Anda di halaman 1dari 79

PERANG DALAM AL-QUR`AN: STUDI PENERAPAN

TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN


DALAM MENAFSIRKAN AYAT QITĀL

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Disusun Oleh:
Muhammad Arief Fadilah
NIM: 11170340000150

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H / 2021 M
ii
PERANG DALAM AL-QUR`AN: STUDI PENERAPAN
TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN
DALAM MENAFSIRKAN AYAT QITĀL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Disusun Oleh:

Muhammad Arief Fadilah


NIM: 11170340000150

Di Bawah Bimbingan:

Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar M.A.


NIP: 196908221997031002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H / 2021 M

iii
iv
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PERANG DALAM AL-QUR`AN: STUDI


PENERAPAN TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN
DALAM MENAFSIRKAN AYAT QITĀL telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 November 2021. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama
(S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 24 Januari 2022
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha M.Ag dc Fahrizal Mahdi Lc. MIRKH


NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,
Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Suryadinata M.Ag Moh Anwar Syarifuddin M.A


NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19720518 199803 1 003

Pembimbing,

VT Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar M.A


NIP. 19690822 199703 1 002
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Arief Fadilah
NIM : 11170340000150
Fakultas : Ushuluddin
Prodi : Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Judul Skripsi : Perang Dalam Al-Qur`an: Studi Penerapan Teori Double
Movement Fazlur Rahman Dalam Menafsirkan Ayat Qitāl
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan
hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang
lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan semestinya.

Bekasi, 15 Juli 2021

Muhammad Arief Fadilah


NIM : 11170340000150

vii
viii
ABSTRAK
Muhammad Arief Fadilah 11170340000150
“PERANG DALAM AL-QUR`AN: STUDI PENERAPAN TEORI
DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN DALAM
MENAFSIRKAN AYAT QITĀL”
Skripsi ini mencoba mengkaji ayat-ayat qitāl dengan menggunakan
metode double movement Fazlur Rahman. Tulisan ini berawal dari adanya
beberapa golongan umat Islam yang keliru dalam memahami perintah qitāl,
sehingga melakukan praktik yang tidak tepat dengan yang dimaksud oleh
ayat al-Qur`an. Sehingga tujuan penelitian ini adalah ; Pertama, untuk
mengetahui makna kata qitāl yang terdapat dalam al-Qur`an. Kedua, untuk
mengetahui cara menerapkan ayat perang sebagai jihad di saat perang dan
damai serta untuk mengetahui pemilik wewenang perang jika umat Islam
harus berperang. Sehingga ayat-ayat qitāl tersebut dapat dipahami
sebagaimana mestinya dan tujuan umumnya agar dapat diterapkan dalam
problematika saat ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research).
Terlebih dahulu penelitian ini akan memfokuskan pada makna qitāl dalam
al-Qur`an, kemudian pemaparan ayat qitāl, lalu penjelasan mengenai
biografi dan pendidikan Fazlur Rahman serta double movement dan
penafsirannya dalam memahami ayat qitāl. Sehingga, penulis dapat
membuktikan bahwa kehujjahan al-Qur`an tidak terbatas waktu dan tempat,
serta akan selalu menjadi pedoman hidup manusia. Beberapa temuan
penelitian dalam skripsi ini yaitu perang dalam Islam bersifat defensif dan
ayat qitāl memiliki nilai universal yang dapat diterapkan dalam situasi dan
kondisi apapun.
Kata kunci: Qitāl, Double Movement

ix
x
KATA PENGANTAR

‫اَّللِ الهر ْْحَ ِن الهرِحْي ِم‬


‫بِ ْس ِم ه‬

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt atas
segala rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya sehingga penyusunan skripsi
ini dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat, semoga kita termasuk
umatnya yang mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.
Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya
bimbingan, dukungan, motivasi, dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh
karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas bantuan tersebut, baik
berupa materi, waktu, tenaga, dan dukungan, penulis ucapkan jazākumullāh
ahsanal jazā semoga kebaikan dari semua pihak mendapat balasan terbaik
dari Allah Swt dengan berlipat ganda. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada yang terhormat:
1. Segenap sivitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ibu rektor Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin
Umar Lubis Lc. M.A. beserta jajarannya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman M.A. beserta
jajarannya.
3. Ketua Program Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir Dr. Eva Nugraha M.Ag.
beserta jajarannya.
4. Dosen pembimbing akademik bapak Muslih Nur Hasan Lc. M.Ag. yang
telah membimbing penulis sejak awal kuliah sampai menyelesaikan
tugas akhir berupa skripsi.

xi
xii

5. Dosen pembimbing skripsi bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar M.A.


dan bapak Anwar Syarifuddin M.A. yang telah banyak meluangkan
waktunya agar skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Seluruh dosen dan karyawan serta teman-teman Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis
selama menempuh studi.
7. Kepada semua keluarga, saudara, sahabat, dan pihak lain yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Terakhir dan yang paling utama terima kasih kepada orang tua
penulis yakni ayahanda H. Sukarto dan ibunda Hj. Toebah yang sangat
penulis hormati dan cintai. Terima kasih atas segala dukungan yang selalu
diberikan selama ini, baik dari segi materi maupun doa yang selalu
dipanjatkan untuk penulis.
Jazākumullāh ahzanal jazā kepada semuanya, semoga Allah Swt
meridai dan memberkahi serta membalas sebaik-baiknya atas semua jasa
kalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Bekasi, 15 Juli 2021

Muhammad Arief Fadilah


PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi berfungsi untuk memudahkan penerapan alih
aksara dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian, pedoman transliterasi
ini dikutip berdasarkan keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 158 tahun 1987 dan nomor
0543b/U/1987.
1. Konsonan Kata
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke bahasa Latin dapat
dilihat pada tabel berikut.
Huruf Huruf Keterangan
Arab Latin
‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b Be
‫ت‬ t Te
‫ث‬ ṡ Es (dengan titik di atas)
‫ج‬ j Je
‫ح‬ ḥ Ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ kh Ka dan ha
‫د‬ d De
‫ذ‬ Ż Zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ r Er
‫ز‬ z Zet
‫س‬ s Es
‫ش‬ sy Es dan ye
‫ص‬ ṣ Es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍ De (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭ Te (dengan titik di bawah)

xiii
xiv

‫ظ‬ ẓ Zet (dengan titik di bawah)


‫ع‬ ‘ Apostrof terbalik
‫غ‬ g Ge
‫ف‬ f Ef
‫ق‬ q Ki
‫ك‬ k Ka
‫ل‬ l El
‫م‬ m Em
‫ن‬ n En
‫و‬ w We
‫ه‬ h Ha
‫ء‬ ` Apostrof
‫ي‬ y Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa


diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
dengan tanda (`).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal
tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf latin Nama
َِ‫ا‬ Fatḥah a a
‫ا‬ Kasrah i i
‫ا‬ Ḍammah u u
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
xv

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ﹷي‬ Fatḥah dan ya ai a dan i

‫ﹷو‬ Fatḥah dan wau au a dan u

Contoh: ‫ف‬
َ ‫ َكْي‬kaifa ‫ َه ْو َل‬haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat & Nama Huruf & Nama
huruf tanda

‫ى‬...
َ / َ‫ا‬...
Fatḥah dan ā a dan garis di atas
alif atau ya
‫ِِى‬ Kasrah dan Ī i dan garis di atas
ya
‫ىو‬ Ḍammah dan ū u dan garis di atas
wau

4. Ta marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya
adalah [t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

‫ضة ْاْلَطْ َفال‬ َ ‫َرْو‬ : rauḍah al-aṭfāl


ِ ‫اَلْم ِدي نَة الْ َف‬
‫ضْي لَة‬ ْ َ : al-madīnah al-fāḍilah

‫ْمة‬ ِ
َ ‫اْلك‬ْ : al-hikmah

xv
xvi

5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydīd ( َ ), dalam transliterasi ini dilambangkan
dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:

‫َربهنَا‬ : rabbanā

‫هيي نَا‬
ْ ‫ََن‬ : najjainā
‫اْلَق‬ْ : al-ḥaqq
‫اْلَج‬ ْ : al-ḥajj
‫ن عِ َم‬ : nu‘‘ima

‫َعدو‬ : ‘aduwwun
Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh
huruf kasrah (‫)ىِى‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:

‫َعلِى‬ : ‘Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)


‫َعَرب‬ : ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
‫( ال‬alif lam ma‘rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah
maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf
langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:

‫همس‬ ْ ‫ اَلش‬: al-syams (bukan asy-syams)


‫ اَلَْزلَْزلَة‬: al-zalzalah (az-zalzalah)
‫ اَلْف ْل َس َفة‬: al-falsafah
xvii

‫اَلْبِ ََلد‬ : al-bilādu

7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila
hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan
xvi
Arab ia berupa alif. Contohnya:

‫ََتْمرْو َن‬ : ta’murūna


‫اَلْنَ ْوء‬ : al-nau’

‫َش ْيء‬ : syai’un


‫ا ِم ْرت‬ : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa


Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,
istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata,
istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan
bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas.
Misalnya kata al-Qur`an (dari al-Qur`ān), Sunnah, khusus dan umum.
Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks
Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:
Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Al-Sunnah qabl al-tadwīn
Al-‘Ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab

xvii
xviii

9. Lafẓ al-Jalālah ( ‫) هللا‬


Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal),
ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:
‫للا‬
ّ ‫ ِديْن‬dīnullāh ِ‫اللا‬
ّ ِ‫ ب‬billāh
Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah,
ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
ِ‫ه ْم فِ ْي َرحْ َم ِة للا‬hum fī raḥmatillāh
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps),
dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang
penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia
yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan
huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada
permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A
dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan
yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului
oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam
catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wuḍi’a linnāsi lallażī bi Bakkata
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī
Abū Naṣr al-Farābī
Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Ḍalāl
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………. vii
ABSTRAK …………………………………………………............... ix
KATA PENGANTAR ……………………………………………… xi
PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………… xiii
DAFTAR ISI ……………………………………………................... xix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………............... 1
B. Identifikasi Masalah ………………………………................. 6
C. Batasan dan Rumusan masalah ………………….…………… 7
D. Tujuan dan manfaat penelitian ……………………………….. 7
E. Kajian Pustaka ……………………………………………….. 8
F. Metode Penelitian …...……………………………….............. 9
G. Sistematika Penulisan ………………………………............... 11
BAB II : KAJIAN TENTANG QITĀL
A. Terjemahan kata Qitāl dan Pengertiannya …………................ 13
B. Sinonim kata Qitāl Dalam al-Qur`an ………………................ 14
C. Qitāl Sebagai Bagian dari Jihād ……………………............... 16
D. Hukum Berperang Dalam Kajian Keislaman ………............... 17
E. Sebaran Ayat Qitāl dalam al-Qur`an …..…………………….. 22
F. Diskursus Perang (Qitāl) Dalam al-Qur`an …………………. 25
BAB III : DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN
A. Biografi Fazlur Rahman …………………………………….... 35
B. Latar Belakang Pendidikan Fazlur Rahman ….......................... 35
C. Karya dan Pemikiran Fazlur Rahman ………………............... 38
D. Konsep Double Movement Fazlur Rahman ………………….. 42

xix
xx

BAB IV : ANALISIS DOUBLE MOVEMENT PADA AYAT QITĀL


DAN APLIKASINYA DALAM KONTEKS MASA KINI
A. Paksaan Bela Negara ………………………………………… 45
B. Melawan Ancaman Besar ……………………………………. 47
C. Menghindari Perang yang Tidak Diperlukan ………............... 50
D. Prinsip Dalam Perang ………………………………............... 52
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………............... 55
B. Saran …………………………………………………………. 56
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 57
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kitab suci al-Qur`an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia
dalam berbagai aspek kehidupan, sebagaimana yang tertera pada Qs. al-
Baqarah/2: 185 yang berbunyi:

ِ َ‫ٰت ِمن ۡاۡل ٰدى و ۡالف ۡرق‬


‫ان‬ ٍ ‫هاس و ب يِن‬
ِ ‫ن‬ ‫ل‬ِ‫ى ا ۡن ِزَل فِ ۡي ِه ۡالق ۡراٰن هدى ل‬
ً
ۡ ‫ش ۡهر رمضان اله ِذ‬
ۡٓ َ َ ََ َ
َ َ َ َ
Artinya : “Bulan Ramaḍān, (bulan) yang diturunkan al-Qur`ān sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara ḥaq dan bāṭil).”
Al-Qur`an sebagai pedoman dan petunjuk umat Islam senantiasa
memberikan kontribusi dalam setiap kehidupan, tetapi al-Qur`an tidak
pernah menjadikan dirinya sebagai pengganti dari usaha manusia, justru al-
Qur`an sebagai pendorong dan pemandu supaya manusia berperan positif
dalam setiap kehidupan. Al-Qur`an akan mengarahkan manusia menuju
jalan kebenaran (lurus), agar manusia tidak keliru dalam menjalankan
aktivitas kehidupannya. Al-Qur`an adalah kitab yang memberikan
penjelasan secara komprehensif baik masalah besar dan kecil, bahkan
termasuk bagaimana sebuah sistem dalam bertata negara hingga bagaimana
berperang yang benar yang sesuai dengan petunjuk al-Qur`an dan Rasul-
Nya. Oleh sebab itu, segala upaya pemahaman dan pengaplikasian al-
Qur`an harus dipertimbangkan melalui berbagai faktor yang sulit dalam
sejarah kehidupan manusia. Al-Qur`an harus diracik dan ditafsirkan melalui
penelusuran-penelusuran dengan melihat kondisinya baik dari segi
sosiologis, kultural, psikologis, etika, politik, dan sebagainya.1
Ayat al-Qur`an yang menyatakan wewenang perang bukan berarti
menunjuk pada cara penyebaran Islam melalui kekerasan, ayat tersebut

1
Emha Ainun Nadjib, Surat Kepada Kanjeng Nabi (Bandung: Mizan, 1997), 335.

1
2

memiliki alasan bahwa umat Islam sedang diserang, sehingga untuk


mendapatkan kemerdekaan beragamanya umat harus berjuang, atau ayat
tersebut menunjukkan keterpaksaan umat Islam untuk melakukan
penyerangan dan perlawanan terhadap musuh yang tidak menghendaki
Islam. Maka perang tersebut adalah tindakan defensif (pertahanan) dan
perlindungan diri dari serangan musuh, juga untuk melindungi dakwah dan
membangun kemerdekaan beragama.2
Kehadiran Islam dengan segala idealitasnya ternyata belum dapat
memberikan pemahaman yang komprehensif bagi sebagian kelompok,
salah satunya adalah kelompok fundamentalis khususnya fundamentalis
agama. Beberapa sarjana menggunakan istilah “Islamisme” sebagai
padanan kata Islam radikal atau fundamental, Fazlur Rahman menggunakan
istilah “revivalisme”, sementara Hasan Hanafi menggunakan istilah
“uṣuliyah”. Sementara banyak yang menilai bahwa fenomena
fundamentalisme Islam sebenarnya adalah gerakan politik, sehingga
mereka menyebutnya sebagai “Islam politik”.3 Fundamentalis ini yang
kemudian diidentikan dengan terorisme karena memahami ayat perang
dalam al-Qur`an sebagai tindakan ofensif, bukan defensif.
Dari hasil penelusuran awal penulis mengenai ayat perang
menggunakan buku karya Muhammad Chirzin ditemukan beberapa ayat
dalam beberapa surat, yaitu Qs. al-Baqarah/2: 190, 216, 244, 246, Qs. Āli
‘Imrān/3: 123, Qs. al-Nisā`/4: 75-76, Qs. al-Mā`idah/5: 33, Qs. al-
Taubah/9: 14, 43, 83, 120, Qs. al-Ṣaff/61: 4, Qs. al-Ḥujurat/49: 9, Qs. al-

