Anda di halaman 1dari 119

PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG HOMOSEKSUALITAS

(KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag)

Oleh:
Siti Maimunah
11140340000242

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
ABSTRAK

SITI MAIMUNAH (11140340000242)


Pandangan Al-Qur’an tentang Homoseksualitas (Kajian Tafsir Tematik)
Perilaku penyimpangan seks seperti Homoseksual (Gay) menurut beberapa
sumber menunjukkan kecendrungan yang terus menerus meningkat jumlahnya.
Dalam agama Islam, perilaku homoseksual dan aktivitas seksualnya telah
tercantum dengan jelas di dalam Al-Qur’an, bahwa homoseksual merupakan
perbuatan yang melampaui batas. Namun, masalah yang berkaitan dengan
homoseksual tampaknya tidak pernah habis untuk diperbincangkan bahkan
semakin marak terjadi di semua kalangan. Padahal perilaku tersebut sangat
diharamkan di dalam Al-Qur’an dan sudah jelas terbukti pada kisah Nabi Luth.
Tetapi mengapa masih banyak sekali orang-orang di muka bumi yang melakukan
perbuatan homo tersebut.
Pada penulisan skripsi ini, penulis fokus terhadap ayat-ayat yang berkaitan
dengan homoseksual, kemudian dari ayat-ayat yang sudah dikumpulkan bisa
diketahui apakah makna tersirat di dalamnya, kemudian penulis menggunakan
metode kualitatif dengan menganalisis dan mendeskripsikan. Bentuk penelitian ini
menggunakan metode kepustakaan (library research). Menjawab permasalahan
yang ada dengan merujuk pada beberapa kitab-kitab tafsir saja yang berasal dari
tafsir pada masa klasik maupun kontemporer, dan merujuk pada buku-buku, artikel,
skipsi, kamus, maupun jurnal yang berkaitan dengan judul tersebut.
Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penafsiran para
mufassir mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan homoseksual dan bagaimana
kecaman Al-Qur’an terhadap kaum homoseksual. Sehingga dapat memberikan
gambaran dan dampak bagi para pelakunya agar mereka dapat segera menjauhi
perbuatan terlarang itu. Setidaknya mereka dapat mengerti dan mengetahui apa
dampak negatif dari perbuatan homoseksual. Salah satu dampak negatifnya seperti
dapat dikucilkan oleh orang lain dan menjadi bahan omongan di kalangan
masyrakat, dan mungkin saja dapat tertular penyakit yang sangat berbahaya dan
sulit untuk disembuhkan (HIV/AIDS).

Kata Kunci: Gay, Homoseksual, LGBT

i
KATA PENGANTAR

Bismillāhirrahmānirrahīm
Assalamu‘alaikum Warahmatullaah Wabarakātuh

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan

kesempatan, nikmat iman, nikmat jasmani, rohani, kemudahan, kesehatan, rahmat,

kesabaran, kasih sayang-Nya Yang Maha Luas dan Maha Besar, berkat

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik

mungkin. Shalawat dan salam tak lupa saya haturkan kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW, yang telah mengubah zaman dari zaman jahiliyah menuju

zaman islamiyah, terang benderang menuju Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya di atas cahaya, manusia

paling sempurna, dan petunjuk jalan yang benar dan abadi kepada umat Islam untuk

pedoman hidup, serta do’an untuk para keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para

pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillaah, berkat inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Skripsi merupakan salah satu tugas akhir yang harus dikerjakan oleh

setiap mahasiswa/wi untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1), yang disusun dengan

berbagai sumber-sumber dari karya-karya orang yang sesuai dengan judul skripsi

tersebut. Kepada beliau-beliau semua, penulis mengucapkan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya.

Penulisan skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, dukungan,

motivasi, dorongan, dan support dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat saya.

Maka dari itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan peng-apresiasi-

ii
an yang terbaik dan setinggi-tingginya kepada mereka semua yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih dan doa yang selalu dipanjatkan

untuk mereka, yaitu kepada Ibunda tercinta, Ustazah Dra Yulia dan Ayah tercinta,

Fathullah. Dengan ketegasan, kedisiplinan, kasih sayang, dan keuletan Ayah,

penulis dapat menggunakan waktu dengan sebaik mungkin dan disiplin. Begitupula

dengan kesabaran, kelembutan, dan kasih sayang Mama, penulis banyak bersabar

dalam menulis skripsi ini. Banyak pelajaran hidup yang telah penulis dapati dari

mereka, arahan yang baik, dan contoh yang patut diaplikasikan. Semoga Allah

senantiasa mengampuni dosa-dosanya, selalu mempermudah urusan dan rezeki

mereka, dan selalu dalam lindungan dan keselamatan-Nya, Aamiin Yaa Robbal

‘Alamiin.

Selanjutnya, saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin yang telah menyetujui proposal skripsi

penulis dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku sekretaris

Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan staff

akademik Fakultas Ushuluddin, khusunya Jurusan Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir yang telah meluangkan waktu dan tenaganya, berbagi ilmu dan

iii
pengalaman yang bermanfaat kepada penulis. Semoga amal kebaikan

selalu mengalir kepada mereka semua. Jazakumullaah khairan jazaa.

4. Bapak Ahmad Rifqi Muchtar, MA, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, gambaran, saran dan penjelasan yang

sistematis dan membangun kepada penulis. Selalu meluangkan

waktunya untuk mahasiswa bimbingannya. Mohon maaf yang sedalam-

dalamnya, jika selama proses bimbingan berlangsung, banyak kesalahan

kata maupun sikap yang kurang berkenan. Semoga Bapak senantiasa

diberikan kesehatan dan kemudahan dalam setiap langkahnya, Amiin.

5. Bapak Maulana, M.Ag, selaku dosen penasehat akademik yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis terkait Kuliah Kerja Nyata

(KKN) dan konsultasi judul skripsi. Semoga Bapak senantiasa diberikan

kesehatan, Amiin.

6. Kepada kakak-kakak kandung tercinta dan tersayang, Ahmad

Akbarullah, Fitri Harni Setia, Falia Anughraini, dan Ahmad Izzuddin

serta adik tercinta Achmad Syauqi Jindan yang senantiasa memberikan

ketenangan, kesemangatan, dan keceriaan ketika penulis sudah mulai

jenuh. Semoga mereka senantiasa dimudahkan dalam segala urusannya

dan berguna untuk dunia akhirat, Amiin.

7. Kepada sahabat-sahabat penulis, Tantri Setyo Ningrum, Dwi Nurul

Aini, Faizah Mahda, Indah Fauziah, Mulqi Yagiasa Ulfah, Fradhita

Sholihah, Mia Arlitawati, Khulaimah Musyfiqah serta seluruh teman

Kelas TH G, semoga Allah lancarkan segala urusannya dan diberikan

kesemangatan dalam setiap langkahnya.

iv
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Angkatan 2014.

Mereka sudah penulis anggap seperti keluarga sendiri, karena mereka

yang selalu menemani penulis selama perkuliahan ini. Terimakasih

semuanya, semoga tetap dan selalu terjalin silaturahminya, dan semoga

Allah memberikan petunjuk di setiap urusan mereka.

9. Teman-teman KKN Semut Merah 102 UIN Jakarta, satu bulan bersama

mereka dalam mengabdi kepada masyarakat, meski dari arah yang

berbeda. Terimakasih untuk semuanya. Semoga selalu terjalin

silaturahmi.

10. Segenap pimpinan dan karyawan perpustakaan-perpustakaan yang telah

penulis kunjungi, baik yang berada di UIN Jakarta maupun yang di luar

UIN yang telah melayani penulis dalam mempergunakan referensi-

referensi dari buku-buku, literatur, artikel, dan skripsi selama penulisan

skripsi berlangsung.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi ini mengacu pada pedoman alih aksara versi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, sesuai keputusan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nomor: 507 tahun 2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan
disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ B Be

‫ت‬ T Te

‫ث‬ Ts te dan es

‫ج‬ J Je

‫ح‬ H h dengan garis bawah

‫خ‬ Kh ka dan ha

‫د‬ D De

‫ذ‬ Dz de dan zet

‫ر‬ R Er

‫ز‬ Z Zet

‫س‬ S Es

‫ش‬ Sy es dan ye

‫ص‬ S es dengan garis di bawah

vi
‫ض‬ ḏ de dengan garis bawah

‫ط‬ ṯ te dengan garis bawah

‫ظ‬ ẕ zet dengan garis bawah

‫ع‬ ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬ Gh ge dan ha

‫ف‬ F Ef

‫ق‬ Q Ki

‫ك‬ K Ka

‫ل‬ L El

‫م‬ M Em

‫ن‬ N En

‫و‬ W We

‫ھ‬ H Ha

‫ء‬ ` Apostrof

‫ي‬ Y Ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ‫ـــ‬ A Fathah

vii
َ‫ـــ‬ I Kasrah

َ‫ـــ‬ U Damah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ـــَي‬ Ai a dan i

‫ـــَو‬ Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ــا‬ Â a dengan topi di atas

َ‫ـــي‬ Î i dengan topi di atas

َ‫ـــو‬ Û u dengan topi di atas

viii
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf
kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( َ‫ ) ـــ‬dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( ‫ ) الضرورة‬tidak ditulis ad-
darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طریقة‬ Tarîqah

2 ‫الجامعة اإلسالمیة‬ al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3 ‫وحدةَالوجود‬ wahdat al-wujûd

7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

ix
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-
Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata


Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat
dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara

َ‫ذھبَ األستاذ‬ dzahaba al-ustâdzu

َ‫ثبتَاألجر‬ tsabata al-ajru

‫الحركةَالعصرَیَة‬ al-harakah al-‘asriyyah

‫أشھدَأنَالَإلهََإالَهلل‬ asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

‫موالناَملكَالصالح‬ Maulânâ Malik al-Sâlih

‫یَؤثركمََهلل‬ yu’atstsirukum Allâh

‫المظاھر العقلیة‬ al-mazâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Namaَ
orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.َ

x
Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukanَ
Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.

xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..........................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................... 8
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................... 6
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
F. Metode Penelitian ................................................................................ 11
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL .................... 15


A. Pengertian Homoseksual ...................................................................... 15
B. Sejarah Homoseksual ........................................................................... 19
C. Bentuk-bentuk Perilaku Homoseksual ................................................. 24
D. Aturan Hubungan Seksual ................................................................... 28
BAB III AYAT-AYAT TENTANG HOMOSEKSUAL ............................. 42
A. Al-A’rāf [7]: 80-84............................................................................... 42
B. Hūd [11]: 77-83 .................................................................................... 45
C. Al-Hijr [15]:71-79 ................................................................................ 54
D. Asy-Syu’arā [26]: 165-173 .................................................................. 57
E. An-Naml [27]: 54-55 ........................................................................... 61
F. Al-Ankabūt [29]: 28-30........................................................................ 64
G. Adz-Dzāriyāt [51]: 31-37 ..................................................................... 67
H. Al-Qamar [54]: 33-40 .......................................................................... 71
BAB IV HOMOSEKSUAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN ........................ 75
A. Homoseksual Sebagai Kemungkaran ................................................... 75
B. Homoseksual Sebagai Perbuatan “Fāhisyah” ...................................... 78
C. Pelaku Homoseksual Merupakan Manusia yang Tidak Suci ............... 84
D. Kecaman Al-Qur’an terhadap Kaum Homoseks.................................. 91
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 97

xii
A. Kesimpulan .................................................................................... 97
B. Saran ...................................................................................... ........ 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... ........ 99

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai pedoman. Diantaranya

pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak semata untuk

memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan

ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan

keturunan umat manusia yang berakhlak mulia. Perkawinan yang dilakukan

kaum homoseksual dan lesbian tidak akan menghasilkan anak. Selain itu akan

mengancam kepunahan generasi manusia. Melakukan seks sesama jenis

semata-mata untuk menyalurkan kepusan nafsu syahwat yang menyimpang.1

Seks adalah salah satu potensi terbesar yang diberikan Tuhan kepada

manusia. Potensi itulah yang dapat menjadikan manusia dapat berhubungan

seks dan melahirkan keturunan. Dengan potensi seks tersebut, kelestarian hidup

manusia terjaga. Secanggih apapun teknologi perkembangbiakkan diciptakan

tidak akan dapat mengalahkan proses reproduksi manusia secara alamiah

melalui hubungan seks yang normal antara pria dan wanita. Seluruh agama

telah menetapkan ketentuan pernikahan yang sah agar sakralitas hubungan seks

terjamin legalitasnya. Allah Swt melarang seluruh perilaku yang menyimpang

karena menyimpan beberapa hikmah yang apabila direnungkan sangat banyak

manfaatnya bagi manusia. Namun, sikap dan perilaku manusia yang selalu

1
Mukti Ali, “Agama-agama di dunia”, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Pres), h.55

1
2

mencari alasan sehingga menolak informasi-informasi dari Allah menyebabkan

munculnya berbagai penyakit AIDS, penyakit kelamin dan sebagainya.2

Allah Swt telah berfirman didalam Al Qur’an surat Al Hujurāt (49) ayat

13:

ََ‫ََّلل‬ َ ‫َعلً اَأبأهآِلَ َََعأهلافوإهًۚنَإَنَ سا َّنأ ٰرَ َّ إمم‬ َ


‫َِ أ‬ ٰ ‫أأ‬ ‫َٰٓيأُّيهَ أااَنَّساا إ َنَّ أ‬
ٓ ‫ساَلقأ ٰنّٰ إممَّذَكأ أر و أَأنإَىأ ٰ أَأ أع أل ٰقّٰ إم ٰم إ إ و أ أ أ أ أ‬
٣١:‫يمَ ألآَ ٌريَ﴿نحلج نت‬ َ ‫نأتٰه أنٰى إممَإَنَ سا َّلل‬
ٌ ‫َِق‬ ‫أأ‬ ٰ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-
laki dan perempuan, dan telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. (QS. Al Hujurāt/49: 13).

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya manusia

itu telah diciptakan dalam dua jenis, yakni laki-laki dan perempuan. Penciptaan

manusia dalam jenis laki-laki dan perempuan ini, tentunya memiliki alasan dan

tujuan sendiri, yaitu agar manusia dapat mempertahankan spesiesnya di muka

bumi ini, melalui keturunan-keturunan yang membuat manusia berkembang,

membangun peradaban dan komunitas berdasarkan demografi, kepercayaan,

ideologi dan lain sebagainya. Hal inilah yang semakin menjadikan manusia

sebagai makhluk yang unik dan menarik untuk dipelajari, disamping keunikan

akan perbedaan manusia itu sendiri.3

Di era sekarang ini sangat marak sekali kaum homoseksual yang terjadi

di dalam masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat di luar

Indonesia. Mereka pada saat ini sudah tidak malu-malu dan sembunyi-

2
Ustman ath-Thawil, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, penerjemah Saefuddin
Zuhri (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 68-74.
3
Mukti Ali, “Agama-agama di dunia”, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Pres), h.56.
3

sembunyi untuk melakukan hubungan mereka. Lesbian dan Gay telah mengukir

sejarah tersendiri dalam perjalanan umat manusia. Sejarah mengatakan bahwa

seks sesama jenis pada zaman dahulu memang ada dan menjadi salah satu

bagian dari pola seks manusia. Berbagai kitab suci seperti Al-Qur’an, Injil, dan

Taurat telah menjelaskan tentang kaum Nabi Luth AS.4 Maraknya homoseks

tidak hanya pada sejarah terdahulu, melainkan pada era modern ini terdapat

banyak hubungan yang tidak seharusnya terjadi.5

Abu Abdillah Adz-Dzahābi Rahimahullah dalam kitabnya “Al-Kabāir”

telah memasukkan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau berkata:

“Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam

beberapa tempat dalam al-Qurán Al-‘Azīz, Allah telah membinasakan mereka

akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari kalangan

pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar.

Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah menghukum kaum Nabi Luth yang

melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat,

membalikkan tanah tempat tinggal mereka, dan di akhiri hujanan batu yang

membungihanguskan mereka.6 Sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Hijr

ayat 74:

َ‫َس َجٰي و‬
َ ‫َحجافوة ََّذ‬
َ
ٰ ‫َِقأٰي َا ٰم أ أ‬
‫اَأن ٰأّطأٰ أّ أ‬
َ ‫وأجل ٰقّاأَِاََيها‬
‫اَساوقأ أا أ‬
‫أأ أ أأ أ‬

4
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran (Ciputat: UIN Jakarta Pres,
2004), h. 345.
5
Adian Husaini, LGBT di Indonesia: Perkembangan dan Solusinya. Jakarta: INSIST (Instute
for the Study of Islamic Thought and Civilization), 2015, h.98.
6
Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabi Rahimahullah “Al-Kabair”, h.40
4

“Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami
hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Al-Hijr/15: 74)

Topik yang diangkat pada pembahasan skripsi ini sudah menjadi

permasalahan yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya.

Dimulai pada penciptaan Nabi Adam yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa.

Ketika pertama kali tercipta, hal mendasar yang mereka lakukan adalah mencari

dedaunan untuk menutup aurat mereka masing-masing. Sehingga memperkecil

kemungkinan untuk terjadi perzinahan. Walaupun tujuan utama mereka

melakukan itu adalah guna menutupi kemaluan atau aurat mereka. Akan tetapi,

esensi dari penutupan aurat tersebut adalah menghindari terjadinya nafsu

seksual yang dilarang oleh Allah Swt. Hal tersebut membuktikan bahwa secara

naluriah atau kodrati, manusia memiliki rasa etika dan estetika dalam

menyikapi anugrah yang telah diberikan Allah Swt dalam wujud nafsu birahi

maupun bentuk fisik anatomi tubuh manusia itu sendiri. Namun demikan, yang

terjadi pada dasawarsa dan masa modern terakhir di Indonesia maupun dunia

internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 dari

peristiwa empiris pada Nabi Adam AS dan Siti Hawa seperti yang disebut di

atas.

Para wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para

pria tidak lagi merasa ragu-ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa

yang terjadi pada kaum Sodom (umat Nabi Luth) yakni homoseksualitas (baik

gay maupun lesbian), sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi,

di negara Belanda, Homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan


5

dikeluarkannya hukum politik atas perkawinan antara para kaum gay atau

lesbian.

Homoseksual (liwath)7 merupakan perbuatan asusila yang sangat

terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan

psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual di negara-negara

maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di negara-negara

tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan lagi, bahwa

virus ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia.

Ibn al-Qayyim di dalam bukunya, ad-Dā wa ad-Dawā. Dalam istilah

Islam, homoseksual lebih dikenal dengan nama “al-Liwāth” yang diambil dari

kata “Lūth” nama seorang Nabi Allah. Mengapa dinisbatkan kepada Nabi Allah

tersebut? Sebab perbuatan semacam itu dilakukan oleh kaumnya. (kadang juga

disebut dengan sodomi, dari nama negeri kaum Nabi Lūth)

Dampak negatif yang ditimbulkan perbuatan Liwath (Homoseksual),

sebagaimana perkataan Jumhur Ulama, ijma’ dari para sahabat mengatakan,

“Tidak ada satu dari perbuatan maksiat pun yang kerusakannya lebih besar

dibanding perbuatan homoseksual. Bahkan dosanya berada persis di bawah

tingkatan kekufuran bahkan lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan

tindakan pembunuhan.

7
Istilah liwat dan sodomi merupakan nama lain dari homoseksual. Lihat Muhammad bin
Ibrahim Az-Zulfi, Bahaya HomoSeksual Terhadap Kehidupan Manusia (Jakarta: Mizan Publika, 2005),
h. 6.
6

Allah Swt tidak pernah menguji dengan ujian yang seberat ini kepada

siapapun umat di muka bumi ini selain umat Nabi Lūth. Dia memberikan

siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh umat

manapun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa mereka,

mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka,

dijerembabkannya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari

langit. Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut. Dinamika

homoseksual tersebut, secara gari besar akan penulis uraikan dalam skripsi ini.

B. Identifikasi Masalah

Terdapat permasalah-permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah di

atas.

1. Mencoba menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan Homoseksual.

2. Kecaman8 yang terdapat dalam al-Qurán bagi pelaku Homoseksual.

3. Penafsiran tentang ayat homoseksual menurut para Mufassir.

4. Apa saja ayat al-Qurán yang membahas tentang Homoseksual.

5. Apa saja bentuk-bentuk perilaku Homoseksual

6. Bagaimana sejarah munculnya Homoseksual

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

8
Kecaman ialah teguran yang keras, kritikan, celaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
7

Mengkaji atau meneliti suatu permasalahan tentunya tidak lepas dari

pembatasan. Untuk lebih mengarahkan penulisan dalam skripsi ini, penulis

memberikan batasan dalam penelitian ini sebagai berikut

Agar pembahasan skripsi ini terarah dengan baik, maka penulis

membatasi ayat-ayat tentang Homoseksual dalam skripsi ini dari sudut

pandang tiga kitab tafsir yaitu, Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Ibnu Katsir,

Tafsir al-Qurthubi karya Syekh Imam al-Qurthubi, Tafsir fi Zilal al-Qur’an

karya Sayyid Quthb. Penulis mengambil tafsir Ibnu Katsir dikarenakan di

dalam kitab tafsir ini lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan

menolak pengaruh-pengaruh asing seperti israiliyat, kemudian mengambil

tafsiran al-Qurthubi dikarenakan di dalamnya memuat banyak hukum-

hukum Islam, kemudian penulis juga mengambil tafsiran Fi Zilalil Qurán

karena di dalamnya memuat hal-hal sosial.

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa surat dan ayat yang membahas

tentang homoseksual, di antaranya adalah al-A’raf/7: 81-84, Hud/11: 77-

82, as-Syuára/42: 160-175, al-Ankabut/29: 28-29, al-Qamar/54: 33-40, adz-

Dzariyat/51: 31-37, al-Hijr/15: 59-79, An-Naml/27: 54-55. Namun penulis

akan membatasi penelitian ini dalam tiga surah saja yang tercantum pada

QS. Al-A’rāf/7: 80-84, QS. Al-Ankabūt/29: 28-29, QS. Al-Hijr/15: 73-76.

Hal ini dikarenakan surah-surah tersebut sangat berkaitan dan memiliki

penjelasan yang luas terhadap homoseksual.

2. Perumusan Masalah
8

Penulis mengambil sebuah rumusan masalah yaitu: Bagaimana pandangan

al-Qur’an mengenai homoseksualitas?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Pertama, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

ayat-ayat yang berkaitan dengan homoseksualitas, khususnya terhadap

penafsiran dan memberikan pemahaman kepada kalangan umat Islam

bahwa homoseksual merupakan tindakan yang seharusnya tidak

dilakukan.

Kedua, untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat

dalam menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Strata (S) 1

UIN Syarif Hidayatullah.

2. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan

manfaat, tidak hanya untuk kalangan mahasiswa atau akademisi lainnya,

namun juga bermanfaat untuk masyarakat luas dan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan Islam khususnya dalam bidang tafsir serta menambah

sumber referensi terhadap peneliti lainnya. Adapun manfaat penelitian ini

secara khusus, yakni:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif

bagi para pembaca, dan akademisi yang mengambil bidang Tafsir

Hadits, khusunya yang berminat di dunia penafsiran.


9

b. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi

para pembaca, dan akademisi yang mengambil bidang Tafsir Hadits,

khusunya yang berminat di dunia penafsiran.

2. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi

peneliti.

3. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat

digunakan

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pada skripsi ini dengan skripsi,

tesis, dan penelitian sejenisnya. Penulis mencoba menelusuri kajian-kajian

yang pernah dilakukan dan memiliki kesamaan atau kemiripan.

Selanjutnya, hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulisan untuk

tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini

benar-benar bukan hasil plagiat dari kajian yang telah ada.

Dari penelusuran yang penulis lakukan, penelitian tentang masalah ini

telah dibahas oleh beberapa orang. Peneliti menemukan beberapa skripsi

yang terkait dengan pembahasan ini.

Seperti yang dilakukan oleh Edi Irawan Mahasiswa Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 dengan judul skripsi

“Hukuman bagi Pelaku Homoseksual dan Lesbian dalam Perspektif

Hukum Islam dan Hukum Positif”. Dalam skrispi tersebut dijelaskan


10

mengenai hukuman-hukuman pelaku homoseks maupun lesbian perspektif

hukum Islam dan juga hukum positif.

Kemudian Putri Dita Permana Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Perbedaan Tingkat Cemburu

Homoseksual dan Heteroseksual”.

Nasrudin Romli Fakultas Syariah dah Hukum UIN Jakarta, dengan

judul skripsi “Homoseksual: Kritik Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Musdah

Mulia”.

Andi Sutandi Fakultas Psikologi UIN Jakarta, dengan judul skripsi

“Hubungan dukungan sosial dengan Coping stres homoseksual di

Jakarta”.

Imam Hanafi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, dengan judul

skripsi “Homoseksual sebagai alasan perceraian (Analisis putusan no.

838/PA. Dpk dan No. 211/Pdk.G/2009/PAJT).

Tino Pratama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta,

dengan judul skripsi “Interaksi Sosial Kaum Homoseksual (Gay) di Kota

Jakarta”.

Putra Yudi Fakultas Psikologi UIN Jakarta dengan judul skripsi

“Hubungan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial

mahasiswa terhadap perilaku Homoseksual”.

Dita Permana Putri Fakultas Psikologi UIN Jakarta dengan judul skripsi

“Perbedaan Tingkat Cemburu antara Homoseksual dan Heteroseksual”.


11

Tentu saja penelitian tersebut sangat berbeda dengan penulis, yang

menjelaskan secara khusus penafsiran oleh sejumlah mufassir seperti Ibnu

Katsir, al-Qurthubi, dan Sayyid Quthub.

F. Metode Penelitian

Dalam penyusunan proposal ini, penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (Library Research) yaitu suatu metode dengan mengumpulkan

dan menggunakan data-data yang diperoleh dari beberapa referensi dengan

cara membaca, menelaah buku-buku, majalah-majalah, jurnal dan literatur-

literatur lain yang tentunya berhubungan dengan pembahasan pada proposal

ini. Dengan penelitian ini, data-data yang diperoleh berkaitan dengan hal-

hal yang mencakup dan penafsiran tentang homoseksualitas.

Dalam hal ini penulis merujuk kepada dua sumber, yakni sumber utama

(primary resource) dan sumber pendukung (secondary resource). Sumber

utama berasal dari kitab Al-Qur'an dan Kitab-kitab tafsir. Sedangkan

sumber pendukungnya adalah buku-buku yang berkaitan dengan judul

tersebut, skripsi, jurnal, artikel, dan sumber-sumber informasi lainnya yang

sangat mendukung untuk memudahkan penulis dalam menyusun skripsi

dengan mencari bahan-bahan tersebut di perpustakaan UIN Jakarta,

perpustakaan Fakultas Ushuluddin, maupun perpustakaan kampus lain yang

sangat mendukung untuk memperoleh sumber-sumber dari judul tersebut.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis,

sebagai upaya mengkaji kemudian menggambarkan keadaan objek yang

akan diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik primer maupun
12

sekunder) kemudian menganalisisnya secara proporsional dan

komprehensif sehingga akan tampak jelas perincian jawaban atas persoalan

yang berhubungan dengan pokok permasalahan dan akan menghasilkan

pengetahuan yang valid.

Adapun metode penafsiran ini menggunakan metode tafsir maudhu’i

(tematik) yaitu dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki

tujuan dan tema yang sama.9

Langkah-langkah dalam metode maudhu’I adalah:

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai

pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya.10

4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-

masing.

5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline).

6. Melengkapi pembahasan dengan hadist-hadits yang relevan dengan

pokok bahasan.

9
Berdasarkan macamnya, tafsir maudhu’i terbagi menjadi dua macam. Pertama, mengkaji
sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya,
lalu misi utamanya; serta kaitan antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga wajah surat
itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Kedua, menghimpun seluruh ayat
al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu
ditafsirkan dengan metode maudu’i.18 Bagian kedua inilah yang menjadi fokus pembicaraan dalam
skripsi ini. Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, Penerjemah Rosihon Anwar
(Bandung: Pustaka Anwar, 2002), h. 43-44.
10
Sejauh penulis teliti, semua ayat tentang Homoseksual (Kaum Nabi Luth as) tidak ada
asbab al-nuzulnya.
13

7. Mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian sama, atau

mengkompromikan antara yang ‘am dan yang khash (khusus),

mutlak dan muqayyad, atau yang pada lahirnya bertentangan,

sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan

atau pemaksaan.11

Namun, langkah-langkah tersebut tidak penulis gunakan semua,

sebatas yang terkait dengan pembahasaannya, yaitu penulis hanya

menggunakan langkah dari nomor satu sampai enam.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran dalam penulisan skipsi ini, penulis

menyusunnya dalam 5 bab, dimana antara bab satu dengan yang lainnya

merupakan suatu rangkaian yang berhubungan:

Bab Satu: Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi: latar

belakang masalah, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab Dua: Bab ini merupakan pemaparan dan pengenalan tentang

Homoseksual dimulai dari Pengertian Homoseksual, Sejarah Homoseksual,

Bentuk-bentuk Homoseksual, dan juga Aturan Hubungan Seksual.

11
Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, h. 43-44.
14

Bab Tiga: Pada bab ini, penulis akan memaparkan ayat-ayat yang

membahas tentang homoseksual meliputi ayat, terjemahan, mufradat

lughawiyah, makna ijmali, dan juga tafsir ayat.

Bab Empat: Pandangan al-Qurán tentang Homoseksual, Penasfiran

ayat-ayat Homoseksual menurut para Mufassir. Pada bab ini, penulis akan

memaparkan Penafsiran mengenai ayat-ayat Homoseksual dalam beberapa

tema berikut, Homoseksual Sebagai Kemungkaran, Homoseksual sebagai

Perbuatan “Fāhisyah”, Pelaku Homoseksual merupakan manusia yang tidak

suci, dan Kecaman Al-Qur’an Terhadap Pelaku Homoseksual.

Bab lima: Kesimpulan, dalam bab ini akan dipaparkan seluruh kajian

atau penelitian yang merupakan jawaban dari permasalahan yang terdapat

pada latar belakang masalah, dan juga akan dianjutkan kepada permohonan

saran-saran dan penutup sebagai masukan dari para pembaca untuk

melengkapi hasil penelitian dari karya yang cukup terbatas ini.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL

A. Pengertian Homoseksual

Homoseksual didefinisikan sebagai keadaan tertarik terhadap orang dari

jenis kelamin yang sama.1 Kata homoseksual berasal dari kata homo dan

seksual. Kata homo berasal dari Bahasa Yunani yang berarti sama dan seksual

berasal dari Bahasa Inggris yang berarti berhubungan dengan kelamin. Di

Indonesia kata homoseks ini mengalami peyoratif yaitu menunjuk pada kaum

homoseksual laki-laki saja sedangkan lesbian untuk kaum homoseksual wanita.

Kata lesbian berasal dari kata ‘lesbos’ Bahasa Yunani yang diambil dari

nama sebuah pulau yang hanya dihuni wanita. Homoseksual pria juga disebut

‘gay’. Istilah gay ini lebih halus dan lebih mengacu pada orientasi seksual.2

Sedangkan dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, istilah homoseksual

diartikan keadaan tertarik terhadap kelamin sejenis.3

Dalam kamus Bahasa Indonesia ada empat pengertian yang terkait

homoseks yaitu: Homoseks adalah hubungan seks dengan pasangan sejenis,

homoseksual adalah keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang

sama. homoseksualisme adalah paham homoseksual, dan homoseksualitas

1
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h.563
2
Easter Borny Uliarta Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual
(Tahapan Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi Gay Timur dan Barat) (Tesis S2 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu oliti, Universitas Indonesia, 2003), h.73.
3
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000), h. 353

15
16

adalah kecenderungan untuk tertarik kepada orang lain yang sejenis. (Anton

Mulyono, 2007).

Istilah lain yang digunakan untuk mengartikan perilaku homoseks

adalah sodomi dan liwath. Sodomi dalam istilah kedokteran berarti hubungan

seks melalui anus, yakni hubungan seks yang sering dihubungkan dengan

orang-orang yang homoseks, gay dan waria.4 Sedangkan liwath ialah kata yang

akarnya sama dengan kata Lūth. Perbuatan homoseks sesama pria itu disebut

liwath.5 Namun, dalam lisan al-Arab, liwath adalah perbuatan yang dilakukan

oleh kaum Nabi Lūth.6 Menurut sejarah kaum yang pertama kali melakukan

perbuatan homoseks di dunia ini adalah kaum Nabi Luth as. yang menempati

wilayah di sekitar laut mati yaitu Sadum dan Amurah (Gamurrah).7

Pengertian lainnya dari homoseksual secara istilah, seperti dalam

Wikipedia Ensiklopedi Bebas dikatakan bahwa Homoseksualitas mengacu

pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin

sama secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata

sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan seksual

diantara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak

mengidentifikasi diri mereka sebagai gay dan lesbian. Homoseksualitas,

4
Nina Surtiretna, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 114
5
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jild. 3, h. 563
6
Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Makram Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Jild. 7 (Beirut:
Dar Sadâr, 1990), h. 1536.
7
Faizah Ali Syibromalisi, “Homoseksual, Gay, dan Lesbian Dalam Perspektif Al-Qur’an”, di
dalam Majalah BEM Fakultas Ushuluddin, h.1
17

sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas

dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah yang digunakan untuk

merujuk kepada pria pelaku homoseks. Sedangkan lesbian adalah istilah yang

digunakan untu merujuk kepada wanita yang melakukan hubungan sex dengan

jenis kelamin yang sama. Homoseksual sebenernya istilah yang digunakan

dalam bidang ilmu pengetahuan tentang identitas seksual secara luas, selain

heteroseksual8 dan biseksual9. Akan tetapi, homoseksual juga mempunyai arti

orientasi seks sesama jenis (SSA)10, sekaligus aktivitas atau tindakan seksual

sesama jenis. Sebagian besar negara menggunakan kata ini untuk menunjukkan

seseorang yang tertarik kepada sesama jenis dan lebih berfokus kepada seks

semata. Jadi, lebih cenderung kepada aktivitas seks sesama jenis. Kebanyakan

masyarakat Inggris sampai saat ini masih menggunakan istilah homoseksual

untuk menunjukkan seseorang beridentitas sosial sebagai gay.11

Istilah homoseksual sendiri untuk pertama kali diciptakan pada tahun

1868 bersamaan dengan istilah heteroseksual (kebalikan dari homoseksual

yaitu hubungan seks antara orang yang berbeda jenis kelamin) dan pertama kali

dicetak pada tahun 1869 oleh penulis Hungaria Karoly Maria Kertbeny (1824-

8
Heteroseksual merupakan ketertarikan seorang pada lawan jenis yang berbeda. Lihat
Ensiklopedi Psikologi, Alih Bahasa Ediati Kamil (Jakarta: Arcan, 1996), h. 6
9
Biseksual ialah ketertarikan seks kepada sesama jenis dan lain jenis secara bersamaan (Lih.
Sinyo “Anakku Bertanya Tentang LGBT” Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia,
2014, h. 8).
10
SSA adalah kecendrungan (hasrat) melakukan aktivitas seks dengan sesama jenis, SSA
digunakan untuk memaparkan bahwa seseorang mempunyai rasa ketertarikan seksual dengan sesama
jenis, baik secara total atau sebagian.
11
Sinyo, “Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang Dunia
LGBT”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2014, h.7
18

1882). Istilah lain yang digunakan untuk mengartikan perilaku homoseks

adalah sodomi, sodomi sendiri dalam istilah kedokteran berarti hubungan seks

melalui anus, yakni hubungan seks yang sering dilakukan oleh orang-orang

yang homoseks yaitu hubungan dengan jenis kelamin yang sama.

Homoseksual adalah perbuatan laki-laki dan perempuan yang secara

emosional dan seksual tertarik sesama jenisnya. Homoseksual adalah

ketertarikan yang cenderung pada sesama jenis, baik itu sesama pria maupun

sesama wanita, dalam perkembanganya di masyarakat istilah homoseksual

lebih sering digunakan untuk seks sesama pria di sebut gay dan untuk seks

sesama wanita disebut lesbian.12 Akan tetapi dalam penyusunan dalam judul

skripsi ini menggunakan kata sesama jenis, yang selanjutnya digunakan dalam

pemahasan skripsi ini mengacu pada persamaan dari kata homoseksual dan

homoseksualitas.13

Homoseksual secara umum menurut Soejono adalah hubungan sesama

jenis. Gejala ini terdapat juga di Indonesia walaupun tidak sebanyak yang kita

jumpai di Amerika/Eropa. Homoseksual di Indonesia dianggap sebagai

perbuatan tercela. Mengingat homoseksual adalah hal yang tabu bagi

12
Abdul Haqsyawqi Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2009. Skripsi berjudul: Kawin Sesama Jenis dalam Pandangan Siti Musdah Mulia (untuk kau pria
disebut gay sedangkan wanita disebut lesbian. Kaum gay dalam melakukan senggama biasanya
dalam memanipulasi alat kelamin pasanganya dengan measukan penis kedalam mulut (oral
erotisme), dengan menggunakan bibir (fellatio), dan lidah (cunnilingus) untuk menggelitik.
Sedangkan lesbian atau lesbianisme merupakan istilah yang diambil dari sebuah nama pulau lesbos,
yang mana perempuanya didaerah tersebut menyukai sesama jenis. Sehingga seorang wanita
mengalami lesbos/lesbi. Marzuki Umar Sa’abah, seks dan kita cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Isnani Press,
1998), hlm 146) h. 1
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka), 1989, h.102.
19

masyarakat kita, adat istiadat tradisional kita tidak menyetujui homoseksual dan

seseorang berbusana lawan jenisnya.

Sebagian besar negara, hampir seluruh masyarakatnya menolak

kehidupan homoseksual. Saat ini ada 204 negara didunia yang menganggap

illegal homoseksual di 74 negara. Negara-negara Islam menyatakan bahwa

perilaku homoseksual adalah ilegal demikian juga sebagai negara-negara

komunis ataupun bekas koloni inggris.14

Homoseks sebenarnya istilah yang digunakan dalam bidang ilmu

pengetahuan tentang identitas seksual secara luas, selain heteroseksual dan

biseksual. Akan tetapi, homoseksual juga mempunyai arti orientasi seks sesama

jenis (SSA), sekaligus aktivitas atau tindakan seksual sesama jenis.

Sebagian besar negara menggunakan kata ini untuk menunjukkan

seseorang yang tertarik kepada sesama jenis dan lebih berfokus kepada seks

semata (boleh jadi ada cinta sesama jenis atau tidak). Jadi, lebih cenderung

kepada aktivitas seks sesama jenis. Kebanyakan masyarakat Inggris sampai saat

ini masih menggunakan istilah homoseksual untuk menunjukkan seseorang

beridentitas sosial sebagai gay.15

B. Sejarah Homoseksual

14
Musti’ah, Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT): Pandangan Islam, Faktor
Penyebab dan Solusinya, Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, Vol.3, No 2, Desember 2016. h.45.
15
Sinyo, “Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang
Dunia LGBT”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2014, h.7
20

Perbuatan homoseksual dan akibatnya disebutkan dalam al-Qur’an

diantara kisah-kisah umat nabi-nabi yang durhaka dan dijatuhi hukuman oleh

Allah, yaitu kisah umat nabi Luth. Informasi al-Qur’an tentang homoseks,

liwath atau sodomi dalam Islam diungkap dalam al- Qur’an

َ ُ ۡ َ َ ۡ ُ َّ َ َ َٰ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ُ ََ َ َ َ َ َۡ َ ََُۡ َ َ َ ۡ ً َُ
ِ َٰ‫وطا إِذ قال ل ِق ۡو ِمهِۦ أتأتون ٱلف‬
‫ إِنكم َلأتون‬٠٨ ‫حشة ما سبقكم بِها مِن أح ٖد مِن ٱلعل ِمي‬ ‫ول‬

َ ُ ۡ ُّ ٞ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ُ َٗ ۡ َ َ َ
٠٨ ‫ۡسفون‬
ِ ‫م‬ ‫م‬‫و‬ ‫ق‬ ‫م‬ ‫نت‬ ‫أ‬ ‫ل‬‫ب‬ ِ ‫ء‬‫ا‬‫س‬ِ ‫لن‬‫ٱ‬ ‫ون‬
ِ ‫د‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ة‬‫لرجال شهو‬ ِ ‫ٱ‬

Artinya: Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).

(ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan

perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di

dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk

melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini

adalah kaum yang melampaui batas. (QS. al-A’raf [7] 80-81).

Ayat ini menjelaskan bagaimana Nabi Luth menegur kaumnya yang

melakukan tindakan yang sangat buruk yang perlu diluruskan yaitu

melampiaskan nafsu syahwat kepada sesama jenis, sehingga perbuatan tersebut

disifati sebagai al-fahisyah

Quraish Shihāb memaknai kata (al-fahisyah) yakni melakukan

pekerjaan yang sangat buruk yaitu homoseksual. Sementara Az-Zulfi

mengatakan, bahwa penyebutan al- fahisyah merupakan penyebutan puncak


21

dari suatu keburukan.16 Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan ini merupakan

perbuatan yang sangat buruk. Tambahan kata “al” dalam firman Allah “al-

fahisyah” adalah untuk memperkuat informasi yang ada sebelumnya.

Seolah-olah aktivitas ini merupakan sebuah perbuatan keji yang sudah

diketahui keburukannya oleh setiap orang.

Apa yang dilakukan oleh penduduk Sadum (kaum Nabi Luth as.) tidak

hanya penyimpangan aqidah (syirik) tetapi menurut Quraish Shihab juga

penyimpangan orientasi sex mereka yaitu kebiasaan buruk mereka dalam

berhubungan sex dengan sesama jenis. Bahkan Quraish Shihab kembali

menegaskan, bahwa keburukan yang paling besar dan yang tiada taranya dari

kaum Nabi Luth as. Setelah kemusyrikan adalah homoseksual.

Di ayat ini, dijelaskan bunyi teguran Nabi Luth as. kepada mereka,

bahwa perbuatan mereka yang keji, buruk dan busuk itu belum pernah

dikerjakan oleh seorangpun seisi alam yang ada waktu itu. Sehingga bisa

dikatakan bahwa kaum yang pertama kali melakukan perbuatan homoseks di

dunia ini adalah kaum Nabi Luth as. yang menempati wilayah di sekitar laut

mati yaitu Sadum (sodom) dan Amurah (Gamurrah).

16
Selain liwat dan sodomi, al-Qur’an juga menggunakan kata fâhisyah untuk menunjukan
perbuatan homoseks karena homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk. Lihat M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol. 5 (Jakarta: Lentera Hati,
2004), h. 161. Menurut Imam Raghib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), ahli kamus al- Qur’an yang
termasyhur, mengatakan bahwa baik al-fahsy, al-fahsya maupun al-fâhisyah mengandung arti yang
sama, yaitu sesuatu yang kekotoran atau kejijikannya luar biasa besar, baik berupa perbuatan maupun
perkataan. Sebagian ulama mengartikan fâhisyah sebagai sesuatu yang ditolak oleh naluri yang sehat,
serta dianggap sebagai sesuatu yang tidak sempurna menurut akal yang sehat. Lihat Nina Surtiretna,
Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 126.
22

Inilah yang mempertegas pendapat banyak ahli bahwa kaum Nabi

Luth as. adalah golongan manusia pertama sepanjang sejarah kemanusiaan

yang melakukan perilaku menyimpang yaitu homoseksual. Perilaku lebih

menyenangi sesama jenis, bukan lawan jenis. Perbuatan mana tidak pernah

dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, karena perbuatan itu melanggar

fitrah manusia dan tujuan penciptaannya, yaitu memiliki kecendrungan

kepada lawan jenisnya untuk memelihara kesinambungan jenis manusia di

dunia. Allah berfirman dalam persoalan ini.

َ ُ َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ ۡ
‫نت ۡم ق ۡو ٌم‬
ُ ُّ َ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ ُّ َ ُ ۡ َ َ
ِ ‫ وتذرون ما خلق لكم ربكم مِن أزو‬٨٦١ ‫أتأتون ٱذلكران مِن ٱلعَٰل ِمي‬
‫جكم بل أ‬

َ ُ
٨٦٦ ‫ََعدون‬

Artinya: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusi, (165).

“Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu,

bahkan kamu adalah orang- orang yang melampaui batas". (166). (QS. Asy-

Syu’ara [26] 165-166)

Disebutkan dalam ayat ini bahwa kaum Luth telah meninggalkan

wanita pasangannya yang secara naluriah seharusnya kepada merekalah laki-

laki menyalurkan naluri seksualnya.

