(STUDI TEMATIK)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Zein Fuady
11180340000023
FAKULTAS USHULUDDIN
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/ 2022 M
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYAHWAT DI DUNIA
(STUDI TEMATIK)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Zein Fuady
NIM. 11180340000023
Pembimbing
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Pembimbing,
Zein Fuady
NIM. 11180340000023
vii
viii
ABSTRAK
ix
x
KATA PENGANTAR
Bersyukur kepada Allah yang Maha Kuasa dengan mengucapkan
alḥamdulillāhirabbil ‘ālamīn atas segala karunia yang Allah SWT berikan
kepada penulis. Berupa kesempatan dan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya, shalawat dan
salam kepada Rasulullah SAW dengan mengucapkan allāhumma ṣallī
‘alā sayyidinā muḥammad beliau merupakan suri teladan yang harus
dijadikan contoh dalam segala aspek kehidupan. Mudah-mudahan Allah
mempertemukan kita dengan kekasih-Nya di akhirat kelak, āmīn yā rabbal
‘ālamīn.
Alḥamdulillāh skripsi yang berjudul “Penafsiran Ayat-ayat Syahwat
di Dunia (Studi Tematik)” dapat penulis selesaikan dengan baik dan
banyak pihak yang membantu dalam penyelesaiannya, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, baik materiil maupun non
materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan syukur dan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Prodi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir, serta Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH,
selaku Sekretaris Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku Dosen
Pembimbing yang membimbing dan banyak memberikan
masukan dan saran serta memberi motivasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
xi
xii
Zein Fuady
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf
Latin dapat dilihat pada halaman berikut:
ب b be
ت t te
ج j je
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
xv
xvi
غ g ge
ف f ef
ق q qi
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ’ apostrof
ي y ye
َا a fatḥah
َا i kasrah
َا u ḍammah
ىي ai a dan i
َىو au a dan u
Contoh :
Contoh:
xviii
ََمات : māta
رمى : ramā
ََقيل : qīla
ََيموت : yamūtu
4. Ta marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah
yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah dan ḍammah,
transliterasinya adalah [t]. sedangkan ta marbūṭah yang mati atau
mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti
oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua
kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha
(h). contoh:
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata
sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al). ketentuan yang
sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang
didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks
maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK dan DR). Contoh:
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī
Abū Naṣr al-Farābī
Al- Munqiẓ min al-Ḍalāl
Al-Gazālī
xxii
DAFTAR ISI
xxiii
xxiv
B. Saran .............................................................................................. 86
xxv
xxvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di kalangan masyarakat sering dijumpai hal-hal yang berkonotasi
negatif, seperti iklan di koran yang menampilkan satu produk obat kuat
untuk meningkatkan syahwat ketika melakukan hubungan suami-istri.
Selain itu, sering juga dijumpai ketika menjelang tahun-tahun politik,
begitu banyak orang yang memiliki syahwat politik yang kuat, seperti
ingin menjadi kepala desa, bupati, gubernur, anggota dewan perwakilan
rakyat (DPR), presiden dan lain sebagainya. Namun tidak sedikit dari
mereka untuk memenuhi kebutuhan syahwat politik, mereka rela
melakukan segala cara untuk memenuhi keinginan mereka seperti
melakukan money politik, menyebarkan ujaran kebencian. Sehingga di
kalangan masyarakat hal yang berkaitan dengan syahwat merupakan hal
yang memiliki konotasi negatif.
Sehingga kata syahwat terkadang diartikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pun mendefinisikan kata syahwat dengan konotasi yang negatif.
Seperti yang terdapat pada KBBI, syahwat didefinisikan dengan nafsu atau
keinginan bersetubuh, keberahian.1 Sedangkan nafsu ialah keinginan,
kecenderungan atau dorongan hati yang kuat.2
Syahwat dalam al-Qur’an memiliki makna yang lebih luas dari
bahasa Indonesia makna syahwat dalam al-Qur’an tidak hanya sebatas
pada ranah keinginan seksual saja, seperti makna dalam bahasa Indonesia.
Secara tematis ada tiga tema yang berbicara mengenai syahwat dalam al-
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1576.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1062.
1
2
3
Eti Murtianingsih, “Syahwat di Surga dalam Perspektif al-Qur’an (kajian Tafsir
Tematik)” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta, 2019), 1.
4
Farid Adnir, “Syahwat dalam Al-Qur’an” (Tesis S2, Program Pascasarjana, IAIN
Sumatera Utara, 2014), 1.
3
5
Farid Adnir, “Syahwat dalam Al-Qur’an”, 1.
6
Ulya Hikmah Sitorus Pane, “Syahwat Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02, (Desember 2016), 385-387.
4
terdapat pada Qs. al-A‘rāf/ 7: 81 dan Qs. al-Naml/ 27: 55, dalam bentuk
kata benda (isim) jama‘ ( )الشهواتterdapat pada Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14,
Anbiyā’/ 21: 102, bentuk kata ( )تشتهىterdapat pada Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31,
bentuk kata ( )تشتهيهterdapat dalam Qs. al-Zukhruf/ 43: 71, bentuk kata
( )يشتهونterdapat dalam Qs. al-Naḥl/ 16: 51, Qs. Sabā’/ 34: 54, Qs. al-
Ṭūr/ 52: 22, al-Wāqi‘ah/ 56: 21 dan Qs. al-Mursalāt/ 77: 42.8
7
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 2, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 420.
8
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an” (Kajian
Tafsir al-Qur’an, Yogyakarta, 2007), 1.
5
keinginan yang mereka inginkan di dunia, (Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. Sabā’/
34: 54).9
meliputi wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas,
perak dan kuda, hewan ternak dan lahan pertanian serta segala macam
harta benda dunia lainnya (Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14). ( )الشهواتjuga
bermakna kemauan kemauan yang terdapat pada diri manusia (Qs. al-
makna “nafsu syahwat” atau “birahi”, seperti kaum Nabi Lūṭ mereka
perempuan (Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55). Menurut al-
pasangan. 10
Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55, Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. al-Nisā’/
9
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 3 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 937.
10
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 3, 937.
11
Muḥammad Fu’ād ‘Abdul Bāqī, al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur’ān al-
Karīm (Kairo: Dār al-Ḥadīs,1364), 390-391.
6
di surga, satu ayat mengenai syahwat neraka dan enam ayat mengenai
syahwat di dunia. Sehingga pada penelitian ini penulis memberi
pembatasan masalah pada enam ayat mengenai syahwat di dunia di
antaranya: Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55,
Qs. al-Naḥl/ 16: 57, Qs. al-Nisā’/ 4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59. Penelitian ini
memakai kajian tematik (mauḍū‘ī) dengan menggunakan beberapa kitab
tafsir.
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana
penafsiran ayat-ayat syahwat di dunia?”
D. Tujuan dan Manfaat
Begitu banyak pandangan yang negatif tentang syahwat di kalangan
masyarakat, pandangan tersebut sejalan dengan pengertian syahwat di
dalam KBBI. Padahal makna syahwat di dalam al-Qur’an (bahasa Arab)
lebih luas dari bahasa Indonesia. Maka dari itu penulis ingin mengkaji
penafsiran ayat-ayat syahwat di dunia yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan mendapatkan
manfaat, di antaranya berupa manfaat ilmiah untuk memperkaya khazanah
pengetahuan khususnya di bidang tafsir, kemudian manfaat di kalangan
masyarakat ialah untuk menambah wawasan dan pengetahuan, bahwa
tidak semua syahwat di dunia ini memiliki konotasi yang negatif seperti
yang diasumsikan oleh kebanyakan masyarakat awam.
E. Kajian Terdahulu
Penulis memaparkan beberapa penelitian yang mengkaji tentang
syahwat, di antaranya ialah:
1. Hand Out, Kajian Tafsir al-Qur’an/ PDM Kota Yogyakarta karya
Muhsin Hariyanto berjudul Pengendalian Syahwat dalam Perspektif
al-Qur’an, (2007). Tulisan ini hanya membahas tentang sebatas
bagaimana cara mengendalikan syahwat, dengan menimbang realitas
8
12
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an” (Hand
Out Kajian Tafsir Al-Qur’an, Yogyakarta, 2007).
13
Mohamad Guntur Romli, “Ayat-ayat Syahwat Sejarah Seksualitas dalam Islam”
(Jurnal Perempuan, 2008).
14
Farid Adnir, “Syahwat Dalam Al-Qur’an” (Tesis S2, Program Pascasarjana,
IAIN Sumatera Utara, 2014).