2
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX
(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), 107.
3
Prabowo Adi Hidayat, “Argumentasi Makna Jihad dalam al-Qur`an Ditinjau
Dari Perspektif Masyarakat Kosmopolitan,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam STAIN
Jurai Siwo Metro, vol.18, no.2 (April 2013), 2.
3

Ḥasyr/59: 14.4 Dari beberapa ayat yang menyatakan wewenang perang


tersebut, semuanya memiliki alasan dan tujuan yang berbeda.
Dari banyaknya ayat yang membahas tentang perang di atas, maka
dibutuhkan pemahaman yang komprehensif untuk memahami ayat qitāl
(perang) agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menyebabkan
tindakan yang tidak tepat. Pemahaman terhadap al-Qur`an secara penuh
merupakan konsekuensi logis dalam menjalankan ritus (tindakan)
keagamaan baik dengan sang Pencipta maupun dengan makhluk-Nya. Al-
Qur`an adalah teks, sebagai petunjuk tentu saja membutuhkan berbagai
penafsiran.
Mengacu pada teks yang multitafsir itu, al-Qur`an bukan hanya
sebagai pedoman hidup, namun di satu sisi juga menimbulkan polemik
kebahasaan dan berdampak lebih lanjut pada kekeliruan pemahaman,
contohnya adalah pada kasus ayat-ayat jihād (khususnya qitāl), yang
menjadi sarana doktrinasi dalam melakukan aksi-aksi kekerasan maupun
terorisme.5 Perang dalam pandangan Islam hakikatnya merupakan sesuatu
yang harus dihindari, karena Islam tidak menghendaki terjadinya
peperangan. Dalam melakukan perang, Islam mempunyai suatu tujuan
tersendiri di mana perang dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan
diri dari serangan dan dalam rangka menjaga penyebaran dakwah, dakwah
itu sendiri merupakan bagian jihād namun tidak termasuk dalam qitāl.
Adapun ayat pertama yang membolehkan kaum mukmin berperang
adalah Qs. al-Ḥajj/22: 39 yang berbunyi:

‫ص ِرِه ْم لََق ِديْر‬ ‫أ ِذ َن لِله ِذيْ َن ي َقاتَل ْو َن ِِبَ هَّن ْم ظلِم ْوا َو إِ هن ه‬
ْ َ‫اَّللَ َعلَى ن‬

4
Muhammad Chirzin, Kamus Pintar al-Qur`an (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2013), 431.
5
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018), 3.
4

Artinya : “telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,


karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.”
Ayat tersebut turun dalam perjalanan Rasul dari Makkah ke
Madinah, dalam Firman Allah tersebut, izin yang dimaksudkan pada ayat
itu adalah bersifat dibolehkan (ibāhah). Lebih jauh, para ahli fikih
menjelaskan jika kaum Muslim atau wilayah mereka diserang, mereka
wajib berperang dalam mempertahankan wilayah kaum Muslim dan
membalasnya dengan serangan yang setimpal. Kata qitāl dengan berbagai
derivasinya ditemukan sebanyak 170 kali dalam al-Qur`an, sedangkan kata
qitāl itu sendiri disebut sebanyak 13 kali dalam 6 surat.6
Para ulama terdahulu telah memiliki suatu metodologi sebagai
upaya mendialogkan al-Qur`an dan Hadits dalam konteks mereka. Akan
tetapi ketika suatu metode itu dibawa kepada konteks yang berbeda, metode
itu bisa jadi tidak akan mampu lagi mendialogkan keduanya sebagaimana
kebutuhan konteks yang baru. Bahkan langkah mundur jika problem-
problem kontemporer saat ini dipecahkan dengan metode orang-orang dulu
yang jelas berbeda dengan problem saat ini. Hal tersebut tentu menuntut
adanya metode penafsiran baru yang sesuai dengan perkembangan situasi,
sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan peradaban manusia.7
Salah satu metode penafsiran yang relevan dengan masa sekarang
yang penulis ingin sampaikan yaitu metode yang ditawarkan oleh Fazlur
Rahman, seorang pemikir Islam asal Pakistan yang lahir pada tahun 1919
M. Dengan semangat mengembangkan kembali pintu ijtihād, Rahman

6
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil Karīm
(Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
7
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018), 6.
5

kemudian merumuskan metodologi untuk memahami al-Qur`an dan Hadits


dalam cakupan luas, yang kemudian disebut dengan teori double movement
(gerakan ganda).
Langkah pertama dari gerakan tersebut adalah seseorang harus
memahami arti atau makna suatu pernyataan tertentu dengan mempelajari
situasi dan problem historis yang selanjutnya akan mengkaji secara umum
mengenai situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat
istiadat, pranata-pranata, bahkan tentang kehidupan secara menyeluruh di
Arab.8 Maksud dari langkah pertama ini yaitu upaya sungguh-sungguh
memahami konteks makro dan mikro saat al-Qur`an diturunkan, setelah itu
mufasir berusaha menangkap makna asli dari al-Qur`an.
Langkah kedua yaitu melakukan generalisasi jawaban-jawaban
spesifik dan menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki
tujuan-tujuan moral sosial yang disaring dari ayat-ayat spesifik dalam latar
belakang sosio-historis dan rationes legis yang sering dinyatakan.9 Gerakan
kedua ini berusaha menemukan ideal moral setelah adanya kajian sosio-
historis, kemudian ideal moral tersebut menemukan eksistensinya dan
menjadi sebuah teks yang hidup dalam pranata umat Islam.
Dalam konteks masa kini, perang yang terjadi tidak sama dengan
masa Nabi Muhammad Saw, perang saat ini tidak hanya untuk
mempertahankan agama, tapi perang untuk mempertahankan wilayah
negara, ada juga perang non fisik seperti perang ideologi, budaya, bahkan
sosial media. Saat ini pemimpin perang juga bukan hanya ulama atau tokoh
agama Islam, melainkan para jendral, panglima, bahkan ulil amri
(pemegang kekuasaan) seperti presiden juga berhak menyatakan perang.

8
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad dalam Al-Quran”, 9.
9
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad dalam Al-Quran”, 10.
6

Dari semua pembahasan itu, perlu kiranya diadakan penelitian lebih


lanjut tentang bagaimana memahami ayat-ayat qitāl dalam al-Qur`an
dengan teori double movement Fazlur Rahman supaya ayat tersebut dapat
diterapkan dalam kondisi perang maupun damai, penelitian ini juga akan
mengkaji siapa yang memiliki wewenang perang saat ini, pemimpin negara
atau para ulama. Penulis berkeyakinan bahwa ayat qitāl dapat dipahami
secara fleksibel.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi
beberapa permasalahan yang muncul, yaitu:
1. Terdapat banyak definisi tentang perang di antara para mufasir.
2. Banyak kelompok yang menggunakan ayat perang sebagai legitimasi
tindakkan kekerasan atas nama agama.
3. Terdapat perbedaan konteks mengenai perang pada zaman Nabi dan
zaman sekarang.
4. Terdapat perbedaan kondisi dan situasi dunia antara zaman Nabi dan
zaman sekarang.
5. Banyak yang menganggap jihad terbesar adalah perang.
6. Terdapat kesenjangan antara maksud dari ayat dengan perbuatan umat
Islam zaman sekarang.
7. Terdapat 170 ayat qitāl beserta derivasinya dan sinonim kata perang
seperti ḥarbu.10

10
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm (Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
7

C. Batasan dan Rumusan Masalah


Dengan mempertimbangkan pemaparan di atas, maka permasalahan
pokok penting dan mendasar yang menjadi fokus utama kajian penelitian
ini adalah double movement, mauḍu’i, dan ayat qitāl yang berjumlah 170
ayat. Untuk mengetahui jawaban yang komprehensif, maka pokok
permasalahan dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya akan berfokus pada ayat-ayat qitāl dalam al-Quran,
dan metode double movement Fazlur Rahman.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan ayat perang (qitāl) sebagai jihad di saat damai
dan di saat perang?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan
manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui lebih banyak kajian tentang perang (qitāl) dalam al-Qur`an,
dan pendapat para mufasir serta ulama besar tentang topik tersebut.
2. Mengetahui pemilik wewenang perang dalam Islam di masa sekarang.
3. Mengetahui bagaimana penerapan teori double movement Fazlur
Rahman dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an.
4. Memahami penerapan ayat perang (qitāl) dalam problematika umat
Islam saat ini.
5. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih bagi pihak-
pihak yang ingin mendalami studi tentang perang dalam Islam.
6. Penelitian ini sekaligus sebagai penyelesaian tugas akhir dan syarat
untuk memproleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.).
8

E. Kajian Pustaka
Berdasarkan kajian pustaka terdahulu, penelitian ini dirasa berbeda
dari karya ilmiah yang lain. Selain menekankan pada aspek makna,
penelitian ini juga menekankan pada aspek pemahaman mengenai qitāl
dalam pandangan masa kini dengan berbagai problematikanya. Adapun
kajian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian Mukhamad Saifunnuha berusaha menggali makna qitāl
secara umum, berupa syarat dan ketentuan dalam melakukan perang dan
sebagainya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Islam adalah
agama yang lembut dan damai, karena qitāl dalam Islam hanya
dilakukan pada situasi tertentu.11
2. Penelitian Azam Anhar menjelaskan bagaimana peristiwa perang terjadi
dan juga mengandung penafsiran tentang nilai etis dalam ayat perang,
meski tidak semua ayat perang mengandung nilai etis. Hasil dari
penelitian ini memberitahukan bahwa dalam peperangan pun ada
etikanya seperti tidak boleh menyerang orang yang bukan musuh seperti
warga sipil, dan ada pula pelajaran yang dapat diambil dari peperangan
seperti berpegang teguh pada prinsip serta pantang mundur.12
3. Penelitian Tohirin menjelaskan bahwa surah al-Baqarah ayat 190
memerintahkan kaum muslim untuk berperang dalam rangka
mempertahankan diri, penelitian ini juga menjelaskan bahwa perang
yang diizinkan oleh al-Qur`an semata-mata hanya untuk membela Islam
dan berharap ke-rida-an Allah. Hasil dari penelitian ini yaitu
meluruskan pemahaman bahwa sejatinya qitāl hanya dilakukan karena

11
Mukhamad Saifunnuha, “Jihad Dalam al-Qur`an; Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl
Dalam al-Qur`an” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018).
12
Azam Anhar, “Nilai-Nilai Etis dalam Ayat Perang (Penafsiran Ayat-Ayat
Perang dalam al-Qur`an)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2015).
9

Allah semata, bukan untuk jabatan, kekuasaan, harta rampasan perang,


ataupun hal lainnya.13
4. Penelitian Saddam Husein Harahap menjelaskan tentang qitāl dan
berbagai derivasinya dalam al-Qur`an, menjelaskan tentang faktor
dibolehkannya perang dalam perspektif al-Qur`an, serta hukum dalam
perang (farḍu kifāyah dan farḍu ‘ain). Farḍu kifāyah yaitu melawan
musuh kafir yang ingin mencelakakan Islam ke negeri tempat umat
Islam tinggal, farḍu ‘ain yaitu berperang melawan musuh kafir yang
ingin menghancurkan Islam telah memasuki negeri tempat umat Islam
tinggal. Hasil dari penelitian ini secara tersirat mengartikan bahwa
berperang dalam rangka menjaga negara adalah wajib, karena negara
merupakan suatu tempat dimana umat Islam dapat menjalankan
syariatnya dengan aman dan damai.14
Dari semua pemaparan tersebut, tidak ada yang membahas secara
spesifik mengenai bagaimana menerapkan ayat perang sebagai jihad di
situasi damai dan perang serta siapakah yang memiliki wewenang
berperang saat ini jika umat Islam harus menjalankan perang.

F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah sebuah hal penting bagi seorang peneliti
untuk mencapai sebuah tujuan serta dapat menemukan sebuah jawaban dari
masalah penelitian. Metode dalam penelitan ini menggunakan teori double
movement Fazlur Rahman.

13
Tohirin, “Studi Penafsiran Muḥammad Rasyid Riḍa Dalam Tafsir al-Manār dan
Sayyid Quṭub Dalam Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur`ān Tentang Perang (Qitāl) Fī Sabīlillāh Dalam
al-Qurā`n Surah al-Baqarah Ayat 190, 246, dan an-Nisā` Ayat 74-75” (Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).
14
Saddam Husein Harahap, “Perang Dalam Perspektif al-Qur`ān (Kajian
Terhadap Ayat-Ayat Qitāl)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan,
2016).
10

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan library research (penelitian pustaka), yaitu
penelitian yang dilakukan berdasarkan literatur, baik berupa buku,
catatan, dan laporan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan
berkaitan dengan tema pembahasan penelitian.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data pokok yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian sebagai sumber utama dalam penelitian ini.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah al-Qur`an
dan kitab-kitab tafsir.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dalam sebuah penelitian.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini yaitu literatur-literatur
lainnya baik berupa buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, dan lain
sebagainya yang memiliki keterkaitan dalam tema penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi, proses pengumpulan data dalam sebuah
penelitian bergantung pada jenis penelitian yang dipilih.
Pengumpulan data dalam penelitian pustaka bisa dengan cara
dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan tema penelitian baik berupa buku, catatan, jurnal, dan
sebagainya.
Dari data primer dan sekunder di atas kemudian dikumpulkan lalu
diuraikan untuk dianalisis dengan metode deskriptif-analisis, yaitu
mendeskripsikan suatu objek penelitian berdasarkan data-data yang
diperoleh.
11

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan memuat lima bab pembasahan, dimana setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam
memberikan penjelasan secara komprehensif dan sistematis. Ayat-ayat
yang terdapat dalam skripsi ini penulis kutip dari aplikasi al-Qur`an 30 Juz
Offline Reader. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab pertama, pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, kajian tentang qitāl. Bab ini berisi sub bab meliputi
pengertian qitāl, sinonim dari kata qitāl, qitāl sebagai bagian jihād, hukum
perang dalam Islam, sebaran ayat-ayat qitāl dalam al-Qur`an, dan diskursus
perang (qitāl) dalam al-Qur`an
Bab ketiga, double movement Fazlur Rahman. Bab ini akan
membahas tentang biografi Fazlur Rahman, latar belakang pendidikannya,
karya-karya dan pemikirannya, serta penjelasan tentang konsep double
movement.
Bab keempat, analisis double movement terhadap ayat qitāl dan
aplikasinya dalam konteks masa kini. Bab ini akan berisi penjelasan
mengenai penafsiran dari diskursus ayat perang (qitāl) dan penerapannya
seperti paksaan bela negara, melawan ancaman besar, menghindari perang
yang tidak diperlukan, dan penerapan prinsip-prinsip perang dalam Islam.
Bab kelima, penutup. Bab ini merupakan bagian akhir dari
penelitian yang berisi dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
12
13

BAB II
KAJIAN TENTANG QITĀL
A.Terjemahan Kata Qitāl dan Pengertiannya
Secara etimologi, qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala –
yuqātilu, tepatnya adalah ṡulāsi majīd satu huruf bab fi’il dari kata qatala
yang memiliki tiga pengertian: pertama, berkelahi melawan seseorang,
kedua, memusuhi (adāhu), ketiga, memerangi musuh (hārabahū al-‘adā).
Selain itu, qitāl juga memiliki arti melaknat seperti yang ditulis Ibn Manẓur
di bawah ini:

‫َّن يؤفَكون أي لعنهم أّن يصرفون و ليس هذا مبعىن القتال الذي هو من‬
‫اَّلل أ ه‬
‫قَتَ لَهم ه‬
1
.‫املقاتلة و احملاربة بني إثنني‬
Qitāl juga bisa berarti meredakan seperti contoh kalimat qatala al-
barūd, dan mencampuri sesuatu dengan yang lain seperti contoh kalimat
qataltu al-khamra bi al-mā`i, saya mencampuri khamar dengan air.2
Menurut para ahli tafsir, sebagaimana yang dikemukakan al-Qurṭubi
di dalam tafirnya bahwa qitāl adalah berperang melawan musuh-musuh
Islam dari kalangan orang-orang kafir.3
Dapat ditarik kesimpulan bahwa qitāl merupakan bentuk
permusuhan antara dua atau beberapa pihak, baik perseorangan, kelompok,
bangsa dan negara, suku, bahkan agama. Qitāl yang merupakan bentuk
masdar dari qatala memiliki arti saling membunuh, dan kegiatan saling
membunuh sering terjadi dalam peperangan, itu sebabnya qitāl diartikan
sebagai perang.

