SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Disusun Oleh:
Muhammad Arief Fadilah
NIM: 11170340000150
Skripsi
Disusun Oleh:
Di Bawah Bimbingan:
iii
iv
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Pembimbing,
vii
viii
ABSTRAK
Muhammad Arief Fadilah 11170340000150
“PERANG DALAM AL-QUR`AN: STUDI PENERAPAN TEORI
DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN DALAM
MENAFSIRKAN AYAT QITĀL”
Skripsi ini mencoba mengkaji ayat-ayat qitāl dengan menggunakan
metode double movement Fazlur Rahman. Tulisan ini berawal dari adanya
beberapa golongan umat Islam yang keliru dalam memahami perintah qitāl,
sehingga melakukan praktik yang tidak tepat dengan yang dimaksud oleh
ayat al-Qur`an. Sehingga tujuan penelitian ini adalah ; Pertama, untuk
mengetahui makna kata qitāl yang terdapat dalam al-Qur`an. Kedua, untuk
mengetahui cara menerapkan ayat perang sebagai jihad di saat perang dan
damai serta untuk mengetahui pemilik wewenang perang jika umat Islam
harus berperang. Sehingga ayat-ayat qitāl tersebut dapat dipahami
sebagaimana mestinya dan tujuan umumnya agar dapat diterapkan dalam
problematika saat ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research).
Terlebih dahulu penelitian ini akan memfokuskan pada makna qitāl dalam
al-Qur`an, kemudian pemaparan ayat qitāl, lalu penjelasan mengenai
biografi dan pendidikan Fazlur Rahman serta double movement dan
penafsirannya dalam memahami ayat qitāl. Sehingga, penulis dapat
membuktikan bahwa kehujjahan al-Qur`an tidak terbatas waktu dan tempat,
serta akan selalu menjadi pedoman hidup manusia. Beberapa temuan
penelitian dalam skripsi ini yaitu perang dalam Islam bersifat defensif dan
ayat qitāl memiliki nilai universal yang dapat diterapkan dalam situasi dan
kondisi apapun.
Kata kunci: Qitāl, Double Movement
ix
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt atas
segala rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya sehingga penyusunan skripsi
ini dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat, semoga kita termasuk
umatnya yang mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.
Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya
bimbingan, dukungan, motivasi, dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh
karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas bantuan tersebut, baik
berupa materi, waktu, tenaga, dan dukungan, penulis ucapkan jazākumullāh
ahsanal jazā semoga kebaikan dari semua pihak mendapat balasan terbaik
dari Allah Swt dengan berlipat ganda. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada yang terhormat:
1. Segenap sivitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ibu rektor Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin
Umar Lubis Lc. M.A. beserta jajarannya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman M.A. beserta
jajarannya.
3. Ketua Program Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir Dr. Eva Nugraha M.Ag.
beserta jajarannya.
4. Dosen pembimbing akademik bapak Muslih Nur Hasan Lc. M.Ag. yang
telah membimbing penulis sejak awal kuliah sampai menyelesaikan
tugas akhir berupa skripsi.
xi
xii
ب b Be
ت t Te
ث ṡ Es (dengan titik di atas)
ج j Je
ح ḥ Ha (dengan titik di bawah)
خ kh Ka dan ha
د d De
ذ Ż Zet (dengan titik di atas)
ر r Er
ز z Zet
س s Es
ش sy Es dan ye
ص ṣ Es (dengan titik di bawah)
ض ḍ De (dengan titik di bawah)
ط ṭ Te (dengan titik di bawah)
xiii
xiv
Contoh: ف
َ َكْيkaifa َه ْو َلhaula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat & Nama Huruf & Nama
huruf tanda
ى...
َ / َا...
Fatḥah dan ā a dan garis di atas
alif atau ya
ِِى Kasrah dan Ī i dan garis di atas
ya
ىو Ḍammah dan ū u dan garis di atas
wau
4. Ta marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya
adalah [t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:
ْمة ِ
َ اْلكْ : al-hikmah
xv
xvi
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydīd ( َ ), dalam transliterasi ini dilambangkan
dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
َربهنَا : rabbanā
هيي نَا
ْ ََن : najjainā
اْلَقْ : al-ḥaqq
اْلَج ْ : al-ḥajj
ن عِ َم : nu‘‘ima
َعدو : ‘aduwwun
Jika huruf ىber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh
huruf kasrah ()ىِى, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
( الalif lam ma‘rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah
maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf
langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila
hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan
xvi
Arab ia berupa alif. Contohnya:
xvii
xviii
xix
xx
1
Emha Ainun Nadjib, Surat Kepada Kanjeng Nabi (Bandung: Mizan, 1997), 335.
1
2
2
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX
(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), 107.
3
Prabowo Adi Hidayat, “Argumentasi Makna Jihad dalam al-Qur`an Ditinjau
Dari Perspektif Masyarakat Kosmopolitan,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam STAIN
Jurai Siwo Metro, vol.18, no.2 (April 2013), 2.
3
ص ِرِه ْم لََق ِديْر أ ِذ َن لِله ِذيْ َن ي َقاتَل ْو َن ِِبَ هَّن ْم ظلِم ْوا َو إِ هن ه
ْ َاَّللَ َعلَى ن
4
Muhammad Chirzin, Kamus Pintar al-Qur`an (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2013), 431.
5
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018), 3.
4
6
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil Karīm
(Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
7
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018), 6.
5
8
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad dalam Al-Quran”, 9.
9
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad dalam Al-Quran”, 10.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi
beberapa permasalahan yang muncul, yaitu:
1. Terdapat banyak definisi tentang perang di antara para mufasir.
2. Banyak kelompok yang menggunakan ayat perang sebagai legitimasi
tindakkan kekerasan atas nama agama.
3. Terdapat perbedaan konteks mengenai perang pada zaman Nabi dan
zaman sekarang.
4. Terdapat perbedaan kondisi dan situasi dunia antara zaman Nabi dan
zaman sekarang.