Hubungan seks antar manusia berlainan jenis adalah fitrah dan

Sunnatullah, apabila dilakukan di atas koridor-koridor akhlak dan etika yang

baik yaitu hubungan seks dalam payung pernikahan yang suci, tetapi apa
23

yang dilakukan oleh penduduk Sadum, yaitu hubungan seks sesama jenis

atau homoseks tidak ditemukan dalil apapun yang membenarkan perbuatan

tersebut.17

Penyakit yang menjangkiti kaum Sadum saat itu, memang perilaku

seks yang menyimpang dari para laki-laki kepada laki-laki. Namun Hamka

mengatakan, oleh karena laki-laki lebih menyenangi laki-laki, sehingga

perempuan tidak diberi kepuasaan setubuh oleh laki-laki, maka penyakit

kecendrungan sex sesama jenis semacam ini bisa pula berjangkit di kalangan

sesama perempuan yaitu perempuan lebih menyenangi perempuan yang

belakangan dikenal dengan istilah lesbian. Sungguh dapat dibayangkan

kehancuran akhlak penduduk Sadum saat itu, mereka telah memberikan

contoh terburuk untuk semua manusia sepanjang zaman.18

Pada perkembangan selanjutnya (dimasa modern ini) perbuatan

pengikut kaum Luth ini semakin menggila, bahkan dengan dalih Hak Asasi

Manusia banyak orang yang kemudian mencoba melegalkan perilaku ini

sebagai sebuah pilihan hak asasi atas dasar hak hidup yang merata bagi setiap

orang. Sikap mereka itu persis seperti sikap dan pandangan sementara orang

didunia ini. Bahkan beberap negara, di Barat dewasa ini telah membenarkan

secara hukum hubungan seks pria dengan pria atau pernikahan pria dengan

pria, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang normal serta bagian dari

17
Mustaqim, Abdul. Homoseksual dalam Perspektif al-Qurán Pendekatan Tafsir Kontekstual
al-maqasidi. Artikel Jurnal, 2016, h.37
18
Hamka, Tafsir al-Azhar Juz VIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas), 1984, h.288
24

Hak Asasi Manusia.3

Namun Islam tidak membenarkannya baik secara fitrah maupun

sunnatullah. Karena manusia secara fitrah diciptakan berpasang-pasangan,

bukan mahluk yang berjenis kelamin sama. Firman Allah

ِ ْ ‫وِمن ُك ِل َشى ٍء َخلَ ْقنَا َزْو َج‬


٩٤:‫ْي لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرو َن ﴿الذارايت‬ ْ ِّ َ

Artinya:”. dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz-Dzariat [51]: 49).

C. Bentuk-bentuk Perilaku Homoseksual

Homoseksual dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Homoseksual Ego Sintonik

Seorang homoseksual ego sintonik adalah homoseksual yang tidak

merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah

sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakkan, dorongan atau

keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya.

b. Homoseksual Ego Distonik

Homoseksual ego distonik adalah homoseksual yang mengeluh dan

merasa terganggu akibat konflik psikis. Ia senantiasa tidak atau

sedikit sekali terangsang oleh lawan jenis. Hal itu menghambatnya

untuk memulai dan mempertahankan hubungan heteroseksual yang

sebetulnya didambakan. Secara terus terang ia menyatakan

dorongan homoseksualnya menyebabkan ia merasa tidak disukai,


25

cemas dan sedih. Konflik psikis tersebut menyababkan perasaan

bersalah, kesepian, malu, cemas, dan depresi.19

Ada lebih banyak hubungan dalam homoseksualitas dari pada

sekedar level seksual yang serba diperbolehkan. Secara psikologis

ada yang berasumsi untuk kebahagiaan, perkawinan antar jenis

kelamin yang sama secara biological menemukan karakter yang

berbeda di dalam diri mereka dan akhirnya merasa cocok satu

dengan yang lain. Dua pria yang satu berperan sebagai sisi maskulin

sedangkan yang satu lagi berperan dalam sisi yang feminin. Mereka

bisa berinteraksi dalam suatu hubungan intim layaknya pasangan

normal.20

Berdasarkan perilaku yang diperlihatkan, ada beberapa macam

tipe homoseksual, yaitu:

1. Homoseksual Tulen (Blantant Homosexual)

Homoseksual jenis ini dengan kaum homoseksual sejati,

yang laki-laki dengan personaliti seperti wanita atau feminin.

Jenis ini memenuhi gambaran stereotipik popular tentang lelaki

yang keperempuan-puanan, atau sebaliknya perempuan yang

kelaki-lakian. Bagi penderita yang memiliki kecendrungan

homoseksual ini, daya tarik lawan jenis sama sekali tidak

19
Sulistiowati Budi Santoso, “Tingkat Homoseksual pada Narapidana Ditinjau dari Lama
Menjalani Pidana Penjara”, (Semarang: Unika Soegijapranata), 2000, h.34.
20
Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual, h. 5
26

membuatnya terangsang, bahkan ia sama sekali tidak

mempunyai minat seksual terhadap lawan jenisnya.

2. Homoseksual Malu-malu (Desperate Homosexual)

Biasanya kaum homoseksual ini sudah menikah akan tetapi

tetap menjalani homoseksualitasnya dengan sembunyi-

sembunyi dari istrinya. Homoseksual jenis ini biasanya kaum

lelaki yang suka mendatangi WC umum atau tempat mandi uap,

terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan

tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim

dengan orang lain untuk mempraktikkan homoseksualitas.

3. Homoseksual Tersembunyi (Secret Homosexual)

Kaum homoseksual ini terdiri dari macam-macam ras dan

dari tingkat sosial yang berbeda-beda, walaupun kebanyakan

dari mereka itu termasuk golongan ekonomi menengah yang

berkecukupan. Sering juga mereka itu ada yang menikah dan

punya anak berpenghasilan cukup dan mempunyai pekerjaan

yang mapan. Kaum homoseksual ini pandai sekali berkamuflase

sehinga tak seorang pun tahu kalau sesungguhnya mereka

homoseksual. Hanya beberapa teman dekat atau kekasihnya saja

yang tahu sebenarnya.21

4. Homoseksual Situasional (Situasional Homosexual)

21
Coleman, dkk, “Abnormal Psychology and Modern Life”, Scoot Foresman and Company,
1980, h.76
27

Ada kalanya seseorang berada pada situasi sehingga individu

itu bertingkah laku seperti homoseks karena keadaanlah yang

memaksa mereka berbuat demikian. Misalnya seperti dalam

penjara, pesantren dan institusi sejanis lainnya. Setelah mereka

keluar, tingkah laku seksual mereka akan kembali normal tapi

tak jarang pula kalau mereka tetap melanjutkan pola

homoseksual itu.

5. Biseksual (Bisexual)

Individu yang engage dengan kehidupan homoseks dan juga

heteroseks. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah kaum

homoseksual yang sudah menikah lama. Mereka sama-sama

menikmati dua kehidupan itu baik sebagai homoseks maupun

heteroseks. Biseksual adalah suatu gejala penyimpangan tingkah

laku seksual. Seseorang bisa merasa tertarik dan kemudian

terlibat dalam perbuatan-perbuatan seksual baik kepada sesama

jenis maupun kepada lawan jenis kelamin.

6. Homoseksual Mapan (Adjusted Homosexual)

Golongan homoseksual ini lebih terang-terangan hidup

diantara sesama kaum minoritasnya. Banyak kaum homoseksual

yang hidup dalam tingkat keintiman yang tinggi dibandingkan

heteroseksual. Jadi, tingkat “perceraian” antara pernikahan

homoseksual dengan heteroseksual lebih tinggi yang


28

heteroseksual.22

Namun menurut penulis, kendati ada sebagian yang mendukung

praktik homoseksual tapi mayoritas menolak praktik homoseksual

tersebut karena praktik homoseksual tersebut dianggap sebagai

perbuatan yang dilarang dan melawan kodrat Tuhan.

Homoseksualitas adalah sebuah perilaku menyimpang dan tak ada

keraguan sedikitpun bahwa Islam melarang perilaku tersebut. Al-

Qur’an sendiri jelas mengutuk perbuatan homoseksual tersebut.

D. Aturan Hubungan Seksual

Seks adalah sesuatu yang fitri, suci, dan merupakan kebutuhan asasi

manusia sebagaimana kebutuhan biologis lainnya yang sudah dimiliki

sejak lahir. Karena itu, seks tidak bisa dinafikan tetapi perlu dikendalikan.

Seks tidak bisa dihancurkan apalagi dimatikan. Dorongan seksual harus

disalurkan secara suci, sehat, manusiawi, dan bertanggung jawab.

Meskipun dorongan seksual merupakan sesuatu yang alamiah tetapi Islam

tidak membiarkan pemenuhannya berlangsung tanpa aturan. Dorongan itu

harus disalurkan dalam perkawinan, tidak dengan melacur atau mencari

kesenangan seksual melalui diri sendiri.23

Hubungan seksual merupakan aktivitas seksual yang tidak hanya

melibatkan satu orang pelaku melainkan juga melibatkan pihak lain sebagai

pasangan. Hubungan seksual mempunyai aturan tertentu agar tidak

22
Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual, h. 56-58
23
Ceramah Nasaruddin Umar pada Acara Peringatan Hari Kartini, Kamis 3 Mei 2007.
29

merugikan salah satu pihak. Musdah Mulia menegaskan bahwa seksualitas

berkaitan dengan banyak hal karena ia mencakup seluruh kompleksitas

emosi, perasaan, kepribadian, serta sikap sosial, dan terjalin erat dengan

perilaku serta orientasi seksual yang dibentuk di dalam masyarakat di mana

seseorang menjadi bagian darinya. Seksualitas manusia dan hubungan-

hubungan di antaranya tidak hanya mencakup daya tarik, gairah, keinginan,

nafsu, misteri, dan khayalan, tetapi juga senantiasa dipandang dengan

kecurigaan, kebingungan, ketakutan, bahkan sikap jijik.24 Di bawah ini

akan dipaparkan aturan hubungan seksual yang sah dalam agama Islam

maupun yang tidak sah.

A. Penyaluran Hasrat Seks yang Sah

Penyaluran hasrat seks yang sah ialah cara halal dan suci untuk

menyalurkan nafsu syahwat. Diantaranya ialah:

1. Dalam Ikatan Pernikahan

Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat

ialah melalui pernikahan. Sebagai salah tujuan dilaksanakannya

nikah, hubungan intim menurut Islam termasuk salah satu ibadah

yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang

sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal

yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani

24
Siti Musdah Mulia, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia Modul Pelatihan Untuk
Pelatih Hak-hak Reproduksi dalam Perspektif Pluralisme, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender
dan The Ford Foundation, 2003) h. 93.
30

dan menyambung keturunan Bani Adam.25

Selain itu, jima’ yang halal juga merupakan ibadah yang

berpahala besar. Rasulullāh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu

bertanya, “Wahai Rasulullāh, apakah kita mendapat pahala dengan

menggauli istri kita?” Rasulullāh menjawab, “Bukankah jika kalian

menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu

juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan

berpahala.” (HR Bukhāri, Abū Dāwūd, dan Ibnu Khuzaimah).

Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itulah setiap hubungan

seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara

Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam

Aṭh-Ṭhibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan

petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan

dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila

mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan

yang dianugerahkan Allah. Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang

hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: jangan sampai tidak

berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan

25
Sayyid Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997, h.94
31

mengalami kesulitan; jangan sampai tidak makan, agar usus tidak

menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks,

karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.26

Hubungan seksual yang sah melalui pernikahan merupakan

bentuk amalan yang berpahala. Ia tidak hanya merupakan solusi

terbaik dalam mengatasi gejolak syahwat yang menggelora, tetapi

juga perbuatan yang bernilai ibadah, dapat memelihara kesucian

diri sekaligus sebagai bentuk perilaku yang mengikuti Sunnah

Rasulullāh Saw.27

Sekertaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh

mengatakan, pernikahan adalah satu-satunya prosedur yang baik

jika seseorang ingin memenuhi kebutuhan biologisnya, yaitu

berhubungan seksual, hanyalah melalui pintu pernikahan yang

sah.28 Karena jika tanpa melalui pernikahan, hubungan seksual

antara sepasang lawan jenis itu, hanya akan menimbulkan dampak

buruk dari sekedar pemenuhan biologis tersebut.

Dirinya bahkan menyebut, penyimpangan seksual demi

sekadar pemenuhan kebutuhan biologis tidak sesuai sebagaimana

kodratnya, bukan hanya ditentang oleh seluruh aspek yang ada di

kehidupan masyarakat, melainkan juga merupakan bentuk tindakan

26
Sayyid Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997, h.96
27
Ahmad Zaky, “Menjadi Wanita yang Dicintai Allah”, h.159
28
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam-
agama.html
32

kriminal. Pernikahan itu pun ada ketentuan syarat dan hukum yang

harus dipenuhi. Seperti misalnya rukun-rukun nikah, ketentuan

hukum terkait masing-masing calon mempelai, dan lain hal

sebagainya yang mendukung sah nya sebuah pernikahan. Karena,

penyaluran hasrat seksual dan pemenuhan kebutuhan biologis yang

dilakukan antar sesama jenis, tidak hanya bertentangan dengan

aspek agama, moral, sosial dan budaya, tapi juga merupakan

perbuatan kriminal.29

2. Melalui Mimpi

Dalam ajaran Islam mimpi bersebadan atau “mimpi basah”

bagi remaja merupakan isyarat atau pertanda bahwa yang

bersangkutan sudah baligh, tumbuh dewasa dan sejak saat itu

dikenai hukum syara (mukallaf). Artinya dia dituntut melaksanakan

perbuatan yang wajib hukumnya, dan meninggalkan yang haram

hukumnya.30

Di kalangan ulama tertentu agaknya mimpi bukan cuma

sebatas hal-hal yang bertali-temali dengan kejiwaan, atau sekadar

baligh saja. Akan tetapi justru mimpi mempunayai arti dan makna

tersendiri, ada tafsir dan takwilnya. Ulama ternama lantaran

kesalehan dan keluasan ilmunya, Muhammad Ibnu Sirin Al Bashri

29
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam-
agama.html
30
Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I,
2000, h.78
33

(33-110 H), ada menyusun kitab Muntakhab al-Kalam fi Tafsir al-

Ahlam atau Kunci Mengungkap Tafsir Mimpi. Dalam kitab ini

disebutkan bahwa setiap hubungan seksual dalam mimpi yang

mengakibatkannya keluar air mani, maka yang bersangkutan wajib

mandi besar, bahkan di saat dia terjaga dari tidurnya diharuskan

berwudhu.

Dalam kitab Khulasah Kifayatul Akhyar disebutkan hadis

Rasululllah yang diriwayatkan Imam Muslim: “Air mandi itu dari

sebab air (keluar sperma). Yang dimaksud di sini, baik keluarnya

karena syahwat atau mimpi, maupun oleh sebab-sebab yang

lainnya.31

Setiap berhubungan badan atau sebagaimana hubungan

suami-istri, atau pertemuan dua alat kelamin laki-laki dan

perempuan, baik dalam keadaan terjaga, sadar, atau tidur menurut

penyusun kitab Minhajul Muslim, Abū Bakar Jabir Al Jazairi, wajib

mandi. Fatwa beliau didasarkan pada firman Allah dalam surah Al

Maidah ayat 6: “Jika kalian junub maka mandilah”. Juga hadis Nabi

Muhammad SAW: “Jika dua khitan (kemaluan laki-laki dan

wanita) telah bertemu, maka wajib mandi (HR Muslim).

Dengan demikian, apa yang terjadi dengan kita bisa

dikatakan terjadinya dalam kondisi tidur (mimpi) dan dapat pula

31
Karomah al Hisni, Khulasah Kifayatul Akhyar, h.134
34

dikategorikan di saat terjaga (berkhayal). Maka jelas sekali wanita

yang Anda maksudkan tersebut diwajibkan mandi junub atau mandi

wajib.32

Dalam bahasa ilmiah, mimpi basah disebut sebagai emisi

noktural. Dalam peristiwa alami yang disebut sebagai pertanda

baligh bagi seorang Muslim ini, terjadi mekanisme mimpi

berhubungan dengan lawan jenis yang tidak dikenal, lalu

mengeluarkan sperma atau cairan seperti sperma. Dalam Islam,

mimpi basah menduduki pembahasan yang penting, meski sering

dilewatkan, tidak mendapatkan perhatian serius dari orang tua,

guru, maupun para pendidik lainnya.33 Padahal, sebagai bukti

pentingnya soalan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

pernah menyebutkan mimpi basah ini dalam hadits-hadits yang

shahih.

“Pena Tuhan diangkat dari tiga perkara; dari orang yang

tertidur sampai terbangun, dari orang gila sampai dia sembuh, dari

seorang anak sampai dia mimpi basah (yahtalima, ihtilam).” Hadits

ini diriwayatkan oleh tujuh sahabat utama, Ummul Mukminin

‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Qatadah, ‘Ali bin Abu

Thalib, ‘Umar bin Khaththab, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Sidad bin Aus,

32
https://jihadsabili.wordpress.com/2011/03/23/mimpi-basah-dalam-pandangan-islam/
33
Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I,
2000, h.78
35

dan Tsauban. Dalam hadits ini, mimpi basah disebutkan oleh

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penanda bahwa

seseorang sudah baligh dan dikenai kewajiban (taklif) sebagai

seorang Muslim yang mukallaf.34

Wanita Pun Mimpi Basah, Imam al-Bukhari dan Imam

Muslim Rahimahumullah meriwayatkan dari sahabat mulia Anas

bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Ummu Tsulaim Radhiyallahu ‘anha

mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak malu dalam

menjelaskan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika

mimpi basah?” tanya Ummu Tsulaim. “Ya,” jawab Nabi yang

mulia, “wanita wajib mandi jika melihat (keluar) mani.” Mendengar

pertanyaan Ummu Tsulaim, Ummul Mukminin Ummu Salamah

Radhiyallahu ‘anha yang saat itu berada di sisi Rasulullah pun

tertawa, lalu bertanya, “Apakah wanita juga mimpi basah dan

mengeluakan air mani?” “Iya,” jawab baginda Nabi Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam, “dari mana seorang anak bisa mirip (dengan

ayah atau ibunya jika bukan karena air mani keduanya)?”

Mimpi basah pertama kali sangat berkesan dalam benak

seorang anak sebab sensasi nikmatnya. Jika tidak diarahkan sesuai

syariat, seorang anak berkemungkinan untuk mencari tahu dengan

34
Karomah al Hisni, Khulasah Kifayatul Akhyar, h.136
36

cara yang tdak benar, lalu melampiaskannya dengan cara yang

salah, baik dengan masturbasi atau menjalin hubungan zina dengan

sesama atau lawan jenis. Orang tua hendaknya memberikan

pemahaman, bahwa setelah mimpi basah ada kewajiban yang harus

dikerjakan, lalu seorang anak disiapkan agar segera memasuki

jenjang pernikahan jika sudah mampu, atau mengisi harinya dengan

kesibukan belajar, membaca, dzikir, dan membaca al-Qur’an al-

Karim sehingga syahwatnya terjaga jika belum mampu menikah.35

B. Penyaluran Hasrat Seks yang Tidak Sah

Penyaluran hasrat seks yang tidak sah yakni tidak sesuai dengan ajaran

Islam, diantaranya ialah:

1. Melalui Sesama Jenis

Penyaluran seksual yang tidak sah selanjutnya merupakan melalui

sesama jenis atau biasa disebut dengan homoseksual atau lesbi (hubungan

seksual wanita dengan wanita). Atau dalam bahasa sekarang biasa disebut

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Penyaluran seks melalui jalan

tersebut merupakan bukanlah penyaluran yang baik, karena menyimpang

ajaran Islam.

2. Melalui Wadah Seks yang Dilarang

Penyaluran seksual melalui wadah seks yang terlarang juga sangat

berdampak negatif. Seperti contoh Seks anal atau menyetubuhi istri melalui

35
Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I,
2000, h.80
37

dubur ataupun ketika istri sedang haid. Seks anal adalah menyetubuhi istri

pada duburnya (anus). Kita tahu bersama bahwa anus adalah tempat

keluarnya kotoran dan berbagai macam kuman. Apalagi anus tidak

menghasilkan cairan sebagaimana pada vagina wanita, sehingga dapat

berakibat fatal bagi alat seksual saat berhubungan. Dari sinilah di antara

alasan mengapa seks anal seperti ini terlarang.36

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama yang jadi rujukan

dalam Islam bersepakat haramnya menyetubuhi istri pada duburnya baik saat

wanita tersebut haid atau suci”. Ulama Syafi’iyah pun berpendapat, “Tidak

halal menyetubuhi seseorang di duburnya begitu pula menyetubuhi hewan

seperti itu dalam keadaan apa pun itu. Hadits yang mendasari larangan ini

adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫َم ْلعُو ٌن َم ْن أَتَى ْامَرأًَة ِِف ُدبُِرَها‬

“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.”37

-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اهنًا فَ َق ْد َك َفَر ِِبَا أُنْ ِزَل َعلَى ُُمَ َّم ٍد‬
ِ ‫من أَتَى حائِضا أَ ِو امرأًَة ِِف دب ِرها أَو َك‬
ْ َ ُُ َْ ً َ َْ
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di
duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”38

36
Munawar Ahmad Anees, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung cet
IV 1994, h.89
37
HR. Ahmad 2: 479. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan
38
HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih.
38

Allah Ta’ala pun menerangkan bahwa kita hendaknya menyetubuhi


istri di kemaluan. Dalam sebuah ayat disebutkan,

‫ََّن ِشْئ تُ ْم‬ ٌ ‫نِ َسا ُؤُك ْم َح ْر‬


َّ ‫ث لَ ُك ْم فَأْتُوا َح ْرثَ ُك ْم أ‬

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka


datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki.” (QS. Al Baqarah/1: 223).