9
Dalam tulisan ini juga membahas terkait term (kata) seksualitas yang
15
Ulya Hikmah Sitorus Pane¸ “Syahwat dalam al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02, (Desember 2016): 385-402.
16
Abdul Halim Tarmizi, “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir al-Tahrir wa al-
Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur)”( Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah,
2017).
17
Muhammad Rezi dan Muhammad Zubir, “Seksualitas dalam Al-Qur’an
(Tinjauan Deskriptif Analitis Ayat-ayat Al-Qur’an),” Humanisma: Journal of Gender
Studies, Vol. 1, No, 1, (Januari-Juni 2017): 47-60.
10
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research), ialah dengan mencari referensi yang berkaitan terhadap
pembahasan yaitu tentang ayat-ayat syahwat di dunia. Semuanya berasal
dari sumber-sumber kepustakaan (literatur), seperti kitab tafsir baik klasik
maupun kontemporer, kitab hadis dan lain-lain. Data yang telah diperoleh
bisa dijadikan bahan baku penelitian, sehingga tidak sulit dalam
mengerjakan analisis guna memperoleh kesimpulan yang merupakan hasil
penelitian. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak membutuhkan data lapangan
karena data yang ingin diperoleh merupakan pemikiran, konsep atau teori
yang dipaparkan oleh ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan yang tertuang
atau yang didapatkan dari karya-karya mereka.19
2. Sumber Data
18
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat” (Dosen FAI-UM, Yogyakarta).
19
Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2019), 152.
11
20
Tafsir mauḍū‘ī ialah menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai
maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan
menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
21
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: Idea
Press Yogyakarta, 2014), 58.
12
22
Abdul Ḥayy al-Farmāwī, Metode Tafsir Maudhu‘i dan Cara Penerapannya,
Penerj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), 45-46.
23
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 309.
24
Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, 70.
13
5. Teknik Penulisan
Adapun pedoman dalam teknis penulisan yang digunakan pada
skripsi ini berpedoman pada SK. Rektor 507 tahun 2017 tentang Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Transliterasi Arab Latin SKB 2 Menteri No. 158
tahun 1987 dan Penulisan Catatan Kaki dan Daftar Pustaka model
Turabian (Chicago 2) versi Program Studi IAT 2019 serta seluruh ayat
dan terjemahnya menggunakan Qur’an Kemenag in Word dan Terjemah
Kemenag 2019.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, di antaranya:
Bab pertama, terdiri dari pendahuluan mengenai latar belakang
menjelaskan tentang masalah yang melatar belakangi penelitian ini,
identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, kajian
terdahulu, metodologi dan sistematika penulisan.
Bab kedua, terdiri dari penjelasan mengenai pengertian syahwat
secara bahasa dan istilah, karakteristik kehidupan dunia, urgensi syahwat
dalam kehidupan dunia dan perbedaan syahwat dan hawa nafsu.
Bab ketiga, meliputi pembahasan mengenai manusia sebagai
makhluk berkehendak, unsur-unsur penciptaan manusia, potensi yang ada
pada diri manusia dan kehidupan dunia pada manusia
Bab keempat, terdiri dari penafsiran ayat-ayat tentang syahwat di
dunia. Meliputi ayat yang menggunakan term syahwat dan ayat yang tidak
menggunakan term syahwat dan analisis terhadap ayat-ayat syahwat di
dunia beserta tabel ayat-ayat syahwat.
Bab kelima, kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban
dari rumusan dan tujuan penelitian dan Saran menunjukkan wilayah
14
penelitian yang perlu pengembangan lebih jauh atau perlu diteliti lagi
setelah penelitian ini.
15
BAB II
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1576.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.
16
17
memperoleh sesuatu.3
Al-Rāgib al-Aṣfahānī menjelaskan bahwa “ ”شهاmerupakan akar
َّ (الsyahwat) ialah condongnya nafsu pada sesuatu
kata dari َ َشهوة
yang dia inginkan. Di dunia, syahwat terbagi dua macam, ṣadiqah
dan każibah. Pertama, Syahwah ṣadiqah (benar) ialah syahwat yang
dapat menyebabkan badan tersakiti (rusak) apabila tidak dipenuhi,
seperti nafsu makan ketika lapar, tidur ketika kantuk. Kedua,
Syahwah każibah (dusta), yaitu syahwat yang jika tidak dipenuhi,
badan tidak tersakiti. Terkadang sesuatu yang diinginkan ( )المشتهى
disebut dengan َشهوة. Dan terkadang potensi untuk menginginkan
sesuatu juga disebut dengan َشهوة.”4
Dalam al-Qur’an kata syahwat memiliki beberapa derivasi, yaitu
81 dan Qs. al-Naml/ 27: 55, dalam bentuk kata benda (isim) jama‘
( )الشهواتterdapat pada Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 14, Qs. al-Nisā’/ 4: 27 dan Qs.
Maryam/ 19: 29, sedangkan yang menggunakan bentuk kata kerja (fi‘il)
terdapat pada Qs. Fuṣṣilat/ 41: 31, bentuk kata ( )تشتهيهterdapat dalam Qs.
al-Zukhruf/ 43: 71, bentuk kata ( )يشتهونterdapat dalam Qs. al-Naḥl/ 16:
51, Qs. Sabā’/ 34: 54, Qs. al-Ṭūr/ 52: 22, Qs. al-Wāqi‘ah/ 56: 21 dan Qs.
al-Mursalāt/ 77:42.5
Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa makna terkait term syahwat,
sebagai berikut:
3
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990),
207.
4
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 2, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 420.
5
Muhsin Hariyanto, “Pengendalian Syahwat dalam Perspektif al-Qur’an (Kajian
Tafsir al-Qur’an” (Yogyakarta, 2007), 1.
18
6
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an : Kajian Kosakata, Jilid 3 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 937.
19
7
Ulya Hikmah Sitorus Pane, “Syahwat Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Kontemplasi,
Vol. 04, No. 02 (Desember 2016), 385-387.
8
Akhmad Syauqi, “5 Karakteristik (Sifat-sifat) Kehidupan Dunia Menurut al-
Qur’an dan al-Hadis,” http://islamrahmatanweb.blogspot.com/2017/01/5-karakteristik-
kehidupan-dunia.html?m=1, Diakses, 04 Februari, 2021, 08.15.
20
9
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 6 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 258-259.
21
ََوزيَنة َ ََّوتفاخرَ َبينكم َوتكاثرَ َفى َاْلموال ََّ اعلم ْٓوا َانَّما َالح ٰيوة َالدنيا َلعب َ َّولهو
َثَاعجبَالكفَّارَنباتهََث ََّمَيهَيجَفترَٰىهَمصف ًّراَث َّمَيَكونَحطا ًم ِۗا ٍ واْلوْل ِۗدَكمثلَغي
َللا َورَضوانَِۗوماَالَح ٰيوة َالدنيا َْٓاَ َّْل َمتاع َّ ىَاْلخرة َعذاب َشدي ٌۙد
َٰ َ َومغفرة َمن ٰ وف
ََالغرور
”Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan,
kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara
kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak
keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang
tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu
lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras
serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi
orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan dunia seperti permainan,
manusia saling berlomba-lomba untuk membangga-banggakan harta dan
kekayaan mereka, keturunan mereka, bahkan kedudukan yang mereka
peroleh dan miliki. Mereka tidak mengetahui bahwa hal tersebut bagaikan
permainan dan tidak memiliki nilai di sisi Allah SWT.
Mengenai ayat ini Ibnu Kaṡīr memberikan sebuah perumpamaan
bahwa manusia itu sama seperti tanaman yang awalnya tumbuh subur dan
akhirnya tanaman itu kelihatan kuning dan kering, kemudian menjadi
hancur. Demikianlah kehidupan dunia, awalnya terlihat muda, lalu
berkembang menjadi dewasa dan menjadi tua, akhirnya wafat. Begitu juga
manusia pada usia mudanya, ia kelihatan segar, berisi dan hebat
penampilannya. Lalu secara perlahan-lahan menjadi tua dan wataknya
22
10
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jilid 8 (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Alamiyah, 1998), 58.
11
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2, 91.
23
َ ً ىَوْلََتظلمونََفتي
َل ٰ قلَمتاعَالدنياَقلي ٌۚلَو
َِۗ اْلخرةَخيرَلمنَاَت َّ ٰق
”Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanyalah sedikit, sedangkan
akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa dan kamu tidak akan
dizalimi sedikit pun.”
