Anda di halaman 1dari 120

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA

(STUDI TEMATIK)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Zein Fuady
11180340000023

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/ 2022 M
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA
(STUDI TEMATIK)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh
Zein Fuady
NIM. 11180340000023

Pembimbing

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.


NIP. 19690822 199703 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/ 2022 M
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI


DUNIA (STUDI TEMATIK) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 5 Juli 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program
Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 26 Juli 2022
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag. dc Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH


NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,
Penguji I, Penguji II,

Maulana, M.A. Ali Thaufan Dwi Saputra, M.Ag.


NIP. 19650207 199903 1 001 NIP. -

Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.



NIP. 19690822 199703 1 002
LEMBARAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zein Fuady
NIM : 11180340000023
Program Studi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas : Ushuluddin
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA (STUDI
TEMATIK) adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalam penyampaiannya. Adapun kutipan yang
ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya
dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini
sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan semestinya.

Jakarta, 1 Juli 2022

Zein Fuady
NIM. 11180340000023

vii
viii
ABSTRAK

Zein Fuady, 11180340000023, Penafsiran Ayat-ayat Syahwat di Dunia


(Studi Tematik), 2022.
Objek penelitian yang penulis teliti adalah syahwat di dunia pada
enam ayat yang menggunakan term syahwat dalam al-Qur’an. Penulis
mengaitkan masalah ini dengan pandangan masyarakat terkait dengan kata
syahwat tersebut, yang mana pandangan masyarakat terhadap kata
syahwat sering dimaknai dengan makna seksualitas. Hal ini juga penulis
temukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang juga mengartikan
kata syahwat dengan keinginan berhubungan badan. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui Bagaimana penafsiran tentang ayat-ayat
syahwat di dunia? yang mana secara umum bahwa syahwat sering
dikaitkan dengan seksualitas.
Terkait jenisnya, penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian
pustaka Library Research yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku dan literatur-literatur
yang berhubungan dengan masalah terkait. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Adapun terkait dengan
metode tafsir yang penulis gunakan adalah metode mauḍū‘ī (tematik).
Adapun ayat-ayat tentang syahwat di dunia yang penulis teliti di
antaranya: Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55,
Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. al-Nisā’/ 4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59. Keenam ayat
tersebut, berbicara mengenai dua macam syahwat yang dikemukakan oleh
Rāgib al-Aṣfahānī, yaitu syahwat ṣadiqah atau syahwat każibah. Hasil dari
penelitian ini adalah syahwat di dunia ada yang termasuk syahwat ṣadiqah
jika dikendalikan sesuai dengan syariat Allah dan ada syahwat każibah
yaitu syahwat yang tidak dapat dikendalikan sesuai dengan syariat Allah.

Keyword: Syahwat, Każibah, Ṣadiqah dan Dunia.

ix
x
KATA PENGANTAR
Bersyukur kepada Allah yang Maha Kuasa dengan mengucapkan
alḥamdulillāhirabbil ‘ālamīn atas segala karunia yang Allah SWT berikan
kepada penulis. Berupa kesempatan dan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya, shalawat dan
salam kepada Rasulullah SAW dengan mengucapkan allāhumma ṣallī
‘alā sayyidinā muḥammad beliau merupakan suri teladan yang harus
dijadikan contoh dalam segala aspek kehidupan. Mudah-mudahan Allah
mempertemukan kita dengan kekasih-Nya di akhirat kelak, āmīn yā rabbal
‘ālamīn.
Alḥamdulillāh skripsi yang berjudul “Penafsiran Ayat-ayat Syahwat
di Dunia (Studi Tematik)” dapat penulis selesaikan dengan baik dan
banyak pihak yang membantu dalam penyelesaiannya, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, baik materiil maupun non
materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan syukur dan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Prodi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir, serta Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH,
selaku Sekretaris Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku Dosen
Pembimbing yang membimbing dan banyak memberikan
masukan dan saran serta memberi motivasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

xi
xii

5. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Dosen Penasihat


Akademik yang banyak memberi masukkan dan arahan selama
penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen di Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah
mengajarkan dan memberikan ilmu kepada penulis.
7. Seluruh Staf Prodi dan Fakultas yang turut membantu
mengurusi terkait administrasi penulis.
8. Kepada Teman-teman dan sahabat semua, terkhusus teman-
teman kelas A dan teman-teman angkatan 2018. Semoga Allah
memudahkan kita semua dalam menuntut ilmu.
9. Kepada keluarga besar Rumah Qur’ani (RuQi), Terkhusus
kepada Ustadz Dr. Ali Fahrudin beserta keluarga dan Ustadz
Drs. Ahmad Syarif Batubara beserta keluarga dan teman-teman
RuQi yang telah memberikan semangat kepada penulis.
Semoga kita tetap istikamah dalam menjaga kalāmullāh.
Tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan selain mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya disertai untaian doa yang senantiasa penulis
panjatkan terutama kepada kedua orang tua Bapak Rahimin dan Ibu Any
Susilawati Desky yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta,
motivasi dan nasihat serta yang selalu mendoakan penulis, sehingga berkat
doa dan dukungan dari kedua orang tua, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan lancar.
Terima kasih juga kepada seluruh keluarga, guru-guru dan teman-
teman yang tidak penulis sebutkan. Semoga Allah SWT membalas seluruh
kebaikan yang telah mereka lakukan dengan balasan yang berlimpah,
Allah mudahkan rezeki mereka, Allah berikan mereka kesehatan dan
Allah mudahkan segala urusan mereka. Terakhir semoga penelitian ini
xiii

dapat bermanfaat untuk menambah wawasan para pembaca terkhusus


dalam bidang ilmu tafsir. āmīn yā rabbal ‘ālamīn.

Jakarta, 1 Juli 2022

Zein Fuady
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan Surat Keputusan


Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf
Latin dapat dilihat pada halaman berikut:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ j je

‫ح‬ ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ kha ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ Ṣ es (dengan titik di bawah)

xv
xvi

‫ض‬ ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘__ apostrof terbalik

‫غ‬ g ge

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q qi

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ه‬ h ha

‫ء‬ ’ apostrof

‫ي‬ y ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya


tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir,
maka ditulis dengan tanda (’).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
xvii

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan


Arab Latin

َ‫ا‬ a fatḥah

َ‫ا‬ i kasrah

َ‫ا‬ u ḍammah

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa


gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan
huruf, yaitu:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan


Arab Latin

‫ىي‬ ai a dan i

َ‫ىو‬ au a dan u

Contoh :

ََ‫كيف‬: kaifa ‫ هول‬: Haula


3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat
dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan


Arab Latin

َ‫|َا‬...‫ىا‬... ā a dan garis di atas

‫بى‬ ī i dan garis di atas

‫ىى‬ ū u dan garis di atas

Contoh:
xviii

ََ‫مات‬ : māta
‫رمى‬ : ramā

ََ‫قيل‬ : qīla

ََ‫يموت‬ : yamūtu
4. Ta marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah
yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah dan ḍammah,
transliterasinya adalah [t]. sedangkan ta marbūṭah yang mati atau
mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti
oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua
kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha
(h). contoh:

َ‫روضةَاْلطفال‬: rauḍah al-aṭfāl


ََ‫الحكمة‬ : al-ḥikmah

َ‫ المدينةَالفاضلة‬: al-madīnah al-fāḍilah


5. Syiddah (Tasydȋd)
Syiddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda tasydȋd (ّ), dalam transliterasi ini
dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda yang)
yang diberi tanda syiddah.
Contoh:

‫ربَّنا‬ : rabbanā ََ‫الحق‬: al-ḥaqq

ََ‫الحق‬ : al-ḥaqq ََ‫الحج‬: al-ḥajj

ََ‫نعم‬ : nu‘ima ََ‫عدو‬: ‘aduwwun


xix

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydȋd di akhir sebuah kata dan didahului


oleh huruf kasrah (َ‫)ىى‬, maka transliterasinya seperti huruf maddah
(ȋ).
Contoh:

ََ‫على‬ : ‘Alȋ (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

ََ‫ عربى‬: ‘Arabȋ (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)


6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
huruf (alīf lam ma’rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata
sandang ditransliterasikan, seperti al-, baik ketika ia diikuti oleh
huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak
mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan
dengan garis mendatar (-).
Contoh:

َّ ‫ ال‬: al-Syamsu (bukan asy-syamsu)


ََ‫شمش‬ ‫ المسج َد‬: al-masjidu
ََ‫ الزمر‬: al-Zumaru (bukan az-zumaru) ََ‫ الباب‬: al-bābu
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun,
bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena
dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:

ََ‫ تأمرون‬: ta’murūna

ََ‫ أمرت‬: umirtu

ََ‫ النَّوء‬: al-nau’


8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
xx

Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,


istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia.
Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam
tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis dan transliterasi di atas.
Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’ān), Sunnah, khusus dan
umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu
rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasikan secara
utuh.
Contoh:
Fi Ẓilal al-Qur’ān
Al-Sunnah qabl al-tadwīn
Al-ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab
9. Lafẓ al-Jalālah (َ‫)للا‬
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan
huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa
nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:
َ‫دينَللا‬ : dinullāh
َ‫بالل‬ : billāh
Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-
jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. contoh:

َ‫همَفيَرحمةَللا‬ : hum fī rahmatillāh


10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All
Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan
tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan
Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya,
digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
xxi

bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata
sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al). ketentuan yang
sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang
didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks
maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK dan DR). Contoh:
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī
Abū Naṣr al-Farābī
Al- Munqiẓ min al-Ḍalāl
Al-Gazālī
xxii
DAFTAR ISI

LEMBARAN PERNYATAAN ................................................................ vii


ABSTRAK ................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. xv
DAFTAR ISI ......................................................................................... xxiii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xxv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 6

C. Batasan dan Rumusan Masalah.......................................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat........................................................................... 7

E. Kajian Terdahulu ............................................................................... 7

F. Metode Penelitian ............................................................................ 10

G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

BAB II KAJIAN TENTANG SYAHWAT .............................................. 15


A. Pengertian Syahwat ......................................................................... 15

B. Karakteristik Kehidupan Dunia ....................................................... 17

C. Urgensi Syahwat dalam Kehidupan Dunia ....................................... 24

D. Perbedaan Syahwat dan Hawa Nafsu ............................................... 25

E. Pengendalian Syahwat ..................................................................... 36

BAB III KAJIAN TENTANG MANUSIA .............................................. 39


A. Manusia Sebagai Makhluk Berkehendak ......................................... 39

B. Unsur-Unsur Penciptaan Manusia.................................................... 40

xxiii
xxiv

C. Potensi yang Ada Pada Manusia ..................................................... 43

D. Kehidupan Dunia Pada Manusia ..................................................... 48

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA ........... 57


A. Ayat yang Menggunakan Term Syahwat ......................................... 57

B. Ayat yang Tidak Menggunakan Term Syahwat ............................... 71

C. Analisis Penulis Mengenai Ayat-ayat Syahwat di Dunia ................. 82

BAB V PENUTUP ................................................................................... 85


A. Kesimpulan..................................................................................... 85

B. Saran .............................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 87


DAFTAR TABEL

Tabel 4 1: Ayat-ayat Syahwat .......................................................................... 84

xxv
xxvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di kalangan masyarakat sering dijumpai hal-hal yang berkonotasi
negatif, seperti iklan di koran yang menampilkan satu produk obat kuat
untuk meningkatkan syahwat ketika melakukan hubungan suami-istri.
Selain itu, sering juga dijumpai ketika menjelang tahun-tahun politik,
begitu banyak orang yang memiliki syahwat politik yang kuat, seperti
ingin menjadi kepala desa, bupati, gubernur, anggota dewan perwakilan
rakyat (DPR), presiden dan lain sebagainya. Namun tidak sedikit dari
mereka untuk memenuhi kebutuhan syahwat politik, mereka rela
melakukan segala cara untuk memenuhi keinginan mereka seperti
melakukan money politik, menyebarkan ujaran kebencian. Sehingga di
kalangan masyarakat hal yang berkaitan dengan syahwat merupakan hal
yang memiliki konotasi negatif.
Sehingga kata syahwat terkadang diartikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pun mendefinisikan kata syahwat dengan konotasi yang negatif.
Seperti yang terdapat pada KBBI, syahwat didefinisikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian.1 Sedangkan nafsu ialah keinginan,
kecenderungan atau dorongan hati yang kuat.2
Syahwat dalam al-Qur’an memiliki makna yang lebih luas dari
bahasa Indonesia makna syahwat dalam al-Qur’an tidak hanya sebatas
pada ranah keinginan seksual saja, seperti makna dalam bahasa Indonesia.
Secara tematis ada tiga tema yang berbicara mengenai syahwat dalam al-

1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1576.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1062.

1
2

Qur’an. Pertama. Mengenai macam-macam dan hakikat syahwat, Kedua,


mengenai perbuatan-perbuatan homoseks dan Ketiga, perbuatan mengikuti
syahwat.3
Manusia adalah makhluk Allah paling sempurna, yang Allah
ciptakan berbeda dari makhluk-Nya yang lain. Ia mempunyai dua bentuk
(dimensi), yaitu biologis dan psikologis. Pada bentuk biologis,
kebanyakan manusia mempunyai keahlian untuk memahami,
mengidentifikasi, menangani setiap dampak biologis dari dan akibat
biologis yang muncul. 4 Sedangkan pada bentuk psikologis (kejiwaan)
sebagian besar manusia belum mengetahui dan mendalaminya. Ahli
psikolog belum mampu mengungkap secara terperinci mengenai misteri
psikis/ kejiwaan. Karena ilmu kejiwaan bisa menangkap dari gambaran
jiwa yang digambarkan melalui kepribadian, perilaku dan penerapan
secara nyata. Secara ilmiah rahasia psikis/ jiwa belum dapat diketahui
secara utuh serta diasumsikan dengan baik.
Di antara masalah psikis yang membutuhkan analisis mendalam
ialah terkait hawa, nafsu dan syahwat yang dimiliki oleh setiap orang.
Bagi masyarakat umum syahwat memiliki konotasi yang mengarah pada
seksualitas sehingga masyarakat terkadang merasa malu ketika disebut
orang yang memiliki syahwat yang besar. Padahal syahwat merupakan
sebuah sub-sistem dalam jiwa seseorang, bersama dengan akal, hati dan
hati nurani. Syahwat bersifat kodrat, manusiawi, normal dan tidak tercela
dan hina, justru syahwat diperlukan kehadirannya, karena apabila manusia
tidak mempunyai syahwat ia pasti tidak lagi mempunyai semangat hidup,
yang dibutuhkan ialah bagaimana keahlian kita untuk mengendalikan

3
Eti Murtianingsih, “Syahwat di Surga dalam Perspektif al-Qur’an (kajian Tafsir
Tematik)” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta, 2019), 1.
4
Farid Adnir, “Syahwat dalam Al-Qur’an” (Tesis S2, Program Pascasarjana, IAIN
Sumatera Utara, 2014), 1.
3

syahwat sehingga terkontrol dan menjadi pendorong perilaku secara alami.


Memang, terkadang syahwat yang tidak dikendalikan dengan baik dapat
beralih menjadi hawa yang merusak.5
Syahwat merupakan kodrat manusia yang berperan penting dalam
menggerakkan perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau
merasa haus perilakunya pasti perilaku yang mengarah ke tempat makanan
dan minuman berada, ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya
perilaku yang mengarah ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang
mendominasi pasti perbuatannya akan selalu mengarah pada perkara-
perkara yang memberikan kesenangan seksualitas. Perbuatan manusia
sangat didominasi oleh syahwat yang mendominasi pada diri seseorang,
seperti syahwat politik, seks, harta benda, kenikmatan dan lain sebagainya.
Syahwat terkadang memiliki kepribadian, seperti yang dimiliki oleh anak
kecil, apabila dilepaskan ia bisa mengerjakan apa pun tanpa terkontrol.
Syahwat yang dituruti ia pasti mendorong seseorang atau masyarakat
untuk mengadopsi gaya hidup yang memikirkan kepuasan serta
kesenangan pribadi (hedonis).6
Dalam Islam, syahwat wajib “dijinakkan” dan “dikontrol” atau
“dikendalikan”. Cara pengendaliannya dikerjakan secara sistematik dalam
ajaran syariat maupun akhlak. Akal sehat dapat mengendalikan syahwat
dan begitu juga dengan hati yang bersih, ia berfungsi sebagai motor
penggerak perilaku dan menghidupkan motivasi untuk keutamaan hidup.

Al-Rāgib al-Aṣfahāniī menjelaskan bahwa “‫ ”شها‬adalah merupakan


َّ ‫ )ال‬ialah condongnya nafsu pada
akar kata dari syahwat (َ‫شهوة‬
sesuatu yang diinginkan. Di dunia, syahwat terbagi kepada dua
macam, ṣadiqah dan każibah. Pertama, Syahwat ṣadiqah (benar)
ialah syahwat yang dapat menyebabkan badan tersakiti (rusak) jika

5
Farid Adnir, “Syahwat dalam Al-Qur’an”, 1.
6
Ulya Hikmah Sitorus Pane, “Syahwat Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02, (Desember 2016), 385-387.
4

tidak terpenuhi, seperti nafsu makan ketika lapar, tidur ketika


kantuk. Kedua, Syahwah każibah (dusta), yaitu syahwat yang jika
tidak dipenuhi, badan tidak tersakiti. Terkadang sesuatu yang
diinginkan (‫ )المشتهى‬disebut dengan َ‫شهوة‬. Dan terkadang potensi
untuk menginginkan sesuatu juga disebut dengan َ‫شهوة‬.”7
Dalam al-Qur’an kata syahwat dapat ditemukan dalam beberapa

derivasi kata. Di antaranya berbentuk kata benda (isim) mufrad (‫)الشهوة‬

terdapat pada Qs. al-A‘rāf/ 7: 81 dan Qs. al-Naml/ 27: 55, dalam bentuk
kata benda (isim) jama‘ (‫ )الشهوات‬terdapat pada Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14,

Qs. al-Nisā’/ 4: 27 dan Qs. Maryam/ 19: 29, sedangkan yang

menggunakan bentuk kata kerja (fi‘il) (‫ )اشتهت‬terdapat pada Qs. al-

Anbiyā’/ 21: 102, bentuk kata (‫ )تشتهى‬terdapat pada Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31,

bentuk kata (‫ )تشتهيه‬terdapat dalam Qs. al-Zukhruf/ 43: 71, bentuk kata

(‫ )يشتهون‬terdapat dalam Qs. al-Naḥl/ 16: 51, Qs. Sabā’/ 34: 54, Qs. al-

Ṭūr/ 52: 22, al-Wāqi‘ah/ 56: 21 dan Qs. al-Mursalāt/ 77: 42.8

Pemakaian kata syahwat dan beberapa derivasi katanya dalam al-


Qur’an menunjukkan pada arti menginginkan, menyenangi, sebagaimana
keadaan mengenai penduduk surga mereka tidak menangkap sedikit pun
desisan api neraka dan penghuni surga menikmati semua keinginan yang
mereka inginkan, Qs. al-Anbiyā’/ 21: 102, Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31, Qs. al-Ṭūr/
52: 22, Qs. al-Wāqi‘ah/ 56: 21 dan Qs. al-Mursalāt/ 77: 42. Sebaliknya,
penduduk neraka, mereka tidak dapat memenuhi keinginan mereka, hal
tersebut merupakan ganjaran bagi mereka karena telah melampiaskan

7
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 2, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 420.
8
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an” (Kajian
Tafsir al-Qur’an, Yogyakarta, 2007), 1.
5

keinginan yang mereka inginkan di dunia, (Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. Sabā’/
34: 54).9

Sedangkan dalam bentuk jama‘, (‫)الشهوات‬ dipakai untuk

menunjukkan perkara-perkara yang diinginkan dan disukai manusia,

meliputi wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas,

perak dan kuda, hewan ternak dan lahan pertanian serta segala macam
harta benda dunia lainnya (Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14). (‫ )الشهوات‬juga

bermakna kemauan kemauan yang terdapat pada diri manusia (Qs. al-

Nisā’/ 4: 27 dan Qs. Maryam/ 19: 59). Kata (‫ )الشهوة‬dipakai dengan

makna “nafsu syahwat” atau “birahi”, seperti kaum Nabi Lūṭ mereka

memuaskan nafsu seksual mereka kepada kaum laki-laki, bukan kepada

perempuan (Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55). Menurut al-

Ṭabaṭabā‘ī kedua surah merupakan peringatan bagi kaum Nabi Lūṭ.

Perbuatan seksual yang mereka lakukan (homoseks) ialah perbuatan yang

melanggar kodrat karena manusia diciptakan oleh Allah berpasang-

pasangan. 10

Berikut ini penulis sebutkan enam ayat hasil penelusuran

menggunakan kitab ‫ المعجمَالمفهرسَأللفاظَالقرآنَالكريم‬yang berkenaan

dengan ayat-ayat syahwat di dunia,11 di antaranya: Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14,

Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55, Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. al-Nisā’/

4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59.

9
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 3 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 937.
10
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 3, 937.
11
Muḥammad Fu’ād ‘Abdul Bāqī, al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur’ān al-
Karīm (Kairo: Dār al-Ḥadīs,1364), 390-391.
6

Dari pemaparan penulisan di atas, timbullah beberapa masalah di


antaranya: bagaimana syahwat di dunia, seperti apa syahwat di dunia,
kenapa di dunia ada syahwat dan jika melihat dari pembagian syahwat
menurut Al-Rāgib al-Aṣfahānī yang penulis paparkan di atas. Apakah
syahwat di dunia merupakan syahwah ṣadiqah (benar) atau syahwah
każibah (dusta).