ُ ‫اْلَْر‬
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, ‘‫ث‬ ْ ’ dalam ayat tersebut

bermakna tempat bercocok tanam. Artinya, anak itu tumbuh dari hubungan di

kemaluan dan bukan di dubur. Jadi maksud ayat tersebut adalah setubuhilah

istri kalian pada kemaluannya, tempat tumbuhnya janin. Sedangkan makna ‘ ‫ََّن‬
َّ ‫أ‬

ِ yaitu sesuka kamu bagaimana variasi hubungan seks, mau dari arah depan
‫’شْئ تُ ْم‬

atau belakang, atau antara keduanya, atau pun dari arah kiri. Dalam ayat

tersebut, Allah menyebut wanita sebagai ladang dan dibolehkan mendatangi

ladang tersebut yaitu pada kemaluannya. Selain atsar disebutkan bahwa seks

anal semacam ini termasuk bentuk liwath shugro (sodomi yang ringan). Dalam

hadits yang shahih juga disebutkan,

ِ ‫اْل ِق ََل ََتْتُوا النِِّساء ِِف ح ُش‬


‫وش ِه َّن‬ ِ
ُ ََ ِّ َْ ‫اَّللَ ََل يَ ْستَ ْحيِي م ْن‬
َّ ‫إن‬َّ

“Sungguh Allah tidaklah malu dari kebenaran. Janganlah kalian


menyetubuhi wanita di duburnya” (HR al-Baihāqi).
39

ُُ ‫ ا ْل ُح‬adalah wanita di duburnya”. Kata dubur yaitu tempat


Yang dimaksud ‫ش‬

yang kotor. Allah Ta’ala sendiri mengharamkan menyetubuhi wanita haid

karena adanya haid di kemaluannya. Bagaimana lagi jika yang disetubuhi

adalah tempat yang keluarnya najis mughollazoh (najis yang berat). Seks anal

tidak dipungkiri lagi termasuk jenis liwath (sodomi). Menurut mazhab Abū

Hanīfah, Syāfi’iyah, pendapat Imam Ahmad dan Hambali, perbuatan seks anal

ini haram, tanpa adanya perselisihan di anatara mereka. Demikian pula hal ini

menjadi pendapat yang Nampak pada Imam Mālik dan pengikutnya.39

Hubungan seks saat menstruasi, Sebagian kalangan ada yang menghalalkan

di saat wanita menstruasi (haid). Padahal dari sisi kesehatan pun sangat tidak

dianjurkan karena: Saat haid terjadi peluruhan lapisan endometrium (lapisan

dinding rahim bagian dalam) yang mengandung berbagai macam protein serta

asam amino. Namun, jika ternyata tidak terjadi pembuahan, maka endometrium

tersebut bisa menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai

penyakit. Nah, bisa dipastikan kuman penyakit yang masuk ke endometrium ini

masuk melalui pintu vagina. Selain vagina, penis juga bisa membawa kuman

penyakit dari luar.40

Dari segi dalil dan pendapat ulama, hubungan seksual saat haid terlarang.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya

39
Majmu’ Al Fatawa, 32: 267-268
40
Munawar Ahmad Anees, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung cet
IV 1994, h.93
40

menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang

shahih.”41 Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas

adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para

ulama.”42 Dalam hadits disebutkan,

‫اهنًا فَ َق ْد َك َفَر ِِبَا أُنْ ِزَل َعلَى ُُمَ َّم ٍد صلى هللا عليه وسلم‬
ِ ‫من أَتَى حائِضا أَ ِو امرأًَة ِِف دب ِرها أَو َك‬
ْ َ ُُ َْ ً َ َْ

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di


duburnya, atau mendatangai dukun, maka ia telah kufur terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad Saw.”43

Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu

selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits

disebutkan,

ِ ٍِ
َ ‫اصنَ عُوا ُك َّل َش ْىء إَلَّ النِّ َك‬
‫اح‬ ْ

“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di


kemaluan).”44

Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,

41
(Al Majmu’, 2: 359)
42
(Majmu’ Al Fatawa, 21: 624)
43
(HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih). Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy
Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus
dalam dosa besar.”
44
Imam Muslim, “Shahih Muslim” No 302
41

‫اَّللِ صلى هللا عليه وسلم أَ ْن‬ َّ ‫ول‬ ُ ‫ فَأ ََر َاد َر ُس‬، ‫ضا‬ ِ
ً ‫ت َحائ‬ ْ َ‫ت إِ ْح َد َاَن إِذَا َكان‬ْ َ‫ت َكان‬
ِ
ْ َ‫َع ْن َعائ َشةَ قَال‬
ِ ِ ِ ‫ أَمرها أَ ْن تَتَّ ِزر ِِف فَوِر حي‬، ‫اشرها‬ ِ
ُّ ِ‫ُ إِ ْربَهُ َك َما َكا َن الن‬
َِّ ُ ‫ت َوأَيُّ ُك ْم يَْل‬
ْ َ‫ قَال‬. ‫ضت َها ُُثَّ يُبَاش ُرَها‬
َ َْ ْ َ َ َ َ َ َ َ‫يُب‬
ِ
ُ‫ُ إِ ْربَه‬ُ ‫صلى هللا عليه وسلم يَْل‬

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya
untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid,
kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata,
“Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’)
sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”45

45
(HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293). Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari
hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah
haid atau selain kemaluannya.
BAB III

AYAT-AYAT TENTANG HOMOSEKSUAL

Ayat-ayat yang menceritakan tentang homoseksual berkisar dari kisah Nabi

Lūth. Karena homoseksual terjadi pertama kali pada masa Nabi Lūth. Kisah tentang

Nabi Lūth sangat banyak dalam Al-Qur’an, namun di sini penulis akan mengumpulkan

ayat yang berkaitan dengan homoseksualnya saja yaitu tertera dalam 8 surat pada Al-

Qur’an dan 66 ayat. Berikut ini ialah ayat-ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang

homoseksual.

A. Al-A’rāf/7: 80-84

َ ُ ۡ َ ُ َّ َ ‫كم ب َها م ِۡن أَ َحد م َِن ٱلۡ َعَٰلَم‬ ُ َ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ ِ ۡ َ َ َ ۡ ً ُ َ


‫ إِنك ۡم َلَأتون‬٠٨ ‫ي‬ ِ ٖ ِ ‫حشة ما سبق‬ ِ ‫ولوطا إِذ قال ل ِقومهِۦ أتأتون ٱلف‬
ُ ۡ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ۡ ُّ ٞ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ُ َٗ ۡ َ َ َ
‫اب ق ۡو ِمهِۦ إَِّل أن قالوا أخ ِر ُجوهم‬ ‫ وما َكن جو‬٠٨ ‫ۡسفون‬ ِ ‫ون ٱلنِساءِ بل أنتم قوم م‬ ِ ‫لرجال شهوة مِن د‬ ِ ‫ٱ‬
َ ۡ َ‫ فَأَجنَ ۡي َنَٰ ُه َوأ َ ۡهلَ ُهۥ إ ََّّل ٱ ۡم َر َأتَ ُهۥ ََكن‬٠٨ ‫ون‬ َ ُ َّ َ َ َ ٞ َ ُ ۡ ُ َّ ۡ ُ َ ۡ َ
َ
‫ َوأ ۡم َط ۡرنا‬٠٨ ‫ين‬ َ ‫ت م َِن ٱ ۡل َغَِٰب‬ ‫مِن قريتِكمۖۡ إِنهم أناس يتطهر‬
ِِ ِ
٠٨ ‫ِي‬ َ ‫نظ ۡر َك ۡي َف ََك َن َعَٰق َب ُة ٱل ۡ ُم ۡجرم‬ُ َ ٗ َ َّ ۡ َ َ
‫علي ِهم مطراۖۡ فٱ‬
ِ ِ

Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth, ketika dia berkata kepada kaumnya,
“Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh
seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh kamu telah melampiaskan
syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar
kaum yang melampaui batas. (Al-A'rāf/7: 81-84)

1. Makna Ijmali

Lūth, yang dimaksud ialah Lūth bin Harān. Yaitu kemenakan Ibrāhīm

as. Ia lahir di Ourlkaldaniyin, di ujung timur selatan Irak, yang dulu disebut

tanah Babil. Setelah orang tuanya meninggal dunia, Lūth merantau bersama

pamannya, Ibrāhīm ke daerah yang terletak antara dua sungai yang disebut

42
43

Jazirah Qaura. Dan di sanalah letak kerajaan Asyūr. Oleh Ibrāhīm kemudian

Lūth itu ditempatkan di sebelah Timur Yordan, karena lahan penggembalaan di

sana cukup baik. Dan di tempat itu, yaitu tempat yang disebut ‘Umqus Sadim

dekat laut mati atau laut Lūth, terdapat lima perkampungan. Lūth tinggal di

salah satu antara lima perkampungan itu, yang disebut Sadum. Penduduk

Sadum melakukan perbuatan-perbuatan yang keji, dan sekarang tidak ada

tanda-tanda yang menunjukkan di mana letak Sadum itu secara pasti. Tetapi

sebagian orang mengatakan bahwa Sadum itu telah digenangi laut. Namun

demikian, mereka tidak mempunyai dalil atas kebenaran kata-kata itu.1

2. Mufradāt Lughawiyah

‫ لُوطًا‬adalah Lūth bin Haran bin Azir. Dia adalah anak dari saudara Nabi

Ibrāhīm dilahirkan di Aurkaldaniyyin, ujung timur selatan Iraq, dinamakan

dengan tanah Babilonia. Dia meninggalkan kota itu setelah kematian ayahnya

bersama dengan pamannya, Ibrāhīm, ke Mesopotamia sampai Qura, di mana

terdapat kerajaan Asyur. Kemudian dia pergi bersama Nabi Ibrāhīm ke negeri

Syami, di mana dia ditempatkan oleh Nabi Ibrāhīm di timur Yordan. Dia tinggal

di suatu tempat yang bernama pedalaman Sadim, dekat Laut Mati atau Laut

Lūth. Di sana terdapat lima desa. Lūth tinggal di salah satunya yang dinamakan

Sodom. Kemudian Allah mengutusnya kepada penduduk Sodom dan desa-desa

sekitar. Lūth mengajak mereka ke jalan Allah Swt, memerintahkan kebajikan

1
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 8, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.361.
44

dan melarang mereka kemungkaran dan perbuatan keji yang mereka lakukan

yang belum pernah dilakukan oleh siapapun dari anak Adam atau lainnya.

Yakni mendatangi laki-laki bukan perempuan. Ini adalah sesuatu yang belum

dikenal oleh anak Adam, tidak pula dianggap baik. Sampai dibuat oleh

penduduk Sodom. Kalimat ‫ال‬


َ ‫الر َج‬
ِّ ‫ لَتَأْتُو َن‬orang Arab mengatakan maksudnya dia

menggauli perempuan itu. ‫ُّم ْسرفُو َن‬ Melampaui yang halal menuju haram.

‫وهم‬
ُ ‫َخر ُج‬
ْ ‫ أ‬Lūth dan para pengikutnya. ‫ يَتَطَ َّه ُرو َن‬Terhadap dubur laki-laki. ‫ين‬
َ ‫الْغِٰب‬

Tetap dalam siksa.2

3. Tafsir Ayat

“Yang tak pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu di zaman

apapun”. Tapi, perbuatan itu termasuk hal-hal baru yang kamu buat dalam soal

kerusakan. Sehingga kalian merupakan contoh dan teladan dalam perbuatan

yang jahat, sehingga kalian akan mendapatkan dosanya dan dosa dari siapapun

yang mengikuti kamu dalam melakukan perbuatan-perbuatan jahat itu sampai

kiamat.

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu,

bukan kepada wanita. Ini adalah perbuatan yang melampaui batas. Ini

2
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 514
45

merupakan kebodohan dari kaum Lūth tersebut, karena meletakkan sesuatu

bukan pada tempatnya.3

‫ال َش ْه َوًة ِّمن ُدون النِّ َسآء‬ ِّ ‫إنَّ ُك ْم لَتَأْتُو َن‬


َ ‫الر َج‬

Yang dimaksud Al-Ityan (mendatangi) ialah mencari kenikmatan yang

telah dikenal, sesuai dengan tuntunan fitrah antara suami istri yang disebabkan

oleh syahwat dan keinginan untuk memperoleh keturunan. Namun, mereka di

sini hanya menginginkan pelampiasan syahwat semata. Oleh karena itu

mereka lebih rendah dari pada binatang. 4

B. Hūd/11: 77-83

َ
‫ َو َجا َءهُۥ ق ۡو ُم ُهۥ‬٧٧ ‫يب‬ ٞ ‫اق به ۡم َذ ۡر ٗٗع َوقَ َال َهَٰ َذا يَ ۡو ٌم َعص‬ َ َ َ ۡ َ
‫ض‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ء‬ ‫ِس‬ ِ ‫ا‬
ٗ ُ َ ُ ُ ُ ۡ َ َ َّ َ َ
‫وط‬ ‫ولما جاءت رسلنا ل‬
ِ ِِ ِِ
ْ ُ َّ َ ۡ ُ َ ُ َ ۡ َ َّ ُ َ ‫لسيات قَ َال َي َٰ َق ۡو ِم َ َٰٓه ُؤ ََّلءِ َب‬ َ ُ ۡ ْ ُ َ َُۡ َ َ ُ ۡ
‫اِت هن أطهر لكمۖۡ فٱتقوا‬ ِ ‫ن‬ ِ ِ َّ ‫ُيه َرعون إ ِ ۡلهِ َومِن ببل َكنوا َيم َملون ٱ‬
َ َ َ ‫ قَالُوا ْ لَ َق ۡد َعل ِۡم‬٧٠ ‫ِيد‬ ٞ َّ ٞ ُ َ ۡ ُ ََ َ ُ ۡ ُ َ َ َ َّ
‫ت َما َلَا ِِف َب َنات ِك م ِۡن‬ ‫ون ِِف ض ۡي ِفۖٓ أليۡ َس مِنكم رجل رش‬ ِ ‫ٱّلل وَّل ُتز‬
‫وط‬ ُ ُ‫ قَالُوا ْ َيَٰل‬٠٨ ‫كن َش ِديد‬ ۡ ُ َٰ َ
‫ر‬ ‫ِل‬ ‫إ‬ ‫ي‬ ‫او‬ َ
‫ء‬ ‫و‬ۡ َ‫ك ۡم قُ َّوةً أ‬ ُ َّ َ ۡ َ َ َ ُ ُ َ ُ َ ۡ َ َ َ َّ َ
ٖ ٖ ِ ِ ِ ِ ‫ قال لو أ‬٧٧ ‫ح ٖق ِإَونك َلملم ما نرِيد‬
‫ب‬ ‫ِل‬ ‫ن‬
َ َ َ َ ۡ َّ ٌ َ َ ۡ ُ ۡ ‫ك فَأَ ۡۡس بأَ ۡهل َِك بق ۡطع م َِن ٱ َّ ۡلل َو ََّل يَ ۡل َتف‬ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ ُ َّ
ۡۖ ‫ك‬ ‫ت‬ ‫أ‬‫ر‬ ‫م‬‫ٱ‬ ‫َّل‬ِ ‫إ‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ِنك‬ ‫م‬ ‫ت‬ ِ ِ ٖ ِِ ِ ِ ۡۖ ‫إِنا ُرسل ربِك لن ي ِصلوا إ ِ ۡل‬
ۡ َ َ ََ َ ُ ۡ ُّ َ ۡ‫لص ۡب ُح َألَي‬ ُّ ‫اب ُه ۡم إ َّن َم ۡوع َِد ُه ُم ٱ‬ َ ‫يب َها َما أَ َص‬ُ ‫إنَّ ُهۥ ُم ِص‬
‫ فل َّما َجا َء أ ۡم ُرنا َج َمل َنا‬٠٨ ‫يب‬ ٖ ِ ِ‫ر‬ ‫ق‬ ‫ب‬ ‫ح‬‫ب‬ ‫لص‬ ‫ٱ‬ ‫س‬ ۡۚ ِ ۡۚ ِ
َ َ َ ً َ َّ َ ُّ ُ َّ َٗ َ َ
َ ‫َعَٰل َِي َها َساف ِلَ َها َوأ ۡم َط ۡرنَا َعلَ ۡي‬
‫ِه م َِن‬ َ ِ ‫ك ۖۡ َو َما‬
ِ ‫ مسومة عِند رب‬٠٨ ‫يل منضو ٖد‬ ٖ ‫ِج‬
ِ ‫س‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫ة‬‫ار‬ ‫ِج‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ‫لظلِم‬ َٰ َّ
٠٨ ‫ي ب ِ َبمِي ٖد‬ ِ ‫ٱ‬

3
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, “Tafsir Ath-Thabari”, Jilid XII, (Jakarta:
Pustaka Azzam), 2009, h. 548.
4
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 8, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.362.
46

Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Lut, dia merasa
curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Lut) berkata,
"Ini hari yang sangat sulit.
Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu
melakukan perbuatan keji. Lut berkata, "Wahai kumku! Inilah putri-putri
(negeri)ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan
janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di
antaramu orang yang pandai?"
Mereka menjawab, "Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak
mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu; dan engkau tentu
mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki."
Dia (Lut) berkata, "Sekiranya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu)
atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)."
Mereka (para malaikat) berkata, "Wahai Lut! Sesungguhnya kami adalah para
utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu
pergilah bersama keluargamu pada akhir bersama keluargamu pada akhir
malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang,
kecuali istrimu. Sesungguhnya dia (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa
mereka. Sesunggunya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu
subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?"
Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum
Lut, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang
terbakar,
yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang
zalim. (QS. Hūd/11: 77-83)
1. Makna Ijmali

Setelah Allah Swt menerangkan apa yang menunjukkan bahwa Lūth

gelisah mengenai ihwal tamu-tamunya, jangan-jangan tertimpa sesuatu yang

menyebabkan mereka malu, seperti yang dinyatakan:

‫ى إ َ ِٰل ُرْكن‬ َّ ‫ال لَ ْو أ‬


ٓ ‫َن ِل ب ُك ْم قُ َّوةً أ َْو ءَاو‬ َ َ‫ق‬
Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolakmu, atau kalau
dapat berlindung kepada keluarga yang kuat, tentu akan aku lakukan. (Hūd,
11: 80)
47

Maka, di sini Allah akan menyebutkan bahwa utusan-utusanNya itu

memberi kabar gembira kepada kepada Lūth, bahwa kaumnya takkan dapat

melakukan keinginan mereka, dan bahwa Allah akan membinasakan mereka

dan akan menyelamatkan Lūth beserta keluarganya dari siksa Allah.5

2. Mufradāt Lughawiyah

‫ س ٓىءَ ِب ْم‬Lūth mengalami kesusahan dan kesedihan dengan kedatangan

para Malaikat itu. ‫َذ ْر ًعا‬ : Puncak kekuatan. Orang berkata: Māli bihi zar’um

wa la ziara’un (saya tidak kuat menanggungnya). ‫َعصيب‬ sakit sekali. ‫ع‬


َ ‫ُهر‬

Terdorong untuk tergesa-gesa. Dan menurut al-Kisa’i, al-Ihra’ hanya bisa

diartikan bergegasa disertai dengan gemetar karena dingin atau marah atau

demam atau syahwat.

‫ الَ ُُتُْزْون‬Janganlah kalian memalukan aku. ‫ضْيف‬


َ Tamu. ‫ َّرشيد‬Orang yang

berakal dan sadar.6

3. Tafsir Ayat

5
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 12, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.124.
6
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 12, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.119.
48

‫اق ِب ْم ذَ ْر ًعا‬
َ ‫ض‬َ ‫َو‬ (dan merasa sempit dadanya karena kedatangan

َّ di posisikan pada posisi kekuatan.


mereka). Al-Azhari mengatakan, ُ‫الذ ْرع‬

Asalnya bahwa menekan dengan kakinya saat berjalan sesuai dengan lebar

langkahnya, yakni membentangkannya. Jika mayoritas kekuatannya

bertumpu pada maka terfokuslah kekuatannya di situ. Jadi, terfokusnya

kekuatan dikiaskan dengan sempitnya area, kekuatan dan beratnya perkara.

‫ال ٰه َذا يَ ْوم َعصيب‬


َ َ‫ ) َوق‬dan dia berkata, “Ini adalah hari yang amat sulit”),

yakni berat. Kata ‫ َعصيب‬dan ‫صْيصب‬


َ ُ‫ع‬ serta ‫ص ْوصب‬
َ ُ‫ ع‬menunjukkan makna

banyak, yakni hari yang dibenci karena berhimpunnya keburukan pada saat

itu. Dari pengertian ini muncul ungkapan ‫صبَة‬


ْ ُ‫ ع‬dan ‫صابَة‬
َ ‫ ع‬yaitu orang-orang

yang bersepakat.

Firman-Nya: ‫جآءهُۥ قَ ْوُمهُۥ يُ ْهرعُو َن إلَْيه‬


َ ‫( َو‬Dan datanglah kepadanya kaumnya
َ َ

dengan bergegas-gegas), yakni datang kepada Lūth. Kalimat ini berada

pada posisi nashab sebagai hal. Makna ‫يُ ْهَرعُو َن‬ adalah bergegas-gegas

kepadanya. Al-Kisa’I, al-Farrā’ dan ahli Bahasa lainnya mengatakan,

bahwa
ُ‫اإل ْهَراء‬ adalah tergesa-gesa yang disertai dengan gemetar atau
49

menggigil. Kalimat ‫اعا‬


ً ‫إ ْهر‬-‫الر ُجل‬
َّ ‫ع‬َ ‫ أ َْهر‬berarti lelaki itu bergegas-gegas sambil
َ ُ َ

gemetaran karena kedinginan, marah atau demam. Muhalhal mengatakan,

“Maksudnya adalah mereka bergegas-gegas sambal menonjolkan diri

secara paksa.”7

۟
‫السئََِّات‬
َّ ‫( َومن قَ ْب ُل َكانُوا يَ ْع َملُو َن‬dan sejak dahulu mereka selalu melakukan

perbuatan-perbuatan yang keji), yakni sejak sebelum datangnya para

utusan waktu itu mereka sudah terbiasa melakukan keburukan-keburukan.

Ada juga yang mengatakan, bahwa maknanya adalah mereka biasa

melakukan keburukan sebelum Lūth, yakni mereka biasa menggauli sesama

lelaki (sodomi).

Setelah mereka datang kepada Lūth dan bermaksud melakukan

perbuatan itu terhadap para tamu beliau, Lūth mencegah mererka. ‫ال يٰ َق ْوم‬
َ َ‫ق‬

‫( ٰٓه ُؤََلء بَنَاتى ُه َّن أَطْ َه ُر لَ ُك ْم‬Lūth berkata, “Hai kaumku, inilah puteri-puteri

(negeri) ku, mereka lebih suci bagimu”) maksudnya adalah nikahilah

mereka dan tinggalkanlah kekejian yang kalian inginkan terhadap tamuku.

7
Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2011, h.417
50

ُ َ‫( ُه َّن أَطْ َهر ل‬mereka lebih suci bagimu) maksudnya adalah lebih
Makna ‫ك ْم‬
ُ

halal dan lebih suci. Adalah mensucikan dari yang tidak halal. Kata ini tidak

menunjukkan lebih, tapi seperti halnya.

۟
َ ‫فَاتَّ ُقوا هللاَ َوَال ُُتُْزون ِف‬
‫ضْيف ٓى‬ (maka bertakwalah kepada Allah dan

janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini) maksudnya

adalah bertakwalah kepada Allah dengan meninggalkan perbuatan keji

yang kalian inginkan terhadap mereka, dan janganlah kalian mencemarkan

namaku dan mendatangkan aib di hadapan tamuku. Kata (tamu) bisa untuk

tunggal, berbilang dua dan jamak, karena asalnya mashdar.

Kemudian beliau mendamprat mereka dengan mengatakan,


َ ‫أَلَْي‬
‫س من ُك ْم‬

‫َر ُجل َّرشيد‬ (tidak adakan di antaramu seorang yang berakal?). ini

menunjukkan bahwa kalian sebaiknya meninggalkan perbuatan buruk ini

dan mencegah kalian dari itu?

Mereka menjawabnya dengan jawaban yang berarti berpaling dari apa


۟
yang dinasihatkannya kepada mereka, dengan mengatakan ‫ت َما‬
َ ْ َ ‫قَالُو‬
‫م‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫د‬
ْ ‫ق‬
َ ‫ل‬
َ ‫ا‬

‫ك م ْن َح ِّق‬
َ ‫( لَنَا ِف بَنَات‬mereka menjawab, “sesungguhnya kamu telah tahu

bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu”)


51

maksudnya adalah kami tidak berminat terhadap mereka dan tidak butuh

mereka. Karena orang yang memerlukan sesuatu seakan-akan mempunyai

semacam hak terhadap sesuatu itu.