Pada ayat di atas, disebutkan suatu perbandingan antara dunia dan
akhirat, Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada
manusia, bahwa kenikmatan dan kelezatan dunia hanyalah sedikit apabila
dibandingkan dengan kenikmatan di akhirat yang tidak terbatas.
Kenikmatan tersebut diperuntukkan kepada orang yang bertakwa yaitu
mereka yang hatinya bersih dari perbuatan syirik dan akhlak tercela. Dan
tidak pernah Allah menzalimi dan merugikan manusia, mereka akan
memperoleh ganjaran sesuai dengan perbuatan yang mereka kerjakan. 12
Bahkan dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imām Muslim bahwa
kenikmatan dunia ini bagaikan setetes air di lautan. Rasulullah SAW
bersabda:
َ–َوهللاَماَالدنياَفيَاآلخرةَإ َّْلَمثلَماَيجعلَأحدكمَإصبعهَهذه
13 َّ وأشارَيحيىَبال
.ََفيَاليمَفلينظرَبمَيرجع-َشبابة
“Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali
seperti sesuatu yang dijadikan oleh jari salah seorang di antara
kalian – Yahya berisyarat dengan jari telunjuk di laut – maka
perhatikanlah apa yang ia bawa.” (HR. Muslim no. 2858)
Dalam Qs. Ᾱli ‘Imrān/ 3: 133 Allah menerangkan bahwa orang-
orang yang bertakwa kelak akan memperoleh kenikmatan yang luas seluas
bumi dan langit.
12
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2, 281.
13
Imām Muslim, Ṣaḥīh Muslim (Kairo: Dār Ibnu al-Jauzī, 2006), 666
24
ََوَجنَّة،َالدنياَسجنَالمؤمن:َقالَرسولَهللاَﷺ:َعنَأبىَهريرةَقال
14
.الكافَر
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Kehidupan dunia adalah penjara bagi orang Mukmin dan surga bagi
orang Kafir” (HR. Muslim no. 2956)
Imām Nawāwī menjelaskan makna hadis di atas, “di dunia seorang
mukmin dipenjara dan dilarang dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-
syahwat yang diharamkan dan dibenci. Mereka diberi beban untuk
mengerjakan ketaatan-ketaatan yang dirasa berat. Apabila mereka wafat
maka mereka akan istirahat dari perkara tersebut dan ia akan kembali
kepada apa yang telah Allah janjikan yaitu kenikmatan yang abadi dan
kelapangan yang bersih dari kekurangan. Adapun orang kafir, mereka
hanya memperoleh kesenangan dunia yang mereka dapatkan, kesenangan
tersebut hanya sedikit dan bercampur dengan kesusahan dan kesengsaraan.
Apabila ia meninggal, ia akan pergi kepada siksaan yang kekal abadi dan
menderita selama-lamanya. 15
C. Urgensi Syahwat dalam Kehidupan Dunia
Allah SWT menciptakan manusia dengan dikaruniai syahwat yang
kemudian menjadi sesuatu yang diinginkan. Terkadang syahwat sering
dikonotasikan kepada perkara yang negatif, terutama mengenai hawa
nafsu yang berlebihan. Menurut Abu Ismail Muslim al-Atsari, Allah
menyertakan syahwat dalam penciptaan manusia dan tidak ada yang sia-
sia karena di dalam syahwat terdapat faedah dan manfaat. Salah satu
contohnya adalah apabila manusia tidak mempunyai syahwat (keinginan)
untuk makan dan ia tidak makan, sehingga dapat menyebabkan dirinya
sakit dan binasa. Demikian juga manusia apabila tidak mempunyai
14
Imam Muslim, Ṣahīh Muslim, 688.
15
Imām Nawāwī, Ṣaḥīh Muslim bi Syarḥ al-Nawāwī, Jilid 18 (t.k: t.p, 1929), 93.
26
syahwat kepada lawan jenis, maka nasab keturunan dapat terputus atau
punah. 16
Dengan demikian, keberadaan syahwat dalam diri manusia tidaklah
tercela. Ia menjadi tercela apabila manusia melewati batas terhadap
pemenuhan syahwatnya. Karena sebagian manusia memahami bahwa
syahwat yang ada pada manusia merupakan perkara yang tercela, sehingga
mereka berusaha meninggalkan semuanya yang sebenarnya diinginkan
oleh jiwanya.
D. Perbedaan Syahwat dan Hawa Nafsu
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas bahwa syahwat
merupakan kodrat manusia yang berperan penting dalam menggerakkan
perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau merasa haus
perilakunya pasti perilaku yang mengarah kepada tempat makan dan
minuman berada, ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya
perilaku yang mengarah ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang
mendominasi pasti perbuatannya akan selalu mengarah pada perkara-
perkara yang memberi kesenangan seksualitas. Perbuatan manusia sangat
didominasi oleh syahwat yang mendominasi pada diri seseorang, seperti
syahwat politik, seks, harta benda, kenikmatan dan lain sebagainya.
Syahwat terkadang memiliki kepribadian, seperti yang dimiliki oleh anak
kecil, apabila dilepas ia akan bisa mengerjakan apa saja tanpa terkontrol.
Syahwat yang dituruti ia dapat mendorong seseorang atau masyarakat
untuk mengadopsi gaya hidup yang memikirkan kepuasan serta
kesenangan pribadi (hedonis). Mengenai perbedaan antara syahwat dengan
hawa nafsu akan penulisan jelaskan pada bagian ini.
16
Widaningsih, “Inilah Faedah Syahwat dan Cara Pengendaliannya, 2020”
https://kalam.sindonews.com/read/150244/72/inilah-faedah-syahwat-dan-cara-
mengendalikannya-1598918954, Diakses, 8 Februari, 2022, 09.32.
27
bahasa berasal dari bahasa Arab ( نفسnafs) yang berarti jiwa, jasad, ruh,
orang, diri sendiri, semangat, kehendak dan hasrat.18 Kata nafs dengan
kali disebutkan dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri. 19 Dalam al-Qur’an
nafs dan jamaknya anfus dan nufus, diartikan sebagai jiwa (soul), pribadi
(person), diri (self atau selves), hidup (life), hati (heart), atau fikiran
antaranya:21
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas bahwa syahwat
merupakan kodrat manusia yang berperan penting dalam menggerakkan
perilaku manusia. Ketika seseorang merasa lapar atau merasa haus
perilakunya pasti perilaku yang mengarah kepada tempat makan dan
minuman berada, ketika seseorang merasa kantuk pasti perilakunya
perilaku yang mengarah ke tempat tidur. Jika hasrat seksual yang
mendominasi pasti perbuatannya akan selalu mengarah pada perkara-
perkara yang memberi kesenangan seksualitas. Perbuatan manusia sangat
didominasi oleh syahwat yang mendominasi pada diri seseorang, seperti
17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.
18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Progresif, 2002), 1446.
19
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 691.
20
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 250.
21
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2, 691-692.
28
berasal dari bahasa Arab ( نفسnafs) yang berarti jiwa, jasad, ruh, orang,
diri sendiri, semangat, kehendak dan hasrat.23 Kata nafs dengan segala
disebutkan dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri. 24 Dalam al-Qur’an nafs
dan jamaknya anfus dan nufus, diartikan sebagai jiwa (soul), pribadi
(person), diri (self atau selves), hidup (life), hati (heart), atau fikiran
antaranya:26
a. Hati yang merupakan sebuah komponen penting pada diri manusia,
Qs. al-Isrā’/ 17: 25.
22
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
1062.
23
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Progresif, 2002), 1446.
24
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 691.
25
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 250.
26
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2, 691-692.
29
27
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 , 692.
30
28
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, 251.
29
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 515.
30
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Kamus al-Qur’an, Jilid 3, Penerj. Ahmad Zaini Dahlan
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 897.
31
َشي ٰطن َفكان َمن َالغاوين َّ ي َٰاتي ٰنه َٰا ٰيتناَفانَسلخَ َمنَهاَفاتبَعه َال
ْٓ واتل َعليهم َنبا َالَّذ
ٌۚ ولو َشئناَلرفع ٰنه َبهاَو ٰلكنَّ ْٓه َاخلد َالىَاْلَرض َوَاتَّبع َهَ ٰو
َىه َفمثله َكمَثل َالكل ٌۚب َان
ٰ تحملَ َعليه َيلهث َاو َتتركه َيله ِۗث
ََذلك َمَثلَ َالقَوم َالَّذيَن َكذَّبوا َب ٰا ٰيتَن ٌۚا َفاقصص
ََالقصصَلعلَّهمَيتف َّكرون
“Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka (tentang) berita
orang yang telah Kami anugerahkan ayat-ayat Kami kepadanya.