Oleh sebab itulah penulis tertarik pada kajian tersebut karena


penting untuk dibahas. Penulis mengambil objek penelitian tentang
Penafsiran Ayat-ayat Syahwat di Dunia yang terdapat pada enam ayat
yang telah disebutkan di atas. Penelitian ini menggunakan kajian tematik
bertujuan untuk memaparkan ayat-ayat syahwat di dunia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka
terlebih dahulu penulis mengidentifikasi masalah yang perlu diungkap
dalam skripsi ini:
1. Terdapat perbedaan mengenai arti syahwat dalam bahasa Indonesia
dengan al-Qur’an (bahasa Arab). Dalam bahasa Indonesia syahwat
sering dikonotasikan dengan perkara seksualitas.
2. Gambaran syahwat di dunia tidak semuanya bersifat negatif.
3. Menurut al-Aṣfahānī syahwat terbagi dua: Pertama, Syahwat ṣadiqah
(benar). Kedua, Syahwah każibah (dusta).
4. Syahwat dalam al-Qur’an meliputi syahwat di dunia, surga dan
neraka.
5. Tujuan adanya syahwat.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis menemukan 13
ayat yang menggunakan term syahwat dengan berbagai derivasi katanya.
Dari ke 13 ayat tersebut, terdapat enam ayat berbicara mengenai syahwat
7

di surga, satu ayat mengenai syahwat neraka dan enam ayat mengenai
syahwat di dunia. Sehingga pada penelitian ini penulis memberi
pembatasan masalah pada enam ayat mengenai syahwat di dunia di
antaranya: Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55,
Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. al-Nisā’/ 4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59. Penelitian ini
memakai kajian tematik (mauḍū‘ī) dengan menggunakan beberapa kitab
tafsir.
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana
penafsiran ayat-ayat syahwat di dunia?”
D. Tujuan dan Manfaat
Begitu banyak pandangan yang negatif tentang syahwat di kalangan
masyarakat, pandangan tersebut sejalan dengan pengertian syahwat di
dalam KBBI. Padahal makna syahwat di dalam al-Qur’an (bahasa Arab)
lebih luas dari bahasa Indonesia. Maka dari itu penulis ingin mengkaji
penafsiran ayat-ayat syahwat di dunia yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan mendapatkan
manfaat, di antaranya berupa manfaat ilmiah untuk memperkaya khazanah
pengetahuan khususnya di bidang tafsir, kemudian manfaat di kalangan
masyarakat ialah untuk menambah wawasan dan pengetahuan, bahwa
tidak semua syahwat di dunia ini memiliki konotasi yang negatif seperti
yang diasumsikan oleh kebanyakan masyarakat awam.
E. Kajian Terdahulu
Penulis memaparkan beberapa penelitian yang mengkaji tentang
syahwat, di antaranya ialah:
1. Hand Out, Kajian Tafsir al-Qur’an/ PDM Kota Yogyakarta karya
Muhsin Hariyanto berjudul Pengendalian Syahwat dalam Perspektif
al-Qur’an, (2007). Tulisan ini hanya membahas tentang sebatas
bagaimana cara mengendalikan syahwat, dengan menimbang realitas
8

dalam sebuah artikel yang dimuat pada majalah GATRA Nomor 7,


yang beredar Kamis, 28 Desember 2006 berjudul: “13 Wajah Gerakan
Syahwat Merdeka.” Karya Taufiq Ismail. Muhsin menyebutkan 13
komponen dalam gerakan seks sebagai jaringan pengikatnya.
Kemudian menyebutkan pandangan al-Qur’an lalu menjelaskan
bagaimana cara manajemen syahwat.12 Sedangkan dalam skripsi ini
yang dijadikan objek penelitian ialah ayat-ayat syahwat di dunia
dengan menggunakan metode tematik.
2. Tulisan Muhammad Guntur Romli berjudul Ayat-ayat Syahwat:
Sejarah Seksualitas dalam Islam, (2008). Tulisan ini berbicara tentang
syahwat yang memiliki kaitan terhadap sejarah seksualitas pada
zaman kaum Nabi Lūṭ.13 Sedangkan dalam skripsi ini yang dijadikan
objek penelitian ialah ayat-ayat syahwat di dunia dengan
menggunakan metode tematik.
3. Tesis karya Farid Adnir berjudul Syahwat dalam Al-Qur’an, (2014),
Membahas mengenai syahwat dalam al-Qur’an secara umum,
bagaimana pandangan al-Qur’an tentang syahwat.14 Sedangkan dalam
skripsi ini yang dijadikan objek penelitian ialah ayat-ayat syahwat di
dunia dengan menggunakan metode tematik. Dan penulis hanya
membahas 6 ayat yang menggunakan term syahwat.
4. Jurnal Kontemplasi karya Ulya Hikmah Pane berjudul Syahwat dalam
Al-Qur’an (2016). Tulisan itu membahas mengenai syahwat secara
umum dalam al-Qur’an serta dampak positif dan negatif yang

12
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an” (Hand
Out Kajian Tafsir Al-Qur’an, Yogyakarta, 2007).
13
Mohamad Guntur Romli, “Ayat-ayat Syahwat Sejarah Seksualitas dalam Islam”
(Jurnal Perempuan, 2008).
14
Farid Adnir, “Syahwat Dalam Al-Qur’an” (Tesis S2, Program Pascasarjana,
IAIN Sumatera Utara, 2014).
9

ditimbulkan.15 Sedangkan dalam skripsi ini yang dijadikan objek


penelitian ialah ayat-ayat syahwat di dunia dengan menggunakan
metode tematik.
5. Skripsi karya Abdul Halim Tarmizi berjudul Hakikat Syahwat di
Surga (Studi Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur),
(2017). Dalam skripsi ini yang dijadikan objek penelitian ialah
tentang ayat syahwat di surga yang dinisbahkan kepada orang
mukmin pada enam ayat al-Qur’an, dengan menggunakan kajian tafsir
karya Ibnu Asyur.16 Sedangkan dalam skripsi ini yang dijadikan objek
penelitian ialah ayat-ayat syahwat di dunia dengan menggunakan
metode tematik.

6. Jurnal Humanisma karya Muhammad Rezi dan Muhammad Zubir

berjudul Seksualitas dalam Al-Qur’an (Tinjauan Deskriptif Analitis

Ayat-ayat Al-Qur’an), (2017). Tulisan itu membahas mengenai salah

satu aspek yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu tentang seksualitas.

Dalam tulisan ini juga membahas terkait term (kata) seksualitas yang

banyak terdapat dalam al-Qur’an. Di antara term yang dibahas antara

lain: nafsu seksual (‫)شهوة‬, kehormatan/ kemaluan (‫)عورة‬, lafaz

(‫ )سوآة‬berarti alat kelamin, kemaluan (‫)فرج‬, perintah menggauli istri

dengan baik (‫ )عاشروا‬dan lain sebagainya. 17 Sedangkan dalam

skripsi ini yang dijadikan objek penelitian ialah ayat-ayat yang

15
Ulya Hikmah Sitorus Pane¸ “Syahwat dalam al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02, (Desember 2016): 385-402.
16
Abdul Halim Tarmizi, “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir al-Tahrir wa al-
Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur)”( Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah,
2017).
17
Muhammad Rezi dan Muhammad Zubir, “Seksualitas dalam Al-Qur’an
(Tinjauan Deskriptif Analitis Ayat-ayat Al-Qur’an),” Humanisma: Journal of Gender
Studies, Vol. 1, No, 1, (Januari-Juni 2017): 47-60.
10

menggunakan term syahwat yang berjumlah enam ayat dan ayat

tersebut membahas mengenai syahwat di dunia dengan

menggunakan metode tematik.

7. Tulisan karya Muhsin Hariyanto berjudul Manajemen Syahwat.


Tulisan ini hanya membahas tentang bagaimana cara mengendalikan
syahwat, baik syahwat seksual, syahwat perut, syahwat kekayaan,
politik dan lain sebagainya. 18 Sedangkan dalam skripsi ini yang
dijadikan objek penelitian ialah ayat-ayat syahwat di dunia dengan
menggunakan metode tematik.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research), ialah dengan mencari referensi yang berkaitan terhadap
pembahasan yaitu tentang ayat-ayat syahwat di dunia. Semuanya berasal
dari sumber-sumber kepustakaan (literatur), seperti kitab tafsir baik klasik
maupun kontemporer, kitab hadis dan lain-lain. Data yang telah diperoleh
bisa dijadikan bahan baku penelitian, sehingga tidak sulit dalam
mengerjakan analisis guna memperoleh kesimpulan yang merupakan hasil
penelitian. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak membutuhkan data lapangan
karena data yang ingin diperoleh merupakan pemikiran, konsep atau teori
yang dipaparkan oleh ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan yang tertuang
atau yang didapatkan dari karya-karya mereka.19
2. Sumber Data

18
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat” (Dosen FAI-UM, Yogyakarta).
19
Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2019), 152.
11

Pada pengumpulan data penelitian ini penulis menggunakan dua


sumber data:
a. Data Primer
Sumber data utama (primer) yang penulis gunakan adalah ayat-ayat
al-Qur’an mengenai ayat-ayat syahwat di dunia.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data selain dari data utama atau data yang bisa
mendukung sebuah penelitian, seperti data yang bentuk buku, kitab tafsir
seperti Tafsīr al-Munīr, Tafsīr al-Nūr, Tafsīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Sa‘dī
dan lainnya, serta Jurnal, artikel dan lain-lain. Yang mana data tersebut
mempunyai kaitan dan menjadi bahan pendukung dalam penelitian yang
dilakukan.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini, menerapkan kajian tematik (mauḍū‘ī),20 karena di
dalam penelitian ini tugas penulis ialah bagaimana menghimpun dan
memahami ayat-ayat yang memiliki kaitan dengan topik atau tema yang
dibahas, baik berkaitan secara langsung maupun secara tidak langsung,
lalu dikonstruksikan secara logis menjadi sebuah konsep yang utuh,
menyeluruh dan sistematis dalam pandangan al-Qur’an. 21
Karena penelitian ini tertuju pada satu tema, maka pengumpulan
data yang penulis lakukan menggunakan kajian tematik (mauḍū‘ī).
Adapun langkah-langkah atau cara kerja metode tematik, antara lain:
a. Mencari dan menentukan masalah yang ingin dikaji.
b. Mencari dan mengumpulkan ayat yang mempunyai kaitan terhadap
masalah yang ditentukan, ayat makkiyyah atau madaniyyah.

20
Tafsir mauḍū‘ī ialah menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai
maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan
menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
21
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: Idea
Press Yogyakarta, 2014), 58.
12

c. Mengurutkan ayat-ayat secara urut dengan menggunakan urutan masa


turun ayat dan tentang latar belakang turunnya ayat atau asbāb al-
nuzūl.
d. Mengetahui munāsabah (hubungan) ayat-ayat pada setiap surah.
e. Menyusun tema bahasan pada sebuah kerangka yang tepat, sistematis,
sempurna dan utuh (outline).
f. Menambah pembahasan hadis, bila dianggap perlu.
g. Menelaah ayat-ayat yang dibahas secara tematik dan menyeluruh
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki makna yang
serupa.22
4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan ialah metode deskriptif analisis.
Deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan guna menghimpun tentang
status sebuah gejala yang ada, pada saat penelitian dilaksanakan. 23 Jika
metode tersebut digunakan terhadap penelitian tafsir, maka dapat
diformulasikan bahwa yang dimaksud adalah memperoleh informasi
secara rinci dan jelas berkaitan dengan pemahaman dan menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an, baik dikerjakan oleh individual (Perorangan), maupun
secara kolektif (bersama-sama).24
Dari penjelasan di atas, penulis ingin melakukan proses
pengumpulan data yang berkaitan dengan topik terkait yaitu tentang
penafsiran ayat-ayat syahwat di dunia. Setelah pengumpulan data selesai,
kemudian melakukan analisis terhadap data yang telah didapat.
Selanjutnya adalah melakukan penyajian data, artinya penulis terlebih
dahulu menelaah ayat-ayat tersebut, lalu menguraikannya.

22
Abdul Ḥayy al-Farmāwī, Metode Tafsir Maudhu‘i dan Cara Penerapannya,
Penerj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), 45-46.
23
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 309.
24
Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, 70.
13

5. Teknik Penulisan
Adapun pedoman dalam teknis penulisan yang digunakan pada
skripsi ini berpedoman pada SK. Rektor 507 tahun 2017 tentang Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Transliterasi Arab Latin SKB 2 Menteri No. 158
tahun 1987 dan Penulisan Catatan Kaki dan Daftar Pustaka model
Turabian (Chicago 2) versi Program Studi IAT 2019 serta seluruh ayat
dan terjemahnya menggunakan Qur’an Kemenag in Word dan Terjemah
Kemenag 2019.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, di antaranya:
Bab pertama, terdiri dari pendahuluan mengenai latar belakang
menjelaskan tentang masalah yang melatar belakangi penelitian ini,
identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, kajian
terdahulu, metodologi dan sistematika penulisan.
Bab kedua, terdiri dari penjelasan mengenai pengertian syahwat
secara bahasa dan istilah, karakteristik kehidupan dunia, urgensi syahwat
dalam kehidupan dunia dan perbedaan syahwat dan hawa nafsu.
Bab ketiga, meliputi pembahasan mengenai manusia sebagai
makhluk berkehendak, unsur-unsur penciptaan manusia, potensi yang ada
pada diri manusia dan kehidupan dunia pada manusia
Bab keempat, terdiri dari penafsiran ayat-ayat tentang syahwat di
dunia. Meliputi ayat yang menggunakan term syahwat dan ayat yang tidak
menggunakan term syahwat dan analisis terhadap ayat-ayat syahwat di
dunia beserta tabel ayat-ayat syahwat.
Bab kelima, kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban
dari rumusan dan tujuan penelitian dan Saran menunjukkan wilayah
14

penelitian yang perlu pengembangan lebih jauh atau perlu diteliti lagi
setelah penelitian ini.
15
BAB II

KAJIAN TENTANG SYAHWAT


A. Pengertian Syahwat
Di kalangan masyarakat sering dijumpai hal-hal yang berkonotasi
negatif, seperti iklan di koran yang menampilkan satu produk obat kuat
untuk meningkatkan syahwat ketika melakukan hubungan suami-istri.
Selain itu, sering juga dijumpai ketika menjelang tahun-tahun politik,
begitu banyak orang yang memiliki syahwat politik yang kuat, seperti
ingin menjadi kepala desa, bupati, gubernur, anggota dewan perwakilan
rakyat (DPR), presiden dan sebagainya. Namun tidak sedikit dari mereka
untuk memenuhi kebutuhan syahwat politik, mereka rela melakukan
segala cara untuk memenuhi keinginan mereka seperti melakukan money
politik, menyebarkan ujaran kebencian. Sehingga di kalangan masyarakat
hal yang berkaitan dengan syahwat merupakan hal yang memiliki konotasi
negatif.
Sehingga kata syahwat terkadang diartikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pun mendefinisikan kata syahwat dengan arti tersebut. Seperti
yang terdapat pada KBBI, syahwat didefinisikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian. 1 Sedangkan Nafsu ialah keinginan,
kecenderungan, atau dorongan hati yang kuat.2

Secara lugawi, syahwat berasal dari bahasa arab (َ –َ‫شهاَ– َيشهو‬


َّ ‫ شهى َ– َيشهىَ– ََشهوةًََ)َال‬yang bermakna sangat ingin dan kasih
َ َ‫شىئ‬

1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1576.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.

16
17

(akan sesuatu). َ‫شهوة‬ jamaknya َ ‫شهواة‬ yang bermakna keinginan

memperoleh sesuatu.3
Al-Rāgib al-Aṣfahānī menjelaskan bahwa “‫ ”شها‬merupakan akar
َّ ‫(ال‬syahwat) ialah condongnya nafsu pada sesuatu
kata dari َ َ‫شهوة‬
yang dia inginkan. Di dunia, syahwat terbagi dua macam, ṣadiqah
dan każibah. Pertama, Syahwah ṣadiqah (benar) ialah syahwat yang
dapat menyebabkan badan tersakiti (rusak) apabila tidak dipenuhi,
seperti nafsu makan ketika lapar, tidur ketika kantuk. Kedua,
Syahwah każibah (dusta), yaitu syahwat yang jika tidak dipenuhi,
badan tidak tersakiti. Terkadang sesuatu yang diinginkan ( ‫)المشتهى‬
disebut dengan َ‫شهوة‬. Dan terkadang potensi untuk menginginkan
sesuatu juga disebut dengan َ‫شهوة‬.”4
Dalam al-Qur’an kata syahwat memiliki beberapa derivasi, yaitu

berbentuk kata benda (isim) mufrad (‫ )الشهوة‬terdapat pada Qs. al-A‘rāf/ 7:

81 dan Qs. al-Naml/ 27: 55, dalam bentuk kata benda (isim) jama‘

(‫ )الشهوات‬terdapat pada Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-Nisā’/ 4: 27 dan Qs.

Maryam/ 19: 29, sedangkan yang menggunakan bentuk kata kerja (fi‘il)

(‫ )اشتهت‬terdapat pada Qs. al-Anbiyā’/ 21: 102, bentuk kata (‫)تشتهى‬

terdapat pada Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31, bentuk kata (‫ )تشتهيه‬terdapat dalam Qs.

al-Zukhruf/ 43: 71, bentuk kata (‫ )يشتهون‬terdapat dalam Qs. al-Naḥl/ 16:

51, Qs. Sabā’/ 34: 54, Qs. al-Ṭūr/ 52: 22, Qs. al-Wāqi‘ah/ 56: 21 dan Qs.

al-Mursalāt/ 77:42.5
Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa makna terkait term syahwat,
sebagai berikut:

3
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990),
207.
4
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 2, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 420.
5
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an (Kajian
Tafsir al-Qur’an” (Yogyakarta, 2007), 1.
18

1. Kata syahwat di al-Qur’an umumnya bermakna tentang kesenangan


dan keinginan yang dimiliki oleh manusia. Misalnya mengenai
penduduk surga yang tidak sedikit pun mendengar desisan api neraka
dan penduduk surga menikmati semua yang diinginkan (Qs. al-
Anbiyā’/ 21: 102, Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31, Qs. al-Ṭūr/ 52: 22, Qs. al-
Wāqi‘ah/ 56: 21, Qs. al-Mursalāt/ 77: 42). Sedangkan penduduk
neraka, apa yang mereka inginkan tidak dikabulkan, karena ketika
hidup di dunia mereka telah memenuhi segala yang mereka inginkan
(Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. Sabā’/ 34: 54).
2. Dalam bentuk jama‘ al-Syahwāt, dipakai untuk menunjukkan
perkara-perkara yang disukai dan diinginkan manusia terhadap
kelezatan dan kesenangan, misalnya kecintaan terhadap perempuan,
anak, harta benda dari emas, perak, kuda, hewan ternak, lahan
pertanian dan kekayaan yang dimiliki lainnya (Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14).
Al-Syahwāt bermakna apa yang diinginkan oleh manusia (Qs. al-
Nisā’/ 4: 27 dan Qs. Maryam/ 19: 59).
3. Kata syahwat dipakai untuk menggambarkan naluri manusia yang
menyukai kehidupan dunia (Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14 dan Qs. Maryam/
19: 59).
4. Kata syahwat digunakan untuk menggambarkan perbuatan seks yang
menyimpang. Seperti yang terjadi pada kaum Lūṭ, yaitu mereka
melakukan perbuatan homoseks (Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, dan Qs. al-Naml/
27: 55).6
B. Karakteristik Kehidupan Dunia
Syahwat merupakan naluri manusia yang berperan penting dalam
menggerakkan perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau

6
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an : Kajian Kosakata, Jilid 3 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 937.
19

merasa haus maka ia mengarah ke tempat makanan dan minuman berada.


Ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya perilaku yang mengarah
ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang mendominasi pasti perbuatannya
akan selalu mengarah pada perkara-perkara yang memberikan kesenangan
seksualitas. Perbuatan manusia sangat didominasi oleh syahwat yang
mendominasi pada diri seseorang, seperti syahwat politik, seks, harta
benda, kenikmatan dan lain sebagainya. Syahwat terkadang memiliki
kepribadian, seperti yang dimiliki oleh anak kecil, apabila dilepaskan ia
akan bisa mengerjakan apa saja tanpa terkontrol. Syahwat yang dituruti ia
dapat mendorong seseorang atau masyarakat untuk mengadopsi gaya
hidup yang memikirkan kepuasan serta kesenangan pribadi (hedonis). 7
Adapun perbedaan syahwat pada hewan dan manusia menurut
penulis ialah syahwat pada hewan hanya sebatas memenuhi kebutuhan
hidup dan mempertahankan eksistensi mereka tanpa memikirkan sumber
dan cara memperolehnya baik atau buruk, karena hewan hanya dibekali
syahwat (keinginan) tetapi tidak dilengkapi akal untuk menilai hal
tersebut. Sedangkan manusia selain memiliki syahwat sebagai dasar
pengembangan hidup, mereka juga diberi akal oleh Allah yang berfungsi
untuk menilai baik atau buruk pekerjaan yang mereka kerjakan dan apa
yang mereka dapatkan.
Ada beberapa karakteristik kehidupan dunia, sebagai berikut:8
1. Dunia adalah tempat ujian bagi orang yang beriman
Sudah menjadi tabiatnya bahwa dunia merupakan tempat cobaan
dan ujian bagi orang yang beriman. Di dunia terdapat beberapa fitnah yang

7
Ulya Hikmah Sitorus Pane, “Syahwat Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02 (Desember 2016), 385-387.
8
Akhmad Syauqi, “5 Karakteristik (Sifat-sifat) Kehidupan Dunia Menurut al-
Qur’an dan al-Hadis,” http://islamrahmatanweb.blogspot.com/2017/01/5-karakteristik-
kehidupan-dunia.html?m=1, Diakses, 04 Februari, 2021, 08.15.
20

harus diwaspadai sehingga bisa selamat baik kehidupan dunia maupun


akhirat. Allah SWT berfirman Qs. al-Anbiyā’/ 21: 35, berikut:

ََ‫كلَنف ٍسَذ ۤا ِٕىقةَالمو ِۗتَونبلوكمَبال َّشرَوالَخيَرَفتَنةًَِۗوالَيناَترجعون‬


“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada
Kamilah kamu akan dikembalikan.”
Dalam Tafsir Kemenag diterangkan, Allah SWT menyampaikan
dengan tegas lagi, bahwa setiap makhluk yang memiliki nyawa pasti akan
merasakan kematian. Tiada yang abadi melainkan Allah SWT.
Selanjutnya Allah juga menjelaskan bahwa manusia akan diberi cobaan
baik perkara-perkara yang buruk, atau cobaan dan musibah yang tidak
mereka senangi, bahkan cobaan tersebut berupa perkara-perkara kebaikan
atau keberuntungan. Ketika cobaan berupa musibah, maka tujuannya
adalah untuk menguji keimanan dan sikap manusia. Sebaliknya, ketika
cobaan tersebut berupa kebaikan, maka tujuannya adalah untuk menguji
sikap dan mental manusia. Di akhir ayat Allah menegaskan,
bagaimanapun sikap dan perbuatan manusia ketika menjalani cobaan dari
Allah, pada akhirnya segala persoalan mereka pasti akan kembali kepada
Allah. Allah yang akan memberi ganjaran baik berupa pahala maupun
siksaan (azab).9
Pada ayat di atas, disimpulkan bahwa Allah tidak saja menguji
hamba-Nya dengan perkara buruk semata, tetapi Allah juga menguji
manusia dengan perkara yang menyenangkan atau kebaikan. Seperti orang
yang dikaruniai harta yang banyak, akan tetapi mereka enggan untuk
mengeluarkan kewajiban membayar zakat dari harta mereka, Maka Allah
memberikan azab kepada mereka.