‫يد‬
ُ ‫َّك لَتَ ْعلَ ُم َما نُر‬
َ ‫( َوإن‬dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang

sebenarnya kami kehendaki) maksdunya adalah, menggauli lelaki. Setelah

beliau tahu bahwa mereka tetap bertahan untuk melakukan perbuatan keji

itu dan tidak mau meninggalkan apa yang mereka cari itu, َّ ‫ال لَ ْو أ‬
‫َن ِل ب ُك ْم‬ َ َ‫ق‬

‫قُ َّوًة‬ (Lūth berkata, “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk

menolakmu)”). Jawab dibuang, perkiraannya adalah niscaya aku menolak

dan mencegah kalian dari mereka. Ini ungkapan beliau AS dalam bentuk

harapan yakni seandainya aku menemukan penolong. Lalu beliau menyebut

sesuatu yang menguatkan sesuatu itu sebagai (kekuatan).

‫ى إ َ ِٰل ُرْكن َشديد‬


ٓ ‫( أ َْو ءَاو‬atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga

yang kuat (tentu aku lakukan). Yang dimaksud dengan adalah keluarga dan

apa saja yang dapat melindunginya dan orang-orang yang bersamanya dari

mereka. Ada juga yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan adalah

anak, dan yang dimaksud dengan adalah yang dapat menolongnya selain

anaknya.
52

۟ ۟
‫ك‬ ‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ ‫ا‬ ‫و‬ُ‫ل‬ ‫ص‬‫ي‬ ‫ن‬َ‫ل‬
َ ْ ٓ َ َ َِّ ُ ُ ُ ‫ك‬ ‫ب‬
‫ر‬ ‫ل‬ ‫س‬‫ر‬ َّ
‫َّن‬ ‫إ‬ ‫ط‬
ُ ‫و‬ُ‫ل‬ ‫ي‬
ٰ ‫ا‬ ‫( قَالُو‬para utusan malaikat berkata, “Hai

Lūth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali

mereka tidak akan dapat mengganggu kamu”). Terlebih dahulu mereka

menggambarkan kepada beliau bahwa mereka itu para utusan Tuhannya,

kemudian menyampaikan berita gembira kepadanya dengan mengatakan,


۟
‫ك‬
َ ‫لَن يَصلُٓوا إلَْي‬ (sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu).

Redaksi ini menjelaskan yang sebelumnya karena bila mereka itu diutus

dari sisi Allah kepadanya, tentu musuhnya tidak akan sampai kepadanya

dan tidak akan mampu terhadapnya.

‫ك بقطْع ِّم َن الَّْيل‬


َ ‫َسر ِب َْهل‬
ْ ‫( فَأ‬sebab itu pergilah dengan membawa keluarga

dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam). Ada juga yang mengatakan,

bahwa adalah berjalan di permulaan malam, sedangkan adalah berjalan di

akhir malam. Adalah sehimpunan malam.

‫َحد‬
َ ‫ت من ُك ْم أ‬
ْ ‫( َوَال يَْلتَف‬dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang

tertinggal) maksudnya adalah, jangan menoleh ke belakang, atau jangan

disibukkan dengan apa yang ditinggalkannya, baik harta ataupun lainnya.

Suatu pendapat menyebutkan, bahwa alasan larangan menoleh ke belakang

adalah agar mereka tidak melihat adzab kaum mereka dan kedasyatan yang

menimpa mereka sehingga mereka kasian dan iba terhadap mereka.


53

َ َ‫( إَّال ْامَرأَت‬kecuali istrimu). Dhamir pada kalimat ‫َص َاِبُْم‬


‫ك‬ َ ‫إنَّهُۥ ُمصيبُ َها َمآ أ‬

(sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka) adalah

dhamir sya’n (perihal), dan kalimat ini sebagai khabar.

ُّ ‫إ َّن َم ْوع َد ُه ُم‬


‫الصْب ُح‬ (karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada

mereka ialah di waktu subuh). Kalimat ini adalah penyempitan dari perintah

berangkat dan larangan menoleh. Maknanya adalah saat ditimpakannya

adzab mereka adalah waktu subuh dari malam tersebut.

Pertanyaan pada kalimat ‫الصْب ُح ب َقريب‬


ُّ ‫س‬َ ‫( أَلَْي‬bukankah subuh itu sudah

dekat?) berfungsi untuk mengingkari dan memastikan. Kalimat ini juga

sebagai penegas alasan.

Firman Nya ‫جآء أ َْمرََّن‬


َ ‫( فَلَ َّما‬Maka tatkala datang adzab Kami) maksudnya
ُ َ

adalah waktu yang ditetapkan terjadinya adzab atau yang dimaksud di sini

adalah adzab kami.

‫نضود‬
ُ ‫( َج َع ْلنَا ٰعليَ َها َسافلَ َها َوأ َْمطَْرََّن َعلَْي َها ح َج َارةً ِّمن س ِّجيل َّم‬Kami jadikan negeri

kaum Lūth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), yakni bagian atas

negeri kaum Lūth menjadi bagian bawahnya. Maknanya adalah


54

membaliknya dengan kondisi demikian, yaitu bagian atasnya menjadi bagian

bawahnya, dan bagian bawahnya menjadi bagian atasnya.8

C. Al-Hijr/15: 71-79

ُ َ ۡ َّ ُ ُ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ َّ َ َ ‫نت ۡم َفَٰمل‬ُ ‫قَ َال َ َٰٓه ُؤ ََّلءِ َب َناِت إن ُك‬


‫ فأخذتهم ٱلصيحة‬٧٨ ‫ ل َم ۡم ُر َك إِن ُه ۡم ل ِف َسك َرت ِ ِه ۡم َي ۡم َم ُهون‬٧٨ ‫ِي‬ ِ ِ ِ
َ َ َ َّ َ
ٗ َ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َ ۡ َ َ َ َ ‫ُم ۡۡشق‬
‫ت‬ ٖ َٰ ‫ إِن ِِف ذ َٰل ِك ٓأَلي‬٧٨ ‫يل‬ٍ ‫ِج‬
ِ ‫س‬ ‫ِن‬‫م‬ ‫ة‬ ‫ فجملنا عل ِيها ساف ِلها وأمطرنا علي ِهم حِجار‬٧٨ ‫ِي‬ ِ
َ َ ۡ ُ َٰ َ ۡ َ َ َ َ ‫ إ َّن ِف َذَٰل َِك ٓأَليَ ٗة ل ِۡل ُم ۡؤمِن‬٧٧ ‫ِإَون َها لَب َسبيل ُّمقيم‬ َّ َ ‫ل ِۡل ُم َت َو ِسم‬
ِ‫ب ٱۡليۡكة‬ ‫ ِإَون َكن أصح‬٧٧ ‫ِي‬ ِ ِ ٍ ِ ٖ ِ ِ ٧٧ ‫ي‬ ِ
٧٧ ‫ي‬ ‫ب‬‫م‬ُّ ‫ِإَون ُه َما ََلإ َمام‬
َّ ۡ ُ ۡ َ ۡ َ َ َ
‫م‬ ‫ه‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ا‬‫ن‬‫م‬ ‫ق‬ ‫نت‬ ‫ٱ‬‫ف‬ ٧٠ َ ‫لَ َظَٰلِم‬
‫ي‬
ٖ ِ ٖ ِ ِ ِ

Luth berkata: “Inilah puteri-puteriku (negeri) ku (menikahlah dengan mereka),


jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”. (Allah berfirman): “Demi
umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terpmbang-ambing di dalam
kemabukan (kesesatan)”. Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang
mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota
itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(keuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan
sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui
manusia). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya
adalah penduduk Aikah itu benar-benar kaum yang zalim, maka Kami
membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak
di jalan umum yang terang. (QS. Al-Hijr/15: 71-79)
1. Makna Ijmali

Dalam ayat ini Allah sepintas menyinggung ringkasan apa yang telah

disajikan terdahulu. Allah menyuruh Nabi-Nya untuk menyampaikan

kepada hamba-hambaNya bahwa Dia maha mengampuni segala dosa orang

yang bertaubat dan ingin kembali kepadaNya. Dan siksa-Nya sangat pedih

bagi orang-orang yang terus melakukan kemaksiatan. Kemudian Allah

8
Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2011, h.415
55

menguraikan janji dan ancaman itu, maka Dia menceritakan pembinasaan

kaum Lūth karena mereka melakukan maksiat dan kejahatan yang teramat

besar. Yaitu melakukan kekejian yang belum pernah dilakukan oleh seorang

pun di antara manusia sebelum mereka, sehingga mereka musnah seperti

sedia kala dan menjadi bekas-bekas.9

2. Mufradāt Lughawiyah

‫ٰٓه ُؤََلء بَنَات ٓى‬ Yang dimaksudkan dengan kata banātī (anak-anak

perempuanku) di sini adalah para perempuan dari kaumnya. Karena nabi

setiap umat adalah laksana bapak bagi mereka. Atau maksudnya adalah

anak perempuan Nabi Lūth sendiri. Sehingga maksudnya adalah inilah

anak-anak perempuanku, nikahilah mereka.

َ ‫ إن ُكنتُ ْم ٰفعل‬Jika kalian ingin menyalurkan hasrat biologis kalian.


‫ي‬

‫لَ َع ْم ُرَك‬ Kata ini dibaca dengan huruf ‘ain dibaca fathah ketika digunakan

dalam konteks qasam (sumpah). Ini adalah qasam dari Allah Swt dengan

kehidupan mukhāthab, yaitu Nabi Muhammad saw. Yakni demi hidupmu

Muhammad. Kata al-Amru atau al-‘Umru artinya adalah kehidupan (umur).

‫لَفى َسكَْرِت ْم‬ Benar-benar berada dalam kesesatan mereka. ‫يَ ْع َم ُهو َن‬

9
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 14, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.53.
56

Terombang-ambing. ُ‫حة‬
َ ‫الصْي‬
َّ Pekikan dahsyat Malaikat Jibril, yaitu shā’iqah

(suara Mahadahsyat yang mengguntur). Ibnu Jarir menuturkan setiap

sesuatu yang digunakan untuk membinasakan suatu kaum, itu disebut

shaihah dan shā’iqah. ‫ي‬


َ ‫ُم ْشرق‬ Sedang mereka memasuki waktu matahari

mulai terbit.

‫ ٰعليَ َها‬Bagian atas kota-kota mereka. ‫ َسافلَ َها‬Terbalik kebawah. Yaitu,

bagian atas terbalik menjadi di bawah dan bagian bawah menjadi di atas.

Malaikat Jibril mengangkat ke atas lalu menghempaskan kembali ke bawah

dalam keadaan terbalik bersama para penduduknya. ‫س ِّجيل‬ Tanah yang

mengeras dan dan membatu yang dimasak atau dibakar dengan api. Ini

adalah kata mu’arrab (diadopsi ke dalam Bahasa Arab). َ ‫ إ َّن ِف ٰذل‬Semua


‫ك‬

yang disebutkan. ‫ َ ٰاليٰت‬Benar-benar terdapat bukti-bukti petunjuk keesaan

Allah Swt. ‫ي‬


َ ‫ لِّْل ُمتَ و ِِّس‬Bagi orang-orang yang mau merenungkan, memikirkan,
َ

dan mengambil pelajaran. ‫ َوإ ََّّنَا‬Negeri kaum Lūth. ‫ لَبسبيل ُّمقيم‬Berada di jalan
َ

yang biasa digunakan oleh kaummu (Muhammad), yaitu Quraisy, ketika

pergi ke Syām, dalam keadaan yang masih terlihat jelas, jejak dan bekasnya
57

masih ada dan tidak terhapus, selalu dilewati orang-orang dan mereka pun

َٰ
melihatnya. Apakah mereka tidak mengambil pelajaran dari semua itu? ً‫اليَة‬

Benar-benar pelajaran. ‫ي‬


َ ‫لِّْل ُم ْؤمن‬ Bagi orang-orang yang beriman kepada

Allah Swt dan rasul-rasulNya.10

3. Tafsir Ayat

Allah mengirimkan tiga macam azab kepada kaum Lūth yaitu, pertama,

petir yang dasyat dan suara yang mengejutkan serta menakutkan. Kedua,

Allah membalikkan negeri ke atas mereka, sehingga bagian atasnya

dijadikan bagian bawahnya. Ketiga, Allah menghujani mereka dengan batu-

batu yang berasal dari tanah yang keras.

D. Asy-Syu’arā/26: 165-173

َ ُ َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ ۡ
‫نت ۡم ق ۡو ٌم‬
ُ ُّ َ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ ُّ َ ُ ۡ َ َ
‫جكم بل أ‬ ِ ‫ وتذرون ما خلق لكم ربكم مِن أزو‬٨٧٧ ‫أتأتون ٱذلكران مِن ٱلعَٰل ِمي‬
٨٧٠ ‫ِي‬ َ ‫ِكم م َِن ٱلۡ َقال‬ُ ََ َ َ
‫ قال إ ِ ِّن ل ِممل‬٨٧٧ ‫ي‬ َ ‫ون َّن م َِن ٱل ۡ ُم ۡخ َرج‬
َ ُ َ َ ُ ُ َٰ َ َ َ ۡ َّ َ ْ ُ َ َ ُ
‫ قالوا لئِن لم تنتهِ يلوط َلك‬٨٧٧ ‫َٗعدون‬
ِ
َ َ ُ
‫ ث َّم د َّم ۡرنا‬٨٧٨ ‫ين‬ ٗ ُ َ َّ
َ ‫وزا ِف ٱ ۡل َغَِٰب‬ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ ُ َ ۡ َّ َ َ َ ُ َ ۡ َ َّ ََۡ َ َ
ِِ ِ ‫ إَِّل عج‬٨٧٨ ‫ فنجينَٰه وأهلهۥ أۡجمِي‬٨٧٧ ‫جن ِِن وأه ِِل مِما يمملون‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫ر‬
َ ُ ۡ ُ َ َ َ َ َ ٗ َ َّ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ
َ ‫نذر‬ َ َ
٨٧٨ ‫ين‬ ِ ‫ وأمطرنا علي ِهم مطراۖۡ فساء مطر ٱلم‬٨٧٨ ‫ٱٓأۡلخ ِرين‬
"Mengapa kalian mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kalian
tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhan kalian untuk kalian, bahwa kalian
adalah orang-orang yang melampaui batas.” Mereka menjawab, "Hai Luth,
sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang
yang diusir.” Luht berkata, "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatan
kalian.” (Luth berdoa), "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku
dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan.” Lalu Kami selamatkan ia beserta

10
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 313.
58

keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (istrinya), yang termasuk


dalam golongan yang tinggal. Kemudian Kami binasakan yang lain. Dan Kami
hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa
orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (QS. Asy-Syuara/26: 165-173)
1. Makna Ijmali

Di dalam ayat-ayat ini Allah mengisahkan Lūth putra Haran putra Azar

putra saudara Ibrāhīm. Allah mengutusnya selama hidupnya di suatu umat

besar di Sodom dan kota-kota sekitarnya di negeri Gaur dekat Baitul Maqdis.

Lūth menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan taat kepada

RasulNya, serta melarang mereka melakukan kemaksiatan dan perbuatan keji

yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum mereka. Namun,

mereka mendustakannya, maka Allah membinasakan mereka dengan

mengirim belerang dan api dari langit, lalu membakar negeri mereka dan

menjadikan gempa yang membuat bagian atasnya berada di bagian bawah.

Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

ُ ‫فَلَ َّما َجآءَ أ َْم ُرََّن َج َع ْلنَا ٰعليَ َها َسافلَ َها َوأ َْمطَْرََّن َعلَْي َها ح َج َارًة ِّمن س ِّجيل َّم‬
‫نضود‬

Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum


Lut, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang
terbakar. (Hūd: 82)11
2. Mufradāt Lughawiyyah

11
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 21, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.175
59

‫لَ ُك ْم‬ Untuk kesenangan kalian. ‫ِّم ْن أ َْزٰوج ُكم‬ Dari qubul perempuan-

perempuan kalian. ‫ادو َن‬


ُ ‫ َع‬Melampaui batas baik secara syari’at, akal, maupun

fitrah yang murni dari hal yang halal menuju yang hal yang haram. ‫لَئن ََّّلْ تَنتَه‬

‫ط‬
ُ ‫ يٰ لُو‬Jika kamu tidak berhenti wahai Lūth dari pada mengingkari kami. ‫م َن‬

‫ي‬
َ ‫ الْ ُم ْخَرج‬Termasuk orang yang diusir dan diasingkan dari negeri kami. ‫ي‬
َ ‫الْ َقال‬

Orang-orang yang sangat membenci perbuatan kalian. ‫ ِمَّا يَ ْع َملُو َن‬Dari adzab

atau siksaan karena perbuatan mereka.

ُ‫ َوأ َْهلَه‬Keluarga rumahnya dan orang-orang yang mengikuti agamanya.

ً ‫ إَّال َع ُج‬Allah lalu mengeluarkannya di antara kaumnya di waktu datangnya


‫وزا‬

adzab bagi mereka kecuali orang lemah yang merupakan istri Nabi Lūth. ‫ِف‬

‫ين‬
َ ‫ الْغِٰب‬Di dalam orang-orang yang tertinggal dan tersiksa dan terkena adzab.

Ia tertimpa batu di jalan lalu mati hal itu karena ia condong kepada kaumnya

dan ridha atas perbuatan mereka. Dikatakan ia termasuk orang yang tersisa di

negeri, ia tidak keluar bersama Nabi Lūth. ‫ين‬ ٰ ْ ‫َد َّم ْرََّن‬
َ ‫اال َخر‬ Kami binasakan
60

dengan sekuat-kuatnya. ‫ َوأ َْمطَْرََّن َعلَْيهم َّمطًَرا‬Kami hujani mereka dengan hujan,

dikatakan Allah menghujani mereka dengan batu hingga menewaskan

mereka. ‫ين‬
َ ‫ فَ َسآءَ َمطَُر الْ ُمن َذر‬Jeleklah hujan mereka orang-orang orang-orang

yang telah diberi peringatan. Alif lam dalam lafal ‫ الْ ُمن َذرين‬menunjukkan jenis
َ

sehingga mudhaf ilaihi bias menduduki fa’il nya sa’a, sedangkan makhsus

(yang dikhususkan) dalam celaan adalah dibuang yaitu hujan mereka.12

3. Tafsir Ayat

Sesungguhnya kaum Nabi Lūth telah mendustakan Nabi mereka yang

diutus kepada mereka. Barang siapa mendustakan seorang Rasul, ia

menudstakan semua Rasul. Mereka mendustakan Lūth saat ia mengatakan

“Tidakkah kalian takut terhadap azab Allah dengan cara meninggalkan

maksiat-maksiatnya, sesungguhnya aku adalah Rasul kalian yang diamanahi

untuk menyampaikan risalahnya.

Nabi Lūth lalu mengecam dan mengingkari fenomena perbuatan keji

dengan mengatakan “Apakah kalian mendatangi kaum laki-laki dari manusia

dan meninggalkan apa yang diciptakan Tuhan untuk kalian dari istri-istri

kalian. Allah menyebut perbuatan mereka ini dengan fahisyah (perbuatan

keji).13

12
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 202.
13
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 203.
61

‫ادو َن‬
ُ ‫ بَ ْل أَنتُ ْم قَ ْوم َع‬sungguh kalian adalah kaum yang berhak untuk disifati

melampaui batas yang diterima oleh akal dan dibolehkan oleh syari’at, karena

kalian melakukan perbuatan dosa yang tidak pernah terlintas dalam benak

seorang pun sebelum kalian.

E. An-Naml/27: 54-55

‫ال َش ْه َوًة ِّمن‬ ِّ ‫ أَئنَّ ُك ْم لَتَأْتُو َن‬٤٥ :‫ال ل َق ْومهٓۦ أ َََتْتُو َن الْ ٰفح َشةَ َوأَنتُ ْم تُْبص ُرو َن ﴿النمل‬
َ ‫الر َج‬ َ َ‫َولُوطًا إ ْذ ق‬
٤٤:‫ُدون النِّ َسآء ۚ بَ ْل أَنتُ ْم قَ ْوم ََْت َهلُو َن ﴿النمل‬
Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika Dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?”.
“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan
(mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui
(akibat perbuatanmu)”. (QS. An-Naml/27: 54-55)
1. Makna Ijmali

Allah Swt menyebutkan di sini tentang pendustaan kaum Nabi Lūth

kepada Nabi mereka, dan pembangkangan mereka terhadapnya yang tak

pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pun di antara seluruh alam. Yakni,

mereka menggauli sesama lelaki, bukan dengan wanita.

Selanjutnya Allah Swt menyebutkan tentang azab yang Dia timpakan

kepada mereka dengan mengirimkan batu-batu dari tanah kering (sijjīl) kepada

mereka, kecuali orang yang beriman di antara mereka. Orang-orang yang

beriman itu diselamatkan oleh Allah di waktu dini hari. Dan mereka tidaklah
62

dibinasakan kecuali setelah Allah memperingatkan kepada mereka tentang

azabnya lewat lidah Rasul-Nya, namun mereka mendustakannya.14

2. Mufradāt Lughawiyah

‫ َولُوطًا‬atau ‫ َواذْ ُك ْر لُْوطًا‬atau ‫ َوأ َْر َس ْلنَا لُْوطًا‬karena adanya petunjuk dari kisah

Nabi Shalih dengan ‫س ْلنَا‬


َ ‫ َولََق ْد أ َْر‬dalam ayat sebelumnya. ‫ال‬
َ َ‫ إ ْذ ق‬adalah badal dari

kalimat sebelumnya, takdirnya adalah ‫ اُذْ ُك ْر‬. Sebagai dzarf, takdirnya adalah

‫أ َْر َس ْلنَا الْ َفاح َش َة اللِّ َواط‬.

‫َوأَنتُ ْم تُْبص ُرو َن‬ kalian mengetahui kekejiannya. Berasal dari ‫ص ُرالْ َق ْلب‬
ْ َ‫ب‬

melihat dengan mata hati karena orang yang mengetahui bahwa suatu

perbuatan buruk, kemudian ia mendekatinya, itu semakin buruk. Atau

sebagian dari kalian melihat sebagian lain berbuat keji dan mereka

memperlihatkannya, tidak lain yang demikian itu lebih keji.

ً‫َش ْه َوة‬ sebagai penjelasan bahwa mereka melakukan perbuatan keji.