Kemudian, dia melepaskan diri dari (ayat-ayat) itu, lalu setan
mengikutinya (dan terus menggodanya) sehingga dia termasuk
orang yang sesat. Seandainya Kami menghendaki, niscaya Kami
tinggikan (derajat)-nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung
pada dunia dan mengikuti hawa nafsunya. Maka, perumpamaannya
seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, ia menjulurkan lidahnya
dan jika kamu membiarkannya, dia menjulurkan lidahnya (juga).
Demikian itu adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka
berpikir.”
31
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, 252.
32
َفان َلَّم َيستجيبوا َلَك َفاعلم َانَّما َيتَّبعَونَ َاهوَ ۤاءه ِۗم َوَمن َاضل َم َّمن َاتَّبع َه ٰوىه
َََࣖللاَْلَيهدىَالقوَمَالظٰلَمين
ٰ َللاَِۗا َّن
ٰ بغيرَهدًىَمن
32
Abu al-Ḥasan Ali bin Aḥmad al-Waḥidi, Tafsīr al-Waīz fī Tafsīr al-Kitab al-
‘Azīz, Jilid 1 (Beirut: Dār al-Syamiyah, 1990), 421-422.
33
33
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 307-308.
34
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 307.
34
َواصَبر َنفسك َمع َالَّذين َيدعون َربَّهم َبالغ ٰدوة َوالعشي َيَريدون َوجهه َوَْل َتعد
َعي ٰنك َعنه ٌۚم َتريد َزينة َالح ٰيوة َالدني ٌۚا َوَْل َتَطع َمَن َاغفلَناَقلبه َعن َذكَرناَواتَّبع
ً ه ٰوىهَوكانَامَرهَفر
َ طا
“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang
menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap
keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati
batas.”
Dalam ayat ini, Rasulullah diperintahkan oleh Allah agar bersabar
dan menahan diri untuk tidak pergi meninggalkan sahabat yang tekun
beribadah yang sedang duduk bersama beliau. Para sahabat tersebut hidup
dalam kesederhanaan yang tidak terlena dengan kenikmatan dunia dan
mereka hanya mengharap keridaan Allah. Para sahabat yang duduk
bersama Rasulullah, yaitu: ‘Ammar bin ‘Ammar bin Yasīr, Bilāl, Ibnu
Mas‘ūd dan para sahabat lainnya.
Sikap kaum musyrik kepada para sahabat Nabi yang hidup dalam
kesederhanaan tidak jauh berbeda dengan sikap kaum Nūh terhadap
pengikut Nabi Nūh, sebagaimana firman Allah: “mereka berkata, “apakah
kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikut orang-orang
yang hina?” (Qs. al-Syu‘ara/ 26: 111).
Rasulullah tidak mengindahkan sikap orang musyrik tersebut. Allah
Para memberikan peringatan kepada beliau agar tidak meninggalkan para
sahabat, karena didorong oleh kepentingan dunia atau ada harapan
keimanan orang yang kaya dari kaum musyrik. Para sahabat rasul
merupakan orang yang hatinya ikhlas tidak memikirkan kelezatan hidup
dunia dan memilih jalan hidup yang sederhana semata-mata mencari
35
َ.َللَالَّذيَجعلَفيَأ َّمتيَمنَأمرنيَأنَأصبرَنفسيَمعهم
َّ الحمد
)(رواهَابنَجريرَالطبريَوَالطبرانيَوَابنَمردويه
“Segala puji bagi Allah yang telah menghadirkan di kalangan
umatku orang-orang yang aku perintahkan untuk sabar menahan
diriku bersama mereka.” (Riwayat Ibnu Jarīr Al-Ṭabarī, al-Ṭabrānī
dan Ibnu Mardawaih). 35
ٰ بل َاتَّبع َالَّذين َظلم ْٓواَاهو ۤاءهم َبغير َعَل ٍَِۗم َفمَن َيَّهديَ َمن َاض َّل
ََللاَِۗوماَلهم َمَن
ََنٰصرين
“Akan tetapi, orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya
tanpa (berdasarkan) ilmu. Maka, siapakah yang dapat memberi
petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah?37 Tidak ada
seorang penolong pun bagi mereka.”
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa karena kebodohan dan
kejahilan kaum musyrik mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka
tidak memperhatikan petunjuk yang jelas di hadapan mereka. Orang-orang
35
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, 602-603.
36
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, 603.
37
Lihat cacatan kaki surah al-Baqarah/2: 26.
36
َٰيداود َانَّا َجعل ٰنك َخليفةً َفى َاْلرض َفاحكمَ َبيَن َالنَّاس َبالَحق َوْل َتتَّبع َاله ٰوى
َٰ َللاَِۗا َّن َالَّذين َيضلونَ َعَن َسبَيل
ََللا َلهمَعذاب َشديَدَبماَنسوا ٰ فيضلَّك َعن َسبيل
ََࣖيومَالحساب
“(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah
mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
Perhitungan.”
Allah menjelaskan tujuan pengangkatan Nabi Daud yaitu sebagai
penguasa dan hakim di kalangan rakyatnya. Allah juga memerintahkan
beliau untuk memutuskan suatu perkara yang terjadi di kalangan
masyarakatnya dengan memberi keputusan yang adil yang berpedoman
kepada wahyu yang Allah turunkan. Dalam wahyu terdapat hukum yang
mengatur kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, Nabi
Daud dilarang oleh Allah untuk mengikuti hawa nafsunya dalam
mengerjakan segala urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia.
Dan Allah juga menjelaskan akibat orang-orang yang memperturuti
hawa nafsu serta hukuman yang pantas mereka dapatkan, yaitu
38
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, 494.
37
39
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 8, 364.
40
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat” (Dosen FAI-UM Yogyakarta), 3.
41
Sesuai syariat yaitu dengan iman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh.
Seperti kisah Nabi Yūsuf yang dijelaskan pada Qs. Yūsuf/12: 24, bahwa beliau digoda
oleh istri raja yaitu Zulaikha, akan tetapi Nabi Yūsuf menolaknya disebabkan karena
keimanan yang kokoh kepada Allah SWT.
38
Akal sehat dan hati yang bersih juga dapat mengendalikan syahwat.
Karena akal dan hati merupakan motor penggerak perilaku manusia. Ada
beberapa cara pengendalian syahwat secara praktis, di antaranya: 43
1. Syahwat seksual dikendalikan dengan menikah, menutup aurat tubuh,
menjauhi pergaulan bebas, dan berpuasa (puasa mata, telinga dan
perut).
2. Pengendalian syahwat perut dikendalikan dengan tidak makan
berlebihan kecuali ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, di
samping melakukan puasa wajib dan sunah.
3. Syahwat kekayaan, pengendaliannya dilakukan dengan menggunakan
pola hidup yang sederhana dan kewajiban menunaikan zakat, berinfak
serta sedekah. Tidak setiap pola hidup sederhana identik dengan
miskin, sederhana ialah mengonsumsi sesuai kebutuhan pada
umumnya.
4. Syahwat politik dikendalikan dengan penekanan, bahwa hakikat
seorang pemimpin merupakan pelayan bagi orang-orang yang ia
pimpin (Sayyid al-Qaūm Khādimuhum). Politik ialah ladang
pengabdian, pemimpin ialah pejuang yang berpegang pada prinsip
untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan orang yang
dipimpin.
5. Syahwat gengsi dikendalikan dengan kesadaran akan fungsi sesuatu.
Misalkan mobil sebagai alat transportasi, rumah sebagai tempat
tinggal dan istirahat dan lain sebagainya.
42
Akhlak yaitu tingkah laku yang baik (akhlāq mażmūmah/ akhlak terpuji).
43
Muhsin Hariyanto, “Manajemen Syahwat,” 3-4.
39
BAB III
1
Fiola Asfara dan Yuliana Sri Ventawati, “Hakikat Manusia dan Pendidikan”
(Makalah Ilmu Pendidikan, IAIN Bukit Tinggi, 2018), 11.
40
41
َيَاحسنَتقوي ٍَم
ْٓ لقدَخلقناَاْلنسانَف
“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.”
