Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh
Moh. Faozan
NIM. 1113034000156
Moh. Faozan
Pasangan di Surga dalam al-Qur’an: Kajian Tematik dengan Analisis
Semiotik Charles Sanders Peirce
dan salam semoga dilimpahkan kepada rasulullah, Nabi Muhammad Saw, semua
Skripsi ini, dengan ikhtiyar pertolongan banyak pihak dapat selesai dengan
baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan
Jakarta.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
dan Tafsir (Sekjur IAT) yang telah membantu pula mempermudah dalam
proses administrasi.
5. Ahmad Rifqi Muchtar, MA, Dosen Pembimbing I yang ramah dan sabar,
i
6. Dr. Faris Pari, M. Fils, Dosen Pembimbing II yang juga ramah dan sabar
7. Eva Nugraha, MA, salah satu dosen Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
diskusi dan cerita kehidupan kita berakhir pada larut malam, sekitar pukul
24.00 atau bahkan hingga pukul 01.00/ 01.30 pagi. Tema besar ini
saran Dr. Faris Pari, M. Fils, dosen Hermeneutik dan Semiotik saat itu. Ini
akademik, dua dosen ini juga telah mengajari banyak hal kepada penulis.
8. Seluruh dosen pada Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir atas segala
bekal dalam kehidupan penulis dan amal jariyah baginya semua. Tidak
ii
9. Kedua orang tua penulis, Nahrawi dan Ratima, Kakak-kakak (kandung dan
ipar) penulis, pasangan Pardi dan Muslihah serta buah hati mereka
pasangan Nurrahman dan Rohmah beserta buah hati mereka. Dan juga
untuk keluarga besar penulis di Madura yang tidak bisa penulis sebut satu-
persatu mulai dari nenek, om, sepupu dan lainnya yang sudah mendukung
wisuda”. Semua ini menjadi motivasi tersendiri bagi penulis. Tidak lupa
yang masih keliru (Adam, Iqbal dan Rino), teman-teman kosan (Ismail dan
Kepada Allah lah penulis berharap ridha dan bersyukur, dan kepada-Nya
memohon ampun. Semoga tulisan ini sesuai dengan Tujuan dan Manfaat
Penelitian. Âmîn.
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin
1. Konsonan
ب B Be
ث T Te
ث Ts te dan es
ج J Je
خ Kh ka dan ha
د D De
ر R Er
ز Z Zet
س S Es
ش Sy es dan ye
iv
ع „ koma terbalik di atas hadap kanan
غ Gh ge dan ha
ف F Ef
ق Q Ki
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
و W We
ه H Ha
ء ` Apostrof
ي Y ye
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
A Fathah
I Kasrah
و U ḏammah
v
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
ي Ai a dan i
و Au a dan u
3. Vokal panjang
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
5. Tasydîd
Huruf yang ber-tasydîd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
6. Ta marbûṯah
Jika ta` marbûṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti = أبو ه َُري َْرةAbû Hurairah.
vi
7. Huruf Kapital
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................
E. Metode Penelitian.......................................................... 8
F. Kajian Pustaka............................................................... 10
CARLES S. PEIRCE......................................................... 15
A. Surga ............................................................................. 28
2. Kriteria Surga........................................................... 32
a. Penuh Nikmat...................................................... 32
b. Kedamaian .......................................................... 33
viii
c. Kekekalan ........................................................... 34
3. Nama-Nama Surga................................................... 35
B. Pasangan ....................................................................... 36
A. Kesimpulan ................................................................... 69
B. Saran ............................................................................. 70
LAMPIRAN ..............................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN
menjelaskan surah Yâsîn ayat 36 adalah sebagai pejantan atau betina mulai dari
tumbuhan, manusia hingga segala sesuatu yang diketahui atau belum diketahui
baik berupa makhluk hidup ataupun benda mati.2 Manusia sebagai bagian dari
prinsipnya agar mereka saling melengkapi antara satu dan lainnya karena mereka
tidak bisa hidup sendiri. Dengan begitu, mereka bisa saling membantu dan
saja. Mereka, di kehidupan akhirat yang diyakini sebagai masa kehidupan setelah
karakteristik yang dimilikinya hingga hakikatnya jelas bagi yang ingin mengkaji.4
1
QS. al-Dzâriyât/51: 49
2
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an,
Vol. 11 (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 538
3
Atjeng A. Kusyairi, “Hari Akhir,” dalam Muslim Rahmatullah, ed., Kajian Tematik al-
Qur‟an tentang Ketuhanan “Perspektif al-Qur‟an Tentang Hari Akhir (Bandung: Angkasa, 2008),
h. 249
4
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur‟an. Penerjemah Sari
Narulita (Depok: GEMA INSANI, 2006), h. 123
5
QS. al-Ankabût/29: 64
1
2
pembalasan6 dan sebagai kehidupan paling baik bagi orang-orang yang bertakwa7.
Ini berbeda dengan dunia yang sifatnya sementara, tidak hakiki dan oleh al-
Qur‟an dikatakan sebagai lahwun wa la„ib.8 Bila demikian, apakah sama antara
sebagai tempat terakhir manusia, yaitu neraka dan surga. Neraka adalah sebuah
tempat yang sangat menakutkan, penuh dengan siksaan serta kesengsaraan. Surga
adalah sebuah tempat yang penuh dengan nikmat dan kesenangan. Kesenangan
atau kenikmatan yang disediakan oleh Allah di dalam surga di antaranya adalah
mendapat pasangan.9
mengunakan kata azwâj dan derivasinya diartikan dan ditafsirkan secara bebeda-
beda oleh para ulama. Menanggapi hal itu, Amina Wadud berpendapat bahwa
para penafsir secara umum salah tafsir terhadap kata zauj sehingga ada yang
dirugikan.10 Contoh kasusnya yaitu pada surah al-Taghâbun ayat 14. Kata azwâj
dalam ayat ini oleh kebanyakan penerjemah, penyusun kamus/ indeks al-Qur‟an
6
QS. al-Nûr/24: 25
7
QS. al-Nahl/16: 30
8
QS. al-An‟âm/7: 32, al-„Ankabût/29: 64
9
QS. al-Baqarah/2: 25
10
Amina Wadud, Quran Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci dengan
Semangat Keadilan. Penerjemah Abdullah Ali (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 91
11
Kementrian Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat
Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah, al-Qur‟n Dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012), h. 815
12
Azharuddin Sahil, Indeks al-Qur‟an: Panduan Mencari Ayat al-Qur‟an Berdasarkan
Kata Dasarnya (Bandung: Mizan, 1994), h. 235
3
A. Hamid Hasan Qolay Sm. Hk13, Ahmad Hatta14, Tim Penyusun Tafsir
Kasus lain yaitu pada surah al-Baqarah ayat 25. Ayat ini berbicara tentang
pasangan di surga yang akan menjadi milik orang-orang beriman dan berbuat
baik. Ayat ini oleh Tim Penerjemah al-Qur‟an yang diterbitkan oleh CV. Penerbit
J-ART pada 2005, As-Syifa‟ pada 199817 dan penafsir seperti Hamka18 juga
pasangan (azwâj)?. Ada pula yang menganggap azwâj mutahharah sama dengan
hûr. 19
pemahaman atau penafsiran para ulama terdahulu dari berbagai corak, seperti Ibn
13
A. Hamid Hasan Qolay Sm. Hk, Indeks Terjemah al-Qur‟an al-Karim, Jil. 2 (Jakarta:
Yayasan Halimatus-Sa‟diyyah, 1997), h. 645
14
Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata: Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul Dan
Terjemahannya (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009), h. 557
15
HM. Sonhaji, dkk., Al-Qur‟an Dan Tafsirannya, Jil. 10 (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, t.t), h. 191-192
16
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983), h. 246
17
Lihat Qs. 2: 25 di Al-Qur‟an dan Terjemahannya (tt: CV. Penerbit J-ART, 2005) dan Al-
Qur‟an dan Terjemahannya: Ayat Pojok Bergaris (Semarang: As-Syifa‟, 1998)
18
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jil. 1, h. 143
19
M. Ishom El Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‟an: Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah
dalam al-Qur‟an, Seri 1, Cet. I (Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005), h. 118
20
Abû al-Fidâ` Ismâ„iîl bin Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur`ân al-„Azîm, Jil. 1
(Riyâḏ: Dâr al-Salâm, 1993), h. 98
21
Abû Ja„far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta`wîli `Âyi al-Qur`ân,
Juz 1 (Bairût: Dâr al-Fikr, 1984), h. 175
22
Muhammad bin „Umar bin Husain al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib
(Bairût: Dâr al-Fikr, 1990), h. 142
23
Muhammad Mahmud Hijazî, al-Tafsîr al-Wâḏih, Jil. 1 (Bairût: Dâr al-Jail, 1993), h. 26
24
Al-Syaikh al-Khaṭîb al-Syarbînî, al-Sirâj al-Munîr, Jil. 1 (Bairût: Dâr al-Ma‟rifah, t.t), h.
38
25
Abû Bak, Aisar al-Tafâsîr li Kalâm al-„Aliyyi al-Kabîr, Jil. 1(T.tp.: T.pn., 1987), h. 31
4
metode taḫlîlî30 dan masih dikotomis atau parsial sehingga al-Qur‟an terkesan
tidak adil. Pemahaman dengan sudut pandang seperti ini, menurut Muhammad al-
menyesatkan. Oleh karena itu, menurutnya, tafsir tematik sebagai alternatif atau
sudah banyak dilakukan. Di antaranya oleh Mega Rista Oktavianti, skripsi dengan
tema Visualisasi Surga dan Neraka: Kajian Tematik Terhadap Ayat-ayat al-
memaparkan beragam penafsiran dari para ulama dan kajiannya tidak fokus pada
pasangan, maka penelitiannya tidak cukup memberi cara pandang baru mengenai
26
Muhammad bin Muhammad bin Mahmûd al-Mâturidî, Ta‟wîlatu Ahli al-Sunnah (Bairût:
Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005), h. 405
27
Abî Su‟ûd Muhammad bin Muhammad al-„Ammârî, Irsyâdu al-„Aqli al-Salîm Ilâ
Marâyâ al-Qur`ân al-Karîm, Juz 1 (Bairût: Dâr Iḫyâ` Turâts al-„Arabî, t.t), h.70
28
Al-Syaikh Ismâ„iîl Haqqî al-Birûsawî, Tafsîr Rûh al-Bayân, Juz 1 (T.tp.: Dâr al-Fikr, t.t),
h. 85
29
Rasyîd Riḏâ, Tafsîr al-Manâr, Jil. 1 (Qâhirah: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, t.t) ,h. 240
30
Menggunakan metode tahlîlî berarti menafsirkan al-Qur‟an sesuai susunan surah mushaf,
mulai dari awal surat hingga akhir surat, yang diyakini sebagai ketetapan dari Nabi Muhammad
saw. Metode ini dapat memberikan banya informasi mulai dari yang berkenaan dengan teks,
sejarah, linguistik hingga kondisi sosial. Namun, di sisi lain, metode ini memiliki kelemahan
mendasar yaitu keterputusan tema antar surat. Oleh karena itu, semua tema tidak terungkap secara
baik dan komprehensif. Lihat: Eva F. Amrullah, “Dari Teks Ke Aksi: Merekomendasi Tafsir
Tematik,” dari Hassan Hanafi “Hal Ladaynâ Nadzariyah al-Tafsîr?” dalam Hassan Hanafi, Qaḏayâ
al-Mu„asarah fî Fikrinâ al-Mu„âsir I, Jurnal STUDI AL-QUR‟AN, Vol. I, No. 1, Januari, 2006, h.
57-58
31
Muhammad al-Ghazalî, Berdialog Dengan Al-Qur‟an: Memahami Pesan Kitab Suci
Dalam Kehidupan Masa Kini. Penerjemah Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan,
1999), h. 86-87
32
Mega Rista Oktavianti, “Visualisasi Surga dan Neraka: Kajian Tematik Terhadap Ayat-
ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.
5
terhadap ayat-ayat tentang pasangan di surga dengan pisau analisis semiotik agar
Sebenarnya, Semiotik adalah salah satu produk Barat. Artinya, ini sama
dibenarkan bila dipakai untuk memahami al-Qur‟an. Selain karena hasil produk
Barat juga karena metode ini asal mulanya dipakai untuk memahami Bibel.
Apakah memang demikian, Hermeneutika dan Semiotik tidak dapat dipakai untuk
mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Ini berarti bahwa semiotik adalah ilmu
bahasa agama. Ini telah didokumentasikan oleh Ahmad Muzakki dalam bukunya
Sanders Peirce. Tokoh ini dipilih karena teori semiotik yang ditawarkannya
memiliki banyak tanda seperti yang disebutkan Danesi bahwa setidaknya, Peirce
semiotiknya ada proses dimana interpretasi dari sebuah tanda bisa menjadi tanda
33
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu,
2014), h. xxix
34
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan
Teori Komunikasi. Penerjemah Evi Setya Rini dan Lusi Lian Piantari (Yogyakarta: Jalasutra,
2010), h. 38
6
baru yang dapat diinterpretasi kembali.35 Selain itu, yang ini memungkinkan
B. Identifikasi Masalah
laki dan merugikan perempuan. Hal itu karena bila laki-laki saja yang dapat
membicarakan apa yang akan didapat perempuan yang setara dengan apa
3. Semiotik sebagai salah satu teori hasil produk barat, bisa disamakankah
dengan hermeneutika dengan arti tidak dapat digunakan untuk memaham al-
kehidupan akhirat seperti pada surah al-Baqarah ayat 25 dan al-Tûr ayat 20. Ada
pula yang berkaitan dengan pasangan dalam kehidupan dunia seperti pada surah
al-Taghâbun ayat 14 dan al-Tahrîm ayat 1. Selain itu, kata azwâj dipakai pula
35
Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya, Cet. 2 (Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia), h. 150
7
manusia dan hal yang tidak diketahui. Penjelasan ini terdapat dalam surah Yâsîn
ayat 36. Secara umum kata ini disebutkan sebanyak 81 kali dalam 72 ayat di 42
surah.36
Berdasarkan latar belakang masalah dan jumlah kata azwâj yang banyak
serta berbeda-beda konteksnya, maka penulis dalam penelitian ini akan membatasi
pada kata azwâj dan derivasinya yang berkaitan dengan kehidupan di surga. Kata
hûr dalam dua surah al-Dukhân (44); 54 dan al-Tûr (52); 20 juga akan menjadi
pembahasan dalam penelitian ini, karena kata tersebut bergandengan dengan kata
zawwaja yang merupakan derivasi dari kata azwâj. Menurut penulis, dengan
demikian penelitian ini akan terarah dan lebih akurat. Sedangkan analisis semiotik
Peirce tidak penulis gunakan secara keseluruhan terhadap semua aspek, tapi hanya
penulis gunakan untuk melihat logis internal al-Qur‟an. Artinya, penelitian ini
akan melihat bagaimana teks al-Qur‟an menjelaskan antara satu dan lainnya di
dalam teks tersebut. Penulis tidak melihat unsur-unsur eksternal ayat seperti
Peirce?.
36
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur`ân bi Hasyiyah al-
Mushaf al-Syarîf (Qâhirah: Dâr al-Hadîs, 2007), h. 408-410
8
1. Secara akademik
Manfaat secara akademik atau teoretis dari penelitian ini adalah menguatkan
2. Secara praktis
pendekatan semiotik juga sebagai acuan dan tambahan bahan ajar pada mata
kuliah tafsir seperti, semiotik, metodologi penelitian tafsir dan pendekatan modern
E. Metode Penelitian
bagaim pasangan di surga yang dapat dipahami dari ayat-ayat al-Qur‟an dengan
menggunakan anlisis semiotik Charles Sanders Peirce. Oleh karena itu, penelitian
menggunakan kata kunci azwâj. Selain kata azwâj, penulis juga akan membahas
kata hûr yang digandengkan dengan derivasi kata azwâj yaitu zawwaja. Data-data
lain yang akan sering dikutip adalah kitab-kitab tafsir. Ada tiga kitab tafsir yang
menjadi acuan utama yaitu tafsir karya al-Tabarî, al-Sya‟râwî dan Quraish Shihab.
37
Irpan Sanusi, “Pesan Semiotis al-Qur‟an: Analisis Strukturalisme QS. al-Lahab,” (Skripsi
S1 Fakultas Usuluddin, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016, h. 96
9
(Mauḏû‟î). Metode tematik didefinisikan oleh „Abd al-„Azîz bin al-Dardîr sebagai
metode yang bertolak dari satu topik tertentu kemudian mencari semua atau
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Quraish
Shihab.
metode tematik adalah membahas tentang topik tertentu yang ada dalam al-Qur‟an
38
Metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah cara yang terpikirkan secara teratur
dan baik untuk tercapainya suatu tujuan, sedangkan metodologi adalah ilmu tentang metode. Maka
dari itu, metode tafsir di sini adalah cara yang terpikirkan secara teratur dan baik untuk memahami
apa maksud dari Firman Allah yang tertulis dalam mushaf al-Qur‟an. Nasaruddin Baidan, Metode
Penafsiran al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 54-55
39
„Abd al-„Azîz bin al-Dardîr, al-Tafsîr al-Mauḏû‟i li Âyâti al-Tauhîd fî al-Qur`ân al-
Karîm (Qâhirah: Maktabah al-Qur`ân, t.t), h. 9
40
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami al-Qur‟an (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 385
10
delapan dan al-Khâlidî sepuluh.41 Oleh karena itu, metode tematis dalam
penelitian ini dipahami sebagai usaha memahami ayat yang berbicara tentang
dipilih untuk melihat semua ayat yang berbicara tentang pasangan di surga
pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce digunakan sebagai pisau analisis agar
makna simbolis sebuah tanda dapat dipahami. Penjelasan tentang semiotik Peirce
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah telaah terhadap karya-karya tulis
baik berupa Skripsi, Tesis maupun Buku. Setelah ditelaah, penulis mencari
pencarian yang penulis lakukan ada beberapa karya tulis yang berkaitan dengan
Al-Qur‟an Tematis: Takdir dan Hari Akhir, karya Akmaldin Noor dan Aa
Fuad Mukhlis. Karya ini membahas tentang hari akhirat mulai dari keutamaan
41
Salâh „Abd al-Fattâh al-Khâlidî, al-Tafsîr al-Maudû‟î li Mustalahâti al-Qur`ân: al-Tafsîr
wa al-Ta‟wîl fi al-Qur‟ân (Yordania: Dâr al-Nafâiz, t.t), h. 16-18 dan M. Quraish Shihab, Kaidah
Tafsir..., h. 387
42
Muhammad Mustaqim, “Tafsir Maudû‟î: Metode Memahami al-Qur‟an Secara
Komprehensif,” Hermeneutik: Jurnal Tafsir dan Hadis, Vol. 7, No. 1, Januari 2011, h. 113
11
ini tidak memberikan mengungkap sesuatu yang baru karena hanya mengutip
perlu penjelasan dan tidak sepesifik pada pasangan di surga. Bahkan, saat
Ahmad al-Qadhi yang diterjemahkan oleh Yodi Indrayadi dan Wiyanto Suud
menggunakan azwâj.44
Qur‟an45 dan Hâdî al-Arwâh Ilâ Bilad al-Afrâh, karya Ibn al-Qayyim al-
Jauziyyah yang diterjemahkan oleh Zainul Maarif menjadi Surga yang Allah
Janjikan, adalah tiga karya yang pembahasan tentang akhirat dan surga lebih rinci
lagi. Bahkan, Ibn al-Qayyim menjelaskan pula tata cara masuk surga. Selain itu,
dalam waktu sehari dapat menyetubuhi seratus perempuan.46 Ketiga buku ini
43
Akmaldin Noor dan Aa Fuad Mukhlis, Al-Qur‟an Tematis: Takdir dan Hari Akhir
(Jakarta: Yayasan SIMAQ, 2010), h. 30-171
44
Al-Qodi, „Abd al-Rahmân bin Ahmad. Kehidupan Sebelum dan Sesudah Kematian.
Penerjemah Yodi Indrayadi dan Wiyanto Suud. (Jakarta: Turos, 2014), h. 261-269
45
Ahzami, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur‟an, h.
46
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Surga yang Allah Janjikan. Penerjemah Zainul Maarif
(Jakarta: Qisthi Press, 2012),h. 184
12
Remaja, karya Argawi Kandito ini juga membahas tentang surga, tetapi
menjelaskan bahwa surga dan neraka adalah murni rahasia Tuhan sehingga tidak
perlu mencari tahu akan hal itu.47 Sedangkan penulis melakukan hal sebaliknya,
al-Qur‟an.
Perspective, karya Amina Wadud yang diterjemahkan oleh Abdullah Ali menjadi
Keadilan adalah salah satu karya yang didalamnya memuat keritikan terhadap
penafsiran para ulama yang menurut Amina Wadud salah dan menomorduakan
pasangan. Bedanya, term yang digunakan adalah lebih fokus pada kata zauj dan
terhadap Kisah Yusuf, karya Ali Imron, Kisah Yusuf dalam al-Qur‟an: Perspektif
Semiologi Roland Barthes, oleh Pipit Aidul Fitriyana dan Pesan Semiotis al-
merupakan tiga karya yang sama-sama mengaplikasikan semiotik dalam kajian al-
Qur‟an tetapi objek kajian tersebut berbeda dengan penelitian penulis.49 Penelitian
lainnya yang juga memakai analisis semiotik dan tokohnya pun sama dengan
47
Argawi Kandito, Menguak Tabir Kematian, Cet. II (Yogyakarta: Pustaka Psantren,
2011), h. 91-94
48
Amina Wadud, Quran Menurut Perempuan..., h. 91
49
Irpan. “Pesan Semiotis al-Qur‟an: Analisis Strukturalisme QS. al-Lahab,” h. 8 dan Pipit
Aidul Fitriyana, “Kisah Yusuf dalam al-Qur‟an: Perspektif Semiologi Roland Barthes,” (Skripsi
S1Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.
13
tokoh yang diangkat oleh penulis adalah Skripsi oleh Lexi Zulkarnaen Hikmah
dengan judul Hadis Tentang Keutamaan Ibu; Suatu Tinjauan Dan Analisis
Marwih. Desertasi ini membahas sedikit tentang akhirat tapi tidak sampai pada
Ayat-ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka, skripsi oleh Mega Rista
analisis semiotik. Skripsi dengan tema Zauj dalam al-Qur‟an: Studi Tafsir
Tematik oleh Mauidzoh Hasanah memiliki kesamaan dengan apa yang dilakukan
G. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan penulis sajikan menjadi lima bab. Masing-masing
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, kajian
50
Lexi Zulkarnaen Hikmah, “Hadis Tentang Keutamaan Ibu; Suatu Tinjauan Dan Analisis
Semiotik Carles S. Peirce,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.
51
Ahmad Zirzis Marwih, “Argumen al-Qur‟an tentang Hari Kebangkitan,” (Tesis S2
Pascasarjana Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 55-59
14
dengan sub bab tentang sejarah, pengertian dan ruang lingkup semiotik, tokoh dan
istilah dalam semiotik serta membahas riwayat hidup Charles Sander Piers dan
model semiotiknya.
Bab tiga, membahas tentang surga dan pasangan dengan sub bab pengertian
surga, kriteria dan nama-namanya. Selain itu, dibahas pula pengertian pasangan,
Charles Sanders Peirce terhadap teks ayat-ayat yang berbicara tentang pasangan di
surga serta tinjauan kritis persamaan dan perbedaan antara penafsiran ulama dan
Bab kelima, adalah penutup dan kesimpulan. Bab ini menjawab rumusan
lebih lanjut.
BAB II
diketahui bahwa ada istilah lain yang sejajar dengan semiotika dan dipakai untuk
merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau
lambang. Semiotika dan semiologi merupakan dua istilah yang sering didengar
dan dipakai. Istilah pertama identik dengan pemikiran Charles Sanders Peirce, dan
istilah ini mengacu pada para pengikut dari dua kubu Peirce dan de Saussure.
dengan yang kedua. Akhirnya, pengikut de Saussure pun sering memakai kata
tersebut.2
Bila dilihat dari sejarah, Istilah semeiotics pertama kali diperkenalkan oleh
ahli medis. Ia adalah Hippocrates yang hidup antara 460-377 SM. Ia adalah
penemu ilmu medis Barat yang di antaranya berupa ilmu gejala-gejala. Menurut
Hippocrates, gejala adalah semion (bahasa Yunani) untuk “penunjuk” (mark) atau
1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan istilah Semiotik dengan tanda a berarti
adjektiva, yaitu kata yang menjelaskan nomina atau pronomina, Semiotika dengan tanda n berarti
nomina, yaitu kata benda dan Semiologi dengan tanda n. Semiotik diartikan sebagai kata yang
menjelaskan nomina dan pronomina yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang.
Semiotika adalah ilmu (teori) tentang lambang dan tanda (dalam bahasa, lalu lintas, sandi morse
dan lain sebagainya). Sedangkan semiologi sama dengan semiotika. Lihat Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa,edisi 4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 22008), h. Xxxiii dan
1263. Penulis dalam penelitian ini akan menggunakan istilah semiotik dan semiotika secara
bergantian. Kedua kata ini dianggap sama oleh penulis dalam.
2
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2003), h.
11-12
15
16
“tanda” (sign) fisik. Secara esensial istilah semiotik di sini bermakna diagnosis
medis karena medis esensinya adalah membahas apa yang direpresentasikan oleh
mengindikasikan penyakit atau kondisi tertentu.3 Oleh sebab itu, bisa dikatakan
Konsep tanda yang mendekati konsep semiotika pertama kali adalah yang
diperkenalkan oleh Santo Agustinus yang hidup sekitar 354-430 M, akan tetapi, ia
membagi tanda menjadi tiga. Adalah Tanda Alami, Tanda Konvensional dan
Tanda Suci. Tanda alami maksudnya adalah tanda yang ditemukan di alam. Gejala
untuk merespon keadaan fisik dan emosional tertentu, semuanya merupakan tanda
alami. Adapun tanda konvensional, yang dalam semiotika modern saat ini dibagi
menjadi tanda verbal dan nonverbal, artinya adalah tanda yang dibuat oleh
manusia. Misalnya seperti kata, isyarat dan simbol. Terakhir, tanda suci ia
definisikan sebagai tanda yang memuat pesan dari Tuhan, seperti mukjizat. 4
dianggap sebagai sebuah cabang keilmuan yang sangat penting dan berpengaruh
sejak empat abad yang lalu. Ia tidak hanya dipandang sebagai metode kajian
berkembang dan akhirnya menjadi model atau paradigma bagi berbagai bidang
3
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan
Teori Komunikasi. Penerjemah Evi Setya Rini dan Lusi Lian Piantari (Yogyakarta: Jalasutra,
2010), h. 7-
4
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna...,h. 11
17
pengetahuan dan budaya adalah gagasan Ferdinan de Saussure dan Carles Sander
kontemporer.6
Secara bahasa, semiotika adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu Semeion. Kata ini memiliki arti tanda (sign).7 Sedangkan dalam
Oxford, kata ini diartikan sebagai “...The study of sign and symbols and of their
meaning...” 8 yaitu ilmu yang mempelajari tanda, simbol dan makna atau maksud
semiotika sebagai ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan: Apa yang dimaksud
dengan X ?, sedangkan X itu dapat berupa apa pun, baik kata, isyarat keseluruhan
komposisi musik atau film dan lain sebagainya. Lebih rinci, dia menjelaskan
bahwa jangkauan X bisa bervariasi tapi tidak dengan sifat dasarnya. Jika Y adalah
secara esensial dipahami menjadi suatu upaya untuk menentukan sifat relasi X =
5
Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna,
edisi 4 (Bandung: Matahari, 2012), h. 299
6
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna...,h. 34
7
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Cet. 3 (Yogyakarta: JALASUTRA,
2009), h. 11
8
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (T.tp: Oxford University Press, t.t) h. 1209
9
Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Ed. 3 (Depok: Komunitas Bmbu,
2014), h. xxix
18
10
Y. Definisi-definisi ini memiliki kesamaan yaitu menunjuk pada kajian tanda,
akan tetapi Denesi dalam hal ini lebih menekankan pada semua peroses bukan
hanya pada tanda semata. Proses yang dimaksud di sini adalah relasi tanda dengan
perinsip adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk berdusta (lie). Bila dilihat sepintas, definisi ini agak sedikit aneh,
kebenaran. Hal ini disebabkan karena bila tanda tidak dapat digunakan untuk
kedustaan. Oleh sebab itu, walaupun Eco menjelaskan semiotika sebagai teori
kedustaan, implikasi di dalamnya adalah teori kebenaran, seperti kata siang yang
cakupan dan ruang lingkup kajian yang luas, tidak terbatas. Ia bisa masuk pada
semua lini kehidupan selama terkait dengan sosial budaya manusia. Maka hemat
penulis, teks agama, tanpa terkecuali al-Qur’an12 yang telah masuk dalam
kehidupan sosial budaya manusia termasuk dalam ruang lingkup kajian semiotik,
10
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h. 5
11
Yasraf, Semiotika dan Hipersemiotika..., h. 44-45
12
Al-Qur’an identik dengan ayat. Ayat maknanya adalah tanda. Ini sama dengan semiotik
yang asalkatanya semeon, juga bermakna tanda.
19
Secara garis besar, teori tentang tanda, manusia dan makna dapat dibagi atas
tokoh semiotika yang terkenal dan berperan penting dalam pengembangan kajian
ini ada dua, yakni Ferdinan de Saussure dan Carles S. Peirce. Tokoh pertama ini
adalah ahli bahasa kelahiran Jenewa (1857). Ia belajar studi bahasa di University
Geneva. Buku yang ia tulis semasa mahasiswa hanya satu yaitu Mémoire sur le
système primitif des voyelles dans les langues indo-européeness. Ini adalah buku
mengajar di École des Hautes Études di Paris dari 1881-1891, dan kemudian
University of Geneva. Walau de Saussure tidak pernah menulis buku lagi, terbukti
lain, dan menulis karya yang akan berkembang di masa depan, Cours de
ilmu psikologi sosial.15 Tanda16 bahasa oleh Saussure, dalam Cours, digambarkan
13
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 5
14
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h.34
15
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta:
Jalasutra, 2011), h. 3
16
Tanda diartikan sebagai sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan
dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai apapun yang dapat digunakan untuk
mengartikan sesuatu hal yang lain. Menurut Pierce, yang dikutip oleh Arthûr dan Berger, tanda
dipahami sebagai suatu pegangan seseorang akibat keterkaitan dengan tanggapan atau
20
sebagai struktur biner, yaitu yang terdiri dari dua bagian. Pertama, bagian fisik
sosial. Oleh karena itu, tautan petanda dan penanda menurut Saussure bersifat
mana suka (arbitrer) serta konvensional dan terdiri dari perangkat kaidah sosial
yang disadari bersama (langue) dan praktik sosial (parole). Lebih lanjut lagi,
tertentu) dan bila dilihat sebagai gejala sosial, bahasa terdiri dari dua tataran, yaitu
kaidah sistem internal (langue) dan praktik sosial (parole).18 Inilah lima hal
penting dan merupakan dasar-dasar semiotika Saussure. Teori Saussure ini, selain
adalah Barthes dan Derrida. Mereka menggunakan teori yang sama dengan
dianggap sudah wajar dalam suatu kebudayaan adalah hasil dari proses konotasi.
Penekanan teori tanda Barthes adalah pada konotasi dan mitos. Menurutnya, bila
konotasi menjadi tetap maka itu akan naik menjadi mitos, sedangkan saat mitos
menjadi mantap, maka itu akan menjadi sebuah ideologi. Sedangkan Derrida
termasuk yang mengkritik Saussure, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ia tetap
semiotika sebagai suatu cabang dari filsafat. Semiotika merupakan sebuah nama
lain dari logika.21 Semiotika Pierce disebut semiotika pragmatis. Tanda atau
interpretan dan objeknya. Keduanya, mengenai simbol yang dalam istilah Peirce
masuk bagian hubungan representamen dan objek acuannya dan dalam istilah
dan Perron. Menurut keduanya, penelitian semiotik mencakup tiga ranah yang
berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari lingkungannya (the world), yaitu
Ketiga ranah ini sejajar dengan teori Pierce tentang proses representasi dari
representamen.23
19
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 30-31
20
Untuk lebih rinci tentang Pierce nanti akan dipaparkan dalam sub bab riwayat hidup dan
model semiotikanya.
21
Kris Budiman, Semiotika Visual..., h. 3
22
Kris Budiman, Semiotika Visual..., h. 17-22
23
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 35
22
19 April 1914. Peirce bila melihat komentar Aart van Zoest, Paul Cobley dan
Litza Jansz yang dikutip oleh Alex Sobur24 bias dikatakan sebagai orang yang
antaranya diskursus geologi, kimia, fisika dan termasuk apresiasi prosedur yang
mengklaim dirinya telah berhubungan dengan para pemikir besar pada masanya
dalam bidang ilmu fisika dan telah memberikan kontribusi bagi matematika,
optics, gravimetry dan lainnya. Sebelum kuliah di Harvard, pada umur 16 tahun
dia sudah melakukan training di laboratorium kimia selama sepuluh tahun, dan
perpustakaan menghabiskan waktunya dua jam setiap hari selama lebih tiga tahun
untuk mengkaji “Critique of Pure Reason” karya Immanuel Kant. Hal ini
untuk diketahui bahwa pengujian teori dalam terapan, antara teori sebagai hasil
analisis dari hubungannya dengan fakta-fakta dan dengan teori sebagai hasil
pengujian dari metode, berbeda. Pertama berguna untuk verivikasi teori atau
kekurangan, atau kekuatan dan kelemahan teori tersebut. Alasannya, karena jenis
24
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39
25
Rodliyah Khuza’i, Dialog Epistimologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Peirce
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 71-73
26
Mengenai Peirce, selain penjelasan ini, bisa dilihat di Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,
h. 39-40
23
teori ini berisi proses-proses dalam penelitian dan asumsi-asumsi yang dibangun
dari proses-proses tersebut. Selain itu, tanda menurut Peirce berkaitan erat dengan
firstness yaitu tanda sebagai tanda itu sendiri, yang disebut representament. Tanda
sebagai secondness yaitu objeknya. Terakhir, tanda sebagai thirdness, yaitu tanda
sesuatu yang dapat dipersepsi; Objek (O), sesuatu yang mengacu pada hal lain dan
Bila dirinci, tahapan dari proses semiotic Peirce yaitu penyerapan aspek
pemaknaan dan penafsiran tanda. Karena proses ini melalui tiga tahap maka teori
Pierce ini disebut bersifat trikotomis. Perlu diperhatikan pula bahwa cara
pemaknaan tanda melalui kaitan antara representamen dan object didasari oleh
pemikiran tidak selalu samanya antara object dan realitas representamen, karena
27
Lexi Zulkarnaen Hikmah, “Hadis Tentang Keutamaan Ibu; Suatu Tinjauan dan Analisis
Semioti Carles S. Peirce,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008), h. 18-20
28
Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya, Cet. 2 (Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia), h. 117
29
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 8-9
24
Bila digambarkan, maka pola semiotik Peirce akan seperti diagram di bawah
ini30:
Objek (O)
trikotomi pertama adalah qualisign, sinsign, dan legisign yang ketiganya ada
kedua ikonis, indeks dan simbol, yang ada dalam dimensi hubungan objek dan
digunakan dalam berbagai karya semiotika. Ketiganya adalah ikon, indek dan
simbol.32 Pengklasifikasian tanda oleh Pierce ini diakui Kris Budiman sangat
sulit33, dan ketiga tanda tersebut yang dianggap paling simpel dan fundamental.34
30
Pola semiotika Peirce sering digambarkan demikian, tetapi penulis tidak tahu seca pasti
apakah Peirce menggambarkan pemikirannya dengan segitiga. Sepintas menurut penulis, ia tidak
menggambarkan pemikirannya dengan gambar segitiga. Itu dilakukan para pengkaji pemikiran
peirce untuk mempermudah dalam memahami. Asumsi ini berdasarkan dari gambar yang dilihat
oleh penulis dalam beberapa tulisan ada yang menggambar segitiga dengan garis alasnya putus-
putus dan ada juga yang menggambar dengan garis alas yang tidak putus-putus. Ada pula yang
meletakkan representamen di ujung atas segitiga. Ini sebagaimana dilakukan oleh Danesi.
31
Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya,h. 116
32
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h. 38
33
Bahkan menurut Christomy, penyebab sulitnya memahami konsep tanda Peirce karena
karyanya sendiri merupakan proses yang belum selesai. Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotika
Budaya,h. 118. Peirce harus dianggap selalu berada dalam proses dan terus mengalami modifikasi
25
identitas dengan objek yang ada dalam kognisi manusia yang bersangkutan.
Dengan kata lain, ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui bentuk
replikasi, simulasi, imitasi atau persamaan. Ikonisitas ini bisa ditemukan dalam
merupakan bunyi tiruan tikus. Ini yang verbal. Sedangkan yang nonverbal,
apabila sepatu teman kosan tidak ada di tempat biasanya berarti teman kosan
sedang keluar. Tidak adanya sepatu teman kosan di tempat biasa merupakan
lainnya adalah gambar rambu tikungan ganda. Gambar rambu tikungan ganda,
pertama bisa dipahami sebagai ikon karena memiliki kesamaan dengan acuannya,
yaitu berkelok. Di sisi lain, gambar tersebut digunakan sebagai indeks bagi para
serta penajaman lebih lanjut, karena karyanya yang berisikan telaah mengenai masalah yang
menjadi bidangnya tidak pernah diterbitkan dalam bentuk buku ia menerbitkan tulisan lebih dari
sepuluh ribu halaman cetak. Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 40
34
Kris Budiman, Semiotika Visual..., h. 19
35
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 9
36
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h. 38, Kris Budiman, Semiotika Visual..., h. 20,
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 10
37
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya..., h. 9
38
Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h. 38
26
adalah simbol orang meninggal di beberapa tempat dan O2 adalah simbol dari
oksigen.
memahami:39
ini:40
39
Tabel ini diambil dari buku Arthur Asa dan Berger, Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer... h. 14
40
Tabel ini diambil dari buku Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna..., h. 39
27
Pierce bisa dimaknai melalui banyak jalur atau beragam sisi. Dalam dimensi objek
di antaranya dari sisi ikonik, indeks atau simbolis. Bahkan satu tanda bisa
dimaknai melalui tiga sisi tersebut secara bersamaan. Semua akan berimplikasi
tanda.
41
Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya,h. 116
BAB III
sangat indah. Ini sebagai balasan pada orang-orang yang berbuat baik selama di
indah. Maka balasan di surga pun indah dan bahkan melebihi keindahan di dunia.
Hadis nabi juga banyak memuat atau menceritakan tentang keindahan surga dan
berbagai macam kenikmatannya. Ini bisa dilihat dalam kitab-kitab hadis seperti
Sahîh al-Bukhârî dan Sahîh Muslim. Dua kitab ini memuat bab khusus membahas
Surga.1
Saat berbicara tentang surga, term pasangan juga penting untuk dibahas. Hal
ini karena pembahasan pasangan juga sering digandengkan dengan term surga.
Pasangan merupakan salah satu kenikmatan yang diberikan Allah di surga pada
A. Surga
1. Pengertian Surga
Secara bahasa, kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki dua arti. Pertama, sebagai alam akhirat yang membahagiakan ruh
manusia yang hendak tinggal di dalamnya dalam keadaan kekal. Kedua, sama
1
Lihat; dalam Kitâb al-Jannah wa Sifati Na’îmihâ wa Ahlihâ di Muslim bin al-Hajjâj al-
Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim (Bairût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008), h. 1087-1091., dan
dalam Bâb Mâ Jâ`a fî Sifati al-Jannah wa Annahâ Makhlûq di al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî
(Riyâḏ: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, 1998), h. 622-624
28
29
juga terdapat gabungan kata surga dan jannah menjadi Surga Jannah.
Gabungan kata ini diartikan sebagai alam akhirat tempat jiwa (ruh)
dunia.2 Kata ini dalam al-Qur‟an terjemah baik terjemah Kementrian Agama
Kata surga di dalam al-Qur‟an disebutkan tidak kurang dari 147 kali, yaitu
berada dalam 65 surah dengan bentuk mufrad, tasniyah dan jamak.3 Kata ini
merupupakan bahasa Arab yang akar katanya adalah janna dan memiliki arti
satara yaitu menutup atau menyamarkan. Kata ini satu akar dengan kata janîn4,
junnah5, jân6 dan lainnya.7 Semuanya mengacu pada sesuuatu yang sukar atau
sulit diketahui atau tertutup bagi panca indra manusia. Baik itu karena
merupakan materi yang sangat kecil seperti jân atau yang berada dalam alam
Jannah adalah kebun dengan pepohonan lebat yang dapat menutupi tanah.
Kata ini oleh orang Arab sering digunakan untuk menyebut kurma. Biasanya,
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, cet. 4
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1109
3
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur`ân bi Hasiyah al-
Mushaf al-Syarîf (Qâhirah: Dâr al-Hadîs, 2007), h.221-223 dan Muhammad „Adnân Salîm dan
Muhammad Wahbî Sulaimân, Mu’jam Kalimât al-Qur`ân al-‘Azîm (Damaskus: Dâr al-Fikr,
1998), h. 436-441
4
Anak yang masih dalam kandungan ibunya. Bentuk pluralnya adalah ajinnah. Al-Râghib
al-Asfahânî, Mu’jam Mufradât al-Qur`ân (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah), h. 111-112
5
Baju Pelindung; segala sesuatu yang dapat menjaga bisa disebut junnah. Lihat;
Muhammad bin Mukrim bin Manzûr al-Afriqî al-Misrî, Lisân al-‘Arab, Jil. 13 (Bairût: Dâr Sâdir,
1990), h. 94
6
Termasuk dari makhluk hidup yang sangat kecil, matanya hitam tapi tak berbahaya. Ini
banyak di rumah-rumah. Lihat; Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 13, h. 97
7
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 13, h. 93-100., Al-Sayyid Muhammad Murtaḏâ al-
Husainî al-Wâsiti al-Zubaidî al-Hanafî, Tâj al-‘Arûs min Jawâhir al-Qâmûs, Jil. 9 (T.tp: Dâr al-
Fikr, t.t), h. 163-166 dan dalam Sahabuddin, ed., Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 386
30
terdapat kurma dan pohon lainnya.8 Dengan kata lain, jannah bisa juga berupa
al-hadîqah dzâtu al-syajar, kebun atau taman yang memiliki berbagai macam
pepohonan.9 Bagi al-Asfahânî, setidaknya ada dua alasan kenapa surga disebut
Adapun secara etimologi surga oleh para ahli dipahami berbeda secara
redaksi teks. Hal itu karena al-Qur‟an tidak memberikan penjelasan apa itu
memahami surga sebagai tempat kedamaian yang Allah persiapkan bagi orang-
dijadikan balasan atas keimanan yang jujur dan benar serta perbuatan yang
saleh.13 Tidak jauh berbeda dengan dua definisi di atas adalah yang ditulis oleh
Nisâ` ayat 124, surga dipahami sebagai tempat orang-orang beriman dan
8
Lihat; Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 13, h. 93-100., dan Murtaḏâ, Tâj al-‘Arûs..., Jil. 9,
h. 163-166
9
Lihat dalam Nina M Armando, ed., Ensiklopedi Islam Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005), h. 272
10
Al-Asfahânî, Mu’jam Mufradât al-Qur`ân, h. 111.
11
Ayat-ayat di dalam al-Qur‟an yang menggambarkan sifat-sifat surga tidak kurang dari
100 ayat. Lihat; Jâsim „Abd al-Rahmân, Fi Riyâḏ al-Jannah, Juz 5,. Cet. 3 (t.t: al-Maktab al-Misrî
al-Hadîts, 2004), h. 226
12
Syekh Muhammad bin Ibrâhim bin „Abdullah al-Tuwaijirî, Ensiklopedi Islam Kaffah.
Penerjemah Najib Junaidi dan Izzuddin Karimi (Surabaya:Pustaka Yassir, 2009), h.201
13
al-Tuwaijirî, Ensiklopedi Islam Kaffah, h.1673
31
tertutup (sesuai dengan makna asal jannah) dari berpaling darinya, sebab
Selain dalam ensiklopedi dan buku di atas ada banyak ensiklopedi dan buku
lain yang penyusun atau pengarangnya mencoba menjelaskan apa itu surga. Di
suatu tempat yang penuh kenikmatan. Tempat tersebut disediakan oleh Allah
bagi manusia yang memenuhi keriteria yang ditentukan-Nya seperti orang yang
14
Sahabuddin, ed., Ensiklopedi Al-Qur’an, h. 386
15
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani
Press, 2006), h. 33644
16
Al-Sya‟râwî, Khawâtir al-Sya’râwî Haula al-Qur`ân, Vol. 4 (T.tp: Sultân, t.t), h. 2339
17
Surga adalah tempat kenikmatan yang disediakan Allah untuk orang-orang mukmin yang
bertakwa, yang mengimani apa-apa yang harus diimani, yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan kepada orang-orang yang ikhlas. Lihat; Tim Baitul Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedia
Pengetahuan al-Qur’an dan Hadis, Vol. 1 (Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), h. 333
18
Surga secara terminologi diartikan sebagai “suatu tempat yang diliputi atau dipenuhi
berbagai macam kenikmatan dan kelezatan luar biasa, yang disediakan Allah untuk para hamba-
Nya yang berbakti dan taat kepada-Nya. H. 272
19
Waskito, Orang Indonesia Banyak Masuk Surga, Cet. 1 (Jakarta: Al-Kautsar, 2014), h. 1
20
„Umar Sulaiman al-Asyiqar, Ensiklopedia Kiamat: Dari Sakratulmaut hingga Surga-
Neraka. Penerjemah Irfan Salim, dkk (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 599
32
2. Kriteria Surga
a. Penuh Nikmat
Kenikmatan ini tidak bisa terindra atau terpikirkan oleh manusia secara rinci
dalam surah al-Ra‟du ayat 35. Matsal di sini, oleh Ibn Qutaibah diartikan
sebagai sifat.22 Lebih rinci lagi, al-Sya‟râwî menjelaskan bahwa jannah dan
tidak kita ketahui dengan hal yang pernah kita dengar, karena makna memberi
perumpamaan (matsal) adalah memahami yang belum diketahu dari hal yang
dan al-Sâffât ayat 45-47. Terlepas dari itu, ada nikmat lain di surga yang
nikmat langsung yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman
21
Lihat; Muslim, Sahih Muslim, h. 1087., dan al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî, h. 623., Salah
satu redaksi hadis dari Muslim;
،ني َّن يِبيِب،ايِبعيِبب يِبدي،َع ْن َعد ْندت،:، َّن، َّن، ، َع َعا،"،:ا، َع َع، َّن، َع يِب، ، َّن، الَّنيِب يِب، يِب، ْي َع، َعيِب،
ٌ َع ْن،َل،م َع، ني َعاص ِل َع ُه َع َع ُه َع َع َع َع ُه َع ْن َع َع َع َع ْن ُه َعْن َع َع
ٍر يِب يِب
،َع ْن ُهني، ُهْيَّن، م ْن، َلُهْن، يِب
ُه ْن ف َعي َع، م، يِب يِب يِب يِب يِب يِب ٍر يِب يِب
س َع م ْن، َع َع، َعْي ْن، َع َع، َع َعَع، َعَعَل، َع َعع ْن، ٌ ُه ُه، َعَعَل، َعت
ٌ نْيَع ْنف،تَعْي ْنعَع ُه،{فَع َعَل،:، ، َع ا، ، َعا َع،ص َعد ُها َع ْن
"،]17،: [ اسجد،}، َعْي ْنع َع ُه َع، َع نُه، يِب َع،َع َع اًء
22
„Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Tafsîr Gharîb al-Qur`ân (Lubnân: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1978), h. 20
23
Al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya’râwî Haula al-Qur`ân, Jil. 12 (t.t: Sultan: tt), h. 7372
33
seperti uang dan lainnya tidak akan ada di surga. Adanya uang di dunia sebagai
penghuninya akan langsung disediakan oleh Allah swt. Begitulah komentar al-
b. Kedamaian
tidak pernah merasa penat atau lelah. Tidak ada sifat-sifat buruk yang dimiliki,
Allah surah al-Hijr, ayat 45-48. Dengki (ghil) dalam ayat ini bukan dengki
Penyebutan sifat ini adalah sebagai sifat pertama yang dicabut oleh Allah dari
diri manusia26 bukan sebagai satu-satunya sifat buruk yang dicabut karena
semua sifat buruk dunia dicabut.27 Sedangkan bersaudara dalam ayat ini, oleh
ahli tafsir yang diberi julukan Fakhr al-Dîn28 tidak dipahami sebagai saudara
kandung akan tetapi dipahami sebagai saudara cinta kasih dan saling ikhlas.29
24
Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‘râwî, Jil. 3, h. 1335
25
Mahmud bin „Umar al-Zamakhsyarî al-Khawârizmî, Tafsîr al-Kasyâf ‘an Haqâ’iq al-
Tanzîl wa ‘Uyûni al-Aqâwîl fî Wujûhi al-Ta`wîl, Cet. 3 (Bairût: Dâr al-Ma‟rifah, 2009), h. 561 dan
Muhammad bin „Umar bin Husain al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib, Jil. 10 (Bairût:
Dâr al-Fikr, 1990), h. 197
26
Al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya‘râwî, Jil. 1, h. 212
27
Bandingkan antara al-Râzî, Mafâtih al-Ghaib, Jil. 10, h. 197, al-Tabarî, dan Muhammad
„Izzah Dârwazah, al-Tafsîr al-Hadîs: Tartîb al-Suwar Hasba al-Nuzûl, Jil. 4, Cet. 2 (Bairût: Dâr
al-Gharb al-Islâmî, 2000), h. 50
28
Muhammad Husain al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn: Bahts Tafsilî ‘an Nasy`ah
al-Tafsîr wa Tatawwurihi wa Alwânihi wa Madzâhibihi ma’a ‘Ardin Syâmilin li Asyhari al-
34
Selain itu, di dalam surga juga tidak ada perkataan omong kosong,
perkataan yang tidak ada manfaatnya dan apalagi perkataan yang menimbulkan
dosa. Tiada ucapan yang terdengar kecuali hanyalah ucapan salâm.30 Begitulah
kehidupan di surga, tenang dan damai tanpa kegaduhan. Kehidupan ini adalah
idaman.
c. Kekekalan
hidup dengan damai, tentram dan dipenuhi oleh kenikmatan atau hal-hal yang
disukai. Kehidupan dunia tidak menjajnjikan hal itu. Semua yang hidup akan
merasakan mati.31 Artinya, kehidupan itu hanya sementara, tidak akan abadi di
dunia. Ini berbeda dengan di Akhirat, khususnya di surga. Selain hidup dengan
kekekalan itu dengan menggunakan istilah khâlidun atau redaksi lain yang
diawali mâ al-Nafî.
mengomentari ayat ini, dalam masalah ketiga, al-Râzî menegaskan bahwa bila
Mufassirîn wa Tahlîlin Kâmilin li Ahammi Kutub al-Tafsîr min ‘Asri al-Nabî ilâ ‘Asrinâ al-Hadir,
Jil. 1, Cet. 6 (Qâhirah: Maktabah Wahbah, 1995), h. 298, Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-
Kitab Tafsir: Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, Cet. 1
(Pondok Cabe: Lingkar Studi al-Qur‟an (eLSiQ), 2013), h. 89
29
Al-Râzî, Mafâtih al-Ghaib, Jil. 10, h. 197
30
Qs. Al-Wâqi„ah (56): 25-26
31
QS.al-„Ankabût (29), 57
32
Redaksi ayat;
، َع َعذ، َع اُه، يِبْنزًء،َثَعَعٍر،م ْن َع،مْنلْي َعه يِب، ُه يِبزُه يِب، ُه َّن َع، ْنْلَعنْنْي َعه ُه، َتيِب َعه، َت يِب يِب، لَّن ٍر، َل، َّن يِب يِب، يِب ُه، آملُه، اَّن يِبذ، يِب يِب
م ْن َعْن،ي ت َعْن َع َّن َعُهْن َع،اص ِلَع ت َع َع َع َع َع َع
يِب يِب يِب يِب يِب يِب يِب يِب
)25 (، َع ا ُهد َع، ف َعه، َع ُه ْن،ٌم َع َّنهَع، ُه، َعُهتُه، َعْيْنب ُه، م ْن، ُه يِبزْنْيلَع،اَّنذي
ْنَعزَع ٌج ُه، ف َعه، َع َعَلُهْن، مَع َع ِبًء،
35
3. Nama-Nama Surga
Bila mengacu pada perkataan Ibn „Abbâs, surga ada tujuh. Ketujuhnya
adalah: Jannah Firdaus, „Adn, Jannah al-Na‘îm, Dâr al- al-Khuld, Jannah al-
Ma’wâ, Dâr al-Salâm dan ‘Illiyyîn.35 Berbeda dengan yang disampaikan Ibn
Kesembilan nama surga itu adalah semua yang disebutkan oleh Ibn Abbâs
kecuali ‘Illiyyîn dan tambahannya adalah Dâr al-Muqâmah, Maqâm Amîn dan
Dâr al-Muttaqîn. Selain nama-nama ini ada juga ulama yang menyebutkan
nama lain untuk surga yaitu Dâr al-Qarâr dan Dâr al-Jalâl.36
Bahkan bila seseorang ingin meminta surga, Nabi menyuruh agar meminta
surga Firdaus. Ini menunjukkan bahwa surga ini adalah yang mulia dan
Allah bisa dari tempat ini karena tempatnya yang berada di bawah ‘ars al-
Rahmân. Melihat Allah adalah nikmat tertinggi yang akan didapat di surga.38
33
Al-Râzî, Mafâtih al-Ghaib, Jil. 1, h. 139
34
Abû al-Fidâ‟ Ismâ„iîl bin Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azîm, Jil.
1 (Riyâḏ: Dâr al-Salâm, 1993), h. 97
35
Al-Asfahânî, Mu’jam Mufradât al-Qur`ân, h. 111
36
Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Vol. 5 (Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve, 1996), h. 1674
37
Kata firdaus berasal dari kata firdaws yang juga merupakan serapan dari bahasa Persia
Kuno (pairidaeza). Artinya adalah taman yang dikelilingi tembok. Lihat; Tim Baitul Kilmah
Jogjakarta, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, vol. I, Cet. 1 (Jakarta: Kamil Pustaka,
2014), h. 333
38
QS. al-Qiyâmah (75), 23
36
B. Pasangan
derivasinya. Kata ini diterjemahkan dan dipahami secara beragam.39 Ada yang
memahaminya sebagai istri dan ada pula yang memahaminya sebagai pasangan.
yaitu laki-laki. Di sisi lain, al-Qur‟an tidak pernah memihak hanya karena faktor
jenis kelamin atau unsur fisik lainnya. Tetapi, ia memihak pada apa yang ada
Oleh karena itu, perlu untuk menelaah lebih dalam apa itu azwâj ?.
1. Pengertian Pasangan
Kedua, perempuan (dalam konteks manusia) bagi laki-laki dan betina (dalam
koteks hewan) bagi jantan atau sebaliknya. Ketiga, salah satu dari organ tubuh
yang berpasangan. Keempat, sebagai pelengkap bagi yang lain. Kelima, huruf
Pengertian ini, terutama yang kelima berbeda dengan pasangan menurut para
ulama ahli bahasa Arab. Berdasarkan analisis mereka terhadap kata zauj di
Kata zauj adalah isim jâmid yang berasal dari zâ’, wâwu dan jîm. Secara
asal, menurut Ibn Fâris, kata tersebut menunjukkan pada makna perbandingan
39
Penjelasan tentang penerjemahan dan pemahaman beragam ini dapat dilihat dalam bab I,
di latar belakang masalah.
40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4, Cet. 3
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, , 2012), h. 1025
37
sesuatu dengan sesuatu yang lain.41 Kata tersebut bentuk jamaknya adalah
azwâj dan azâwîj.42 Bentuk jamak pertama yang banyak digunakan, bentuk
kedua jarang. Bahkan, bentuk jamak kedua ini tidak ditemukan penggunaannya
antaranya ada yang memahami sebagaimana dikatakan Ibn Syâmîl yaitu setiap
yang dua disebut pasangan. Bila dikatakan dua pasangan berarti ini adalah 4.
Menurut al-Azharî, pendapat ini ditolak oleh Ahli Nahu. Menurut mereka zauj
bermakna fardun.43 Mirzâ Basyir al-Dîn pun berkomentar bahwa banyak yang
salah memahami kata ini (zauj) dengan menyangka bahwa maksudnya adalah
dua. Sebenarnya, maksudnya adalah satu dari dua.44 Dengan kata lain ia adalah
sesuatu (satu) yang memiliki teman.45 Senada dengan ini, dan bahkan bisa
dikatakan lebih spesifik apa yang dikatakan Ibn „Âsyur, bahwa kata zauj adalah
digunakan untuk benda kedua yang bersamaan dengan benda lain dan
yang digunakan untuk masing-masing dari dua hal yang berdampingan atau
bersamaan, baik jantan atau betina, binatang (termasuk binatang berakal yaiu
manusia) dan juga digunakan untuk menyebut kedua yang berpasangan itu baik
binatang ataupun lainnya seperti sepatu dan sandal. Selain itu, al-Asfahânî
41
Abî al-Husain Ahmad bin Fâris bin Zakariyâ, Mu’jam Maqâyîs al-Lughah, Jil. 3 (Arab:
Dâr al-Fikr, 1979), h. 35
42
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 2, h 292
43
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 2, h. 292.
44
Mirzâ Basyir al-Dîn Mahmûd Ahmad, al-Tafsîr al-Kabîr, Jil. 1 (Islâm Âbâd: al-Syirkah
al-Islâmiyah al-Mahdûdah, 1993), h. 162.
45
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, h. 291
46
Muhammad al-Tâhir bin „Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Jil. 1 (Tunis: Dâr
Suhnûn, t.t), h. 428
38
menegaskan bahwa zauj juga bisa digunakan untuk sesuatu yang berhubungan
dengan yang lain dan keberhubungan tersebut bisa akibat kesamaan atau
terakhir memberi peluang bahwa kata zauj tidak dipahami hanya untuk sesuatu
yang dua saja. Terkadang, zauj juga bisa untuk sesuatu yang banyak. Ini bisa
dilihat dalam surah al-Sâffât ayat 22. Ada ulama yang memahami kata azwâj di
kepada Allah. Berdasarkan hal itu, bisa dikatakan bahwa zauj bisa dipahami
sesuai konteks ayat. Apakah itu tentang manusia atau lainnya, dua hal yang
berkaitan atau lebih. Bahkan, yang seperti ini sesuai dengan makna pasangan
Selain kata zauj yang menunjukkan adanya pasangan di surga, ada pula kata
hûr ‘în yang digandengkan dengan kata zawwaja. Ini terdapat dalam surah al-
Dukhân ayat 54 dan al-Tûr ayat 20. Kata ini adalah bentuk plural dari kata
ahwara ( )ح yang digunakan untuk maskulin dan haurâ` (ا )حdigunakan
untuk feminim. Contoh; rajulun ahwaru, imra`atun haurâ`.48 Kata ini berasal
dari kata al-hawaru.49 Secara bahasa, kata ini tidak hanya mengacu pada
seorang perempuan.
47
Al-Asfahânî, Mu’jam Mufradât alfâz al-Qur`ân (Bairût:Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 2004),
h. 241
48
Muhammad Murtaḏâ, Tâj al-‘Arûs min Jawâhir al-Qâmûs, Jil. 11, h. 53
49
Abî Nasr Ismâ„îl bin Hammâd al-Jauharî, Al-Sihâh: Tâj al-Lughah wa Sihâh al-
‘Arabiyyah, juz 2 (Lubnân: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t), h. 53, Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil.
4, h. 219, al-Asfahânî, Mu’jam Mufradât alfâz al-Qur`ân, h. 151
39
menggunakan kata al-zawâj atau al-nikâh oleh Muhammad bin Ahmad al-
menjimak dengan lafadz inkâh, tazwîj dan yang semakna.50 Sebenarnya, ini
adalah salah satu definisi dari banyak definisi yang diajukan oleh beberapa
madzhab. Definisi ini adalah definisi Madzhab Syâfi„î. Madhab Hanafî, Malikî
dan perempuan yang menjadi suami istri) bisa melakukan hal-hal yang sebelum
akad tidak boleh dilakukan. Dari pernikahan inilah akan terwujud sebuah
dengan keluarga kecil, yaitu keluarga yang hanya terdiri dari suami, istri dan
anak-anaknya.52
dan situasi. Maksudnya, nikah bisa jadi wajib bagi sebagian orang, sunnah bagi
perbuatan zina yang akan terjadi pada diri seseorang dalam situasi dan kondisi
50
Muhammad bin Ahmad al-Syarbinî al-Khatîb, al-Iqnâ’ fî Halli Alfaz Abî Syujâ’’
(Maktabah Dâr al-Khair, 2002), h. 417
51
Al-Ahwâl al-Syakhshiyyah (Qâhirah: Jâmi‟ah al-Azhâr Kulliyatu al-Dirâsât al-Islâmiyyah
wa al-„Arabiyyah, 2001), h. 7-8
52
Wahbah al-Zuhailî membagi keluarga menjadi tiga macam. Keluarga Kecil (Sughrâ),
Keluarga (Wustâ) dan Keluarga Besar (Kubrâ) , al-`Usrah al-Muslimah fî al-‘Âlam al-Mu‘âsir
(Damaskus: Dâr al-Fikr, 2000), h. 20
53
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurtubî al-Andalusî,
Bidâyah al-Mujtahid fî Nihâyah al-Muqtasid, Jil. 2 (Surabaya: Toko Kitab al-Hidâyah, t.t), h. 2
40
tauladan ummat Islam juga menikah. Bahkan, beliau menyebut nikah sebagai
sunnah.56
1. Membangun kejiwaan manusia secara sempurna. Hal ini bisa tampak pada
pertumbuhan tubuh atau emosi setiap orang baik laki-laki atau perempuan.
54
Muslim, Sahîh Muslim, h. 520
55
Terjemah ini diambil dari aplikasi Lidwa
56
Farj „Alî al-Sayyid „Anbar dan Abû al-Yazîd Muhammad, al-Ahwâl al-Syakhshiyyah
(Qâhirah: Jâmi„atu al-Azhar, 2001), h. 16
57
Al-Zuhailî, al-`Usrah al-Muslimah... h. 21 dan al-Sayyid „Anbar dan Abû al-Yazîd, al-
Ahwâl al-Syakhshiyyah, h. 20
41
tubuh.
adalah fondasi utama. Bahkan, tidak ada fondasi yang lebih kukuh untuk
memelihara dan memperkaya budaya bangsa. Tiga adalah fungsi cinta kasih.
Fungsi ini dinilai sebagai fungsi keluarga yang dapat menumbuhkan cinta kasih
Enam fungsi sosial dan pendidikan. Tujuh fungsi ekonomi. Terakhir, adalah
58
M. Quraish Shihab, Perempuan: Dari Cinta sampai Seks, dari Nikah Mut’ah sampai
Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2015), h. 137-149
BAB IV
SANDERS PEIRCE
Sebagai bentuk aplikasi metode tematik dalam penelitian ini penulis telah melacak
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî. Kata tersebut ditemukan sebanyak 81 kali dalam
menggunakan kata kunci azwâj dan derivasinya. Pengambilan sembilan ayat ini
dengan berpatokan pada ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kata jannah/ jannât.
Bila di ayat yang di dalamnya terdapat kata azwâj dan derivasinya tidak terdapat
kata jannah/ jannât penulis melihat ayat sebelumnya untuk memastikan bahwa
ayat tersebut tidak termasuk bagian dari kajian penulis. Setelah penulis melakukan
hal tersebut, dari sembilan ayat di atas kemudian penulis klasifikasi sesuai
kemiripan redaksi ayat sehinnga menjadi tiga kelompok ayat, yaitu; Kelompok
pertama: Surah al-Baqarah (2): 25, `Âlu „Imrân (3); 15, al-Nisâ` (4); 57, kedua:
Surah al-Ra‟du (13); 23, Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, al-Zukhrûf (43); 70,
semiotik.
1
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu„jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur`ân bi Hâsiyah al-
Mushaf al-Syarîf (Qâhirah: Dâr al-Hadîs, 2007), h. 408-410
2
Ayat-ayat yang penulis kumpulkan dan penulis klasifikasi dicantumkan dalam lampiran.
43
44
A. Penafsiran Ulama
ini akan memaparkan tiga penafsiran, yaitu dari al-Tabarî, al-Sya‟râwî dan
dengan metode analisis semiotik Carles Sanders Peirce. Tafsir pertama terkenal
sebagai salah satu ummahât al-tafsîr yang banyak memuat riwayat. Walaupun
memuat banyak riwayat, tafsirnya juga dianggap sebagai referensi yang penting
istimbat dan pentarjihan antara riwayat satu dengan lainnya. Ini menunjukkan
adanya cara pandang rasional dan pembahasan yang bebas serta rinci. 3 Kedua
terkenal sebagai tafsir yang memiliki corak tarbawî islâhî yaitu mendidik dan
kebenaran. Ini bisa dilihat dari penamaan karyanya (pemahamannya terhadap al-
Qur‟an) tersebut dengan istilah Khawâtir al-Sya‟râwî. 4 Salah satu yang menjadi
mengaitkan setiap ayat yang dipahami dengan ayat-ayat lain. Demikian itu, karena
ia meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur‟an adalah satu kesatuan yang tidak bisa
3
Muhammad Husain al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn: Bahts Tafsilî „an Nasy`ah al-
Tafsîr wa Tatawwurihi wa Alwânihi wa Madzâhibihi ma„a „Ardin Syâmilin li Asyhari al-
Mufassirîn wa Tahlîlin Kâmilin li Ahammi Kutub al-Tafsîr min „Asri al-Nabî ilâ „Asrinâ al-Hadir,
Jil. 1, Cet. 6 (Qâhirah: Maktabah Wahbah, 1995), h. 217
4
Al-Sayyid Muhammad „Alî Iyâzî, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum (Teherân:
Wizarât Farhink wa Irsyâdât Islamî, t.t), h. 269, Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab
Tafsir: Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, Cet. 1
(Pondok Cabe: Lingkar Studi al-Qur‟an (eLSiQ), 2013), h. 219
45
dipisahkan.5 Ini sesuai dengan metode tematik yang penulis gunakan dalam
penelitian ini. Sedangkan terakhir adalah salah satu tafsir yang dipandang sebagai
yang paling luas pembahasannya dan paling sering dijadikan rujukan di Indonesia.
Bahkan, penelitian terhadap kitab ini mulai dari skripsi, tesis, artikel dan karya-
karya lainnya sangat banyak. Alasan-alasan tersebut adalah acuan dasar bagi
dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan yang telah penulis lakukan pada
Surah al-Baqarah (2): 25, `Âlu „Imrân (3); 15, al-Nisâ` (4); 57
ٍ ا أَ َّل َ نَّل
ا ََْت ِي ِم ْي ََْتتِ َه ْاَْْن َه ُر ُكلَّل َم ِ ال ِا ِ ِ ِ
َ ُْ َ َ َ ّ ِ اَّل َي َآمنُو َ َعملُو َّل
ُرِزقُو ِمْنْن َه ِم ْي ٍَََ ِرْزقً قَ اُو َه َ اَّل ِي ُرِزقْْننَ ِم ْي قَْنْ ُ َأُتُو ِِ ُمتَ َ ِِبً َ َُْ فِ َيه
)25( َ ُ ِأ َْزَ ٌا ُم َ َّلهٌَ َ ُه ْ فِ َيه َ ا
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan
berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-
buahan dari surga dari surga, mereka berkata, “inilah rezeki yang diberikan
kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan
di sana mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di
dalamnya.”6
5
Husnul, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h. 222
6
Semua terjemah ayat dalam penelitian ini menggunakan al-Qur‟an Dan Terjemahnya
yang disusun oleh Kementrian Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,
Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah, Terbit di Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012.
46
kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan
Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.”
Bila dlihat dalam kitab tafsir al-Tabarî kata azwâj mutahharah di surah
dan kecurigaan serta hal-hal yang tidak disukai yang dimiliki wanita dunia
seperti haid, nifas dan segala produk tubuh lainnya. Pendapat ini kemudian
Ibn „Abbas dan Mujâhid. Dalam beberapa riwayat yang dipaparkan terdapat
pula keterangan bahwa perempuan itu suci dari hamil dan memiliki anak.8
Keterangan seperti ini juga al-Tabarî ungkapkan saat membahas surah `Âlu
„Imrân (3); 15, dan al-Nisâ` (4); 57 secara singkat. Terakhir, ia menegaskan
dengan ungkapannya:
7
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîli Âyi al-Qur‟ân, Jil.
1, juz 1 (Beirut: Dâr al-Fikr, 2005), h. 211
8
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Jil. 1, juz 1, h. 232-234
47
sebagai perempuan surga bukan perempuan dunia. Ini bisa dilihat dari
perkataannya:
kelompok satu12, yaitu kata azwâj mutahharah dalam surah al-Baqarah (2):
perumpamaan bahwa apa yang dibenci di dunia tidak akan ada di surga,
adalah kenikmatan dunia bagi seorang suami bila salehah dan sebaliknya ia
9
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Jil. 3, juz 3 dan Jil. 4, juz 5, h. 253 dan 180-181
10
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, juz 1, h. 211
11
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, juz 4 (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 2005), h. 147
12
Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî, Tafsîr Khawâtir al-Sya‟râwî Haula al-Qur‟ân, Jil. 1;
3; 4 (T.tp: Akhbâr al-Yaum, t.t), h. 212, 1333 dan 2343
48
Azwâj mutahharah dalam surah Âlu „Imrân (3); 15, dipahami sebagai
yang mencintai wanita di dunia, dia akan tahu bahwa wanita di dunia
terkadang muncul (secara tiba-tiba) sesuatu yang tidak disukai baik dari
fisik ataupun akhlak. Ini suatu saat membuat mereka ingin menjauh dari
wanita. Hal itu tidak terjadi pada wanita di akhirat. Lebih lanjut, dia
menegaskan bahwa dalam ayat ini ada bentuk perbandingan antara wanita
yang disucikan dan wanita di dunia. Ayat ini pulalah yang dikutip al-
surah Saba` ayat 13. Menurutnya, ini karena laki-laki di dunia terkadang
memiliki istri lebih dari satu yang antara satu dan lainnya tidak harmonis.
akhirat semuanya dalam satu bentuk kesucian. Tidak ada sesuatupun yang
surah al-Baqarah (2): 25 sebagai pasangan yang telah disucikan baik yang
„Imran (3); 15, dan al-Nisâ` (4); 57. Hanya saja, dalam surah al-Nisâ` dia
13
Quraish Shihab, Tafsîr Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol. 1, Vol.
2, Vol. 3 (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 128, 30 dan 455
49
Surah al-Ra‟du (13); 23, Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, al-Zukhrûf (43); 70
Penafsiran al-Tabarî terhadap kata azwâj yang terdapat dalam surah al-
Ra‟du (13); 23, Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, dan al-Zukhrûf (43); 7014
sebagai istri. Saat membahas surat Yâsîn dia tegaskan bahwa azwâj
merupakan ahli surga yang berada dalam surga. Kemudian dia mengutip
riwayat dari Mujahid yang menyatakan bahwa maksud dari azwâj adalah
halâil untuk memperkuat argumennya. Begitu pula saat membahas surah al-
Ra‟du dan Ghâfir dia memahami azwâj sebagai istri dunia. Dalam surah al-
14
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Jil. 8, juz 13, h. 141; Jil. 12, juz 23, h. 20; Jil. 12, juz 24, h.
44 dan Jil. 13, juz 25, h. 95
50
keadaan bahagia karena karamah Allah dan dengan keadaan gembira atas
bahwa saat ia membaca ayat ini ada seorang sepuh berwibawa memukul
dadanya dengan keras dan emosi. Hal itu ia lakukan karena dia melihat
sesuatu di istrinya yang membuat dia tidak suka. Dia terperangah karena
dia bisa saja membenci sesuatu yang ada pada istrinya tapi dia bisa saja
memiliki perbuatan baik di sisi Allah sehingga membuatnya jadi ahli surga.
selama di dunia. Selain itu, dikatakan pula kepada orang tersebut bahwa
mungkin dia keras perwatakannya atau rakus dan matanya tidak melihat
kebaikan sang istri. Terakhir, al-Sya‟râwî katakana bahwa istri yang dibenci
tersebut tidak akan seperti saat di dunia. Ia, di surga diciptakan dengan
penampilan yang baru. Sedangkan dalam surah al-Ra‟du dan Ghâfir, kata
penjelasannya:
masuk surga. Lebih lanjut menurut al-Sya‟râwî, sebuah kesalahan bila kita
istilah zaujah .15 Begitu pula dalam surah al-Zukhrûf, azwâj dipahami
yang berada dalam diri manusia (perempuan atau lelaki) mulai sejak masa
(13); 23, Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, dan al-Zukhrûf (43); 70 sebagai
surah Yâsîn dia menjelaskan lebih rinci bahwa yang tidak mempunyai
Ayat kelompok tiga, yang di dalamnya terdapat kata hȗr „în ini oleh al-
15
Al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî, Vol. 12, h. 7297; Vol. 21, h. 13312
16
Al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî, Vol. 20, h. 12682; Vol. 23, h. 13944
17
Quraish Shihab, Tafsîr Al Misbah.. Vol. 6, h. 581; Vol. 11, h. 559-560; Vol. 12, h. 290
dan Vol. 8, h. 590
52
Al-Tabarî menjelaskan kata hûr, bentuk plural dari kata haurâ`, dengan
makna kata tersebut yang benar adalah putih bersih. Pendapatnya diperkuat
dengan riwayat dari Qatâdah melalui jalur Basyar dan Ibn „Abd al-`A‟lâ,
artinya yang matanya sangat putih dan sangat hitam. Sedangkan „în adalah
bentuk jamak dari „ainâ` yang artinya lebar dua matanya serta indah. Sama
adalah seorang perempuan, tapi ini tidak penting baginya. Zawwaja dalam
ٍ ِع
ayat ٌن َ َزَّل ْ نَ ُه ْ ِِبُوٍر ini berbeda dengan syariat Islam berupa pernikahan
yang sama sehingga menjadi sepasang. Selain itu, pemasangan di sini hanya
Sedangkan kata hûr „în menurut Quraish Shihab , sosoknya bisa laki-laki
atau perempuan yang dia beri nama Bidadari atau Bidaddara. Dia juga
18
Al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî, Vol. 22, h. 14029; Vol. 23, h. 14640
53
katakan bahwa ini bukan dari jenis manusia. Secara hakiki bisa dikatakan
bahwa ini adalah jenis makluk yang bermata lebar atau sipit (sesuai idaman
juga dalam arti yang putih sangat putih dan yang hitam sangat hitam. Hûr
juga bisa berarti bulat atau sipit. Kata „în maknanya bermata besar dan
indah. Dan kata zawwaja tidak dia pahami seperti pernikahan yang dikenal
dalam syariat Islam di dunia. Hal ini bukan karena di akhirat sudah tidak ada
taklîf dan lain sebagainya sebagaimana di dunia, tapi juga karena zawwaja
Penjelasan dalam bagian sub bab ini adalah pengaplikasian semiotik Charles
analisa semiotik Peirce di sini digunakan dalam tiga tahap. Pertama analisa
semiotik Peirce terhadap ayat-ayat untuk melihat alur logis ayat. Ini berguna
untuk melihat persamaan dan perbedaan ayat secara lebih detail. Kedua,
digunakan untuk memahami makna ayat secara simbol. Tahap ini, merupakan
19
Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah.. Vol. 12, h. 327-328; Vol. 13, h. 134
54
dalam hal ini ayat-ayat tentang pasangan di surga, menjadi layak dijadikan sebuah
Sebagaimana telah dibahas dalam bab dua, ground/ latar penting untuk
dipahami, karena ini ada kaitan erat dengan representamen. Teks suci memiliki
unsur keagamaan yang dianut oleh pemeluknya sehingga dianggap suci. Kedua
teori semiotik Peirce, sifat konvensi termasuk dalam kategori thirdness. Dalam
dan mengikuti jalan Allah dan orang-orang bertakwa (beriman dan muslim).20
20
Lihat; QS. al-Baqarah (2): 25, `Âlu „Imrân (3); 15, al-Nisâ` (4); 57, al-Ra‟du (13); 23,
Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, al-Zukhrûf (43); 70, al-Dukhân (44); 54 dan al-Tûr (52); 20.
55
(O1)
Orang
beriman dan (O2) (O3) (O4) (O5)
ٍ ُكلَّلم رِزقُو ِمْنْنه ََْت ِي ِمي ََْتتِه ْاَْْنه ر َ نَّل
ا ٍ ََ ِم ْي
berbuat baik (OIB) َ ُْ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ
(O)
Mutahharah/ li al-tabsyîr
O
Mutahharah/ li khairi al-khabar
O
Mutahharah/ Dzillan dzalîlâ
(O6) (O7)
ِ ِ ٍ ِمي ُك ِ ِب
ْ َ اْ َم ًَّلئ َكةُ َ ْ ُ لُو َ َعلَْيه َّ ْ
O
Man salaha min abâihim wa
azwâjihim wa dzurriyyâtihim/
„Uqbâ al-dâr
O
Wa azwâjuhum/ Dzilâl
O
Man salaha min abâihim wa
azwâjihim wa dzurriyyâtihim wa/
Du„âu al-malâikah
ك ِ
َ َك َ ا Begitulah Mereka juga Dengan
(R1) kenikamatan dipasangankan Hûr „în
surga bagi (I2/R3) (I3)
orang bertakwa
(I1/R2)
(O)
Hûr „în
ل ُفوفٍَة
ْ ٌن َعلَى ُسُ ٍر َم
ِِ
َ ُمتَّلكئ Mereka (OBS) Mereka Dengan
(R1) di surga-surga dipasangkan Hûr „în
bertelekan (I2/R3) (I3)
di atas
dipan-dipan
berderetan
(I1/R2)
62
(O)
Hûr „în
pasangan di surga, yaitu pasangan yang disucikan, pasangan yang saleh dari
bumi dan hûr „în (bukan dari jenis dunia) yang dipasangkanoleh Allah.
ayat tentang pasangan di surga sebagai tanda awal. Tanda tersebut berelasi
“Pasangan di surga yang disucikan adalah pasangan yang saleh saat di dunia”.
Hasil interpretasi ini menjadi tanda baru yang berelasi dengan “hûr „în yang
saleh di dunia dan hûr „în (bukan dari jenis manusia/bukan dari bumi) yang
C. Tinjauan Kritis
spesifik penafisran tiga tokoh21 terhadap ayat-ayat pasangan di surga yang telah
perempuan ini disediakan Allah dalam surga bagi orang-orang yang baik dan taat.
Mereka dalam al-Qur‟an disifati dengan kata mutahharah. Kata ini memiliki
makna disucikan yang kemudian dipahami oleh al-Tabarî sebagai kesucian dari
semua penyakit yang ada dalam diri perempuan dunia yaitu seperti haid, nifas dan
kaum lelaki. Ini jauh dari yang sebenarnya, karena kata azwâj yang digunakan al-
Bila dilihat dari definisi kata zauj menurut al-Tabarî, maka perempuan yang
21
Tiga tokoh ini sudah penulis sebutkan di awal bab IV beserta alas an-alasan pengambilan
penafsiran ketiganya.
22
M. Quraish Shihab, Kematian adalah nikmat (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 241
64
secara tegas dan tidak ada indikasi bahwa perempuan yang dimaksud adalah istri
yang di dunia. Itu karena al-Tabarî hanya mengatakan bahwa mereka adalah
sebagain orang, termasuk saya akan mengatakan bahwa maksud al-Tabarî bukan
istri dari dunia tapi istri yang disediakan di surga. Lebih-lebih saat menjelaskan
dua surah al-Ra‟du (13); ayat 23 dan Ghâfir (40); ayat 8 yang jelas berbicara
pasangan di dunia dan dipahaminya sebagai istri, tidak ada penekanan bahwa ia
Hûr „în dalam surah al-Dukhân (44); 54 dan al-Tûr (52); 20. Kata ini pun
dimasukkan ke surga dan diberi pakaian sundus dan istabraq. Nampaknya, ini
bukan pula azwâj mutahharah yang ada dalam surah al-Baqarah, `Âlu „Imrân dan
(O)
Perempuan Surga, suci dari penyakit jasmani
23
Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, juz 24, h. 136
65
(O)
Perempuan yang dinikahkan
laki-laki atau perempuan yang merupakan pasangan dari dunia. Mereka sama-
sama baik dan taat kepada Allah sehingga mereka dimasukkan kedalam surga-
Nya. Bila dilihat secara parsial, al-Sya‟râwî saat menjelaskan surah al-Baqarah,
`Âlu „Imrân dan Yâsîn seakan lebih condong memahami pasangan sebagai
kemungkinan besar karena audien yang hadir ke majlis al-Sya‟râwî adalah laki-
laki. Tetapi, bila dilihat secara tematis tidak demikian. Saat membahas surah al-
Ra‟du terlihat jelas bahwa pasangan yang dimaksudnya laki-laki atau perempuan.
Mereka disucikan dari segala sesuatu baik rohani ataupun jasmani yang tidak
disukai oleh pasangannya selama di dunia. Hûr „în yang juga dijadikan pasangan
bagi orang baik dan taat kepada Allah sosoknya adalah perempuan tetapi ini
menurutnya tidak penting. Pasangan yang dimaksud di sini juga tidak seperti
(O1) (O2)
Suami/ Istri Perkara yang tidak disukai di dunia
(O)
Perempuan bukan dari jenis
manusia
terlihat lebih umum. Artinya, kata tersebut diartikan sebagai pasangan baik laki-
laki atau perempuan. Pasangan di sini ialah pasangan saat di dunia yang sama-
sama baik, saleh dan taat. Inilah syarat yang harus dipenuhi sebagaimana
termaktub dalam surah al-Ra‟du (13); ayat 23 dan surah Ghâfir (40); ayat 8.
Pemaknaan seperti ini menafikan sangkaan negatif sebagian orang terhadap al-
dan jasmani.
Saat membahas kata hûr „în, ia pun tidak memahaminya sebagai sosok
sosoknya bisa laki-laki atau perempuan. Bahkan menurutnya, sosoknya bukan dari
jenis manusia.
(O1) (O2)
Suami/ istri di dunia Rohani jasmani di surga
(O)
Laki-laki/ perempuan yang bukan dari jenis manusia
dalam memahami pasangan surga. Begitu pula bila dibandingkan dengan hasil
PENUTUP
A. Kesimpulan
dengan kata kunci azwâj dan derivasinya setelah disemiosiskan dengan semiotik
Peirce terdapat tiga pola pemahaman besar. Ketiganya adalah pasangan yang
disucikan disediakan bagi ahli surga; pasangan saleh saat di dunia yang sama-
sama masuk surga dan terakhir adalah hûr ‘în yang dipasangkan dengan ahli
mendapat pasangan yang disucikan (azwâj mutahharah), tidak ada yang sendiri
Bagi yang tidak memiliki pasangan baik laki-laki atau perempuan, dia akan
mendapat pasangan pula yang jenisnya bukan dari dunia yaitu hûr ‘în.
B. Saran
ayat. Selain itu, penulis hanya membatasi pada pasangan surga dengan kata kunci
azwâj dan hûr ‘în yang digandengkan dengan lafadz zawwaja. Ini menyebabkan
ataupun lainnya yang terkail al-Qur’an. Ini oleh penulis sebut sebagai faktor
69
70
masukan, saran dan kritik membangun terhadap penulis untuk lebih baiknya
Ahmad, Mirzâ Basyîr al-Dîn Mahmûd. al-Tafsîr al-Kabîr. Islâm Âbâd: al-Syirkah
al-Islâmiyah al-Mahdûdah, 1993.
Al-„Ammâri, Abî Su„ûd Muhammad bin Muhammad. Irsyâd al-„Aql al-Salîm Ilâ
Marâyâ al-Qur`ân al-Karîm. Bairût: Dâr Ihyâi Turâts al-„Arabî, t.t
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim (Hamka). Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983.
„Anbar, Farj „Alî al-Sayyid dan Muhammad, Abû al-Yazîd. al-Ahwâl al-
Syakhsiyyah. Qâhirah: Jâmi„ah al-Azhâr, 2001.
Al-Andalusî, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-
Qurtubî. Bidâyah al-Mujtahid fî Nihâyah al-Muqtasid. Surabaya: Toko
Kitâb al-Hidâyah, t.t.
Armando, Nina M, ed. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
Al-Birûsawî, Al-Syaikh Ismâ„iîl Haqqî. Tafsîr Rûh al-Bayân. T.tp: Dâr al-Fikr,t.t.
71
72
Dahlan, Abdul Aziz , ed. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 1996.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika
dan Teori Komunikasi. Penerjemah Evi Setya Rini dan Lusi Lian Piantari.
Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Al-Dimasyqî, Abû al-Fidâ‟ Ismâ„iîl bin Katsîr al-Qurasyî. Tafsîr al-Qur`ân al-
„Azîm. Riyâḏ: Dâr al-Salâm, 1993.
Hatta, Ahmad. Tafsir Qur‟an Perkata: Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul Dan
Terjemahannya. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009.
Hikmah, Lexi Zulkarnaen. “Hadis Tentang Keutamaan Ibu; Suatu Tinjauan Dan
Analisis Semiotik Carles S. Peirce.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
HM. Sonhaji, dkk. Al-Qur‟an Dan Tafsirannya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, t.t.
Hoed, Benny H.. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas
Bambu, 2014.
Ibn Qutaibah, „Abdullah bin Muslim. Tafsîr Gharîb al-Qur`ân. Lubnân: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 1978.
Ibn Zakariyâ, Abî al-Husain Ahmad bin Fâris. Mu„jam Maqâyîs al-Lughah. Arab
Saudi: Dâr al-Fikr, 1979.
Imron, Ali. Semiotika al-Qur‟an: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf.
Yogyakarta: Teras, 2011.
Al-Jauharî, Abî Nasr Ismâ„iîl bin Hammâd. Al-Sihâh: Tâj al-Lughah wa Sihâh al-
„Arabiyyah. Lubnân: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.
Al-Jazâir, Abû Bakr Jâbir. Aisar al-Tafâsîr li Kalâm al-„Aliyyi al-Kabîr. Madinah
al-Munawwarah: Maktabah al-„Ulûm wa al-Hikam, 1987.
Al-Khatîb, Muhammad bin Ahmad al-Syarbinî. al-Iqnâ` fî Halli Alfâz Abî Syujâ‟.
T.tp: Maktabah Dâr al-Khair, 2002.
Al-Misrî, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqî. Lisân al-„Arab. Bairût:
Dâr Sâdir, 1990 M.
Al-Naisâburî, Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî. Sahih Muslim. Bairût: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 2008.
Noor, Akmaldin dan Mukhlis, Aa Fuad. Al-Qur‟an Tematis: Takdir dan Hari
Akhir. Jakarta: Yayasan SIMAQ, 2010.
Oktavianti, Mega Rista. “Visualisasi Surga dan Neraka: Kajian Tematik Terhadap
Ayat-ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka.” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Pari, Faris. “Epistemologi Semiotik Peirce: Kajian dan Terapan Teori Semiotik.”
Tesis S2 Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994.
75
Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya
Makna. Bandung: Matahari, 2012.
Qolay Sm. Hk, A. Hamid Hasan. Indeks Terjemah al-Qur‟an al-Karim. Jakarta:
Yayasan Halimatus-Sa‟diyyah, 1997.
Al-Râzî, Muhammad bin „Umar bin al-Husain. al-Tafsîr al-Kabîr Wa Mafâtih al-
Ghaib. Bairût: Dâr al-Fikr, 1990.
Saha, M. Isom El dan Hadi, Saiful. Sketsa al-Qur‟an: Tempat, Tokoh, Nama dan
Istilah dalam al-Qur‟an. Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005.
Shihab, Muhammad Quraish. Perempuan: dari Cinta sampai Seks dari Nikah
Mut‟ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru. Jakarta:
Lentera Hati, 2015.
Shihab, Muhammad Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an. Tangerang: Lentera Hati,
2013.
Al-Tabarî, Abû Ja‟far Muhammad Ibn Jarîr. Jâmi‟ al-Bayân „an Ta`wîl Âyi al-
Qur`ân. Bairût: Dâr al-Fikr, 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.
ِ ِ .2والَّ ِذين ي تَ وفَّو َن ِمْن ُكم وي َذرو َن أ َْزواجا ي تَ ربَّ ْ ِ ِ ِ
يما
اح َعلَْي ُك ْم ف َ ص َن ِبَنْ ُفسه َّن أ َْربَ َعةَ أَ ْش ُه ٍر َو َع ْشًرا فَإذَا بَلَ ْغ َن أ َ
َجلَ ُه َّن فَ ََل ُجنَ َ َ ً ََ ْ ََ ُ َ َ َُ ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
فَ َع ْل َن ِٓت أَنْ ُفسه َّن ِبلْ َم ْعُروف َو َّ
اَّللُ ِبَا تَ ْع َملُو َن َخب ٌري ()234
QS. Al-Baqarah [2], 234
الس ْحَر َوَما أُنْ ِزَلِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّاس ّ ني َك َفُروا يُ َعلّ ُمو َن الن َ ني َعلَى ُم ْلك ُسلَْي َما َن َوَما َك َفَر ُسلَْي َما ُن َولَك َّن الشَّيَاط َ َ .4واتَّبَ ُعوا َما تَْت لُو الشَّيَاط ُ
َح ٍد َح ََّّت يَ ُق َوَل إَِِّنَا ََْن ُن فِْت نَةٌ فَ ََل تَ ْك ُف ْر فَيَ تَ َعلَّ ُمو َن ِمْن ُه َما َما ِ ِِ
وت َوَما يُ َعلّ َمان م ْن أ َ ني بِبَابِ َل َى ُار َ
وت َوَم ُار َ َعلَى الْملَ َك ْ ِ
َ
ِ ِ ِ ِِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ني الْمرء وَزْوجو وَما ُىم ب َ ِ ِ ِ
ضُّرُى ْم َوََل يَْن َف ُع ُه ْم َولَ َق ْد َعل ُموا لَ َم ِناَّلل َويَتَ َعلَّ ُمو َن َما يَ ُ َحد إََّل ِب ْذن َّ ين بو م ْن أ َ ض ّار َ َ ْ يُ َفِّرقُو َن بو بَ ْ َ َ ْ َ
س َما َشَرْوا بِِو أَنْ ُف َس ُه ْم لَ ْو َكانُوا يَ ْعلَ ُمو َن ()102 ٍ ِ ِ ِ ِِ
ا ْشتَ َراهُ َما لَوُ ٓت ْاْلخَرة م ْن َخ ََلق َولَبْئ َ
QS. Al-Baqarah [2], 102
َّات ََْت ِري ِم ْن ََْتتِ َها ْاْلَنْ َه ُار ُكلَّ َما ُرِزقُوا ِمْن َها ِم ْن ََثََرةٍ ِرْزقًا قَالُوا َى َذا الَّ ِذي
َن ََلم جن ٍ .5وب ِّش ِر الَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا َّ ِ ِ
الصاِلَات أ َّ ُْ َ َ َ ََ ََ
ِ ِ
اج ُمطَ َّهَرةٌ َوُى ْم ف َيها َخال ُدو َن ()25 ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُرزقْ نَا م ْن قَ ْب ُل َوأُتُوا بو ُمتَ َشاِبًا َوََلُْم ف َيها أ َْزَو ٌ
QS. Al-Baqarah [2], 25
ض َوا ٌن ِم َن .8قُل أَؤنَبِئ ُكم ِِب ٍري ِمن َذلِ ُكم لِلَّ ِذين اتَّ َقوا ِعْند رِبِِم جنَّات ََت ِري ِمن ََتتِها ْاْلَنْهار خالِ ِد ِ
اج ُمطَ َّهَرةٌ َوِر ْ
ين ف َيها َوأ َْزَو ٌ
ْ َْ َُ َ َ ْ ُ ُّ ْ َْ ْ ْ َ ْ َ َ ّ ْ َ ٌ ْ
ص ٌري ِِبلْعِبَ ِاد ()15
اَّلل ب ِ َِّ
اَّلل َو َُّ َ
QS. Alu Imran [3], 15
1
Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur`ân bi Hasyiyah al-Mushaf al-
Syarîf (Kairo: Dâr al-Hadîs, 2007), h. 408-10
استِْب َد َال َزْو ٍج َم َكا َن َزْو ٍج َوآتَْي تُ ْم إِ ْح َد ُاى َّن قِْنطَ ًارا فَ ََل ََتْ ُخ ُذوا ِمْنوُ َشْي ئًا أ َََتْ ُخ ُذونَوُ بُ ْهتَ ً
اَن َوإَِْثًا ُمبِينًا ()20 َ .9وإِ ْن أ ََرْد ُُتُ ْ
)QS. Al-Nisa [4], 20 (2X
ت بِِو فَلَ َّما ِ ِ ِ .16ىو الَّ ِذي خلَ َق ُكم ِمن نَ ْف ٍ ِ ٍ
ت َحَْ ًَل َخفي ًفا فَ َمَّر ْ س َواح َدة َو َج َع َل مْن َها َزْو َج َها ليَ ْس ُك َن إِلَْي َها فَلَ َّما تَغَش َ
َّاىا ََحَلَ ْ َ ْ ْ َُ
ِ ِ ِ ِ
ين ()189 اَّللَ َربَّ ُه َما لَئ ْن آتَْي تَ نَا َ اِلًا لَنَ ُكونَ َّن م َن الشَّاك ِر َ
ت َد َع َوا َّ
أَثْ َقلَ ْ
QS. Al-A’raf [7], 189
ض ْونَ َها ِ .17قُل إِ ْن َكا َن آِب ُؤُكم وأَب نَا ُؤُكم وإِخوانُ ُكم وأ َْزواج ُكم وع ِشريتُ ُكم وأَمو ٌال اقْ ت رفْ تم ِ
وىا َوَتَ َارةٌ ََتْ َش ْو َن َك َس َاد َىا َوَم َساك ُن تَ ْر َ
َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ََ ُ ُ َ ْ
ني ()24 ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
صوا َح ََّّت ََيِْتَ َّ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
اَّللُ ََل يَ ْهدي الْ َق ْوَم الْ َفاسق َ اَّللُ ِب َْمره َو َّ اَّلل َوَر ُسولو َوج َهاد ٓت َسبيلو فَتَ َربَّ ُ
ب إلَْي ُك ْم م َن َّ
َح َّ
أَ
QS. Al-Taubah [9], 24
ك إََِّل َم ْن َسبَ َق َعلَْي ِو الْ َق ْو ُل َوَم ْن َآم َن َوَما َآم َن اَحل فِ َيها ِم ْن ُك ٍل َزْو َج ْ ِ
ني اثْنَ ْ ِ
ني َوأ َْىلَ َ ِ ِ
ّ ُّور قُ ْلنَا ْ ْ
َ .18ح ََّّت إ َذا َجاءَ أ َْمُرََن َوفَ َار التَّن ُ
يل ()40 َِّ ِ
َم َعوُ إَل قَل ٌ
QS. Hud [11], 40
َّه َار إِ َّن ِٓت ني اثْنَ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ض َو َج َع َل ف َيها َرَواس َي َوأَنْ َه ًارا َوم ْن ُك ِّل الث ََّمَرات َج َع َل ف َيها َزْو َج ْ ِ ْ
ني يُ ْغشي اللَّْي َل الن َ َ .19وُى َو الَّذي َم َّد ْاْل َْر َ
ت لَِق ْوٍم يَتَ َف َّكُرو َن ()3 ذَلِك َْلَي ٍ
َ َ
QS. Al-Ra’du [13], 3
َّات َع ْد ٍن ي ْد ُخلُونَها ومن لَح ِمن آِبئِ ِهم وأ َْزو ِاج ِهم وذُ ِرََّيِتِِم والْم ََلئِ َكةُ ي ْد ُخلُو َن َعلَْي ِهم ِمن ُك ِل ِب ٍ
ب ()23 َ .20جن ُ
ْ ْ َّ َ َ ََ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ّ ْ َ َ َ
QS. Al-Ra’du [13], 23
اَّللِ لِ ُك ِل أ ِ ِ ٍ ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ
َ .21ولَ َق ْد أ َْر َس ْلنَا ُر ُس ًَل ِم ْن قَ ْبل َ
اب ()38 اجا َوذُ ِّريَّةً َوَما َكا َن لَر ُسول أَ ْن ََيِِْتَ ِبيَة إََّل ِب ْذن َّ ّ َ
َج ٍل كتَ ٌ ك َو َج َع ْلنَا ََلُْم أ َْزَو ً
QS. Al-Ra’du [13], 38
ني ()88ك إِ ََل ما متَّعنَا بِِو أ َْزواجا ِمْن هم وََل ََْتز ْن علَي ِهم واخ ِفض جنَاح َ ِ ِ ِ ََ .22ل َُد َّ
ك ل ْل ُم ْؤمن َ َ ً ُْ َ َ َ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َّن َعْي نَ ْي َ َ َ ْ
QS. Al-Hijr [15], 88
اط ِل يُ ْؤِمنُو َن اَّلل جعل لَ ُكم ِمن أَنْ ُف ِس ُكم أ َْزواجا وجعل لَ ُكم ِمن أ َْزو ِاج ُكم بنِني وح َف َدةً ورزقَ ُكم ِمن الطَّيِب ِ
ات أَفَبِالْب ِ
َ ْ َ ً َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ .23و َُّ َ َ َ ْ ْ
اَّللِ ُى ْم يَ ْك ُفُرو َن ()72
ت َّ وبِنِعم ِ
َ َْ
)QS. Al-Nahl [16], 72 (2x
السم ِاء ماء فَأَخرجنَا بِِو أ َْزواجا ِمن نَب ٍ ِ ِ ِ
ات َش ََّّت ()53ًَ ْ َ ك لَ ُك ْم ف َيها ُسبُ ًَل َوأَنْ َزَل م َن َّ َ َ ً ْ َ ْ .24الَّذي َج َع َل لَ ُك ُم ْاْل َْر َ
ض َم ْه ًدا َو َسلَ َ
QS. Taha [20], 53
نيِِ .27فَاستجب نَا لَو ووىب نَا لَو ََيَي وأَ لَحنَا لَو زوجو إِنَّهم َكانُوا يسا ِرعو َن ِٓت ْ ِ
اْلَْي َرات َويَ ْد ُعونَنَا َر َغبًا َوَرَىبًا َوَكانُوا لَنَا َخاشع َ َُ ُ ْ َ َ ْ ُ ََ َ ْ ُ ْ َ َ ْ ْ ُ َْ َ ُ ُ ْ
()90
QS. Al-Anbiya [21], 90
ِ ِ
ت أَِْيَانُ ُه ْم فَِإن َُّه ْم َغْي ُر َملُوم َ
ني ()6 .29إََِّل َعلَى أ َْزَواج ِه ْم أ َْو َما َملَ َك ْ
QS. Al-Mu’minun [23], 6
ك إََِّل َم ْن ك فِ َيها ِم ْن ُك ٍل َزْو َج ْ ِ
ني اثْنَ ْ ِ
ني َوأ َْىلَ َ اسلُ ْ
ُّور فَ ْ ِ ِ .30فَأَوحي نَا إِلَي ِو أ َِن ا نَ ِع الْ ُف ْل َ ِ ِ
ّ ك ِب َْعيُننَا َوَو ْحينَا فَإذَا َجاءَ أ َْمُرََن َوفَ َار التَّن ُ ْ ْ َْ ْ
ين ظَلَ ُموا إِن َُّه ْم ُم ْغَرقُو َن ()27 ِ ِ َّ ِ ِ ِ
َسبَ َق َعلَْيو الْ َق ْو ُل مْن ُه ْم َوََل َُتَاطْب ِِن ٓت الذ َ
QS. Al-Mu’minun [23], 27
ني إِ َم ًاما ()74 ِ ِ .32والَّ ِذين يَ ُقولُو َن ربَّنَا َىب لَنَا ِم ْن أ َْزو ِاجنَا وذُ ِرََّيتِنَا قُ َّرةَ أ َْع ُ ٍ
اج َع ْلنَا ل ْل ُمتَّق َ
ني َو ْ َ َّ ْ َ َ َ
QS. Al-Furqan [25], 74
الَلئِي تُظَ ِ
اىُرو َن ِمْن ُه َّن أ َُّم َهاتِ ُك ْم َوَما َج َع َل أ َْد ِعيَاءَ ُك ْم أَبْنَاءَ ُك ْم ِِ اَّلل لِر ُج ٍل ِم ْن قَ ْلبَ ْ ِ
ني ِٓت َج ْوفو َوَما َج َع َل أ َْزَو َ
اج ُك ُم َّ َ .37ما َج َع َل َُّ َ
يل ()4 اِل َّق وُىو ي ْه ِدي َّ ِ َذلِ ُك ْم قَ ْولُ ُك ْم ِِبَفْ َو ِاى ُك ْم َو َّ
السب َ ول َْ َ َ َ اَّللُ يَ ُق ُ
QS. Al-Ahzab [33],4
ِِ اب َِّ ِض ِٓت كِتَ ِ ِِ .38النَِِّب أَوََل ِِبلْمؤِمنِ ِ
ني
اَّلل م َن الْ ُم ْؤمن َ اجوُ أ َُّم َهاتُ ُه ْم َوأُولُو ْاْل َْر َح ِام بَ ْع ُ
ض ُه ْم أ َْوََل بِبَ ْع ٍ ني م ْن أَنْ ُفسه ْم َوأ َْزَو ُ ُْ َ ُّ ْ
ِ
ك ٓت الْكتَاب َم ْسطُ ًورا ()6ِ ِ ِ ِ ِ ِ َِّ ِ ِ
ين إَل أَ ْن تَ ْف َعلُوا إ ََل أ َْوليَائ ُك ْم َم ْعُروفًا َكا َن ذَل َ
َوالْ ُم َهاجر َ
QS. Al-Ahzab [33], 6
اِليا َة الدُّنْيا وِزينَ تَ ها فَتَ عالَني أُمتِّع ُك َّن وأُس ِرح ُك َّن سراحا َِ ك إِ ْن ُكْن ُ َّ ِ ِ
َج ًيَل ()28 َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َّ ْ ََ ً ُت تُ ِرْد َن ََْ ََ .39ي أَيُّ َها النِ ُّ
َِّب قُ ْل ْلَْزَواج َ
QS. Al-Ahzab [33], 28
اَّللُ ُمْب ِد ِيو َوََتْ َشى ك َما َّ ك علَيك زوجك وات َِّق َّ ِ
اَّللَ َوَُتْفي ِٓت نَ ْف ِس َ ت َعلَْيو أ َْمس ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ
ِ ِ ول لِلَّ ِذي أَنْعم َّ ِ
اَّللُ َعلَْيو َوأَنْ َع ْم َ ََ َ .40وإِ ْذ تَ ُق ُ
ني َحَر ٌج ِٓت أ َْزَو ِاج أ َْد ِعيَائِ ِه ْم إِذَا ِِ ِ ِ
ضى َزيْ ٌد مْن َها َوطًَرا َزَّو ْجنَا َك َها ل َك ْي ََل يَ ُكو َن َعلَى الْ ُم ْؤمن َ َح ُّق أَ ْن ََتْ َشاهُ فَلَ َّما قَ َ
اَّللُ أ َ
َّاس َو َّ
الن َ
اَّللِ َم ْف ُع ًوَل ()37ض ْوا ِمْن ُه َّن َوطًَرا َوَكا َن أ َْمُر َّ
قَ َ
)QS. Al-Ahzab [33], 37 (3x
اتات ع ِمك وب نَ ِ
ك َوبَنَ َ ّ َ َ َ
ِ ك ِِمَّا أَفَاءَ َّ
اَّللُ َعلَْي َ ت َِيِينُ َ
ُج َورُى َّن َوَما َملَ َك ْ تأُ الَلِِت آتَْي َ
ك َّ اج َ ك أ َْزَو َ َِّب إِ ََّن أ ْ
َحلَْلنَا لَ َ ََ .41ي أَيُّ َها النِ ُّ
ِِ
َِّب إِ ْن أ ََر َاد النِ ُّ
َِّب أَ ْن ِ
ك َو ْامَرأًَة ُم ْؤمنَةً إِ ْن َوَىبَ ْ الَلِِت َى َ ك َّ ِ
ك َوبَنَات َخ َاَلتِ َ
ِ ِ
َع َّماتِ َ
ت نَ ْف َس َها للن ِّ اج ْر َن َم َع َ ك َوبَنَات َخال َ
ِ ِ ِ يست ْن ِكحها خالِصةً لَ َ ِ ِ ِ ِ
ك
ت أَِْيَانُ ُه ْم ل َكْي ََل يَ ُكو َن َعلَْي َ ضنَا َعلَْي ِه ْم ِٓت أ َْزَواج ِه ْم َوَما َملَ َك ْني قَ ْد َعل ْمنَا َما فَ َر ْ
ك م ْن ُدون الْ ُم ْؤمن َ َ َْ َ َ َ َ
يما ()50 ِ
اَّللُ َغ ُف ًورا َرح ً
َحَر ٌج َوَكا َن َّ
)QS. Al-Ahzab [33], 50 (2x
ََ .42ل ََِي ُّل لَك النِّساء ِمن ب ع ُد وََل أَ ْن تَبد َ ِِ
اَّللُ َعلَى ُك ِّل ت َِيِينُ َ
ك َوَكا َن َّ َّل ِب َّن ِم ْن أ َْزَو ٍاج َولَ ْو أ َْع َجبَ َ
ك ُح ْسنُ ُه َّن إََِّل َما َملَ َك ْ َ َ َ ُ ْ َْ َ
َش ْي ٍء َرقِيبًا ()52
QS. Al-Ahzab [33], 52
ين إِ ََنهُ َولَ ِك ْن إِذَا ُد ِعيتُ ْم فَ ْاد ُخلُوا فَِإ َذا ِ ٍ ِ وت النِ ِ ِ َّ ِ
َِّب إََّل أَ ْن يُ ْؤذَ َن لَ ُك ْم إ ََل طَ َعام َغْي َر ََنظ ِر َ
ين َآمنُوا ََل تَ ْد ُخلُوا بُيُ َ ََّ .43ي أَيُّ َها الذ َ
اَّللُ ََل يَ ْستَ ْحيِي ِم َن ْ
اِلَ ِّق َوإِذَا َِّب فَيَ ْستَ ْحيِي ِمْن ُك ْم َو َّ ِ ِ طَعِمتُم فَانْتَ ِشروا وََل مستَأْنِ ِس ِ ِ ٍ
ني ِلَديث إِ َّن ذَل ُك ْم َكا َن يُ ْؤذي النِ َّ َ ُ َ ُْ ْْ
ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
وى َّن م ْن َوَراء ح َجاب َذل ُك ْم أَطْ َهُر ل ُقلُوبِ ُك ْم َوقُلُوِب َّن َوَما َكا َن لَ ُك ْم أَ ْن تُ ْؤذُوا َر ُس َ
اَّلل َوََل أَ ْن
ول َّ اسأَلُ ُ
اعا فَ ْ َسأَلْتُ ُم ُ
وى َّن َمتَ ً
يما ()53 تَْن ِكحوا أ َْزواجو ِمن ب ع ِدهِ أَب ًدا إِ َّن َذلِ ُكم َكا َن ِعْن َد َِّ ِ
اَّلل َعظ ً ْ ُ َ َ ُ ْ َْ َ
QS. Al-Ahzab [33], 53
ِ
ني َعلَْي ِه َّن ِم ْن َج ََلبِيبِ ِه َّن ذَل َك ونِس ِاء الْمؤِمنِ َِ .44ي أَيُّها النَِِّب قُل ِْلَْزو ِاج َ ِ
اَّللُ
ك أ َْد ََن أَ ْن يُ ْعَرفْ َن فَ ََل يُ ْؤذَيْ َن َوَكا َن َّ ني يُ ْدن َ
ك َوبَنَات َ َ َ ُ ْ َ َ َ ُّ ْ َ
يما ()59 ِ
َغ ُف ًورا َرح ً
QS. Al-Ahzab [33], 59
ك مت ِ
ِِ ِ ٍ
َّكئُو َن ()56 اج ُه ْم ِٓت ظ ََلل َعلَى ْاْل ََرائ ُ
ُ .47ى ْم َوأ َْزَو ُ
QS. Yasin [36], 56
اح َدةٍ ُّتَّ جعل ِمْن ها َزوجها وأَنْزَل لَ ُكم ِمن ْاْلَنْع ِام ََثَانِيةَ أ َْزو ٍاج َُيْلُ ُق ُكم ِٓت بطُ ِ
ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم َخ ْل ًقا ِم ْن سوِ ِ
ْ ُ ََ َ َ ْ ََ َ َ ْ َ َ َ َ َ .50خلَ َق ُك ْم م ْن نَ ْف ٍ َ
صَرفُو َن ()6 ََن تُ ْك ََل إِلَوَ إََِّل ُى َو فَأ َّ ث َذلِ ُك ُم َّ
اَّللُ َربُّ ُك ْم لَوُ الْ ُم ْل ُ
ب ع ِد خ ْل ٍق ِٓت ظُلُم ٍ
ات ثَََل ٍ
َ َْ َ
)QS. Al-Zumar [39], 6 (2x
اِلَ ِك ُيم ()8 ِِ ِ ِ ٍ
ت الْ َع ِز ُيز ْ آِبئِ ِه ْم َوأ َْزَواج ِه ْم َوذُ ِّرََّيِت ْم إِن َ
َّك أَنْ َ
ِ ِ
َ .51ربَّنَا َوأ َْدخ ْل ُه ْم َجنَّات َع ْدن الَِِّت َو َع ْدتَ ُه ْم َوَم ْن َ لَ َح م ْن َ
QS. Ghafir [40], 8
ض جعل لَ ُكم ِمن أَنْ ُف ِس ُكم أَ ْزواجا وِمن ْاْلَنْع ِام أ َْزواجا ي ْذرُؤُكم فِ ِيو لَيس َك ِمثْلِ ِو َشيء وىو َّ ِ اطر َّ ِ ِ
يع
السم ُ ْ ٌ ََُ ْ ًَ َ َ َ ًَ ََ ْ ْ َ الس َم َاوات َو ْاْل َْر ِ َ َ َ ْ ْ .52فَ ُ
ص ُري ()11 الْب ِ
َ
)QS. Al-Syura [42], 11 (2X
.54والَّ ِذي خلَق ْاْل َْزواج ُكلَّها وجعل لَ ُكم ِمن الْ ُف ْل ِ
ك َو ْاْلَنْ َع ِام َما تَ ْرَكبُو َن ()12 َ َ َ َ َ َ ََ َ ْ َ َ
QS. Al-Zukhruf [43], 12
ض َم َد ْد ََن َىا َوأَلْ َقْي نَا فِ َيها َرَو ِاس َي َوأَنْبَ ْت نَا فِ َيها ِم ْن ُك ِّل َزْو ٍج َِبِ ٍ
يج ()7 َ .57و ْاْل َْر َ
QS. Qaaf [50], 7
ني َّ
الذ َكَر َو ْاْلُنْثَى ()45 الزْو َج ْ ِ
َ .60وأَنَّوُ َخلَ َق َّ
QS. Al-Najm [53], 45
اَّلل ََِسيع ب ِ
ص ٌري ()1 ِ اَّللِ َو َّ
اَّللُ يَ ْس َم ُع ََتَ ُاوَرُك َما إ َّن ََّ ٌ َ ك ِٓت َزْوِج َها َوتَ ْشتَ ِكي إِ ََل َّ ِ .63قَ ْد ََِس َع َّ
اَّللُ قَ ْو َل الَِِّت َُتَادلُ َ
QS. Al-Mujadalah [58], 1
اَّللَ الَّ ِذي أَنْتُ ْم بِِو
اج ُه ْم ِمثْ َل َما أَنْ َف ُقوا َواتَّ ُقوا َّ
ت أ َْزَو ُ
ين ذَ َىبَ ْ
َّ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ .64وإ ْن فَاتَ ُك ْم َش ْيءٌ م ْن أ َْزَواج ُك ْم إ ََل الْ ُكفَّار فَ َعاقَ ْب تُ ْم فَآتُوا الذ َ
ُم ْؤِمنُو َن ()11
)QS. Al-Mumtahanah [60], 11 (2X
ور َرِح ٌيم ()1 ِ اَّلل لَ َ ِ َ .66ي أَيُّها النِ ِ
اَّللُ َغ ُف ٌ
ك َو َّ
ات أ َْزَواج َ
ض َك تَْب تَغي َم ْر َ َِّب َلَ َُتَِّرُم َما أ َ
َح َّل َُّ َ َ ُّ
QS. Al-Tahrim [66], 1
ِ ٍ ِ ٍ ِ ٍ ِ ٍ ِ ٍ ِ ٍ
ات ثَيِب ٍ ِ ِ ِ
ات َوأَبْ َك ًارا َ .68ع َسى َربُّوُ إ ْن طَلَّ َق ُك َّن أَ ْن يُْبدلَوُ أ َْزَو ً
اجا َخْي ًرا مْن ُك َّن ُم ْسل َمات ُم ْؤمنَات قَانتَات ََتئبَات َعاب َدات َسائ َح َّ
()5
QS. Al-Tahrim [66], 5
ِ ِ
ت أَِْيَانُ ُه ْم فَِإن َُّه ْم َغْي ُر َملُوم َ
ني ()30 .69إََِّل َعلَى أ َْزَواج ِه ْم أ َْو َما َملَ َك ْ
QS. Al-Ma’arij [70], 30
ني َّ
الذ َكَر َو ْاْلُنْثَى ()39 .70فَ َج َع َل ِمْنوُ َّ
الزْو َج ْ ِ
QS. Al-Qiyamah [75], 39
اجا ()8
َ .71و َخلَ ْقنَا ُك ْم أ َْزَو ً
QS. Al-Naba’ [78], 8
وس ُزِّو َج ْ
ت ()7 ِ
َ .72وإ َذا النُّ ُف ُ
QS. Al-Takwir [81], 7
Setelah penulis mengumpulkan seluruh ayat terntang azwaj dan derifasinya, penulis
menggunakan kata jannah/ jannât untuk memilah tentang azwâj di surga. Dari proses ini
ditemukan Sembilan ayat, yaitu:
َّات ََْت ِري ِم ْن ََْتتِ َها ْاْلَنْ َه ُار ُكلَّ َما ُرِزقُوا ِمْن َها ِم ْن ََثََرةٍ ِرْزقًا قَالُوا َى َذا الَّ ِذي
َن ََلم جن ٍ وب ِّش ِر الَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا َّ ِ ِ
الصاِلَات أ َّ ُْ َ َ َ ََ ََ
ِ ِ
اج ُمطَ َّهَرةٌ َوُى ْم ف َيها َخال ُدو َن ()25 ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُرزقْ نَا م ْن قَ ْب ُل َوأُتُوا بو ُمتَ َشاِبًا َوََلُْم ف َيها أ َْزَو ٌ
Surah al-Baqarah (2): 25
ض َوا ٌن ِم َن قُل أَؤنَبِئ ُكم ِِب ٍري ِمن ذَلِ ُكم لِلَّ ِذين اتَّ َقوا ِعْند رِبِِم جنَّات ََت ِري ِمن ََتتِها ْاْلَنْهار خالِ ِد ِ
اج ُمطَ َّهَرةٌ َوِر ْ
ين ف َيها َوأ َْزَو ٌ
ْ َْ َُ َ َ ْ ُ ُّ ْ َْ ْ ْ َ ْ َ َ ّ ْ َ ٌ ْ
ص ٌري ِِبلْعِبَ ِاد ()15
اَّلل ب ِ َِّ
اَّلل َو َُّ َ
Surah `Âlu ‘Imrân (3); 15
ِ َّات ََت ِري ِمن ََتتِها ْاْلَنْهار خالِ ِد ِ والَّ ِذين آمنوا وع ِملُوا َّ ِ
اج ُمطَ َّهَرةٌ
ين ف َيها أَبَ ًدا ََلُْم ف َيها أ َْزَو ٌ
ْ َْ َُ َ َ ات َسنُ ْد ِخلُ ُه ْم َجن ٍ ْ
اِل ِ
الص َ َ َ َُ َ َ
ِ
َونُ ْد ِخلُ ُه ْم ِظ َِّل ظَل ًيَل ()57
Surah al-Nisâ` (4); 57
َّات َع ْد ٍن ي ْد ُخلُونَها ومن لَح ِمن آِبئِ ِهم وأ َْزو ِاج ِهم وذُ ِرََّيِتِِم والْم ََلئِ َكةُ ي ْد ُخلُو َن َعلَْي ِهم ِمن ُك ِل ِب ٍ
ب ()23 َجن ُ
ْ ْ َّ َ َ ََ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ّ ْ َ َ َ
Surah al-Ra’du (13); 23
ك مت ِ
ِِ ِ ٍ
َّكئُو َن ()56 اج ُه ْم ِٓت ظ ََلل َعلَى ْاْل ََرائ ُ
ُى ْم َوأ َْزَو ُ
Surah Yâsîn (36); 56
اىم ِِبُوٍر ِع ٍ
ني ()54 ِ
ك َوَزَّو ْجنَ ُ ْ
َك َذل َ
Surah al-Dukhân (44); 54
اىم ِِبُوٍر ِع ٍ
ني ()20 َّكئِني علَى سرٍر م ٍ
ِ
ص ُفوفَة َوَزَّو ْجنَ ُ ْ
ُمت َ َ ُ ُ َ ْ
Surah al-Tûr (52); 20.
Sembilan ayat di atas kemudian penulis klasifikasi sesuai kemiripan redaksi dan konten
ayat sehinnga menjadi tiga kelompok ayat:
Surah al-Baqarah (2): 25, `Âlu ‘Imrân (3); 15, al-Nisâ` (4); 57
Surah al-Ra’du (13); 23, Yâsîn (36); 56, Ghâfir (40); 8, al-Zukhrûf (43); 70
Surah al-Dukhân (44); 54 dan al-Tûr (52); 20.