1
Ibn Manẓūr, Lisān al-‘Arab, Jilid 5 (Kairo: Dār al-Ma’ārif, 1119), 3531.
2
Al-‘Allamah al-Rāgib al-Asfahāni, Mufrādāt Alfāẓ al-Qur`ān (Damaskus: Dār
al-Qalam, 2002), 655-656.
3
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, al-Jāmi’ Li Ahkāmi al-Qur`ān, Juz III (Kairo: Dār al-
Kutub al-Miṣriyyah, 1964), 38.

13
14

B. Sinonim Kata Qitāl Dalam al-Qur`an


Selain qitāl, kata perang juga merupakan terjemahan dari al-ḥarb
dan al-ghazwah yang merupakan sinonim (persamaan) kata qitāl. Al-harb
dan al-gazwah beserta derivasinya dalam al-Quran disebutkan sebanyak
enam kali, yaitu pada Qs. al-Baqarah/2: 279, al-Mā`idah/5: 33 dan 64, al-
Anfāl/8: 57, al-Taubah/9: 107, dan Qs. Muḥammad/47: 4.4
Berikut ini uraian dari ayat-ayat di atas:
Qs. al-Baqarah/2: 279

‫ب ِم َن ٰاَّللِ َوَرس ْولِهِٖ َواِ ْن ت ْب ت ْم فَلَك ْم رء ْوس اَْم َوالِك ْم َل تَظْلِم ْو َن‬
ٍ ‫فَاِ ْن هَّل تَ ْفعلوا فَأْ َذن وا ِِبَر‬
ْ ْ َْ ْ
‫َوَل تظْلَم ْو َن‬
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu, dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Qs. al-Mā`idah/5: 33 dan 64

‫صلهب ْٓۡوا اَْو‬ ‫ي‬ ‫و‬َ‫ا‬ ‫ا‬


‫و‬ ۡٓ ‫هل‬
‫ت‬ ‫ق‬
َ ‫ي‬ ‫ن‬
ْ ‫ا‬
َ ‫ا‬ ‫اد‬‫س‬ ‫ف‬
َ ِ
‫ض‬ ‫ر‬ ‫ال‬
َ ْ ‫ف‬ِ ‫ن‬َ ‫و‬ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ي‬‫و‬ ٖ‫ه‬ ‫ل‬
َ‫و‬ ‫س‬‫ر‬‫و‬ ٰ
‫اَّلل‬ ‫ن‬
َ ‫و‬ ‫ب‬
‫ر‬ِ ‫ا‬‫ُي‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ِ ‫اِهَّنَا ج ٰٰۤزؤا اله‬
‫ذ‬
َ ْ ْ ً َ ْ ْ َ ْ َ َ ْ ََ َ ْ َ َ ْ َ
ِ
‫ك َۡل ْم خ ْزي ِف الدنْيَا َوَۡل ْم ِف‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
ِ ‫ت َقطه َع اَيْديْ ِه ْم َواَْرجله ْم م ْن خ ََلف اَْو ي ْن َف ْوا م َن ْالَْر‬
َ ‫ض ٰذل‬
‫ال ِخَرِة َع َذاب َع ِظْيم‬ ْٰ
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dari membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
di dunia, dan di akhirat mereka peroleh siksaan yang sangat besar.”

ِ ِ‫اَّلل م ْغلولَة غلهت اَي ِدي ِهم ولعِن وا ِمبا قَالوا ۘ بل ي ٰده مبسوطَ ٰ ن‬ ِ ِ
‫ف‬
َ ‫ت ي ْنفق َكْي‬ ْ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ ْ ْ َ ٰ ‫َوقَالَت الْيَ ه ْود يَد‬
ِ ٰۤ
‫اًن هوك ْفًرا َواَلْ َقْي نَا بَْي نَ هم الْ َع َد َاوَة‬ َ ِ‫ك ِم ْن هرب‬
ً َ‫ك ط ْغي‬ َ ‫يَ َشاء َولَيَ ِزيْ َد هن َكثِ ْ ًْيا ِمْن ه ْم همآۡ انْ ِزَل الَْي‬

4
Lilik Ummu Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam
(Ciputat: UIN PRESS, 2015), 155.
15

ِ ‫ض ٰۤاء اِ ٰٰل ي وِم الْ ِقٰيم ِة كلهمآۡ اَوقَدوا ًَنرا لِْلحر‬


ِ ‫ب اَطْ َفاَ َها ٰاَّلل َنويَ ْس َع ْو َن ِف ْالَْر‬
‫ض فَ َس ًادا‬ َْ ً ْ ْ َ َ ْ َ َ َ ‫َوالْبَ ْغ‬
‫َو ٰاَّلل َل ُِيب الْم ْف ِس ِديْ َن‬
Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata ‘tangan Allah terbelenggu’,
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu, merekalah yang dilaknat
disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi
kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia
kehendaki, dan al-Qur`an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi
kebanyakan di antara mereka, dan Kami telah timbulkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan
api peperangan Allah memadamkan-Nya, dan mereka berbuat kerusakan di
muka bumi, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat
kerusakan.”
Qs. al-Anfāl/8: 57

‫ب فَ َش ِرْد ِبِِ ْم هم ْن َخ ْل َفه ْم لَ َعلهه ْم يَ هذ هكرْو َن‬


ِ ‫اْلر‬ ِ ِ
َْْ ‫فَا هما تَثْ َق َفنهه ْم ف‬
Artinya: “Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai
beraikanlah orang-orang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka,
supaya mereka mengambil pelajaran.”
Qs. al-Taubah/9: 107

ٖ‫ب ٰاَّللَ َوَرس ْولَه‬ ‫ار‬‫ح‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ‫واله ِذين هاَّتذوا مس ِجدا ِضرارا هوك ْفرا هوتَ ْف ِري ًق ۢا بني الْمؤِمنِني واِرصادا ل‬
َ َ َ ْ َ ً َ ْ َ َ ْ ْ َ َْ ْ ً ً َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َ
ْ ‫ِم ْن قَ ْبل َولَيَ ْحلِف هن اِ ْن اََرْد ًَنٓۡ اِهل‬
‫اْل ْس ٰىن َو ٰاَّلل يَ ْش َهد اِ هَّن ْم لَ ٰك ِذب ْو َن‬
Artinya: “Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang
mendirikan Masjid untuk menimbulkan kemuḍaratan (pada orang-orang
mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang
mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi
Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah ‘kami
tidak menghendaki selain kebaikan’, dan Allah menjadi saksi bahwa
sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
16

Qs. Muḥammad/47: 4
ۢ َۖ
‫اب َح ّٰٓۡت اِ َذآۡ اَثْ َخْن تم ْوه ْم فَشدوا الْ َو ََث َق فَاِ هما َمنًّا بَ ْعد َواِهما‬
ِ َ‫الرق‬ِ ‫ب‬ ِ ِ ِ
َ َ‫فَا َذا لَقْي تم الهذيْ َن َك َفرْوا ف‬
َ ‫ض ْر‬
ِ ِ ِ َ‫ك ۛ ولَو ي َش ٰۤاء ٰاَّلل َلنْت‬ ِ‫اْلرب اَوزارها ەۛ ٰذل‬ ٰۤ ِ
‫ضك ْم‬َ ‫صَر مْن ه ْم َوٰلك ْن ليَ ْب ل َوا بَ ْع‬َ َ َْ َ َ َ
َ ْ َْ َ ْ ‫ع‬ ‫ض‬
َ ‫ت‬
َ ٰ
‫ّت‬ ‫ح‬َ ً ‫ف َد‬
‫ء‬ ‫ا‬
ِ ‫ض واله ِذين قتِلوا ِِف سبِي ِل ٰاَّللِ فَلَن ي‬
‫ض هل اَ ْع َما َۡل ْم‬ ْ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ٍ ‫بِبَ ْع‬
Artinya: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan
perang) maka pancunglah batang leher mereka, sehingga apabila kamu telah
mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu maka kamu
boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang
berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan
membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu
dengan sebahagian yang lain, dan orang-orang yang syahid di jalan Allah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”

C. Qitāl Sebagai Bagian dari Jihād


Jihād merupakan upaya mengerahkan seluruh kemampuan untuk
berjuang di jalan Allah Swt dengan bersungguh-sungguh. Sebagai bagian
dari jihād, Qitāl (perang) bukanlah untuk kesewenangan melakukan perang,
bukan pula untuk menuruti hawa nafsu, dan tidak bercampur dengan
kepentingan pribadi. Jihād dengan berperang semata-mata hanya untuk
menegakkan syariat Allah Swt.5
Qitāl memang bagian dari jihād, hal ini seperti yang dikatakan oleh
Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang membagi jihād dalam empat macam, jihād
terhadap diri sendiri, melawan godaan setan, memerangi orang-orang kafir,
dan jihād terhadap orang-orang munafik. Jihād dengan memerangi orang-
orang kafir pun memiliki empat tingkatan, yaitu dengan hati, lisan, harta,
kemudian jiwa.6

Saidun, “Konsep Jihād dan Qitāl Perspektif Sayyid Qutb dan M. Quraish
5

Shihab” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2020), 41.
6
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Mukhtaṣar Zādul Ma’ād, terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka Azam, 2000), 174.
17

Jihād dalam bentuk perang tidak boleh dimaknai sebagai tindak


kekerasan untuk menyerang orang kafir, perang yang dilakukan oleh Islam
dalam rangka pembelaan diri bukan untuk penyerangan. Dengan demikian,
hakikat jihād mempunyai cakupan yang sangat luas, yaitu mencurahkan
segala daya upaya untuk mencapai suatu tujuan yang baik.7
Satu hal yang perlu dipahami bahwa perang tidak lagi menjadi
alternatif dalam jihād saat ini. Terlebih lagi, Islam sudah menyebar luas ke
berbagai negara di dunia. Sehingga kultur dan karakteristik umat Islam
zaman sekarang berbeda dengan bangsa Arab pada masa Nabi Muhammad
Saw yang masih menjadikan perang sebagai kebiasaan mereka. Jihād
memiliki cakupan konteks yang luas. Dalam situasi yang damai seperti
sekarang, melawan hawa nafsu dan menuntut ilmu bisa disebut jihād. Jadi,
segala hal yang berkaitan dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt
disebut jihād jika dilakukan karena Allah. Namun, berperang tetap
merupakan bagian dari jihād, yang suatu saat bisa saja perang menjadi
alternatif dari jihād jika dibutuhkan dalam situasi dan kondisi tertentu.

D. Hukum Berperang Dalam Kajian Keislaman


Membahas mengenai hukum perang, jika ditelusuri dari sejumlah
ayat yang berkaitan dengan perang, maka akan ditemukan satu ayat yang
menyinggung kata kutiba ‘alaikum al-qitāl yang terdapat pada Qs. al-
Baqarah/2: 216. Kutiba pada ayat tersebut bermakna wajib. Banyak
perbedaan pendapat mengenai ayat tersebut. Menurut Abu Hayyan, yang
dimaksud ayat tersebut adalah untuk sahabat Nabi saja, demikian juga yang
dikatakan oleh Aṭa`. Menurut Sa’id bin al-Musayyab hukum wajib tersebut
farḍu ‘ain untuk setiap Muslim selamanya. Menurut Ibnu Aṭiyah yang

7
Zumrodi, “Menelaah Makna Hakikat dan Objek Jihād 2021”, Diakses 30
Oktober 2021, dakom.iainkudus.ac.id
18

menjadi ijma` ulama adalah jihād dengan perang hukumnya farḍu kifayah,
namun apabila musuh telah menguasai wilayah Islam, maka hukumnya
menjadi farḍu ‘ain.8 Namun, jika tujuan perang untuk melawan kezaliman
karena tidak ada cara lain, maka hukum perang adalah suatu kewajiban.
Dasar hukum perang (qitāl) baik diwajibkan ataupun tidak berkaitan dengan
perintah dan larangannya.
a. Perintah Berperang
1. Untuk Menegakkan Kebenaran
Qs. at-Taubah/9: 12:
ۢ
‫َواِ ْن نه َكث ْٓۡوا اَْْيَ َاَّن ْم ِم ْن بَ ْع ِد َع ْه ِد ِه ْم َوطَ َعن ْوا ِ ِْف ِديْنِك ْم فَ َقاتِلْٓۡوا اَ ِٕى همةَ الْك ْف نِر اِ هَّن ْم َلٓۡ اَْْيَا َن‬
‫َۡل ْم لَ َعلهه ْم يَْن تَ ه ْو َن‬
Artinya: “Dan jika mereka melanggar sumpah sesudah ada perjanjian
dan mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin kafir
itu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat
dipegang janjinya, mudah-mudahan mereka berhenti.”
Dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm dijelaskan apabila mereka
melanggar perjanjian setelah bersetia dengan kamu (Nabi
Muhammad Saw) dan mencaci agamamu, maka perangilah ketua-
ketua kafir itu karena mereka tidak menepati perjanjian, mudah-
mudahan mereka berhenti dari yang demikian.9
Bisa disimpulkan jika perintah tersebut merupakan
konsekuensi dari sikap orang-orang kafir yang tidak menepati janji.
Ketika perjanjian politik bernama Piagam Madinah sudah dibuat Nabi
Muhammad Saw atas nama umat Islam, orang-orang Yahudi, dan
kaum musyrik Madinah, namun dalam waktu dekat piagam tersebut

8
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 88-89.
9
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 262.
19

sudah dilanggar oleh mereka dan justru bekerjasama dengan kaum


kafir Makkah untuk menyerang Islam.
2. Untuk Membalas Serangan Musuh
Qs. al-Baqarah/2: 190:
ِ ِ ِ‫ِ ِ ه‬ ِ ِ ِ
َ‫َل ُيب الْم ْعتَديْ َن َوقَاتل ْوا ِ ِْف َسبْي ِل ٰاَّلل الذيْ َن ي َقاتل ْونَك ْم َوَل تَ ْعتَد ْوا ا هن ٰاَّلل‬
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat tersebut turun ketika Nabi dan para sahabat bermaksud
melaksanakan ibadah umrah ke Makkah. Sesampainya di daerah
Hudaibiyah, tiba-tiba mereka dihadang oleh kaum musyrik dan
dihalangi agar tidak masuk ke kota Makkah. Akhirnya, selama
sebulan mereka hanya berdiam di tempat mereka diberhentikan.
Kemudian kaum musyrik membuat perjanjian dan memberi
kesempatan kepada Nabi agar kembali lagi pada tahun berikutnya.
Inilah yang dikenal dengan perdamaian Hudaibiyah. Mereka berjanji
akan membiarkan Nabi dan para sahabatnya melakukan ibadah umrah
selama tiga hari dan melakukan apa saja selama waktu tersebut. Nabi
menyepakati perjanjian itu dan kembali ke Madinah. Namun, para
sahabat Nabi meragukan komitmen kaum musyrik tersebut. Kaum
Muslimin ragu jika mereka tidak akan menghalangi dan memerangi
lagi, padahal mereka tidak ingin berperang di bulan haram dan
wilayah haram. Kemudian turunlah ayat di atas.10
3. Melindungi Kebebasan Beribadah
Qs. al-Baqarah/2: 217:

10
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Al-Jāmi’ Li Ahkāmi al-Qur’an, Juz II (Kairo: Dār Al-
Kutub Al-Miṣriyyah, 1964), 347.
20

ۢ ِٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ‫ك ع ِن الشهه ِر‬
‫اَّلل َوك ْفر‬ ‫صد َع ْن َسبْيل‬َ ‫اْلََرام قتَال فْيه ق ْل قتَال فْيه َكبِ ْْي َو‬ ْ َ َ َ‫يَ ْسَل ْون‬
......ِ‫اْلََرِام َواِ ْخَراج اَ ْهلِهٖ ِمْنه اَ ْك َب ِعْن َد ٰاَّلل‬
ْ ‫بِهٖ َوالْ َم ْس ِج ِد‬
Artinya: ”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
berperang pada bulan haram. Katakanlah ‘berperang dalam bulan itu
adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah,
ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjid al-Harām,
dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam
pandangan Allah .....”
Allah telah menjadikan Masjid al-Harām sebagai tempat
ibadah bagi umat beriman, tapi kaum musyrik menjadikan rumah
Allah itu sebagai tempat menaruh patung-patung sembahan mereka.
Mereka menghalangi kaum muslimin menggunakannya, bahkan
mereka mengusir umat Islam.11
b. Larangan Berperang
1. Orang yang Tidak Melawan Islam
Qs. al-Baqarah/2: 190:
ِ ِ ِ‫ِ ِ ه‬ ِ ِ ِ
َ‫َلُيب الْم ْعتَديْ َن َوقَاتل ْوا ِ ِْف َسبْي ِل ٰاَّلل الذيْ َن ي َقاتل ْونَك ْم َوَل تَ ْعتَد ْوا ا هن ٰاَّلل‬
Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Sebagian ahli tafsir berpendapat, tindakan melampaui batas
berarti memerangi orang-orang yang tidak memerangi orang Islam
atau berperang bukan atas nama agama. Sementara menurut al-
Mawardi, tindakan melampaui batas berarti menyerang orang
musyrik yang tidak terlibat dalam penyerangan, seperti perempuan
dan anak kecil. 12

11
Aḥmad ibn ‘Ali Abi Bakr al-Razi al-Jaṣaṣ, Ahkām al-Qur`an, Juz I (Beirut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987), 402.
12
Abu al-Ḥasan ‘Ali ibn Muḥammad ibn Ḥabib al-Basri al-Bagdadi al-Mawardi,
al-Nukāt wa al-‘Uyūn, Juz I (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 251.
21

2. Berperang dengan Orang yang Tidak Terikat Perjanjian Damai


Qs. an-Nisā`/4: 90:

‫ت صدوره ْم أَن‬ ْ ‫صَر‬ِ ‫صلو َن إِ َ ٰٰل قَ ٍۭوٍم ب ي نَكم وب ي نَ هم ِم ٰيثَق أَو جآۡءوكم ح‬ ِ ‫إِهل ٱله ِذين ي‬
َ ْ َ ْ َْ َ ْ َْ ْ ََ
ِ ‫ي َٰقتِلوك ْم أ َْو ي َٰقتلوا قَ ْوَمه ْم َولَ ْو َشآۡءَ ه‬
ْ ‫ٱَّلل لَ َسلهطَه ْم َعلَْيك ْم فَلَ َٰقتَ لوك ْم فَِإن‬
‫ٱعتَ َزلوك ْم فَلَ ْم‬ ِ
‫ي َٰقتِلوك ْم َوأَلْ َق ْوا إِلَْيكم ٱل هسلَ َم فَ َما َج َع َل ه‬
‫ٱَّلل لَك ْم َعلَْي ِه ْم َسبِ ًيَل‬
Artinya: “Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada
suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian
(damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa
keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan
kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka
memerang kamu. Tapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak
memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah)
maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan
membunuh) mereka.”
Dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm dijelaskan jika orang kafir
ada 3 macam. Pertama, al-muhāribūn yaitu orang kafir yang
memerangi Islam, maka perangilah mereka untuk mempertahankan
agama Allah. Kedua, al-mu’āhidūn yaitu orang kafir yang telah
berjanji tidak akan mengadakan peperangan, mereka tidak boleh
diperangi atau dibunuh, kecuali mereka melanggar perjanjian. Ketiga,
al-musālimūn yaitu orang kafir yang datang sambil mengatakan netral
(tidak memerangi Islam dan tidak memerangi kafir), mereka tidak
boleh diperangi.13
3. Berperang di Tempat Ibadah
Qs. al-Baqarah/2: 191:

13
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 125.
22

‫َواقْ ت ل ْوه ْم َحْيث ثَِق ْفتم ْوه ْم َواَ ْخ ِرج ْوه ْم ِم ْن َحْيث اَ ْخَرج ْوك ْم َوالْ ِفْت نَة اَ َشد ِم َن الْ َقْت ِل‬
ِ ِ ِ ْ ‫َوَل ت َقاتِل ْوه ْم ِعْن َد الْ َم ْس ِج ِد‬
‫ك‬َ ‫اْلََرِام َح ّٰت ي ٰقتِل ْوك ْم فْي ِه فَا ْن ٰق تَ ل ْوك ْم فَاقْ ت ل ْوه ْم َك ٰذل‬
ٰۤ
‫َجَزاء الْ ٰك ِف ِريْ َن‬
Artinya: “Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui mereka, dan
usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu
lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi
mereka di Masjid al-Harām, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerang kamu maka perangilah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang kafir.”
Menurut aṭ-Ṭabari, ayat di atas merupakan larangan bagi
orang beriman untuk memulai peperangan melawan orang musyrik di
Masjid al-Harām kecuali orang muysrik yang memulai peperangan di
tempat tersebut.14
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam tidak serta merta
mewajibkan perang begitu saja, selalu ada penyebab mengapa Islam
mengizinkan bahkan mewajibkan perang. Namun dalam kondisi yang
damai seperti sekarang ini, Islam melarang perang, karena perang dalam
Islam bersifat defensif (bertahan) bukan ofensif (menyerang).

E. Sebaran Ayat Qitāl Dalam al-Qur`an


Kata qitāl dalam al-Qur`an dengan berbagai derivasinya tersebar
dalam berbagai surat di al-Qur`an, yang secara keseluruhan ditemukan
sebanyak 170 kali.15 Untuk penjelasan lebih lanjut, berikut tabel penyebaran
ayat-ayat qitāl dalam al-Qur`an:

14
Muḥammad ibn Jarir al-Ṭabari, Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur`ān, Jilid 3
(Beirut: Muassasah ar-Risālah, 2000), 566.
15
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm (Kairo: Dārul Hadīṡ, 1981), 533-536.
23

Tabel 2.1 sebaran ayat qitāl dan derivasinya dalam al-Qur`an


Kosakata Surat Ayat Makna
dalam ayat
)qatala( ‫ قتل‬al-Baqarah/2 72, 251 Membunuh
al-Nisā`/4 92, 157
al-Mā`idah/5 30, 32, 95
al-Kahfi/18 74
Ṭāhā/20 40
al-Qaṣaṣ/28 19, 33
Āli ‘Imrān/3 183
al-Anfāl/8 17
al-An’ām/6 140
)yaqtulu( ‫ يقتل‬Gāfir/40 25 Bunuh,
al-Mā`idah/5 27, 28, 70, 95 membunuh

al-Qaṣaṣ/28 9, 19, 20, 33


al-Nisā`/4 29, 92, 93
al-An’ām/6 151
Yūsuf/12 10
al-Isrā`/17 31, 33
al-Baqarah/2 61, 85, 87, 91
al-Aḥzāb/33 26
al-Anfāl/8 17, 30
al-Mumtahanah/60 12
Āli ‘Imrān/3 21, 112
al-Taubah/9 111
al-Furqān/25 68
al-Syu’arā/26 14
al-A’rāf/7 150
24

(Qutila)‫ قتل‬Āli ‘Imrān/3 144, 154, 156, Dibunuh,


157, 158, 168, dikalahkan,
169 terbunuh,
al-Ḥajj/22 58 gugur
Muḥammad/47 4
al-Takwīr/81 9
al-Isrā`/17 33
al-Żāriyāt/51 10 Terkutuklah
al-Muddaṡir/74 19, 20 Celakalah
‘Abasa/80 17
al-Burūj/85 4 Binasalah
(Yuqtalu)‫ يقتل‬al-Baqarah/2 154 Gugur,
al-Nisā`/4 74 terbunuh
al-Taubah/9 111
al-Aḥzāb/33 61 Dibunuh
al-Mā`idah/5 33
(Qātala)‫ فاتل‬Āli ‘Imrān/3 13, 111 Memerangi
146, 195 Berperang
al-Ḥadīd/57 10
al-Ṣaff/61 4
al-Fath/48 16, 22 Memerangi
al-Munāfiqūn/63 4 Membinasa-
kan
al-Taubah/9 13 Memerangi
30 Melaknat
83 Berperang
al-Aḥzab/33 20
al-Baqarah/2 191, 217 Memerangi
246 Berperang
al-Nisā`/4 90 Memerangi
al-Mumtahanah/60 9
(Yuqātilu)‫ يقاتل‬al-Baqarah/2 190 Memerangi
al-Hasyr/59 14
25

al-Muzammil/73 20
al-Nisā`/4 76 Berperang
al-Ḥajj/22 39
(Qātil)‫ قاتل‬al-Mā`idah/5 24 Berperang-
lah
al-Baqarah/2 193, 244, 253 Perangilah
al-Taubah/9 12, 14, 29, 123
al-Ḥujurāt/49 9
al-Anfāl/8 39
(Al-Qatl)‫ القتل‬al-Baqarah/2 191 Membunuh,
217 pembunuhan
Āli ‘Imrān/3 154 Terbunuh
181 Membunuh
al-Mā`idah/5 30
al-Nisā`/4 155
al-An’ām/6 137
al-Isrā/17 31
33 Pembunuhan
al-Aḥzāb/33 16
(Qitāl)‫ قتال‬al-Baqarah/2 216, 217 Berperang
al-Nisā`/4 77
Āli ‘Imrān/3 121 Pertempuran,
al-Aḥzāb/33 25 peperangan
Muḥammad/47 20 Perang
al-Anfāl/8 16
65 Berperang
(Qitālan)‫ قتاال‬Āli ‘Imrān/3 167
(Iqtatala)‫ إقتتل‬al-Baqarah/2 253 Berbunuh-
bunuhan
al-Ḥujurāt/49 9 Berperang
al-Qaṣaṣ/28 15 Berkelahi

F. Diskursus Perang (Qitāl) Dalam al-Qur`an


Telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa qitāl adalah
bentuk masdar dari kata qātala-yuqātilu. Adapun kata qitāl sendiri
26

disebutkan dalam beberapa surat dan ayat, yaitu Qs. al-Baqarah/2: 216-217,
Qs. Ālī ‘Imrān/3: 121, Qs. al-Nisā`/4: 77, Qs. al-Anfāl/8: 16 dan 65, Qs. al-
Aḥzāb/33: 25, dan Qs. Muḥammad/47: 20.16
Qs. al-Baqarah/2: 216-217

‫ب َعلَْيكم الْ ِقتَال َوه َو ك ْره لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن تَكَْره ْوا َشْيًا هوه َو َخ ْْي لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن ُِتب ْوا‬ ِ
َ ‫كت‬
‫َشْيًا هوه َو َشر لهك ْم َو ٰاَّلل يَ ْعلَم َواَنْت ْم َل تَ ْعلَم ْو َن‬
Artinya : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak
menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal
itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Kata qitāl dalam Qs. al-Baqarah/2: 216-217 digunakan al-Qur`an
untuk menyatakan bahwa perang merupakan suatu kewajiban yang
dibebankan atas orang-orang yang beriman. Qitāl yang dimaksud pada ayat
tersebut adalah bermakna jihād. Sebagaimana yang diuraikan oleh Syihab
ad-Din:
17
‫كتب عليكم القتال أي فرض عليكم اجلهاد‬
Pada hakikatnya manusia tidak senang berperang, karena
peperangan dapat mengakibatkan terjadinya cedera, hilangnya nyawa,
bahkan harta benda, sedangkan manusia lebih cenderung memelihara hidup
dan harta benda. Allah mengetahui bahwa perang tidak disenangi, tapi
berjuang menegakkan keadilan mengharuskannya. Misalnya jika musuh
telah masuk ke wilayah negara, maka ketika itu menjadi wajib bagi setiap
Muslim untuk berperang membela tumpah darahnya yang merupakan

Saddam Husein Harahap, “Perang dalam Perspektif al-Qur`an (Kajian


16

Terhadap Ayat-Ayat Qitāl)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2016),
48.
17
Syihab ad-Din Aḥmad ibn Muḥammad al-Ḥalim al-Miṣri, aṭ-Ṭibyān fī Tafsīr
Garīb al-Qur`ān, Juz I (Beirut: Dār aṣ-Ṣahabah at-Turās bi Tanta, 1992), 126.
27

tempat menerapkan nilai-nilai ilāhi.18 Kewajiban tersebut merupakan


sesuatu yang berat karena Islam benci dengan adanya peperangan dan Islam
adalah agama yang membawa kedamaian.
Dalam Lubābu al-Tafsīr dijelaskan bahwa jihād itu wajib bagi setiap
individu, baik yang ada dalam medan perang maupun tidak, orang yang
tidak ada di medan perang apabila dimintai bantuan maka dia harus
membantu, jika diminta berperang maka dia harus berperang, jika tidak
diminta maka hendaklah dia tetap di tempat (tidak ikut).19
Meskipun peperangan suatu kewajiban, pada waktu-waktu tertentu
seperti pada bulan haram, kewajiban itu tidak boleh dilakukan. Bahkan al-
Qur`an menyatakan bahwa berperang pada bulan itu termasuk dosa besar.
Hal ini dinyatakan pada Qs. al-Baqarah/2: 217
ۢ ِٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ‫ك ع ِن الشهه ِر‬
ٖ‫اَّلل َوك ْفر بِه‬ ‫صد َع ْن َسبْيل‬ َ ‫اْلََرام قتَال فْيه ق ْل قتَال فْيه َكبِ ْْي َو‬ ْ َ َ َ‫يَ ْسَل ْون‬
‫اْلََرِام َواِ ْخَراج اَ ْهلِهٖ ِمْنه اَ ْك َب ِعْن َد ٰاَّللِ َوالْ ِفْت نَة اَ ْك َب ِم َن الْ َقْت ِل َوَل يََزال ْو َن‬
ْ ‫َوالْ َم ْس ِج ِد‬
ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
‫استَطَاع ْوا‬ْ ‫ت َوه َو ي َقاتل ْونَك ْم ٰۤ َح ّٰت يَرد ْوك ْم َع ْن ديْنك ْم ان‬ ْ ‫َوَم ْن يهْرتَ ٰۤد ْد مْنك ْم َع ْن ديْنهٖ فَيَم‬
‫ص ٰحب النها ِر ه ْم فِْي َها ٰخلِد ْو َن‬ ْ َ‫ك ا‬ َ ‫ال ِخَرِة َواوٰل ِٕى‬ ٰ ْ ‫ت اَ ْع َماۡل ْم ِف الدنْيَا َو‬ْ َ‫ك َحبِط‬
ِ
َ ‫َكافر فَاوٰل ِٕى‬
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang
pada bulan haram. Katakanlah ‘berperang dalam bulan itu adalah (dosa)
besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya,
(menghalangi orang masuk) Masjid al-Harām, dan mengusir penduduk dari
sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah.’ Sedangkan
fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti
memerang kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka
sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat,
dan mereka itu lah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur`an, Jilid 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 460.
19
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 1 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 416.
28