Allah kemudian memberikan beberapa unsur dalam penciptaan
manusia sebagai pelengkap, seperti hawa nafsu untuk menguasai materiil,
moril dan seksual. Unsur pelengkap tersebut tidak dimiliki sepenuhnya
oleh makhluk lain kecuali manusia. Terdapat tiga unsur di dalam al-
Qur’an yang menjadi unsur pokok penciptaan manusia, di antaranya:2
1. Air
Air merupakan komponen dasar pada penciptaan manusia dan
makhluk lainnya yang berada di dunia. Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam Qs. al-Anbiyā’/ 21: 30, berikut:
َمنَنطف ِۗ ٍةَخلقهَفقدَّرَِۗه
2
Agus Sasongko, “Infografis 3 Unsur Penciptaan Manusia Menurut al-Qur’an,”
https://www.google.co.id/Zamp/s/m.republika.co.id/amp/qjmfd3318, Diakses pada 11
Februari, 2022, 13.40.
42
3
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Ażīm (Beirut: Dār Ibnu Ḥazm, 2000), 1961.
4
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Ażīm, 1292.
43
3. Ruh
Dalam proses penciptaan manusia, ruh dan jiwa merupakan bagian
yang paling akhir yang dipasangkan Allah ke dalam tubuh atau jasad
manusia berupa non materiil, hal ini dijelaskan dalam Qs. al-Sajadah/ 32:
7-9.
ٍَي َاحسن َك َّل َشيءٍ َخلقه َوبدا َخلق َاْلَنسَان َمَن َطي ٍن َثَ َّم َجعل َنسله َمَن َس ٰللة ْٓ الَّذ
َسمع َواْلبَصار َّ من َ َّم ۤاءٍ َ َّمهي ٍنٌَۚ َث َّم َس ٰوىه َونفخ َفيه َمن َرَوَحه َوَجعل َلكَم َال
ََواْلفـِٕد ِۗةَقلي ًلَ َّماَتشكرون
“(Dia juga) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian, Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian, Dia
menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam
(tubuh)-nya. Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani untukmu. Sedikit sekali kamu bersyukur.”
Pada ayat 7 dinyatakan bahwa manusia berasal dari tanah. Artinya
manusia diciptakan Allah dari tanah lalu anak cucu Adam diciptakan dari
saripati tanah yang didapat dari orang tuanya yang bersumber dari hewan
dan tumbuh-tumbuhan yang semuanya berasal dari tanah. Akan tetapi
pada ayat tersebut ditegaskan pada permulaannya saja Allah menciptakan
manusia dari tanah.5
Kemudian ayat selanjutnya menjelaskan bahwa keturunan manusia
diciptakan oleh Allah dari sperma (mani), yaitu air yang memancar dan
sedikit, yang berjumpa dengan sel telur dan hasilnya disebut dengan
nuṭfah.
Kemudian pada rahim perempuan, nuṭfah disempurnakan oleh Allah
sehingga berbentuk jasad (manusia). Selanjutnya, Allah meniupkan ruh ke
dalamnya, sehingga janin kecil dapat bergerak. Setelah tanda-tanda
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 584.
44
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya , Jilid 7, 584.
7
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Potensi, Diakses pada 04 April,
2022, 10.30.
8
Indonesia Student, “6 Pengertian Potensi Menurut Para Ahli, Jenis dan
Contohnya”, https://www.indonesiastudents.com/pengertian-potensi-menurut-para-ahli/,
2022, Diakses pada 04 April, 2022, 11.30.
9
Adzikra Ibrahim, “Pengertian Potensi dan Jenis-Jenisnya”,
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-potensi-dan-jenis-jenisnya/, Diakses pada 04
April, 2022, 11.05.
45
10
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam (Edisi Mu'tamadah),
Penerj. M. Nashir, dkk. (Jakarta: HTI Press, 2012), 21.
11
Guntoro, “Potensi Hidup Manusia (Kebutuhan Jasmani, Naluri dan Akal)”,
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/10/17/oxyg50313-3-
unsur-penciptaan-manusia. Diakses pada 14 Februari, 2022, 09.50.
12
Taqiyuddin al-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Penerj. Abu Amin
(Jakarta: HTI Press, 2016), 35.
46
dasar tidak terpenuhi dengan baik, maka struktur organ tubuh manusia
akan mengalami masalah dan dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan
kematian. Seperti contoh, ketika tubuh manusia kekurangan air, maka
dapat mempengaruhi organ tubuh manusia dan dapat menimbulkan
kerusakan dan penyakit.13
Sesungguhnya potensi pertama ini secara alamiah akan menuntut
pemuasan organ internal pada tubuh manusia, tanpa tanpa membutuhkan
rangsangan dari luar, meskipun rangsangan dari luar dapat
membangkitkan kebutuhan jasmani. Tuntutan pemuasan dari kebutuhan
jasmani tidak akan hilang pada saat kebutuhan jasmani itu menuntut
pemuasan. Bahkan tuntutan pemuasan tersebut jika tidak dipenuhi akan
terus ada sampai ia dipuaskan.14
Adapun ciri-cirinya rangsangannya berasal dari dalam diri internal
manusia manusia, jika tidak dipenuhi manusia akan mati. Contoh manusia
memiliki rasa lapar, haus, tidur, buang hajat dan sebagainya. Pada
kenyataannya ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka dapat
menyebabkan kehidupan manusia terancam mati.
2. Gharīzah (Naluri)
Gharīzah (naluri) atau insting ialah potensi dalam diri manusia yang
mendorongnya cenderung pada suatu benda atau cenderung untuk
melakukan suatu perbuatan dan perilaku. Semuanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan internal.
Naluri ialah potensi alamiah yang terdapat dalam diri manusia guna
menjaga serta melestarikan keberlangsungan hidupnya, untuk menjaga
jenis atau spesiesnya dan agar memperoleh petunjuk mengenai keberadaan
13
Hafizh Abdurrahman, Diskursus Islam Politik dan Spiritual (Bogor: al-Azhar
Press, 2019), 48.
14
Muhammad Ilyas, “Konsep Kepribadian Islam Menurut Taqiyuddin al-
Nabhani,” Jurnal Islamika, Vol. 2, No. 2, (2019), 137.
47
15
Muhammad Husain Abdullah, Mafahim Islamiyah (Bangil: al-Izzah, 2002), 14.
16
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, 21.
17
Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam
Mendirikan Negara Khilafah, Penerj. Muhammad Bajuri, Romli Abu Wafa (Bogor: al-
Azhar press, 2012), 226
48
sesama jenis dan dapat pula dipenuhi dengan binatang serta dapat dipenuhi
dengan sarana-sarana yang lainnya. Akan tetapi cara tersebut tidak dapat
mewujudkan tujuan diciptakannya naluri ini, melainkan hanya dengan satu
cara saja yaitu pemenuhan naluri ini oleh laki-laki dan perempuan atau
sebaliknya.18
c. Gharīzah al-tadayyun (Naluri beragama)
Gahrīzah al-tadayyun (naluri beragama) yang membangkitkan
naluri ini adalah berpikir tentang kekuasaan Allah sebagai Maha Pencipta,
tentang hari akhir atau segala yang berhubungan dengan hari akhir atau
menyaksikan keindahan ciptaan Allah di bumi dan di langit atau yang
berhubungan dengan hal tersebut. Adapun wujud atau gambaran
(manifestasi) dari naluri beragama ialah menyucikan serta tidak
menyekutukan Sang Maha Pencipta dengan sesuatu apa pun, meyakini
bahwa Allah yang mengatur segala sesuatu. Terkadang pentakdisan
(penyucian) tampak dengan wujud yang hakiki, sehingga menjadi ibadah,
dan ada kalanya tampak dengan wujud yang sangat sederhana terhadap
Sang Maha Pencipta berupa penghormatan dan pengagungan .19
Ketiga naluri di atas terdapat pada diri manusia secara fitrah, tanpa
diperoleh dengan proses belajar. Sebab, dorongan tersebut disebut dengan
dorongan naluriah atau instingtif. Dorongan yang dapat digunakan,
berdasarkan kebutuhan dan kematangan perkembangannya. 20
3. ‘Aql (akal)
Jika potensi hajatul ‘uḍawiyyah (pemenuhan kebutuhan) dan potensi
gahrīzah (naluri) terdapat pada setiap makhluk hidup baik manusia
maupun hewan. Maka potensi akal hanya diberikan Allah kepada manusia.
18
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, 22.
19
Muhammad Ismail, Refreshing Pemikiran Islam (Bangil: al-Izzah, 2004), 17-18.
20
Tri Arum Sari, “Fitrah Manusia Menurut Surat al-Rum Ayat 30 dalam Tafsir
Ibnu Katsir dan Relevansinya Terhadap Tujuan Pendidikan Islam” (Skripsi 1, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ponorogo, 2018), 36.
49
21
Muhammad Marizal, Haris Sudibjo, “Potensi Kehidupan Manusia dalam
Perspektif Psikologi Islam,” Jurnal Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, Vol. 1, No. 1
(Januari, 2020), 45.