9
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 6 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 258-259.
21

2. Kesenangan yang Menipu


Kehidupan di dunia merupakan kesenangan yang menipu, Allah
berfirman dalam Qs. al-Hadīd/ 57: 20, berikut:

َ‫َوزيَنة َ ََّوتفاخرَ َبينكم َوتكاثرَ َفى َاْلموال‬ ََّ ‫اعلم ْٓوا َانَّما َالح ٰيوة َالدنيا َلعب َ َّولهو‬
َ‫ثَاعجبَالكفَّارَنباتهََث ََّمَيهَيجَفترَٰىهَمصف ًّراَث َّمَيَكونَحطا ًم ِۗا‬ ٍ ‫واْلوْل ِۗدَكمثلَغي‬
َ‫للا َورَضوانَِۗوماَالَح ٰيوة َالدنيا َْٓاَ َّْل َمتاع‬ َّ ‫ىَاْلخرة َعذاب َشدي ٌۙد‬
َٰ َ ‫َومغفرة َمن‬ ٰ ‫وف‬
ََ‫الغرور‬
”Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan,
kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara
kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak
keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang
tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu
lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras
serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi
orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan dunia seperti permainan,
manusia saling berlomba-lomba untuk membangga-banggakan harta dan
kekayaan mereka, keturunan mereka, bahkan kedudukan yang mereka
peroleh dan miliki. Mereka tidak mengetahui bahwa hal tersebut bagaikan
permainan dan tidak memiliki nilai di sisi Allah SWT.
Mengenai ayat ini Ibnu Kaṡīr memberikan sebuah perumpamaan
bahwa manusia itu sama seperti tanaman yang awalnya tumbuh subur dan
akhirnya tanaman itu kelihatan kuning dan kering, kemudian menjadi
hancur. Demikianlah kehidupan dunia, awalnya terlihat muda, lalu
berkembang menjadi dewasa dan menjadi tua, akhirnya wafat. Begitu juga
manusia pada usia mudanya, ia kelihatan segar, berisi dan hebat
penampilannya. Lalu secara perlahan-lahan menjadi tua dan wataknya
22

mengalami perubahan dan kekuatannya hilang secara perlahan. kemudian


jadilah manusia menjadi usia lanjut dan kekuatannya lemah. 10
Bahkan Allah memberikan perumpamaan seperti seorang petani,
yang awalnya bangga terhadap tanaman yang terlihat hijau oleh mereka,
namun kemudian tanaman tersebut menjadi hancur tanpa tersisa, begitu
juga dengan kehidupan dunia awalnya terlihat indah, akan tetapi menyesal
pada akhirnya (ketika di akhirat). Perumpamaan tersebut memberi sebuah
hikmah bahwa kehidupan dunia ini pada hakikatnya adalah kesenangan
sementara dan menipu.
Di dalam beberapa ayat Allah juga menyebutkan kehidupan dunia
ialah kesenangan yang menipu, Allah SWT berfirman dalam penggalan
surah Ᾱli ‘Imrān ayat 185:

ََ‫وماَالح ٰيوةَالدنيآَْا َّْلَمتاعَالغرور‬


“Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Ayat ini menjelaskan, bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan
yang memperdayakan manusia. Banyak manusia yang terperdaya oleh
kesenangan yang mereka peroleh baik berupa makanan, minuman, harta,
pangkat, kedudukan dan lain sebagainya. Mereka merasa bahwa itulah
kebahagiaan yang hakiki, sehingga mereka tenggelam dan terlena oleh
kenikmatan dunia. Jika manusia itu mempergunakannya dengan baik,
maka kesenangan tersebut tidak akan mendatangkan musibah dan
mendatangkan kerugian di dunia dan di akhirat tidak akan mendapat azab
yang pedih. 11 Karena kehidupan dan kenikmatan yang sesungguhnya ada
di akhirat kelak.
3. Kehidupan dunia merupakan kesenangan yang sedikit

10
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jilid 8 (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Alamiyah, 1998), 58.
11
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2, 91.
23

Kehidupan dunia merupakan kesenangan yang sedikit, sebagaimana


yang terdapat dalam Qs. al-Nisā’/ 4: 77:

َ ً ‫ىَوْلََتظلمونََفتي‬
َ‫ل‬ ٰ ‫قلَمتاعَالدنياَقلي ٌۚلَو‬
َِۗ ‫اْلخرةَخيرَلمنَاَت َّ ٰق‬
”Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanyalah sedikit, sedangkan
akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa dan kamu tidak akan
dizalimi sedikit pun.”
Pada ayat di atas, disebutkan suatu perbandingan antara dunia dan
akhirat, Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada
manusia, bahwa kenikmatan dan kelezatan dunia hanyalah sedikit apabila
dibandingkan dengan kenikmatan di akhirat yang tidak terbatas.
Kenikmatan tersebut diperuntukkan kepada orang yang bertakwa yaitu
mereka yang hatinya bersih dari perbuatan syirik dan akhlak tercela. Dan
tidak pernah Allah menzalimi dan merugikan manusia, mereka akan
memperoleh ganjaran sesuai dengan perbuatan yang mereka kerjakan. 12
Bahkan dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imām Muslim bahwa
kenikmatan dunia ini bagaikan setetes air di lautan. Rasulullah SAW
bersabda:

َ–َ‫وهللاَماَالدنياَفيَاآلخرةَإ َّْلَمثلَماَيجعلَأحدكمَإصبعهَهذه‬
13 َّ ‫وأشارَيحيىَبال‬
.َ‫َفيَاليمَفلينظرَبمَيرجع‬-َ‫شبابة‬
“Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali
seperti sesuatu yang dijadikan oleh jari salah seorang di antara
kalian – Yahya berisyarat dengan jari telunjuk di laut – maka
perhatikanlah apa yang ia bawa.” (HR. Muslim no. 2858)
Dalam Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 133 Allah menerangkan bahwa orang-
orang yang bertakwa kelak akan memperoleh kenikmatan yang luas seluas
bumi dan langit.

12
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2, 281.
13
Imām Muslim, Ṣaḥīh Muslim (Kairo: Dār Ibnu al-Jauzī, 2006), 666
24

ٌۙ ‫سمٰ ٰوت َواْلر‬


َ‫ض َاعدَّت‬ َّ ‫وسارع ْٓوا َا ٰلى َمغفرةٍ َمن‬
ََّ ‫َربكم َوجنَّ ٍة َعرَضهَا َال‬
ٌَۙ ‫للمتَّقي‬
َ‫ن‬
“Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang)
luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang bertakwa,”
4. Kehidupan dunia adalah kesenangan yang hanya main-main
Kehidupan dunia adalah kesenangan yang hanya main-main,
sebagaimana firman Allah Qs. al-Ankabūt/ 29: 64, berikut:

ُۘ َ‫َاْلخَرة َلهي َالحيو‬


َ‫ان َلو َكانوا‬ ٰ ‫ن َال َدَّار‬ َِۗ ‫َولع‬
ََّ ‫ب َوَا‬ َّ ‫اَهذه َالح ٰيوة َالدنيا ْٓ َا َّْل َلهو‬
ٰ ‫وم‬
ََ‫يعلمون‬
“Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah senda gurau dan
permainan. Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang
sebenarnya seandainya mereka mengetahui.”
Kehidupan dunia ini sangat banyak melalaikan manusia, seperti
melalaikan dari beribadah kepada Allah, melalaikan berzikir dan memuji
Allah, melalaikan dari rasa syukur akan kenikmatan yang diperoleh.
Karena ayat di atas sudah jelas bahwa salah satu sifat kehidupan dunia
hanyalah sebagai permainan semata, yang membuat lalai dari segala
perkara yang berkaitan dengan kehidupan yang abadi (akhirat). Oleh
karena itu, sebagai manusia harus berniat dalam hati agar senantiasa
berada di atas jalan dan petunjuk Allah, agar keimanan dan ketakwaan kita
kepada Allah tetap terjaga.
5. Kehidupan dunia adalah surga bagi orang Kafir dan penjara bagi
orang Muslim
Kehidupan dunia merupakan surga bagi orang Kafir dan penjara
bagi orang Muslim, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imām Muslim berikut:
25

َ‫َوَجنَّة‬،‫َالدنياَسجنَالمؤمن‬:‫َقالَرسولَهللاَﷺ‬:َ‫عنَأبىَهريرةَقال‬
14
.‫الكافَر‬
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Kehidupan dunia adalah penjara bagi orang Mukmin dan surga bagi
orang Kafir” (HR. Muslim no. 2956)
Imām Nawāwī menjelaskan makna hadis di atas, “di dunia seorang
mukmin dipenjara dan dilarang dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-
syahwat yang diharamkan dan dibenci. Mereka diberi beban untuk
mengerjakan ketaatan-ketaatan yang dirasa berat. Apabila mereka wafat
maka mereka akan istirahat dari perkara tersebut dan ia akan kembali
kepada apa yang telah Allah janjikan yaitu kenikmatan yang abadi dan
kelapangan yang bersih dari kekurangan. Adapun orang kafir, mereka
hanya memperoleh kesenangan dunia yang mereka dapatkan, kesenangan
tersebut hanya sedikit dan bercampur dengan kesusahan dan kesengsaraan.
Apabila ia meninggal, ia akan pergi kepada siksaan yang kekal abadi dan
menderita selama-lamanya. 15
C. Urgensi Syahwat dalam Kehidupan Dunia
Allah SWT menciptakan manusia dengan dikaruniai syahwat yang
kemudian menjadi sesuatu yang diinginkan. Terkadang syahwat sering
dikonotasikan kepada perkara yang negatif, terutama mengenai hawa
nafsu yang berlebihan. Menurut Abu Ismail Muslim al-Atsari, Allah
menyertakan syahwat dalam penciptaan manusia dan tidak ada yang sia-
sia karena di dalam syahwat terdapat faedah dan manfaat. Salah satu
contohnya adalah apabila manusia tidak mempunyai syahwat (keinginan)
untuk makan dan ia tidak makan, sehingga dapat menyebabkan dirinya
sakit dan binasa. Demikian juga manusia apabila tidak mempunyai

14
Imam Muslim, Ṣahīh Muslim, 688.
15
Imām Nawāwī, Ṣaḥīh Muslim bi Syarḥ al-Nawāwī, Jilid 18 (t.k: t.p, 1929), 93.
26

syahwat kepada lawan jenis, maka nasab keturunan dapat terputus atau
punah. 16
Dengan demikian, keberadaan syahwat dalam diri manusia tidaklah
tercela. Ia menjadi tercela apabila manusia melewati batas terhadap
pemenuhan syahwatnya. Karena sebagian manusia memahami bahwa
syahwat yang ada pada manusia merupakan perkara yang tercela, sehingga
mereka berusaha meninggalkan semuanya yang sebenarnya diinginkan
oleh jiwanya.
D. Perbedaan Syahwat dan Hawa Nafsu
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas bahwa syahwat
merupakan kodrat manusia yang berperan penting dalam menggerakkan
perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau merasa haus
perilakunya pasti perilaku yang mengarah kepada tempat makan dan
minuman berada, ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya
perilaku yang mengarah ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang
mendominasi pasti perbuatannya akan selalu mengarah pada perkara-
perkara yang memberi kesenangan seksualitas. Perbuatan manusia sangat
didominasi oleh syahwat yang mendominasi pada diri seseorang, seperti
syahwat politik, seks, harta benda, kenikmatan dan lain sebagainya.
Syahwat terkadang memiliki kepribadian, seperti yang dimiliki oleh anak
kecil, apabila dilepas ia akan bisa mengerjakan apa saja tanpa terkontrol.
Syahwat yang dituruti ia dapat mendorong seseorang atau masyarakat
untuk mengadopsi gaya hidup yang memikirkan kepuasan serta
kesenangan pribadi (hedonis). Mengenai perbedaan antara syahwat dengan
hawa nafsu akan penulisan jelaskan pada bagian ini.

16
Widaningsih, “Inilah Faedah Syahwat dan Cara Pengendaliannya, 2020”
https://kalam.sindonews.com/read/150244/72/inilah-faedah-syahwat-dan-cara-
mengendalikannya-1598918954, Diakses, 8 Februari, 2022, 09.32.
27

Adapun nafsu pada KBBI ialah keinginan, kecenderungan, atau

dorongan hati yang kuat.17 Nafsu dalam bahasa Indonesia sesungguhnya

mengarah kepada al-Hawā dalam bahasa Arab. Sedangkan nafsu menurut

bahasa berasal dari bahasa Arab ‫( نفس‬nafs) yang berarti jiwa, jasad, ruh,
orang, diri sendiri, semangat, kehendak dan hasrat.18 Kata nafs dengan

segala bentuk katanya terulang 313 kali dalam al-Qur’an. Sebanyak 72

kali disebutkan dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri. 19 Dalam al-Qur’an

nafs dan jamaknya anfus dan nufus, diartikan sebagai jiwa (soul), pribadi

(person), diri (self atau selves), hidup (life), hati (heart), atau fikiran

(mind) dan beberapa arti lainnya. 20 Ayat-ayat al-Qur’an yang

menyebutkan kata nafs dan anfus menunjukkan beberapa pengertian, di

antaranya:21
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas bahwa syahwat
merupakan kodrat manusia yang berperan penting dalam menggerakkan
perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau merasa haus
perilakunya pasti perilaku yang mengarah kepada tempat makan dan
minuman berada, ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya
perilaku yang mengarah ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang
mendominasi pasti perbuatannya akan selalu mengarah pada perkara-
perkara yang memberi kesenangan seksualitas. Perbuatan manusia sangat
didominasi oleh syahwat yang mendominasi pada diri seseorang, seperti

17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.
18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Progresif, 2002), 1446.
19
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 691.
20
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 250.
21
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2, 691-692.
28

syahwat politik, seks, harta benda, kenikmatan dan lain sebagainya.


Syahwat terkadang memiliki kepribadian, seperti yang dimiliki oleh anak
kecil, apabila dilepas ia akan bisa mengerjakan apa saja tanpa terkontrol.
Syahwat yang dituruti ia dapat mendorong seseorang atau masyarakat
untuk mengadopsi gaya hidup yang memikirkan kepuasan serta
kesenangan pribadi (hedonis). Mengenai perbedaan antara syahwat dengan
hawa nafsu akan penulisan jelaskan pada bagian ini.

Adapun nafsu pada KBBI ialah keinginan, kecenderungan, atau

dorongan hati yang kuat.22 Nafsu dalam bahasa Indonesia sesungguhnya

menunjuk al-Hawā dalam bahasa Arab. Sedangkan nafsu menurut bahasa

berasal dari bahasa Arab ‫( نفس‬nafs) yang berarti jiwa, jasad, ruh, orang,
diri sendiri, semangat, kehendak dan hasrat.23 Kata nafs dengan segala

bentuk katanya terulang 313 kali dalam al-Qur’an. Sebanyak 72 kali

disebutkan dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri. 24 Dalam al-Qur’an nafs

dan jamaknya anfus dan nufus, diartikan sebagai jiwa (soul), pribadi

(person), diri (self atau selves), hidup (life), hati (heart), atau fikiran

(mind) dan beberapa arti lainnya. 25 Ayat-ayat al-Qur’an yang

menyebutkan kata nafs dan anfus menunjukkan beberapa pengertian, di

antaranya:26
a. Hati yang merupakan sebuah komponen penting pada diri manusia,
Qs. al-Isrā’/ 17: 25.

22
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.
23
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Progresif, 2002), 1446.
24
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 691.
25
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 250.
26
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2, 691-692.
29

b. Jenis atau species, Qs. al-Taubah/ 9: 128.


c. Nafsu, yaitu kekuatan yang dapat menggerakkan manusia
menginginkan sesuatu, Qs. Yūsuf/ 12: 53.
d. Jiwa atau ruh, merupakan daya penggerak hidup manusia, Qs. Ᾱli
‘Imrān/ 3: 145.
e. Memperlihatkan totalitas manusia, yaitu diri manusia, lahir dan batin,
Qs. al-Mā’idah/ 5: 32.
f. Nafs juga digunakan untuk menunjukkan diri Tuhan, Qs. al-An‘ām
/ 6: 12.
Secara umum, apabila dikaitkan dengan pembahasan manusia, nata
nafs menunjukkan aspek yang terdapat pada diri manusia yang berpotensi
baik dan buruk. Allah menciptakan nafs dengan keadaan sempurna yang
berfungsi untuk menampung dan mendorong manusia untuk melakukan
kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menganjurkan sisi
dalam diri manusia itulah yang harus diberikan perhatian yang besar.
Walaupun al-Qur’an menerangkan bahwa nafs bersifat netral yaitu
berpotensi positif dan negatif. Potensi positif manusia pada hakikatnya
lebih kuat dibanding negatifnya. Akan tetapi daya tarik keburukan jauh
lebih besar dibandingkan daya tarik kebaikan. Oleh sebab itu, manusia
dituntut untuk memelihara kesucian nafsu serta tidak menodainya (Qs. al-
Syams/ 91: 9-10).27
Sebenarnya dalam terjemahan al-Qur’an, terdapat dua kata yang
memiliki arti “nafsu.” Pertama adalah kata nafs dan kedua ialah hawā’
atau ahwā’ yang berarti hasrat (desire), tingkah (caprice), hawa nafsu
(lust), atau kecenderungan dalam diri seseorang untuk bersikap

27
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 , 692.
30

(inclination). Kata al-hawā’ tercantum sebanyak 17 kali dalam al-


Qur’an.28

Al-hawā dalam KBBI “hawa (Nafsu)” ialah desakan hati dan

keinginan keras (untuk menurutkan hati, melepaskan amarahnya). 29

Menurut al-Aṣfahānī, kata ‫ َالهوى‬:َ ‫هوى‬ artinya kecondongan nafsu

kepada syahwat. Dan kata tersebut biasanya diucapkan untuk


menunjukkan nafsu yang cenderung pada syahwat (hawa nafsu). Ada yang

mengatakan bahwa ia seperti itu karena ketika di dunia, ia akan membawa

pemiliknya jatuh pada kemalangan. Dan ketika di akhirat, ia akan

membawa pemiliknya jatuh pada neraka hawiah.30

Al-Hawā (hawa nafsu) sering muncul ketika seseorang ingin


menyimpang dari kebenaran. Seperti hawa nafsu diletakkan di posisi yang
tinggi dan merupakan tujuan hidup itu sendiri, sehingga ia dijadikan
sebagai tuhan. sebagaimana firman Allah Qs. al-Furqān/ 25: 43-44.

َ‫ىهَافانتَتكونََعلَيهَوَكي ًلٌََۙاَمَتحسبَا َّنَاكَثرهم‬ ِۗ ‫ارءيتَمنَاتَّخذَا ٰلههَه ٰو‬

ََࣖ‫ْلَكاْلنعامََبَلَهمََاضلَسَبي ًل‬َ َّ ‫يسمعونَاوَيعقلو ِۗنَانَهمَا‬


“Sudahkah engkau (Nabi Muhammad) melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan
menjadi pelindungnya?. Atau, apakah engkau mengira bahwa
kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka tidak
lain hanyalah seperti hewan ternak. Bahkan, mereka lebih sesat
jalannya.”

Karena itu, pengertian nafs, perlu dibedakan dengan hawā’ yang


mengandung pengertian “hawa nafsu” sebagai dorongan keinginan yang

28
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, 251.
29
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 515.
30
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 3, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 897.
31

rendah atau primitif yang bersumber dari naluri kebinatangan seseorang.


Sedangkan kata nafs, bersifat netral, bisa baik dan buruk atau positif dan
negatif. Dan kata ini sangat banyak disebutkan dalam al-Qur’an sekitar
295 dalam arti dan penggunaan yang berbeda-beda.31
Salah satu penyakit sangat berbahaya yang hinggap dalam hati
seorang muslim ialah hawa nafsu dan syahwat, dalam al-Qur’an Allah
mencela Al-hawā (hawa nafsu) dan orang yang menuruti hawa nafsu
mereka serta menjelaskan bahaya yang ditimbulkan oleh hawa nafsu,
yaitu:
1. Orang yang menuruti hawa nafsu disamakan dengan salah satu sifat
anjing.
Allah memberikan perumpamaan orang yang mengikuti hawa
nafsunya, seperti anjing kelaparan yang menjulurkan lidahnya, Allah
berfirman dalam surah al-A’rāf ayat 175-176 berikut:

َ‫شي ٰطن َفكان َمن َالغاوين‬ َّ ‫ي َٰاتي ٰنه َٰا ٰيتناَفانَسلخَ َمنَهاَفاتبَعه َال‬
ْٓ ‫واتل َعليهم َنبا َالَّذ‬
ٌۚ ‫ولو َشئناَلرفع ٰنه َبهاَو ٰلكنَّ ْٓه َاخلد َالىَاْلَرض َوَاتَّبع َهَ ٰو‬
َ‫ىه َفمثله َكمَثل َالكل ٌۚب َان‬
ٰ ‫تحملَ َعليه َيلهث َاو َتتركه َيله ِۗث‬
َ‫َذلك َمَثلَ َالقَوم َالَّذيَن َكذَّبوا َب ٰا ٰيتَن ٌۚا َفاقصص‬
ََ‫القصصَلعلَّهمَيتف َّكرون‬
“Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka (tentang) berita
orang yang telah Kami anugerahkan ayat-ayat Kami kepadanya.
Kemudian, dia melepaskan diri dari (ayat-ayat) itu, lalu setan
mengikutinya (dan terus menggodanya) sehingga dia termasuk
orang yang sesat. Seandainya Kami menghendaki, niscaya Kami
tinggikan (derajat)-nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung
pada dunia dan mengikuti hawa nafsunya. Maka, perumpamaannya
seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, ia menjulurkan lidahnya
dan jika kamu membiarkannya, dia menjulurkan lidahnya (juga).
Demikian itu adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka
berpikir.”
31
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, 252.
32

Dalam Tafsīr al-Wajīz dijelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan


Bal‘am bin Ba‘ūrā’ seorang ulama dari Bani Israil. Namun kemudian dia
melepaskan diri dan menyepelekan ayat-ayat itu, sehingga dia diikuti oleh
setan sampai dia tergoda, maka dia menjadi orang-orang yang rugi dalam
kesesatan atau orang-orang Kafir yang rusak dan merusak.
Dia cenderung memilih dan menggandrungi pangkat dunia daripada
akhirat dan mengikuti hawa nafsunya yang rendah. Maka dia di
perumpamakan seperti anjing, jika kamu menghalaunya ia menjulurkan
lidahnya. Maksudnya ialah bahwa dia akan menderita selamanya. Dia
berlari di belakang dunia. Demikianlah perumpamaan orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami dari kalangan Yahudi dan Musyrikin setelah
mereka memperoleh kebenaran. Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-
kisah itu agar mereka berpikir dan mengambil pelajaran.32
Ayat di atas menggambarkan keutamaan terhadap harta benda
duniawi. Manusia selalu menyibukkan jiwa dan raga mereka untuk
memburu harta benda, sehingga terlihat sebagai orang yang kelaparan dan
haus tak mengenal rasa puas. Perumpamaannya seperti keadaan anjing
yang menjulurkan lidahnya, terlihat selalu haus dan lapar, tidak mengenal
puas dan selalu menginginkan air dan makanan.
2. Paling sesat di dunia
Allah menyatakan dengan jelas bahwasanya orang yang menuruti
hawa nafsu merupakan orang yang paling sesat di dunia. Sebagaimana
firman Allah Qs. al- Qaṣaṣ/ 28: 50, berikut:

َ‫فان َلَّم َيستجيبوا َلَك َفاعلم َانَّما َيتَّبعَونَ َاهوَ ۤاءه ِۗم َوَمن َاضل َم َّمن َاتَّبع َه ٰوىه‬
ََࣖ‫َللاَْلَيهدىَالقوَمَالظٰلَمين‬
ٰ ‫َللاَِۗا َّن‬
ٰ ‫بغيرَهدًىَمن‬

32
Abu al-Ḥasan Ali bin Aḥmad al-Waḥidi, Tafsīr al-Waīz fī Tafsīr al-Kitab al-
‘Azīz, Jilid 1 (Beirut: Dār al-Syamiyah, 1990), 421-422.
33

“Jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa


mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Siapakah yang
lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginannya tanpa
mendapat petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.”