5. Banyak yang menganggap jihad terbesar adalah perang.
6. Terdapat kesenjangan antara maksud dari ayat dengan perbuatan umat
Islam zaman sekarang.
7. Terdapat 170 ayat qitāl beserta derivasinya dan sinonim kata perang
seperti ḥarbu.10
10
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm (Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
7
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan kajian pustaka terdahulu, penelitian ini dirasa berbeda
dari karya ilmiah yang lain. Selain menekankan pada aspek makna,
penelitian ini juga menekankan pada aspek pemahaman mengenai qitāl
dalam pandangan masa kini dengan berbagai problematikanya. Adapun
kajian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian Mukhamad Saifunnuha berusaha menggali makna qitāl
secara umum, berupa syarat dan ketentuan dalam melakukan perang dan
sebagainya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Islam adalah
agama yang lembut dan damai, karena qitāl dalam Islam hanya
dilakukan pada situasi tertentu.11
2. Penelitian Azam Anhar menjelaskan bagaimana peristiwa perang terjadi
dan juga mengandung penafsiran tentang nilai etis dalam ayat perang,
meski tidak semua ayat perang mengandung nilai etis. Hasil dari
penelitian ini memberitahukan bahwa dalam peperangan pun ada
etikanya seperti tidak boleh menyerang orang yang bukan musuh seperti
warga sipil, dan ada pula pelajaran yang dapat diambil dari peperangan
seperti berpegang teguh pada prinsip serta pantang mundur.12
3. Penelitian Tohirin menjelaskan bahwa surah al-Baqarah ayat 190
memerintahkan kaum muslim untuk berperang dalam rangka
mempertahankan diri, penelitian ini juga menjelaskan bahwa perang
yang diizinkan oleh al-Qur`an semata-mata hanya untuk membela Islam
dan berharap ke-rida-an Allah. Hasil dari penelitian ini yaitu
meluruskan pemahaman bahwa sejatinya qitāl hanya dilakukan karena
11
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018).
12
Azam Anhar, “Nilai-Nilai Etis dalam Ayat Perang (Penafsiran Ayat-Ayat
Perang dalam al-Qur`an)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2015).
9
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah sebuah hal penting bagi seorang peneliti
untuk mencapai sebuah tujuan serta dapat menemukan sebuah jawaban dari
masalah penelitian. Metode dalam penelitan ini menggunakan teori double
movement Fazlur Rahman.
13
Tohirin, “Studi Penafsiran Muḥammad Rasyid Riḍa Dalam Tafsir al-Manār dan
Sayyid Quṭub Dalam Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur`ān Tentang Perang (Qitāl) Fī Sabīlillāh Dalam
al-Qurā`n Surah al-Baqarah Ayat 190, 246, dan an-Nisā` Ayat 74-75” (Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).
14
Saddam Husein Harahap, “Perang Dalam Perspektif al-Qur`ān (Kajian
Terhadap Ayat-Ayat Qitāl)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan,
2016).
10
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan library research (penelitian pustaka), yaitu
penelitian yang dilakukan berdasarkan literatur, baik berupa buku,
catatan, dan laporan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan
berkaitan dengan tema pembahasan penelitian.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data pokok yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian sebagai sumber utama dalam penelitian ini.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah al-Qur`an
dan kitab-kitab tafsir.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dalam sebuah penelitian.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini yaitu literatur-literatur
lainnya baik berupa buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, dan lain
sebagainya yang memiliki keterkaitan dalam tema penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi, proses pengumpulan data dalam sebuah
penelitian bergantung pada jenis penelitian yang dipilih.
Pengumpulan data dalam penelitian pustaka bisa dengan cara
dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan tema penelitian baik berupa buku, catatan, jurnal, dan
sebagainya.
Dari data primer dan sekunder di atas kemudian dikumpulkan lalu
diuraikan untuk dianalisis dengan metode deskriptif-analisis, yaitu
mendeskripsikan suatu objek penelitian berdasarkan data-data yang
diperoleh.
11
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan memuat lima bab pembasahan, dimana setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam
memberikan penjelasan secara komprehensif dan sistematis. Ayat-ayat
yang terdapat dalam skripsi ini penulis kutip dari aplikasi al-Qur`an 30 Juz
Offline Reader. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab pertama, pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, kajian tentang qitāl. Bab ini berisi sub bab meliputi
pengertian qitāl, sinonim dari kata qitāl, qitāl sebagai bagian jihād, hukum
perang dalam Islam, sebaran ayat-ayat qitāl dalam al-Qur`an, dan diskursus
perang (qitāl) dalam al-Qur`an
Bab ketiga, double movement Fazlur Rahman. Bab ini akan
membahas tentang biografi Fazlur Rahman, latar belakang pendidikannya,
karya-karya dan pemikirannya, serta penjelasan tentang konsep double
movement.
Bab keempat, analisis double movement terhadap ayat qitāl dan
aplikasinya dalam konteks masa kini. Bab ini akan berisi penjelasan
mengenai penafsiran dari diskursus ayat perang (qitāl) dan penerapannya
seperti paksaan bela negara, melawan ancaman besar, menghindari perang
yang tidak diperlukan, dan penerapan prinsip-prinsip perang dalam Islam.
Bab kelima, penutup. Bab ini merupakan bagian akhir dari
penelitian yang berisi dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
12
13
BAB II
KAJIAN TENTANG QITĀL
A.Terjemahan Kata Qitāl dan Pengertiannya
Secara etimologi, qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala –
yuqātilu, tepatnya adalah ṡulāsi majīd satu huruf bab fi’il dari kata qatala
yang memiliki tiga pengertian: pertama, berkelahi melawan seseorang,
kedua, memusuhi (adāhu), ketiga, memerangi musuh (hārabahū al-‘adā).
Selain itu, qitāl juga memiliki arti melaknat seperti yang ditulis Ibn Manẓur
di bawah ini:
َّن يؤفَكون أي لعنهم أّن يصرفون و ليس هذا مبعىن القتال الذي هو من
اَّلل أ ه
قَتَ لَهم ه
1
.املقاتلة و احملاربة بني إثنني
Qitāl juga bisa berarti meredakan seperti contoh kalimat qatala al-
barūd, dan mencampuri sesuatu dengan yang lain seperti contoh kalimat
qataltu al-khamra bi al-mā`i, saya mencampuri khamar dengan air.2
Menurut para ahli tafsir, sebagaimana yang dikemukakan al-Qurṭubi
di dalam tafirnya bahwa qitāl adalah berperang melawan musuh-musuh
Islam dari kalangan orang-orang kafir.3
Dapat ditarik kesimpulan bahwa qitāl merupakan bentuk
permusuhan antara dua atau beberapa pihak, baik perseorangan, kelompok,
bangsa dan negara, suku, bahkan agama. Qitāl yang merupakan bentuk
masdar dari qatala memiliki arti saling membunuh, dan kegiatan saling
membunuh sering terjadi dalam peperangan, itu sebabnya qitāl diartikan
sebagai perang.
1
Ibn Manẓūr, Lisān al-‘Arab, Jilid 5 (Kairo: Dār al-Ma’ārif, 1119), 3531.
2
Al-‘Allamah al-Rāgib al-Asfahāni, Mufrādāt Alfāẓ al-Qur`ān (Damaskus: Dār
al-Qalam, 2002), 655-656.
3
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, al-Jāmi’ Li Ahkāmi al-Qur`ān, Juz III (Kairo: Dār al-
Kutub al-Miṣriyyah, 1964), 38.
13
14
ب ِم َن ٰاَّللِ َوَرس ْولِهِٖ َواِ ْن ت ْب ت ْم فَلَك ْم رء ْوس اَْم َوالِك ْم َل تَظْلِم ْو َن
ٍ فَاِ ْن هَّل تَ ْفعلوا فَأْ َذن وا ِِبَر
ْ ْ َْ ْ
َوَل تظْلَم ْو َن
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu, dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Qs. al-Mā`idah/5: 33 dan 64
ِ ِاَّلل م ْغلولَة غلهت اَي ِدي ِهم ولعِن وا ِمبا قَالوا ۘ بل ي ٰده مبسوطَ ٰ ن ِ ِ
ف
َ ت ي ْنفق َكْي ْ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ ْ ْ َ ٰ َوقَالَت الْيَ ه ْود يَد
ِ ٰۤ
اًن هوك ْفًرا َواَلْ َقْي نَا بَْي نَ هم الْ َع َد َاوَة َ ِك ِم ْن هرب
ً َك ط ْغي َ يَ َشاء َولَيَ ِزيْ َد هن َكثِ ْ ًْيا ِمْن ه ْم همآۡ انْ ِزَل الَْي
4
Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam
(Ciputat: UIN PRESS, 2015), 155.
15
ٖب ٰاَّللَ َوَرس ْولَه ارح ن مِواله ِذين هاَّتذوا مس ِجدا ِضرارا هوك ْفرا هوتَ ْف ِري ًق ۢا بني الْمؤِمنِني واِرصادا ل
َ َ َ ْ َ ً َ ْ َ َ ْ ْ َ َْ ْ ً ً َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َ
ْ ِم ْن قَ ْبل َولَيَ ْحلِف هن اِ ْن اََرْد ًَنٓۡ اِهل
اْل ْس ٰىن َو ٰاَّلل يَ ْش َهد اِ هَّن ْم لَ ٰك ِذب ْو َن
Artinya: “Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang
mendirikan Masjid untuk menimbulkan kemuḍaratan (pada orang-orang
mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang
mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi
Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah ‘kami
tidak menghendaki selain kebaikan’, dan Allah menjadi saksi bahwa
sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
16
Qs. Muḥammad/47: 4
ۢ َۖ
اب َح ّٰٓۡت اِ َذآۡ اَثْ َخْن تم ْوه ْم فَشدوا الْ َو ََث َق فَاِ هما َمنًّا بَ ْعد َواِهما
ِ َالرقِ ب ِ ِ ِ
َ َفَا َذا لَقْي تم الهذيْ َن َك َفرْوا ف
َ ض ْر
ِ ِ ِ َك ۛ ولَو ي َش ٰۤاء ٰاَّلل َلنْت ِاْلرب اَوزارها ەۛ ٰذل ٰۤ ِ
ضك ْمَ صَر مْن ه ْم َوٰلك ْن ليَ ْب ل َوا بَ ْعَ َ َْ َ َ َ
َ ْ َْ َ ْ ع ض
َ ت
َ ٰ
ّت حَ ً ف َد
ء ا
ِ ض واله ِذين قتِلوا ِِف سبِي ِل ٰاَّللِ فَلَن ي
ض هل اَ ْع َما َۡل ْم ْ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ٍ بِبَ ْع
Artinya: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan
perang) maka pancunglah batang leher mereka, sehingga apabila kamu telah
mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu maka kamu
boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang
berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan
membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu
dengan sebahagian yang lain, dan orang-orang yang syahid di jalan Allah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”
Saidun, “Konsep Jihād dan Qitāl Perspektif Sayyid Qutb dan M. Quraish
5
Shihab” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2020), 41.
6
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Mukhtaṣar Zādul Ma’ād, terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka Azam, 2000), 174.
17
7
Zumrodi, “Menelaah Makna Hakikat dan Objek Jihād 2021”, Diakses 30
Oktober 2021, dakom.iainkudus.ac.id
18
menjadi ijma` ulama adalah jihād dengan perang hukumnya farḍu kifayah,
namun apabila musuh telah menguasai wilayah Islam, maka hukumnya
menjadi farḍu ‘ain.8 Namun, jika tujuan perang untuk melawan kezaliman
karena tidak ada cara lain, maka hukum perang adalah suatu kewajiban.
Dasar hukum perang (qitāl) baik diwajibkan ataupun tidak berkaitan dengan
perintah dan larangannya.
a. Perintah Berperang
1. Untuk Menegakkan Kebenaran
Qs. at-Taubah/9: 12:
ۢ
َواِ ْن نه َكث ْٓۡوا اَْْيَ َاَّن ْم ِم ْن بَ ْع ِد َع ْه ِد ِه ْم َوطَ َعن ْوا ِ ِْف ِديْنِك ْم فَ َقاتِلْٓۡوا اَ ِٕى همةَ الْك ْف نِر اِ هَّن ْم َلٓۡ اَْْيَا َن
َۡل ْم لَ َعلهه ْم يَْن تَ ه ْو َن
Artinya: “Dan jika mereka melanggar sumpah sesudah ada perjanjian
dan mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin kafir
itu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat
dipegang janjinya, mudah-mudahan mereka berhenti.”
Dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm dijelaskan apabila mereka
melanggar perjanjian setelah bersetia dengan kamu (Nabi
Muhammad Saw) dan mencaci agamamu, maka perangilah ketua-
ketua kafir itu karena mereka tidak menepati perjanjian, mudah-
mudahan mereka berhenti dari yang demikian.9
Bisa disimpulkan jika perintah tersebut merupakan
konsekuensi dari sikap orang-orang kafir yang tidak menepati janji.
Ketika perjanjian politik bernama Piagam Madinah sudah dibuat Nabi
Muhammad Saw atas nama umat Islam, orang-orang Yahudi, dan
kaum musyrik Madinah, namun dalam waktu dekat piagam tersebut
8
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 88-89.
9
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 262.
19
10
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Al-Jāmi’ Li Ahkāmi al-Qur’an, Juz II (Kairo: Dār Al-
Kutub Al-Miṣriyyah, 1964), 347.
20
ۢ ِٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ك ع ِن الشهه ِر
اَّلل َوك ْفر صد َع ْن َسبْيلَ اْلََرام قتَال فْيه ق ْل قتَال فْيه َكبِ ْْي َو ْ َ َ َيَ ْسَل ْون
......ِاْلََرِام َواِ ْخَراج اَ ْهلِهٖ ِمْنه اَ ْك َب ِعْن َد ٰاَّلل
ْ بِهٖ َوالْ َم ْس ِج ِد
Artinya: ”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
berperang pada bulan haram. Katakanlah ‘berperang dalam bulan itu
adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah,
ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjid al-Harām,
dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam
pandangan Allah .....”
Allah telah menjadikan Masjid al-Harām sebagai tempat
ibadah bagi umat beriman, tapi kaum musyrik menjadikan rumah
Allah itu sebagai tempat menaruh patung-patung sembahan mereka.
Mereka menghalangi kaum muslimin menggunakannya, bahkan
mereka mengusir umat Islam.11
b. Larangan Berperang
1. Orang yang Tidak Melawan Islam
Qs. al-Baqarah/2: 190:
ِ ِ ِِ ِ ه ِ ِ ِ
ََلُيب الْم ْعتَديْ َن َوقَاتل ْوا ِ ِْف َسبْي ِل ٰاَّلل الذيْ َن ي َقاتل ْونَك ْم َوَل تَ ْعتَد ْوا ا هن ٰاَّلل
Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Sebagian ahli tafsir berpendapat, tindakan melampaui batas
berarti memerangi orang-orang yang tidak memerangi orang Islam
atau berperang bukan atas nama agama. Sementara menurut al-
Mawardi, tindakan melampaui batas berarti menyerang orang
musyrik yang tidak terlibat dalam penyerangan, seperti perempuan
dan anak kecil. 12
11
Aḥmad ibn ‘Ali Abi Bakr al-Razi al-Jaṣaṣ, Ahkām al-Qur`an, Juz I (Beirut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987), 402.
12
Abu al-Ḥasan ‘Ali ibn Muḥammad ibn Ḥabib al-Basri al-Bagdadi al-Mawardi,
al-Nukāt wa al-‘Uyūn, Juz I (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 251.
21
ت صدوره ْم أَن ْ صَرِ صلو َن إِ َ ٰٰل قَ ٍۭوٍم ب ي نَكم وب ي نَ هم ِم ٰيثَق أَو جآۡءوكم ح ِ إِهل ٱله ِذين ي
َ ْ َ ْ َْ َ ْ َْ ْ ََ
ِ ي َٰقتِلوك ْم أ َْو ي َٰقتلوا قَ ْوَمه ْم َولَ ْو َشآۡءَ ه
ْ ٱَّلل لَ َسلهطَه ْم َعلَْيك ْم فَلَ َٰقتَ لوك ْم فَِإن
ٱعتَ َزلوك ْم فَلَ ْم ِ
ي َٰقتِلوك ْم َوأَلْ َق ْوا إِلَْيكم ٱل هسلَ َم فَ َما َج َع َل ه
ٱَّلل لَك ْم َعلَْي ِه ْم َسبِ ًيَل
Artinya: “Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada
suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian
(damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa
keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan
kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka
memerang kamu. Tapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak
memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah)
maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan
membunuh) mereka.”
Dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm dijelaskan jika orang kafir
ada 3 macam. Pertama, al-muhāribūn yaitu orang kafir yang
memerangi Islam, maka perangilah mereka untuk mempertahankan
agama Allah. Kedua, al-mu’āhidūn yaitu orang kafir yang telah
berjanji tidak akan mengadakan peperangan, mereka tidak boleh
diperangi atau dibunuh, kecuali mereka melanggar perjanjian. Ketiga,
al-musālimūn yaitu orang kafir yang datang sambil mengatakan netral
(tidak memerangi Islam dan tidak memerangi kafir), mereka tidak
boleh diperangi.13
3. Berperang di Tempat Ibadah
Qs. al-Baqarah/2: 191:
13
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 125.
22
َواقْ ت ل ْوه ْم َحْيث ثَِق ْفتم ْوه ْم َواَ ْخ ِرج ْوه ْم ِم ْن َحْيث اَ ْخَرج ْوك ْم َوالْ ِفْت نَة اَ َشد ِم َن الْ َقْت ِل
ِ ِ ِ ْ َوَل ت َقاتِل ْوه ْم ِعْن َد الْ َم ْس ِج ِد
كَ اْلََرِام َح ّٰت ي ٰقتِل ْوك ْم فْي ِه فَا ْن ٰق تَ ل ْوك ْم فَاقْ ت ل ْوه ْم َك ٰذل
ٰۤ
َجَزاء الْ ٰك ِف ِريْ َن
Artinya: “Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui mereka, dan
usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu
lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi
mereka di Masjid al-Harām, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerang kamu maka perangilah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang kafir.”
Menurut aṭ-Ṭabari, ayat di atas merupakan larangan bagi
orang beriman untuk memulai peperangan melawan orang musyrik di
Masjid al-Harām kecuali orang muysrik yang memulai peperangan di
tempat tersebut.14
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam tidak serta merta
mewajibkan perang begitu saja, selalu ada penyebab mengapa Islam
mengizinkan bahkan mewajibkan perang. Namun dalam kondisi yang
damai seperti sekarang ini, Islam melarang perang, karena perang dalam
Islam bersifat defensif (bertahan) bukan ofensif (menyerang).
14
Muḥammad ibn Jarir al-Ṭabari, Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur`ān, Jilid 3
(Beirut: Muassasah ar-Risālah, 2000), 566.
15
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm (Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
23
al-Muzammil/73 20
al-Nisā`/4 76 Berperang
al-Ḥajj/22 39
(Qātil) قاتلal-Mā`idah/5 24 Berperang-
lah
al-Baqarah/2 193, 244, 253 Perangilah
al-Taubah/9 12, 14, 29, 123
al-Ḥujurāt/49 9
al-Anfāl/8 39
(Al-Qatl) القتلal-Baqarah/2 191 Membunuh,
217 pembunuhan
Āli ‘Imrān/3 154 Terbunuh
181 Membunuh
al-Mā`idah/5 30
al-Nisā`/4 155
al-An’ām/6 137
al-Isrā/17 31
33 Pembunuhan
al-Aḥzāb/33 16
(Qitāl) قتالal-Baqarah/2 216, 217 Berperang
al-Nisā`/4 77
Āli ‘Imrān/3 121 Pertempuran,
al-Aḥzāb/33 25 peperangan
Muḥammad/47 20 Perang
al-Anfāl/8 16
65 Berperang
(Qitālan) قتاالĀli ‘Imrān/3 167
(Iqtatala) إقتتلal-Baqarah/2 253 Berbunuh-
bunuhan
al-Ḥujurāt/49 9 Berperang
al-Qaṣaṣ/28 15 Berkelahi
disebutkan dalam beberapa surat dan ayat, yaitu Qs. al-Baqarah/2: 216-217,
Qs. Ālī ‘Imrān/3: 121, Qs. al-Nisā`/4: 77, Qs. al-Anfāl/8: 16 dan 65, Qs. al-
Aḥzāb/33: 25, dan Qs. Muḥammad/47: 20.16
Qs. al-Baqarah/2: 216-217
ب َعلَْيكم الْ ِقتَال َوه َو ك ْره لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن تَكَْره ْوا َشْيًا هوه َو َخ ْْي لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن ُِتب ْوا ِ
َ كت
َشْيًا هوه َو َشر لهك ْم َو ٰاَّلل يَ ْعلَم َواَنْت ْم َل تَ ْعلَم ْو َن
Artinya : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak
menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal
itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Kata qitāl dalam Qs. al-Baqarah/2: 216-217 digunakan al-Qur`an
untuk menyatakan bahwa perang merupakan suatu kewajiban yang
dibebankan atas orang-orang yang beriman. Qitāl yang dimaksud pada ayat
tersebut adalah bermakna jihād. Sebagaimana yang diuraikan oleh Syihab
ad-Din:
17
كتب عليكم القتال أي فرض عليكم اجلهاد
Pada hakikatnya manusia tidak senang berperang, karena
peperangan dapat mengakibatkan terjadinya cedera, hilangnya nyawa,
bahkan harta benda, sedangkan manusia lebih cenderung memelihara hidup
dan harta benda. Allah mengetahui bahwa perang tidak disenangi, tapi
berjuang menegakkan keadilan mengharuskannya. Misalnya jika musuh
telah masuk ke wilayah negara, maka ketika itu menjadi wajib bagi setiap
Muslim untuk berperang membela tumpah darahnya yang merupakan
Terhadap Ayat-Ayat Qitāl)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2016),
48.
17
Syihab ad-Din Aḥmad ibn Muḥammad al-Ḥalim al-Miṣri, aṭ-Ṭibyān fī Tafsīr
Garīb al-Qur`ān, Juz I (Beirut: Dār aṣ-Ṣahabah at-Turās bi Tanta, 1992), 126.
27
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur`an, Jilid 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 460.
19
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 1 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 416.
28
صَركم ٰاَّلل بِبَ ْد ٍر هواَنْت ْم اَِذلهة فَاتهقوا ٰاَّللَ لَ َعلهك ْم تَ ْشكرْو َن
َ ََولََق ْد ن
Artinya: “Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar,
padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah
agar kamu mensyukuri-Nya.”
Ketika itu tiga ribu pasukan musyrik sedang menuju Madinah untuk
membalas kekalahan pada perang Badar, mereka berhenti di dekat gunung
Uhud, tepatnya di tepi lembah sebuah kanal yang menghadap kota Madinah.
Nabi bermusyawarah seraya berkata “apakah harus menghadapi
mereka atau tetap tinggal di Madinah?”, Abdullah bin Ubay menyarankan
agar tetap tinggal di Madinah. Jika kaum musyrik tetap berada ditempat,
maka mereka berada di tempat pemberhentian yang sangat buruk. Jika
29
20
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 2 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 126.
30
kami musyrik, tetapi tatkala kami beriman kami menjadi hina”. Nabi Saw
menjawab:
ِ ٰ ب ِمن
اَّلل ٍضَ غ
َ ِومن ي وۡلِِم ي وم ِٕى ٍذ دب رهٖ ِٓۡ اِهل متَح ِرفًا لِِقتَ ٍال اَو متَحيًِزا اِ ٰٰل فِئَ ٍة فَ َق ْد ٰۤابء ب
َ ََ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ
ِ
س الْ َمص ْْي ِ ْ
َ َوَمأ ٰوىه َج َهنهم َوبْئ
Artinya: “Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah.
Tempatnya adalah neraka jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali.”
Ayat di atas memiliki hubungan dengan ayat sebelumnya (ayat 15),
Allah mengancam terhadap siapa saja yang lari dari peperangan dengan
ancaman neraka. Allah melarang bagi orang mukmin untuk melarikan diri
(mundur) dari medan perang, kecuali jika mundur tersebut dimaksudkan
sebagai siasat agar musuh lengah dan kemudian orang mukmin berbalik
untuk menyerang musuh, atau mundur untuk bergabung dengan pasukan
lainnya, maka hal tersebut tidak apa.22
21
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 665.
22
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 4 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 19-20.
31
sahabat saat perang Badar, yaitu ketika kaum musyrik datang dengan
23
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 7 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 956.
32
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
24
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 4 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 75.
25
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 257.
33
bagi seluruh alam, niscaya angin ini akan menjadi lebih dahsyat dari rīh al-
‘aqīm yang dikirimkan kepada kaum ‘ād. Tetapi Allah berfirman “Dan
sekali-kali Allah tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Nabi) berada
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
26
Syafi’i, Lubābu at-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 6 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 466.
27
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 16 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 628-629.
34
BAB III
DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN
A. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di daerah
Hazara (anak benua India) yang sekarang terletak di sebelah barat laut
Pakistan, dan wafat 26 Juli 1988 di Chicago. Fazlur Rahman lahir dari
keluarga yang bermadzhab Hanafi, yakni suatu madzhab yang bercorak
rasional. Beliau hidup dalam keluarga yang benar-benar mementingkan dan
memperhatikan pendidikan, ayahnya bernama Maulana Sahab al-Din,
beliau adalah seorang alim yang terkenal dari lulusan Darul Ulum Deoband.
Dalam kehidupan Fazlur Rahman sehari-hari, ayahnya selalu membimbing
dan mendidiknya dengan baik, sehingga beliau sudah hafal al-Qur`an saat
usia sepuluh tahun.1
1
Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 60-61.
35
36
2
Muhammad Ari Fahrizal, “Pemikiran Fazlur Rahman” (Makalah S1.,
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2020), 6.
3
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989), 86.
37
4
Hudan Mudaris, “Cita Menuju Ideal Moral al-Qur`an; Kajian atas
Neomodernisme Fazlur Rahman,” al-Manhaj: Jurnal Kajian Hukum Islam, vol.3, no.2
(Februari 2009), 35.
5
Fitriadi HI Yusub, “Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Aksiologi dan
Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam” (Tesis S2., Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015), 59.
38
6
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 11.
39
7
Sibawaihi, Eskatologi al-Ghazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif
Epistemologi Klasik-Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 54.
40
8
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 2-3
9
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989), 186.
10
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, Terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 6.
41
11
Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, terj. Aam Fahmia
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 5.
42
12
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam,” Jurnal Hunafa, vol.6, no.1 (April 2009), 40.
43
13
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya, 41.
44
14
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 9.
15
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam”, Jurnal Hunafa, vol.6, no.1 (April 2009), 44.
BAB IV
ANALISIS DOUBLE MOVEMENT PADA AYAT QITĀL DAN
APLIKASINYA DALAM KONTEKS MASA KINI
A. Paksaan Bela Negara
Bela negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku warga negara
yang menunjukkan kecintaannya pada kepada sebuah negara sebagai
tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan sebuah negara.1 Bela
negara bukan hanya sebatas angkat senjata dalam situasi perang, dalam
situasi yang damai warga negara juga bisa menjalankan bela negara dalam
praktik yang dapat dilakukan dengan cara melindungi, mempertahankan,
dan memajukan kehidupan bersama, dan dapat dilakukan juga dalam
berbagai bidang seperti ekonomi, politik, maupun budaya.
Namun dalam situasi yang mengharuskan warga negara untuk
angkat senjata, maka warga negara harus siap sedia dan mematuhi perintah
dari pemimpin sebuah negara.
Qs. al-Baqarah/2: 216-217
ب َعلَْيكم الْ ِقتَال َوه َو ك ْره لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن تَكَْره ْوا َشْيًا هوه َو َخ ْْي لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن ُِتب ْوا َ كت
ِ
َشْيًا هوه َو َشر لهك ْم َو ٰاَّلل يَ ْعلَم َواَنْت ْم َل تَ ْعلَم ْو َن
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak
menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal
itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
ۢ ِٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ك ع ِن الشهه ِر
اَّلل َوك ْفر َ اْلََرام قتَال فْيه ق ْل قتَال فْيه َكبِ ْْي َو
صد َع ْن َسبْيل ْ َ َ َيَ ْسَل ْون
ِ ٰ اْلرِام واِخراج اَهلِهٖ ِمْنه اَ ْكب ِعْن َد ِِ
اَّلل َ ْ َ ْ َ ََْ بِهٖ َوالْ َم ْسجد
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah ‘berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
1
Fahri Zulfikar, “Pengertian Bela Negara, Lengkap Dengan Tujuan, Fungsi, dan
Manfaatnya,” Diakses, 21 Desember, 2021, www.detik.com
45
46
ٰٰٓۡيَي َها اله ِذيْ َن اٰ َمن ْٓۡوا اَ ِطْي عوا ٰاَّللَ َواَ ِطْي عوا الهرس ْو َل َوا ِوٰل ْالَ ْم ِر ِمْنك ْم فَاِ ْن تَنَ َاز ْعت ْم ِ ِْف َش ْي ٍء فَرد ْوه
ِ ٰ ْ اِ َٰل ٰاَّللِ والهرسوِل اِ ْن كْن تم ت ؤِمن و َن ِاب َّٰللِ والْي وِم
ك َخ ْْي هواَ ْح َسن ََتْ ِويْ ًَل َ ال ِخ ِر ٰذل َْ َ ْ ْ ْ ْ َ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad) dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
47
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Problematika saat ini yang dihadapi umat Islam di Indonesia adalah
adanya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang berusaha memberontak
terhadap ulil amri yang sah dan mengancam perdamaian serta keutuhan
negara. Untuk itu, paksaan bela negara harus dilakukan dengan cara
berperang melawan kelompok KKB meskipun berat dilakukan karena harus
melawan saudara sendiri. Dalam problematika ini, nilai universal yang
terdapat pada Qs. al-Baqarah/2: 216-217 menjadi sebuah kewajiban bagi
umat Islam dan warga negara lainnya untuk mematuhi ulil amri dalam
menjaga keutuhan negara, terlebih lagi kelompok KKB juga melakukan
tindakan zalim dengan menembak warga sipil yang jelas hal itu dilarang
dalam Islam.
2
Laudia Tysara, “Pengertian Ancaman Militer dan Non-Militer,” Diakses, 21
Desember, 2021, hot.liputan6.com
48
ن ٰۤ
ِ ِ ِ ِ ِ
ت طها ِٕى َف ٰت مْنك ْم اَ ْن تَ ْف َش ََل َو ٰاَّلل َولي ه َما َو َعلَى ٰاَّلل فَ ْليَ تَ َوهك ِل الْم ْؤمن ْو َن ِ
ْ ا ْذ ََهه
Artinya: “Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena
takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”
صَركم ٰاَّلل بِبَ ْد ٍر هواَنْت ْم اَِذلهة فَاتهقوا ٰاَّللَ لَ َعلهك ْم تَ ْشكرْو َن
َ ََولََق ْد ن
Artinya: “Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar,
padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah
agar kamu mensyukuri-Nya.”
Qs. al-Nisā`/4: 77
tersebut juga mengajarkan umat Islam hendaknya tidak perlu takut terhadap
berbagai ancaman karena ada Allah yang Maha Penolong. Ayat 77 dari
surat al-Nisā` juga mengajarkan hal demikian, hendaknya umat Islam tidak
perlu takut jika diwajibkan berperang.
Setelah mengetahui kondisi makro dan mikro dalam ayat tersebut,
selanjutnya mengambil nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks
saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus membulatkan tekad
dan keberanian dalam menjalankan dan mendakwahkan syariat Islam.
Selanjutnya membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, Islam sudah menyebar luas ke penjuru
dunia, ancaman yang datang bukan hanya dari orang kafir, tetapi dari orang
Islam itu sendiri yang membawa kepentingan pribadi maupun kelompoknya
demi mencapai tujuan tertentu.
Problematika ancaman saat ini yang dihadapi umat Islam baik di
Indonesia maupun dunia adalah tindakan terorisme yang dapat mencoreng
nama baik dakwah dan ajaran Islam. Terorisme adalah ancaman atau
perbuatan kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara luas dan dapat
menimbulkan korban, kerusakan, dan kehancuran. Untuk itu, umat Islam
harus berani melawan ancaman terorisme baik dengan fisik seperti
berperang maupun non fisik seperti melaporkan dan memblokir ajaran
terorisme yang terdapat di dunia maya. Dalam kasus ini, nilai universal
yang terdapat dalam Qs. Āli ‘Imrān/3: 121-123 dan Qs. al-Nisā’/4: 77
menjadi sebuah kewajiban untuk umat Islam dalam mendakwahkan ajaran
Islam yang raḥmatan lil ‘ālamīn guna melawan ajaran terorisme yang saat
ini diidentikan dengan agama Islam.
50
3
“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” Diakses, 22 Desember, 2021,
kbbi.web.id/perang
51
saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus menghindari hal-hal
yang tidak diperlukan yang dapat membawa kehancuran.
Kemudian membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, perang merupakan hal yang mengerikan.
Meskipun dunia dalam keadaan kondusif dan tidak dalam masa perang,
tetapi ada beberapa hal yang hampir saja dapat memicu perang seperti krisis
rudal kuba dan alarm palsu serangan nuklir 1983.4 Dalam upaya mencegah
peperangan, negara-negara di dunia saat ini telah membentuk kedutaan-
kedutaan besar sebagai upaya diplomasi untuk menjaga perdamaian dunia.
Problematika saat ini umat Islam dan dunia adalah provokasi.
Provokasi merupakan tindakan seseorang atau kelompok yang dapat
menyebabkan orang lain marah, emosi, dan lainnya sehingga akan menjadi
suatu permasalahan yang sangat rumit5 dan bahkan dapat memicu perang.
Maka dari itu, umat Islam maupun pemimpin-pemimpin dunia tidak boleh
memprovokasi dan harus bisa menahan emosi serta bersabar supaya tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini, nilai universal yang
terdapat dalam Qs. al-Aḥzāb/33: 25-26 menjadi perintah bagi umat Islam
dan dunia untuk menjauhi hal-hal yang dapat memicu perang dan
kehancuran, seperti provokasi.
4
Danur Lambang Prastiandaru, “6 Insiden Perang Dingin yang Nyaris Jadi Perang
Dunia III,” Diakses, 22 Desember, 2021, www.kompas.com
5
“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” Diakses, 22 Desember, 2021,
kbbi.web.id/provokatif
52
ِ ٰ ب ِمن
اَّلل ٍضَ غ
َ ِومن ي وۡلِِم ي وم ِٕى ٍذ دب رهٖ ِٓۡ اِهل متَح ِرفًا لِِقتَ ٍال اَو متَحيًِزا اِ ٰٰل فِئَ ٍة فَ َق ْد ٰۤابء ب
َ ََ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ
ِ ومأْ ٰوىه جهنهم وبِْئس الْم
ص ْْي َ َ َ َ َ ََ
Artinya: “Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah.
Tempatnya adalah neraka jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali.”
6
Syahruddin el-Fikri, “Prinsip Hukum Islam,” Diakses, 22 Desember, 2021,
republika.co.id
53
7
Aletheia Rabbani, “Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli, Unsur, Tipologi,
dan Teori Penyebabnya,” Diakses, 23 Desember, 2021, www.sosiologi79.com
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan menggunakan teori double movement Fazlur Rahman,
penulis berusaha memahami ayat-ayat perang (qitāl) dalam al-Qur`an dan
menerapkannya sebagai jihad baik dalam kondisi perang maupun damai.
Allah menuruntkan ayat-ayat perang bukan bermakna Islam
mengajarkan kekerasan, ayat tersebut bertujuan untuk melindungi umat
Islam dari serangan orang-orang kafir yang memerangi Islam. Dalam dunia
yang sedang kondusif seperti sekarang ini, menerapkan ayat perang sebagai
jihad tidak bisa secara tekstual, tetapi kontekstual.
Dalam situasi yang damai, umat Islam dapat berjihad menggunakan
ayat perang dengan menjadikannya sebagai prinsip dan motivasi dalam
menjalani hidupnya seperti dalam kehidupan bernegara dengan senantiasa
menjaga keamanan dan kedaulatannya. Ayat perang juga bisa dijadikan
prinsip dalam menempuh pendidikan, seperti tidak menyerah melawan rasa
malas yang melanda sebagaimana seorang pejuang yang tidak menyerah
sampai titik darah penghabisan.
Sedangkan dalam situasi perang, ayat qitāl dapat diterapkan sebagai
jihad dengan cara berperang sesuai ketentuan al-Qur`an dengan tidak
melampaui batas dan tidak boleh mundur, serta mematuhi pemimpin dalam
perang.
55
56
B. Saran
Sebagai penutup, penulis hendak menyampaikan saran dari hasil
penelitian ini. Sebagai berikut:
1. Pada dasarnya semua agama tidak mengajarkan kekerasan, begitu
juga dengan Islam, Islam datang membawa perdamaian. Maka kita
sebagai Muslim hendaklah tidak memicu perselisihan, apalagi
peperangan.
2. Di zaman modern sekarang ini, pesan-pesan kebencian dan
provokasi begitu mudah tersebar melalui media sosial, dampaknya
sulit diprediksi. Hendaknya kita bisa mencegah pesan itu dengan
tidak menyebarkannya kembali dan menelusuri benar tidaknya
setiap pesan yang kita terima.
3. Sebagai pemilik wewenang, negara harus berperan aktif dalam
mencegah kezaliman, intimidasi, dan tindak kejahatan lainnya, baik
dalam dunia nyata maupun maya.
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai lembaga pendidikan Islam
harus terus menjaga marwah Islam yang raḥmatan lil `ālamīn. Dan
harus mencegah segala bentuk radikalisme dalam berpikir dan
bertindak, begitu pula dalam beragama dan bernegara.
5. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna karena kekurangan penulis yang masih belum banyak
membaca literatur yang ada. Karena itu, dianjurkan bagi akademisi
untuk mengembangkan telaah sejarah dan tafsir yang kaya literatur
dalam melanjutkan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alyafie, Husein. “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam.” Jurnal Hunafa. vol.6, no.1 (April 2009):
40.
Amal, Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1989.
Anhar Azam, “Nilai-Nilai Etis dalam Ayat Perang (Penafsiran Ayat-Ayat
Perang dalam al-Qur`an).” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Al-Asfaḥāni, al-‘Allamah al-Rāgib. Mufrādāt Alfāẓ al-Qur’ān. Damaskus:
Dār al-Qalam, 2002.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm. Kairo: Dārul Ḥadīts, 1981.
Chirzin, Muhammad. Kamus Pintar al-Qur`an. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Fahrizal, Muhammad Ari, “Pemikiran Fazlur Rahman.” Makalah S1.,
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2020.
El-Fikri, Syahruddin. “Prinsip Hukum Islam.” Diakses, 22 Desember, 2021,
republika.co.id
Harahap, Saddam Husein, “Perang dalam Perspektif al-Qur`an (Kajian
Terhadap Ayat-Ayat Qitāl).” Tesis S2., Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2016.
Hidayat, Prabowo Adi Hidayat. “Argumentasi Makna Jihad dalam al-
Qur`an Ditinjau dari Perspektif Masyarakat Kosmopolitan.”
Akademika: Jurnal Pemikiran Islam STAIN Jurai Siwo Metro.
vol.18, no.2 (April 2013): 2.
Al-Jaṣaṣ, Aḥmad ibn ‘Ali Abi Bakr al-Razi. Aḥkām al-Qur`ān. Beirut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Mukhtaṣar Zādul Ma’ād, terj. Kathur Suhardi.
Jakarta: Pustaka Azam, 2000.
Kaltsum, Lilik Ummu dan Abd. Moqsith Ghazali. Tafsir Ayat-Ayat Aḥkam.
Jakarta: UIN PRESS, 2015.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).” Diakses, 30 Oktober, 2021,
https://kbbi.web.id
Manẓur, Ibn. Lisān al-‘Arab. Kairo: Dār al-Ma`ārif, 1119.
Al-Mawardi, Abu al-Ḥasan ‘Ali ibn Muḥammad ibn Ḥabib al-Basri al-
Bagdadi. al-Nukāt wa al-‘Uyūn. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992.
Al-Miṣri, Syihab ad-Din Aḥmad bin Muḥammad al-Ḥalim. at-Ṭibyān fī
Tafsīr Garīb al-Qur`ān. Beirut: Dār aṣ-Ṣahabah at-Turās bi Tanta,
1992.
57
58