22
Tri Arum Sari, “Fitrah Manusia Menurut”, 37.
50
َالكيسَمنَدَانَنفسهَوَعملَلماَبعدَالموتَوَالعاجزَمنَأتبعَنفسه
َّ هواهاَوتمنَّىَعل
.29.َىَللا
27
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur,
Jilid 4 (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3316.
28
Muhammad El Garuty, “Dunia dalam Pandangan Islam, 2008”.
http://muhammadelgaruty.blogspot.com/2008/07/dunia-dalam-pandangan-
islam_06.html?m=1, Diakses pada 18 Februari, 2022, 13.40.
29
Al-Tirmīẓī, al-Jāmi‘ al-Kabīr,Jilid 4 (Beirut: Dār Garab al-Islami, 1996), 246-
247.
53
ََالرجلَمؤمنًاَوَيمسَّ بادرواَباألعمالَفتنًاَكقطعَاللَّيلَالمظلمَيصبح
َكاف ًراَأوَيمسَكاف ًراَوَيصبحَمؤمنًاَوَيصبحَكاف ًراَيبيعَدينه
30
.ضَمنَالدنياٍ بعر
“Bersegeralah melakukan amalan saleh sebelum datang fitnah-fitnah
(musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang yang
pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan sore hari dalam
keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan
di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena
sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim No. 118)
Allah SWT berfirman dalam Qs. al-Taubah/ 9: 105:
30
Imām Muslim, shahihh Muslim (Kairo: Dār al-Jauzī, 2016), 38.
54
32
.َكلَيعملَلماَخلقَلهَأوَلماَيسَّرَله
31
Imām Muslim, Ṣāhīh Muslim, 622.
32
Imām al-Bukharī, Ṣāhīh al-Bukharī (Kairo: Dār al-Jauzī, 2010) , 779.
55
َت ٰبرك َالَّذي َبيده َالملك َوهو َع ٰلى َكل َشيءٍَ َقَدي ٌَۙرَۨالَّذيَ َخلق َالموت َوالَح ٰيوة
ِۗ ً ليبلوكمَايكمَاحسنَعم
َلَوهوَالعزيزَالغفو ٌَۙر
“Maha Berkah Zat yang menguasai (segala) kerajaan dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu, yaitu yang menciptakan kematian dan
kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
33
Imām al-Bukharī, Ṣāhīh al-Bukharī, 761.
34
Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin: Jalan Orang-orang yang Mendapat
Petunjuk, Penerj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Kautsar, 1997), 240.
57
menjadikan dunia tujuan utama. Karena dunia dapat menyihir siapa saja
yang berlama-lama bersamanya dan menjadikannya tujuan yang utama
dibandingkan akhirat.
BAB IV
ََشه ٰوت َمن َالنس ۤاء َوالبنَينَ َوالَقناطيرَ َالمقنطرة َمن َالذَّهب َّ زين َللنَّاس َحب َال
ٰ ََِۗوالفضَّة َوالخيل َالمس َّومة َواْلنعام َوالحَرث
ٰ َذلَك َمتاعَ َالح ٰيوة َالدنياَِۗو
َللا َعنده
ََحسنَالم ٰاب
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan
yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak
terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah
tempat kembali yang baik.”
a. Munāsabah ayat
1
Muḥammad Fu’ād Abdul Bāqī, al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fādz al-Qur’ān al-
Karīm (Kairo: Dār al-Ḥadīs, 1996), 390-391.
2
Berupa kenikmatan yang diinginkan oleh penghuni surga, seperti piring dan
gelas yang berbahan dasar emas dan perak, rumah mewah dan tinggi, wanita cantik, baju
berbahan dasar sutra, makanan dan minuman yang lezat, kasur dan bantal yang empuk
dan lain sebagainya. Semua kenikmatan tersebut sebagai balasan bagi orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah di surga. Allah memberikan apa yang mereka minta
dan apa yang diinginkan oleh mereka.
3
Syahwat penghuni neraka ialah mereka ingin kembali ke dunia untuk beriman
serta bertobat kepada Allah terhadap dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
58
59
4
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir: Akidah, Syariah & Manhaj, Jilid 2, Penerj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013), 199.
5
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid al-Nuur,
Jilid, 1 (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 539.
6
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul, Jilid 1, 540-541.
60
7
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul, Jilid 1, 542.
61
tandai dengan indah dan sejuk dipandang mata. Oleh sebab itu, kuda yang
paling bagus ialah kuda yang dipilih dan di beri tanda indah oleh Allah,
yaitu kuda yang digembala dan kuda yang dipersiapkan di jalan Allah. 10
“Hewan ternak dan sawah ladang” menurut al-Ṭabarī ada empat macam
binatang, yaitu kambing, domba, sapi dan unta yang diungkapkan dalam
ladang. Jadi, maknanya ayat di atas ialah “manusia dihiasi kecintaan yang
dimilikinya, seperti cinta kepada wanita, anak, binatang ternak serta sawah
atau ladang.”11
8
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Taisīr al-Karīm al-Raḥman fī Tafsīr Kalam al-
Mannan: Tafsīr al-Sa‘dī (Saudi: Dārussalām, 2002), 577-578.
9
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), 119.
10
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 134-135.
11
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 136-137.
62
untuk mewujudkan segala yang mereka inginkan, yang telah Allah hiasi
perintah-Nya. Dan hanya di sisi Allah tempat kembali yang baik, maka
َّ للاَيريدَانَيَّتوبَعليكمََِۗويريدَاَلَّذيَنَيَت َّبعونَال
َشه ٰوتَانَتميلَواَمي ًلَعظي ًما ٰ و
“Allah hendak menerima menaatimu, sedangkan orang-orang yang
mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu berpaling sejauh-
jauhnya (dari kebenaran).”
a. Munāsabah ayat
12
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 5, 137.
63
13
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 3, 52.
14
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 1,
833.
64
ََّ ص ٰلوةَواتَّبَعواَال
ٌََۙشه ٰوتَفسَوفَيلقونَغيًّا َّ فخلفَمنَبعدهمَخلفَاضاعواَال
“Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang
mengabaikan salat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan
tersesat.”
a. Munāsabah ayat
Pada ayat 58 Allah telah menyebutkan beberapa sifat para Nabi
dengan nuansa pujian, yaitu mereka mengerjakan dan menjalankan
perintah-perintah agama dan menjauhi segala larangannya untuk menjadi
motivasi agar pengikutnya mengikuti cara mereka. Kemudian Allah
menjelaskan sifat orang-orang yang datang setelah para Nabi, mereka
meninggalkan kewajiban-kewajiban agama dan merampas berbagai
kenikmatan dan menuruti hawa nafsu mereka. Allah juga menyebutkan
hukuman yang akan mereka peroleh di akhirat kelak. Kecuali orang yang
bertobat kepada Allah. Sesungguhnya Allah pasti menerima taubat mereka
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan),
Jilid 2 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 152.
65
dan akan memberikan mereka balasan surga yang hanya diberikan kepada
orang-orang yang bertakwa.
Mujahid berkata: “Ayat ini Allah turunkan kepada suatu kaum yang
di dalam umat tersebut mereka melakukan perzinaan secara terang-
terangan, seperti binatang. Mereka tidak memiliki rasa malu dan tidak
dengan Allah.16
b. Tafsir ayat
Al-Sa‘dī menjelaskan, setelah Allah menjelaskan mengenai para
nabi yang ikhlas, yang mengikuti perkara yang diridai oleh Allah dan
senantiasa bertobat kepada-Nya. Allah menyebutkan kisah orang-orang
yang datang setelah para nabi dan rasul. Mereka mengubah perintah yang
telah Allah tetapkan kepada mereka dan datang setelah mereka (para nabi)
pengganti yang jelek.
Mereka mengalami kemunduran dan kembali kepada keadaan yang
sebelumnya, mereka mengabaikan salat, padahal mereka diperintahkan
untuk menjaga dan mengerjakannya. Mereka malah menganggap remeh
dan tidak menghiraukannya. Apabila mereka mengabaikan salat yang
merupakan tiang agama, yang menjadi pengukur keimanan dan keikhlasan
manusia kepada Allah, yang merupakan amal yang paling ditekankan dan
paling afdal. Maka mereka juga mengabaikan syariat agama yang lain. 17
Dan alasan yang menyebabkan mereka melakukan hal demikian
ialah karena memperturutkan syahwat (keinginan-keinginan) dan hawa
nafsu yang ada dalam diri mereka. Sehingga mereka lebih mengutamakan
hawa nafsu mereka daripada mengutamakan hak-hak Allah. Maka
timbullah sikap pengabaian terhadap hak-hak Allah. Apa yang tampak
oleh mereka, niscaya mereka bergegas untuk mendapatkannya dan dengan
16
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 8, 405.