Allah menerangkan bagaimana sikap orang kafir terhadap kerasulan


Muhammad SAW. Beliau diminta untuk menghadirkan bukti seperti yang
dilakukan oleh Nabi Mūsa. Akan tetapi, ketika mereka mendapat
tantangan untuk mendatangkan kitab suci selain al-Qur’an mereka tidak
dapat mendatangkannya. Ini merupakan bukti pembangkangan yang
mereka lakukan bukan berdasarkan hati nurani, melainkan karena mereka
menuruti hawa nafsu mereka
Orang yang menuruti hawa nafsu serta mengikuti bisikan setan
dengan mengabaikan petunjuk Allah, mereka termasuk orang yang paling
sesat. Oleh sebab itu, Allah melarang manusia untuk menuruti hawa nafsu
mereka yang dapat menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Orang-
orang yang tersesat dari jalan Allah, mereka akan mendapatkan azab yang
berat. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. ṣad/ 38: 26.33
Pada akhir ayat Allah menegaskan, orang-orang yang zalim,
meninggalkan perintah Allah, mendustakan rasul-Nya, menuruti kemauan
hawa nafsu, dan lebih mengutamakan bisikan setan daripada petunjuk
Allah, mereka itulah orang-orang yang tidak akan mendapat petunjuk dari
Allah dan mereka akan memperoleh azab yang sangat pedih di akhirat. 34
Sebagaimana firman Allah Qs. al-Furqān/ 25: 19 dan Qs. al-Zukhruf/ 43:
65.
3. Tidak pantas dijadikan panutan
Allah menjelaskan dengan tegas dalam al-Qur’an surah al-Kahfi
ayat 28:

33
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 307-308.
34
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 307.
34

َ‫واصَبر َنفسك َمع َالَّذين َيدعون َربَّهم َبالغ ٰدوة َوالعشي َيَريدون َوجهه َوَْل َتعد‬
َ‫عي ٰنك َعنه ٌۚم َتريد َزينة َالح ٰيوة َالدني ٌۚا َوَْل َتَطع َمَن َاغفلَناَقلبه َعن َذكَرناَواتَّبع‬
ً ‫ه ٰوىهَوكانَامَرهَفر‬
َ ‫طا‬
“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang
menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap
keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati
batas.”
Dalam ayat ini, Rasulullah diperintahkan oleh Allah agar bersabar
dan menahan diri untuk tidak pergi meninggalkan sahabat yang tekun
beribadah yang sedang duduk bersama beliau. Para sahabat tersebut hidup
dalam kesederhanaan yang tidak terlena dengan kenikmatan dunia dan
mereka hanya mengharap keridaan Allah. Para sahabat yang duduk
bersama Rasulullah, yaitu: ‘Ammar bin ‘Ammar bin Yasīr, Bilāl, Ibnu
Mas‘ūd dan para sahabat lainnya.
Sikap kaum musyrik kepada para sahabat Nabi yang hidup dalam
kesederhanaan tidak jauh berbeda dengan sikap kaum Nūh terhadap
pengikut Nabi Nūh, sebagaimana firman Allah: “mereka berkata, “apakah
kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikut orang-orang
yang hina?” (Qs. al-Syu‘ara/ 26: 111).
Rasulullah tidak mengindahkan sikap orang musyrik tersebut. Allah
Para memberikan peringatan kepada beliau agar tidak meninggalkan para
sahabat, karena didorong oleh kepentingan dunia atau ada harapan
keimanan orang yang kaya dari kaum musyrik. Para sahabat rasul
merupakan orang yang hatinya ikhlas tidak memikirkan kelezatan hidup
dunia dan memilih jalan hidup yang sederhana semata-mata mencari
35

keridaan Allah. Rasulullah bersyukur atas kehadiran para sahabatnya di


tengah-tengah umatnya. Beliau bersabda:

َ.‫َللَالَّذيَجعلَفيَأ َّمتيَمنَأمرنيَأنَأصبرَنفسيَمعهم‬
َّ ‫الحمد‬
)‫(رواهَابنَجريرَالطبريَوَالطبرانيَوَابنَمردويه‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menghadirkan di kalangan
umatku orang-orang yang aku perintahkan untuk sabar menahan
diriku bersama mereka.” (Riwayat Ibnu Jarīr Al-Ṭabarī, al-Ṭabrānī
dan Ibnu Mardawaih). 35

Dengan demikian, dalam Islam tidak dibenarkan menganggap


rendah dan meremehkan orang yang hidup miskin dan melarat. Allah
melarang Rasulullah mengikuti keinginan pemuka kaum musyrik untuk
menyingkirkan sahabat rasul dari majelisnya. Orang yang mengajukan
keinginan tersebut adalah mereka yang jiwanya telah tertutup untuk
kembali kepada Allah sehingga mereka bergelimang dosa. 36
4. Sifat orang yang zalim
Allah berfirman dalam surah al-Rūm ayat 29:

ٰ ‫بل َاتَّبع َالَّذين َظلم ْٓواَاهو ۤاءهم َبغير َعَل ٍَِۗم َفمَن َيَّهديَ َمن َاض َّل‬
َ‫َللاَِۗوماَلهم َمَن‬
ََ‫نٰصرين‬
“Akan tetapi, orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya
tanpa (berdasarkan) ilmu. Maka, siapakah yang dapat memberi
petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah?37 Tidak ada
seorang penolong pun bagi mereka.”
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa karena kebodohan dan
kejahilan kaum musyrik mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka
tidak memperhatikan petunjuk yang jelas di hadapan mereka. Orang-orang

35
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, 602-603.
36
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, 603.
37
Lihat cacatan kaki surah al-Baqarah/2: 26.
36

yang disesatkan oleh Allah tidak akan memperoleh petunjuk selamanya.


Kaum musyrik tidak akan memperoleh petunjuk, sehingga mereka berada
dalam kesesatan ketika hidup dan mati dalam kesesatan. Ketika janji Allah
tiba, mereka dihisab dan ditanya. Mereka tidak memperoleh balasan selain
neraka dan tidak ada penolong bagi mereka. 38
5. Menyesatkan pelakunya dari jalan Allah
Hawa nafsu condong menjadikan pelakunya terjerumus menuju ke
jalan yang sesat, Allah berfirman dalam surah Ṣād ayat 26:

َ‫ٰيداود َانَّا َجعل ٰنك َخليفةً َفى َاْلرض َفاحكمَ َبيَن َالنَّاس َبالَحق َوْل َتتَّبع َاله ٰوى‬
َٰ ‫َللاَِۗا َّن َالَّذين َيضلونَ َعَن َسبَيل‬
َ‫َللا َلهمَعذاب َشديَدَبماَنسوا‬ ٰ ‫فيضلَّك َعن َسبيل‬
ََࣖ‫يومَالحساب‬
“(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah
mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
Perhitungan.”
Allah menjelaskan tujuan pengangkatan Nabi Daud yaitu sebagai
penguasa dan hakim di kalangan rakyatnya. Allah juga memerintahkan
beliau untuk memutuskan suatu perkara yang terjadi di kalangan
masyarakatnya dengan memberi keputusan yang adil yang berpedoman
kepada wahyu yang Allah turunkan. Dalam wahyu terdapat hukum yang
mengatur kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, Nabi
Daud dilarang oleh Allah untuk mengikuti hawa nafsunya dalam
mengerjakan segala urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia.
Dan Allah juga menjelaskan akibat orang-orang yang memperturuti
hawa nafsu serta hukuman yang pantas mereka dapatkan, yaitu

38
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 494.
37

menyebabkan kesadaran mereka hilang sehingga mereka akan kehilangan


kontrol pribadi. 39
Hawa nafsu dan syahwat yang tidak dapat dikendalikan akan
menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Kedua dapat merusak agama,
dunia dan merusak tatanan kehidupan masyarakat, disebabkan hati mereka
telah tertutup, tidak mengenal yang ma‘rūf dan tidak pula menjauhi yang
munkar.
Syahwat merupakan hal yang netral yang terdapat pada diri manusia,
apabila manusia mampu mengendalikan syahwat mereka kepada hal yang
positif maka ia menjadi orang yang beruntung. Sebaliknya, apabila mereka
tidak dapat mengendalikannya, mereka akan terjerumus kepada al-hawa
yaitu mengikuti nafsu yang condong kepada hal-hal yang negatif yang
dilarang oleh Allah dan dapat menjerumuskan manusia ke jurang
kesesatan serta mendapat siksaan dari Allah.
E. Pengendalian Syahwat
Dalam agama Budha terdapat ajaran tentang pengendalian syahwat
yang dikenal dengan konsep samsara. Adapun rumusan dari konsep ini,
yaitu (Hidup adalah samsara (sengsara/ penderitaan), samsara muncul
karena keinginan, untuk menghilangkan samsara tersebut maka keinginan
yang ada harus dihilangkan. Ada delapan metode untuk menghilangkan
keinginan, yaitu: pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, mata
pencaharian, usaha, perhatian dan semedi (perenungan) yang benar). 40
Sedangkan pengendalian syahwat dalam Islam, dapat dilakukan
secara sistematik dalam ajaran yang dikenal dengan syariat 41 dan akhlak42.

39
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 8, 364.
40
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat” (Dosen FAI-UM Yogyakarta), 3.
41
Sesuai syariat yaitu dengan iman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh.
Seperti kisah Nabi Yūsuf yang dijelaskan pada Qs. Yūsuf/12: 24, bahwa beliau digoda
oleh istri raja yaitu Zulaikha, akan tetapi Nabi Yūsuf menolaknya disebabkan karena
keimanan yang kokoh kepada Allah SWT.
38

Akal sehat dan hati yang bersih juga dapat mengendalikan syahwat.
Karena akal dan hati merupakan motor penggerak perilaku manusia. Ada
beberapa cara pengendalian syahwat secara praktis, di antaranya: 43
1. Syahwat seksual dikendalikan dengan menikah, menutup aurat tubuh,
menjauhi pergaulan bebas, dan berpuasa (puasa mata, telinga dan
perut).
2. Pengendalian syahwat perut dikendalikan dengan tidak makan
berlebihan kecuali ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, di
samping melakukan puasa wajib dan sunah.
3. Syahwat kekayaan, pengendaliannya dilakukan dengan menggunakan
pola hidup yang sederhana dan kewajiban menunaikan zakat, berinfak
serta sedekah. Tidak setiap pola hidup sederhana identik dengan
miskin, sederhana ialah mengonsumsi sesuai kebutuhan pada
umumnya.
4. Syahwat politik dikendalikan dengan penekanan, bahwa hakikat
seorang pemimpin merupakan pelayan bagi orang-orang yang ia
pimpin (Sayyid al-Qaūm Khādimuhum). Politik ialah ladang
pengabdian, pemimpin ialah pejuang yang berpegang pada prinsip
untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan orang yang
dipimpin.
5. Syahwat gengsi dikendalikan dengan kesadaran akan fungsi sesuatu.
Misalkan mobil sebagai alat transportasi, rumah sebagai tempat
tinggal dan istirahat dan lain sebagainya.

42
Akhlak yaitu tingkah laku yang baik (akhlāq mażmūmah/ akhlak terpuji).
43
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat,” 3-4.
39
BAB III

KAJIAN TENTANG MANUSIA


Manusia merupakan makhluk terbaik yang Allah ciptakan, proses
penciptaanya terdiri dari beberapa unsur penciptaan. Mereka dilahirkan
dalam keadaan lemah. Dibalik keadaan tersebut, manusia memiliki
potensi pada diri mereka, yaitu potensi jasmani maupun potensi rohani
sehingga potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang
dapat menentukan kehendak yang mereka inginkan.
A. Manusia Sebagai Makhluk Berkehendak
Salah satu karakteristik yang dimiliki manusia ialah berkehendak.
Kehendak ialah kekuatan batin (psikologis) yang membangkitkan diri
manusia untuk melakukan sesuatu tindakan tertentu. Kehendak merupakan
sebuah fungsi jiwa agar dapat memperoleh sesuatu. Kehendak juga
merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar gerak-gerik.
Kehendak berhubungan dengan pikiran dan perasaan. Kehendak juga
disebut dengan azam, yang mana azam tersebut berasal dari keinginan
yang menang dan kemudian diikuti dengan perbuatan.
Adapun yang menjadi ciri-ciri kehendak sebagai berikut:1
1. Kehendak merupakan kekuatan psikologis yang muncul dari dalam
diri atas dasar kesadaran.
2. Kehendak erat dengan tujuan tertentu.
3. Kehendak sebagai pendorong timbulnya perbuatan tertentu
berdasarkan berbagai pertimbangan (penilaian), terkadang
pertimbangannya tidak matang atau bahkan salah.
4. Di dalam kehendak manusia terkandung sebuah kekuatan (power)
untuk mewujudkan kehendak itu menjadi sebuah tindakan nyata.

1
Fiola Asfara dan Yuliana Sri Ventawati, “Hakikat Manusia dan Pendidikan”
(Makalah Ilmu Pendidikan, IAIN Bukit Tinggi, 2018), 11.

40
41

B. Unsur-Unsur Penciptaan Manusia


Allah menciptakan manusia dengan bentuk paling baik dari makhluk
lainnya. Sebagaimana dalam firman Allah Qs. al-Tīn/ 95: 4 berikut:

َ‫يَاحسنَتقوي ٍَم‬
ْٓ ‫لقدَخلقناَاْلنسانَف‬
“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.”
Allah kemudian memberikan beberapa unsur dalam penciptaan
manusia sebagai pelengkap, seperti hawa nafsu untuk menguasai materiil,
moril dan seksual. Unsur pelengkap tersebut tidak dimiliki sepenuhnya
oleh makhluk lain kecuali manusia. Terdapat tiga unsur di dalam al-
Qur’an yang menjadi unsur pokok penciptaan manusia, di antaranya:2
1. Air
Air merupakan komponen dasar pada penciptaan manusia dan
makhluk lainnya yang berada di dunia. Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam Qs. al-Anbiyā’/ 21: 30, berikut:

َ‫اولمَيرَالَّذينَكفر ْٓواَا َّنَالسَّمٰ ٰوتَواْلرَضَكَانتَاَرتقًاَفَفتق ٰنهم ِۗاَوجعلَناَمنَالم ۤاء‬


ََ‫كلََّشيءٍ َح ِۗي ٍَافلَيؤمنون‬
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi,
keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya
dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air?
Maka, tidakkah mereka beriman?”
Sedangkan dalam penciptaan manusia, Allah memperkecil unsur air,
sebagaimana dalam firman Allah Qs. ‘Abasa/ 80: 19, berikut:

َ‫منَنطف ِۗ ٍةَخلقهَفقدَّرَِۗه‬

2
Agus Sasongko, “Infografis 3 Unsur Penciptaan Manusia Menurut al-Qur’an,”
https://www.google.co.id/Zamp/s/m.republika.co.id/amp/qjmfd3318, Diakses pada 11
Februari, 2022, 13.40.
42

“Dia menciptakannya dari setetes mani, lalu menentukan (takdir)-


nya.”
Manusia diciptakan oleh Allah dari sesuatu yang hina, yaitu setetes
air mani. Kemudian Allah menetapkan rezeki, ajal dan amal manusia,
apakah mereka termasuk golongan yang celaka atau termasuk golongan
yang berbahagia.3
2. Tanah
Pada penciptaan makhluk hidup, yaitu manusia. Terdapat ayat al-
Qur’an menyebutkan pentingnya unsur lain, yaitu tanah liat, sebagaimana
yang dijelaskan dalam Qs. al-Mu’minūn/ 23: 12, berikut:

ٌََۚ‫ولقدَخلقناَاْلنسانَمنَس ٰللةٍَمنَطي ٍن‬


“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang
berasal) dari tanah.”
Menurut Ibnu Kaṡīr, Allah menjelaskan awal mula penciptaan
manusia yang berasal dan dibentuk dari saripati tanah, yaitu Nabi Adam.
Nabi Adam diciptakan oleh Allah dari tanah liat yang kering dan berasal
dari lumpur hitam yang dibentuk. Artinya Nabi Adam diciptakan dari
unsur tanah, seperti yang dijelaskan pada ayat lain Qs. al-Rūm/ 30: 20
berikut:4

ٍ ‫ومن َٰا ٰيت ْٓهَانَخلقكمَمنَترا‬


ََ‫بَث َّمَاذآَْاَنتَمَبشَرَتنتشَرون‬
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa Dia
menciptakan (leluhur) kamu (Nabi Adam) dari tanah, kemudian tiba-
tiba kamu (menjadi) manusia yang bertebaran.”

Ayat ini mengidentifikasikan bahwa di dalam tanah terdapat tanah


unsur-unsur yang dibutuhkan bagi proses penciptaan dan kehidupan
manusia.

3
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Ażīm (Beirut: Dār Ibnu Ḥazm, 2000), 1961.
4
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Ażīm, 1292.
43

3. Ruh
Dalam proses penciptaan manusia, ruh dan jiwa merupakan bagian
yang paling akhir yang dipasangkan Allah ke dalam tubuh atau jasad
manusia berupa non materiil, hal ini dijelaskan dalam Qs. al-Sajadah/ 32:
7-9.

ٍَ‫ي َاحسن َك َّل َشيءٍ َخلقه َوبدا َخلق َاْلَنسَان َمَن َطي ٍن َثَ َّم َجعل َنسله َمَن َس ٰللة‬ ْٓ ‫الَّذ‬
َ‫سمع َواْلبَصار‬ َّ ‫من َ َّم ۤاءٍ َ َّمهي ٍنٌَۚ َث َّم َس ٰوىه َونفخ َفيه َمن َرَوَحه َوَجعل َلكَم َال‬
ََ‫واْلفـِٕد ِۗةَقلي ًلَ َّماَتشكرون‬
“(Dia juga) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian, Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian, Dia
menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam
(tubuh)-nya. Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani untukmu. Sedikit sekali kamu bersyukur.”
Pada ayat 7 dinyatakan bahwa manusia berasal dari tanah. Artinya
manusia diciptakan Allah dari tanah lalu anak cucu Adam diciptakan dari
saripati tanah yang didapat dari orang tuanya yang bersumber dari hewan
dan tumbuh-tumbuhan yang semuanya berasal dari tanah. Akan tetapi
pada ayat tersebut ditegaskan pada permulaannya saja Allah menciptakan
manusia dari tanah.5
Kemudian ayat selanjutnya menjelaskan bahwa keturunan manusia
diciptakan oleh Allah dari sperma (mani), yaitu air yang memancar dan
sedikit, yang berjumpa dengan sel telur dan hasilnya disebut dengan
nuṭfah.
Kemudian pada rahim perempuan, nuṭfah disempurnakan oleh Allah
sehingga berbentuk jasad (manusia). Selanjutnya, Allah meniupkan ruh ke
dalamnya, sehingga janin kecil dapat bergerak. Setelah tanda-tanda

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 584.
44

kehidupan muncul, lalu dianugerahkan kepada janin tersebut pendengaran,


penglihatan, akal, perasaan dan sebagainya. Anugerah yang berupa panca
indera tersebut baru berfungsi dengan sempurna setelah ia lahir ke dunia.
Pada akhir ayat Allah menyebutkan bahwa kebanyakan manusia tidak
bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. 6
C. Potensi yang Ada Pada Manusia
Potensi berasal dari kata “to potent” dalam bahasa Inggris yang
bermakna power (kekuatan). Sedangkan dalam KBBI potensi adalah
kemampuan yang memiliki kemungkinan untuk dikembangkan, berupa
kekuatan, kesanggupan dan daya.7
Pengertian Potensi menurut beberapa ahli sebagai berikut:
Menurut Myles Munroe, definisi potensi ialah sumber daya atau
kemampuan yang besar, namun kemampuan tersebut belum tersingkapkan
dan belum diaktifkan.
Menurut Hafi Anshari, potensi lekat dengan sifat terhadap bakat
terpendam atau mengenai kekuatan-kekuatan dalam bertindak di masa
mendatang, kekuatan ini dinilai penting lantaran dengan kekuatan yang
baik setiap seseorang yang memiliki potensi dapat berjuang sekuat
tenaganya. 8
Menurut Wiyono, potensi adalah kemampuan dasar yang terpendam
dalam diri seseorang dan menunggu untuk direalisasikan menjadi
kekuatan nyata.9

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya , Jilid 7, 584.
7
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Potensi, Diakses pada 04 April,
2022, 10.30.
8
Indonesia Student, “6 Pengertian Potensi Menurut Para Ahli, Jenis dan
Contohnya”, https://www.indonesiastudents.com/pengertian-potensi-menurut-para-ahli/,
2022, Diakses pada 04 April, 2022, 11.30.
9
Adzikra Ibrahim, “Pengertian Potensi dan Jenis-Jenisnya”,
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-potensi-dan-jenis-jenisnya/, Diakses pada 04
April, 2022, 11.05.
45

