak seperti teman-teman yang lainnya. Namun,
di tahun kedua lah perasaan tidak betah itu memuncak, ingin selalu pulang
ke rumah, dan ketika sudah berada di rumah tidak ingin kembali lagi ke

136
Femmy Khairunnisa, diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 13 Agustus
2022
137
Maisaroh, diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 13 Agustus 2022.
138
Femmy Khairunnisa, wawancara.
92

pesantren. Alasan itulah yang akhirnya ibunda penulis melakukan


pembacaan amalan doa jempol kaki ibu yang diberikan oleh pak Kyai.
Ketika diwawancarai ibunda mengatakan semua usaha ia lakukan demi
sang anak bisa merasa betah dan fokus belajar di pesantren. Ibunda juga
mengatakan semoga dengan taat dan patuh kepada anjuran pak Kyai bisa
menjadi wasilah atau perantara dikabulkannya segala hajat yang sudah ia
panjatkan dalam doa-doanya.139
Bagi penulis sendiri, ketika ibunda mempraktikkan amalan doa
tersebut, penulis merasa ada sesuatu yang terkoneksi antara penulis dengan
ibunda. Sehingga doa-doa yang ibunda bacakan begitu menyentuh hati dan
membuat pikiran menjadi lebih dipenuhi oleh kebaikan. Seperti, tekad
untuk betah di pesantren agar tidak membuat orang tua sedih kembali,
belajar dengan tekun, dan taat dengan semua peraturan yang ada. Tak
terasa tahun ketiga di pesantren berjalan dengan baik dengan kondisi yang
sudah mulai betah. Menurut keterangan ibunda, karena melihat banyak
kemajuan setelah mempraktikkan amalan doa tersebut akhirnya, beliau
mulai memutuskan untuk mempraktikkan ini secara rutin kepada penulis
sampai di liburan terakhir penulis sebagai santri. Ibunda berharap dengan
rutin mempraktikkan doa jempol kaki ini, sang anak bisa senantiasa
mendapatkan kemudahan dan kekuatan dalam setiap urusan.140
Manfaat lain dirasakan oleh ananda Thomas, ketika merasa tidak
betah di awal menjadi santri sampai sang ibu sudah mempraktikkan
amalan doa jempol kaki dari pak Kyai, namun ia tidak bertahan sampai
lulus di pesantren. Menurut keterangan Thomas, yang membuat dirinya
keluar dari pesantren bukan rasa tidak betahnya, melainkan karena ada
faktor lain dari orang tuanya yang memang ingin menyekolahkan Thomas

139
Sri Hastuti, wawancara.
140
Sri Hastuti wawancara.
93

di sekolah luar. Thomas juga menyatakan, sebetulnya ketika kelas dua


Tsanawiyah dirinya sudah mulai betah dan bisa mengikuti segala kegiatan
di pesantren, terlebih setelah sang ibu mempraktikkan amalan doa jempol
kaki ibu dari pak Kyai. Namun ketika kelas tiga Tsanawiyah orang tuanya
meminta agar dirinya melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan saja.
Masa akhir di kelas tiga Tsanawiyah menjadi masa bimbang untuk
Thomas, di satu sisi dirinya sudah mulai merasa betah, dan di sisi yang
lain orang tuanya terus membujuk agar dirinya mau melanjutkan belajar
di sekolah kejuruan saja. Thomas mengatakan setelah pertimbangan
panjang, dan rasa khawatir jika menentang orang tuanya akan membawa
dampak buruk bagi dirinya, maka Thomas memutuskan untuk menuruti
kemauan orang tuanya.141
Saat penulis menemui ibunda Thomas, beliau mengatakan
memang betul beliau sempat beberapa kali memprkatikkan amalan doa
tersebut bersama anaknya. Tetapi karena melihat adanya kemungkinan
lebih baik anaknya di sekolahkan di sekolah kejuruan, maka ia
memutuskan untuk mengajak anaknya kembali ke rumah. Meskipun sang
anak sudah tidak di pesantren lagi, tetapi menurut ibunda Thomas
mempraktikkan amalan doa tersebut bukan hanya membuat anaknya
betah, tetapi juga membuat dirinya dan juga Thomas menjadi mendapat
jalan terbaik untuk pendidikan Thomas. Hingga kini Thomas masih
menempuh kelas dua Aliyah di sekolah dekat rumahnya, dan dari
keterangan ibunda ada banyak prestasi yang sudah Thomas raih di sekolah
ini.142