17
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 577-578.
66
ََانَّكمَلتأتونَالرجالَشهوةًَمنَدونَالنسَ ۤاءََِۗبلََانتمَقَومَمسرفون
“Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk
melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu
adalah kaum yang melampaui batas.”
a. Munāsabah ayat
Kisah ini merupakan kisah keempat, kisah Nabi Lūṭ dengan
kaumnya (penduduk sodom) diungkapkan setelah kisah Nabi Nūh, Nabi
18
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 578.
19
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 3,
2492.
67
Hūd dan Nabi Ṣālih untuk menerangkan siksa dan azab yang menimpa
mereka tatkala mereka berpaling dari nasihat para nabi dan angkuh
terhadap perintah-perintah Allah. 20
b. Tafsir ayat
Al-Ṭabarī menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa Allah
memberitahukan ketika Nabi Lūṭ berkata kepada kaum sodom dan
menegur perbuatan keji yang mereka lakukan, yaitu mendatangi sesama
jenis (homoseks) untuk pelampiasan nafsu seksual mereka. Bukan
mendatangi perempuan yang dihalalkan dan diperbolehkan oleh Allah
kepada mereka. Kemudian Lūṭ berkata, “ Sungguh, kalian telah
mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah dan kalian mengerjakan
perbuatan maksiat kepada Allah.” Makna kata ً شهوَةpada ayat di atas
adalah sesuatu perbuatan. Kata ًَ شهوةini adalah bentuk maṣdar dari, َ شهيت
ًَشيءَأشهاهَشهوة
َّ “هذاَالAku menginginkan ini.”21
Dalam Tafsir Kemenag dijelaskan, sungguh, kalian (kaum Lūṭ)
melampiaskan syahwatnya kepada sesama laki-laki dengan mendatangi
mereka dari belakang (dubur)nya, bukan melampiaskan syahwat kepada
wanita yang semestinya kepada wanitalah mereka melampiaskan naluri
seksualnya. Kalian telah mengerjakan perbuatan keji dan hina serta
durhaka. Bahkan kalian termasuk kaum yang melewati batas karena
melampiaskan syahwat tidak pada tempatnya dan menyimpang dari fitrah,
mereka tidak memikirkan akibat dari perbuatan buruk mereka yang dapat
memutus keturunan, dapat membahayakan kesehatan dan merusak
peradaban. 22 Teguran keras Nabi Lūṭ tidak dihiraukan oleh kaumnya. Dan
20
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 4, 514.
21
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 11, 297.
22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 3, 392.
68
23
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 2,
1433.
24
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 10, 298.
69
25
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 19, 911-912.
26
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 711.
27
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 4,
3017.
70
Pada dua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa kaum Nabi Lūth
yaitu kaum sodom melampiaskan syahwat seksual mereka bukan pada
tempatnya. Mereka melampiaskannya kepada sesama jenis (homoseksual)
misalkan laki-laki dengan laki-laki. Bukan melampiaskannya terhadap
lawan jenis. Sungguh keji perbuatan yang mereka kerjakan karena
melanggar batasan-batasan Allah. Mereka termasuk orang yang
melampaui batas dan mereka termasuk orang yang bodoh.
4. Keinginan kaum musyrikin terhadap anak laki-laki
Salah satu kekejian yang diperbuat oleh kaum musyrikin ialah
mereka menganggap Allah memiliki anak dengan cara menetapkan anak
perempuan bagi Allah. Sebagaimana firman Allah Qs. al-Naḥl/ 16: 57
berikut:
28
Perkataan mereka bahwa Allah Swt. mempunyai anak perempuan, yaitu yang
berwujud para malaikat, dipicu kebencian mereka kepada anak perempuan, sebagaimana
tersebut dalam ayat Al-Qur’an berikutnya.
71
29
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 406.
30
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 409.
31
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir, Jilid 7, 409.
72
32
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 16, 158.
33
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid, 3,
2241.
34
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 513.
73
ٍ َْل ٰي
َت َلقو ٍم ٰ ومن َٰا ٰيته َمنامكم َبا َّليل َوالنَّهار َوابتغَۤاؤكَم َمَن َفضل َِۗه َا َّن َفي
َٰ َذلك
ََيَّسمعون
“Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan)-Nya ialah
tidurmu pada waktu malam dan siang serta usahamu mencari
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah)
bagi kaum yang mendengarkan.”
Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa sistem yang
Allah tetapkan dalam proses penciptaan langit dan bumi dapat melahirkan
malam dan siang. Salah satu tanda kekuasaan Allah yang memiliki kaitan
dengan siang dan malam adalah waktu tidur yang telah Allah tetapkan
pada malam hari dan waktu siang Allah tetapkan untuk mencari
sebahagian rezeki dari karunia-Nya. Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut
merupakan bukti bagi orang-orang yang mendengarkan.35
Ayat di atas dipahami sebagian ulama mengenai waktu tidur yang
telah Allah tetapkan di malam hari dan waktu siang Allah tetapkan untuk
mencari rezeki dari karunia-Nya, ini sejalan dengan beberapa firman Allah
yang menjelaskan waktu malam merupakan waktu istirahat dan waktu
siang untuk mencari rezeki, seperti dalam Qs. al-Nabā’/ 78: 10-11.
َشٌَۚا َّ س ٌۙا
ً َوجعلناَالنَّهارَمعا ً َّوجعلناَالَّيلَلبا
“Kami menjadikan malam sebagai pakaian. 36 Kami menjadikan
siang untuk mencari penghidupan.”
35
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2001), 39.
36
Malam disebut sebagai pakaian karena kegelapannya menutupi alam
sebagaimana pakaian menutupi tubuh manusia.
74
37
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 18, 717-718.
38
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 593.
76
ََر ٰا َبرَهان َربَ ِۗه َك ٰذلَك َلنصرف َعنه َالس ۤوء ْٓ ولقد َه َّمت َب ٌۙه َوهَ َّم َبهاٌَۚ َلو
َّ ْل َان
ََوالفحش ۤا ِۗءَانَّهَمنَعبادناَالمخلصين
“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya
(Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak
melihat tanda (dari) Tuhannya. 39 Demikianlah, Kami memalingkan
darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf)
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”
Dalam Tafsir Kemenag dijelaskan, bahwa istri sang raja (Zulaikha)
enggan untuk berhenti (menggoda Nabi Yūsuf), sebab ia beranggapan
bahwa Yūsuf seorang hamba sahaya yang harus memenuhi keinginan dan
perintah istri sang raja tersebut. Apabila Yūsuf menolak, ia akan
mencelakakannya. Yūsuf tetap menolak godaannya karena perbuatan
tersebut menyimpang dari ajaran agama, mengkhianati sang raja yang
berjasa dan memperlakukannya dengan baik serta dapat merusak
kehormatan dirinya dan kehormatan sang raja. Yūsuf dan Istri al-Azīz
memiliki tekad yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya. 40
39
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. mempunyai keinginan yang
buruk terhadap perempuan itu, tetapi godaan itu demikian besarnya sehingga sekiranya
dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah Swt., tentu dia jatuh ke dalam
kemaksiatan.
40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 4, 517.
77
ًَومن َٰا ٰيت ْٓه َان َخلق َلكم َمن َانفسكم َازوا ًجا َلَتسَكن ْٓوا َاَليها َوجعل َبينكم َ َّمودَّة
ٰ َّورحمةًَِۗا َّنَفي
ٰ َذلك
َََْل ٰيتٍَلقو ٍمَيَّتف َّكرَون
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri
agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir.”
Maksud dari ayat di atas adalah di antara tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaaan Allah, yaitu Allah menciptakan pasangan untuk bapakmu
(Nabi Adam) dari dirinya, agar Nabi Adam merasa tenteram kepada
Hawa, yang Allah ciptakan dari salah satu tulang rusuk Nabi Adam. 41
Allah menjadikan rasa kasih dan sayang kepada pasangan manusia
yang telah melakukan perkawinan dan terjalin hubungan kekeluargaan di
antara keduanya. Sehingga mereka dapat menjalin hubungan dengan baik
41
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 20, 625.