Penjelasan dalam ayat dengan menggunakan ً‫َش ْه َوة‬ menunjukkan kepada

14
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 19, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.277.
63

keburukannya, dan sebagai peringatan bahwa hikmah dari persesuaian ayat

suami-istri adalah harapan untuk mendapatkan keturunan, bukan pemenuhan

atas hasrat birahi. ‫النِّسآء‬ ‫ ِّمن ُدون‬bukan mendatangi perempuan yang diciptakan
َ

untuk hal itu. ‫َت َهلُو َن‬


َْ akibat perbuatan kalian, atau kalian melakukan perbuatan

orang yang tidak mengetahui bahwa kekejian perbuatannya, atau orang yang

tidak bisa membedakan antara perbuatan baik dan buruk.15

3. Tafsir Ayat

‫ال ل َق ْومهٓۦ أ َََتْتُو َن الْ ٰفح َشةَ َوأَنتُ ْم تُْبص ُرو َن‬
َ َ‫ َولُوطًا إ ْذ ق‬ceritakanlah kepada kaummu

perkataan Lūth kepada kaumnya ketika dia berkata kepada mereka seraya

menakut-nakuti dan memberi peringatan kepada mereka, “Sesungguhnya

kalian benar-benar melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan

oleh seorang pun, padahal kalian mengetahui keburukannya menurut akal dan

syari’at.” Melakukan keburukan dengan mengetahui keburukannya adalah

lebih buruk.

‫ال َش ْه َوةً ِّمن ُدون النِّ َسآء ۚ بَ ْل أَنتُ ْم قَ ْوم ََْت َهلُو َن‬ ِّ ‫ أَئنَّ ُك ْم لَتَأْتُو َن‬Patutkah kalian
َ ‫الر َج‬

mendatangi laki-laki dan mengikuti hawa nafsu untuk itu, serta meninggalkan

kaum wanita yang memiliki kecantikan dan kesenangan bagi laki-laki?

15
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 297.
64

Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil.16 Kalimat ini juga merupakan

pengulangan untuk menjelekkan perbuatan mereka. Ini adalah suatu kelainan

seksual dan bertentangan dengan fitrah, meninggalkan perempuan yang telah

dihalalkan oleh Allah.17

F. Al-Ankabūt/29: 28-30

ُ َ َ ‫حد م َِن ٱلۡ َعَٰلَم‬ ُ َ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ ۡ ُ َّ ِ ۡ َ َ َ ۡ ً ُ َ


َ َ‫كم ب َها م ِۡن أ‬
‫ أئ ِ َّنك ۡم‬٨٠ ‫ي‬ ِ ٖ ِ ‫حشة ما سبق‬ ِ ‫ولوطا إِذ قال ل ِقومهِۦ إِنكم َلأتون ٱلف‬
ْ ُ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُۡ ُ ُ َ َ ُ ۡ َ َ َّ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ ََُۡ
‫اب ق ۡو ِمهِۦ إ َِّل أن قالوا‬ ‫لسبِيل َوتأتون ِِف نادِيكم ٱلمنكر ۖۡ فما َكن جو‬ ‫لرجال وتقطمون ٱ‬ِ ‫ٱ‬ ‫ون‬‫َلأت‬
ۡ ۡ َۡ ََ ۡ ُ َ َ َ َ َٰ َّ َ َ ُ َّ َ َ َ ۡ
َ ‫سد‬
٨٨ ‫ِين‬ ِ ‫نُص ِن لَع ٱلق ۡو ِم ٱل ُمف‬ ‫بٱ‬ ِ ‫ قال ر‬٨٧ ‫اب ٱّللِ إِن كنت مِن ٱلص ِدق ِي‬
ِ ‫ٱئتِنا بِمذ‬

“Dan (ingatlah) ketika Lūth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-benar


melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah pantas kamu
mendatangi laki-laki, menyamun18 dan mengerjakan kemungkaran di tempat-
tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan,
“Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang
benar”. Dia (Lūth) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan
azab) atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al-Ankabūt/29: 28-30)

1. Makna Ijmali

Pada ayat-ayat terdahulu Allah telah menyajikan kisah Ibrāhīm dan

kesombongan yang diterimanya dari kaumnya serta kemenangan diberikan-

Nya kepadanya. Selanjutnya pada ayat-ayat ini Allah menyajikan kisah Lūth

yang hidup semasa dengannya, tetapi lebih dahulu dari padanya dalam menyeru

16
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 19, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.278.
17
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 298.
18
Sebagian mufassir mengartikan taqta ‘unas sabil dengan “melakukan perbuatan keji terhadap
orang-orang yang dalam perjalanan”, karena mereka sebagian besar melakukan homoseksual itu dengan
tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. Ada pula yajg mengartikan dengan “merusak jalan”
keturunan karena mereka berbuat homoseksual
65

kepada Allah. Kaum Lūth telah dicoba dalam suatu perbuatan yang belum

pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum mereka, dan para malaikat yang

menimpakan adzab kepada negeri Sodom datang bertamu kepada Ibrāhīm as.19

2. Mufradāt lughawiyah

‫ َولُوطًا‬dan ingatlah Luth. ‫ الْ ٰفح َش َة‬Perbuatan buruk yang dijauhi oleh jiwa-

jiwa yang mulia. Yakni mendatangi dubur laki-laki. ‫َحد ِّم َن‬
َ ‫َما َسبَ َق ُكم ِبَا م ْن أ‬

‫ي‬
َ ‫الْ ٰعلَم‬ Adalah kalimat pembuka yang menetapkan kekejian perbuatan itu di

mana tabiat manusia yang lurus merasa jijik. ‫ي‬


َ ‫ الْ ٰعلَم‬Jin dan manusia. ‫َوتَ ْقطَعُو َن‬

‫يل‬
َ ‫السب‬
َّ Memotong jalan untuk orang lewat dengan cara membunuh, mengambil

harta atau perbuatan keji sehingga jalan-jalan menjadi terputus. ‫ ََّندي ُك ُم‬Dalam

majelis-majelis yang khusus untuk kalian, atau tempat ngobrol kalian. ‫الْ ُمن َكَر‬

Perkara yang bertentangan dengan syara’, yang jauh dari tabiat manusia yang

lurus, seperti homoseksual dan berbagai macam perbuatan keji. ‫نت م َن‬
َ ‫إن ُك‬

19
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 20, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.233.
66

‫ي‬ ِّٰ Jika kalian termasuk orang-orang yang benar dalam menganggap jelek
َ ‫الصدق‬

perbuatan keji dan bahwasannya adzab akan turun pada pelakunya.

‫انص ْرن‬
ُ Dalam menurunkan adzab. ‫ين‬
َ ‫َعلَى الْ َق ْوم الْ ُم ْفسد‬ Yang berbuat

maksiat dengan mendatangi laki-laki atau dengan membuat perbuatan keji.

Lalu Allah mengabulkan doa Nabi Lūth.20

3. Tafsir Ayat

‫ي‬ َ ‫ال ل َق ْومهٓۦ إنَّ ُك ْم لَتَأْتُو َن الْ ٰفح َش َة َما َسبَ َق ُكم ِبَا م ْن أ‬
َ ‫َحد ِّم َن الْ ٰعلَم‬ َ َ‫َولُوطًا إ ْذ ق‬

Ingatkanlah kaummu, kisah Lūth ketika kami mengutusnya kepada penduduk

Sodom yang dia tinggal bersama mereka lalu mereka menjadi kaumnya.

Kemungkinan dia mengingkari perbuatan mereka yang buruk yang hanya

dilakukan oleh mereka dan belum pernah ada seorang pun sebelum mereka

yang melakukannya. Dia mengingkari perbuatan itu disebabkan oleh

keburukannya, dan dijauhi oleh tabiat yang sehat.

Kemudian Lūth menguraikan kekejian ini dan berulang-ulang

mengingkarinya:

1. ‫ال‬ ِّ ‫ أَئنَّ ُك ْم لَتَأْتُو َن‬Sesungguhnya kalian telah mendatangi laki-laki


َ ‫الر َج‬

dengan syahwat dan kalian menikmati mereka sebagaimana kalian

menikmati wanita.

20
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 481.
67

2. ‫يل‬
َ ‫السب‬
َّ ‫َوتَ ْقطَعُو َن‬ Kalian berdiam di jalan-jalan untuk menghadang

orang-orang yang berlalu, kemudian kalian membunuh mereka dan

merampas harta mereka.

3. ‫َو ََتْتُو َن ِف ََّندي ُك ُم الْ ُمن َكَر‬ Dan tempat-tempat pertemuan kalian

melakukan perbuatan serta melontarkan perkataan yang tidak layak,

yang dirasa malu orang-orang berfitrah sehat dan berakal

bijaksana.21

G. Adz-Dzāriyāt/51: 31-37

َٗ َ ۡ َۡ َ َ ُۡ ۡ ُّ ۡ َ َٰ َ َ ۡ ۡ ُ َّ ْ ُ َ
َ ‫ُّمرم‬ َ ُ َ ۡ ُ ۡ َ ُّ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ َ َ َ
‫ارة‬ ‫حج‬
ِ ‫ ل ُِنسِل علي ِهم‬٨٨ ‫ِي‬ ِ ٖ ‫م‬‫و‬ ‫ق‬ ‫ِل‬ ِ ‫إ‬ ‫ا‬‫ن‬‫ِل‬
‫س‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫ن‬ ِ ‫إ‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ٨٨ ‫ون‬ ‫۞قال فما خطبكم أيها ٱلمرسل‬
َ َ َ ََ
‫ج ۡدنا‬‫ فما و‬٨٧ ‫ِي‬ َ ‫ فَأ َ ۡخ َر ۡج َنا َمن ََك َن ف‬٨٨ ‫ِي‬
َ ‫ِيها م َِن ٱل ۡ ُم ۡؤ ِمن‬ َ ‫ك ل ِۡل ُم ۡۡسف‬َ َ َ ً َ َّ َ ُّ
ِ ِ ‫ مسومة عِند رب‬٨٨ ‫ِي‬ ٖ ‫مِن ط‬
َۡ َ َ َۡ َ ُ ََ َ ‫ َوتَ َر ۡك َنا ف‬٨٧ ‫ي‬َ ‫ۡي َب ۡيت م َِن ٱل ۡ ُم ۡسلِم‬
٨٧ ‫اب ٱۡل ِل َم‬ ‫ِين َيافون ٱلمذ‬ َ ‫ِيها َءايَ ٗة ل ََِّّل‬ ِ َ ۡ ‫ِيها َغ‬
َ ‫ف‬
ٖ

Ibrahim bertanya, "Apakah urusanmu, hai para utusan?" Mereka menjawab,


"Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth), agar kami
timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi
Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” Lalu Kami
keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan
Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang
berserah diri. Dan Kami tinggalkan negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang
takut kepada siksa yang pedih. (QS. Adz-Dzāriyāt/51: 31-37)

1. Makna Ijmali

Setelah para Malaikat itu memberi kabar gembira kepada Nabi Ibrāhīm

tentang kelahiran seorang putra, maka Nabi Ibrāhīm bertanya kepada mereka,

21
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 20, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.234.
68

apakah urusan kalian dan untuk apakah kalian datang? Para malaikat itu

menjawab, ‘Sessungguhnya Kami diutus kepada kaum Lūth, supaya kami

binasakan mereka dengan batu-batu dari Sijjīl (tanah keras) yang ada tandanya,

yang menunjukkan bahwa batu itu disiapkan untuk membinasakan mereka.

Kemudian kami perintahkan orang-orang mukmin yang ada di negeri itu supaya

keluar dari negeri tersebut sehingga mereka tidak ditimpa azab yang menimpa

kaum lainnya. Kemudian kami tinggalkan di negeri itu satu tanda yang

menunjukkan tentang terjadinya suatu bencana yang telah menimpa mereka,

sebagai balasan atas kefasikan dan keluarnya mereka dari keaatan kepada

Allah.22

2. Mufradāt lughawiyah

‫ال فَ َما َخطْبُ ُك ْم أَيُّ َها الْ ُم ْر َسلُو َن‬


َ َ‫ ق‬Nabi Ibrāhīm as berkata, kepada mereka,

“Lalu, urusan dan kepentingan apa yang ingin kalian sampaikan wahai para

utusan?” Nabi Ibrāhīm menyampaikan hal ini kepada mereka ketika tahu bahwa

mereka adalah malaikat.

۟
َ ‫ قَالُٓوا إ ََّّن أ ُْرس ْلنَآ إ َ ِٰل قَ ْوم ُُّّْمرم‬Mereka pun menjawab, “Sesungguhnya kami
‫ي‬

diutus kepada kaum yang kafir.” Maksudnya adalah kaum Nabi Lūth as. ‫ح َج َارًة‬

22
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 27, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.6.
69

‫ ِّمن طي‬Tanah liat yang dimasak dan dibakar dengan api, yaitu as-Sijjīl, yaitu

tanah yang mengeras dan membatu. ً‫ ُّمس َّوَمة‬Yang diberi tanda. Dari akar kata as-
َ

Saumah yang artinya adalah al-Alāmah (tanda), ‫ي‬


َ ‫ل ْل ُم ْسرف‬ untuk orang-orang

yang melampaui batas dalam berbuat kemaksiatan. Yaitu dengan berhubungan

dengan sesama jenis, ditambah lagi dengan kekufuran mereka.

‫ي‬
َ ‫َخَر ْجنَا َمن َكا َن ف َيها م َن الْ ُم ْؤمن‬
ْ ‫ فَأ‬Dan kami mengeluarkan orang-orang yang

beriman yang berada dalam negeri kaum Lūth tersebut, karena hendak

dilakukan pembinasaan terhadap orang-orang yang kafir. Di sini negeri kaum

Nabi Lūth disebutkan dengan dhamir (bukan dengan nama yang jelas), padahal

sebelumnya, negerinya kaum Lūth tidak disebutkan, disebabkan

keberadaannya memang sudah diketahui. ‫ي‬


َ ‫ َغ ْ َْي بَْيت ِّم َن الْ ُم ْسلم‬Kecuali sebuah

rumah dari kalangan Muslim. Mereka adalah Nabi Lūth as sendiri, kedua

putrinya dan para pengikutnya, kecuali istrinya. Mereka membenarkan dan

mempercayai dengan hati mereka serta mengamalkan ketaatan dengan anggota

tubuh mereka.

‫ َوتََرْكنَا ف َيهآ‬Dan kami meninggalkan negeri tersebut setelah pembinasaan

orang-orang kafir. ً‫ءَايَة‬ Tanda yang menunjukkan kebinasaan yang menimpa


70

‫اب ْاْلَل َيم‬


َ ‫ين ََيَافُو َن الْ َع َذ‬ َّ
mereka.
َ ‫ لِّلذ‬Bagi orang-orang yang takut kepada adzab

Allah Swt yang sangat menyakitkan dan memilukan sehingga mereka pun tidak

melakukan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang kafir yang dibinasakan

tersebut.23

3. Tafsir Ayat

‫ال فَ َما َخطْبُ ُك ْم أَيُّ َها الْ ُم ْر َسلُو َن‬


َ َ‫ ق‬Nabi Ibrāhīm bertanya kepada para malaikat

itu, apakah urusan kalian dan untuk apakah kalian diutus?

۟
‫ي‬
َ ‫ك ل ْل ُم ْسرف‬
َ ِّ‫ند َرب‬ َ ‫قَالُٓوا إ ََّّن أ ُْرس ْلنَآ إ َ ِٰل قَ ْوم ُُّّْمرم‬
َ ‫ي لنُ ْرس َل َعلَْيه ْم ح َج َارًة ِّمن طي ُّم َس َّوَمةً ع‬
Mereka berkata kepada Ibrāhīm, sesungguhnya kami diutus kepada

kaum Lūth supaya mengazab mereka atas kedurhakaan mereka. Dan kami akan

menimpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang dibakar, seperti batu

bata yang kerasnya seperti batu. Pada batu-batu itu terdapat tanda-tanda yang

disediakan untuk membinasakan orang-orang yang melampaui batas.

Dan oleh karena yang ingin dibinasakan oleh Allah hanyalah yang

berdosa, maka dipisahkan dari mereka orang-orang yang beriman sebagaimana

Allah berfriman ‫ي‬


َ ‫الْ ُم ْسلم‬ ‫ي فَ َما َو َج ْد ََّن ف َيها َغ ْ َْي بَْيت ِّم َن‬
َ ‫َخَر ْجنَا َمن َكا َن ف َيها م َن الْ ُم ْؤمن‬
ْ ‫فَأ‬

H. Al-Qamar/54: 33-40

23
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 14, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 50.
71

ٗ
‫ ن ِۡم َمة م ِۡن‬٨٨ ٖ‫حر‬ َّ َّ ٓۖ‫ إنَّا أَ ۡر َس ۡل َنا َعلَ ۡيه ۡم َحاص ًبا إ ََّّل َء َال لُوط‬٨٨ ‫ت قَ ۡو ُم لُوط بٱَلُّ ُذر‬
َ ‫جن ۡي َنَٰ ُهم ب َس‬ ۡ َ‫َك َّذب‬
ِ ٖ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِۢ
َ ُ َ َ ُ ْ َ
َ ۡ َ َ
َ ‫نذ َر ُهم َب ۡط َشتَ َنا َف َت َم‬ َ َ َ َۡ َ َ َ َ
‫ َولق ۡد َر َٰ َودوهُ عن‬٨٧ ِ‫ار ۡوا ب ِٱَلُّذر‬ ‫ ولقد أ‬٨٧ ‫عِندِنا ۚۡ كذَٰل ِك جن ِزي َمن شك َر‬
ْ ُ َُ ٞ ٞ ‫ك َرةً َع َذ‬ ۡ ُ ُ َ َّ َ ۡ َ َ َ ُُ َ َ ْ ُ َُ ۡ َ َ َ
‫ فذوقوا‬٨٠ ‫اب ُّم ۡستَقِر‬ ‫ ولقد صبحهم ب‬٨٧ ِ‫ض ۡيفِهِۦ ف َط َم ۡس َنا أع ُي َن ُه ۡم فذوقوا عذ ِاِب َونذر‬
ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َّ َ ۡ َ َ َ ُُ َ َ
٨٨ ٖ‫ۡسنا ٱلق ۡر َءان ل َِّلِك ِر ف َهل مِن ُّم َّدكِر‬ ‫ ولقد ي‬٨٧ ِ‫عذ ِاِب َونذر‬

Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (Nabinya). Sesungguhnya


Kami telah mengembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang
menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu fajar
menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth) telah
memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan
ancaman-ancaman itu. Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar
menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka
rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok
harinya mereka ditimpa azab yang kekal. Maka rasakanlah azab-Ku dan
ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an
untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-
Qamar/54: 33-40)

1. Makna Ijmali

Allah Swt menyebutkan di sini tentang pendustaan kaum Nabi Lūth

kepada Nabi mereka, dan pembangkangan mereka terhadapnya yang tak

pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pun di antara seluruh alam.

Yakni, mereka menggauli sesama lelaki, bukan dengan wanita.

Selanjutnya Allah Swt menyebutkan tentang azab yang Dia timpakan

kepada mereka dengan mengirimkan batu-batu dari tanah kering (sijjīl)

kepada mereka, kecuali orang yang beriman di antara mereka. Orang-orang

yang beriman itu diselamatkan oleh Allah di waktu dini hari. Dan mereka
72

tidaklah dibinasakan kecuali setelah Allah memperingatkan kepada mereka

tentang azabnya lewat lidah Rasul-Nya, namun mereka mendustakannya.24

2. Mufradāt lughawiyah

‫ ِبلنُّ ُذر‬Para rasul dan peringatan-peringatan yang disampaikan lewat

lisan mereka. Mendustakan seorang Nabi itu artinya sama saja dengan

mendustakan seluruh Nabi, karena semua Nabi membawa pokok-pokok

ajaran syari’at yang sama, sebagaimana yang sudah pernah disinggung.

‫ َحاصبًا‬Angin badai yang melempari mereka dengan bebatuan al-Hashbā`,

yaitu bebatuan seukuran kurang dari satu genggaman tangan. ‫إََّل ءَ َال لُوط‬

Kecuali keluarga Lūth as termasuk kedua putrinya. ‫حر‬


َ ‫ بس‬Pada waktu Sahar
َ

dari waktu-waktu sahar dari suatu hari tanpa spesifik. Waktu sahar adalah

seperenam terakhir malam menjelang terbitnya fajar.

‫نِّ ْع َم ًة‬ Sebagai nikmat. َ ‫َك ٰذل‬


‫ك ََْنزى َمن َش َكَر‬ Seperti itulah Kami

membalas orang yang mensyukuri nikmat-nikmat Kami, sedang ia adalah

orang yang beriman kepada Kami dan Rasul Kami yang taat.

24
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 27, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang), 1986 h.165.
73

‫ َولََق ْد أَن َذ َرُهم‬Sungguh Nabi Lūth as benar-benar telah memperingatkan

mereka. ‫ بَطْ َشتَ نَا‬Terhadap hukuman dan pembalasan Kami dengan adzab.

۟
‫فَتَ َم َارْوا ِبلنُّ ُذر‬ Mereka pun justru meragukan, menyangsikan, tidak

mempercayai, dan mendustakan peringatan-peringatan tersebut.

‫ضْيفه‬
َ ‫َولََق ْد ٰرَو ُدوهُ َعن‬ Dan sungguh mereka benar-benar bermaksud

ingin melakukan perbuatan nista dan asusila dengan para tamu Nabi Lūth,

yang sebenarnya tidak lain mereka adalah para malaikat. ‫فَطَ َم ْسنَآ أ َْعيُنَ ُه ْم‬

Maka kami pun membuat mata mereka menjadi buta. Atau melenyapkan

mata mereka sehingga mereka tidak memiliki mata sama sekali dan
۟
terhapus secara keseluruhan dari wajah. ‫ فَ ُذوقُوا َع َذاِب َونُ ُذر‬Maka kami pun

berfirman kepada mereka lewat lisan malaikat, “Rasakanlah adzab Ku dan

buah dari peringatan dan ancamanKu itu.”

ً‫ بُكَْرة‬Pada awal permulaan hari. ‫ َع َذاب ُّم ْستَقر‬Adzab yang menetap

pada mereka hingga mereka binasa. Atau adzab yang terus tersambung

dengan adzab akhirat.