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas menjelaskan adanya perintah


berperang sebelum ayat ini dengan redaksi yang bersifat umum dan
menimbulkan pertanyaan dikalangan sahabat tentang perang pada bulan
haram.
Qs. Āli ‘Imrān/3: 121
‫ن‬ ِ ِ ‫واِ ْذ َغدو‬
‫اع َد لِْل ِقتَ ِال َو ٰاَّلل ََِسْيع َعلِْيم‬
ِ ‫ك ت ب ِوئ الْم ْؤِمنِني م َق‬
َ َْ َ َ ‫ت م ْن اَ ْهل‬
َ َْ َ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi
hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada
pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Menurut jumhur ulama, ayat tersebut turun berkaitan dengan perang
Uhud, hal ini berdasarkan firman Allah pada ayat selanjutnya Qs. Āli
‘Imrān/3: 122-123
‫ن‬ ٰۤ
ِ ‫ه‬ ِ ٰ ِ ٰ ِ ِ ‫ه‬
‫ت طا ِٕى َف ٰت مْنك ْم اَ ْن تَ ْف َش ََل َواَّلل َولي ه َما َو َعلَى اَّلل فَ ْليَ تَ َوك ِل الْم ْؤمن ْو َن‬ ِ
ْ ‫ا ْذ ََهه‬
Artinya: “Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena
takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”

‫صَركم ٰاَّلل بِبَ ْد ٍر هواَنْت ْم اَِذلهة فَاتهقوا ٰاَّللَ لَ َعلهك ْم تَ ْشكرْو َن‬
َ َ‫َولََق ْد ن‬
Artinya: “Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar,
padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah
agar kamu mensyukuri-Nya.”
Ketika itu tiga ribu pasukan musyrik sedang menuju Madinah untuk
membalas kekalahan pada perang Badar, mereka berhenti di dekat gunung
Uhud, tepatnya di tepi lembah sebuah kanal yang menghadap kota Madinah.
Nabi bermusyawarah seraya berkata “apakah harus menghadapi
mereka atau tetap tinggal di Madinah?”, Abdullah bin Ubay menyarankan
agar tetap tinggal di Madinah. Jika kaum musyrik tetap berada ditempat,
maka mereka berada di tempat pemberhentian yang sangat buruk. Jika
29

mereka memasuki Madinah, maka mereka akan diperangi. Jika mereka


pulang, maka mereka pulang dalam keadaan gagal.
Sahabat lainnya yang tidak ikut perang Badar menyarankan agar
berangkat untuk menghadapi mereka. Kemudian Nabi masuk ke rumah lalu
menggunakan baju besinya kemudian keluar untuk menemui para
sahabatnya. Namun, sebagian mereka yang menyarankan untuk berperang
merasa menyesal dengan usulan itu, mereka mengatakan “sepertinya kita
selalu memaksa Rasulullah, wahai Rasulullah, jika engkau berkenan, lebih
baik tetap tinggal di Madinah”. Maka Nabi Muhammad Saw pun bersabda
“Tidak layak bagi seorang Nabi yang sudah memakai baju besinya untuk
kembali, sampai Allah Swt memberikan keputusan baginya”.20
Qs. al-Nisā`/4: 77

‫ب َعلَْي ِهم الْ ِقتَال اِ َذا‬ ِ


َ ‫صلوَة َواٰتوا الهزٰكوَة فَلَ هما كت‬
ٰ ‫اَََّلْ تَر اِ َٰل اله ِذيْن قِْيل َۡل ْم كفْٓۡوا اَيْ ِديَك ْم واَقِْيموا ال ه‬
َ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ۡٓ‫ال لَ ْوَل‬
َ َ‫ت َعلَْي نَا الْقت‬ َ ‫هاس َك َخ ْشيَة ٰاَّلل اَْو اَ َش هد َخ ْشيَةً َوقَال ْوا َربهنَا َّلَ َكتَ ْب‬
َ ‫فَريْق مْن ه ْم ََيْ َش ْو َن الن‬
‫ال ِخَرة َخ ْْي لِ َم ِن اته ٰقى َوَل تظْلَم ْو َن فَتِْي ًَل‬ ٰ ْ ‫ب ق ْل َمتَاع الدنْيَا قَلِْيل َو‬ ٍ ْ‫اَ هخرتَنَآۡ اِ ٰٰٓۡل اَ َج ٍل قَ ِري‬
ْ
Artinya: “Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang dikatakan pada
mereka ‘tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan
tunaikan zakat!’ ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian
mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti
takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka berkata ‘ya
Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?’
katakanlah ‘kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan di akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang)
dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun.”
Ibn Abi Hatim mengatakan, dari Ibn Abbas bahwa Abdurrahman
bin Auf dan para sahabatnya mendatangi Rasulullah Muhammad Saw di
Makkah, mereka berkata “wahai Nabi Allah, dahulu kami mulia padahal

20
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 2 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 126.
30

kami musyrik, tetapi tatkala kami beriman kami menjadi hina”. Nabi Saw
menjawab:

‫ فَل تقاتلوا القوم‬, ‫إين أمرت ابلعفو‬


“Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memaafkan, maka janganlah
kalian memerangi kaum itu”
Tatkala Allah memindahkan Nabi Muhammad Saw ke Madinah,
maka beliau diperintahkan untuk berperang, tetapi mereka (Abdurrahman
bin Auf dan sahabatnya) enggan berangkat. Maka turunlah ayat ini (Qs. al-
Nisā`/4: 77).21
Qs. al-Anfāl/8: 16 dan 65

ِ ٰ ‫ب ِمن‬
‫اَّلل‬ ٍ‫ض‬َ ‫غ‬
َ ِ‫ومن ي وۡلِِم ي وم ِٕى ٍذ دب رهٖ ِٓۡ اِهل متَح ِرفًا لِِقتَ ٍال اَو متَحيًِزا اِ ٰٰل فِئَ ٍة فَ َق ْد ٰۤابء ب‬
َ ََ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ
ِ
‫س الْ َمص ْْي‬ ِ ْ
َ ‫َوَمأ ٰوىه َج َهنهم َوبْئ‬
Artinya: “Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah.
Tempatnya adalah neraka jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali.”
Ayat di atas memiliki hubungan dengan ayat sebelumnya (ayat 15),
Allah mengancam terhadap siapa saja yang lari dari peperangan dengan
ancaman neraka. Allah melarang bagi orang mukmin untuk melarikan diri
(mundur) dari medan perang, kecuali jika mundur tersebut dimaksudkan
sebagai siasat agar musuh lengah dan kemudian orang mukmin berbalik
untuk menyerang musuh, atau mundur untuk bergabung dengan pasukan
lainnya, maka hal tersebut tidak apa.22

21
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 665.
22
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 4 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 19-20.
31

Allah memerintahkan umat Islam untuk tidak lari dari medan


perang, tetapi perintah ini terikat oleh satu syarat, yaitu bila jumlah musuh
atau orang kafir belum mencapai lebih dari dua kali lipat jumlah orang
muslim. Jika hanya melawan musuh yang jumlahnya kurang dari dua kali
lipat, maka tidak boleh mundur.23

‫ني َواِ ْن‬


ِ ْ َ‫صابِرْو َن يَ ْغلِب وا ِمائَت‬
ْ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ني َعلَى الْقتَال ا ْن يهك ْن مْنك ْم ع ْشرْو َن‬
ِ ِ ِ ‫ٰٰٓۡيَي ها النِهِب ح ِر‬
َ ْ ‫ض الْم ْؤمن‬ َ َ
‫يهك ْن ِمْنك ْم ِمائَة يه ْغلِب ْٓۡوا اَلْ ًفا ِم َن اله ِذيْ َن َك َفرْوا ِابَهَّن ْم قَ ْوم هل يَ ْف َقه ْو َن‬
Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad), kobarkanlah semangat para mukmin
untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan seribu orang kafir, karena orang kafir itu adalah kaum yang
tidak mengerti.”
Isḥaq bin Rāhawih dalam al-Musnad-nya, meriwayatkan dari Ibn
Abbas, dia berkata “ketika Allah mewajibkan agar setiap orang menghadapi
sepuluh musuh, mereka merasa keberatan. Maka Allah pun
meringankannya sampai satu lawan dua. Lalu Allah menurunkan ayat
‘…Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…’ hingga akhir ayat”.

Ayat di atas memerintahkan Nabi agar memberi semangat kepada


para sahabat, hal ini ditujukan pada lafaẓ ‫ض اْلؤ ِّم ِّنين‬
َ ‫مُم م‬ َ
ِّ ‫ ح ِّر‬oleh sebab itu, Nabi
Saw memotivasi mereka untuk berperang ketika mengatur barisan dan

ketika menghadapi musuh. Sebagaimana beliau pernah berseru kepada para

sahabat saat perang Badar, yaitu ketika kaum musyrik datang dengan

jumlah yang banyak, Nabi menyampaikan:

23
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 7 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 956.
32

‫قوموا إٰل جنة عرضها السماوات و اْلرض‬


Artinya: “Bangkitlah kalian menuju surga, yang luasnya seluas langit dan
bumi”.24
Dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm dijelaskan, Allah meminta Nabi
untuk mengajak umat Islam beperang untuk menolak kezaliman. Jika ada
20 orang yang sabar maka bisa mengalahkan 200 musuh, jika 100 orang
maka bisa mengalahkan 1000. Jika menghadapi musuh dengan hati yang
sabar, niscaya mereka dapat mengalahkannya. Tetapi kemudian Allah
meringankannya, yang semula 1 lawan 10 menjadi 1 lawan 2.25
Qs. al-Aḥzāb/33: 25-26

َ َ‫ني الْ ِقت‬


‫ال َوَكا َن ٰاَّلل قَ ِوًّٰي َع ِزيْ ًزا‬ ِِ ِ ِ
َ ْ ‫َوَرهد ٰاَّلل الهذيْ َن َك َفرْوا بِغَْيظ ِه ْم ََّلْ يَنَال ْوا َخ ْ ًْيا َوَك َفى ٰاَّلل الْم ْؤمن‬
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka
penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan
apa pun. Cukuplah Allah (yang menolong) menghindarkan orang-orang
mukmin dalam peperangan. Dan Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.”

‫ب فَ ِريْ ًقا‬ ِِ ِ َ ‫اصي ِهم وقَ َذ‬


ِ ِ ِ ‫واَنْزَل اله ِذين ظَاهروهم ِمن اَه ِل الْ ِكت‬
َ ‫ف ِْف ق ل ْوِبم الر ْع‬ َ ْ ْ َ‫صي‬
َ ‫ٰب م ْن‬ ْ ْ ْ ْ َ َْ َ َ
‫تَ ْقت ل ْو َن َو ََتْ ِسرْو َن فَ ِريْ ًقا‬
Artinya: “Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah)
yang membantu mereka (golongan-golongan yang bersekutu) dari benteng-
benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka.
Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan.”

Lafaẓ ‫ َك َفرْوا‬dalam ayat di atas menunjuk kepada Abu Sufyan dan


Uyainah bin Badar. Ayat di atas mengabarkan tentang aḥzāb, ketika Allah

mengusir mereka dari Madinah dengan mengirimkan angin dan tentara

Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
24

Syafi’i, Lubābu al-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 4 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 75.
25
Mahmud Yunus, Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm (Selangor: Klang Book Centre,
1997), 257.
33

ilahiyyah. Seandainya Allah tidak menjadikan Rasul-Nya sebagai rahmat

bagi seluruh alam, niscaya angin ini akan menjadi lebih dahsyat dari rīh al-

‘aqīm yang dikirimkan kepada kaum ‘ād. Tetapi Allah berfirman “Dan

sekali-kali Allah tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Nabi) berada

di antara mereka.” (Qs. al-Anfāl/8: 33).26


Qs. Muḥammad/47: 20

‫ت اله ِذيْ َن‬ ِ ِ ِ


َ ْ‫ت س ْوَرة ُّْم َك َمة هوذكَر فْي َها الْقتَال َنراَي‬
ِ
ْ َ‫ت س ْوَرة فَا َذآۡ انْ ِزل‬
ِ
ْ َ‫َويَق ْول الهذيْ َن اٰ َمن ْوا لَ ْوَل ن ِزل‬
ِ ‫ِِف ق لوِبِِم همرض يهْنظرو َن اِلَيك نَظَر الْم ْغ ِش ِي علَي ِه ِمن الْمو‬
‫ت فَاَْوٰٰل َۡل ْم‬ َْ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ ْ ْ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman berkata ‘mengapa tidak ada suatu
surat (tentang perintah jihād) yang diturunkan?’ maka apabila ada suatu
surat diturunkan yang jelas maksudnya dan di dalamnya tersebut (perintah)
perang, engkau melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit
akan memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena
takut mati. Tetapi itu lebih pantas bagi mereka.”
Ayat di atas memberitahukan tentang orang-orang mukmin yang
mendambakan syariat jihād. Dan setelah Allah mewajibkan jihād itu dan
memerintahkan mereka melakukannya, maka banyak orang-orang yang
menolaknya.27

Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Kaṡir ad-Dimasyqi al-Qurasyi as-
26

Syafi’i, Lubābu at-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar, Jilid 6 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 466.
27
Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ al-Anṣari al-
Khazraji al-Andalusi al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubi, terj. Muhammad Ibrahim al Hifnawi,
Jilid 16 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 628-629.
34
BAB III
DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN
A. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di daerah
Hazara (anak benua India) yang sekarang terletak di sebelah barat laut
Pakistan, dan wafat 26 Juli 1988 di Chicago. Fazlur Rahman lahir dari
keluarga yang bermadzhab Hanafi, yakni suatu madzhab yang bercorak
rasional. Beliau hidup dalam keluarga yang benar-benar mementingkan dan
memperhatikan pendidikan, ayahnya bernama Maulana Sahab al-Din,
beliau adalah seorang alim yang terkenal dari lulusan Darul Ulum Deoband.
Dalam kehidupan Fazlur Rahman sehari-hari, ayahnya selalu membimbing
dan mendidiknya dengan baik, sehingga beliau sudah hafal al-Qur`an saat
usia sepuluh tahun.1

B. Latar Belakang Pendidikan Fazlur Rahman


Fazlur Rahman mendapatkan pendidikan pertama dari ayahnya, dari
pendidikan ayahnya tersebut beliau berhasil memahami Islam tradisional
dengan fokus pada fikih, ilmu kalam, tafsir, hadits, mantiq, dan filsafat.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar ini, beliau melanjutkan studinya ke
Punjab University di Lahore pada tahun 1933 dan lulus dengan penghargaan
B.A dalam bidang bahasa Arab. Kemudian beliau melanjutkan studi S2 nya
di universitas yang sama dan memperoleh gelar M.A dalam bidang bahasa
Arab juga. Menyadari bahwa mutu pendidikan tinggi Islam di India ketika
itu rendah, maka pada tahun 1946 Fazlur Rahman menyiapkan disertasi
dengan psikologi Ibnu Sina untuk melanjutkan studi S3 nya di Oxford
University di bawah pengawasan professor Simon Van Den Berg. Setelah

1
Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 60-61.