78
َس َاْلنسان َضر َدعاَربَّه َمنيبًاَاليَه َثَ َّم َاَذاَخ َّولَه َنعمةً َمنه َنسي َماَكان
َّ واذاَم
ََللَاندادًاَلَيضَ َّلَعَنَسبيلَهََِۗقلَتمتَّعَبَكفركَقلي ًلَانَّك
ٰ يدع ْٓواَاليهَمنَقبلَوجعل
ََمنَاصحٰ بَالنَّار
“Apabila ditimpa bencana, manusia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya. Akan tetapi, apabila
Dia memberikan nikmat kepadanya, dia lupa terhadap apa yang
pernah dia mohonkan kepada Allah sebelum itu dan dia menjadikan
sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-
Nya. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bersenang-senanglah dengan
kekufuranmu untuk sementara waktu! Sesungguhnya kamu
termasuk penghuni neraka.”
Ketika manusia ditimpa suatu bencana, baik yang menimpa diri
maupun kehidupan mereka, maka mereka meminta pertolongan kepada
42
Abu Ja‘far bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr Al-Ṭabarī, Jilid 20, 626.
79
ً اولمَيرواَانَّاَخلقناَلهمَم َّماَعملتَايَديَنآَْاَنع
ََاماَفَهمَلهاَمٰ لكون
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Kami telah menciptakan
untuk mereka hewan-hewan ternak dari ciptaan tangan Kami
(sendiri), lalu mereka menjadi pemiliknya?”
43
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 4,
3543-3544.
80
ًَاَوخير ٰ المال َوالبنون َزينة َالح ٰيوة َالدني ٌۚا َوالَٰبقَٰيت َال
َّ صلحَٰت َخَير َعند َربك َثَواب
َ ً ام
َل
44
Wahbah al-Zuḥailī, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syari‘ah dan Manhaj, Jilid 12, 65.
81
45
Di antara contoh amal kebajikan yang abadi pahalanya adalah melaksanakan
rukun Islam dengan benar dan membaca tasbih, tahmid, dan zikir-zikir lainnya.
46
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid, Jilid 3,
2416-2417.
82
َٰيْٓايهاَالَّذين َٰامن ْٓواَا َّن َكثي ًراَمن َاْلحَبار َوالرهبانَ َليأكلون َاموال َالنَّاس َبالباطل
ََّ َللاَِۗوالَّذين َيكنزونَ َال َذَّهبَ َوالف
َضة َوْل َينفقونهَاَفي َسبيل ٰ ويصدون َعن َسبيل
َبَالي ٌٍَۙم
ٍ للاٌَۙفبشرهمَبعذا
َٰ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para
rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil
serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan
Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) azab yang pedih.”
Al-Sa‘dī menjelaskan, bahwa pada ayat ini terdapat peringatan Allah
bagi hamba-hamba-Nya yang beriman agar senantiasa berhati-hati dengan
banyaknya ulama dan rahib yang menyelewengkan harta manusia dengan
cara yang batil, yaitu dengan cara yang salah dan menghalangi manusia
menuju jalan Allah, jika memperoleh imbalan dari manusia atau diberikan
harta kepada mereka, maka sepantasnya hal tersebut karena ilmu dan
ibadah mereka, sebab petunjuk dan hidayah mereka, sementara mereka
mengambilnya dan menghalangi orang menuju jalan Allah, maka
perbuatan mereka mengambil harta dengan cara tersebut termasuk sebuah
kezaliman dan keburukan, karena orang yang memberikan harta kepada
mereka bertujuan agar orang tersebut memperoleh bimbingan dari mereka
menuju ke jalan yang lurus. 47
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak,” yakni
menahannya. “Dan tidak menginfakkannya pada jalan Allah,” yakni
jalan-jalan kebaikan yang mengantarkan kepada Allah dan inilah kekayaan
yang diharamkan, yakni tidak menafkahkannya pada nafkah yang wajib
kepada istri dan kerabat, seperti tidak membayar zakat, tidak
menginfakkan untuk jihad di jalan Allah jika jihad itu wajib, “maka
47
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 383.
83
48
Abdurraḥman bin Nāṣir al-Sa‘dī, Tafsīr al-Sa‘dī, 383.
84
42
2 Qs. al-A‘rāf/ 39 7 Makkiyyah Syahwat ✔
7: 81 di dunia
3 Qs. Maryam/ 44 19 Makkiyyah Syahwat ✔
19: 59. di dunia
4 Qs. al- 46 56 Makkiyyah Syahwat
Waqi‘ah/ 56: di surga
21.
5 Qs. al-Naml/ 48 27 Makkiyyah Syahwat ✔
27: 55 di dunia
Keterangan :
✔ : Ayat yang dibahas
: Ayat yang tidak dibahas
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syahwat memiliki arti keinginan terhadap perkara-perkara yang
nikmat. Keberadaan syahwat pada manusia merupakan fitrah yang Allah
berikan. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna
dengan dibekali beberapa potensi yang Allah berikan berupa Hajatul
‘Uḍawiyyah (kebutuhan jasmani), gharīzah (naluri), ‘aql (akal), dengan
ketiga potensi tersebut manusia dapat menjalani dan mempertahankan
kehidupan mereka.
Syahwat di dunia di kalangan masyarakat sering memiliki konotasi
negatif, di sini penulis membahas tentang syahwat di dunia menurut al-
Qur’an. Penulis membahas enam ayat tentang syahwat di antaranya: Qs.
Ali Imrān/ 3: 14, Qs. al-A‘rāf/ 7: 81, Qs. al-Naml/ 27: 55, Qs. al-Naḥl/ 16:
57, Qs. al-Nisā’/ 4: 27, Qs. Maryam/ 19: 59.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa
bagian, di antaranya:
1. Di dalam al-Qur’an disebutkan beberapa macam syahwat di dunia,
seperti kecintaan atau keinginan terhadap perempuan, anak-anak, harta
benda, emas dan perak, hewan ternak, lahan pertanian, keinginan
terhadap sesama jenis dan keinginan orang-orang yang sesat.
2. Merujuk kepada istilah syahwat yang dijelaskan oleh al-Aṣfahānī,
tidak semua syahwat di dunia termasuk syahwat kaẓibah (negatif) dan
sebaliknya, tidak semua syahwat termasuk syahwat ṣadiqah. Syahwat
akan menjadi ṣadiqah (positif) apabila dapat dikendalikan dengan baik
sesuai dengan syariat Allah yaitu iman dan amal saleh. Sebaliknya,
jika syahwat tersebut tidak dapat dikendalikan dengan baik maka ia
akan menjadi syahwat kaẓibah (negatif) yang condong kepada al-
86
87
Hawa (hawa nafsu yang negatif) yang dapat menjadikan manusia jatuh
kepada jurang kesesatan.
B. Saran
BahwasaṢānya penelitian ini merupakan cabang ilmu al-Qur’an
yang membantu manusia untuk memahami al-Qur’an secara komprehensif
dengan menelusuri makna dalam al-Qur’an, dengan tujuan untuk
membentuk kita agar menghindari paham yang parsial. Maka penulis
menyarankan sebagai kelanjutan dari studi penelitian ini untuk membahas
lebih luas mengenai gambaran dan perbedaan antara syahwat, nafsu dan
al-hawa dalam bahasa Arab (al-Qur’an) dan bahasa Indonesia. Penelitian
ini hanya membahas syahwat menurut arti bahasa Arab yang disandarkan
kepada gambaran syahwat di dunia. Kajian ini merupakan tinjauan awal
untuk mengembangkan khazanah ilmu tafsir dan menghidupkan kembali
nilai-nilai al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdurrahman, Hafizh. Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Bogor: al-
Azhar Press. 2019.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 1995.
al-Aṣfahānī, Al-Rāgib. Kamus al-Qur’an. Jilid 2. Penerj. Ahmad Zaini
Dahlan. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id. 2017.
_______. Kamus al-Qur’an. Jilid 3. Penerj. Ahmad Zaini Dahlan. Depok:
Pustaka Khazanah Fawa’id. 2017.
Baidan, Nashruddin dan Erwati Aziz. Metodologi Khusus Penelitian
Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2019.
Bāqī, Muḥammad Fu’ād ‘Abdul. al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-
Qur’ān al-Karīm. Kairo: Dār al-Ḥadīs.1996.
al-Bukhārī, Imām. Ṣaḥīh al –Bukhārī. Kairo: Dār al-Jauzī. 2010.
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Jilid 2. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 3.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 5.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 6.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 7.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
_______. al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid 8.
Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
88
89
ARTIKEL.
El Garuty, Muhammad. “Dunia dalam Pandangan Islam, 2008.”
http://muhammadelgaruty.blogspot.com/2008/07/dunia-dalam-
93