74

۟
‫لذ ْكر فَ َه ْل من ُّم َّدكر‬
ِّ ‫ َولََق ْد يَ َّس ْرََّن الْ ُق ْرءَا َن ل‬،‫فَ ُذوقُوا َع َذاِب َونُ ُذر‬ Al-Baidhawi

menjelaskan pengulang-ulangan kalimat ini dalam setiap kisah adalah

untuk memberikan isyarat bahwa mendustakan setiap Rasul mengakibatkan

turunnya adzab. Dalam mendengarkan setiap kisah menuntut untuk

memetik pelajaran dan nasihat. Juga untuk menarik perhatian dan

menggugah kesadara, agar mereka tidak dikalahkan oleh sikap lalai, lupa,

dan abai. Seperti itu pulalah pengulangan ayat seperti, ‫َي آالَء َربِّ ُك َما تُ َك ِّذ َِبن‬
ِّ ‫فَبأ‬

dan juga ayat yang berbunyi ‫ي‬


َ ْ ‫لِّْل ُم َك ِّذب‬ ‫ َويْل يَّ ْوَمئذ‬dan lain sebagainya.25

3. Tafsir Ayat

Ayat di atas menggambarkan sekelumit dari kedurhakaan

pembangkangan kaum Lūth yang disinggung oleh ayat lalu. Allah

berfirman: Dan Kami bersumpah bahwa sesungguhnya mereka telah

membujuknya menyangkut yakni agar menyerahkan tamunya untuk

mereka sodomi, maka Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah betapa

pedihnya siksa-Ku dan bukti kebenaran peringatan-peringatanKu. Dan

Seungguhnya pada esok harinya di pagi hari mereka ditimpa siksa yang

mantap dan bersinambung hingga semunaya binasa. Maka rasakanlan

betapa pedihnya siksaKu dan bukti kebenaran peringatanKu.26

25
Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 14, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 205.
26
M.Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbah”, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, h.472.
BAB IV

HOMOSEKSUAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Homoseksual Sebagai Kemungkaran

Kemungkaran ialah ucapan atau perbuatan yang tidak diridhai oleh

Allah Swt.1 Homoseksual adalah kemungkaran yang wajib dicegah dan

penyakit yang wajib dicegah oleh semua pihak masyarakat. Allah Swt

berfriman:

ُ ُ ۡ ۡ ُ ‫ۡ ۡ َٰ ُ ُ ۡ ذ‬
َ٠٣ََ‫ۡيَملومِني‬ ‫ج ِه ۡمَأ ۡوَماَملكتَأيمنهمَفإِنهمَغ‬ ٰٓ ‫َإ ِ ذَّل‬٩٢ََ‫ج ِه ۡمَحَٰفِ ُظون‬
َِٰ ‫َلَعَأ ۡزو‬ ِ ‫و‬ ُ ‫وَٱ ذَّلِينََ ُه ۡمَل ُِف‬
‫ر‬
ُ ۡ ُ ٰٓ ْ ُ ٓ َٰ ۡ
َ ]٠٣-٩٢:‫َ[َالـمعارج‬٠٣َََ‫غَوراءَذَٰل ِكَفأولئِكَه ُمَٱلعادَون‬ َ ‫فم ِنَٱبت‬

“Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri


mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka
tidak tercela. Tetapi, barang siapa mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya),
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’ārij/70:
29-31)

Lafzah َ‫ٰح ِفظُون‬ “Orang-orang yang menjaga,” maksudnya adalah

menjaganya untuk tidak dipergunakan pada apapun. Lafazh َ‫إِاَّل َعل ٰٰٓى َأ ْزٰوِج ِه ْم‬

“Kecuali terhadap istri-istri mereka” maksudnya ialah kecuali kepada istri-istri

mereka yang sah dihalalkan Allah untuk para lelaki dengan cara menikah.

1
Syekh asy-Syarif al-Jurjani, At-Ta’rifat, h.232

75
76

Lafazh َ‫ت َأ ْْيٰنُ ُه ْم‬


ْ ‫“ أ ْو َماَملك‬Atau budak yang mereka miliki” maksudnya adalah

budak-budak perempuan mereka.2

ِ ُ‫“ فِإ اَّنُم َغَْي َمل‬Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
َ‫ومي‬
Lafal
ُْ ْ

tercela”, maksudnya adalah barang siapa tidak memelihara kemaluannya atas

istri dan budak perempuannya, maka ia dianggap tidak tercela dan

perbuatannya tidak dianggap berdosa.

َ‫“ فم ِنَابْت غ ٰىَورآءَ ٰذلِك‬Barang siapa mencari yang dibalik itu”. Maksudnya

adalah barang siapa mempergunakan kemaluannya untuk menggauli selain istri

ِٰٓ ۟
dan budak perempuannya. َ‫ادون‬ ُ ‫“ فأُوٰلئك‬Maka mereka itulah orang-orang
ُ ‫َهمَالْع‬ ُ

yang melampaui batas”.Maksudnya adalah itulah orang-orang yang melampaui

batas hukum Allah dan melanggar hal-hal yang telah Allah halalkan baginya

kepada hal-hal yang telah diharamkan atasnya.3

Pada ayat ke 29 hingga 31 surat Al Ma’arij Allah ta’ala menceritakan

kepada kita tentang salah satu sifat/karakteristik seorang Muslim yang memiliki

rasa takut kepada Rabb-Nya. Sifat tersebut adalah berupaya untuk menahan diri

dari perbuatan keji yang diharamkan-Nya dengan memelihara kemaluannya.

Adapun perbuatan keji yang dimaksud adalah berzina dan semisalnya. Sifat ini

2
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam),
Cet I, Jil 15, 2009, h.674.
3
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam),
Cet I, Jil 15, 2009, h.675.
77

merupakan sifat ke-6 yang disebutkan Allah ta’ala dalam surat Al Ma’arij

mengenai sifat seorang Muslim yang merasa takut kepada-Nya.

Perlu diketahui, bahwa rasa takut kepada Allah ta’ala adalah salah satu bentuk

ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang mukmin,

padahal hal itu menjadi dasar beribadah dengan benar. Allah Ta’ala berfirman,

“Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian

kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.(Ali ‘Imran/2: 175).

Kembali ke bahasan awal, dalam surah Al Ma’arij ayat ke 29 Allah ta’ala

berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.” Pada ayat ini

disebutkan mengenai orang-orang yang menjaga kemaluan mereka. Hal ini

berlaku pada semua bentuk tentang menjaga kemaluan.

Adapun pada 2 ayat berikutnya, yakni ayat ke 30 serta ke 31 Allah ta’ala

berfirman, “Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka

miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa

mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui

batas.”4

Terkait dengan ayat ke 30 pada surat di atas, dalam surat yang lain

dijelaskan bahwa pengertian istri-istri di sini dibatasi empat. Sehingga jika lebih

dari empat, maka hal tersebut termasuk ke dalam bentuk-bentuk melampaui

batas. Pada surat An Nisa ayat ke 3 Allah ta’ala berfirman, “Dan jika kamu

takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim

4
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.113
78

(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang

kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat

berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu

miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Sehingga barangsiapa yang menyalurkan hasrat biologisnya kepada hal-hal

yang telah disebutkan dalam ayat di atas (istri-istri atau budak-budak) maka

tidak ada celaan baginya. Sedangkan bagi mereka-mereka yang menyalurkan

hasrat biologisnya selain kepada hal-hal yang telah disebutkan tersebut, maka

dia termasuk ke dalam orang-orang yang melampaui batas.

Pada masa sekarang, terlebih lagi di negara ini, fitnah yang

berkaitan/berhubungan dengan ayat di atas sudah sangat begitu besar. Bahkan

dapat pula dikatakan gelombang fitnah ini lebih dahsyat dan lebih berbahaya

dibandingkan dengan gelombang tsunami yang menyerang suatu negeri. Hal

ini dikarenakan korban dari gelombang fitnah ini tidak merasa bahwa mereka

sesungguhnya telah menjadi korban, mereka diperangi akan tetapi mereka tidak

merasa diperangi. Tentunya gelombang yang demikian ini lebih dahsyat

dibandingkan dengan gelombang tsunami sendiri. Di mana korban dari

gelombang tsunami tersebut benar-benar merasa/sadar bahwa dirinya telah

menjadi korban.

B. Homoseksual Sebagai Perbuatan “Fāhisyah”


79

Keburukan itu bertingkat-tingkat, dan keburukan paling parah disebut

“Fāhisyah”5 )‫(فاحشة‬jamaknya fawahis ( ‫)فواحش‬. Menurut ahli Bahasa semua hal

yang melampaui batas disebut fahisyah, akan tetapi ini khusus untuk hal yang

buruk dan tidak disukai fitrah yang normal, baik berupa perkataan maupun

tindakan. Namun, Fāhisyah yang dimaksud di sini ialah Sodomi. Allah Swt

berfirman:

ُۡ ۡ ُ ‫ذ‬ َٰ
ۡ ۡ ُ َٰ ۡ ُۡ ٓ ۡ ۡ ً ُ
َ‫َإِنكمََلأتون‬٠٣َََ‫حشةََماَسبقكمَبِهاَمِنَأح ٖدَمِنَٱلعل ِمني‬ ِ ‫وطاَإِذَقالَل ِقو ِم َهِۦََأتأتونَٱلف‬ ‫ول‬
ْ ُ ٓ‫ذ‬ ُ ۡ ُّ ٞ ۡ ۡ ُ ۡ ٓ ُ ٗ ۡ
َ‫ َوماََكن َجواب َق ۡو ِم َهِ َۦٓ َإَِّلَ َأنَقال ٓوا‬٠٣ََ ‫ۡسفون‬ ِ ‫ون َٱلنِساءَِ َبل َأنتم َقوم َم‬ ِ ‫لرجالَ َشهوة َمِنَد‬
ِ ‫ٱ‬
َ‫ت َمِن‬ ٞ ‫ك ۡم َإ ذن ُه ۡم َُأن‬
ۡ ‫ َفأجن ۡينَٰ ُه َوأ ۡهل ُهَ َٓۥ َإ ذَّل َٱ ۡمرأت َُهۥ ََكن‬٠٩َ َ ‫اس َيتط ذه ُرون‬ ُ ۡ ُ ُ ۡ
ِ ِ ۡۖ ِ ‫أخ ِرجوهم َمِن َقريت‬
ۡ ُ ُ ‫َوأ ۡمط ۡرناَعل ۡيه ذ‬٠٠َََ‫ٱ ۡلغَِٰبين‬
َ ]٠٨-٠٣:‫َ[َاألعراف‬٠٨ََ‫ِني‬ َ ‫مَمط ٗراَۖۡفَٱنظ َۡرَك ۡيفََكنَعَٰقِبةَٱل ُم ۡج ِرم‬ ِ ِِ
Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth, ketika dia berkata kepada
kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh kamu telah
melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan.
Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas. (QS. Al-A’rāf/7: 80-84)

5
Selain liwat dan sodomi, al-Qur’an juga menggunakan kata fâhisyah untuk menunjukan
perbuatan homoseks karena homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk. Lihat M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol. 5 (Jakarta:
Lentera Hati, 2004), h. 161. Menurut Imam Raghib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), ahli kamus al-
Qur’an yang termasyhur, mengatakan bahwa baik al-fahsy, al-fahsya maupun al-fâhisyah
mengandung arti yang sama, yaitu sesuatu yang kekotoran atau kejijikannya luar biasa besar, baik
berupa perbuatan maupun perkataan. Sebagian ulama mengartikan fâhisyah sebagai sesuatu yang
ditolak oleh naluri yang sehat, serta dianggap sebagai sesuatu yang tidak sempurna menurut akal
yang sehat. Lihat Nina Surtiretna, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 126.
80

Dalam ayat ini dibahas dua masalah, yaitu: Pertama, Firman Allah Swt,

َ‫“ ولُوطًا َإِ ْذ َقال َلِق ْوِم ِه‬Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth (kepada kaumnya).

(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya.” Al Farra’ berpendapat bahwa

kata ‫ َلُْوط‬berasal dari Bahasa Arab, ‫ ألْيط‬yang artinya adalah melekatkan.6

Namun, pendapat ini dibantah oleh Az-Zujāj (bantahan ini diriwayatkan

oleh an-Nuhās), ia mengatakan, beberapa ulama Nahwu (maksudnya adalah al-

Farrā’) mengira bahwa kata ‫ َلُْوط‬berasal dari Bahasa Arab, yang diambil dari

َ‫ط‬
ُ ‫ي لُو‬-َ‫لاط‬ namun pendapat ini tidak benar, karena nama-nama asing itu tidak

ada yang berasal dari Bahasa Arab, seperti halnya nama Ishāk, nama ini tidak

diambil dari kata ‫ ال اسحق‬yang maknanya adalah jauh. Sedangkan pengubahan

bentuk kata tersebut hanya untuk meringankannya saja, karena kata itu terdiri

dari tiga huruf.

An-Naqqasy mencoba untuk menengahi, ia mengatakan bahwa kata ‫لُْوط‬

memang berasal dari Bahasa asing dan bukan berasal dari Bahasa Arab, namun

perubahan bentuk kata tersebut dari kata ‫ ألْيط‬atau dari bentuk ‫ط‬
َُ ‫ي لُو‬-َ‫ لاط‬juga

dapat dibenarkan, walaupun namanya tetap nama asing, seperti halnya nama

6
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.580
81

Ibrahīm, Ishāk, atau nama-nama asing lainnya. Sibawaih menegaskan, nama

Nūh dan Lūth itu memang nama-nama asing. Hanya saja, karena nama-nama

ini termasuk kata yang ringan untuk disebutkan, maka nama tersebut lalu

dirubah ke dalam bentuk kata yang lain.7

Alasan kata ‫ لُوطًا‬dibaca nashab adalah, bisa karena athaf (sambungan)

dari mafúl (objek penderita) kata ‫أ ْرس ْلنا‬ yang disebutkan pada ayat-ayat

sebelumnya, atau bisa juga karena ada fiíl (kata kerja) yang tidak disebutkan,

perkiraan maknanya adalah kata ingatlah. Lafazh َ‫لِق ْوِم ِه‬ bermakna kepada

kaumnya, dan nama kaum tempat Nabi Lūth diutus oleh Allah Swt adalah kaum

Sadum. Sedangkan nama Sadum ini diambil dari nama kemenakan Nabi

Ibrāhīm.

ِ ‫“ أََتْتُونَالْف‬Mengapa kamu mengerjakan


Kedua: Firman Allah Swt, َ‫احشة‬

perbuatan fahisyah itu,” maksud dari kata ِ ‫الْف‬


َ‫احشة‬ pada ayat ini adalah

menggauli sesama laki-laki. Makna sebenarnya dari kata ini adalah perbuatan

keji, namun Allah Swt mengkhususkan kata ini dalam al-Qurán untuk

menerangkan makna zina, seperti yang disebutkan juga firman-Nya, َ‫وَّل َت ْقربُو‬

7
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Muhyiddin Mas Rida,
Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2009 h. 581.
82

َ‫الزىنَإِناهَُكانَفا ِحش ًة‬


ِ “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji.” (al-Isrā: 32)

Setelah para ulama sepakat bahwa perbuatan itu diharamkan, mereka

berbeda pendapat mengenai hukuman orang yang berbuat hal itu. Mālik

berpendapat bahwa orang itu harus dirajam, entah orang itu telah menikah

sebelumnya ataupun belum. Sedangkan orang yang diperlakukannya juga

mendapat hukuman yang sama apabila ia sudah menginjak usia akil baligh.8

Riwayat lain dari Mālik menyebutkan, orang itu harus dirajam apabila

ia telah menikah sebelumnya, namun apabila orang itu belum pernah menikah

maka ia hanya cukup diberi pelajaran dengan dipenjarakan atau dibuang ke

tempat pembuangan. Pendapat ini juga diikuti oleh Atha’, an-Nakhā‘I, Ibnu al-

Musayyib, dan ulama lainnya.

Sedangkan Abū Hanīfah berpendapat, orang tersebut harus dihukum

ta’zir (hukuman yang berat namun tidak seberat rajam, misalnya dengan

dipukul), entah orang itu telah menikah sebelumnya ataupun belum.9

Sementara al-Syāfií berpendapat (salah satu riwayat dari Mālik juga

sependapat dengan hukuman ini), orang itu harus dihukum sesuai hukum yang

diterapkan untuk perbuatan zina, sebagai qiyas dari zina. Lalu Mālik berhujjah

8
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h. 582
9
Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana
Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2009 h. 581.
83

dengan firman Allah Swt, َ‫َس ِجْيل‬


ِ ‫َحجارةً َِمن‬
ْ
ِ ‫وأَمطران َعلي ِهم‬
ْ ْ ْ ْ “Dan Kami hujani

mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Qs. Al-Hijr/15: 54).

Amr bin Dīnār Rahimahullah berkata, “Firman Allah Taála, “Yang

belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)?”. Dia

berkata, “Tidak ada seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain sampai datang

kaum Nabi Lūth.”10

Al-Walīd bin Abdul Mālik, khalifah bani Umayyah dan pendiri masjid

Jami’ Damaskus Rahimahullah, berkata, “Seandainya Allah Azza wa Jalla tidak

mengabarkan kepada kita tentang berita kaum Nabi Luth Alaihissalam, niscaya

aku tidak akan menyangka bahwa ada lelaki menyetubuhi lelaki lainnya.” Oleh

karena itu, Nabi Luth Alaihissalam berkata kepada mereka, “Mengapa kamu

melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun

sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu

kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan.” (80-81). Yaitu kalian

berpaling dari kaum wanita dan apa yang telah Rabb kalian ciptakan untuk

kalian dari mereka, lalu kalian beralih kepada kaum lelaki. Perbuatan tersebut

merupakan israf (sikap berlebihan) dan kebodohan dari diri kalian sendiri;

karena perbuatan itu sama dengan menempatkan sesuatu bukan pada

tempatnya.11 Oleh karena itu Nabi Luth Alaihissalam berkata kepada mereka

dalam ayat lain,

10
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.110.
11
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.111.
84

ِ ‫قال َٰهؤَّل ِءَب ن ِاِتَإِ ْنَ ُكْن تُمَف‬


َ‫اعلِي‬ ْ ُ
“Dia (Luth) berkata, “Mereka itulah putri-putri (negeri)ku (nikahlah dengan
mereka), jika kamu hendak berbuat.” (al-Hijr/15: 71)
Di mana Nabi Luth Alaihissalam membimbing mereka untuk

mengawini putri-putrinya, akan tetapi mereka merasa keberatan dan beralasan

kepada Nabi Luth Alaihissalam bahwa mereka tidak mengizinkan putri-

putrinya.

ُ ‫ََم ْنََحقََوإِناكََلت ْعل ُمََماَنُِر‬


َ‫يد‬ ِ ‫قالُواَلق ْدََعلِ ْمتََماَلن‬
ِ ‫اَفََب ناتِك‬
“Mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak
mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu, dan engkau tentu
mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki.” (QS. Hūd/11: 79)

Para ulama tafsir menyebutkan bahwa dahulu kaum lelaki

melampiaskan nafsunya kepada lelaki lain, yiatu sebagian dari mereka kepada

sebagian yang lain. Demikian halnya kaum wanita di kalangan mereka,

sebagian dari mereka merasa puas dengan sebagian yang lainnya.

C. Pelaku Homoseksual Merupakan Manusia yang Tidak Suci

Mengapa disebut sebagai manusia yang kotor atau tidak suci, karena

mereka dikenal sebagai umat yang bejat, saking bejatnya, sampai nurani yang

baik itu hilang. Hingga terjadilah kemaksiatan yang sangat menjijikkan

tersebut. Karena itulah Allah menghukum umatnya Nabi Lūth dengan hukuman

yang sangat berat. Allah Swt berfirman:

ُ ۡ ُ ۡ ُۡ ُ ‫ذ‬ ۡ ً ُ
َ‫َأئ ِ ذنك ۡم‬٩٠ََ‫ني‬ َ ‫حش َةَماَسبقكمَبِهاَم ِۡنَأح ٖدَمِنَٱلعَٰل ِم‬ ِ َٰ‫وطاَإِذَقالَل ِق ۡو ِم َهِ َۦَٓإِنك ۡمََلأتونَٱلف‬ ‫ول‬
ٓ‫ۡ ٓ ذ‬ ۡ ُ ُۡ ‫ال َوت ۡقط ُعون َٱ ذ‬ ُۡ
َ ِ ‫َِف َنادِيك ُم َٱل ُمنك َر َۖۡفماََكن َجواب َقو ِم َهِ َۦ ََإ‬
َ‫َّل َأن‬ ِ ‫يل َوتأتون‬َ ِ ‫لسب‬ َ ‫لرج‬ِ ‫ٱ‬َ ‫ون‬ ‫َلأت‬
85

ۡ ۡ ۡ ۡ ُ ‫َقالَربَٱ‬٩٢ََ‫ِني‬ ُ
َٰ ‫نَكنتَمِنَٱ ذ‬ ‫ذ‬ ۡ ْ ُ
َ[َ٠٣ََ‫ِين‬
َ ‫سد‬ِ ‫نَلَعَٱلق ۡو ِمََٱل ُمف‬
َ ِ ‫نُص‬ ِ َ ‫لص ِدق‬ ِ ‫ابَٱّللََِإ‬
ِ ‫قالواَٱئتِناَبِعذ‬
َ ]٠٣-٩٠:‫العنكبوت‬

“Dan (ingatlah) ketika Lūth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-


benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum
pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah
pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun12 dan mengerjakan
kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak
lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau
termasuk orang-orang yang benar”. Dia (Lūth) berdoa, “Ya Tuhanku,
tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan yang berbuat
kerusakan itu.” (QS. Al-Ankabut/29: 28-30)

Firman Allah swt, َ‫“ ولُوطًاَإِ ْذَقالَلِق ْوِم ِه‬Dan (ingatlah) ketika Luth berkata

kepada kaumnya.” Al Kisaí mengatakan makna dari ayat tersebut adalah kami

telah mengutus Nabi Luth. Al-Kisaí berkata, “Saya lebih suka dengan pendapat

ini, boleh juga mengartikan ayat tersebut dengan ‘Ingatlah ketika Luth berkata

kepada kaumnya tentang perbuatan mereka yang buruk’.”

ِ ‫احشةَماَسب ق ُكم َِِب‬


َ‫اَم ْنَأحد َِمنَالْعال ِمي‬ ِ ‫إِنا ُكمَلتأْتُونَالْف‬
ْ ْ
“Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat
keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum
kamu.”

12
Sebagian mufassir mengartikan taqta ‘unas sabil dengan “melakukan perbuatan keji terhadap
orang-orang yang dalam perjalanan”, karena mereka sebagian besar melakukan homoseksual itu dengan
tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. Ada pula yajg mengartikan dengan “merusak jalan”
keturunan karena mereka berbuat homoseksual
86

Qiraáh َ‫أاَئِنا ُك ْم‬ telah dijelaskan sebelumnya dalam surat al-A’rāf. Kisah

tentang Nabi Luth dan kaumnya telah diceritakan dalam surah al-A’rāf dan

surah Hūd.

َ‫“ وت ْقطعُونَال اسبِيل‬Dan mereka menyamun.” Ada yang mengatakan, bahwa

kaum nabi Lūth adalah para perampok yang suka mencegat orang yang sedang

dalam perjalanan, mereka sering membunuh dan merampas harta yang mereka

bawa, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Zaid.

Ada yang berpendapat bahwa mereka merampas harta orang yang

sedang lewat di jalan hanya untuk modal bersenang-senang dan pelacuran,

seperti yang diceritakan oleh Ibnu Syajarah. Ada yang mengatakan bahwa

kaum Nabi Luth itu memutuskan keturunan laki-laki dari perempuan atau

mereka lebih suka pada laki-laki dari pada perempuan.