35
36

menempuh studi S3 nya, Fazlur Rahman tidak langsung pulang tetapi


memulai karirnya dengan menjadi dosen studi Persia dan Filsafat Islam di
Universitas Durham Kanada pada tahun 1950 sampai 1958.2
Pada tahun 1962 Fazlur Rahman diundang pulang ke Pakistan oleh
presiden Ayyub Khan untuk menjadi guru besar di lembaga riset Islam dan
selanjutnya menjabat sebagai anggota dewan ideologi Islam pada tahun
1962-1969. Penunjukkan Fazlur Rahman sebagai direktur lembaga riset
Islam banyak yang tidak setuju. Karena menurut para ulama saat itu yang
seharusnya menjadi direktur lembaga riset Islam adalah seorang yang alim,
yang terdidik secara tradisional, bukan seorang yang menimba ilmu Islam
di Barat.3
Gagasan pembaharuan yang dikemukakan Fazlur Rahman selama
menjabat direktur lembaga riset Islam dan dewan ideologi Islam telah
mendapat tantangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di
Pakistan. Segala kontroversinya selama menetap di Pakistan mulai heboh
saat berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah yang berjudul Islamic Studies
(bahasa Inggris) dan Fikr an-Naẓr (bahasa Urdu). Pernyataan Fazlur
Rahman dalam jurnal tersebut bahwa al-Qur`an itu “secara keseluruhannya
al-Qur`an adalah kalam Allah dalam pengertian singkatnya adalah
seluruhnya merupakan perkataan Nabi Muhammad Saw”.
Para fundamentalis dan konservatif telah memberi kata putus yang
sangat menyudutkan Fazlur Rahman dengan menetapkannya sebagai
munkīr al-Qur`ān (orang yang tidak percaya al-Qur`an). Kontroversi
tersebut terus berlanjut ditambah dengan munculnya ketegangan politik
antara ulama tradisional di bawah kepemimpinan Ayyub Khan yang

2
Muhammad Ari Fahrizal, “Pemikiran Fazlur Rahman” (Makalah S1.,
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2020), 6.
3
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989), 86.
37

digolongkan modernis. Puncak kontroversinya ditunjukkan dengan adanya


demonstrasi massa dan aksi mogok total yang menyatakan protes terhadap
buku tersebut. Akhirnya Fazlur Rahman mengundurkan diri dari jabatan
direktur lembaga riset Islam dan anggota dewan ideologi Islam tanggal 5
September 1968, yang langsung dikabulkan oleh presiden Ayyub Khan. 4
Setelah mengundurkan diri, Fazlur Rahman memutuskan pergi ke
Chicago dan sejak tahun 1970 beliau menjabat sebagai guru besar kajian
Islam dalam berbagai aspek pada Department of Near Eastern and
Civilization, University of Chicago. Universitas ini merupakan tempat
terakhirnya bekerja hingga beliau wafat. Selama mengajar di Chicago,
Rahman telah memberikan banyak kontribusi kepada ilmuwan Muslim
generasinya untuk lebih percaya diri, baik dengan cara publikasi, konsultasi,
dakwah, pengkaderan ilmuwan muda yang datang dari berbagai negara
untuk belajar di bawah bimbingannya. Ahmad Syafi’i Ma’arif yang pernah
menjadi murid Fazlur Rahman selama empat tahun di Chicago memberi
komentar berhubungan dengan kepindahan gurunya ke Barat. Bila bumi
Muslim belum peka terhadap himbauan-himbauan, maka bumi lain yang
juga bumi Allah telah menampungnya dan dari sanalah beliau menyusun
dan merumuskan pikiran-pikirannya tentang Islam sejak 1970-an, dan
kesanalah beberapa mahasiswa dari negeri Muslim belajar Islam
dengannya.5

4
Hudan Mudaris, “Cita Menuju Ideal Moral al-Qur`an; Kajian atas
Neomodernisme Fazlur Rahman,” al-Manhaj: Jurnal Kajian Hukum Islam, vol.3, no.2
(Februari 2009), 35.
5
Fitriadi HI Yusub, “Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Aksiologi dan
Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam” (Tesis S2., Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015), 59.
38

C. Karya dan Pemikiran Fazlur Rahman


Pembahasan mengenai karya-karya Fazlur Rahman sangat banyak,
baik berupa artikel atau buku. Rahman adalah sarjana dan penulis yang
sangat produktif, menulis sepuluh monografi dan hampir seratus artikel
tentang berbagai aspek kehidupan, baik itu politik, agama, dan intelektual
di dunia Islam. Adapun karya-karya Fazlur Rahman dalam bentuk buku
yaitu:
- Avicenna’s Psychology (1952).
- Prophecy in Islam; Philosophy and Ortodoxy (1958).
- Islam and Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition
(1982).
- Health and Medicine in The Islamic Tradition; Change and
Identity (1987).
- Islamic Methodology in History (1965), Islam (edisi pertama 1966,
edisi kedua 1979).
- Major Themes of The Quran (1980).
- Revival and Reform in Islam; A Study of Islamic Fundamentalism
(diterbitkan secara anumerta pada tahun 2000).6
Adapun karya-karya Fazlur Rahman dalam bentuk artikel yang
tersebar di berbagai jurnal yaitu:
- Divine Revelation and The Prophet.
- Islam; Challenges and Opportunities.
- Islam; Legacy and Contemporary Challenges.
- Islam in The Contamporary World.
- Islamic Modernism its Scope, Methode an Alternatives.
- Interpreting The Quran.

6
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 11.
39

- Revival and Reform in Islam; A Study of Islamic Fundamentalism.


- Roots of Islamic Neo-Fundamentalism.
- Some Islamic Issues in The Ayyub Khan.
- Some Key Ethical Concept of The Quran.
- The Quranic Concept of God, The Universe and Man.
- The Muslim World.
- The Impact of Modernity on Islam.7
Pemikiran Fazlur Rahman terhadap al-Qur`an, adalah wahyu yang
diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Al-Qur`an mengandung petunjuk
bagi manuisa, yang membenarkan dan mencakup wahyu-wahyu yang
terdahulu. Selanjutnya, wahyu al-Qur`an dan karir kerasulan Muhammad
Saw berlangsung dalam waktu dua puluh tahun lebih, dimana semua
keputusan mengenai kebijaksanaan dalam perang dan damai, tentang isu-
isu hukum dan moral dalam kehidupan pribadi dan masyarakat dibuat dalam
situasi-situasi yang aktual. Dengan demikian wahyu al-Qur`an dari waktu
ke waktu mempunya aplikasi praktis dan politis. Al-Qur`an bukan sekedar
teks pujian ataupun tuntunan kesalehan pribadi. Sama seperti kerasulan
Muhammad Saw juga diarahkan kepada perbaikan moral manusia dalam
artian yang konkrit dan komunal, bukan hanya sekedar kepada hal-hal yang
bersifat pribadi dan metafisik saja. Dengan sendirinya hal ini mendorong
para ahli hukum dan intelektual Muslim untuk memandang al-Qur`an dan
Sunnah sebagai sumber yang mampu menjawab semua persoalan.
Keberhasilan pendekatan ini semakin memperkuat keyakinan dasar umat
Islam terhadap kemujaraban wahyu sebagai jawaban bagi semua situasi.
Tetapi di luar al-Qur`an sebagai jawaban untuk persoalan yang
muncul, menurut Rahman masalah yang paling dasar adalah mengenai

7
Sibawaihi, Eskatologi al-Ghazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif
Epistemologi Klasik-Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 54.
40

metode dan cara penafsiran pada al-Qur`an itu sendiri. Rahman


menganggap metode penafsiran abad pertengahan belum cukup
memuaskan. Seperti contoh dalam masalah hukum pidana yang dinamakan
hudūd. Dengan menggunakan qiyas atau penalaran analogis sebagai alat
istinbath hukum, menurut Rahman belum cukup memberikan suatu hasil
yang memuaskan. Qiyas bagi Rahman adalah alat yang belum sempurna.
Ketidak sempurnaan alat-alat ini selanjutnya disebabkan oleh tidak adanya
metode yang memadai untuk memahami al-Qur`an itu sendiri.8
Seperti yang tersebut di atas, upaya Rahman untuk merumuskan
gagasan pembaharuannya dan metodologi yang sistematis disebabkan oleh
kesadarannya akan krisis yang dihadapi Islam pada periode modern.
Rahman menilai bahwa krisis ini memiliki implikasi serius untuk masa
depan agama. Akar krisis ini terletak dalam sejarah keagamaan Islam. Sejak
penghujung abad pertama Hijriyah, umat Islam telah mengembangkan
suatu sikap yang kaku dalam memandang kedua sumber pemikiran Islam,
yaitu al-Qur`an dan Sunnah melalui pendekatan ahistoris, literalistis, dan
atomistis. Pendekatan semacam ini telah menceraikan al-Quran dan Sunnah
dari akar kesejarahannya, serta mereduksi keduanya menjadi kompendia
yang terdiri atas bagian-bagian yang terisolasi dan terpilah-pilah.9
Dengan latar belakang di atas, Rahman berupaya untuk membangun
sebuah metode penafsiran sebagai alat untuk memahami dan menafsirkan
al-Qur`an yang lebih sistematis dan terstruktur. Proses penafsiran yang
diusulkan disini terdiri dari suatu gerakan ganda, dari situasi sekarang ke
masa al-Qur`an diturunkan, dan kembali lagi ke masa kini.10

8
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 2-3
9
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989), 186.
10
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, Terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 6.
41

Jadi, menurut Rahman, prosedur yang benar untuk memahami al-


Qur`an setidaknya mufasir harus menempuh dua pendekatan. Pertama,
mempelajari al-Qur`an dalam ordo historis untuk mengapresiasi tema-tema
dan gagasan-gagasannya sehingga diketahui makna yang tepat dari firman
Allah. Kedua, mengkaji al-Qur`an dengan latar belakang sosio-historisnya.
Dengan pendekatan ini akan diketahui bagaimana orang-orang di
lingkungan Nabi Muhammad Saw memahami al-Qur`an. Tanpa memahami
latar belakang tersebut secara memadai, menurut Rahman besar
kemungkinan seseorang akan salah tangkap terhadap maksud atau tujuan
al-Qur`an, serta aktifitas Nabi Muhammad ketika berada di Makkah dan
Madinah.11 Dua pendekatan ini mutlak dilakukan Rahman, karena al-
Qur`an merupakan respon Ilahi yang disampaikan melalui Nabi
Muhammad Saw terhadap situasi sosial masyarakat Arab saat itu.
Dalam metodenya, Rahman menyatakan ada tiga pendekatan dalam
ijtihadnya. Pertama, pendekatan historis untuk menemukan makna teks.
Kedua, pendekatan kontekstual untuk menemukan sasaran dan tujuan yang
terkandung dalam ungkapan legal spesifik. Ketiga, pendekatan latar
belakang sosiologis untuk menemukan sasaran dan tujuan yang tidak dapat
diungkap oleh pendekatan kontekstual.
Ujung dari keseluruhan ide dan konsep metodologisnya dirumuskan
dalam dua gerakan metodis yang masing-masing terdiri dari serangkaian
kerja intelektual yang secara teknis dinamakan Ijtihād Intelektual.
Sebagaimana definisi ijtihad yang mengimplementasikan konsep-
konsepnya mengenai dasar-dasar metodologis tentang al-Qur`an dan
Sunnah, maka demikian pula rumusan metodis Rahman sehingga terlihat
konsistensi dan koherensi pemikirannya sejak dari ide-ide pendekatan

11
Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, terj. Aam Fahmia
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 5.
42

metodenya, konsep tentang dasar metodologis, konsep ijtihad, sampai


dengan rumusan metodologisnya.12

D. Konsep Double Movement Fazlur Rahman


Berangkat dari pemikiran beliau tentang pendekatan yang harus
dilakukan dalam menafsirkan al-Qur`an, maka Fazlur Rahman menawarkan
sebuah konsep metode tafsir yang dinamakan dengan teori penafsiran
Double Movement (gerakan ganda). Konsep tersebut diungkapkan Rahman
dalam bukunya yang berjudul Islam and Modernity yang bertuliskan
berikut: “The process of interpretation proposed here consist of a Double
Movement, from the present situation to Quranic times, then back to the
present”.
Gerakan Pertama. Langkah pertama yaitu orang harus memahami
arti makna suatu pernyataan (ayat) dengan mengkaji situasi atau problem
historis di mana pernyataan al-Qur`an tersebut merupakan jawabanya.
Sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam situasi spesifiknya, yang harus
dilakukan terlebih dulu yaitu mengkaji situasi makro dalam batasan
masyarakat, agama, adat-istiadat, lembaga, bahkan seluruh kehidupan
masyarakat Arab pada saat Islam datang khususnya di Makkah dan
Madinah. Langkah kedua yaitu menggeneralisasikan respon-respon spesifik
tersebut dan menyatakannya sebagai ungkapan-ungkapan yang memiliki
tujuan moral sosial umum, yang dapat disaring dari ungkapan ayat-ayat
spesifik dalam latar belakang sosio-historis dan dalam ratio-legis (‘illat
hukum) yang sering digunakan. Benar bahwa langkah pertama yaitu
memahami makna dari suatu pernyataan spesifik (sudah memperlihatkan ke
arah langkah kedua) dan membawa kepadanya. Selama proses ini, perhatian

12
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam,” Jurnal Hunafa, vol.6, no.1 (April 2009), 40.
43

harus ditujukan pada ajaran al-Qur`an sebagai suatu keseluruhan, sehingga


setiap arti tertentu yang dipahami, setiap hukum yang dinyatakan, dan setiap
tujuan yang dirumuskan akan koheren dengan yang lainnya. Al-Qur`an
sebagai suatu keseluruhan memang menanamkan suatu sikap yang pasti
terhadap hidup dan memiliki suatu pandangan dunia yang konkrit, al-
Qur`an juga mendakwakan dirinya bahwa ajarannya “tidak mengandung
kontradiksi-dalam”, tetapi koheren secara keseluruhan.
Gerakan Kedua. Gerakan ini merupakan upaya perumusan prinsip-
prinsip umum, nilai dan tujuan al-Qur`an yang telah disistemasikan melalui
gerakan pertama terhadap situasi dan atau kasus aktual sekarang. Gerakan
kedua harus dilakukan dari pandangan umum ke pandangan spesifik yang
harus dirumuskan dan direalisasi sekarang. Artinya, ajaran yang bersifat
umum harus ditubuhkan (embodied) dalam konteks sosio-historis yang
konkrit di masa sekarang. Ini sekali lagi memerlukan kajian yang cermat
atas situasi sekarang dan analisis berbagai unsur-unsur komponennya
sehingga kita bisa menilai situasi sekarang dan mengubah kondisi sekarang
sejauh yang diperlukan, dan menentukan prioritas baru untuk bisa
mengimplementasikan nilai al-Qur`an secara baru pula.13
Seperti yang telah disebut di atas, usaha ini oleh Rahman
diistilahkan sebagai sebuah jihād intelektual. Secara teknis disebut ijtihād
yang berarti upaya untuk memahami makna dari suatu teks di masa lampau
yang mempunya suatu aturan, dan untuk mengubah aturan tersebut dengan
memperluas atau membatasi atau memodifikasinya dengan cara sedemikian
rupa hingga suatu situasi baru dapat dicakup di dalamnya dengan suatu
solusi yang baru. Definisi ini mengimplikasikan bahwa suatu teks bisa