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi


merupakan kemampuan yang dimiliki manusia berupa kekuatan,
kesanggupan dan daya yang masih terpendam pada diri manusia yang
dapat dikembangkan.
Dalam Memahami hakikat potensi yang dimiliki manusia secara
keseluruhan merupakan hal penting bagi setiap manusia. Sebab, dengan
pemahaman secara menyeluruh mereka akan tahu apa yang semestinya
mereka lakukan dalam hidup ini. Hal ini juga dapat mempengaruhi
pandangan setiap orang dalam menyelesaikan segala problem hidupnya,
sesuai dengan apa yang dipahami tentang hakikat dirinya. Sebagaimana
diketahui bahwa manusia merupakan ciptaan Allah yang terbaik di antara
makhluknya. Maka dari itu untuk menjalani kehidupan di dunia Allah juga
memberi potensi kehidupan (ṭaqah ḥayawiyyah) pada manusia dan pada
makhluk yang lain. 10 Dengan potensi ini manusia akan bisa menjalani dan
mempertahankan kehidupan mereka.
Adapun potensi dasar yang dimiliki manusia, yaitu: 11
1. Hajatul ‘Uḍawiyyah (Kebutuhan Jasmani)
Allah telah memberikan pada diri manusia berupa hajatul‘
uḍawiyyah (kebutuhan jasmani). Dalam kebutuhan jasmani diciptakan
pula potensi-potensi, seperti rasa lapar dan haus, kantuk dan lain-lain.
Seluruh potensi tersebut diciptakan Allah bersifat baku sesuai dengan
sunnatul wujud (hukum alam yang ditetapkan Allah).12
Potensi pertama merupakan kebutuhan dasar yang timbul
disebabkan struktur organ tubuh manusia yang bekerja. Jika kebutuhan

10
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam (Edisi Mu'tamadah),
Penerj. M. Nashir, dkk. (Jakarta: HTI Press, 2012), 21.
11
Guntoro, “Potensi Hidup Manusia (Kebutuhan Jasmani, Naluri dan Akal)”,
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/10/17/oxyg50313-3-
unsur-penciptaan-manusia. Diakses pada 14 Februari, 2022, 09.50.
12
Taqiyuddin al-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Penerj. Abu Amin
(Jakarta: HTI Press, 2016), 35.
46

dasar tidak terpenuhi dengan baik, maka struktur organ tubuh manusia
akan mengalami masalah dan dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan
kematian. Seperti contoh, ketika tubuh manusia kekurangan air, maka
dapat mempengaruhi organ tubuh manusia dan dapat menimbulkan
kerusakan dan penyakit.13
Sesungguhnya potensi pertama ini secara alamiah akan menuntut
pemuasan organ internal pada tubuh manusia, tanpa tanpa membutuhkan
rangsangan dari luar, meskipun rangsangan dari luar dapat
membangkitkan kebutuhan jasmani. Tuntutan pemuasan dari kebutuhan
jasmani tidak akan hilang pada saat kebutuhan jasmani itu menuntut
pemuasan. Bahkan tuntutan pemuasan tersebut jika tidak dipenuhi akan
terus ada sampai ia dipuaskan.14
Adapun ciri-cirinya rangsangannya berasal dari dalam diri internal
manusia manusia, jika tidak dipenuhi manusia akan mati. Contoh manusia
memiliki rasa lapar, haus, tidur, buang hajat dan sebagainya. Pada
kenyataannya ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka dapat
menyebabkan kehidupan manusia terancam mati.
2. Gharīzah (Naluri)
Gharīzah (naluri) atau insting ialah potensi dalam diri manusia yang
mendorongnya cenderung pada suatu benda atau cenderung untuk
melakukan suatu perbuatan dan perilaku. Semuanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan internal.
Naluri ialah potensi alamiah yang terdapat dalam diri manusia guna
menjaga serta melestarikan keberlangsungan hidupnya, untuk menjaga
jenis atau spesiesnya dan agar memperoleh petunjuk mengenai keberadaan

13
Hafizh Abdurrahman, Diskursus Islam Politik dan Spiritual (Bogor: al-Azhar
Press, 2019), 48.
14
Muhammad Ilyas, “Konsep Kepribadian Islam Menurut Taqiyuddin al-
Nabhani,” Jurnal Islamika, Vol. 2, No. 2, (2019), 137.
47

al-Khāliq (Maha Pencipta). Naluri itu tidak dapat terindera menggunakan


indera secara langsung. Namun akan mampu mengindera eksistensinya
melalui penampakan-penampakannya. 15
Terdapat banyak pendapat mengenai macam-macam naluri yang
dimiliki oleh manusia misalkan rasa cemas, takut, keibuan, ingin memiliki
sesuatu, rasa ingin tahu dan lain sebagainya. Namun menurut Taqiyuddin
al-Nabhani, naluri ada tiga bentuk,16 sebagai berikut:
a. Gharīzah al-baqa’ (Naluri mempertahankan diri)
Penampakannya berupa kecenderungan atau keinginan manusia
terhadap sesuatu, untuk menjaga atau mempertahankan eksistensi dirinya,
naluri ini berfungsi guna memelihara manusia dari ancaman yang datang
dari luar dirinya.
Wujud dari gharīzah al-baqa’ ini tampak pada saat manusia
mempertahankan diri mereka, seperti membela negara dari penjajah dan
tanah kelahirannya, keinginan menjadi pemimpin, penguasa dan
sebagainya. Setiap manusia berkeinginan untuk memiliki, merasa takut,
berani, merasa senang berkelompok dan berbagai aktivitas lainnya, yang
dilakukan dalam rangka untuk mempertahankan diri. Rasa takut ini
bukanlah naluri, keinginan untuk memiliki bukan juga naluri, berani
bukan juga naluri, senang berkelompok bukan juga naluri dan seterusnya.
Semua hal tersebut hanyalah merupakan manifestasi atau penampakan dari
gharīzah al-baqa’ (naluri mempertahankan diri). 17
b. Gharīzah al-nau’ (Naluri seksual atau melestarikan keturunan)
Naluri ini diciptakan bertujuan untuk melestarikan keturunan. Hanya
saja, sekalipun gharīzah al-nau’ ini dapat dipenuhi manusia dengan

15
Muhammad Husain Abdullah, Mafahim Islamiyah (Bangil: al-Izzah, 2002), 14.
16
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, 21.
17
Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam
Mendirikan Negara Khilafah, Penerj. Muhammad Bajuri, Romli Abu Wafa (Bogor: al-
Azhar press, 2012), 226
48

sesama jenis dan dapat pula dipenuhi dengan binatang serta dapat dipenuhi
dengan sarana-sarana yang lainnya. Akan tetapi cara tersebut tidak dapat
mewujudkan tujuan diciptakannya naluri ini, melainkan hanya dengan satu
cara saja yaitu pemenuhan naluri ini oleh laki-laki dan perempuan atau
sebaliknya.18
c. Gharīzah al-tadayyun (Naluri beragama)
Gahrīzah al-tadayyun (naluri beragama) yang membangkitkan
naluri ini adalah berpikir tentang kekuasaan Allah sebagai Maha Pencipta,
tentang hari akhir atau segala yang berhubungan dengan hari akhir atau
menyaksikan keindahan ciptaan Allah di bumi dan di langit atau yang
berhubungan dengan hal tersebut. Adapun wujud atau gambaran
(manifestasi) dari naluri beragama ialah menyucikan serta tidak
menyekutukan Sang Maha Pencipta dengan sesuatu apa pun, meyakini
bahwa Allah yang mengatur segala sesuatu. Terkadang pentakdisan
(penyucian) tampak dengan wujud yang hakiki, sehingga menjadi ibadah,
dan ada kalanya tampak dengan wujud yang sangat sederhana terhadap
Sang Maha Pencipta berupa penghormatan dan pengagungan .19
Ketiga naluri di atas terdapat pada diri manusia secara fitrah, tanpa
diperoleh dengan proses belajar. Sebab, dorongan tersebut disebut dengan
dorongan naluriah atau instingtif. Dorongan yang dapat digunakan,
berdasarkan kebutuhan dan kematangan perkembangannya. 20
3. ‘Aql (akal)
Jika potensi hajatul ‘uḍawiyyah (pemenuhan kebutuhan) dan potensi
gahrīzah (naluri) terdapat pada setiap makhluk hidup baik manusia
maupun hewan. Maka potensi akal hanya diberikan Allah kepada manusia.

18
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, 22.
19
Muhammad Ismail, Refreshing Pemikiran Islam (Bangil: al-Izzah, 2004), 17-18.
20
Tri Arum Sari, “Fitrah Manusia Menurut Surat al-Rum Ayat 30 dalam Tafsir
Ibnu Katsir dan Relevansinya Terhadap Tujuan Pendidikan Islam” (Skripsi 1, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ponorogo, 2018), 36.
49

Dengan adanya ‘aql (akal) manusia dapat meningkatkan kualitas diri


mereka melebihi makhluk yang lain. Manusia dapat berpikir, sehingga
tidak sembarangan dalam menjalani hidup dan melakukan sesuatu. Proses
berpikir harus memenuhi empat syarat, antara lain:
a. Dimāgh al-ṣālih (otak yang baik).
b. Wāqi’ al-mahsus (realita yang terindera).
c. Ihsas (alat indera).
d. Ma’lumātu al-sābiqah (informasi yang sebelumnya telah masuk). 21
Potensi akal memberikan kemampuan bagi manusia dalam
memahami simbol-simbol, perkara-perkara yang abstrak, melakukan
analisis, membandingkan maupun memisahkan antara yang ḥaq dan yang
baṭil. Kemudian akal manusia dapat berkreasi serta berinovasi untuk
menciptakan kebudayaan dan peradaban. Manusia dengan kemampuan
berpikir mereka dapat menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, serta
mengubah dan merekayasa lingkungannya ke arah situasi kehidupan yang
aman, nyaman dan lebih baik lagi. 22
D. Kehidupan Dunia Pada Manusia
Manusia merupakan ciptaan Allah dengan bentuk yang terbaik di
antara makhluk yang lainnya. Allah menciptakan manusia di dunia ini
bukanlah sebuah kesia-siaan, melainkan memiliki tujuan atas
penciptaannya. Sudah sepantasnya manusia harus memahami tujuan dari
penciptaan dirinya. Agar mereka dapat lebih bersyukur dan saling
menghargai antar sesama.
Dalam Islam, tujuan dari penciptaan manusia dapat ditemui di dalam
al-Qur’an di beberapa ayat yang memiliki indikasi mengenai tujuan

21
Muhammad Marizal, Haris Sudibjo, “Potensi Kehidupan Manusia dalam
Perspektif Psikologi Islam,” Jurnal Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, Vol. 1, No. 1
(Januari, 2020), 45.
22
Tri Arum Sari, “Fitrah Manusia Menurut”, 37.
50

penciptaan manusia. Indikasi tersebut termuat dalam ungkapan seperti: al-


‘ibādah, al-khilāfah (khalīfah) dan al-amānah.23 Ketiga ungkapan tersebut
terdapat beberapa ayat sebagai berikut:
1. Untuk beribadah kepada Allah (al-Ibādah)
Tujuan penciptaan manusia yang paling mendasar ialah untuk
menjadi hamba yang patuh dan taat kepada Allah, yaitu dengan cara
beribadah sepenuhnya kepada Allah. Hanya Allah yang patut disembah
dan hanya kepada-Nya manusia memohon pertolongan. Salah satu prinsip
kehidupan yang hakiki dalam Islam ialah beribadah kepada Allah,
sehingga perbuatan manusia senantiasa mencerminkan penghambaan dan
pengabdian kepada-Nya di atas segalanya. 24 Sebagaimana firman Allah
dalam Qs. al-Żāriyāt/ 51: 56, berikut:

ََ‫وماَخلقتَالج َّنَواْلنسَا َّْلَليعبدون‬


“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku.”

Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan


manusia ialah ber‘ubudiyah (beribadah) kepada Allah.
2. Sebagai pemimpin di bumi (al-Khalīfah)
Selain beribadah kepada Allah, tujuan penciptaan selanjutnya adalah
sebagai seorang pemimpin (al-Khalīfah) yang Allah tugaskan untuk
menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan dunia. Sebagaimana firman
Allah dalam Qs. al-Baqarah/ 2: 30, berikut:
ۤ
َ‫واذ َقال َربك َللم ٰل ِٕىكة َاني َجاعل َفىَاْلرض َخليفةًََِۗقال ْٓواَاتجعل َفيهاَمن َيفسد‬
ْٓ ‫فيهاَويسفكَالدم ۤا ٌَۚءَونحنَنسبحَبحمدكَونقدسَلكََِۗقالَان‬
ََ‫يَاعلمَماَْلَتعلمون‬
23
Inong Satriadi, “Tujuan Penciptaan Manusia dan Nilai Edukasinya (Kajian
Tafsir Tematis),” Jurnal Ta’dib, Vol. 12, No, 1, (Juni 2009), 34.
24
Ani Rindiani, dkk., “Maksud dan Tujuan Penciptaan Makhluk (Khāliqul
Basyar) Sebagai Landasan Religius Tujuan Pendidikan Islam,” Jurnal Menata, Vol. IV,
No. 1 (Januari – Juni 2021), 54.
51

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku


hendak menjadikan khalifah 25 di bumi.” Mereka berkata, “Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan
darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Khalīfah adalah pengganti Allah yang mengatur urusan-Nya di
tengah-tengah kehidupan manusia. Di samping itu, khalīfah juga
dapat dipahami sebagai “Sesuatu perubahan yang silih berganti di
mana mereka ditugaskan untuk memakmurkan serta
menyejahterakan bumi”. 26 Dengan demikian khalīfah adalah hamba
Allah yang ditugaskan untuk menjaga kemaslahatan dan
kesejahteraan dunia.
3. Sebagai pengemban amanah (al-Amānah)
Tujuan selanjutnya ialah sebagai pengemban amanah yang Allah
berikan kepada manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Aḥzab/
33: 72, berikut:

َ‫انَّاَعرضناَاْلمانة َعلىَالسَّمٰ ٰوت َواْلرض َوَالجَبالَ َفابينَ َان َيَّحملنهاَوَاشفقن‬


ِۗ ‫منهاَوحملهاَاْلنس‬
ٌَۙ ً ‫انَانَّهَكانَظلو ًماَجهَو‬
َ‫ْل‬
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit,
bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu,
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia)
sangat zalim lagi sangat bodoh.”

Langit dan bumi tidak Allah jadikan untuk memikul beban-beban


yang Allah berikan, seperti mengerjakan perintah, menghentikan larangan
dan memperhatikan keadaan dunia. Akan tetapi, Allah menjadikan
manusia yang memiliki tenaga yang lemah dan tubuh yang kecil untuk
memikul beban-beban yang Allah berikan, karena manusia mampu untuk
25
Dalam Al-Qur’an, kata khalīfah memiliki makna ‘pengganti’, ‘pemimpin’,
‘penguasa’, atau ‘pengelola alam semesta’.
26
Muḥammad Ḥasan al-Ḥimṣi, Mufradāt al-Qur’ān, Tafsīr wal Bayān (Beirut:
Dār al-Fikr, t.th), 6.
52

memikulnya. Selain itu, manusia dipengaruhi oleh emosi yang dapat


menimbulkan emosi, marah, cinta, hawa nafsu dan sikap tergesa-gesa.
Oleh sebab itu, Allah memberikan beban-beban agama kepada manusia,
dengan beban-beban tersebut dapat mematahkan hawa nafsu yang buruk
dan menghindarkan mereka dari kehancuran (kebinasaan). 27
Pada ayat ini Allah menjelaskan tentang bagaimana susah dan
sulitnya menanggung beban untuk mencapai ketakwaan.
Bagi seorang mukmin, dunia ini adalah sarana, bukan sebuah tujuan.
Sedangkan bagi orang kafir, dunia ini adalah tujuan, bukan sebuah sarana.
Hal tersebut merupakan sebuah cara pandang sebagai batu loncatan yang
kuat dan kokoh dalam menapaki terjalnya jurang kehidupan dunia. Satu
cara pandang yang menjadi pembeda antara orang yang memiliki cara
pandang di atas (orang mukmin) dengan orang yang memperturutkan
hawa nafsunya dalam mengerjakan amal keseharian. Orang mukmin
menjadikan dunia ada di tangan mereka dan akhirat berada di hati mereka,
sehingga ketika mereka tidak memperoleh dunia mereka tidak akan risau.
Ada beberapa pandangan seorang mukmin terhadap dunia, sebagai
berikut:28
a. Dunia sebagai ladang amal (dār ‘amal)
Rasulullah Saw bersabda:

َ‫الكيسَمنَدَانَنفسهَوَعملَلماَبعدَالموتَوَالعاجزَمنَأتبعَنفسه‬
َّ ‫هواهاَوتمنَّىَعل‬
.29.َ‫ىَللا‬

27
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur,
Jilid 4 (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3316.
28
Muhammad El Garuty, “Dunia dalam Pandangan Islam, 2008”.
http://muhammadelgaruty.blogspot.com/2008/07/dunia-dalam-pandangan-
islam_06.html?m=1, Diakses pada 18 Februari, 2022, 13.40.
29
Al-Tirmīẓī, al-Jāmi‘ al-Kabīr,Jilid 4 (Beirut: Dār Garab al-Islami, 1996), 246-
247.
53

“Orang yang cerdas ialah orang yang mampu menahan hawa


nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah mati, sedangkan
orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan
berharap ampunan dari Allah.” (HR. Tirmiżi No. 2459)
Seorang mukmin yang cerdas harus menjadikan dunia sebagai
ladang untuk memperbanyak amal kebaikan sebagai bekal menuju kepada
kehidupan selanjutnya. Sedangkan seorang yang lemah mereka hanya
mengikuti hawa nafsu mereka semata, yang dapat menjerumuskan mereka
kepada hal keburukan di dunia maupun di akhirat. Perbanyaklah amal
(perbuatan baik) karena perjalanan masih panjang membutuhkan bekal
yang banyak sedangkan kesempatan umur yang diberikan sangatlah
sedikit.
Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya agar selalu
memperbanyak amal saleh. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

َ‫َالرجلَمؤمنًاَوَيمس‬َّ ‫بادرواَباألعمالَفتنًاَكقطعَاللَّيلَالمظلمَيصبح‬
َ‫كاف ًراَأوَيمسَكاف ًراَوَيصبحَمؤمنًاَوَيصبحَكاف ًراَيبيعَدينه‬
30
.‫ضَمنَالدنيا‬ٍ ‫بعر‬
“Bersegeralah melakukan amalan saleh sebelum datang fitnah-fitnah
(musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang yang
pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan sore hari dalam
keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan
di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena
sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim No. 118)
Allah SWT berfirman dalam Qs. al-Taubah/ 9: 105:

َ‫ىَللا َعملكم َورسوله َوَالمَؤمنَو ِۗن َوستَردون َا ٰلىَعٰ لمَ َالغيب‬


ٰ ‫وقل َاعملواَفسير‬
ٌَۚ ‫شهادةَفينبئكمَبماَكنتمَتعملو‬
َ‫ن‬ َّ ‫وال‬

30
Imām Muslim, shahihh Muslim (Kairo: Dār al-Jauzī, 2016), 38.
54

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-


Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu
akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan
yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang
selama ini kamu kerjakan.”

Amalan saleh merupakan bekal yang dapat menghantarkan manusia


untuk bertemu dengan Tuhannya. Karena yang menjadi tujuan utama
seorang mukmin hidup di Dunia adalah untuk meraih rida dan surga Allah.
Allah SWT berfirman dalam Qs. al-Kahfi/ 18: 110:

َ‫َواحَ ٌۚدَفمنَكانَيرجواَلق ۤاء َربه‬


َّ ‫يَاَنَّمَا َْٓاَٰلهكمَاَٰله‬
َّ ‫قلَانَّمآَْان ۠اَبشرَمثلكمَيوحٰ ْٓ ىَال‬
َّ ‫فليعملَعم ًلَصال ًح‬
ََࣖ‫اَوْلَيشركَبعبادةَربَ َْٓهَاح َدًا‬
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Siapa yang
mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan
amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu
dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Rasulullah juga memberi isyarat kepada manusia untuk teruslah
beramal, karena dengan terus beramal manusia akan diberi kemudahan
untuk memperoleh apa yang menjadi tujuan mereka. Rasulullah SAW
bersabda:
31
.َ‫اعملواَفكلَميسَّر‬
“Beramallah! Karena semuanya akan dipermudah.” (HR. Muslim
No. 2648)
Di riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:

32
.َ‫كلَيعملَلماَخلقَلهَأوَلماَيسَّرَله‬

31
Imām Muslim, Ṣāhīh Muslim, 622.
32
Imām al-Bukharī, Ṣāhīh al-Bukharī (Kairo: Dār al-Jauzī, 2010) , 779.
55

“Setiap orang mengamalkan sesuai dengan kehendak penciptanya


atau kepada yang dimudahkan baginya.” (HR. Bukhari No. 6596)
Dunia adalah ladang amal (dār ‘amal), Apabila seseorang memetik
atau memanen hasil yang belum saatnya untuk dipanen, maka hal tersebut
merupakan sebuah kezaliman. Dunia ini ialah tempat beramal (untuk
menanam) sedangkan akhirat adalah tempat di mana seseorang kelak akan
memanen apa yang ia tanam ketika hidup di dunia.
b. Dunia sebagai tempat ujian (dār ibtilā’)
Allah menciptakan manusia bukan dengan kesia-sian melainkan
memiliki tujuan. Allah menetapkan perintah dan larangan sebagai sebuah
ibtila’ (ujian) yang harus dikerjakan dan dilalui. Tujuan ujian dari Allah
tersebut ialah untuk memilih siapa di antara manusia yang paling baik
amal dan perbuatannya dan yang paling bersyukur terhadap pemberian
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Qs.al-Mulk/ 67: 1-2 dan Qs. al-
Insān/ 76: 2-3.

َ‫ت ٰبرك َالَّذي َبيده َالملك َوهو َع ٰلى َكل َشيءٍَ َقَدي ٌَۙرَۨالَّذيَ َخلق َالموت َوالَح ٰيوة‬
ِۗ ً ‫ليبلوكمَايكمَاحسنَعم‬
َ‫لَوهوَالعزيزَالغفو ٌَۙر‬
“Maha Berkah Zat yang menguasai (segala) kerajaan dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu, yaitu yang menciptakan kematian dan
kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

َّ ‫انَّاَخلقناَاْلنسانَمنَنطفةٍَامشاجٍَنَّبتَليَهَفَجعل ٰنهَسَميعًاََبصي ًراَاَنَّاَهدي ٰنهَال‬


َ‫سبيل‬
َ‫اَوا َّماَكفو ًرا‬
َّ ‫ا َّماَشاك ًر‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur. Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan) sehingga menjadikannya dapat mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang
lurus); ada yang bersyukur dan ada pula yang sangat kufur.”
56

Ujian yang Allah berikan tidak selalu berbentuk kesusahan dan


kehidupan yang sempit. Namun dunia dan segala kenikmatannya juga
merupakan ujian bagi setiap manusia. Sebagaimana firman Allah Qs. al-
Anbiyā’/ 21: 35.

ََ‫كلَنف ٍسَذ ۤا ِٕىقةَالمو ِۗتَونبلوكمَبال َّشرَوَالَخيرََفتنةًَِۗواليناَترجعون‬

“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami menguji


kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada
Kamilah kamu akan dikembalikan.”

Terkadang ujian terhadap kesenangan fitnahnya lebih besar


dibandingkan dengan ujian yang berupa kesusahan hidup. Betapa banyak
manusia sabar dengan kesusahan hidup, namun ketika memperoleh
kesenangan dan kenikmatan dunia mereka terbuai dan lalai terhadap apa
yang mereka peroleh.
c. Dunia sebagai jalan penghubung menuju akhirat
Dunia bukan tempat tinggal yang kekal, ia hanya tempat
pemberhentian semata atau bisa disebut sebagai jembatan penghubung
menuju sebuah tempat yang kekal abadi yaitu negeri akhirat. Rasulullah
SAW bersabda:
33
.َ‫كنَفىَالدنياَكأنَّكَغريبَأوَعابرَسبيل‬
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang melintas
jalan.” (HR. Bukhari No.6416)
Nabi Isa pernah bersabda: “Dunia ini laksana jembatan.
Seberangilah jembatan itu dan janganlah kalian memakmurkannya.” 34
Maka sebagai seorang mukmin hendaknya mengambil dan mengejar
dunia sekedarnya saja untuk menjadikan bekal menuju akhirat, jangan

33
Imām al-Bukharī, Ṣāhīh al-Bukharī, 761.
34
Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin: Jalan Orang-orang yang Mendapat
Petunjuk, Penerj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Kautsar, 1997), 240.
57

menjadikan dunia tujuan utama. Karena dunia dapat menyihir siapa saja
yang berlama-lama bersamanya dan menjadikannya tujuan yang utama
dibandingkan akhirat.
BAB IV

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA


Di dalam al-Qur’an terdapat 13 ayat yang menggunakan term
syahwat dengan berbagai bentuk katanya.1 Dari ke 13 ayat tersebut ada
enam ayat mengenai syahwat di akhirat yaitu surga2, satu ayat tentang
syahwat di neraka3 dan enam ayat mengenai syahwat di dunia. Daftar tabel
ayat-ayat syahwat dapat lihat di bagian akhir bab 4. Selanjutnya penulis
akan membahas ayat-ayat syahwat di dunia, sebagai berikut:
A. Ayat yang Menggunakan Term Syahwat
1. Keinginan terhadap perkara dunia
Syahwat terhadap perkara dunia meliputi kecintaan kepada wanita,
anak dan harta benda, sebagaimana firman Allah Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14
berikut:

ََ‫شه ٰوت َمن َالنس ۤاء َوالبنَينَ َوالَقناطيرَ َالمقنطرة َمن َالذَّهب‬ َّ ‫زين َللنَّاس َحب َال‬
ٰ ََِۗ‫والفضَّة َوالخيل َالمس َّومة َواْلنعام َوالحَرث‬
ٰ ‫َذلَك َمتاعَ َالح ٰيوة َالدنياَِۗو‬
َ‫للا َعنده‬
ََ‫حسنَالم ٰاب‬
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan
yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak
terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah
tempat kembali yang baik.”
a. Munāsabah ayat

1
Muḥammad Fu’ād Abdul Bāqī, al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fādz al-Qur’ān al-
Karīm (Kairo: Dār al-Ḥadīs, 1996), 390-391.
2
Berupa kenikmatan yang diinginkan oleh penghuni surga, seperti piring dan
gelas yang berbahan dasar emas dan perak, rumah mewah dan tinggi, wanita cantik, baju
berbahan dasar sutra, makanan dan minuman yang lezat, kasur dan bantal yang empuk
dan lain sebagainya. Semua kenikmatan tersebut sebagai balasan bagi orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah di surga. Allah memberikan apa yang mereka minta
dan apa yang diinginkan oleh mereka.
3
Syahwat penghuni neraka ialah mereka ingin kembali ke dunia untuk beriman
serta bertobat kepada Allah terhadap dosa-dosa yang telah mereka lakukan.

58
59

Pada ayat 12-13 disebutkan bagaimana nasib orang-orang kafir yang


terperdaya dengan kekayaan, harta dan anak keturunan. Kemudian pada
ayat 14 ini disebutkan mengenai akibat dan bentuk keterperdayaan orang-
orang kafir tersebut. Tujuannya adalah sebagai peringatan bagi manusia
agar mereka menjauhkan diri mereka dari syahwat dan waspada jangan
sampai mereka mengabaikan amal untuk akhirat karena mereka
disibukkan oleh syahwat.4
b. Tafsir ayat
Al-Shiddieqy menjelaskan bahwa Allah telah menghiasi manusia
dengan kecenderungan syahwat. Kecenderungan kepada syahwat
(kesenangan duniawi) merupakan fitrah (tabiat) asli manusia. Dan sesuatu
yang diperlukan dalam kehidupan manusia yang tidak perlu diingkari.
Selain itu, manusia juga dibekali akal yang mampu mendorong manusia
untuk mengimbangi dan mengendalikan syahwat dengan cara melakukan
perbuatan takwa.
Syahwat adalah kecenderungan yang dimiliki manusia untuk
mendapatkan apa yang dianggap dan dirasanya lezat (kesenangan),
meskipun bersifat semu dan sementara.5
Pada ayat ini, Allah menjelaskan ada enam macam syahwat yang
sangat disenangi (dicintai) manusia, di antaranya: 6
Pertama, Perempuan, yang menjadi tumpuan pandangan dan jiwa
manusia.
Kedua, Anak, yang dimaksud banin dalam ayat di atas bersifat
universal, bukan hanya anak laki-laki saja, termasuk juga anak perempuan.

4
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj, Jilid 2, Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013), 199.
5
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur,
Jilid, 1 (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 539.
6
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul, Jilid 1, 540-541.
60

Ketiga, Harta yang banyak, emas dan perak, mencintai harta


merupakan tabiat (sifat) manusia, yang tidak bisa dipisahkan dalam diri
manusia, karena dengan harta mereka dapat memenuhi kebutuhan dan
cita-cita mereka.
Keempat, Kuda pilihan, yaitu kuda yang digembalakan dan kuda
yang dilatih (kuda pacu), kuda untuk bekerja atau hanya sebagai
kebanggaan para pembesar dan hartawan.
Kelima, Hewan ternak, seperti unta, sapi dan kambing. Hewan
tersebut merupakan harta benda yang dimiliki oleh penduduk desa (petani)
yang merupakan kekayaan yang mereka miliki. Selain itu, binatang
tersebut merupakan tumpuan untuk memenuhi kebutuhan mereka, di
samping sebagai kebanggaan diri.
Keenam, Tumbuh-tumbuhan, baik yang berupa tanaman pangan
maupun tanaman keras yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia,
biak masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan.
Di akhir ayat, Allah memberikan peringatan kepada manusia agar
tidak terpikat dengan gemerlapnya kehidupan duniawi (materi).
Hendaklah kita mempergunakan harta benda yang kita miliki sesuai
kehendak (aturan dan syariat) Allah dan jangan sekali-kali kita
mempergunakan harta yang kita miliki untuk memenuhi hawa nafsu yang
dapat mengakibatkan kita lalai terhadap kehidupan akhirat kelak. 7
Al-Sa‘dī menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah mengabarkan
bahwa manusia dihiasi dengan syahwat yaitu perkara-perkara yang telah
disebutkan pada ayat di atas. Sehingga manusia memandangnya dengan
mata mereka serta mengilusikan kenikmatannya dalam hati, jiwa-jiwa
mereka terbuai dalam kenikmatannya. Dan setiap manusia itu cenderung
kepada salah satu dari jenis-jenis kenikmatan tersebut, yang telah mereka

7
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul, Jilid 1, 542.
61

jadikan sebagai cita-cita utama mereka dan puncak dari pengetahuan


mereka. Padahal semua itu hanyalah kenikmatan yang tidak banyak dan
akan musnah, maka itulah bentuk kesenangan hidup di dunia dan kepada
Allah tempat kembali yang baik. 8
Al-Ṭabarī menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa Allah menghiasi
dunia menyebabkan timbul rasa mencintai pada diri manusia. Allah
menghiasinya dengan wanita, anak-anak dan berbagai perkara yang
diungkapkan. Sebenarnya ayat di atas merupakan bentuk hinaan kepada
kaum Yahudi yang mementingkan kehidupan dunia dan kepemimpinan di
dunia, daripada menaati ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW,
padahal mereka mengetahui kebenaran beliau. 9

Pendapat yang benar mengenai “kuda pilihan” ialah kuda yang di

tandai dengan indah dan sejuk dipandang mata. Oleh sebab itu, kuda yang

paling bagus ialah kuda yang dipilih dan di beri tanda indah oleh Allah,

yaitu kuda yang digembala dan kuda yang dipersiapkan di jalan Allah. 10

“Hewan ternak dan sawah ladang” menurut al-Ṭabarī ada empat macam

binatang, yaitu kambing, domba, sapi dan unta yang diungkapkan dalam

al-Qur’an secara berpasangan. Sedangkan lafaz َ‫ ۡٱلح ۡرث‬adalah sawah atau

ladang. Jadi, maknanya ayat di atas ialah “manusia dihiasi kecintaan yang

dimilikinya, seperti cinta kepada wanita, anak, binatang ternak serta sawah

atau ladang.”11

8
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Taisīr al-Karīm al-Raḥman fī Tafsīr Kalam al-
Mannan: Tafsīr al-Sa‘dī (Saudi: Dārussalām, 2002), 577-578.
9
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), 119.
10
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 134-135.
11
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 136-137.
62

Semua perkara-perkara yang disebutkan dalam ayat di atas

merupakan pemberitahuan dari Allah bahwa semuanya manusia dapat

menikmati kenikmatan tersebut ketika di dunia. Sehingga mereka

berusaha memperolehnya dan menjadikannya sebagai tujuan hidup dan

untuk mewujudkan segala yang mereka inginkan, yang telah Allah hiasi

pada diri mereka sehingga menyebabkan mereka mencintainya di dunia,

tanpa memanfaatkannya untuk menjadi bekal mendekatkan diri kepada

Allah, kecuali orang yang menempuh jalan-Nya dan berinfak sesuai

perintah-Nya. Dan hanya di sisi Allah tempat kembali yang baik, maka

ََ‫ ۡٱلمـَٔاب‬artinya “tempat kembali.”12

Pada ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ayat ini berbicara


mengenai macam-macam syahwat yang berhubungan dengan dunia. Di
antaranya kecintaan terhadap perempuan, anak, harta benda berupa emas
dan perak, binatang ternak dan lain sebagainya. Jangan sampai kecintaan
yang berlebihan terhadap hal tersebut dapat membuat manusia lupa
terhadap kehidupan akhirat.
2. Keinginan yang terdapat pada diri orang yang sesat
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Nisā’/ 4: 27 dan Qs.
Maryam/ 19: 59 berikut:

َّ ‫للاَيريدَانَيَّتوبَعليكمََِۗويريدَاَلَّذيَنَيَت َّبعونَال‬
َ‫شه ٰوتَانَتميلَواَمي ًلَعظي ًما‬ ٰ ‫و‬
“Allah hendak menerima menaatimu, sedangkan orang-orang yang
mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu berpaling sejauh-
jauhnya (dari kebenaran).”
a. Munāsabah ayat

12
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 137.
63

Dalam ayat 26-28, Allah menjelaskan alasan dan hikmah


ditetapkannya hukum-hukum pernikahan dan kekeluargaan yang telah
dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya. Tujuan al-Qur’an menjelaskan
alasan dan hikmah tersebut agar manusia menjadi tenang dan agar faedah
hukum-hukum yang telah ditetapkan tersebut dapat dipahami dengan baik
dan benar. Selain itu, dengan diterangkan hikmah dan alasan hukum,
hukum tersebut akan lebih diterima oleh manusia dengan penuh kerelaan
dan lapang dada. Karena mereka memahami bahwa hukum-hukum
tersebut akan membawa kebahagiaan di dunia maupun akhirat. 13
b. Tafsir ayat
Allah berkehendak dengan syariat-Nya untuk menyucikan kamu,
menenangkan jiwamu dan menerima tobatmu atas semua dosa yang kamu
lakukan. Orang-orang yang mengikuti syahwat (hawa nafsu)nya dan tidak
memperhatikan norma-norma kesusilaan, tentulah mereka berkehendak
agar kamu mengikuti perilaku mereka.14
Dalam Tafsir Kemenag, dijelaskan bahwa pada ayat di atas Allah
memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertobat kepada Allah
dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya. Sehingga mereka suci dan bersih secara lahir maupun batin. Dan
orang yang menuruti syahwat dan nafsu mereka, selalu berpaling dari
syariat Allah serta berusaha mengajak orang yang beriman agar mengikuti
mereka terjerumus kepada kesesatan. Allah telah melarang orang yang
beriman untuk menikahi perempuan yang telah dijelaskan pada ayat ke 22
hingga 24 dari surah al-Nisā’, karena menikahi perempuan yang telah
disebutkan dalam 3 ayat tersebut dapat menimbulkan kerusakan di
lingkungan masyarakat serta dapat menghancurkan nasab serta hubungan

13
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 3, 52.
14
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 1,
833.
64

keluarga. 15 Perempuan selain yang disebutkan dalam tiga ayat tersebut


boleh dinikahi demi melestarikan keturunan, menghindari kekacauan di
masyarakat dan terjerumus kepada jurang perzinaan dan sebagainya.
Pada ayat ini dapat disimpulkan, Allah menjelaskan kaum musyrik
yang mengikuti hawa nafsunya bahwa mereka berusaha menjerumuskan
orang-orang beriman agar melakukan perbuatan yang di larang oleh Allah,
seperti menikahi perempuan yang diharamkan oleh Allah. Syahwat
terhadap perempuan akan bernilai positif ketika dipenuhi sesuai dengan
syariat yang telah Allah tetapkan.
Allah juga berfirman dalam Qs. Maryam/ 19: 59 mengenai orang
yang mengikuti hawa nafsu mereka.

ََّ ‫ص ٰلوةَواتَّبَعواَال‬
ٌََۙ‫شه ٰوتَفسَوفَيلقونَغيًّا‬ َّ ‫فخلفَمنَبعدهمَخلفَاضاعواَال‬
“Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang
mengabaikan salat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan
tersesat.”
a. Munāsabah ayat
Pada ayat 58 Allah telah menyebutkan beberapa sifat para Nabi
dengan nuansa pujian, yaitu mereka mengerjakan dan menjalankan
perintah-perintah agama dan menjauhi segala larangannya untuk menjadi
motivasi agar pengikutnya mengikuti cara mereka. Kemudian Allah
menjelaskan sifat orang-orang yang datang setelah para Nabi, mereka
meninggalkan kewajiban-kewajiban agama dan merampas berbagai
kenikmatan dan menuruti hawa nafsu mereka. Allah juga menyebutkan
hukuman yang akan mereka peroleh di akhirat kelak. Kecuali orang yang
bertobat kepada Allah. Sesungguhnya Allah pasti menerima taubat mereka

15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 2 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 152.
65

dan akan memberikan mereka balasan surga yang hanya diberikan kepada
orang-orang yang bertakwa.
Mujahid berkata: “Ayat ini Allah turunkan kepada suatu kaum yang
di dalam umat tersebut mereka melakukan perzinaan secara terang-
terangan, seperti binatang. Mereka tidak memiliki rasa malu dan tidak
dengan Allah.16
b. Tafsir ayat
Al-Sa‘dī menjelaskan, setelah Allah menjelaskan mengenai para
nabi yang ikhlas, yang mengikuti perkara yang diridai oleh Allah dan
senantiasa bertobat kepada-Nya. Allah menyebutkan kisah orang-orang
yang datang setelah para nabi dan rasul. Mereka mengubah perintah yang
telah Allah tetapkan kepada mereka dan datang setelah mereka (para nabi)
pengganti yang jelek.
Mereka mengalami kemunduran dan kembali kepada keadaan yang
sebelumnya, mereka mengabaikan salat, padahal mereka diperintahkan
untuk menjaga dan mengerjakannya. Mereka malah menganggap remeh
dan tidak menghiraukannya. Apabila mereka mengabaikan salat yang
merupakan tiang agama, yang menjadi pengukur keimanan dan keikhlasan
manusia kepada Allah, yang merupakan amal yang paling ditekankan dan
paling afdal. Maka mereka juga mengabaikan syariat agama yang lain. 17
Dan alasan yang menyebabkan mereka melakukan hal demikian
ialah karena memperturutkan syahwat (keinginan-keinginan) dan hawa
nafsu yang ada dalam diri mereka. Sehingga mereka lebih mengutamakan
hawa nafsu mereka daripada mengutamakan hak-hak Allah. Maka
timbullah sikap pengabaian terhadap hak-hak Allah. Apa yang tampak
oleh mereka, niscaya mereka bergegas untuk mendapatkannya dan dengan

16
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 8, 405.
17
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 577-578.
66

kondisi apa saja yang muncul tiba-tiba, mereka pasti sepakat


mengerjakannya. Maka mereka menemukan kesesatan berupa azab yang
sangat keras.18
Al-Shiddieqy menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa datang satu umat
yang buruk sesudah Allah mengutus para nabi dan rasul, mereka adalah
Yahudi, Nasrani dan lain-lain. Mereka mengabaikan salat dan lebih
menuruti hawa nafsu mereka. Lalu mereka melakukan perkara-perkara
yang diharamkan Allah, seperti minum arak, melakukan perzinaan, riba
dan melakukan pekerjaan buruk lainnya. Adapun akibat dari perbuatan
buruk yang mereka lakukan, menyebabkan mereka tidak menjalankan
syariat-syariat agama dan tetap mengerjakan kemaksiatan dan melakukan
dosa. Mereka termasuk orang yang merugi. 19
Pada ayat ini, dapat disimpulkan orang yang melampiaskan syahwat
(keinginan)nya dengan cara yang tidak baik, seperti mengabaikan salat
dan tidak mengerjakan perintah-perintah agama yang telah Allah tetapkan,
maka ia akan termasuk ke dalam golongan orang yang sesat.
3. Keinginan seksual terhadap laki-laki
Sebagaimana firman Allah Qs. al-A‘rāf/ 7: 81 dan Qs. al-Naml/ 27:
55 berikut:

ََ‫انَّكمَلتأتونَالرجالَشهوةًَمنَدونَالنسَ ۤاءََِۗبلََانتمَقَومَمسرفون‬
“Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk
melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu
adalah kaum yang melampaui batas.”
a. Munāsabah ayat
Kisah ini merupakan kisah keempat, kisah Nabi Lūṭ dengan
kaumnya (penduduk sodom) diungkapkan setelah kisah Nabi Nūh, Nabi

18
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 578.
19
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 3,
2492.
67

Hūd dan Nabi Ṣālih untuk menerangkan siksa dan azab yang menimpa
mereka tatkala mereka berpaling dari nasihat para nabi dan angkuh
terhadap perintah-perintah Allah. 20
b. Tafsir ayat
Al-Ṭabarī menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa Allah
memberitahukan ketika Nabi Lūṭ berkata kepada kaum sodom dan
menegur perbuatan keji yang mereka lakukan, yaitu mendatangi sesama
jenis (homoseks) untuk pelampiasan nafsu seksual mereka. Bukan
mendatangi perempuan yang dihalalkan dan diperbolehkan oleh Allah
kepada mereka. Kemudian Lūṭ berkata, “ Sungguh, kalian telah
mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah dan kalian mengerjakan
perbuatan maksiat kepada Allah.” Makna kata ً ‫ شهوَة‬pada ayat di atas

adalah sesuatu perbuatan. Kata ًَ ‫شهوة‬ini adalah bentuk maṣdar dari, َ ‫شهيت‬

ًَ‫شيءَأشهاهَشهوة‬
َّ ‫“هذاَال‬Aku menginginkan ini.”21
Dalam Tafsir Kemenag dijelaskan, sungguh, kalian (kaum Lūṭ)
melampiaskan syahwatnya kepada sesama laki-laki dengan mendatangi
mereka dari belakang (dubur)nya, bukan melampiaskan syahwat kepada
wanita yang semestinya kepada wanitalah mereka melampiaskan naluri
seksualnya. Kalian telah mengerjakan perbuatan keji dan hina serta
durhaka. Bahkan kalian termasuk kaum yang melewati batas karena
melampiaskan syahwat tidak pada tempatnya dan menyimpang dari fitrah,
mereka tidak memikirkan akibat dari perbuatan buruk mereka yang dapat
memutus keturunan, dapat membahayakan kesehatan dan merusak
peradaban. 22 Teguran keras Nabi Lūṭ tidak dihiraukan oleh kaumnya. Dan

20
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 4, 514.
21
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 11, 297.
22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 3, 392.
68

mereka memerintahkan Nabi Lūṭ beserta pengikutnya untuk keluar dari


negeri mereka.
Sesungguhnya, Nabi Lūṭ berkata lagi kepada kaum sodom, Kalian
telah melakukan perbuatan keji yaitu mendatangi sesama laki-laki
(homoseks) guna untuk melampiaskan nafsu kalian. Dengan demikian,
derajat kalian lebih rendah dari binatang. Padahal jika kamu ingin
melakukan hubungan seksual, maka kalian harus mendatangi perempuan
sebagai tempat pelampiasannya. Karena fitrah laki-laki yang sehat ialah
melampiaskan nafsu seksualnya kepada lawan jenis (perempuan).23
Kecaman atas perbuatan menyimpang kaum Nabi Lūṭ ini berulang
kali diungkapkan dengan ungkapan yang beragam, sebagaimana firman
Allah Qs. al-Naml/ 27: 55 berikut:

ََ‫ا ِٕىنَّكمَلتأتونَالرجالَشهوةًَمنَدونَالنسَ ۤاءََِۗبلَاَنتمَقوَمَتجهلون‬


“Mengapa kamu mendatangi laki-laki, bukan perempuan, untuk
(memenuhi) syahwat(-mu)? Sungguh, kamu adalah kaum yang
melakukan (perbuatan) bodoh.”
a. Munāsabah ayat
Ini adalah kisah keempat dalam surah ini, maksud dari kisah ini
sama dengan maksud dari kisah para nabi-nabi sebelumnya, yaitu
memberikan peringatan keras atas keingkaran mereka (kaum Nabi Lūṭ)
terhadap perintah-perintah Allah dan mengerjakan perbuatan-perbuatan
keji dan dosa besar, seperti melakukan hubungan seksual dengan sesama
jenis (homoseks). Agar Allah tidak menimpakan azab kepada mereka yang
bermaksiat sebagaimana azab yang Allah kepada orang-orang sebelum
mereka. 24
b. Tafsir ayat

23
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 2,
1433.
24
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 10, 298.
69

Dalam Tafsir al-Ṭabarī dijelaskan bahwa, mengapa kamu (kaum


sodom) memuaskan nafsumu dengan mendatangi laki-laki, bukan
memuaskannya pada kemaluan wanita yang dihalalkan Allah bagimu
dengan pernikahan? Kamu melakukan perbuatan tersebut karena kamu
tidak mengetahui akibat perbuatanmu tersebut dan kamu tidak mengetahui
hak Allah kepada dirimu. Kamu berani menentang Allah dengan cara
meninggalkan perintah-Nya dan rasul-Nya.25
Allah menjelaskan kekejian kaum nabi Lūṭ, mengapa kalian sampai
pada kondisi ini (homoseks), sehingga kalian melampiaskan nafsu seksual
kepada pada kaum laki-laki dan mendatangi mereka dari belakang (dubur)
mereka, yaitu tempat keluarnya kotoran, angin (kentut), tinja. Kalian
meninggalkan perempuan yang diciptakan Allah kepada kalian sebagai
tempat untuk pelampiasan nafsu seksual yang sudah difitrahkan kepada
kalian dan seharusnya kalian cenderung menyukai mereka, sedangkan
kalian sebaliknya, menganggap baik sesuatu yang buruk dan menganggap
buruk sesuatu yang baik. Sesungguhnya kalian telah melampaui aturan
dan batasan-batasan yang Allah tetapkan dan berani mengerjakan yang
diharamkan-Nya.26
Al-Shiddieqy dalam Tafsirnya menjelaskan, sebenarnya, Allah telah
menciptakan perempuan bagi laki-laki dalam hal pemenuhan hawa nafsu,
akan tetapi mereka (kaum sodom) tidak mengetahui tujuan penciptaan
perempuan oleh Allah. Mereka juga tidak mengetahui kedudukannya di
masyarakat dan mereka tidak mengetahui bahwa mereka akan
mendapatkan bencana atas perbuatan keji yang mereka kerjakan. 27

25
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 19, 911-912.
26
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 711.
27
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 4,
3017.
70

Pada dua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa kaum Nabi Lūth
yaitu kaum sodom melampiaskan syahwat seksual mereka bukan pada
tempatnya. Mereka melampiaskannya kepada sesama jenis (homoseksual)
misalkan laki-laki dengan laki-laki. Bukan melampiaskannya terhadap
lawan jenis. Sungguh keji perbuatan yang mereka kerjakan karena
melanggar batasan-batasan Allah. Mereka termasuk orang yang
melampaui batas dan mereka termasuk orang yang bodoh.
4. Keinginan kaum musyrikin terhadap anak laki-laki
Salah satu kekejian yang diperbuat oleh kaum musyrikin ialah
mereka menganggap Allah memiliki anak dengan cara menetapkan anak
perempuan bagi Allah. Sebagaimana firman Allah Qs. al-Naḥl/ 16: 57
berikut:

ََ‫َللَالب ٰنتَسبحٰ ن ٌۙهَولهمَ َّماَيشتهَون‬


ٰ ‫ويجعلون‬
“Mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan; Maha Suci
Dia, sedangkan untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (anak-
anak laki-laki).”28
a. Munāsabah ayat
Pada ayat 41-50 Allah telah menegaskan bahwa segala sesuatu
tunduk dan pasrah kepada keagungan, kebesaran dan kekuasaan Allah.
Selanjutnya, pada ayat 51-62 Allah menyambungnya dengan tiga hal di
bawah ini untuk mematahkan berbagai ideologi kaum musyrikin dan amal
buruk mereka:
Pertama, larangan melakukan perbuatan syirik, bahwa segala sesuatu
adalah milik-Nya, Allah Maha Kaya tidak membutuhkan apa pun selain-
Nya.

28
Perkataan mereka bahwa Allah Swt. mempunyai anak perempuan, yaitu yang
berwujud para malaikat, dipicu kebencian mereka kepada anak perempuan, sebagaimana
tersebut dalam ayat Al-Qur’an berikutnya.
71

Kedua, menjelaskan keburukan orang-orang musyrik, setelah


menerangkan perkataan mereka yang rusak.
Ketiga, penangguhan yang Allah berikan kepada orang musyrik,
merupakan kesantunan Allah kepada mereka. Allah tidak menyegerakan
hukuman mereka, meskipun kekafiran yang mereka perbuat begitu besar
dan perbuatan mereka begitu buruk. Hal tersebut merupakan bukti
besarnya karunia, rahmat dan kemurahan Allah. 29
Ayat ini Allah turunkan terkait dengan Khuza‘ah dan Kinanah.
Mereka beranggapan bahwa malaikat merupakan Anak Perempuan
Allah. 30
b. Tafsir ayat
Salah satu kebodohan yang dilakukan oleh orang-orang Musyrikin
adalah mereka menjadikan malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah.
Padahal malaikat ialah ‘ibādur Rahmān (hamba Allah yang Maha
Pengasih). Mereka telah melakukan kesalahan yang fatal. Karena mereka
menisbahkan kepada Allah Anak perempuan. Sedangkan mereka sendiri
tidak suka terhadap perempuan, akan tetapi mereka suka terhadap anak
laki-laki. 31
Al-Ṭabarī menjelaskan maksud ayat di atas, salah satu bentuk
kebodohan orang musyrik, mereka mengerjakan perbuatan yang buruk dan
membuat kebohongan kepada Tuhan mereka dengan menisbahkan anak
perempuan kepada Allah yang menciptakan mereka, mengatur mereka
serta memberi mereka kenikmatan yang wajib mereka syukuri, padahal
tidak sepatutnya bagi Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,
Allah Maha Suci dari anak perempuan yang dinisbahkan kepada-Nya.
Disebabkan karena kebodohan mereka itulah, sehingga mereka

29
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 406.
30
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 409.
31
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 409.
72

menisbahkan kepada Allah apa yang tidak semestinya dinisbahkan


kepada-Nya. Tidaklah patut menisbahkan kepada Allah laki-laki,
walaupun mereka suka terhadap anak laki-laki. Akan tetapi, mereka
menisbahkan yang tidak mereka sukai kepada Allah, yaitu anak
perempuan, apabila mereka dikaruniai anak perempuan mereka
membunuhnya. 32
Mereka (kaum musyrikin) menyebutkan bahwa malaikat-malaikat
merupakan anak Allah yang berjenis kelamin perempuan. Kaum musyrik
yang menyebut demikian ialah Bani Khuza‘ah. Mereka memilih anak laki-
laki, mereka tidak menyukai anak perempuan yang mereka nisbahkan
kepada Allah. Allah Maha Suci dari segala tuduhan mereka. 33
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan” yang
mana mengatakan tentang malaikat, para hamba yang dekat (dengan
Allah), sesungguhnya mereka anak perempuan Allah. “Sedangkan untuk
mereka sendiri (mereka tetapkan) sesuatu yang mereka sukai” yaitu anak
laki-laki bagi diri mereka, hingga sesungguhnya membuat mereka
membenci anak-anak perempuan dengan kebencian yang besar. 34
Ayat di atas berbicara tentang syahwat atau kecintaan kaum musyrik
terhadap anak laki-laki dan mereka membenci anak perempuan. Sehingga
mereka menjadikan (malaikat) sebagai anak Allah yang berjenis kelamin
perempuan. Padahal Allah tidak mempunyai anak. Dan hal tersebut
merupakan kebodohan yang diperbuat oleh orang yang menyekutukan
Allah.
B. Ayat yang Tidak Menggunakan Term Syahwat
1. Keinginan untuk tidur

32
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 16, 158.
33
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 3,
2241.
34
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 513.
73

Salah satu kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi oleh manusia


ialah tidur, Allah telah memberikan isyarat mengenai waktu tidur dalam
Qs. al-Rūm/ 30: 23 berikut:

ٍ ‫َْل ٰي‬
َ‫ت َلقو ٍم‬ ٰ ‫ومن َٰا ٰيته َمنامكم َبا َّليل َوالنَّهار َوابتغَۤاؤكَم َمَن َفضل َِۗه َا َّن َفي‬
َٰ ‫َذلك‬
ََ‫يَّسمعون‬
“Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan)-Nya ialah
tidurmu pada waktu malam dan siang serta usahamu mencari
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah)
bagi kaum yang mendengarkan.”
Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa sistem yang
Allah tetapkan dalam proses penciptaan langit dan bumi dapat melahirkan
malam dan siang. Salah satu tanda kekuasaan Allah yang memiliki kaitan
dengan siang dan malam adalah waktu tidur yang telah Allah tetapkan
pada malam hari dan waktu siang Allah tetapkan untuk mencari
sebahagian rezeki dari karunia-Nya. Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut
merupakan bukti bagi orang-orang yang mendengarkan.35
Ayat di atas dipahami sebagian ulama mengenai waktu tidur yang
telah Allah tetapkan di malam hari dan waktu siang Allah tetapkan untuk
mencari rezeki dari karunia-Nya, ini sejalan dengan beberapa firman Allah
yang menjelaskan waktu malam merupakan waktu istirahat dan waktu
siang untuk mencari rezeki, seperti dalam Qs. al-Nabā’/ 78: 10-11.

َ‫شٌَۚا‬ َّ ‫س ٌۙا‬
ً ‫َوجعلناَالنَّهارَمعا‬ ً ‫َّوجعلناَالَّيلَلبا‬
“Kami menjadikan malam sebagai pakaian. 36 Kami menjadikan
siang untuk mencari penghidupan.”

35
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2001), 39.
36
Malam disebut sebagai pakaian karena kegelapannya menutupi alam
sebagaimana pakaian menutupi tubuh manusia.
74

Ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa tidur merupakan salah satu


kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi, yang merupakan kebutuhan organ
tubuh yang kadar dan ketentuannya telah Allah tetapkan waktunya pada
manusia dan hewan. Bagi manusia Allah menetapkan waktu tidur mereka
pada malam hari. Apabila kadarnya kurang dan melampaui batas, maka
akan terdapat gangguan pada tubuh mereka.
2. Keinginan untuk makan dan minum
Makan juga merupakan kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi,
Allah juga menerangkan bahwa Rasulullah juga manusia biasa yang butuh
makan dan minum. Sebagaimana firman Allah Qs. al-Mu’minūn/ 23: 33
dan Qs. Ṭāhā/ 20: 81 berikut:

ٰ ‫وقال َالمل َمن َقومه َالَّذين َكفروَا َوكذَّبوَا َبَلقَۤاء‬


َ‫َاْلخَرة َواترف ٰنهم َفَى َالح ٰيوة‬
ٰ ‫الدني ٌۙاَم‬
ََ‫اَهذآَْا َّْلَبشرَمثلك ٌۙمَيأكلَم ََّماَتَأكلَونَمنهََويشربَم َّماَتشَربون‬
“Para pemuka kaumnya yang kufur dan mendustakan pertemuan
hari akhirat serta mereka yang telah Kami beri kemewahan dan
kesenangan dalam kehidupan di dunia berkata, “(Orang) ini tidak
lain hanyalah manusia seperti kamu. Dia makan apa yang kamu
makan dan minum apa yang kamu minum.”
Maksud ayat di atas ialah para pembesar kaum berkata mengenai
rasul yang diutus Allah kepada mereka setelah Nabi Nūh. Rasul dalam
ayat ini adalah Nabi Ṣālih dan kaumnya Ṡamud.
Mereka mengingkari keesaan Allah serta mendustakan pertemuan
dengan Allah di akhirat. Padahal mereka telah diberikan kenikmatan
hidup, rezeki yang berlimpah oleh Allah. Akan tetapi, mereka sombong,
membangkang dan kufur kepada Allah. Mereka juga menghina Nabi Ṣālih
dengan mengatakan, “Allah mengutus Ṣālih kepada kita sebagai seorang
rasul pilihan Allah, padahal dia adalah seorang manusia biasa seperti kita,
dia makan apa yang kita makan dan minum apa yang kita minum. Kenapa
75

Allah tidak mengutus malaikat kepada kita dalam menyampaikan


risalahnya?37
Dan Allah juga berfirman Qs. Ṭāhā/ 20: 81 berikut:

ََّ ‫كلواَمنَطي ٰبتَماَرزق ٰنك ٌۙمَوْلَتطغواَفيهََفيَح‬


َ‫لَعليكمََغضب ٌۚيَومنَيَّحَللَعليه‬
َ‫غضبيَفقدَه ٰوى‬
“Makanlah sebagian yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami
anugerahkan kepadamu. Janganlah melampaui batas yang
menyebabkan kemurkaan-Ku akan menimpamu. Siapa yang ditimpa
kemurkaan-Ku, maka sungguh binasalah dia.”
Dan dikatakan kepada mereka, “makanlah di antara rezeki yang baik
yang Kami karuniakan kepadamu,” maksudnya ialah bersyukurlah
terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kalian berupa kenikmatan-
kenikmatan. “dan janganlah kalian melampaui batas padanya,” yaitu
rezeki yang mereka peroleh mereka sikapi dengan cara tidak
memanfaatkannya secara baik, mereka menggunakannya untuk bermaksiat
dan menolak kenikmatan. Jika kalian melakukan hal tersebut, pasti akan
datang kepada kalian kemurkaan-Ku. Artinya Allah SWT marah kepada
mereka dan akan menyiksa mereka. Mereka yang ditimpa kemurkaan oleh
Allah pasti akan dihancurkan, dibinasakan, merasa menyesal dan merugi.
Sebab mereka tidak memperoleh keridaan dan kebaikan dari Allah,
mereka ditimpa kemurkaan dan kerugian. 38
Pada ayat di atas menjelaskan mengenai syahwat (keinginan)
terhadap makanan. Makan merupakan salah satu kebutuhan jasmani yang
harus dipenuhi. Oleh karena itu, hendaknya manusia memperhatikan
makan yang ia makan, dari mana sumber makan yang mereka peroleh,
apakah makan tersebut baik bagi mereka dan lain sebagainya. Kemudian

37
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 18, 717-718.
38
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 593.
76

hendaknya manusia harus bersyukur terhadap pemberian yang telah Allah


berikan berupa makanan dan jangan sekali-kali kita melampaui batas dari
ketentuan yang Allah berikan, yang dapat menyebabkan manusia menjadi
orang yang rugi dan binasa.
3. Keinginan terhadap lawan jenis
Allah menceritakan mengenai kisah Nabi Yusūf dengan seorang
permaisuri raja dalam firmannya Qs. Yūsuf/ 12: 24 dan Qs. al-Rūm/ 30:
21 berikut:

َ‫َر ٰا َبرَهان َربَ ِۗه َك ٰذلَك َلنصرف َعنه َالس ۤوء‬ ْٓ ‫ولقد َه َّمت َب ٌۙه َوهَ َّم َبهاٌَۚ َلو‬
َّ ‫ْل َان‬
ََ‫والفحش ۤا ِۗءَانَّهَمنَعبادناَالمخلصين‬
“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya
(Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak
melihat tanda (dari) Tuhannya. 39 Demikianlah, Kami memalingkan
darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf)
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”
Dalam Tafsir Kemenag dijelaskan, bahwa istri sang raja (Zulaikha)
enggan untuk berhenti (menggoda Nabi Yūsuf), sebab ia beranggapan
bahwa Yūsuf seorang hamba sahaya yang harus memenuhi keinginan dan
perintah istri sang raja tersebut. Apabila Yūsuf menolak, ia akan
mencelakakannya. Yūsuf tetap menolak godaannya karena perbuatan
tersebut menyimpang dari ajaran agama, mengkhianati sang raja yang
berjasa dan memperlakukannya dengan baik serta dapat merusak
kehormatan dirinya dan kehormatan sang raja. Yūsuf dan Istri al-Azīz
memiliki tekad yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya. 40

39
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. mempunyai keinginan yang
buruk terhadap perempuan itu, tetapi godaan itu demikian besarnya sehingga sekiranya
dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah Swt., tentu dia jatuh ke dalam
kemaksiatan.
40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 4, 517.
77

Pada ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa dorongan syahwat


terhadap lawan jenis ini merupakan fenomena yang menunjukkan adanya
gharīzah al-nau’ pada manusia. Zulaikha tertarik kepada Nabi Yūsuf
karena ketampanan beliau, sehingga Zulaikha terus menggoda beliau agar
dapat memenuhi hasrat seksualnya. Akan tetapi Nabi Yūsuf segera
meminta perlindungan kepada Allah agar ia tidak terjerumus kepada
godaan istri sang raja dan Yūsuf termasuk hamba pilihan dan Allah
mencegahnya dari perbuatan keji tersebut.
Oleh karena itu, keinginan terhadap lawan jenis harus dipenuhi
sesuai dengan cara yang benar, sesuai dengan syariat Allah (menikah).
Apabila keinginan tersebut tidak dipenuhi dengan cara yang benar maka
Allah akan memberi balasan berupa peringatan dan azab yang pedih.
Allah juga berfirman dalam Qs. al-Rūm/ 30: 21 berikut:

ًَ‫ومن َٰا ٰيت ْٓه َان َخلق َلكم َمن َانفسكم َازوا ًجا َلَتسَكن ْٓوا َاَليها َوجعل َبينكم َ َّمودَّة‬
ٰ ‫َّورحمةًَِۗا َّنَفي‬
ٰ ‫َذلك‬
ََ‫َْل ٰيتٍَلقو ٍمَيَّتف َّكرَون‬
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri
agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir.”
Maksud dari ayat di atas adalah di antara tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaaan Allah, yaitu Allah menciptakan pasangan untuk bapakmu
(Nabi Adam) dari dirinya, agar Nabi Adam merasa tenteram kepada
Hawa, yang Allah ciptakan dari salah satu tulang rusuk Nabi Adam. 41
Allah menjadikan rasa kasih dan sayang kepada pasangan manusia
yang telah melakukan perkawinan dan terjalin hubungan kekeluargaan di
antara keduanya. Sehingga mereka dapat menjalin hubungan dengan baik

41
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 20, 625.
78

dan Allah memberikan rahmat kepada mereka sehingga mereka saling


menyayangi. Sesungguhnya dalam tindakan Allah itu ada hikmah dan
nasihat bagi mereka yang mau memikirkan tanda-tanda dan bukti
kebesaran-Nya. Dengan itu pula mereka mengetahui bahwa Allah pasti
akan melaksanakan kehendak-Nya dan tidak ada seorang pun yang dapat
menghalangi-Nya. 42
Ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa keinginan terhadap lawan
jenis apabila dipenuhi dengan cara yang baik sesuai dengan syariat, yaitu
menikah, maka ia dapat menumbuhkan ketenteraman dan rasa kasih dan
sayang di antara mereka. Hal tersebut merupakan salah satu tanda
kebesaran dan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan manusia
berpasang-pasang dan saling membutuhkan satu sama lain dalam
pemenuhan keinginan seksual dan lain sebagainya.
4. Keinginan kembali kepada Tuhan
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Zumar/ 39: 8 berikut:

َ‫س َاْلنسان َضر َدعاَربَّه َمنيبًاَاليَه َثَ َّم َاَذاَخ َّولَه َنعمةً َمنه َنسي َماَكان‬
َّ ‫واذاَم‬
َ‫َللَاندادًاَلَيضَ َّلَعَنَسبيلَهََِۗقلَتمتَّعَبَكفركَقلي ًلَانَّك‬
ٰ ‫يدع ْٓواَاليهَمنَقبلَوجعل‬
ََ‫منَاصحٰ بَالنَّار‬
“Apabila ditimpa bencana, manusia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya. Akan tetapi, apabila
Dia memberikan nikmat kepadanya, dia lupa terhadap apa yang
pernah dia mohonkan kepada Allah sebelum itu dan dia menjadikan
sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-
Nya. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bersenang-senanglah dengan
kekufuranmu untuk sementara waktu! Sesungguhnya kamu
termasuk penghuni neraka.”
Ketika manusia ditimpa suatu bencana, baik yang menimpa diri
maupun kehidupan mereka, maka mereka meminta pertolongan kepada

42
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 20, 626.
79

Allah dan berdoa agar Allah menghilangkan bencana yang ditimpakan


kepadanya seraya bertobat. Akan tetapi, apabila Allah telah mengabulkan
permintaannya yaitu dijauhkan dari bencana yang menimpa dirinya dan
Allah memberi nikmat kepadanya, maka dia lupa kepada doa yang ia
panjatkan kepada Allah. Dia kembali mempersekutukan Allah dan
menyesatkan manusia.
Kemudian Allah memerintahkan kepada rasul untuk mengingatkan
mereka atas perbuatan yang telah mereka kerjakan, dengan mengatakan
“Wahai manusia, nikmatilah kekufuran yang telah kalian kerjakan untuk
waktu yang singkat. Karena kelak kalian menjadi penduduk neraka.
Nikmatilah kemewahan dunia yang kenikmatannya hanya sementara dan
akan untuk sementara waktu.”43
Ayat ini menjelaskan tentang keinginan manusia “Kembali kepada
Tuhannya” sebagai bentuk dari gharīzah tadayyun (naluri beragama) dan
menyampaikan keluhannya kepada Allah karena mendapat musibah atau
bencana. Manusia ketika memperoleh musibah atau bencana dan
kesengsaraan mereka berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah.
Namun, ketika permohonan tersebut dikabulkan, mereka pun melupakan
begitu saja dan kembali kepada kemusyrikan.
5. Keinginan terhadap hewan ternak
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Yasīn/ 36: 71, berikut:

ً ‫اولمَيرواَانَّاَخلقناَلهمَم َّماَعملتَايَديَنآَْاَنع‬
ََ‫اماَفَهمَلهاَمٰ لكون‬
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Kami telah menciptakan
untuk mereka hewan-hewan ternak dari ciptaan tangan Kami
(sendiri), lalu mereka menjadi pemiliknya?”

43
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 4,
3543-3544.
80

Al-Zuḥailī menjelaskan dalam tafsirnya, Allah membahas tentang


keesaan-Nya dan menyebutkan beberapa petunjuk atas keesaan-Nya.
Apakah orang musyrik yang menyekutukan Allah, yang menyembah
berhala-berhala dan sebagainya. Mereka tidak memperhatikan bahwa
Allah-Lah yang menciptakan bagi mereka binatang ternak tersebut (unta,
sapi dan kambing), kemudian Allah menundukkan dan menyediakan
kebutuhan mereka tanpa perantara maupun sekutu. Selain itu, Allah juga
memberikan kepada mereka kuasa sehingga mereka dapat menguasai dan
mengendalikan binatang ternak tersebut dan mereka dapat berbuat apa saja
sehingga binatang tersebut menjadi penurut dan jinak kepada mereka. Jika
Allah berkehendak, bisa saja binatang tersebut menjadi liar, tidak dapat
dikendalikan dan dikuasai oleh mereka, sehingga mereka tidak
memperoleh manfaat dari binatang tersebut.44
Pada ayat ini Allah menjelaskan tentang keinginan manusia terhadap
binatang ternak, seperti unta, sapi dan kambing. Allah memberikan kuasa
kepada manusia terhadap binatang ternak tersebut untuk dikendalikan dan
dipelihara dengan baik. Sehingga pemilik binatang ternak tersebut dapat
memperoleh manfaat darinya.
6. Keinginan terhadap harta dan anak
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Kahfi/ 18: 46 dan Qs. al-
Taubah/ 9: 34, berikut:

َ‫ًاَوخير‬ ٰ ‫المال َوالبنون َزينة َالح ٰيوة َالدني ٌۚا َوالَٰبقَٰيت َال‬
َّ ‫صلحَٰت َخَير َعند َربك َثَواب‬
َ ً ‫ام‬
َ‫ل‬

44
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syari‘ah dan Manhaj, Jilid 12, 65.
81

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan


amal kebajikan yang abadi (pahalanya) 45 adalah lebih baik
balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Salah satu yang menjadi kebanggaan bagi orang-orang Jahiliah


adalah harta dan anak-anak, seperti ‘Uyainah dan al-Aqra’, mereka
menganggap harta dan anak merupakan hiasan hidup di dunia, bukan
bekal akhirat. Sebagaimana diketahui bahwa dunia in akan musnah. Oleh
karena itu, tidak pantas manusia bermegah-megahan diri dengan apa yang
mereka miliki yaitu harta dan anak keturunan.
Dan semua amal kebajikan yang manfaatnya berlangsung lama bagi
manusia (“al-bāquyātus shālihāt”, yaitu seluruh ketaatan kepada Allah,
seperti salat, zakat, sedekah, puasa, berjihad di jalan Allah, menolong
orang yang membutuhkan, semua itu lebih baik di sisi Allah dan kekal,
karena pahalanya mengalir kepada orang yang melakukannya. Itulah yang
seharusnya diharapkan oleh manusia, karena dengan itu manusia
mendapatkan semua yang diharapkan di akhirat.46
Pada ayat ini, Allah menyebutkan 2 keinginan yang ingin dimiliki
oleh manusia yaitu harta dan anak, yang keduanya merupakan perhiasan
dunia. Apabila keduanya digunakan dan dididik dengan baik maka ia akan
menjadi bekal di akhirat. Sebaliknya apabila tidak dimanfaatkan dengan
baik maka keduanya akan dapat memberikan mudarat kepada manusia.
Allah juga berfirman dalam Qs. al-Taubah/ 9: 34 mengenai harta
berupa emas dan perak.

45
Di antara contoh amal kebajikan yang abadi pahalanya adalah melaksanakan
rukun Islam dengan benar dan membaca tasbih, tahmid, dan zikir-zikir lainnya.
46
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 3,
2416-2417.
82

َ‫ٰيْٓايهاَالَّذين َٰامن ْٓواَا َّن َكثي ًراَمن َاْلحَبار َوالرهبانَ َليأكلون َاموال َالنَّاس َبالباطل‬
ََّ ‫َللاَِۗوالَّذين َيكنزونَ َال َذَّهبَ َوالف‬
َ‫ضة َوْل َينفقونهَاَفي َسبيل‬ ٰ ‫ويصدون َعن َسبيل‬
َ‫بَالي ٌٍَۙم‬
ٍ ‫للاٌَۙفبشرهمَبعذا‬
َٰ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para
rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil
serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan
Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) azab yang pedih.”
Al-Sa‘dī menjelaskan, bahwa pada ayat ini terdapat peringatan Allah
bagi hamba-hamba-Nya yang beriman agar senantiasa berhati-hati dengan
banyaknya ulama dan rahib yang menyelewengkan harta manusia dengan
cara yang batil, yaitu dengan cara yang salah dan menghalangi manusia
menuju jalan Allah, jika memperoleh imbalan dari manusia atau diberikan
harta kepada mereka, maka sepantasnya hal tersebut karena ilmu dan
ibadah mereka, sebab petunjuk dan hidayah mereka, sementara mereka
mengambilnya dan menghalangi orang menuju jalan Allah, maka
perbuatan mereka mengambil harta dengan cara tersebut termasuk sebuah
kezaliman dan keburukan, karena orang yang memberikan harta kepada
mereka bertujuan agar orang tersebut memperoleh bimbingan dari mereka
menuju ke jalan yang lurus. 47
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak,” yakni
menahannya. “Dan tidak menginfakkannya pada jalan Allah,” yakni
jalan-jalan kebaikan yang mengantarkan kepada Allah dan inilah kekayaan
yang diharamkan, yakni tidak menafkahkannya pada nafkah yang wajib
kepada istri dan kerabat, seperti tidak membayar zakat, tidak
menginfakkan untuk jihad di jalan Allah jika jihad itu wajib, “maka

47
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 383.
83

berikanlah kabar gembira kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)


azab yang pedih.”48
Pada ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai
keinginan untuk memiliki harta berupa emas dan perak. Jika mereka
memperoleh keinginan tersebut harus memanfaatkannya dengan sebaik-
baiknya dan tidak lupa untuk menginfakkannya di jalan Allah serta
mengeluarkan zakat dari harta (emas dan perak) tersebut, apabila telah
mencapai nisabnya. Jika harta tersebut tidak dipergunakan di jalan Allah
maka Allah memberi ancaman bagi manusia dengan azab yang pedih.
C. Analisis Penulis Mengenai Ayat-ayat Syahwat di Dunia
Berdasarkan penafsiran ayat-ayat di atas, penulis menyimpulkan
tentang syahwat di dunia ada beberapa poin:
Pertama, dari penafsiran ayat-ayat di atas, bahwa syahwat di dunia
terbagi kepada dua kategori, seperti yang dikemukakan oleh al-Aṣfahānī
yaitu syahwat ṣadiqah dan syahwat każibah. Dari kedua kategori tersebut
syahwat manusia di dunia kebanyakan lebih condong kepada syahwat
każibah disebabkan karena mereka tidak dapat mengendalikannya sesuai
dengan syariat Allah.
Kedua, syahwat di dunia lebih ditekankan kepada perkara atau hal-
hal keduniawian, seperti yang disebutkan dalam Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14.
Ketiga, syahwat terhadap sesuatu merupakan naluri yang Allah
berikan pada diri manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia yang tidak
dapat mengendalikan syahwat mereka dan melampaui batasan-batasan
yang telah Allah tetapkan.
Kemudian penulis mengklasifikasikan ayat-ayat syahwat di dunia,
yaitu ayat yang menggunakan term syahwat dan yang tidak menggunakan
term syahwat menjadi beberapa kelompok ayat, sebagai berikut:

48
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 383.
84

Pertama, ayat yang menjelaskan tentang keinginan manusia


terhadap perkara dunia yang telah Allah tetapkan, ayat tersebut terdapat
pada Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-Kahfi/ 18: 46, Qs. al-Taubah/ 9: 34 dan
Qs. Yasīn/ 36: 71.
Kedua, ayat tentang keinginan yang terdapat pada diri yang sesat,
mereka ingin menjerumuskan orang yang beriman kepada perbuatan buruk
yang mereka kerjakan, ayat ini terdapat pada Qs. al-Nisā’/ 4: 27 dan Qs.
Maryam/ 19: 59.
Ketiga, ayat tentang keinginan terhadap sesama jenis, terdapat pada
Qs. al-A‘rāf/ 7: 81 dan Qs. al-Naml/ 27: 55 dan ayat tentang keinginan
terhadap lawan jenis terdapat pada Qs. Yūsuf/ 12: 24 dan Qs. al-Rūm/ 30:
21.
Keempat, ayat tentang keinginan kembali kepada Tuhan ketika
mendapat ujian dan cobaan, terdapat pada Qs. al-Zumar/ 39: 8.
Kelima, ayat tentang keinginan untuk tidur, Allah telah
mengisyaratkan waktu tidur bagi manusia yang terdapat pada Qs. al-Rūm/
30: 23.
Keenam, ayat tentang keinginan untuk makan dan minum yang
merupakan kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi, terdapat pada Qs. al-
Mu’minūn/ 23: 33 dan Qs. Ṭāhā/ 20: 81.
Di bagian akhir ini, penulis akan menyajikan tabel ayat-ayat yang
menggunakan term syahwat dan derivasi katanya di dalam al-Qur’an yang
berjumlah 13 ayat, sebagai berikut:

Tabel 4 1: Ayat-ayat Syahwat

No Surah dan Tartīb Tartīb Kategori Kategori Keterangan


Ayat Nuzūl Muṣḥafi Surah Syahwat
1 Qs. al- 33 77 Makkiyah Syahwat 
Mursalāt/ 77: di surga
85

42
2 Qs. al-A‘rāf/ 39 7 Makkiyyah Syahwat ✔
7: 81 di dunia
3 Qs. Maryam/ 44 19 Makkiyyah Syahwat ✔
19: 59. di dunia
4 Qs. al- 46 56 Makkiyyah Syahwat 
Waqi‘ah/ 56: di surga
21.
5 Qs. al-Naml/ 48 27 Makkiyyah Syahwat ✔
27: 55 di dunia

6 Qs. Sabā’/ 58 34 Makkiyyah Syahwat 


34: 54 di neraka
7 Qs. Fuṣṣilat/ 61 41 Makkiyyah Syahwat ✔
41: 31 di surga
8 Qs. al- 63 43 Makkiyyah Syahwat 
Zukhruf/ 43: di surga
71
9 Qs. al-Naḥl/ 70 17 Makkiyyah Syahwat 
16: 57 di dunia
10 Qs. al- 73 21 Makkiyyah Syahwat 
Anbiyā’/ 21: di surga
102
11 Al-Ṫūr/ 52: 76 52 Makkiyyah Syahwat 
22 di surga
12 Qs. Ᾱli 89 3 Madaniyyah Syahwat ✔
‘Imrān/ 3; 14 di dunia
13 Qs. al-Nisā’/ 92 4 Madaniyyah Syahwat ✔
4: 27 di dunia

Keterangan :
✔ : Ayat yang dibahas
 : Ayat yang tidak dibahas
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Syahwat memiliki arti keinginan terhadap perkara-perkara yang
nikmat. Keberadaan syahwat pada manusia merupakan fitrah yang Allah
berikan. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna
dengan dibekali beberapa potensi yang Allah berikan berupa Hajatul
‘Uḍawiyyah (kebutuhan jasmani), gharīzah (naluri), ‘aql (akal), dengan
ketiga potensi tersebut manusia dapat menjalani dan mempertahankan
kehidupan mereka.
Syahwat di dunia di kalangan masyarakat sering memiliki konotasi
negatif, di sini penulis membahas tentang syahwat di dunia menurut al-
Qur’an. Penulis membahas enam ayat tentang syahwat di antaranya: Qs.
Ali Imrān/ 3: 14, Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55, Qs. al-Naḥl/ 16:
57, Qs. al-Nisā’/ 4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa
bagian, di antaranya:
1. Di dalam al-Qur’an disebutkan beberapa macam syahwat di dunia,
seperti kecintaan atau keinginan terhadap perempuan, anak-anak, harta
benda, emas dan perak, hewan ternak, lahan pertanian, keinginan
terhadap sesama jenis dan keinginan orang-orang yang sesat.
2. Merujuk kepada istilah syahwat yang dijelaskan oleh al-Aṣfahānī,
tidak semua syahwat di dunia termasuk syahwat kaẓibah (negatif) dan
sebaliknya, tidak semua syahwat termasuk syahwat ṣadiqah. Syahwat
akan menjadi ṣadiqah (positif) apabila dapat dikendalikan dengan baik
sesuai dengan syariat Allah yaitu iman dan amal saleh. Sebaliknya,
jika syahwat tersebut tidak dapat dikendalikan dengan baik maka ia
akan menjadi syahwat kaẓibah (negatif) yang condong kepada al-

86
87

Hawa (hawa nafsu yang negatif) yang dapat menjadikan manusia jatuh
kepada jurang kesesatan.
B. Saran
BahwasaṢānya penelitian ini merupakan cabang ilmu al-Qur’an
yang membantu manusia untuk memahami al-Qur’an secara komprehensif
dengan menelusuri makna dalam al-Qur’an, dengan tujuan untuk
membentuk kita agar menghindari paham yang parsial. Maka penulis
menyarankan sebagai kelanjutan dari studi penelitian ini untuk membahas
lebih luas mengenai gambaran dan perbedaan antara syahwat, nafsu dan
al-hawa dalam bahasa Arab (al-Qur’an) dan bahasa Indonesia. Penelitian
ini hanya membahas syahwat menurut arti bahasa Arab yang disandarkan
kepada gambaran syahwat di dunia. Kajian ini merupakan tinjauan awal
untuk mengembangkan khazanah ilmu tafsir dan menghidupkan kembali
nilai-nilai al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Abdurrahman, Hafizh. Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Bogor: al-
Azhar Press. 2019.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 1995.
al-Aṣfahānī, Al-Rāgib. Kamus al-Qur’an. Jilid 2. Penerj. Ahmad Zaini
Dahlan. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id. 2017.
_______. Kamus al-Qur’an. Jilid 3. Penerj. Ahmad Zaini Dahlan. Depok:
Pustaka Khazanah Fawa’id. 2017.
Baidan, Nashruddin dan Erwati Aziz. Metodologi Khusus Penelitian
Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2019.
Bāqī, Muḥammad Fu’ād ‘Abdul. al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-
Qur’ān al-Karīm. Kairo: Dār al-Ḥadīs.1996.
al-Bukhārī, Imām. Ṣaḥīh al –Bukhārī. Kairo: Dār al-Jauzī. 2010.
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Jilid 2. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 3.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 5.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 6.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 7.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 8.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

88
89

al-Farmāwī, Abdul Ḥayy. Metode Tafsir Maudhu‘i dan Cara


Penerapannya. Penerj. Suryan A. Jamrah. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 1994.
al-Himṣi, Muḥammad Ḥasan. Mufradāt al-Qur’ān, Tafsīr wal Bayān.
Beirut: Dār al-Fikr, t.th).
Ismail, Muhammad. Refreshing Pemikiran Islam. Bangil: al-Izzah. 2004.
Kaṣīr, Ibnu. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aḍīm. Beirut: Dār Ibnu Ḥazm. 2000.
_______. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm. Jilid 8. Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Alamiyah. 1998.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Progresif. 2002.
Muslim, Imām. Ṣaḥīh Muslim. Kairo: Dār Ibnu al-Jauzī, 2016.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta:
Idea Press Yogyakarta. 2014.
al-Nabhani, Taqiyuddin. Peraturan Hidup dalam Islam. Penerj. Abu
Amin. Jakarta: HTI Press, 2016.
_______. Sistem Pergaulan dalam Islam (Edisi Mu'tamadah) Penerj. M.
Nashir, dkk. Jakarta: HTI Press, 2012.
Nawāwī, Imām, Ṣaḥih Muslim bi Syarḥ al-Nawāwī, Jilid 18, t.k: t.p, 1929.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Qudamah, Ibnu. Minhajul Qashidin: Jalan Orang-orang yang Mendapat
Petunjuk. Penerj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Kautsar, 1997.
Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.
Rodhi, Muhammad Muhsin. Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam
Mendirikan Negara Khilafah. Penerj. Muhammad Bajuri, Romli
Abu Wafa. Bogor: al-Azhar press, 2012.
90

al-Sa‘dī, Abdurraḥman bin Nāṣir. Taisīr al-Karīm al-Raḥman fī Tafsīr


Kalam al-Mannan: Tafsīr al-Sa‘dī. Saudi: Dārussalām, 2002.
al-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir al-Qur’anul Majid al-
Nuur, Jilid 1. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
_______. Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur, Jilid 2. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000.
_______. Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur, Jilid 3. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000.
_______. Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur, Jilid 4. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000.
Shihab, M. Quraish. Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jilid 2.
Jakarta: Lentera Hati, 2007.
_______. Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jilid 3. Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
_______. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
Jilid 11. Jakarta: Lentera Hati, 2001.
al-Ṭabarī, Abu Ja‘far bin Jarīr. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 4. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007.
_______. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 5. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
_______. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 16. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
_______. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 18. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
_______. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 19. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
_______. Tafsīr Al-Ṭabarī. Jilid 20. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
Al-Tirmiżī. al-Jāmi‘ al-Kabīr. Jilid 4. Beirut: Dār al-Garab al-Islami,
1996.
al-Waḥidi, Abu al-Ḥasan Ali bin Aḥmad. Tafsīr al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitab
al-‘Azīz. Jilid 1. Beirut: Dār al-Syamiyah, 1990.
91

Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,


1990.
al-Zuḥailī, Wahbah. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj. Jilid 2.
Penerj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj. Jilid 3. Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj. Jilid 4. Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj, Jilid 7, Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj, Jilid 8, Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj, Jilid 10, Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2013.
_______. Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj. Jilid 12. Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013.

JURNAL, MAKALAH, SKRIPSI DAN TESIS


Adnir, Farid. “Syahwat dalam Al-Qur’an.” Tesis S2, Program
Pascasarjana, IAIN Sumatera Utara, 2014.
Asfara, Fiola dan Yuliana Sri Ventawati. ”Hakikat Manusia dan
Pendidikan.” Makalah Ilmu Pendidikan, IAIN Bukit Tinggi, 2018.
Ilyas, Muhammad. “Konsep Kepribadian Islam Menurut Taqiyuddin al-
Nabhani.” Jurnal Islamika. Vol. 2. No. 2. (2019): 132-143.
Marizal, Muhammad. Haris Sudibjo. “Potensi Kehidupan Manusia dalam
Perspektif Psikologi Islam.” Jurnal Psikobuletin: Buletin Ilmiah
Psikologi. Vol. 1. No. 1. (Januari, 2020): 38-50.
92

Murtianingsih, Eti. Syahwat di Surga dalam Perspektif al-Qur’an (Kajian


Tafsir Tematik). Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN
Surakarta. 2019.
Pane, Ulya Hikmah Sitorus. “Syahwat Dalam Al-Qur’an.” Jurnal
Kontemplasi. Vol. 04. No. 02. (Desember 2016): 385-402.
Rezi, Muhammad dan Muhammad Zubir. “Seksualitas dalam Al-Qur’an
(Tinjauan Deskriptif Analitis Ayat-ayat Al-Qur’an.” Humanisma:
Journal of Gender Studies, Vol. 1, No, 1, (Januari-Juni 2017): 47-
60.
Rindiani, Ani. dkk. “Maksud dan Tujuan Penciptaan Makhluk (Khāliqul
Basyar) Sebagai Landasan Religius Tujuan Pendidikan Islam.”
Jurnal Menata. Vol. IV. No. 1. (Januari – Juni 2021): 41-63.
Romli, Mohamad Guntur, “Ayat-ayat Syahwat Sejarah Seksualitas dalam
Islam.” (Jurnal Perempuan, 2008).
Sari, Tri Arum. “Fitrah Manusia Menurut Surat al-Rum Ayat 30 dalam
Tafsir Ibnu Katsir dan Relevansinya Terhadap Tujuan Pendidikan
Islam”. Skripsi 1, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN
Ponorogo, 2018.
Satriadi, Inong. “Tujuan penciptaan manusia dan Nilai Edukasinya (Kajian
Tafsir Tematis).” Jurnal Ta’dib. Vol. 12. No. 1. (Juni 2009): 33-42.
Tarmizi, Abdul Halim, “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir al-Tahrir
wa al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur)” Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin,
UIN Syarif Hidayatullah, 2017.

ARTIKEL.
El Garuty, Muhammad. “Dunia dalam Pandangan Islam, 2008.”
http://muhammadelgaruty.blogspot.com/2008/07/dunia-dalam-
93

pandangan-islam_06.html?m=1. Diakses pada 18 Februari, 2022,


13.40.
Guntoro, “Potensi Hidup Manusia (Kebutuhan Jasmani, Naluri dan
Akal).” https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/17/10/17/oxyg50313-3-unsur-penciptaan-manusia.
Diakses pada 14 Februari, 2022, 09.50.
Hariyanto, Muhsin. “Manajemen Syahwat.” (Dosen FAI-UM,
Yogyakarta).
Hariyanto, Muhsin. “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an.”
Kajian Tafsir al-Qur’an. Yogyakarta. 2007.
Ibrahim, Adzikra. “Pengertian Potensi dan Jenis-Jenisnya.”
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-potensi-dan-jenis-
jenisnya/. Diakses pada 04 April, 2022, 11.05.
Indonesia Student, “6 Pengertian Potensi Menurut Para Ahli, Jenis dan
Contohnya,” https://www.indonesiastudents.com/pengertian-
potensi-menurut-para-ahli/. 2022. Diakses pada 04 April, 2022,
11.30.
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Potensi. Diakses pada 04
April, 2022, 10.30.
Sasongko, Agus. “Infografis 3 Unsur Penciptaan Manusia Menurut al-
Qur’an”
https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/qjmfd3318,
Diakses pada 11 Februari, 2022, 13.40.
Syauqi, Akhmad. “5 Karakteristik (Sifat-sifat) Kehidupan Dunia Menurut
al-Qur’an dan al-Hadis.”
http://islamrahmatanweb.blogspot.com/2017/01/5-karakteristik-
kehidupan-dunia.html?m=1. Diakses, 04 Februari, 2021, 08.15.
94

Widaningsih, “Inilah Faedah Syahwat dan Cara Pengendaliannya, 2020.”


https://kalam.sindonews.com/read/150244/72/inilah-faedah-
syahwat-dan-cara-mengendalikannya-1598918954. Diakses, 8
Februari, 2022, 09.32.

Anda mungkin juga menyukai