Menurut al-Qurthubi, “Orang lainpun sepakat bahwa kaum Nabi Luth

itu suka mencegat orang di jalan untuk merampas hartanya sebagai modal untuk

berbuat maksiat. َ‫وَتْتُون َِف َان ِدي ُك ُم َالْ ُمْنكر‬ ‘Dan mengerjakan kemungkaran di

tempat-tempat pertemuanmu?’. An-Nādi adalah tempat berkumpul dan

merundingkan suatu masalah dalam kemungkaran.13

13
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.213
87

Sekelompok ulama berpendapat, “Kaum Luth itu apabila bertemu

dengan perempuan, mereka melemparnya dengan batu kerikil. Mereka

mengasingkan perempuan dan membuang kecendrungan mereka terhadap

perempuan.”

Ummu Hani’ meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, dia berkata:

Saya bertanya kepada Rasulullah Saw tentang firman Allah, َ‫وَتْتُون َِف َان ِدي ُك ُم‬

َ‫الْ ُمْنكر‬ “Dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?”

Rasulullah Saw menjawab, “Mereka mencegat dan merampas harta orang

yang mereka temui, itulah kemungkaran yang mereka lakukan.”14 HR. Abū

Dawūd ath-Thayalisi dalam musnadnya. Demikian juga yang disebutkan oleh

an-Nuhās, ats-Tsa’labi, al-Mahdi dan al-Mawardi.

Ats-Tsálabi menyebutkan ucapan dari Muawiyah, dia berkata:

Rasulullah Saw bersabda, “Sessungguhnya kaum Nabi Luth itu sangat suka

duduk-duduk dan berkumpul pada suatu tempat, setiap orang mempunyai

mangkuk yang penuh dengan batu kerikil. Apabila ada orang yang lewat,

mereka lalu melemparnya dengan batu tersebut dan siapa yang bisa mengenai

orang itu maka dialah yang paling hebat.” Jadi, mereka selalu berbuat

14
HR. At-Tirmidzi, dalam pembahasan tentang tafsir (5/342), ia mengatakan bahwa hadits ini
hasan. Disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan. As-Suyuthi menyebutkan juga dalam Ad-
Dur Al-Mantsur. An-Nuhas menyebutkan dalam Ma’ani Al-Qur’an (5/222). Al Mawardi menyebutkan
dalam tafsirnya (3/247). Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/411) dari riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu
Jarir, dan Ibnu Hatim.
88

ُ ‫“ وَتْتُون َِفَان ِدي‬Dan


kemaksiatan seperti itu, seperti dalam firman Allah, َ‫كمَالْ ُمْنكر‬
ُ

mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?”15

Aisyah, Ibnu Abbas, al Qāsim bin Abū Bazzah dan al Qāsim bin

Muhammad mengatakan, bahwa kaum Lūth itu saling mengentuti satu sama

lainnya di tempat mereka sering berkumpul.

Mansyūr mengatakan dari Mujāhid, bahwa kaum Lūth itu sering

membawa seorang laki-laki di tempat mereka berkumpul dan mereka

memandanginya dengan penuh nafsu.

Dari Mujāhid juga dikatakan bahwa, kaum Lūth itu suka bermain

dengan burung merpati, senang mewarnai kukunya dengan pacar, suka bersiul-

siul, melempar batu kerikil dan tidak ada rasa malu dalam setiap perbuatannya.

Ibnu Athiyyah mengatakan bahwa perbuatan seperti ini telah ada dan

dilakukan oleh sebagian umat Muhammad Saw, kita harus segera mencegahnya

sebelum adzab Allah menimpa kita semua, sebagaimana Allah telah

menimpakan adzabnya kepada kaum Lūth.

Makhul mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita ini telah ada 10

macam sifat jelek seperti sifat kaum Lūth, yaitu mengunyah sesuatu dengan

suara yang keras, mengecat kuku dengan pacar, membuka sarung, bersiul

dengan menggunakan jari tangan, sorban yang diikatkan di atas kepala,

15
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.870
89

melempar Julahiq16, suka bersiul-siul, melempar dengan batu kerikil, dan

homoseksual.

Ibnu Abbās berkata, “Sesungguhnya kaum Lūth itu mempunyai dosa-

dosa yang lain selain pelacuran, yaitu mereka mendzalimi sesamanya, saling

mencaci maki di antara mereka, sering mengentuti orang lain pada setiap

perkumpulan, sering melempari orang lain dan sering bermain dengan sesuatu

yang ganjil dan aneh, memakai perhiasan yang disepuh, mengadu ayam,

menanduk domba, mewarnai kuku dengan pacar, laki-laki suka memakai

pakaian wanita dan wanita memakai pakaian laki-laki, memalak orang yang

melintas.”

Semua ini menujukkan betapa mereka mensekutukan Allah dan mereka

jugalah kaum yang pertama kali melakukan homoseksual dan lesbi. Ketika

Nabi Lūth berusaha untuk menghentikan kebiasaan buruk mereka agar mereka

terhindar dari adzab Allah Swt, mereka malah berkata, َِ‫َاَّلل‬


‫اب ا‬ ِ ‫ائْتِنا َبِعذ‬

“Datangkanlah kepada kami adzab Allah,” maksudnya, mereka mengatakan

bahwa Allah Swt tidak akan bisa untuk mengadzab mereka dan mereka berkata

seperti itu karena mereka yakin bahwa Nabi Lūth itu hanyalah pembohong

belaka, kemudian Nabi Lūth memohon pertolongan kepada Allah Swt dan

Allah mengirimkan para malaikat untuk mengadzab kaum Nabi Lūth yang

membangkang. Sebelumnya para malaikat itu menemui Nabi Ibrāhīm untuk

16
Julaahiq adalah sejenis senjata yang dipakai untuk melemparkan sesuatu (sejenis ketapel),
Julaahiq berasal dari Bahasa Persia. Lih. Lisan Árab (entri: Julhaq).
90

memberikan kabar gembira bahwa mereka akan menolong Nabi Lūth

sebagaimana telah dijelaskan dalam surah Hūd dan surah yang lain. Inilah

keangkuhan terhadap peringatan, tantangan yang disertai pendustaan, dan

kesesatan yang tidak diharapkan bisa kembali. 17

Al-A’masy, Ya’qūb, Hamzah dan al-Kisaí membacanya, dengan takhfif

(tanpa tasydid), sementara yang lainnya membacanya dengan tasydid.18

Sedangkan Ibnu Katsīr, Abū Bakar, Hamzah dan al-Kisaí membacanya,

dengan tanpa tasydid sedangkan yang lain membacanya dengan tasydid. Dalam

hal ini ada dua Bahasa, anja dan najja dengan arti yang sama, dan hal ini telah

dijelaskan sebelumnya. Ibnu Amir membaca inna munazzilūn dengan tasydid,

Ibnu Ábbās juga membaca demikian, sementara yang lainnya membacanya

dengan takhfif (tanpa tasydid).

Firman Allah Swt, “Dan sesungguhnya kami tinggalkan dari padanya

satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal.” Qatadah mengatakan

bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah batu-batu bekas kaum Lūth yang

masih tersisa sampai saat ini. Abū al-Áliyah juga mengatakan hal yang sama.

Ibnu Ábbās mengatakan bahwa bukti yang dimaksud adalah rumah

bekas peninggalan mereka yang sekarang masih ada. Mujāhid mengatakan

bahwa bukti keberadaan dari kaum Lūth adalah adanya air hitam yang

17
Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.572
18
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.872.
91

tergenang di atas bumi. Semua pendapat tersebut adalah baku dan tidak ada

yang menentangnya.19

D. Kecaman Al-Qur’an terhadap Pelaku Homoseksual

Allah memberikan hukuman kepada umat Nabi Lūth dengan hukuman

yang berat. Allah Swt berfirman:

َ٣٨ََ‫يل‬‫ِج‬ ‫س‬َ‫ِن‬
‫َم‬
ٗ
‫ة‬ ‫ار‬‫ِج‬‫ح‬ َ ۡ ‫َفجع ۡلناَعَٰل ِيهاَساف ِلهاَوأ ۡمط ۡرناَعل ۡيه‬٣٠ََ‫لص ۡيح ُةََ ُم ۡۡشق ِني‬
‫م‬ ‫فأخذ ۡت ُه َُمَٱ ذ‬
ٍ ِ ِ ِ
َ ]٣٧-٣٠:‫َ[َاحلجر‬٣٧ََ‫يم‬
ُّ ‫ِإَونهاَلبسب‬ ‫ذ‬ ُ ‫إ ذنَِفَذَٰل ِكَٓأَليَٰتَل ِۡل‬
ٍ ‫يلَم ِق‬
ٖ ِ ِ َ٣٧ ََ ‫ني‬‫م‬ِ ‫س‬
ِ ‫و‬ ‫ت‬َ
‫م‬ ٖ ِ ِ

Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari
akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan
Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu
benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia). (QS. Al-
Hijr/15: 73-76)

Negeri-negeri Lūth dilenyapkan dengan suatu fenomena yang

menyerupai fenomena gempa tektonik atau vulkanik, dan terkadang disertai

fenomena amblasnya tanah, batu-batu yang beterbangan, hujan debu, dan

lenyapnya kota-kota secara keseluruhan ke dalam bumi. Menurut sebuah

pendapat, danau Lūth ada sesudah peristiwa tersebut, sesudah terbaliknya kota

Amura dan Sodom ke perut bumi, dan amblasnya tempat tersebut lalu terisi

oleh air. Tetapi, kami tidak mengatakan bahwa apa yang terjadi pada mereka

itu berupa gempa tektonik atau vulkanik yang terjadi insidentil dan bisa terjadi

19
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.873.
92

di setiap waktu. Karena manhaj iman yang selalu kita jaga dalam zhilal ini amat

jauh dari upaya tersebut.20

Kita mengetahui secara yakin bahwa fenomena-fenomena alam

seluruhnya berjalan sesuai undang-undang Allah yang diletakkan Allah pada

alam semesta ini. Tetapi, setiap fenomena dan peristiwa di alam semesta ini

tidak terjadi secara otomatis, melainkan terjadi sesuatu takdir khusus, tanpa ada

pertentangan antara ketetapan undang-undang dan berlakunya kehendak

dengan takdir khusus terhadap setiap peristiwa. Demikian pula, kita mengetahui

secara yakin bahwa Allah menjalankan takdir-takdir tertentu dalam kondisi-

kondisi tertentu dengan peristiwa-peristiwa tertentu untuk tujuan tertentu. Apa

yang menghancurkan negeri Lūth itu tidak harus berupa gempa tektonik atau

vulkanik biasa, karena bisa jadi Allah ingin menimpakan pada mereka apa yang

dikehendaki-Nya, pada waktu yang dikehendaki-Nya, sehingga terjadi apa

yang dikehendaki-Nya, sesuai apa yang dikehendaki-Nya. Inilah manhaj iman

dalam menafsirkan mukjizat para rasul seluruhnya.

Negeri Lūth terletak di jalur antara Hijaz dan Syām yang bisa dilalui

manusia, dan di dalamnya terdapat banyak pelajaran bagi orang yang

merenungkan dan menemukan pelajaran pada kebinasaan umat-umat terdahulu.

Meskipun ayat-ayat itu tidak memberi manfaat kecuali bagi hati yang beriman,

terbuka, dan siap menerima, merenungi, dan meyakini.21

20
Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.847
21
Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.848
93

Allah Taála berfirman, “Kemudian Kami selamatkan dia (Luth

Alaihissalam) dan pengikutnya.”. Tidak ada seorang pun dari kaumnya beriman

kepada Lūth kecuali keluarganya saja, sebagaimana Allah berfirman,

َ‫) فماَوج ْدانَفِيهاَغ ْْيَب ْيت َِمنَالْ ُم ْسلِ ِمي‬٥٣( ‫ي‬ ِ ‫فأخرجناَمنَكانَفِيه‬
َ ِ‫اَمنَالْ ُم ْؤِمن‬ ْ ْ ْ

“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di

dalamnya (negeri kaum Luth) itu. Maka Kami tidak mendapati di dalamnya

(negeri itu), kecuali sebuah rumah dari orang-orang muslim (Luth).” (adz-

Dzariyat/51: 35-36) Kecuali istrinya, karena dia tidak beriman kepadanya,

bahkan dia tetap berada di atas agama kaumnya. Dialah yang memberikan

informasi dan memberitahukan kepada kaumnya perihal tamu-tamu yang

datang kepada Luth Alaihissalam dengan Bahasa isyarat yang hanya dipahami

oleh mereka. Oleh karena itu, ketika Luth diperintahkan agar memberangkatkan

keluarganya di malam hari, Luth diperintahkan agar tidak memberitahukan

kepada istrinya dan agar tidak membawanya keluar dari negeri itu. Di antara

ulama tafsir, ada yang mengatakan bahwa bahkan istrinya mengikuti mereka.

Tetapi ketika azab itu turun, istrinya menoleh ke belakang, sehingga dia pun

tertimpa azab seperti yang telah menimpa kaumnya. Namun pendapat yang

lebih dzahir adalah bahwa istrinya tidak ikut keluar dari negeri tersebut, dan

Nabi Luth juga tidak memberitahukan kepadanya; dan bahkan istrinya tetap

bersama kaumnya. Oleh karena itu, Allah Taála berfirman di dalam ayat ini,

“Kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal.” (83).

Yaitu tetap tinggal bersama kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia
94

termasuk di antara orang-orang yang dibinasakan. Penafsiran itu merupakan

penafsiran berdasarkan kesimpulan.22

Firman Allah Taála, “Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu).”

(84). Firman itu telah ditafsirkan oleh firman-Nya yang lain,

ًَ‫َمس اوَمة‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ضود‬
ُ ‫ف ل اماَجاءَأ ْم ُرانََجع ْلناَعالي هاَسافلهاَوأ ْمط ْرانَعلْي هاَحجارًةَم ْنَسجيلَمْن‬
َ‫اَهي َِمنَالظاالِ ِميَبِبعِيد‬
ِ ‫ِعْندَربِكَوم‬
“Dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang
terbakar. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari
orang yang zhalim.” (QS. Hūd/11: 82-83)

Oleh karena itu Allah Taála berfirman, “Maka perhatikanlah

bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu.” (84). Yaitu lihatlah wahai

Muhammad, bagaimana akibat yang dialami oleh orang-orang yang berani-

berani melakukan kemaksiatan terhadap Allah Taála dan mendustakan Rasul-

rasulnya.

Imam Abū Hanīfah Rahimahullah berpendapat bahwa orang yang

melakukan homoseks hukumnya dilemparkan dari tempat yang tinggi, lalu

disusul dengan bebatuan yang dilemparkan sebagaimana yang telah dilakukan

terhadap kaum Luth Alaihissalam. Akan tetapi ulama lainnya berendapat

bahwa pelaku homoseks dikenai hukuman rajam, baik dia muhshan (sudah

menikah) maupun bukan muhshan (belum menikah). Itu adalah salah satu

pendapat dari asy-Syāfií Rahimahullah. Hujjahnya adalah hadist yang

22
Syaikh Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014,
h.113.
95

diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abū Dāwūd, at-Tirmīdzi, dan Ibnu Mājah

Rahimahullah dari Ibnu ‘Abbās Radhiyallāhu Anhumā, dia berkata,

“Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang kalian dapatkan melakukan

perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan orang yang dikerjainya.”

Sedangkan menurut ulama yang lainnya, pelaku homoseks sama seperti pezina,

apabila dia seorang yang muhshan, maka dia dikenai hukuman rajam. Namun

jika dia bukan seorang yang muhshan, maka dia dikenai hukuman seratus kali

cambuk. Ini adalah pendapat yang lain dari asy-Syāfií.23

Allah ta’ala berfirman: Lūth berkata kepada kaumnya, “Menikahlah

dengan wanita dan bersetubuhlah dengan mereka. Janganlah kalian melakukan

perbuatan yang diharamkan Allah kepada kalian, yaitu bersetubuh dengan

sesama laki-laki. Lebih baik kalian melakukan perintahku. Sebagaimana

dijelaskan dalam riwayat-riwayat berikut ini:

Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan

kepada kami, Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman

Allah, “Lūth berkata, ‘Inilah putri-putri (negeri)ku (kawinlah dengan mereka),

jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).” Nabi Lūth menyuruh mereka

untuk menikahi wanita, dan hendak melindungi tamu-tamunya dengan putri-

putrinya.

Firman Allah, “Demi umurmu.” Allah berfirman kepada Nabi

Muhammad Saw, “Demi hidupmu, wahai Muhammad, sesungguhnya kaummu

23
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán,
Juz 7 h.215
96

dari golongan Quraisy itu terombang-ambing dalam kemabukan.” Maksudnya,

mereka terombang-ambing dalam kesesatan dan kebodohan mereka.

Firman Allah, “Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang

mengguntur, ketika matahari akan terbit.” Maksudnya adalah, mereka

dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur dari adzab. Kata artinya, ketika

mereka memasuki waktu terbitnya matahari. Kata dan dibaca nashab karena

berkedudukan sebagai hal (keterangan pekerjaan), dengan arti, ketika mereka

memasuki waktu shubuh dan waktu terbitnya matahari. Kalimat artinya mereka

dibinasakan.24

Demikianlah kecaman Al-Qur’an terhadap kaum homoseksual. Pelaku

homoseks memang pantas mendapatkan hukuman, karena telah melakukan

penyimpangan seksual yang diharamkan oleh Allah.

24
Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.850
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, jawaban

atas rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Al-Qur'an menjelaskan bahwa homoseksual termasuk perbuatan yang

mungkar dalam Surah al- Ma'arij [70] ayat 29-31.

2. Dalam Surah al-A’rāf [7] ayat 80-84, Al-Qur’an membahas bahwa

homoseksual merupakan perbuatan fahisyah, fahisyah yang dimaksudkan

di sini ialah Sodomi, dalam ayat ini juga al-Qur'an menjelaskan bahwa

homoseksual merupakan perbuatan yang melampaui batas.

3. Dalam Surah al-Ankabut [29] ayat 28-30, Al-Qur'an membahas

homoseksual merupakan perbuatan yang keji, karena belum pernah seorang

pun melakukannya pada zaman itu. Dan Allah pun menamakan kaum

homoseks dengan kaum perusak dan orang yang dzalim.

4. Dalam Surah al-Hijr [15] ayat 73-76 dan Surah Hud [11] ayat 82-83, Allah

menjelaskan hukuman yang diberikan kepada pelaku homoseksual yaitu

dihujani dengan batu dari tanah yang terbakar dan dijungkirbalikkannya

kota tersebut.

5. Dalam surah al-Hujurāt [49] ayat 13, Al-Qur'an menjelaskan bahwa Allah

telah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan agar manusia

dapat mempertahankan spesiesnya di muka bumi ini melalui keturunan-

97
98

keturunan yang membuat manusia berkembang. Sedangkan homoseksual

sama sekali tidak dapat menghasilkan keturunan. Maka dari itu Al-Qur’an

melarang perbuatan tersebut.

B. Saran

Harus penulis akui bahwa objek kajian dalam penelitian dalam skripsi

ini kurang mendalam. Penulis menyarankan kepada para peneliti (terutama

mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir) yang hendak melakukan penelitian

dengan tema yang relatif sama, skripsi ini sangat bisa untuk dikembangkan.
99

DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, Penerjemah Rosihon Anwar

(Bandung: Pustaka Anwar, 2002).

Ali, Mukti (Ed). Agama-agama di duia. Yogyakart: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.

Anees, Munawar Ahmad, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung

cet IV 1994

Ath-Thawil, Ustman, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, penerjemah Saefuddin

Zuhri (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997).

Ceramah Nasaruddin Umar pada Acara Peringatan Hari Kartini, Kamis 3 Mei 2007.

Coleman, dkk, “Abnormal Psychology and Modern Life”, Scoot Foresman and

Company, 1980.

Dagun, Save M, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000).

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2001).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka), 1989.

Ensiklopedi Psikologi, Alih Bahasa Ediati Kamil (Jakarta: Arcan, 1996).

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz VIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas), 1984.


100

Husaini, Adian. LGBT di Indonesia: Perkembangan dan Solusinya. Jakarta: INSIST

(Instute for the Study of Islamic Thought and Civilization), 2015.

Ibn Mazndzur, Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Makram, Lisan al-Arab, Jild.

7 (Beirut: Dar Sadâr, 1990).

Mulia, Siti Musdah, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia Modul Pelatihan

Untuk Pelatih Hak-hak Reproduksi dalam Perspektif Pluralisme, (Jakarta:

Lembaga Kajian Agama dan Gender dan The Ford Foundation, 2003)

Nata, Abuddin, Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran (Ciputat: UIN

Jakarta Pres, 2004).

Noor, Mohd, Kritik Hukum Islam terhadap JAKIM dan SUHAKAM tentang Golongan

Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender di Malaysia.

Oetomo, Dede, Memberi Suara Pada yang Bisu, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2003).

Qayyim, Ibn, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta,

Cet. I, 2000

Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, Jakarta: Robbani Press, Cet I, 2009.

Ridhwi, Sayyid Muhammad, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997.

Sabbiq, Syaikh Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara), 2010.

Santoso, Sulistiowati Budi, “Tingkat Homoseksual pada Narapidana Ditinjau dari

Lama Menjalani Pidana Penjara”, (Semarang: Unika Soegijapranata), 2000,


101

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol.

5 (Jakarta: Lentera Hati, 2004).

Sinyo, Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang

Dunia LGBT. Jakarta: PT. Elex Media Komputino Kompas Gramedia, 2014.

Sinyo, Lo Gue Butuh Tau LGBT, (Jakarta: Gema Insani), 2016, Cet I.

Surtiretna, Nina, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006).

Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual.

Zaky, Ahmad, “Menjadi Wanita yang Dicintai Allah”.

Jurnal, Skripsi, dan Tesis Terkait

Haqsyawqi, Abdul, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2009. Skripsi berjudul: Kawin Sesama Jenis dalam Pandangan Siti

Musdah Mulia (untuk kau pria disebut gay sedangkan wanita disebut lesbian.

Mustaqim, Abdul. Homoseksual dalam Perspektif al-Qurán Pendekatan Tafsir

Kontekstual al-maqasidi. Artikel Jurnal, 2016

Musti’ah, Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT): Pandangan Islam,

Faktor Penyebab dan Solusinya, Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial,

Vol.3, No 2, Desember 2016.

Nizham, Dampak LGBT dan antisipasinya di Masyarakat, Vol 5 No 1 Januari-Juni

2016.
102

Syibromalisi, Faizah Ali, “Homoseksual, Gay, dan Lesbian Dalam Perspektif Al-

Qur’an”, di dalam Majalah BEM Fakultas Ushuluddin.

Tobing, Easter Borny Uliarta, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual

(Tahapan Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi Gay Timur dan Barat)

(Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu oliti, Universitas Indonesia, 2003).

Website

https://www.kompasiana.com/jovian_057/56f67229c4afbd1508a2ac16/pandangan-

masyarakat-indonesia-tentang-lgbt-bagaimana

https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam-

agama.html

Anda mungkin juga menyukai