13
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya, 41.
44

digeneralisasikan sebagai suatu prinsip, lalu prinsip tersebut bisa


dirumuskan sebagai suatu aturan baru.14
Dua gerakan tersebut akhirnya menghasilkan rumusan-rumusan
spesifik Qur`āni mengenai berbagai aspek kehidupan aktual saat ini.
Rumusan tersebut akan menjadi pertimbangan bagi mujtahid yang
bersangkutan dalam menetapkan pendapat hukumnya. Keduanya, yaitu
rumusan spesifik Qur`āni mengenai kehidupan aktual dan pendapat hukum
hasil ijtihad akan mengalami proses interaksi dalam masyarakat. Terlepas
dari kenyataan apakah keduanya akan diterima atau ditolak dalam
masyarakat, namun secara teoritis keduanya merupakan visi Qur`āni yang
dibangun dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi aktual masyarakat
setempat, yaitu sebuah visi Qur`āni yang realistis.15

14
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), 9.
15
Husein Alyafie, “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam”, Jurnal Hunafa, vol.6, no.1 (April 2009), 44.
BAB IV
ANALISIS DOUBLE MOVEMENT PADA AYAT QITĀL DAN
APLIKASINYA DALAM KONTEKS MASA KINI
A. Paksaan Bela Negara
Bela negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku warga negara
yang menunjukkan kecintaannya pada kepada sebuah negara sebagai
tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan sebuah negara.1 Bela
negara bukan hanya sebatas angkat senjata dalam situasi perang, dalam
situasi yang damai warga negara juga bisa menjalankan bela negara dalam
praktik yang dapat dilakukan dengan cara melindungi, mempertahankan,
dan memajukan kehidupan bersama, dan dapat dilakukan juga dalam
berbagai bidang seperti ekonomi, politik, maupun budaya.
Namun dalam situasi yang mengharuskan warga negara untuk
angkat senjata, maka warga negara harus siap sedia dan mematuhi perintah
dari pemimpin sebuah negara.
Qs. al-Baqarah/2: 216-217

‫ب َعلَْيكم الْ ِقتَال َوه َو ك ْره لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن تَكَْره ْوا َشْيًا هوه َو َخ ْْي لهك ْم َو َع ٰٓۡسى اَ ْن ُِتب ْوا‬ َ ‫كت‬
ِ
‫َشْيًا هوه َو َشر لهك ْم َو ٰاَّلل يَ ْعلَم َواَنْت ْم َل تَ ْعلَم ْو َن‬
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak
menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal
itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
ۢ ِٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ‫ك ع ِن الشهه ِر‬
‫اَّلل َوك ْفر‬ َ ‫اْلََرام قتَال فْيه ق ْل قتَال فْيه َكبِ ْْي َو‬
‫صد َع ْن َسبْيل‬ ْ َ َ َ‫يَ ْسَل ْون‬
ِ ٰ ‫اْلرِام واِخراج اَهلِهٖ ِمْنه اَ ْكب ِعْن َد‬ ِِ
‫اَّلل‬ َ ْ َ ْ َ ََْ ‫بِهٖ َوالْ َم ْسجد‬
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah ‘berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi

1
Fahri Zulfikar, “Pengertian Bela Negara, Lengkap Dengan Tujuan, Fungsi, dan
Manfaatnya,” Diakses, 21 Desember, 2021, www.detik.com

45
46

orang masuk) Masjid al-Harām, dan mengusir penduduk dari sekitarnya,


lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah...”
Dengan menggunakan teori double movement, penulis akan
mengkontekskan ayat tersebut dalam kasus bela negara. Melihat kondisi
makro (situasi Arab) dan mikro (sebab turunnya ayat) pada saat ayat itu
turun umat Islam masih sedikit jumlahnya dan selalu mendapat tindakan
diskriminatif, untuk mempertahankan Islam dan ajarannya maka Allah
mewajibkan perang kepada umat Islam. Meskipun berat dilakukan, karena
bisa jadi umat Islam pada saat itu harus berperang melawan saudara
kandungnya sendiri yang masih dalam keadaan kafir dan ikut memerangi
Islam, namun jika untuk kebaikan dan mencegah tindakan zalim, umat
Islam wajib berperang untuk menegakkan keadilan dan menjaga keutuhan
Islam.
Setelah mengetahui kondisi makro dan mikro dalam ayat tersebut,
selanjutnya mengambil nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks
saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus mematuhi perintah
yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya meskipun itu berat.
Selanjutnya membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, setelah Nabi Muhammad Saw wafat maka
yang harus dipatuhi selanjutnya adalah ulil amri (pemegang kekuasaan).
Sebagaimana yang disebutkan dalam Qs. al-Nisa/4: 59 berikut :

‫ٰٰٓۡيَي َها اله ِذيْ َن اٰ َمن ْٓۡوا اَ ِطْي عوا ٰاَّللَ َواَ ِطْي عوا الهرس ْو َل َوا ِوٰل ْالَ ْم ِر ِمْنك ْم فَاِ ْن تَنَ َاز ْعت ْم ِ ِْف َش ْي ٍء فَرد ْوه‬
ِ ٰ ْ ‫اِ َٰل ٰاَّللِ والهرسوِل اِ ْن كْن تم ت ؤِمن و َن ِاب َّٰللِ والْي وِم‬
‫ك َخ ْْي هواَ ْح َسن ََتْ ِويْ ًَل‬ َ ‫ال ِخ ِر ٰذل‬ َْ َ ْ ْ ْ ْ َ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad) dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
47

beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Problematika saat ini yang dihadapi umat Islam di Indonesia adalah
adanya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang berusaha memberontak
terhadap ulil amri yang sah dan mengancam perdamaian serta keutuhan
negara. Untuk itu, paksaan bela negara harus dilakukan dengan cara
berperang melawan kelompok KKB meskipun berat dilakukan karena harus
melawan saudara sendiri. Dalam problematika ini, nilai universal yang
terdapat pada Qs. al-Baqarah/2: 216-217 menjadi sebuah kewajiban bagi
umat Islam dan warga negara lainnya untuk mematuhi ulil amri dalam
menjaga keutuhan negara, terlebih lagi kelompok KKB juga melakukan
tindakan zalim dengan menembak warga sipil yang jelas hal itu dilarang
dalam Islam.

B. Melawan Ancaman Besar


Ancaman adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh individu
maupun kelompok yang berpotensi membahayakan individu maupun
kelompok lainnya.2 Ancaman tidak hanya datang dalam bentuk yang dapat
dilihat, bisa juga dalam bentuk yang tidak dapat dilihat seperti virus, bakteri,
dan sejenisnya.
Qs. Āli ‘Imrān/3: 121-123
‫ن‬ ِ ِ ‫واِ ْذ َغدو‬
‫اع َد لِْل ِقتَ ِال َو ٰاَّلل ََِسْيع َعلِْيم‬
ِ ‫ك ت ب ِوئ الْم ْؤِمنِني م َق‬
َ َْ َ َ ‫ت م ْن اَ ْهل‬
َ َْ َ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi
hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada
pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

2
Laudia Tysara, “Pengertian Ancaman Militer dan Non-Militer,” Diakses, 21
Desember, 2021, hot.liputan6.com
48

‫ن‬ ٰۤ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ت طها ِٕى َف ٰت مْنك ْم اَ ْن تَ ْف َش ََل َو ٰاَّلل َولي ه َما َو َعلَى ٰاَّلل فَ ْليَ تَ َوهك ِل الْم ْؤمن ْو َن‬ ِ
ْ ‫ا ْذ ََهه‬
Artinya: “Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena
takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”

‫صَركم ٰاَّلل بِبَ ْد ٍر هواَنْت ْم اَِذلهة فَاتهقوا ٰاَّللَ لَ َعلهك ْم تَ ْشكرْو َن‬
َ َ‫َولََق ْد ن‬
Artinya: “Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar,
padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah
agar kamu mensyukuri-Nya.”
Qs. al-Nisā`/4: 77

‫ب َعلَْي ِهم الْ ِقتَال اِذَا‬ ِ


َ ‫صلوَة َواٰتوا الهزٰكوَة فَلَ هما كت‬
ٰ ‫اَََّلْ تَر اِ َٰل اله ِذيْن قِْيل َۡل ْم كفْٓۡوا اَيْ ِديَك ْم واَقِْيموا ال ه‬
َ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ۡٓ‫ال لَ ْوَل‬
َ َ‫ت َعلَْي نَا الْقت‬ َ ‫اس َك َخ ْشيَة ٰاَّلل اَْو اَ َش هد َخ ْشيَةً َوقَال ْوا َربهنَا َّلَ َكتَ ْب‬
َ ‫فَريْق مْن ه ْم ََيْ َش ْو َن النه‬
‫ال ِخَرة َخ ْْي لِ َم ِن اته ٰقى َوَل تظْلَم ْو َن فَتِْي ًَل‬ ٰ ْ ‫ب ق ْل َمتَاع الدنْيَا قَلِْيل َو‬ ٍ ْ‫اَ هخرتَنَآۡ اِ ٰٰٓۡل اَ َج ٍل قَ ِري‬
ْ
Artinya: “Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang dikatakan pada
mereka ‘tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan
tunaikan zakat!’ ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian
mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti
takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka berkata ‘ya
Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?’
katakanlah ‘kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan di akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang)
dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun.”
Dengan menggunakan teori double movement, penulis akan
mengkontekskan ayat tersebut dalam kasus melawan ancaman yang besar.
Melihat kondisi makro (situasi Arab) dan mikro (sebab turunnya ayat) Qs.
Āli ‘Imrān/3: 121-123 dan Qs. al-Nisā`/4: 77 yaitu pada masa Nabi perang
masih menjadi sebuah jalan untuk menyelesaikan masalah, ketika kaum
kafir Quraisy mengalami kekalahan dalam perang Badar, mereka berniat
membalasnya dalam perang selanjutnya yang disebut perang Uhud. Ayat
122 dari surat Āli ‘Imrān mengkisahkan tentang takutnya dua golongan
umat Islam dengan ancaman yang ada di depan yaitu perang Uhud, ayat
49

tersebut juga mengajarkan umat Islam hendaknya tidak perlu takut terhadap
berbagai ancaman karena ada Allah yang Maha Penolong. Ayat 77 dari
surat al-Nisā` juga mengajarkan hal demikian, hendaknya umat Islam tidak
perlu takut jika diwajibkan berperang.
Setelah mengetahui kondisi makro dan mikro dalam ayat tersebut,
selanjutnya mengambil nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks
saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus membulatkan tekad
dan keberanian dalam menjalankan dan mendakwahkan syariat Islam.
Selanjutnya membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, Islam sudah menyebar luas ke penjuru
dunia, ancaman yang datang bukan hanya dari orang kafir, tetapi dari orang
Islam itu sendiri yang membawa kepentingan pribadi maupun kelompoknya
demi mencapai tujuan tertentu.
Problematika ancaman saat ini yang dihadapi umat Islam baik di
Indonesia maupun dunia adalah tindakan terorisme yang dapat mencoreng
nama baik dakwah dan ajaran Islam. Terorisme adalah ancaman atau
perbuatan kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara luas dan dapat
menimbulkan korban, kerusakan, dan kehancuran. Untuk itu, umat Islam
harus berani melawan ancaman terorisme baik dengan fisik seperti
berperang maupun non fisik seperti melaporkan dan memblokir ajaran
terorisme yang terdapat di dunia maya. Dalam kasus ini, nilai universal
yang terdapat dalam Qs. Āli ‘Imrān/3: 121-123 dan Qs. al-Nisā’/4: 77
menjadi sebuah kewajiban untuk umat Islam dalam mendakwahkan ajaran
Islam yang raḥmatan lil ‘ālamīn guna melawan ajaran terorisme yang saat
ini diidentikan dengan agama Islam.
50

C. Menghindari Perang yang Tidak Diperlukan


Perang merupakan bentuk permusuhan atau perkelahian antar
negara, bangsa, suku, atau agama.3 Perang saat ini berbeda dengan masa
Nabi Muhammad Saw, pada masa Nabi perang menjadi hal yang biasa,
tetapi pada masa sekarang perang menjadi hal yang mengerikan.
Qs. al-Aḥzāb/33: 25-26

َ َ‫ني الْ ِقت‬


‫ال َوَكا َن ٰاَّلل قَ ِوًّٰي َع ِزيْ ًزا‬ ِِ ِ ِ
َ ْ ‫َوَرهد ٰاَّلل الهذيْ َن َك َفرْوا بِغَْيظ ِه ْم ََّلْ يَنَال ْوا َخ ْ ًْيا َوَك َفى ٰاَّلل الْم ْؤمن‬
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka
penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan
apa pun. Cukuplah Allah (yang menolong) menghindarkan orang-orang
mukmin dalam peperangan. Dan Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.”

‫ب فَ ِريْ ًقا‬ ِِ ِ َ ‫اصي ِهم وقَ َذ‬


ِ ِ ِ ‫واَنْزَل اله ِذين ظَاهروهم ِمن اَه ِل الْ ِكت‬
َ ‫ف ِْف ق ل ْوِبم الر ْع‬ َ ْ ْ َ‫صي‬
َ ‫ٰب م ْن‬ ْ ْ ْ ْ َ َْ َ َ
‫تَ ْقت ل ْو َن َو ََتْ ِسرْو َن فَ ِريْ ًقا‬
Artinya: “Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah)
yang membantu mereka (golongan-golongan yang bersekutu) dari benteng-
benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka.
Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan.”
Dengan menggunakan teori double movement, penulis akan
mengkontekskan ayat tersebut dalam kasus menghindari peperangan yang
tidak diperlukan. Melihat kondisi makro (situasi Arab) dan mikro (sebab
turunnya ayat) pada Qs. al-Aḥzāb/33: 25-26, di mana pada saat itu hampir
saja terjadi peperangan besar antara umat Islam melawan kaum kafir.
Namun, hal itu dicegah oleh Allah dengan mengirimkan angin kencang
yang dingin dan tentara Ilāhiyyah, sehingga peperangan besar yang dapat
membawa kehancuran itu berhasil dicegah.
Setelah mengetahui kondisi makro dan mikro dalam ayat tersebut,
selanjutnya mengambil nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks

3
“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” Diakses, 22 Desember, 2021,
kbbi.web.id/perang
51

saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus menghindari hal-hal
yang tidak diperlukan yang dapat membawa kehancuran.
Kemudian membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, perang merupakan hal yang mengerikan.
Meskipun dunia dalam keadaan kondusif dan tidak dalam masa perang,
tetapi ada beberapa hal yang hampir saja dapat memicu perang seperti krisis
rudal kuba dan alarm palsu serangan nuklir 1983.4 Dalam upaya mencegah
peperangan, negara-negara di dunia saat ini telah membentuk kedutaan-
kedutaan besar sebagai upaya diplomasi untuk menjaga perdamaian dunia.
Problematika saat ini umat Islam dan dunia adalah provokasi.
Provokasi merupakan tindakan seseorang atau kelompok yang dapat
menyebabkan orang lain marah, emosi, dan lainnya sehingga akan menjadi
suatu permasalahan yang sangat rumit5 dan bahkan dapat memicu perang.
Maka dari itu, umat Islam maupun pemimpin-pemimpin dunia tidak boleh
memprovokasi dan harus bisa menahan emosi serta bersabar supaya tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini, nilai universal yang
terdapat dalam Qs. al-Aḥzāb/33: 25-26 menjadi perintah bagi umat Islam
dan dunia untuk menjauhi hal-hal yang dapat memicu perang dan
kehancuran, seperti provokasi.