141
Thomas (Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 14 Agustus
2022.
142
Sri Rahayu (Wali Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Jakarta, 18
Agustus 2022.
94

Praktik pembacaan amalan doa jempol kaki ibu ini memang secara
rutin pak Kyai ingatkan kepada santri dan wali santrinya pada setiap
kesempatan yang ada. Namun, tidak menutup kemungkinan ada sebagian
lain yang tidak pernah mempraktikkan pembacaan amalan doa jempol kaki
ibu yang pak Kyai ijazahkan. Pada persoalan ini penulis menemui
beberapa santri kelas enam dan alumni yang belum pernah mempraktikkan
amalan ini. Mayoritas dari mereka beralasan tidak melakukannya karena
tidak memiliki keluhan atau permasalahan yang berat, atau karena
ibundanya tidak mau mempraktikkan hal tersebut.
Kak Nabilah yang merupakan alumni ke sembilan belas
mengatakan bahwa semasa dirinya menjadi santri, ia tidak pernah
mempraktikkan amalan doa ini, dengan alasan sang ibunda tidak mau
mempraktikkannya, dan menurut kak Bela juga memang pada
kenyataannya ia tidak memiliki keluhan tidak betah atau persoalan berat
lainnya, yang menyebabkan ia dan ibunda harus mempraktikkan amalan
doa jempol kaki dari pak Kyai.143 Saat penulis menemui ibunda kak Bela
dan menanyakan hal tersebut, beliau mengatakan hal yang sama, karena
merasa anaknya bentah dan aman-aman saja selama di pesantren, jadi
beliau tidak mempraktikkan doa tersebut.144
Selain Kak Nabilah, ada juga Kak Adi yang merupakan alumni ke
enam belas pondok UQI yang mempraktikkan amalan doa tersebut secara
parsial. Kak Adi mengatakan kepada penulis bahwa, ia meminta
ibundanya untuk mempraktikkan hal tersebut ketika kelas tiga Tsanawiyah
agar diberi ketetapan di hati untuk melanjutkan belajar di pesantren hingga
kelas tiga Aliyah. Namun dari keterangan kak Adi, setiap dirinya meminta

143
Nabilah Nurul (Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 12
Agustus 2022.
144
Nirma (Wali Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 12
Agustus 2022.
95

kepada ibunda, sang ibu selalu menolaknya.145 Saat penulis mewawancarai


ibunda kak Adi melalui telepon beliau mengatakan bahwa ia tidak ingin
melakukannya bukan karena suatu alasan tertentu melainkan karena tidak
tega jika harus menempelkan jempol kakinya ke kening sang anak. Ibunda
kak Adi juga mengatakan, ia tetap mendoakan sang anak sesuai dengan
anjuran yang pak Kyai berikan di kertas tersebut, hanya saja tidak
menempelkan jempol kakinya ke kening sang anak.146
Untuk merumuskan permasalahan, tujuan dan efektivitas yang
dirasakan oleh santri, alumni, dan wali santrinya secara singkat, berikut
penulis sajikan tabel yang berisi rangkuman hasil wawancara dengan
informan.

Nama/
No Permasalahan Tujuan Praktik Efektifitas
Kelas
Najwa mampu
Najwa merasa sangat tidak betah,
bertahan belajar di
yang membuatnya melakukan hal- Agar Najwa merasa
pesantren hingga
Najwa hal membahayakan, seperti lebih tenang dan betah
sekarang sudah di
1 Farhana/ memanjat pagar pesantren, tinggal di pesantren,
kelas akhir, dan
6 IPA 1 mengejar mobil orang tuanya, dan tidak melakukan
tidak mengulangi
tidak makan seminggu, dan lain- hal membahayakan.
perbuatannya
lain.
kembali.
Rihma merasa tidak betah tinggal Rihma bisa betah
di pesantren, namun tidak berani Agar Rihma bisa betah dan fokus selama
Siti
mengatakan hal tersebut kepada dan fokus selama belajar di
Rihma
2 kedua orang tuanya, sehingga belajar di pesantren, pesantren, dan
Salawati/
Rihma memutuskan untuk sehingga mendapatkan mulai terbiasa
6 IPA 1
berkunjung ke rumah pak Kyai ilmu yang bermanfaat. dengan segala
dengan ketua kamarnya. aktifitas yang ada.
Syifa merasa tidak betah karena
Agar Syifa bisa betah Syifa merasa betah
belum bisa beradaptasi dengan
Syifa tinggal di pesantren dan mengurungkan
keadaan pesantren yang serba
3 Tadzkiya/ hingga lulus, dan tidak niatnya untuk
mengantri. Bahkan Syifa sampai
6 IPA 2 terus meminta pindah pindah ke sekolah
selalu meminta pindah sekolah
sekolah. lain.
kepada kedua orang tuanya.
Mereka merasa tidak betah karena Faiq, Naufal, dan
padatnya kegiatan yang ada di Agar mereka bertiga Rafi bersama-sama
pesantren, menu makanannya itu- merasa betah dan bisa betah dan tidak
Faiq,
itu saja, dan juga karena mereka beradaptasi dengan melakukan
Naufal,
4 sulit beradaptasi dengan segala kegiatan baru di pelanggaran lagi.
Rafi/ 6
penggunaan bahasa Arab dan pesantren dan tidak Meskipun semua
IPS 1
Inggris dalam percakapan sehari- melakukan itu melalui proses
hari. Mereka sempat kabur dari hal membahayakan. panjang bagi
pesantren. masing-masing.

145
Adiansyah, (Alumni), diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 12
Agustus 2022.
146
Qodriyah, diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad, Bogor, 12 Agustus 2022.
96

Sasa memiliki ibu yang masih Ibunda Sasa


belum ikhlas melepaskan dirinya merasa lebih
untuk tinggal di pesantren, sebab Agar sang ibunda bisa tenang meskipun
Salmalia Sasa merupakan anak bungsu yang merasa ikhlas dan sang anak jauh dari
Hasina sangat dekat dengan ibunya. ridho melepas Sasa sisinya, dan mulai
5
(Sasa)/ 6 Selain menangisi sang anak yang untuk tetap bisa
IPA 1 berada jauh dari sisinya, ibunda melanjutkan belajarnya mengikhlaskan
Sasa juga selalu mengajak di pesantren. sang anak yang
anaknya untuk pindah sekolah saja ingin terus belajar
yang lebih dekat ke rumah. di pesantren.
Ibunda Anna
Ibunda Anna masih belum ikhlas Agar sang ibunda bisa merasa lebih
melepaskannya tinggal di merasa ikhlas dan tenang, meskipun
pesantren, sebab Anna merupakan ridho melepas Anna sang anak jauh dari
Nafisah anak tunggal dan selalu bersama untuk tetap sisinya, dan mulai
6 Anna/ 6 ibunya. Ibunda Anna juga selalu melanjutkan belajarnya bisa
IPA 2 mengajaknya pulang ke rumah, di pesantren, mengikhlaskan
bahkan ketika Anna baru sebagaimana yang sang anak yang
menjalani dua minggu pertamanya Anna inginkan sedari ingin terus belajar
di pesantren. lulus SD di pesantren seperti
keinginannya.
Ia terserang beberapa penyakit
kronis di semester dua, yang Agar bisa menjadi Arifa mendapatkan
menyebabkan dirinya harus rutin usaha batin yang progres yang bagus
Salsabila pulang untuk kontrol ke rumah mendampingi usaha dalam proses
7 Arifa/ 6 sakit. Setelah enam bulan zahir dalam pengobatannya,
IPA 1 pengobatan, tetap sembuh juga. mengupayakan sampai akhirnya
Akhirnya, orang tua Arifa kesembuhan untuk kembali pulih
memutuskan untuk meminta doa Arifa seperti sedia kala.
kepada pak Kyai.
Setelah rutin
Ia terkena penyakit gatal-gatal
dipraktikkan
atau jarban. Sebulan lebih
Agar bisa membantu dengan diiringi
Sultan penyakit tersebut tidak kunjung
kesembuhan Sultan pengobatan medis,
8 Yudha/ 6 sembuh, justru semakin parah
dari penyakit jarban Sultan bisa
IPA 2 yang membuat kedua telapak
yang dialaminya kembali sehat
tangannya bernanah dan tidak bisa
kedua telapak
melakukan aktifitas.
tangannya.
Kak Rizka mulai
Kak Rizka sempat mengalami fase
bisa mengontrol
kenakalan yang memuncak ketika Agar bisa meredam
dirinya, dan
kelas tiga Tsanawiyah di kenakalan kak Rizka,
mengurangi
Nur Rizka pesantren. Berbagai macam sehingga tidak ada lagi
9 pelanggaran-
Fauziah pelanggaran berat dia lakukan, pelanggaran-
pelanggaran yang
seperti kabur berkali-kali, pelanggaran yang dia
dilakukan. Ia pun
berkomunikasi dengan santri lakukan
bisa lulus dari
putra, dan lainnya.
dengan baik.
Farid sempat mengalami fase
Farid mulai
kenakalan yang memuncak ketika
menyadari
kelas tiga Aliyah di pesantren.
kesalahan dan
Farid merasa dirinya sudah ingin Agar bisa meredakan
mulai tumbuh
lulus dari pesantren sehingga kenakalan Farid yang
sikap birrul
Muhamad berperilaku sesuka hati. Farid sedang memuncak,
walidain, sehingga
10 Amarul mendapat surat peringatan dari sehingga tidak
mulai
Farid pesantren akibat pelanggaran- melakukan lagi
meninggalkan
pelanggaran yang dilakukan, pelanggaran-
kebiasaan
seperti mengunjungi warnet di pelanggaran.
buruknya tersebut,
pemukiman warga sekitar
dan bertekad lulus
pesantren, membawa ponsel ke
dengan baik.
pesantren, dan lain lain.
Femmy ketika santri baru Agar bisa menjadi Femmy merasakan
11 Femmy mengalami sakit cukup parah, usaha batin yang sakitnya mulai
demam cukup lama, dan tanda- mendampingi usaha berkurang dan
97

tanda lain tidak menunjukan zahir dalam jarang kambuh


penyakit tertentu saat diperiksa di mengupayakan lagi. Ia bisa
beberapa rumah sakit, namun kesembuhan untuk melanjutkan
hasilnya sama saja. Femmy belajarnya dengan
fokus di pesantren
seperti yang
lainnya
Penulis merasa
Agar penulis bisa semua perasaan
Ketika menjadi santri, penulis
merasa betah di tidak betah itu
merasakan perasaan tidak betah
pesantren dan tidak mereda setelah
Ifrohatul pada tahun kedua. Ia merasa selalu
12 selalu minta pulang, mempraktikkan
Fuad ingin pulang dan tidak ingin
dan saat di rumah mau amalan doa dari
kembali lagi ke pesantren saat
kembali ke pesantren pak kyai, hingga
sudah berada di rumah.
tepat waktu. akhirnya penulis
lulus.
Thomas
Ketika menjadi santri baru
sebenarnya sudah
Thomas seperti kebanyakkan
merasa betah dan
santri lainnya, merasakan tidak Agar Thomas merasa
ingin lanjut di
betah juga. Namun ketika dirinya betah belajar di
Thomas pesantren hingga
13 sudah mulai merasa betah ada pesantren dan tidak
Mulkan enam tahun.
faktor lain yang membuatnya minta pulang terus
Namun orang tua
harus tetap keluar dari pesantren menerus.
ingin Thomas
ketika kenaikan kelas dari
melanjutkan SMA
Tsanawiyah menuju Aliyah.
di luar pesantren.
Meskipun kak Adi
dan ibundanya
Kak Adi ketika menjadi santri
mempraktikkan
baru juga mengalami masa tidak
amalan doa ini
betah tinggal di lingkungan
secara parsial saja,
pesantren karena beberapa alasan,
namun manfaatnya
namun saat meminta sang ibu
tetap bisa dirasakan
untuk mempraktikkan amalan doa
Agar kak Adi bisa oleh kak Adi
jempol kaki ibu dari pak Kyai,
Adiansya fokus belajar dan betah secara penuh.
14 sang ibu justru tidak mau
h tinggal di pesantren Secara perlahan-
menempelkannya ke kening sang
seperti santri lainnya. lahan dalam diri
anak, tetapi sang ibu tetap
kak Adi tumbuh
mendoakan kak Adi sebagaimana
perasaan betah dan
yang dianjurkan pada kertas ijazah
bisa mengikuti
tersebut. Bisa disebut kak Adi dan
kegiatan belajar di
ibunda hanya mempraktikkan
pesantren dengan
amalan ini secara parsial saja.
baik mulai kak Adi
rasakan.
Meskipun pak Kyai selalu
mengingatkan santrinya untuk
mempraktikkan amalan ini
bersama ibunda, tetapi kak Bela
ketika selama menjadi santri
Tetap betah dan
Nabilah belum pernah mempraktikkan
15 Tidak dipraktikkan fokus belajar di
Nurul amalan ini. Kak Bela dan
pesantren.
ibundanya merasa tidak perlu
mempraktikkan ini, sebab ketika
di pesantren kak Bela tidak
memiliki permasalahan yang berat
dan merasa aman-aman saja.
98
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menyelesaikan penelitian dan memaparkan analisis
mengenai praktik pembacaan pembuka doa yang berisi lafaz basmalah,
hamdalah, dan salawat nabi pada doa jempol kaki ibu yang dilaksanakan
oleh wali santri dan sang anak pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan yang menjadi jawaban dari permasalahan penelitian
ini, yaitu:
1. Praktik pembacaan basmalah, hamdalah dan salawat nabi pada
pembuka doa amalan doa jempol kaki ibu merupakan praktik
yang berasal dari ijazah Habib Husein kepada pak Kyai Helmy
melalui Gus Saifullah, dengan tujuan agar bisa menjadi solusi
ketika terdapat santri yang tidak betah, sedang sakit atau
persoalan lainnya.
2. Dalam pemahaman pimpinan, ustaz dan ustazah ditemukan
pandangan bahwa ditempelkannya jempol kaki ibu ke kening
sang anak melambangkan keran keridhaan orang tua yang
melepas anaknya untuk belajar di pesantren, dari keran tersebut
mengalirlah keridhaan dan keikhlasan yang bisa menenangkan
pikiran dan hati sang anak selama tinggal di
3. Praktik pembacaan basmalah, hamdalah, salawat kepada Nabi
Muhammad Saw., dan keluarganya sebanyak satu kali,
kemudian salawat khusus kepada Nabi Muhammad sebanyak
dua puluh satu kali, dengan ditempelkannya jempol kaki ibu di
kening sang anak dirasa efektif untuk membuat santri betah
tinggal di pesantren, sembuh dari sakitnya, dan terkabulnya

99
100

hajat-hajat tambahan lainnya. Bahkan praktik ini tetap efektif


meskipun dilakukan hanya secara parsial, tanpa menempelkan
jempol kaki ibu. Penulis menemukan semua tujuan pembacaan
dalam penelitian ini mencapai hasil yang memuaskan.

4. Efektivitas amalan doa jempol kaki ibu dengan pembacaan


basmalah, hamdalah dan salawat Nabi sebagai pembukanya
merupakan wujud dari keistimewaan status al-Quran dan sosok
pribadi Nabi Muhammad. yang keduanya berperan sebagai
penghubung (habl) yang memperlancar proses komunikasi
antara seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga segala
permohonan dan hajat yang diinginkan dapat terkabul.
B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari
bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Ada lebih banyak
yang bisa digali lebih dalam terkait aspek-aspek yang terdapat pada
penelitian ini, dan kemungkinan adanya praktik lain yang serupa bisa
dijadikan pertimbangan oleh peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

al-Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Marām Min Adillati Al-Ahkam. Riyadh:


Dār al-Qubas. 2014.
Baidan, Nasaruddin. Tafsir Di Indonesia. Yogyakarta: Tiga Serangkai.
2003.
Chirzin, Muhammad. Permata Al-Qur'an. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2014.
Fikri, Zakiyal. Aneka Keistimewaan Al-Qur'an. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. 2019.
Gulen, M. Fethullah. Adhwā Qur'aniyyah Fī Samā'i al-Wijdān. (Ismail
Ba'adillah, Terj.) Jakarta: Republika Penerbit. 2000.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif. Paper Magister
Universitas Malang. 2013.
Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. 1992.
al-Hambali, Ibnu Rajab. Tafsir Al-Fatihah. Beirut: Dār al-Muhadits Li
Nasyr Wa al-Tauzi'. 2006.
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas. 1982.
Junaedi, Didi. Living Qur'an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian Al-
Qur'an (Studi Kasus Ponpes As-Siroj Cirebon). Qur'an dan Hadist
Vol. 4 No. 2 . 2015.
Kalam, M. Yajid. Basmalah Kalimat Suci Penghubung Abdi dan Rabbul
'Izzati. Bandung: Mandalawangi Media. 2006.
Makbul, Muhamad. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen. Paper
Magister UIN Alaudin Makasar. 2021.
Maros, Fadlun dkk. Penelitian Lapangan (Field Research). Paper Magister
Universitas Sumatra Utara. 2016.
Masduki, Yusron. Sejarah Turunnya Al-Qur'an Penuh Fenomenal (Muatan
Nilai-Nilai Psikologi Dalam Pendidikan). Al-Medina Vol.16 No.1.
2017.

101
102

Murni, Dewi. Paradigma Umat Beragama Tentang Living Qur'an


(Menautkan antara Teks dan Tradisi Masyarakat). Syahadah Vol.
4 No.2 , 2016.
al-Nabhani, Ismail. Afdhalu al-Salawat ala Sayyidi al-Sadāt. Beirut: Dār
al-Kutub al-Alamiyah. 2001.
Putra, Afriadi dan Muhammad Yasir. Kajian Al-Qur’an Di Indonesia (Dari
Studi Teks Ke Living Qur’an)”. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Pemikiran Keagamaan Tajdid. Vol.21. No. 2. 2018.
Putra, Heddy Shri Ahimsa. (2012). The Living Qur'an: Beberapa
Perspektif Antropologi. Walisongo Vol.20 No.1. 2012.
Al-Qurṯubi. Al-Jāmi' Li Ahkām al-Qur'an. Kairo: Dār al-Kutub al-
Misriyah. 1964.
Al-Qusyairi. Latāif al-Isyarāt. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah. 2007.
Rachmawati, Imami Nur. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:
Wawancara. Keperawatan Indonesia Vol.11 No.1. 2007.
Al-Razi. Mafātih al-Ghaib. Beirut: Dār Ihya al-Turots al-Arabi. 1420 H.
Roni, Muhamad. Konsep Nur Muhammad: Studi Penafsiran Surat An-
Nur:35. Kauniyah Vo. 2 No.1. 2021.
As-Segaf, Abdullah & Indriyani. Mukjizat Salawat . Jakarta: Qultum
Media. 2009.
Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur'an: Tafsir Tematik Atas Berbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan. 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta. 2018.
Suharismi, Arikunto. Dasar-Dasar Research. Bandung: Tarsoto. 1995.
Susetya, Wawan dan Ari Wardhani. Rahasia Terkabulnya Do'a.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Marwa. 2017.
Syamsudin, Sahiron. Metodologi Penelitian Living Qur'an dan Hadis.
Yogyakarta: Teras. 2007.
Syukron, Agus Salim. Fungsi al-Qur'an Bagi Manusia. Al-I'jaz Vol. 1 No.2.
2019.
103

al-Tustari, Sahl. Tafsir al-Qur'an al-Aẕīm. Kairo: Dār al-Kutub Arabiyyah


al-Kabir. 1911.
Umar, Nasaruddin. Shalat Sufistik. Jakarta: Alifia Books. 2019.

Wawancara, Dokumen Dan Observasi

Abdul Mubin, Helmy. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 04


Agustus 2022.
Abdurrahman, Naufal. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10
Agustus 2022.
Amarul Farid, Muhammad. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 13
Agustus 2022.
Aminah. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 03 Agustus 2022.
Anna Putri, Nafisah. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 11
Agustus 2022.
Arifa, Salsabila. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 11 Agustus
2022.
Banun, Sri. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus 2022.
Epon. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 15 Agustus 2022.
Faiq, Muhammad. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus
2022.
Fajrurrahman. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 07 Agustus
2022.
Farhana, Najwa. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 08 Agustus
2022.
Farida. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 11 Agustus 2022.
Fatimah, Siti. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 03 Agustus 2022.
Hartanti. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus 2022.
Hasina Zahra, Salmalia. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 11
Agustus 2022.
104

Hastuti, Sri. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus 2022.


Ishaq. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 07 Agustus 2022.
Julaiha, Risma. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 08 Agustus
2022.
Khairunnisa, Femmy. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 13
Agustus 2022.
Maisaroh. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 13 Agustus 2022.
Maryam. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 15 Agustus 2022.
Mulkan Darmawan, Thomas. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor,
14 Agustus 2022.
Muniah, Siti. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 11 Agustus 2022.
Mulyani. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus 2022.
Nirma. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 12 Agustus 2022.
Nurul, Nabillah. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 12 Agustus
2022.
Noor Salim, Fatma. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 05 Agustus
2022.
Observasi Muhammad Faiq oleh Ifrohatul Fuad. Jakarta 24 Mei 2019.
Penelitian Dokumen milik Pondok Pesantren Modern Ummul Quro al-
Islami. Bogor, 1 Agustus 2022.
Rafi, Muhammad. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus
2022.
Rahayu, Sri. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 18 Agustus 2022.
Rihma Salawat i, Siti. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 08
Agustus 2022.
Riska Fauziah, Nur. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 15 Agustus
2022.
Tazkiya, Syifa. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 09 Agustus
2022.
105

Urfah. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 08 Agustus 2022.


Yanti. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 09 Agustus 2022.
Yudha, Sultan. Diwawancarai oleh Ifrohatul Fuad. Bogor, 10 Agustus
2022.
Skripsi

Azizah, R. N. (2016). Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-


Baqarah (Kajian Living Qur'an di PPTQ 'Aisyiyah Ponorogo).
Skripsi S1, STAIN Ponorogo.
Hanita, S. F. (2019). Metode Tafsir Al-Ma'unah Fī Tafsir Surat Al-Fatihah
Karya KH. Abdul Hamid Abdul Qadir (Perspektif Islah Gusmian).
Skripsi S1, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Lestari, I. (2020). Tradisi Pembacaan Basmalah Pada Puasa Bismillah di
Madin Sirajuth Thalibin, Purbalingga. Skripsi S1, UIN Walisongo
Semarang.
Rahmatullah, A. (2021). Kontribusi Pesantren Ummul Quro Al-Islami
Dalam Kehidupan Keagamaan Di Banyusuci Leuwimekar
Leuwiliang Bogor 1993-2012. Skripsi S1, UIN Sunan Gunung
Djati .
Rifaldy, k. A. (2020). Penafsiran Ahmad Sanoesi Terhadap Surat Al-
Fatihah Dalam Kitab Tamsjijjatoel Moeslimin. Skripsi S1, UIN
Sunan Ampel Surabaya.
Tusadiyah, I. K. (2020). Pengaruh Tradisi Pembacaan Tiga Zikir Ratib
Terhadap Santri Pesantren Ummul Quro Al-Islami. Skripsi S1,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wahib, K. N. (2020). Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Fil
(Kajian Living Qur'an di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono,
Ponorogo). Skripsi S1, IAIN Ponorogo.
Wahyudi, I. (2016). Salawat dalam Al-Qur'an (Studi Komparatif Qs. Al-
Ahzab 56 Menurut Fakhr al-Dīn al-Razi Dalam Kitab Tafsir
Mafātih al-Ghaib dan Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir al-Qur'an al-
Azīm. Skripsi S1, UIN Sunan Ampel Surabaya.
106
LAMPIRAN

107
108
109
110

Anda mungkin juga menyukai