4
Danur Lambang Prastiandaru, “6 Insiden Perang Dingin yang Nyaris Jadi Perang
Dunia III,” Diakses, 22 Desember, 2021, www.kompas.com
5
“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” Diakses, 22 Desember, 2021,
kbbi.web.id/provokatif
52

D. Prinsip Dalam Perang


Prinsip adalah asas atau fondasi kebenaran yang menjadi pokok
dasar pijakan orang dalam berpikir dan bertindak.6 Prinsip ini yang
kemudian menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
melakukan tindakannya.
Qs. al-Anfāl/8: 16 dan 65

ِ ٰ ‫ب ِمن‬
‫اَّلل‬ ٍ‫ض‬َ ‫غ‬
َ ِ‫ومن ي وۡلِِم ي وم ِٕى ٍذ دب رهٖ ِٓۡ اِهل متَح ِرفًا لِِقتَ ٍال اَو متَحيًِزا اِ ٰٰل فِئَ ٍة فَ َق ْد ٰۤابء ب‬
َ ََ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ
ِ ‫ومأْ ٰوىه جهنهم وبِْئس الْم‬
‫ص ْْي‬ َ َ َ َ َ ََ
Artinya: “Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah.
Tempatnya adalah neraka jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali.”

‫ني َواِ ْن‬


ِ ْ َ‫صابِرْو َن يَ ْغلِب وا ِمائَت‬
ْ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ني َعلَى الْقتَال ا ْن يهك ْن مْنك ْم ع ْشرْو َن‬
ِ ِ ِ ‫ٰٰٓۡيَي ها النِهِب ح ِر‬
َ ْ ‫ض الْم ْؤمن‬ َ َ
‫يهك ْن ِمْنك ْم ِمائَة يه ْغلِب ْٓۡوا اَلْ ًفا ِم َن اله ِذيْ َن َك َفرْوا ِابَهَّن ْم قَ ْوم هل يَ ْف َقه ْو َن‬
Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad), kobarkanlah semangat para mukmin
untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan seribu orang kafir, karena orang kafir itu adalah kaum yang
tidak mengerti.”
Qs. Muḥammad/47: 20

‫ت اله ِذيْ َن‬ ِ ِ ِ


َ ْ‫ت س ْوَرة ُّْم َك َمة هوذكَر فْي َها الْقتَال َنراَي‬
ِ
ْ َ‫ت س ْوَرة فَاذَآۡ انْ ِزل‬
ِ
ْ َ‫َويَق ْول الهذيْ َن اٰ َمن ْوا لَ ْوَل ن ِزل‬
ِ ‫ِِف ق لوِبِِم همرض يهْنظرو َن اِلَيك نَظَر الْم ْغ ِش ِي علَي ِه ِمن الْمو‬
‫ت فَاَْوٰٰل َۡل ْم‬ َْ َ ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ ْ ْ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman berkata ‘mengapa tidak ada suatu
surat (tentang perintah jihād) yang diturunkan?’ maka apabila ada suatu
surat diturunkan yang jelas maksudnya dan di dalamnya tersebut (perintah)
perang, engkau melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit

6
Syahruddin el-Fikri, “Prinsip Hukum Islam,” Diakses, 22 Desember, 2021,
republika.co.id
53

akan memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena


takut mati. Tetapi itu lebih pantas bagi mereka.”
Dengan menggunakan teori double movement, penulis akan
mengkontekskan ayat tersebut dalam kasus prinsip dalam perang yang bisa
menjadi pijakan umat Islam dalam menjalani kehidupan. Melihat kondisi
makro (situasi Arab) dan mikro (sebab turunnya ayat) pada Qs. al-Anfāl/8:
16 dan 65 dan Qs. Muḥammad/47: 20 yaitu ketika perang sudah menjadi
kebiasaan bangsa Arab zaman Nabi, umat Islam meminta kepada Nabi
supaya Allah menurunkan ayat berisi perintah perang. Ketika Allah
menurunkan ayat tersebut, ada golongan yang takut melawan musuh dan
sebagian umat Islam yang lain merasa keberatan karena harus melawan
sepuluh musuh. Kemudian Allah Swt meringankannya menjadi satu
melawan dua. Ketika Allah sudah meringankannya, maka umat Islam tidak
boleh lari dari peperangan kecuali untuk siasat yang dapat membuat musuh
lengah karena mengira umat Islam mundur.
Setelah mengetahui kondisi makro dan mikro dalam ayat tersebut,
selanjutnya mengambil nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks
saat ini. Penulis mendapatkan nilai universal dari ayat tersebut berdasarkan
kondisi makro dan mikronya yaitu umat Islam harus berani dan tidak boleh
takut dalam menghadapi musuh fisik seperti berperang dan musuh non fisik
seperti hawa nafsu, serta selalu waspada terhadap ancaman.
Kemudian membawa nilai universal tersebut dalam problematika
saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengetahui kondisi
sekarang. Dalam konteks saat ini, dunia sedang mengalami krisis akibat
dilanda pandemi wabah virus covid-19. Dampak dari pandemi tersebut
terjadi di berbagai lini kehidupan, seperti dampak dalam aktivitas
keagamaan umat Islam seperti ṣalat jamaah yang barisannya harus longgar,
lalu ada juga beberapa tempat ibadah yang harus ditutup, kemudian dampak
54

dalam bidang ekonomi yaitu mengalami kemerosotan, banyaknya PHK


yang dapat menyebabkan banyaknya pengangguran, dari pengangguran itu
bisa memicu tindak kejahatan karena faktor kebutuhan ekonomi yang
terdesak.
Problematika saat ini yang sedang dihadapi umat Islam baik di
Indonesia maupun dunia adalah tindak kejahatan. Kejahatan merupakan
pelanggaran hukum dan salah satu bentuk masalah sosial yang dapat
merugikan masyarakat lainnya.7 Maka dari itu, umat Islam harus senantiasa
mawas diri supaya tidak terjerumus dalam tindak kejahatan apapun
kondisinya. Dalam kasus ini, nilai universal yang terdapat dalam Qs. al-
Anfāl/8: 16, 65, dan Qs. Muḥammad/47: 20 menjadi kewajiban bagi umat
Islam untuk berani melawan musuh yang tidak terlihat seperti pandemi
virus covid-19 dan musuh yang terlihat seperti tindak kejahatan. Apabila
umat Islam dalam menjalani kehidupannya dilanda suatu wabah pandemi,
maka umat Islam harus berani menjalani kehidupannya dengan tetap
menjalankan protokol kesehatan. Dan jika dalam suatu perjalanan seorang
Muslim dihadang oleh penjahat, maka dia harus berani menghadapinya,
sebagaimana yang terdapat dalam maqaṣid al-syari’ah bahwa menjaga jiwa
dan harta benda termasuk jihad.

7
Aletheia Rabbani, “Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli, Unsur, Tipologi,
dan Teori Penyebabnya,” Diakses, 23 Desember, 2021, www.sosiologi79.com
55

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan menggunakan teori double movement Fazlur Rahman,
penulis berusaha memahami ayat-ayat perang (qitāl) dalam al-Qur`an dan
menerapkannya sebagai jihad baik dalam kondisi perang maupun damai.
Allah menuruntkan ayat-ayat perang bukan bermakna Islam
mengajarkan kekerasan, ayat tersebut bertujuan untuk melindungi umat
Islam dari serangan orang-orang kafir yang memerangi Islam. Dalam dunia
yang sedang kondusif seperti sekarang ini, menerapkan ayat perang sebagai
jihad tidak bisa secara tekstual, tetapi kontekstual.
Dalam situasi yang damai, umat Islam dapat berjihad menggunakan
ayat perang dengan menjadikannya sebagai prinsip dan motivasi dalam
menjalani hidupnya seperti dalam kehidupan bernegara dengan senantiasa
menjaga keamanan dan kedaulatannya. Ayat perang juga bisa dijadikan
prinsip dalam menempuh pendidikan, seperti tidak menyerah melawan rasa
malas yang melanda sebagaimana seorang pejuang yang tidak menyerah
sampai titik darah penghabisan.
Sedangkan dalam situasi perang, ayat qitāl dapat diterapkan sebagai
jihad dengan cara berperang sesuai ketentuan al-Qur`an dengan tidak
melampaui batas dan tidak boleh mundur, serta mematuhi pemimpin dalam
perang.

55
56

B. Saran
Sebagai penutup, penulis hendak menyampaikan saran dari hasil
penelitian ini. Sebagai berikut:
1. Pada dasarnya semua agama tidak mengajarkan kekerasan, begitu
juga dengan Islam, Islam datang membawa perdamaian. Maka kita
sebagai Muslim hendaklah tidak memicu perselisihan, apalagi
peperangan.
2. Di zaman modern sekarang ini, pesan-pesan kebencian dan
provokasi begitu mudah tersebar melalui media sosial, dampaknya
sulit diprediksi. Hendaknya kita bisa mencegah pesan itu dengan
tidak menyebarkannya kembali dan menelusuri benar tidaknya
setiap pesan yang kita terima.
3. Sebagai pemilik wewenang, negara harus berperan aktif dalam
mencegah kezaliman, intimidasi, dan tindak kejahatan lainnya, baik
dalam dunia nyata maupun maya.
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai lembaga pendidikan Islam
harus terus menjaga marwah Islam yang raḥmatan lil `ālamīn. Dan
harus mencegah segala bentuk radikalisme dalam berpikir dan
bertindak, begitu pula dalam beragama dan bernegara.
5. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna karena kekurangan penulis yang masih belum banyak
membaca literatur yang ada. Karena itu, dianjurkan bagi akademisi
untuk mengembangkan telaah sejarah dan tafsir yang kaya literatur
dalam melanjutkan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alyafie, Husein. “Fazlur Rahman dan Metode Ijtihadnya; Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam.” Jurnal Hunafa. vol.6, no.1 (April 2009):
40.
Amal, Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1989.
Anhar Azam, “Nilai-Nilai Etis dalam Ayat Perang (Penafsiran Ayat-Ayat
Perang dalam al-Qur`an).” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Al-Asfaḥāni, al-‘Allamah al-Rāgib. Mufrādāt Alfāẓ al-Qur’ān. Damaskus:
Dār al-Qalam, 2002.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jamul Mufahrasy Li Alfāẓil Qur`ānil
Karīm. Kairo: Dārul Ḥadīts, 1981.
Chirzin, Muhammad. Kamus Pintar al-Qur`an. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Fahrizal, Muhammad Ari, “Pemikiran Fazlur Rahman.” Makalah S1.,
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2020.
El-Fikri, Syahruddin. “Prinsip Hukum Islam.” Diakses, 22 Desember, 2021,
republika.co.id
Harahap, Saddam Husein, “Perang dalam Perspektif al-Qur`an (Kajian
Terhadap Ayat-Ayat Qitāl).” Tesis S2., Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2016.
Hidayat, Prabowo Adi Hidayat. “Argumentasi Makna Jihad dalam al-
Qur`an Ditinjau dari Perspektif Masyarakat Kosmopolitan.”
Akademika: Jurnal Pemikiran Islam STAIN Jurai Siwo Metro.
vol.18, no.2 (April 2013): 2.
Al-Jaṣaṣ, Aḥmad ibn ‘Ali Abi Bakr al-Razi. Aḥkām al-Qur`ān. Beirut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Mukhtaṣar Zādul Ma’ād, terj. Kathur Suhardi.
Jakarta: Pustaka Azam, 2000.
Kaltsum, Lilik Ummu dan Abd. Moqsith Ghazali. Tafsir Ayat-Ayat Aḥkam.
Jakarta: UIN PRESS, 2015.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).” Diakses, 30 Oktober, 2021,
https://kbbi.web.id
Manẓur, Ibn. Lisān al-‘Arab. Kairo: Dār al-Ma`ārif, 1119.
Al-Mawardi, Abu al-Ḥasan ‘Ali ibn Muḥammad ibn Ḥabib al-Basri al-
Bagdadi. al-Nukāt wa al-‘Uyūn. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992.
Al-Miṣri, Syihab ad-Din Aḥmad bin Muḥammad al-Ḥalim. at-Ṭibyān fī
Tafsīr Garīb al-Qur`ān. Beirut: Dār aṣ-Ṣahabah at-Turās bi Tanta,
1992.

57
58

Mudaris, Hudan. “Cita Menuju Ideal Moral al-Qur`an; Kajian atas


Neomodernisme Fazlur Rahman.” Al-Manhaj: Jurnal Kajian
Hukum Islam. vol.3, no.2 (Februari 2009): 35.
Nadjib, Emha Ainun. Surat Kepada Kanjeng Nabi. Bandung: Mizan, 1997.
Prastiandaru, Danur Lambang. “6 Insiden Perang Dingin yang Nyaris Jadi
Perang Dunia III.” Diakses, 22 Desember, 2021, www.kompas.com
Al-Qurṭubi, Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ
al-Anṣari al-Khazraji al-Andalusi. al-Jāmi’ Li Aḥkāmi al-Qur`ān.
Kairo: Dār al-Kutub al-Miṣriyyah, 1964.
Al-Qurṭubi, Abu Abdillah Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abi Bakar ibn Farḥ
al-Anṣari al-Khazraji al-Andalusi. Tafsīr al-Qurṭubi, terj.
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.
Rabbani, Aletheia. “Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli, Unsur, Tipologi,
dan Teori Penyebabnya.” Diakses, 23 Desember, 2021,
www.sosiologi79.com
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual,
terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Penerbit Pustaka, 1985.
Rahman, Fazlur. Gelombang Perubahan Dalam Islam, terj. Aam Fahmia.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Saidun, “Konsep Jihād dan Qitāl Perspektif Sayyid Qutb dan M. Quraish
Shihab.” Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, 2020.
Saifunnuha, Mukhamad, “Jihad dalam al-Qur`an: Aplikasi Teori Penafsiran
‘Double Movement’ Fazlur Rahman Sebagai Upaya
Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl dalam al-Qur`an”, (Skripsi S1.,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga), 2018
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur`an. Jakarta: Lentera Hati, 2008.
Sibawaihi. Eskatologi al-Ghazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif
Epistemologi Klasik-Kontemporer. Yogyakarta: Islamika, 2004.
Sutrisno. Fazlur Rahman Kajian Metode, Epistemologi, dan Sistem
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Al-Syafi’i, Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail ibn Umar ibn Kaṡir ad-Dimasyqi
al-Qurasyi. Lubābu at-Tafsīr min Ibn Kaṡīr, terj. M. Abdul Ghoffar.
Bogor: Pustaka Imam al-Syafi’i, 2004.
Al-Ṭabari, Muhammad ibn Jarir. Jāmi’ al-Bayān fī Ta`wīl al-Qur`ān.
Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2000.
Tohirin, “Studi Penafsiran Muḥammad Rasyid Riḍa Dalam Tafsir al-Manār
dan Sayyid Quṭub Dalam Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur`ān Tentang Perang
(Qitāl) Fī Sabīlillāh Dalam al-Qurā`n Surah al-Baqarah Ayat 190,
246, dan an-Nisā` Ayat 74-75.” Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
59

Tysara, Laudia. “Pengertian Ancaman Militer dan Non Militer.” Diakses,


21 Desember, 2021, hot.liputan6.com
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad
XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004.
Yunus, Mahmud. Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm. Selangor: Klang Book Centre,
1997.
Yusub, Fitriadi HI, “Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Aksiologi dan
Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam.” Tesis
S2., Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
2015.
Zulfikar, Fahri. “Pengertian Bela Negara, Lengkap Dengan Tujuan, Fungsi,
dan Manfaatnya.” Diakses, 21 Desember, 2021, www.detik.com
Zumrodi. “Menelaah Makna Hakikat dan Objek Jihād.” Diakses, 30
Oktober, 2021, dakom.iainkudus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai