Anda di halaman 1dari 76

PRINSIP TAUHID DALAM ALAM SEMESTA, STUDI ATAS

PEMIKIRAN MURTADHA MUTHAHHARI


Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag)

Oleh :
MUHAMMAD NUR RISKY
NIM: 1113033100053

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2020 M.
ABSTRAK

Muhammad Nur Risky

Prinsip Tauhid Dalam Alam Semesta, Studi Atas Pemikiran Murtadha


Muthahhari
Untuk menganalisis pemikiran Murtadha Muthahhari yang
membahas prinsip tauhid tentang Alam Semesta sebagaimana yang
disebutkan diatas, akan lebih tepat dan efektif mengkaji dan menelaah
secara langsung buah pemikirannya melalui karya-karya dan jejak
perjuangannya agar penelitian ini terhindar dari unsur subjektivitas Agar
penelitian ini lebih fokus dan mendalam maka peneliti membatasi penelitian
ini. Batasan masalahnya berfokus pada pemikiran Murtadha Muthahhari
tentang Alam Semesta.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)
karena peneliti menganalisis literature-literatur dari berbagai sumber yang
berbentuk pustaka sehingga penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian ini
merupakan studi tokoh atas pemikiran Murtadha muthahhari. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan filososfis. Pendekatan ini digunakan
untuk mencari dan menginterpretasi data dengan kacamata filosofis dengan
karakter ojektif-kritis-radikal dan multipersepsi. Objek material dalam
penelitian ini adalah pemikiran Murtadha Muthahhari. Sedangkan objek
formalnya adalah konsep Alam Semesta.
Kata kunci: Tauhid, alam semesta, Murtadha Muthahhari.

i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah swt., Zat pemberi nikmat, yakni
hembusan nafas yang separuhnya dimiliki oleh dia, pandangan mata
sehingga dapat memandang indahnya ciptaan serta nikmat-nikmat
lain yang tidak mampu dihitung oleh insan berakal. Ṣalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Raḥmatan li al-‘Ālamîn,
cahaya di atas cahaya, Insan Kamil, Nabi Muhammad saw., Rasul
penutup para Nabi, serta doa untuk keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga zaman kehidupan historis telah tiada.
Alḥamdulillah, berkat rahmat dan ‘inayah Allah swt. misi yang
selalu menghantui yakni skripsi ini dapat terselesaikain. Penyelesaian
skripsi ini adalah karena keterlibatan berbagai pihak yang jika
tanpanya karya ini tidak akan terwujud. Begitupun karena hadirnya
sosok yang selalu menunggu berada di seberang sana, ia tak henti-
hentinya memotivasi diri agar misi ini dapat terselesaikan. Kepada
seluruhnya ucapan terima kasih akan selalu terucap dari mulut yang
kotor ini.
Mendaki gunung lewati lembah, melalui upaya dan usaha yang
melelahkan, akhirnya dengan limpahan karunia-Nya, skripsi ini dapat
terselesaikan. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan tak hentinya
menerjang dalam penyusunan skripsi ini. Alḥamdulillah dapat teratasi
berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya akan selalu tersampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii
3. Dra. Tien Rohmatin, MA, selaku Ketua Jurusan Aqidah
Filsafat Islam, dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd, selaku
Sekertaris Jurusan Aqidah Filsafat Islam beserta segenap
jajaran pengurus Fakultas Ushuluddin yang telah banyak
membantu mempermudah proses administrasi dalam
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
4. Dr. Kholid Al Walid, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi,
yang telah membuka wawasan serta membimbing hingga akhir.
Ucapan terimakasih saja belum cukup untuk menggantikan jasa
– jasa yang telah diberikan, akan tetapi lantunan doa terbaik
akan selalu terpanjatkan untuknya, terimakasih untuk semua
yang telah bapak berikan, semua jasa-jasa bapak tidak akan
terlupakan.
5. Drs. Ramlan Abdul Ghani, MA, selaku penasihat akademik
yang telah membantu selama dalam masa perkuliahan.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhusus jurusan Aqidah
Filsafat Islam yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar
dalam mencurahkan upaya serta mendidik selama ini.
7. Kedua orang tua tercinta Hasan Basri dan Barisah yang selalu
mengirimkan doa kepada saya. Sepertinya, ucapan terimakasih
tidaklah cukup atas semua yang telah diberikan sejak lahir
hingga dewasa. Rasa kecewa selalu muncul dalam diri kalian
karena manusia hina ini. Akan tetapi lantunan doa sampai detik
ini akan selalu terucap hingga ajal menjemput. Terimakasih
kalian karena telah sabar untuk mendidik dan membesarkan.
Skripsi ini dipersembahkan untuk kalian.

iii
8. Adik-adikku yang selalu memberikan semangat serta motivasi
dan meyakinkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan, Sadam Husein, Ubaidillah Khan,
Dedi Ibmar, Didi Maldini, Afaf Amani, Rutby Aliyyudin,
Zulhujay Ibnu Nedih, Ade Suhanda dan lainnya yang tak bisa
disebutkan namanya persatu, serta keluarga besar Aqidah
Filsafat Islam angkatan 2013 khususnya Said Riadi, Dwi
Platomo, Khoirul Fiqih, Deden Rojani, Muara Torang yang
selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Dan untuk nama yang selalu penulis sisipkan dalam doa.
Akhir kata, dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di dalamnya
masih terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan
saran akan selalu diterima agar lebih baik lagi kedepan. Semoga
skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi pembaca dan alam
semesta. Semoga Allah swt, selalu memberkahi dan membalas semua
kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu.
Āmīn yā Rabb al-Ālamīn.

Ciputat, 26 Juni 2020

Muhammad Nur Risky

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil
keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/
U/1987.
1. Konsonan
Huruf
Huruf Latin Keterangan
Arab

‫ا‬ a tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ṡ es dengan titik atas

‫ج‬ j je

‫ح‬ ḥ ha dengan titik bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ ż zet dengan titik atas

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ ṣ es dengan titik bawah

‫ض‬ ḍ de dengan titik bawah

v
‫ط‬ ṭ te dengan titik bawah

‫ظ‬ ẓ zet dengan titik bawah

koma terbalik di atas hadap


‫ع‬ ‘
kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q qi

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ه‬ h ha

‫ء‬ ‟ apostrof

‫ي‬ y ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa


diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
dengan tanda (’).

2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

vi
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
‫و‬ U ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:


Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ــَـ ي‬ Ai a dan i
‫ــَـ و‬ Au a dan u

3. Vokal panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ىَا‬ Ᾱ a dengan topi di atas

‫ىِي‬ Ī i dengan topi di atas

‫ىُو‬ Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti
huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan
asy-syamsiyyah, al-rijâl bukan ar-rijâl.
5. Syaddah (Tasydîd)
Huruf yang ber-tasydîd ditulis dengan dua huruf serupa secara
berturut-turut, seperti ‫سنَّة‬
ُ ‫ = ال‬al-sunnah.
6. Ta marbūṭah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan

vii
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طﺮﯾﻘة‬ Ṭarîqah

2 ‫الﺠاﻣﻌة اﻹﺳﻼﻣﯿة‬ al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3 ‫وﺣﺪة الوﺟود‬ waḥdat al-wujūd

7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),
antara lain untuk menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama
tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului
oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf
awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh:
Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan
Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf
cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku
itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih
aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang


berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

viii
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penuliasan Kata


Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan diatas:
Kata Arab Alih Aksara
َ ‫ض‬
ْ‫ات‬ َ ‫َت ْب َتغ ْْيْ َم ْر‬
ِ tabtagī marḍāta

ُ َ َ َّ َ
‫ت ِحل ْةْا ْي َما ِنك ْْم‬ taḥillata aimānikum

ً َ
ْ‫ا ْز َو ِاجهْْ َح ِد ْيثا‬ azwājihī ḥadīṡā

ْ ْ
‫ص ِال ُ ْحْال ُمؤ ِم ِن ْي َ ْن‬
َ ‫َو‬
wa ṣāliḥu al-mu`minīn

ُ
ْ َّ ‫ِِّم ْنك‬
ْ‫نْ ُم ْس ِل ٰمت‬ mingkunna muslimātin

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri


mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak
perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis
Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman,
bukan Fazl al-Rahmān

ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................. 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............... 6
D. Tinjauan Pustaka ..................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ............................................. 9
F. Sistematika penulisan ............................................. 10

BAB II MENGENAL MURTADHA MUTHAHHARI


A. Riwayat Hidup Murtadha Muthahhari .................... 12
B. Latar Belakang Intelektual ...................................... 15
C. Karya-karyanya ....................................................... 20

BAB III KONSEP ALAM SEMESTA MENURUT MURTADHA


MUTHAHHARI
A. Tinjauan Murtadha Muthahhari terhadap konsepsi alam
semesta ..................................................................... 26
a. Konsep Ilmiah tentang Alam Semesta ............... 26
b. Konsep Filosofis tentang Alam Semesta ........... 30
c. Konsepsi Religius tentang Alam Semesta ......... 32
B. Konsep Tauhid tentang Alam Semesta .................... 33
C. Karakteristik Integral Alam Semesta ........................ 36

BAB IV PRINSIP TAUHID TENTANG ALAM SEMESTA


A. Tingkat-tingkat dalam Tauhid .................................. 40

x
a. Tauhid Dzati ....................................................... 40
b. Tauhid Sifati ....................................................... 42
c. Tauhid Terhadap Perbuatan Allah ..................... 43
d. Tauhid Dalam Ibadah ......................................... 47
B. Kesatuan Alam ......................................................... 48
C. Alam Gaib Dan Alam Nyata .................................... 51

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................. 55
B. Saran-saran ............................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 57

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tauhid merupakan konsep monoteisme Islam yang mempercayai


bahwa tuhan itu hanya satu. Tauhid adalah asas Aqidah, di dalam
bahasa Arab, Tauhid bermakna penyatuan. Sedangkan dalam Islam,
Tauhid bermaksud menegaskan penyatuan dengan Allah. Menurut
Syeikh Muhammad Abduh, Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas
tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat
yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama
untuk sekali wajib dihilangkan pada-Nya1.

Batasan makna Tauhid menurut bahasa adalah meyakini ke-Esa-


an Tuhan atau menganggap hanya ada satu tidak ada yang lain.
Bermakna bahwa segala apa yang ada di alam semesta ini hanya ada
satu Tuhan dan yang ada di alam semesta ini hanya makhluk semata,
hanya kepada-Nya lah kita menyembah dan akan kembali2.

Dalam pandangan Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain


Allah SWT. karenanya, alam semesta bukan hanya Langit dan Bumi,
tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada di antara keduanya.
Alam semesta tidak hanya mencakup hal-hal yang kongkrit atau dapat
diamati melalui pengindraan manusia, tetapi mencakup juga segala

1
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993),
h.1
2
Moehamad Thahir Badsire, Syarah kitab al-Tauhid Muhammad bin Abdul
Wahab, (Jakarta: PT. Pustaka Manjimas, 1984), h. 24-25

1
2

sesuatu yang tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Dalam


Islam, segala sesuatu selain Allah SWT, yang dapat di dekati melalui
penginderaan manusia disebut sebagai Alam Syahadah. Ia merupakan
Fenomena. Sementara itu, segala sesutu selain Allah SWT, yang tidak
dapat di amati atau di dekati melalui penginderaan manusia disebut
sebagai alam Ghaib. Karenanya ia adalah Noumena3.
semua yang Maujud selain Allah SWT, baik yang telah diketahui
maupun yang belum diketahui manusia, disebut alam. Kata alam
terambil dari akar kata yang sama dengan ilm dan alamah, yaitu
sesuatu yang menjelaskan sesuatu selainnya. Karenanya, dalam
konteks ini, alam semesta adalah alamat, alat atau sarana yang sangat
jelas untuk mengetahui wujud tuhan, pencipta yang Maha Esa, Maha
Kuasa, lagi Maha Mengetahui. Dari sisi ini dapat di pahami bahwa
keberadaan alam semesta merupakan tanda-tanda yang menjadi alat
atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan
keberadaan serta ke-Maha Kuasaan Allah swt4.
Di dalam Al-Qur'an pengertian alam semesta dalam arti jagat raya
dapat dipahami dengan istilah "Assamaawaat wa al-ardh wa maa
baynahumaa”. Istilah ini ditemui didalam beberapa surat Al Qur'an
yaitu: Dalam surat maryam ayat 64 dan 655. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa
yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk kongkrit (nyata) maupun

3
Mohd. Al-Thoumy al-Syaibany, falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan
Bintang,1979), h.58.
4
M. Quraish Sihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an
(Jakarta: Lentera hati, 2004), h.32.
5
Al-Qur,an Q.S. Maryam [16]: 64-65
3

dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bahagian dari alam semesta


yang berkaitan satu dengan lainnya.
Menurut para filosof terdahaulu ada dua macam kearifan : kearifan
praktis dan kearifan teoritis. Yang di maksud dengan kearifan praktis
adalah mengetahui sebagaimana mestinya kita hidup. Sedangkan yang
dimaksud kearifan teoritis adalah mengetahui yang ada seperti
adanya6. Disamping sebagai sarana untuk menghantarkan manusia
akan keberadaan dan ke Maha kuasaan Allah Swt. dalam perspektif
Islam, alam semesta beserta sesuatu yang ada di dalamnya di ciptakan
untuk manusia.
secara Ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan adanya dzat
yang mewujudkanNya keberadaan langit dan bumi mewajibkan
adanya sang pencipta yang menciptakan keduanya. Dalam konteks ini,
keberadaan alam semesta berupa petunjuk yang sangat jelas tentang
keberadaan Allah Swt. sebagai tuhan Maha Pencipta. Karenanya,
dengan mempelajari alam semesta, manusia akan sampai pada
pengetahuan bahwa Allah SWT adalah Dzat penciptaan alam semesta.
Al-Qur’an, dalam beberapa tempat memotifisir manusia untuk
melakukan eksplorasi, pengamatan, dan perenungan terhadap
fenomena yang terbentang di alam semesta ini, mengenal Allah SWT7.
Sekalipun alam semesta ini diciptaan untuk manusia, namun bukan
berarti manusia dapat berbuat sekehendak hati di dalamnya. Hal ini

6
Murthada muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h.49.
7
Sahirul Alim et. Al., Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan
Teknologi (Jakarta: Departemen Agama RI, 1995), h. 65-67.
4

bermakna bahwa kekuasaan manusia pada alam semesta ini bersifat


terbatas. Manusia hanya boleh mengolah dan memanfaatkan alam
semesta ini sesuai dengan keinginan tuhan yang telah mengamanahkan
alam semesta ini kepada manusia. Memang, sebagai “khalifah” Allah
SWT, telah memberikan pendapat kepada manusia untuk mengatur
bumi dan segala isinya. Demikianpun, kekuasaan seorang khalifah
tidaklah bersifat mutlak, sebab kekuasaannya dibatasi oleh pemberi
amanah kekhalifahan itu, yakni Allah SWT8.
Secara umum ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau
identifikasi manusia tentang alam semesta. Sumber interpretasi ini ada
tiga hal: ilmu pengetahuan, filsafat dan agama. Semua karakteristik dan
kualitas mutlak harus dimiliki oleh sebuah konsepsi yang baik tentang
alam semesta, Dan ini dimiliki oleh konsepsi Tauhid.
Menurut Murtadha Muthahhari, Konsepsi Tauhid merupakan satu-
satunya konsep yang memiliki semua karakteristik dan kualitas ini.
Konsepsi Tauhid merupakan kesadaran akan fakta bahwa alam
semesta ada berkat suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam
semesta ditegakkan di atas rahmat dan kemurahan hati Pencipta.
Tujuannya adalah membawa segala yang ada menuju
kesempurnaannya sendiri. Konsepsi Tauhid artinya adalah bahwa alam
semesta ini bersumber dari “dari Allah dan akan kembali pada Allah”9.
Tauhid bukan sekedar gugus keyakinan teologis, tetapi juga sebuah

8
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Bandung: Mizan,
1994), h.48.
9
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h.56-57
5

bingkai epistemologis. Dengan kata lain, Tauhid adalah teropong


realitas, cara memandang dunia. Oleh sebab itu, Tauhid merupakan
pandangan dunia (World View)10.
Untuk menganalisis pemikiran Murtadha Muthahhari yang
membahas prinsip Tauhid tentang alam semesta sebagaimana yang
disebutkan diatas, akan lebih tepat dan efektif mengkaji dan menelaah
secara langsung buah pemikirannya melalui karya-karya dan jejak
perjuangannya agar penelitian ini terhindar dari unsur subjektivitas.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PRINSIP TAUHID DALAM ALAM
SEMESTA, STUDI ATAS PEMIKIRAN MURTADHA
MUTHAHHARI”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan mendalam maka peneliti


membatasi penelitian ini. Batasan masalahnya berfokus pada
pemikiran Murtadha Muthahhari tentang alam semesta.

Dari penjelasan dilatar belakang serta batasan masalah di atas


tentang tema yang diangkat, dapat diambil rumusan masalahnya yaitu
sebagai berikut: Apakah Murtadha Muthahhari mampu mebuktikan
Prinsip Tauhid bekerja dan mejadi system alam semesta?

10
Murtadha Muthahhari, Pandangan-Dunia Tauhid (Bandung: Yayasan
Muthahhari, 1993), h. 9.
6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam menjalankan segala sesuatu terutama yang berkenaan


dengan penelitian pasti memiliki tujuan. Hal ini bertujuan agar peneliti
tidak keluar dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya agar
kualitas penelitian ini baik dan pembaca juga dapat mengambil lebih
banyak hasil penelitian ini.

1. Tujuan Penelitian

Berdsarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas,


maka peneliti menganggap tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui prinsip Tauhid tentang alam semesta menurut
Murtadha Muthahhari.

2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini,
sebagaimana yang telah di paparkan di atas, penelitian ini juga
diharapkan dapat memberi manfaat yang signifikan. Manfaat
yang penulis harapkan adalah:
a. Turut memberikan sumbangsih pemikiran dan masukan
tentang bagaimana memahami alam semesta ini sebagai
jalan dan petunjuk filosofis untuk mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta.
b. Bentuk sumbangan untuk memperkaya Khazanah
keilmuan, khususnya bagi Umat Islam.
7

D. Tinjauaan Pustaka

Penelitian ini akan mengungkap “Konsep alam semesta menurut


Murtadha Muthahhari” di mana penyampaiaan isinya akan mengungkap
bagaimana konsep pemikiran Murtadha Muthahhari tentang alam semesta.

Peneliti menyadari bahwa kajian mengenai pemikiran Murtadha


Muthahhari tentang tauhid telah banyak dilakukan, namun penelitian
mengenai “alam semesta menurut Murtadha Muthahhari”, Sejauh yang
peneliti ketahui belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang
pembahasannya mendekati terkait dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Judul Skripsi “Tauhid menurut pandangan Murtadha


Murthahhari” yang ditulis oleh Rochman Rofi’ah program
studi Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya. Persamaan
penelitian ini adalah sama-sama membahas persoalaan Tauhid.
Sedangkan perbedaanya terletak pada fokus pembahasan
Tauhid yang hanya meneliti tahuhid secara umum tidak
Spesifik membahas seperti yang peneliti ajukan11.
2. Judul Skripsi “pemikiran teologi Murtadha Muthahhari” yang
ditulis oleh Mela Roza, program studi Ilmu Aqidah fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri (UIN) Ar-
Raniry Darussalam Banda Aceh. Dalam skripsnya peneliti
membahas bagaimana pandangan Murtadha Muthahhari

11
Rochman Rofi’ah, Tauhid menurut pandangan Murtadha Muthahhari
(Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1997).
8

tentang Teologi Islam dan menguraikan pengaruh pemikiran


teologi Murtadha Muthahhari terhadap Masyarakat Modern12.
3. Skripsi, dengan judul “Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha
Muthahhari” dijelaskan bahwa dalam perspektif Murtadha
Muthahhari, Insan Kamil itu adalah manusia teladan, unggul,
luhur pada semua nilai-nilai insani dan selalu menang di
medan-medan tempur kemanusiaan. Di samping itu manusia
tersebut seluruh nilai insaninya berkembang secara seimbang
dan stabil serta tidak satupun dari nilai-nilai yang berkembang
itu tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Dengan demikian,
menurut Murtadha Muthahhari manusia yang kamil memiliki
jiwa dan mental yang sehat yaitu yang seluruh nilai insaninya
berkembang secara seimbang dan stabil dan berkembang sesuai
dengan nilai-nilai yang lain13.
4. Tesis tentang “Relasi Manusia Sempurna dengan alam semesta
dalam Pemikiran Murtadha Muthahhari” yang di tulis oleh
Sundari dari STFI Sadra Jakarta. Dalam tesisnya, Sundari
menjelaskan bagaimana relasi Manusia dengan alam semesta,
bagaimana menjelaskan Manusia merupakan ciptaan Tuhan
yang paling sempurna dan harus menjadi Prototipe dalam
menjalani kehidupan. Meskipun untuk menjadi manusia
sempurna sangat sulit tetapi Menurut Murtadha Muthahhari

12
Mela Roza, pemikiran teologi Murtadha Muthahhari (Skripsi fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2016).
13
Lukman Nurhakim, Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha Muthahhari
(Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016)
9

untuk meraihnya bukan sesuatu yang Mustahil. Salah satu


caranya dengan mengenal dirinya secara benar maka akan
mendapati perlunya manusia sempurna sebagai panutan dalam
menuju dan meraih kesempurnaan dalam keberlangsungan
alam semesta14.

E. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research) karena peneliti menganalisis literatur-literatur dari
berbagai sumber yang berbentuk pustaka sehingga penelitian
ini bersifat kualitatif15.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi tokoh atas pemikiran
Murtadha Muthahhari. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan filososfis. Pendekatan ini digunakan untuk mencari
dan menginterpretasi data dengan kacamata filosofis dengan
karakter ojektif-kritis-radikal dan multipersepsi. Objek
material16 dalam penelitian ini adalah pemikiran Murtadha

14
Sundari, Relasi Mansia Sempurna dengan Alam Semesta dalam Pemikiran
Murtadha Muthahhari (Tesis STFI Sadra Jakarta, 2016)
15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 6.
16
Menurut Maslen objek material dalam penelitian filsafat adalah titik kajian
atau bahan yang menjadi fokus kajian dalam ilmu tertentu. Kaelen, Metode Penelitian
Kualitatif tentang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 34.
10

Muthahhari. Sedangkan objek formalnya17 adalah konsep alam


semesta.
3. Sumber data

Sumber penelitian ini berasal dari Buku-buku serta bahan


bacaan lain yang relevan dengan pembahasan. Data primer
mengenai Konsep alam Semesta mengacu pada Buku “Manusia
dan alam semesta: Konsepsi Islam tentang Jagat Raya” (2002)
penerjemah Ilyas Hasan dan Buku “Pandangan Dunia Tuhid
Murtadha Muthahhari” (1985) Penerjemah Agus Efendi.
Sedangakan data sekunder dari penelitian ini diambil dari berbagai
sumber baik berupa Buku-buku, artikel, jurnal, internet ataupun
bahan bacaan lainnya yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas.

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan mengenai masalah dalam Penelitian ini akan disusun


kedalam lima bab yang mana antara bab satu dengan bab yang lainnya
merupakan satu kesatuan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
mengingat antara satu dengan yang lainnya bersifat Integral. Untuk
mendapatkan gambaran pokok pebelitian secara keseluruhan dan
bagaimana hubungan antara bab satu dengan bab lainnya maka sistematika
penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

Bab pertama, Bab ini merupakan pendahuluan yang akan


mengantarkan pada bab-bab berikutnya. Bab ini merupakan gambaran

17
Kaelen, Metode Penelitian Kualitatif tentang Filsafat (Yogyakarta:
Paradigma, 2005), h. 34.
11

umum untuk menggambarkan isi skripsi secara keseluruhan namun dalam


satu kesatuannya yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman bagi Bab-
bab berikutnya dengan memuat: latar belakang, Batasan dan Rumusan
Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian dan Sistematika Penelitian.

Bab kedua, pada bab ini akan membahas mengenai Biografi


Murtadha Muthahhari meliputi perjalanan Intelektual dan Pemikiran-
pemikirannya serta Karya-karyanya. Penjelasan di Bab ini digunakan
untuk mengetahui faktor utama tentang pemikirannya tentang alam
semesta.

Bab ketiga, pada Bab ini memuat landasan teori tentang berbagai
macam konsep alam semesta. Pembahasan ini sangat diperlukan untuk
mengetahui bagaimana konsep alam semesta secara menyeluruh.

Bab keempat, dalam Bab ini akan dianalisis dari data-data yang
terdapat pada Bab III dengan menggunakan kacamata Bab II, sehingga
hasilnya akan mencerminkan dengan tema yang dibahas. Maka di Bab ini
akan dibahas tentang Konsep alam semesta menurut Murtadha
Muthahhari.

Bab kelima, merupakan Bab penutup dari keseluruhan pembahasan


sekaligus merupakan akhir dari proses Penelitian skripsi ini. Bab ini berisi
tentang kesimpulan guna menjawab persoalan dari rumusan masalah dan
saran-saran berupa masukan secara umum yang diajukan kepada pembaca
terkait alam semesta sebagai tanda teologis serta Masukan untuk kebaikan
dan kesempurnaan pada penelitian selanjutnya.
BAB II

MENGENAL MURTADHA MUTHAHHARI

A. Riwayat Hidup Murthada Muthahhari

Murtadha Muthahhari dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1920 di


Fariman, sebuah desa kecil di kota Praja yang terletak 60 km dari
Marsyhad, yang merupakan pusat belajar dan ziarah kaum syiria yang
besar di Iran Timur1. Ayahnya seorang hujjatul Islam bernama
Muhammad Husein Muthahhari adalah seorang ulama yang cukup
terkemuka dan dihormati oleh lapisan masyarakat baik Khurasan
maupun di seluruh Iran. Muhammad Husein Muthahhari pernah belajar
di Najaf sebuah pusat pengetahuan Syi’ah di Iraq dan melewatkan
waktunya beberapa waktunya di Mesir dan Hijaz sebelum kembali ke
kampung halamannya di Fariman2.

Sayyed Husein Nasr, salah satu sahabat karibnya, mengatakan


bahwa Muthahhari merupakan salah seorang perwujudan Par
Excelence keberlangsungan tradisi filsafat hikmah Mulla Shadra.
Tradisi ini berlangsung secara kuat di Universitas-universitas hingga
pemerintahan Pahlevi3. Sejak kecil Muthahhari belajar pengetahuan
agama di bawah asuhan ayahnya sampai usia dua belas tahun

1
Murtadha Muthahhari, Kritik Islam terhadap Materialisme,terj. Ahmad
Kamil (Jakarta: al-Huda,2001) h. 9
2
Arif Gunandar, “Akhlak Menurut Murtadha Muthahhari (Suatu Tinjauan
Filosofis)”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry Banda Aceh
2015), 12.
3
Sayyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di tengah Kancah Dunia Modern,
(Bandung, Penerbit Pustaka, 1994), h. 195

12
13

kemudian memasuki madrasah maktab (sekolah dasar tradisional) di


Fariman yang mengajarkan membaca, menulis dan mempelajari surah-
surah pendek dari Al-Qur’an dan sastra Arab4.

Pemikiran Muthahhari sangat bercorak Filosofis. Muthahhari


merupakan tokoh pemikir Syi’ah yang Rasionalis dengan pendekatan
Filosofis. Menurut Muthahhari kedua aliran ini semuanya berada di
jantung ajaran Islam, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Al-
Qur’an, Hadist, dan Ajaran para Imam. Mazhab Filsafat yang dianut
oleh Muthahhari merupakan Mazhab Filsafat Mulla Shadra, yaitu
Filsafat al-Hikmah ak-Muta’aliyah (Teosofi Transenden) yang
berupaya memadukan Spiritualitas dengan Deduksi Filosofis5.

Dengan corak pemikirannya yang filosofis ini, sebenarnya tidak


lepas dari perkembangan Filsafat yang terjadi dikawasan Persia.
Muthahhari dikenal sebagai tokoh pembela Kebebasan berpikir.
Muthahhari memiliki keyakinan bahwa eksistensi Islam tidak bisa
dipertahankan kecuali dengan kekuatan Ilmu dan memberikan
kebebsasan terhadap Ide-ide yang muncul. Dan dengan filsafat
merupakan salah satu cara untuk memahami ajaran-ajaran Islam.
Kebenaran filsafat dan Agama menurut Muthahhari tidak saling
bertentangan. Berdasarkan keyakinan ini Muthahhari selalu
melandaskan pemikirannya pada kebenaran-kebenaran Agama,
kemudian dipahami, diinterpretasi dan dipertahankan dengan
kebenaran-kebenaran filosofis.

4
Arif Gunandar, “Akhlak Menurut Murtadha Muthahhari (Suatu Tinjauan
Filosofis)”, 13.
5
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid,
(Bandung, Yayasan Muthahhari, 1998), h. 34
14

Muthahhari berpendapat bahawa serbuan pemikiran Barat sebagai


musuh terbesar pemikiran Islam. Untuk menghadapi serangan
intelektual ini menurutnya harus menggunakan senjata intelektual
pula. Muthahhari memahami betul, bahwa melawan gempuran
pemikiran Barat tidaklah mudah. Diperlukan perencanaan yang
matang dan tepat6.

Namun tragis saat kematian Muthahhari, menurut kesaksian


Mujtaba, Puteranya, sebelum wafatnya Murtadha Muthahhari
tampaknya telah melihat tanda-tanda kesyahidan dirinya. Muthahhari
tampak terlepas dari masalah-masalah duniawi. Pada saat menjelang
tragedi penembakan kepada dirinya, ia lebih memperbanyak Shalat
Malam dan membaca Al-Qur’an. Ia pun bermimpi mengahadap
Rasulullah bersama Khomaini7.

Tragedi penembekan itu terjadi pada hari selasa 1 Mei 1979 saat
Muthahhari pergi kerumah Dr. Yadullah Sahabi bersama anggota-
anggota lain dewan Revolusi Islam. Sekitar pukul 10.30 malam,
Muthahhari dan yang lainnya meninggalkan rumah Sahabi.
Muthahhari berjalan sendirian menuju jalan kecil dekat dengan tempat
parkir Mobil yang akan membawanya pulang. Muthahhari mendengar
suara asing yang memanggilnya, ketika menoleh kearah suara yang
memanggilnya sebuah peluru tepat menembus kepalanya. Ia
meninggal hampir seketika meski sempat dilarikan ke rumah sakit
terdekat namun tidak dapat terselamatkan. Dengan kematiannya, Iran

6
Murtadha Muthahhari, Keadilan ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam,
(Bandung, Mizan, 2009), h. 27
7
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid, , h. 26.
15

menetapkan Hari Guru sebagai cara untuk menghormati dedikasi yang


diberikan untuk bangsanya.

Seluruh kehidupan Muthahhari the dicurahkan untuk berjihad


melalui, Pemikiran, pidato, tulisan-tulisannya, dan keikutsertaanya
dalam kancah perpolitikan di Iran. Ruh semangatnya dalam kancah
perpolitikan adalah untuk mengembalikan Negara Iran sesuai dengan
konsep masyarakat Madani yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW.

B. Latar Belakang Intelektual

Muthahhari merupakan tokoh pemikir Islam yang Legendaris dan


berpengaruh besar terhadap dunia intelektual islam khususnya di Iran.
Muthahhari berkecimpung tidak hannya di dunia akademis tetapi
berperan aktif pula di dunia perpolitikan. Dalam dunia pendidikan,
Muthahhari aktif memberikan pengajaran baik untuk mahasiswa
ataupun masyarakat awam. Sedangkan di dunia politik, Muthahhari
berjuang menggulingkan pemerintahan tirani rezim Pahlevi bersama
para Ulama, Mahasiswa dan masyarakat Iran yang tertindas, dan
gerakan ini dipimpin oleh Imam Khomaini.

Murtadha Muthahhari dibesarkan dalam asuhan ayahnya yang


bijak hingga usia dua belas tahun. Pada waktu itu Muthahhari mulai
belajar agama secara formal di lembaga pendidikan di Marsyad, yang
pada waktu itu sedang mengalami kemunduran, sebagian karena
alasan-alasan intern, dan sebagian karena alasan eksteren, yaitu
tekanan-tekanan Rezalkhan, Otokrat pertama Pahlevi, terhadap semua
16

lembaga ke Islaman. Tetapi di Marsyhad, Muthahhari menemukan


kecintaan besarnya kepada filsafat, teologi, dan tasawuf8.

Di kota Marsyad Murtadha Muthahhari bertemu dengan tokoh


yang sangat dikaguminya sehingga dirinya sangat berkeinginan untuk
belajar dengannya, yaitu Mirza Mahdi Syahidi Razavi. Tokoh inilah
yang sedikit banyak mempengaruhi pemikiran Muthahhari saat di
Marsyad. Sampai akhirnya Razavi wafat pada tahun 19399.

Setelah Razavi wafat Muthahhari pindah ke Hauzah ‘Ilmiyah Qum


dan belajar di bawah bimbingan Ayatullah Khomaini. Pengetahuan
yang di dapat saat belajar di Marsyad kemudian dikembangkan di kota
Qum ini. Sampai-sampai mempengaruhi perkembangan
intelektualnya. Terlebih dalam bidang Filsafat. Ia membaca dan
menelaah sebelas jilid kisah peradaban, kelezatan filsafat dan buku-
buku lainnya yang dikarang oleh Will Durant, Bertrand Russel,
Sigmund Freud, Eric Fromm dan pemikir-pemikir lainnya dari Barat10.
Berkat kecakapannya dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu, pada
tahun 1374 H, dalam usia tiga puluh enam tahun, Ia mengajar Logika,
Kalam, Tasawuf, Filsafat dan Fiqih di Fakultas Teologi Universitas
Teheran11.

Salah satu Guru yang paling berpengaruh pada pemikiran


Muthahhri adalah Mufassir terkenal yaitu Ayatullah Sayyid
Muhammad Husein Thabathaba’i. sebagian dari kuliah yang diberikan

8
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid, h. 26
9
Rika Rubiyanti, Moralitas alam Islam menurut Murtadha Muthahhari,
(Skripsi UIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2010), h. 12
10
Jalaluddin Rahmat, Kata Pengantar dalam Murtadha Muthahhari, Persfektif
Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, (Bandung, Mizan, 1992), h. 8
11
Rika Rubiyanti, Moralitas alam Islam menurut Murtadha Muthahhari, h. 15
17

oleh Thabathaba’i adalah Filsafat Materialisme dan al-Syifa’-nya Ibn


Sina. Berkat kecerdasan Muthahhari yang cemerlang, Tradisi keilmuan
Barat dan Islam dikuasi Olehnya12.

Muthahhari meninggalkan Qum pada tahun 1952 menuju Teheran,


di Teheran Muthahhari menikah dengan putri Ayatullah Ruhani dan
mulai mengajar Filsafat di Madrasa-yi Marrvi, sebuah lemaga
pendidikan Agama paling utama di Ibu Kota13.

Sekitar tahun 1946, Muthahhari mulai mempelajari Marxisme


untuk kemudian dibantahnya. Namun menurut Hamid Dabashi,
sumber-sumber yang dibaca Muthahhari untuk mendalami Marxisme
merupakan sumber yang bersifat skunder. Yaitu sumber-sumber yang
didapat dalam bahasa Persia, baik Pamflet yang ditulis oleh kaum
Marxis yang tergabung dalam Partai Tudeh14.

Berlanjut pada tahun 1950, Muthahhari lebih berkonsentrasi lagi


pada Studi Filsafat. Ia kemudian meneruskan bacaannya tentang
Marxisme melalui terjemahan Persia karya George Pulizer yang
berjudul Introduction to Phylosophy dan mulai mengikuti diskusi
kamis bersama Thabathaba’I tentang Filsafat Materialisme. Diskusi
rutin ini berlangsung selama tiga tahun dari tahun 1950-1953 dan
menghasilkan Lima Jilid Buku yang berjudul Prinsip-prinsip Filsafat
dan metode Realistik. Kemudian Muthahhari memperbaiki karya ini

12
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid, h. 32
13
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid, h. 35-36
14
Rika Rubiyanti, Moralitas alam Islam menurut Murtadha Muthahhari, h. 9
18

dan menambahkan catatan-catatan yang luas dan secara bertahap


menerbitkannya15.

Murtadha Muthahhari sebenarnya sangat kagum dengan paham-


paham filsafat Barat seperti materialisme dan eksistensialisme, namun
Muthahhari juga mengkritiknya dengan keras, karena dipandangnya
tidak sesuai dengan Tauhid yang dianutnya, dan juga keadaan
masyarakat Iran yang Shi‟ah16. Muthahhari dalam hal ini tidak
sendirian, ternyata Ali Syari`ati yang juga tokoh Iran seangkatan
Muthahhari mengalami kondisi yang sama. Muthahhari dan Shari‟ati
adalah seorang Marxis yang anti-marxis. Keduanya terpengaruh
banyak oleh Marxisme, khususnya Neo-Marxisme dari Gurvitch, tapi
juga banyak mengkritiknya. Ada hubungan benci-cinta antara
keduanya dengan Marxisme17

Selain berkecimpung di dunia Akadimis, Muthahhari juga


mengambil bagian dalam Aktifitas Organisasi keislaman Profesional
yang berada di bawah pengawasan Mahdi Bazarqan dan Ayatullah
Telegani. Organisasi ini menyelenggarakan kuliah-kuliah pada
anaggotanya sebagai komitmen sosial. Sehingga tidak menjadi
terpelajar yang hanya pintar namun tidak tahu dengan urusan
kemasyarakatan. Pada tahun 1960 Ia memegang kepemimpinan

15
Mulyadi Kartanegara, Nalar religious memahami Hakikat Tuhan, Alam dan
Manusia, (Jakarta, Erlangga, 2007), h. 91-92.
16
Murtadha Muthahhari, Falsafah Pergerakan Islam, Cet; I, (Jakarta : Amanah
Press, 1988) hlm. 96
17
Murtadha Muthahhari, Man and Universe. Diterj, Ilyas Hasan, Manusia dan
Alam Semesta (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 1.
19

sekelompok Ulama Teheran yang dikenal dengan Masyarakat


keagamaan Bulan: Anjuman-I Mehanayi-dini18.

Tekanan serius pertama diberikannya kepada Rezim Syah terjadi


selama kebangkitan Khardad 6 Juni 1963, ketika Muthahhari
menyatakan diri secara politik maupun intelektual sebagai pengikut
Imam Khomaini dengan memberikan pernyataan agar Orang
mendukungnya dalam Khutbah-khutbahnya, karena itu Muthahhari
ditahan selama empat puluh tiga Hari19. Sebagai murid dari Ayatullah
Khomeini, Murtadha Muthahhari, peran-perannya cukup sentral dalam
membangun opini publik Iran untuk bergerak melakukan revolusi.
Muthahhari merupakan seorang pemikir besar yang banyak bicara
tentang gagasan-gagasan keislaman dan sosial dengan berbasis
pemikiran filsafat dan teologi. Sebagai sosok pemikir, karakteristik
yang menonjol pada diri Murtadha Muthahhari adalah keluasan
pemahaman dan wawasannya tentang Islam. Keluasan pemahaman
tentang filsafat dan ilmu pengetahuan modern serta keterlibatan non
kompromistis terhadap keyakinan dan ideologi Barat modern tersebut.
Perpaduan kedalaman pengetahuan tentang Islam, filsafat dan ilmu
pengetahuan serta sikap politik yang non kompromistis menjadikannya
seorang ideolog yang tangguh20.

Beberapa hari setelah ditahan pada tahun 1964 bersama beberapa


ulama lainnya Muthahhari mendirikan Organisasi Tahiyyat-e
Ruhaniyyat-e Mubarriz (Himpunan Ulama Pejuang) dan

18
Mulyadi Kartanegara, Nalar religious memahami Hakikat Tuhan, Alam dan
Manusia, h. 94
19
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid,h. 44
20
Nihaya, “Sintesa Filsafat dan Teologi Murtadha Muthahhari” dalam Jurnal
Suleana, Vol. 8, No.1 (2013), .h.112.
20

mengorganisir perlawanan terhadap Rezim. Saat Revolusi Iran yang


dipimpin oleh Imam Khomaini Meletus pada Tahun 1978-1979,
Muthahhari merupakan salah satu Arsitek Revolusi tersebut. Saat
revolusi berada diambang kemenangan Muthahhri ditunjuk Khomaini
untuk memimpin Syuraye Inqilab Islami (dewan Revolusi Islam), yang
mengendalikan roda Politik Iran21. Akan tetapi sebelum menerapkan
Konsep Politiknya pada Pemerintahan baru Muthahhri
menghembuskan Nafas terakhirnya akibat peluru teroris Furqon yang
kiri dan mengidentikkan dirinya dengan Islam.

Pada tahun 1971, Husainiya-ye Irsyad dan Masjid al-Jawad


dilarang secara politik oleh rezim, Muthahhari kembali masuk penjara.
Kemudian bebas namun tidak mengubah langkahnya untuk melawan
Rezim. Pada Tahun 1978 ketika Muthahhari mengecam pembuangan
Ayatullah Muntazeri, Rezim berkuasa melarang semua kuliah dan
dakwahnya22.

C. Karya-karyanya

Murtadha merupakan salah satu ulama terkemuka Islam


kontemporer Iran yang biasa disebut Syayid Muthahhari, dengan gelar
tersebut mencerminkan sosok Ulama yang intelektual. Kekuatan
analisisnya dan penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai
macam disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu Agama, Tasawuf,
Logika, Fiqih, Sosiogi, Sejarah, Filsafat Islam bahkan Filsafat Barat.

21
Murtadha Muthahhari, Kritik Islam terhadap Materialisme, (Jakarta, al-
Huda, 2001), h. 9
22
Haidar Baqir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang Mujtahid, h.9
21

Dari sekian banyak karya yang telah di tulisnya ada beberapa buku
yang terkenal seperti:

1. Manusia dan Alam Semesta (Konsepsi Islam tentang Jagat


Raya). Buku ini diterjemahkan dari Buku Man and Universe
oleh Ilyas Hasan, Buku ini membahas tentang Manusia dan
Alam secara keseluruhan, dari persoalan perbedaan Manusia
dan Binatang, Ilmu pengetahuan dan Agama, Mazhab
Pemikiran, Konsepsi tentang Alam Semesta, Tauhid, Wahyu
dan Kenabian bahkan sampai masalah Imamah
(Kepemimpinan) dan Akhirat. Semua dikupas secara tajam
dengan argumentasi yang Ilmiah, Filosofis, Logis dan juga
Naqliah (merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis)23.
2. Masyarakat dan Sejarah diterjemahkan dari buku Society and
History oleh Muhammad Hashem. Dalam buku ini dijelaskan
bahwa kehidupan Manusia bersifat Kemasyarakatan. Allah
menciptakan Manusia dengan berbagai ragam Jiwa, Fisik,
Pengetahuan dan kecenderungan. Allah telah menganugrahi
seseorang dengan kemampuan yang Khas, dan telah
mengaruniai sebagian mereka dengan keunggulan tertentu.
Dengan cara ini Allah membuat setiap Manusia secara Hakiki
saling memerlukan satu sama lain24.
3. Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, buku ini
diterjemahkan dari beberapa buku berbahasa Arab dan Inggris

23
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta : Konsepsi islam tentang
Jagat Raya, (Jakarta, Lentera Barisama, 2002), h. 1
24
Murtadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, (bandung, mizan, 1919), h.
16.
22

dan disunting oleh Haidar Bagir. Buku ini membahasa tentang


Manusia dan Keimanan.
4. Falsafah Kenabian diterjemahka dari Revelation and
Propethood oleh Ahsin Muhammad. Buku ini berbicara
tentang kaakteristik, peran, tujuan, misi serta penutup para Nabi
juga mengenai Mukjizat Al-Qur’an.
5. Keadilan Ilahi diterjemahkan dari Buku Al-adl al-illahi oleh
Agus Efendi.
6. Jejak-jejak Rohani yang diterjemahkan oleh Ahmad Subandi.
Buku asli ditulis menggunakan bahasa Persia oleh Murtadha
Muthahhari. Dalam buku ini Muthahhari berkata bahwa nasihat
adalah bagian penting dalam kehidupan Manusia. Akan tetapi
menyampaikan dan menerima Nasihat merupakan persoalan
yang tidak mudah. Pertama Nasihat yang diberikan haruslah
berisi dan tidak mengulang-ulang apa yang telah disampaikan
dan disampaikan benar-benar penuh dengan keiklasan agar
bermanfaat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
7. Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, Buku ini diterjemahkan dari
On The Islamic Hijab yang dikarang oleh Muthahhari yang
diterjemahkan oleh Agus Efendi dan Alwiyah Abdur Rahmah.
Didalam buku ini Muthahhari berupaya menggugat Moral
Modern mengenai gaya hidup wanita . sebagai seorang Ulama
pemikir dan banyak tahu tentang problem-problem terkini,
Muthahhari mengomentari penampilan Wanita, suara Wanita
sampai perilaku keseharian Wanita.
23

8. Manusia Sempurna diterjemahkanari buku Perfect man oleh


Muhammad Hasan. Dalam buku ini Murtadha menjelaskan
pandangan Islam tentang Manusia Sempurna.
9. Kritik Islam terhadap Matrealisme diterjemahkan dari buku
berbahasa Inggris The causes Responsible for Materealist in
the west oleh Akal Kamil. Buku ini mengomentari kelemahan-
kelemahan Ide Barat tentang Matrealisme dan konsep sosial
politiknya.
10. Falsafah Akhlak yang diterjemahkan oleh Faruq bin Dhiya’.
Dalam buku ini membahas tentang berbagai macam kriteria
perbuatan Akhlaki, Emosi, Masalah Ego, Intuis hingga krisis
spiritual dan moral.
11. Hak-hak Wanita dalam Islam atau The Right of woman in islam
yang diterjemahkan oleh Muhammad Hashe. Buku ini
membahas tentang perkawinan antara Pria dan Wanita, dimulai
sejak Lamaran, tunangan hingga Perkawinan. Dan masalah
Talaq, Warisan da Poligami.
12. Menjangkau masa depan atau Muhadharat Fi ad-Din wa al-
ijtima’ yang diterjemahkan oleh Muhammad Al-baqir. Buku ini
membahas tentang bagaimana membimbing Generasi Muda
Islam Masa Depan.
13. Manusia Seutuhnya yang diterjemahkan oleh Abdillah Hamid
Ba’abud. Buku ini menggambarkan bagaimana menjadi
manusia sempurna atau Ideal. Insan Kamil merupakan manusia
yang seluruh nilai kemanusiaannya berkembang dengan
seimbang dan stabil. Tidak ada satu-pun dari nilai itu yang
berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai lainnya. Dalam Al-
24

Qur’an pun menyebutkan bahwa Manusia yang nilai-nilai


kemanusiaannya berkembang dan sempurna ini adalah Imam25.
Dijelasakan juga, memdekatkan diri kepada Tuhan bukan
merupakan pendahuluan dari mengabdi pada hamba-Nya, akan
tetapi sebaliknya, mengabdi kepada hamba-Nya Merupakan
pendahuluan dari mendekatkan diri kepada Tuhan 26.
14. Tema-tema Pokok Nahj Al-Balaghah yang diterjemahkan dari
buku Glimpses of the Nahj Al-Balaghah oleh Arif Mulyadi.
Buku ini membahas bagaiman wacana-wacana Ali bin Abi
Thalib yang meliputi tema-tema Teologi, Suluk dan Ibadah,
Pemerintahan dan Keadilan.
15. Fitrah yang diterjemahkan dari buku Al-Fitrah oleh Afif
Muhammad. Buku ini membahas tentang Fitrah Manusia,
Kebutuhan Manusia dan Nilai-nilai kemanusiaan dari berbagai
aliran pemikiran.
16. Haq wal Al-Bathil buku ini menawarkan pemikiran alternatif
tentan kebenaran dan kebatilan terhadap kritik dari berbagai
macam penyelewengan yang berkembang27.
17. Kenabian Terakhir, didalam buku ini Muthahhari membedah
secara komprehensif bagi mereka yang meragukan posisi Nabi
Muhammad SAW, Peran Imam dan Ulama sebagai pewaris
Ajara Nabi pun dibahas dalam buku ini dan ditempatkan
didalam posisi yang tepat.

25
Murtadha Muthahhari, Manusia Sempurna, (Jakarta, Lentera, 1994), h. 29
26
Murtadha Muthahhari, Manusia Sempurna, h. 254
27
Hairus Saleh, filsafat Manusia; Studi Komparatif antara Abdurrahman
Wahid dan Murtadha Muthahhari, (Skripsi Fakultas Ushuludiin UIN Syarif
Hidayatulah Jakarta, 2014), h. 29.
25

18. Muqaddim-e Bar Jahan Bini-e Islam atau (mukadimah


pandangan Islam) adalah buku Muthahhari yang paling banyak
diminati, terutama oleh kalangan Muda Islam. Buku ini berisi
kumpulan dari tujuh bahasannya mengenai pandangan
pandangan dunia Islam tentang Manusa, Makna dan tujuan
hidup, Hubungan Manusia dengan Tuhan dan Alam Semesta28.
19. Ushulu al-Falsafah wa al-Madzhini al-Waqi atau (prinsip-
prinsip Filsafat dan Mazhab Realisme) yang diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia. Buku ini ditulis oleh Muthahhari
sebgai pengantar pada uraian falsafi Thabathaba’i. Didalam
buku ini Muthahhari menumbangkan pendapat bahwa Sains
merupakan satu-satunya ukuran dan jalan kebenaran,
Muthahhari berhasil menunjukkan keterbatasan pendekatan
Empiris dan menumbangkan kepalsuan Materialisme.

Dari karya-karya Murtadha Muthahhari yang telah disebutkan di


atas merupakan sebagian kecil dari karyanya. Masih banyak lagi dari
karyanya yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam penelitian ini.
Dan inilah yang menjadi bukti bahwa meskipun beliau disibukan dengan
berbagai macam kegiatan seperti memperjuangkan Revolusi Iran, namun
Murtadha masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikirannya.

28
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Cet. III, Jilid III,
(Jakarta, PT. Inchar Baru, 1994), h. 313
BAB III

KONSEP ALAM SEMESTA MENURUT MURTADHA


MUTHAHHARI

A. Tinjauan Murtadha Muthahhari terhadap konsepsi alam


semesta
Manusia di dalam menjalani kehidupannya sangat
bergantung pada kerangka pikir yang kemudian disebut pandangan
dunia atau world view. Tingkah laku dan arah tujuan hidup sangat
ditentukan oleh bagaimana pandangan dunianya tersebut. Secara
sederhana pandangan dunia adalah kerangka yang dibuat untuk
melihat dunia dan berbagai kejadian yang menyertainya. Berbagai
kejadian dan peristiwa tersebut kemudian oleh manusia diberi
makna dalam kerangka ini1.
Menurut Muthahhari, pandangan dunia yang kemudian
menjadi dasar dari ideologi yang dianut oleh setiap individu dan
golongan. Perbedaan pada ranah ideologi yang dianut oleh setiap
manusia didasarkan pada perbedaan dalam hal menyusun kerangka
pandangan dunia tersebut. Menurut Muthahhari pandangan dunia,
adalah bentuk dari sebuah kesimpulan, penafsiran, dan hasil kajian
yang ada pada diri seseorang berkenaan tentang Tuhan, alam
semesta, manusia, dan sejarah 2. Pandangan dunia kemudian
bertransformasi dan membentuk ideologi sebagai pelatak

1
Musa Kazhim, Belajar Menjadi Sufi, (Jakarta:Lentera Basritama,2002), h. 25.
2
Murtadha Muthahhari, Mengenal Epistemologi, (Jakarta: Lentera, 2001), h.
17-18.

26
27

keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh kelompok masyarakat


tertentu.
Menurut Muthahhari sebuah pandangan dunia yang sejati harus
memiliki kriteria-kriteria di antaranya: dapat disimpulkan dan
dibuktikan dengan didukung oleh nalar dan logika yang telah
Tuhan berikan kepada kita sebagai manusia. Pandangan dunia
memberi makna kepada kehidupan, membangkitkan idealitas,
antusiasme dan aspirasi, serta berorientasi untuk menguatkan dan
mensucikan maksud dan tujuan sosial manusia. Pada umumnya ada
tiga konsepsi tentang alam semesta, sumber interpretasi ini yaitu:
a. Konsep ilmiah tentang alam semesta.
Manusia dan alam mempunyai keterikatan yang kuat
dimana keduanya mempunyai hak dan kewajiban antara satu
dengan yang lain untuk menjaga keseimbangan alam.
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia
dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara
penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan
hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan
kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan
fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan
pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -
wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang
selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak
positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan
untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam
guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan
28

keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk


rasa syukur kepada Allah SWT.
Dalam memahami bagaimana alam ini bisa ada dan
diciptakan kiranya kita melihat sejauh mana ilmu pengetahuan
dapat membantu kita untuk memiliki pendapat. Secara
mendasar ilmu pengetahuan memiliki dua dasar yang sangat
penting, yaitu: teori dan eksperimen. Untuk mengetahui dan
menjabarkan apa yang ingin kita ketahui maka yang pertama
ada dalam pikiran kita adalah teori. Kemudian, dengan
munculnya teori kita akan melakukan eksperimen di
laboratorium atau perpustakaan untuk dibuktikan agar teori itu
diterima sebagai prinsip ilmu penhgetahuan dan terus
dikatakan ilmiah sampai ada teori baru yang lebih baik dan
komprehensif yang di kuatkan oleh eksperimen3. Kira-kira
seperti itulah ilmu pengetahuan menentukan sebab dan akibat
melalui eksperimen.
Dengan ilmu pengetahuan tegas Muthahhari, dapat
memberi manusia banyak informasi tentang segala sesuatu.
Walaupun ilmu pengetahuan dapat memberikan berbagai
macam hal tentang sesuatu yang dicarinya. Namun karena
pengetahuan sifatnya khusus, maka ruang lingkupnya pun
terbatas, eksperimen membatasinya. Dengan ini jelas bahwa
ilmu pengetahuan tidak dapat melakukan eksperimen atas
segenap alam semesta dan segala macam aspeknya. Upaya ilmu

3
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, (Jakarta: Lentera
Basritama, 2002), h. 51.
29

pengetahuan untuk mengetahui sebab akibat hanyalah pada


tingkatan tertentu dan dapat dipastikan ilmu pengetahuan akan
sampai pada titik dimana merasa “tidak tahu”.
Muthahhari mengumpamakan ilmu pengetahuan seperti
lampu sorot, yang mana, lampu sorot hanya bisa menerangi
area yang terbatas, diluar area itu ilmu pengetahuan tidak dapat
meneranginya. Ilmu pengetahuan tidak dapat mengetahui
apakah alam semesta ini memiliki awal dan akhirnya, apakah
kedua sisi alam ini tidak ada batasnya? Ilmu pengetahuan hanya
memberikan informasi tentang posisi beberapa bagian alam
semesta, bukan ciri dan sifat keseluruhan alam semesta.
Menururt Muthahhari, konsepsi ilmu pengetahuan tentang
alam semesta adalah seperti konsepsi tentang Gajah dari orang-
orang yang dalam gelap meraba-raba bentuk gajah. Bagi orang
yang memegang telinga gajah akan mengira bahwa gajah itu
seperti kipas, dan orang yang memegang kakinya menganggap
bahwa gajah itu berbentuk seperti pilar4.
Terlepas dari semua yang telah dijibarkan tentang alam
semesta ini, nilai konsepsi ilmu pengetahuan mengenai alam
semesta bersifat praktis dan teknis. Nilai praktis dan teknis ilmu
pengetahuan terletak pada fakta bahwa, terlepas dari apakah
ilmu pengetahuan menggambarkan atau tidak menggambarkan
realitas, ilmu pengetahuan memberikan kemampuan kepada
manusia untuk menunaikan tugas yang bermnfaat. Kemajuan
industri dan teknologi modern memeprlihatkan nilai praktis

4
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, h. 51.
30

ilmu pengetahuan. Sungguh sangat mencengangkan, di dunia


modern ini ilmu pengetahuan secara teknis dan praktis
berkembang pesat, akan tetapi nilai teoritisnya justru menurun.

b. Konsep filosofis mengenai alam semesta

Dalam konsep filosofis tentang alam semesta ini meskipun


tidak seksama dan serinci konsepsi ilmu pengetahuan, namun
konsepsi filosofis didasarkan pada sejumlah prinsip yang jelas
dan tak dapat disangkal lagi oleh akal. Prinsip-prinsip ini logis,
sifatnya umum dan komprehensif. Konsepsi filosofis tentang
alam semesta menjawab semua masalah yang menjadi
sandaran ideologi. Prinsip ini mengidentifikasi bentuk dan ciri
utuh dari alam semesta.

Kita ambil contoh saja bagaimana filosof terdahulu mencari


dan terus bertanya bagaimana alam semesta ini bisa ada dan
diciptakan. Seperti pandangan Aristoteles dan pengikutnya
yang menganggap bahwa alam ini qadim (tidak mempunyai
permulaan), para filosof sebelum al-Ghazali menganggap
bahwa alam ini qadim sebab qadim Tuhan atas alam alam
semesta sama halnya dengan qadim nya illat atas ma’lul nya
(ada sebab akibat), yakni zat dan tingkatan, pun dari segi
zaman. Para filosof kala itu berargumen tidak mungkin wujud
yang lebih dulu, yaitu alam, keluar dari yang qadim (Tuhan),
kerena dengan demikina berarti kita bisa membayangkan
31

bahwa yang qadim itu sudah ada, sedangkan alam belum ada5.
Menurut al-Ghazali yang qadim (tidak memiliki permulaan)
hanyalah Tuhan semata. Maka selain Tuhan haruslah baru.
Karena apabila terdapat sesuatu yang qadim selain Tuhan,
maka dapat memunculkan paham; apabila yang qadim banyak,
berarti Tuhan banyak; pemikiran ini tentu menimbulkan
kemusyrikan yang pelakunya mendapat dosa besar yang tidak
dapat diampuni oleh Tuhan.

Filosof muslim lain seperti al-Farabi dan Ibnu Sina


berpendapat bahwa wujudnya alam bukanlah diciptakan, Allah
memang prima kausa, penyebab pertama, penggerak pertama,
wajib al-Wujud. Namun Allah bukanlah pencipta alam
semesta, melainkan sebagai penggerak pertama. Dengan artian
bahwa, Allah menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada
secara pancaran (emanasi). Dengan demikian Allah
menciptakan alam semenjak azali dengan materi dari energi
yang qadim, sedangkan susunan materi yang menjadi alam
adalah baru berasal dari pancaran akal pertama6.

Adanya berbagai macam pendapat ini menandakan bahwa


konsepsi filosofis sanagatlah komprehensif dan dinamis. Dari
penjabaran diatas, baik konsepsi ilmu pengetahuan maupun
konsepsi filosofis merupakan pendahuluan untuk aksi, namun

5
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam; Konsep, Filosof dan Ajarannya,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 162
6
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 74
32

dengan dua cara yang berbeda. Kenapa konsep ilmu


pengetahuan disebut sebagai pendahuluan untuk aksi, karena
konsepsi tentang ilmu pengetahuan ini mampu membuat
manusia mengendalikan alam dan membawa perubahan pada
alam. Sedangakan konsepsi filosofis ini mampu menentukan
jalan hidup yang dipilih oleh manusia. Prinsip ini mampu dan
sanggup mempengaruhi reaksi manusia terhadap
pengalamannya pada alam semesta. Inilah yang sebabnya
Muthahhari mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat
memberikan konsepsi tentang alam yang dapat menjadi dasar
ideologi, sedangkan konsepsi filosofis dapat melakukannya7.

c. Konsepsi religius tentang alam semesta


Mutahhari berpendapat, apabila setiap penjelasan
menyeluruh tentang alam semesta dianggap sebagai konsepsi
filosofis, dengan tidak mempertimbangkan apakah sumber
konsepsi ini berasal dari perkiraan, pemikiran atau wahyu,
maka konsepsi religius dan filosofis memiliki bidang yang
sama. Namun apabila sumber pandangan tentang dunia ini kita
amati dengan seksama, tentunya akan memiliki perbedan.
Didalam sebagaiman agama, misalnya agama Islam, konsepsi
religius tentang alam semesta mengambil warna filosofis atau
argumentatif, dan merupakan bagian integral dari agama itu
sendiri8. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agama oleh
agama didasarkan atas pemikiran dan hujjah. Dengan

7
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, h. 55.
8
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, h. 55
33

demikian, konsepsi Islam mengenai alam semesta bersifat


rasional dan filosofis. Selain dua nilai konsep yaitu abadi dan
komprehensif, konsepsi religius tak seperti konsepsi ilmiah dan
filosofis murni, konsepsi religius memiliki satu lagi, yaitu
mensucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

B. Konsep tauhid sebagai pandangan yang lengkap tentang alam


semesta
Sebagai sebuah pandangan dunia universal, pandangan
dunia Tauhid memiliki seluruh ciri yang mesti dimiliki oleh
pandangan dunia yang ideal dan universal. Pandangan dunia
Tauhid menurut Muthahhari adalah pemahaman bahwa alam
semesta diciptakan melalui suatu kehendak bijak dan bahwa
tatanan yang diciptakan berdiri di atas kebaikan dan rahmat agar
semua entitas yang ada dapat mencapai kesempurnaan mereka.
Pandangan dunia Tauhid juga bermakna bahwa alam berkutub
tunggal, berpusat pada Yang Tunggal dan bahwa alam pada
hakekatnya secara absolut diciptakan dari dan milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya9.
Menurut Muthahhari pandangan dunia Tauhid memberikan
semangat, orientasi dan makna-makna pada kehidupan manusia
karena pandangan dunia Tauhid memposisikan manusia di jalan
kesempurnaan yang tak ada batasnya. Muthahhari mengklaim
bahwa pandangan dunia Tauhid adalah satu-satunya pandangan

9
Murtadha Muthahhari, Pandangan Dunia Tauhid, (Bandung: Yayasan
Muthahhari, 1994), h. 18-19.
34

dunia yang mampu menyelamatkan manusia dari keterperosokan


pada lembah kesia-siaan10. Pandangan dunia Tauhid menjadikan
Allah sebagai tujuan yang kepadaNya seluruh maujud bergerak
secara bersama. Sebagai kutub tunggal, Allah diyakini sebagai
kutub yang menentukan arah tujuan dari seluruh semesta ini.
Penyembahan terhadap Allah yang merupakan seruan terbesar dari
ajaran para Nabi adalah seruan kepada seluruh manusia hanya
menyembah Penguasa Tunggal di semesta raya ini. Penyembahan
itu bertujuan untuk mengarahkan fokus manusia pada satu tujuan
penciptaan dan untuk mempercayai satu kekuatan yang paling
efektif dari seluruh eksistensi. Penyembahan juga bermaksud
menjadikan Allah sebagai tempat berlindung dan bergantung
sepanjang hidup dan sejarah11.
Sebagaimana yang kita ketahui, Manusia merupakan
makhluk sosial dan dalam kehidupan sosialnya membawa ribuan
problem bagi dirinya yang tak dapat ia pecahkan sendiri. Karena
sebagai makhluk sosial manusia tak bisa lepas dari keterkaitan pada
yang lain. Oleh karena itu, kebahagiaan manusia, harapannya,
standar moral, alur dan arah jalan hidup, pilihan pada sarana dan
instrumen kehidupan saling berhubungan dan saling meniscayakan
dengan sesamanya. Manusia dalam memilih dan melalui jalan
hidupnya sangat bergantung pada sesamanya. Manusia mesti
mencari jalan kebahagiaannya di jalan yang juga membawa

10
Murtadha Muthahhari, Pandangan Dunia Tauhid, h. 20-21.
11
Ali Syari’ati, Agama Versus “Agama”, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000), h.
29.
35

masyarakatnya pada kebahagiaan dan kesempurnaan12. Karena


itulah pandangan dunia Tauhid kemudian memiliki impliaksi sosial
sebagai pemandu manusia sebagai satu kesatuan entitas yang
kolektif.
Pandangan dunia Tauhid berkeyakinan bahwa gerak
semesta dan manusia didasarkan pada hukum qada dan qadar
Allah yang menguasai seluruh alam semesta dan manusia. Sesuai
dengan ketentuan qada dan qadar manusia adalah makhluk yang
bebas, berwenang dan bertaggung jawab dalam menentukan
nasibnya sendiri13. Pandangan ini menunjukkan nilai independensi
manusia sebagai bukan makhluk yang bersifat determinan,
melainkan memiliki kesadaran dan kehendak bebas dalam
menentukan nasibnya sesuai dengan ketentuan qada dan qadar
yang telah Allah gariskan dalam hukum-hukum sunnatullah. Di
sini tidak ada pemaksaan atau Jabr dan pelimpahan wewenang
(tafwidh) Ilahiah. Pendapat seperti ini juga dianut oleh Syi’ah
Imamiah, tetapi penjelasan Muthahhari tentang hal ini lebih
mendalam dan khusus14.
Sebagai pandangan dunia, konsekuensi Tauhid berarti
manusia hanya takut pada kekuatan tunggal, yaitu kekuatan Allah,
Tuhan Yang Maha Esa,maka selain Dia adalah kekuatan yang
relatif atau tidak alami. Pandangan dunia Tauhid menjamin
kebebasan manusia dan memuliakan manusia hanya semata pada

12
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta (Jakarta: Lentera
Basritama, 2002), h. 34.
13
Murtadha Muthahhari, Pandangan Dunia Tauhid, h. 23.
14
M.H.Thabatha’i, Islam Syi’ah, Asal-Usul Perkembangannya, terj. Djohan
Effendi dari Syi’ite Islam, (Jakarta: Grafiti, 1989), h. 149-153.
36

kedekatan dengan Allah (takwa). Tuntunan kehidupan ini


menggerakkan manusia untuk melawan segala bentuk dan
kekuatan dominan, diskriminasi, dan kezaliman manusia pada
sesamanya. Tauhid memiliki esensi sebagai gagasan yang bekerja
untuk mewujudkan keadilan, egalitarianisme, solidaritas sosial,
dan pembebasan kemanusiaan15.
Pandangan dunia Tauhid secara mendasar dan substantif
mengejewantahkan nilai-nilai pandangan ketuhanan tidak hanya
sekadar pemahaman yang bersifat teologis semata, melainkan
implementatif menjadi sebuah konstruksi teologi yang bersifat
sosial. Keimanan kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan
direfleksikan ke dalam nilai dan sikap sosial yang Tauhidi, dalam
artian meyakini manusia sebagai kesatuan yang egaliter.
Egaliterianisme dan keadilan menjadi basis nilai dan perspektif
dalam mengimplementasikan Tauhid secara efektif pada ranah
sosial.

C. Karakteristik integral alam semesta

Alam semesta dengan segala peristiwa dan isi yang terkandung


di dalamnya merupakan suatu kenyataan yang sangat mengesankan
dan menakjubkan bagi akal dan hati sanubari manusia. Karenanya,
sejak zaman dahulu orang telah banyak berupaya untuk menggali
rahasia-rahasia dan hukum-hukum alam yang dapat dicapainya,
serta mencari-cari hubungannya dengan kebutuhan dan tujuan

15
Eko Supriyadi, Sosialisme Islam: Pemikiran Ali Syari’ati, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), h. 166.
37

hidupnya di muka bumi yang hanya bersifat sementara ini. Upaya-


upaya tersebut telah banyak melahirkan ahli filsafat kealaman yang
mengembangkan beraneka ragam ilmu-ilmu kealaman seperti
astronomi, meteorologi, geologi, fisika, kimia, dan lain sebagainya.

Dari berbagai macam upaya yang telah ditempuh oleh manusia


untuk memahami alam semesta ini, Muthahhari sampai pada
kesimpulan bahwa realitas yang tertangkap oleh manusia melalui
indranya memiliki sifat-sifat khas dan integral:

Pertama Muthahhari menganggap bahwa alam ini bersifat


terbatas; segala yang ada dan dapat ditangkap oleh indra manusia
di dunia ini bersifat terbatas, dari partikel Atom yang paling kecil
sampai bintang yang paling besar, seluruhnya, ruang dan waktunya
memiliki keterbatasan.

Kedua alam ini memiliki sifat berubah; artinya segala sesuatu


yang ada di alam ini tidak ada yang abadi. Segala yang ada di dunia
ini keberadaanya tidak berhenti dan berevolusi, kalau tidak
berkembang kemungkinannya rusak.

Ketiga, ditentukan; sifat khas lain dari alam dunia ini adalah
semuanya serba ditentukan. Eksistensi masing-masing benda
ditentukan oleh dan bergantung dengan eksistensi benda lain.
Tidak ada yang dapat eksis jika benda-benda lainnya tidak eksis.
Kalau kita mau memperhatikan dengan teliti tentang realitas
benda-benda yang ada di alam ini semuanya bergantung dengan
38

eksistensi yang lain, kemudia ke eksistensi yang lainnya dan


setersunya16.

Keempat, sifat khas lain alam semesta ialah bergantung;


menurut Muthahhari, segala yang ada di alam ini tergantung pada
terpenuhinya banyak syarat. Masing-masing yang ada ini
tergantung pada terpenuhinya syarat lain. Dengan artian bahwa
segala sesuatu yang ada ini tidak bisa eksis dengan sendirinya.

Kelima, relatif; menurut Muthahhari semua Eksistensi dan


kualitas segala sesuatu itu relatif. Kalau kita menyebutnya besar,
kuat, indah, berusia tua dan bahkan ada, kita mengatakan begitu
dalam bandingannya dengan benda-benda lain. Juga, ketika kita
mengatakan bahwa kapal atau binatang tertentu hebat, kita
membandingkannya dengan manusia atau sesuatu yang lebih
lemah daripada manusia. Bahkan eksistensi sesuatu itu komparatif.
Bila kita bicara soal eksistensi, kesempurnaan, kearifan,
keindahan, atau kekuatan, berarti kita mempertimbangkan tingkat
lebih rendah dari kualitas itu. Kita selalu dapat memvisualisasikan
tingkatannya yang lebih tinggi juga, dan kemudian tingkatan lebih
tinggi yang berikutnya.

Kemampuan berpikir manusia, yang ruang lingkupnya hanya


mampu menangkap sesuatu yang empiris, namun juga sampai
kepada apa yang ada di balik layar eksistensi, menunjukkan bahwa

16
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h. 62.
39

yang eksis itu bukan saja segala yang kasat indera yang terbatas,
berubah, relatif dan tergantung. keadaan eksistensi yang kita lihat
tampaknya, pada umumnya, ada dengan sendirinya dan berdiri
sendiri. Karena itu, tentunya ada satu kebenaran yang abadi dan
mutlak ada, tak bersyarat, tak terbatas, dan ada selalu di balik alam
ini. Segala sesuatu bergantung pada kebenaran mutlak. Kalau tidak,
keberadaan eksistensi tak mungkin seperti yang kita lihat ini.
Dengan kata lain, tidak ada yang eksis sama sekali tanpa-Nya17.

17
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya ,, h. 64.
BAB IV

PRINSIP TAUHID TENTANG ALAM SEMESTA

A. Tingkat – tingkat tauhid

Pembahasan mengenai tauhid merupakan sesuatu yang paling


penting dalam agama islam, dimana tauhid mengambil peranan penting
dalam membentuk pribadi-pribadi yang kokoh dalam mempertahankan
keimanannya kepada Allah. Keimana itu juga merupakan pokok yang
di atasnya berdiri syari’at islam1. Tauhid ialah mengesakan Allah dan
mengakui keberadaanya serta kuat kepercayaannya bahwa Allah itu
hanya satu dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

Menurut Murtadha Muthahhari ada tiga tingkatan dalam tauhid,


menurutnya apabila kita belum dapat melewati semua tahap dalam
tauhid, maka kita belum bisa disebut sebagai ahli tauhid (Muwahhid)
yang sesungguhnya. Adapun tingkatan-tingkatan tauhid menurut
Muthahhari adalah:

a. Tauhid Dzati
Mutahhari berpendapat bahwa, apa yang dimaksud dengan
tauhid dzati adalah Allah Esa dalam zat-Nya. Yang pertama
terbangun dalam benak kita bahwa Allah tidaklah bergantung
pada apapun dan siapapun. Allah merupakan satu-satunya
pencipta, pemilik dan pengendali alam semesta. Kita sebagai
makhluk-Nya wajib mengesakan ketuhanan-Nya. Para filosof

1
Sayid Sabiq, Aqidah al-Islamiyyah, (Bandung: Diponegoro, 1993), h. 15

40
41

seperti al-Farabi menyebutnya sebagai Wajib al-Wujud, yang


jika dilihat dari zatnya ia wajib adanya tanpa bergantung pada
yang lain selainn-Nya, dia adalah yang maha Esa yaitu Tuhan
semesta alam. Tuhan juga secara esensial memiliki ilmu dan
mengetahui segala realitas yang terjadi di alam semesta, tidak
satu pun yang menyamai dan menyerupai-Nya2. Tuhan
diyakini oleh al-Farabi sebagai “sebab tertinggi” untuk semua
realitas eksistensi. Selain itu al-Farabi menganggap tuhan
sebagai pencipta alam dan sebab pengada segala realitas.
Inilah tingkat pertama mengenal Allah, tauhid dzati berarti
bahwa realitas ini menolak dualitas dan pluralitas. Pluralitas
merupakan ciri makhluk aksidental yang keberadaanya
bergantung dengan wujud lain. Karena dzat yang mesti ada itu
tunggal, maka prinsip, sumber, titik kembali dan akhir alam
pun niscaya tunggal. Alam tidak timbul dari berbagai prinsip
akan tetapi dari dan ke satu prinsip. Hubungan Allah dengan
alam merupakan hubungan pencipta dengan makhluk, atau
hubungan sebeb kreatif dengan akibat, bukan hubungan sinar
dengan lampu atau bukan hubungan gelap dengan hitam. Allah
tidak terpisah dengan dunia. Ketidak terpisahan Allah dengan
alam tidak berarti bahwa Allah, alam semesta dan manusia,
semuanya memiliki satu cara maujud dan semuanya hidup dan
bergerak dengan satu ruh. Semua itu merupakan sifat-sifat

2
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1990), h.
90-93
42

makhluk yang keberadaanya bergantung dengan keberadaan


yang lain3.

b. Tauhid Sifati
Di antara salah satu kita mungkin banyak yang belum
memahami bahwa Allah memiliki banyak nama dan sifat.
Namun tentu saja nama dan sifat Allah berbeda dengan nama
dan sifat makhluk-Nya, karena tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia. Di antara perbedaannya, nama dan sifat
Allah penuh dengan kesempurnaan, sedangkan nama dan sifat
makhluk mengandung banyak kekurangan. Pemahaman yang
benar tentang nama dan sifat Allah akan memberi dampak yang
besar terhadap keimanan seseorang. Sebaliknya, pemahaman
yang keliru bisa menyebabkan seseorang kufur kepada Allah.
Tauhid sifati adalah memahami bahwa zat-Nya adalah
sifat-sifat-Nya juga, bahwa sisfat-sifat-Nya sama satu sama
lain. Menurut Muthahhari tauhid dzati merupakan peniadaan
keberadaan sekutu dan penyerupa Tuhan, sedangkan tauhid
sifati merupakan penekanan dari meniadakan keberadaan
segala bentuk pluralitas dan kemajemukan pada zat itu sendiri.
Dengan kata lain, meski dzat Allah digambarkan dengan sifat-
sifat sempurna, namun Tuhan tidak memiliki berbagai aspek
obyektif.

3
Murtadha Muthhari, Pandangan Dunia Tauhid, (Bandung: Mizan, 1993), h.
41-42.
43

Membedakan dzat dengan sifat atau sesama sifat berarti


membatasi wujud. Menururt Muthahhari, bagi suatu wujud
yang tak terbatas, yang tidak bisa dibayangkan bagaimana
wujudnya, tak bisa juga dibayangkan adanya kemajemukan
atau perbedaan antara dzat dan sifat. Tauhid sifati, seperti
tauhid dzati, termasuk merupakan prinip pengetahuan islam
dan termasuk pemikiran manusia tertinggi4.
Konsep yang dijelaskan oleh Muthahhari diatas memiliki
kesamaan dengan apa yang di jelaskan oleh Asy’ariah tentang
sifat-sifat Allah. Menurut al-Asy’ari, tidak dapat diingkari
bahwa Allah memiliki sifat, karena perbuatan-perbuatannya, di
samping menyatakan bahwa tuhan mengetahui, menghendaki,
berkuasa dan sebagainya juga menyatakan bahwa Ia
mempunyai pengetahuan, kemauaan dan daya. Bahwa daya,
pengetahuan, kemauan, pendengaran, pengelihatan dan sabda
Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini meneurut al-Ghazali tidaklah
sama dengan, malahan lain dari, esesnsi Tuhan tetapi berwujud
dalam esensi itu sendiri5. Selain Asy’ariah ada pula aliran
Maturidiah dan golongan Samarkand yang memiliki konsep
yang sama tentang sifat-sifat Allah SWT.

c. Tauhid terhadap perbuatan Allah


Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan
segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya merupakan

4
Murtadha Muthhari, Pandangan Dunia Tauhid, h. 44
5
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: UI
Press, 2006), h. 136.
44

perbuatan Allah dan kehendak-Nya. Menururt Muthahhati, di


alam semesta ini tak ada satu pun yang ada dengen sendirinya,
Semua bergantung kepada-Nya. Dalam hal sebab-akibat,
segala sesuatu yang terjadi di alam ini merupakan kuasa Tuhan.
Maka dari itu secara otomatis Allah tidak memiliki sekutu
dalam dzat-Nya, Ia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-
Nya. Termasuk manusia yang merupakan satu di antara
makhluk yang di ciptakan oleh Allah.
Seperti makhluk lainnya, manusia bisa melakukan
pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya,
manusia bisa menentukan nasibnya sendiri walaupun demikian
bukan berarti Allah memberikan kuasa-kuasan-Nya kepada
manusia. Karena itu, manusia tidak bisa bertindak dan berfikir
semaunya sendiri6.
Muthahhari sangat menolak pemikiran Mu’tazilah yang
menganggap bahwa Allah tidak memiliki kehendak terhadap
segala perbuatan yang ada di alam semesta ini, termasuk yang
diperbuat oleh manusia. Menurut Mu’tazilah, kekuasaan dan
kehendak Tuhan sebenarnya sudah tidak bersifat mutlak lagi.
Kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang
telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan
dan perbuatan.
Oleh karena itu kekuasaan mutlak Allah telah dibatasi oleh
sifat adil-Nya Tuhan. Menurut Mu’tazilah, Tuhan tidak bisa

6
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h. 72-73.
45

lagi berbuat sekehendaknya, tuhan secara tidak langsung telah


terikat dengan norma-norma keadilan yang apabila dilanggar
maka membuat Tuhan bersifat tidak adil bahkan zalim. Dan
menurut mereka sifat tersebut tidak bisa diberikan kepada
tuhan. Lebih lanjut lagi menurut Mu’tazilah bahwa kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan itu telah dibatasi oleh hokum alam
(Sunnah Allah) yang tidak memiliki perubahan7.
Persoalan lain yang muncul dari keberadaan hukum alam
dan kaitannya dengan keadilan Ilahi adalah, mengenai tujuan
perbuatan Allah. Hal ini muncul setelah melihat adanya
berbagai fenomena yang terdapat pada alam, seperti perbedaan,
fana dan ketiadaan, kekurangan dan cacat, serta adanya
bencana yang apabila dilihat dari sudut pandang manusia,
semuanya termasuk ketidakadilan dan kosong dari manfaat.
Sehubungan dengan itu timbul pertanyaan, untuk apa semua itu
Allah ciptakan? apa tujuan dan manfaat dari semua fenomena
tersebut ?
Menurut Muthahhari, keraguan dan keberatan yang
diajukan itu berkaitan dengan dua sifat Allah, yaitu keadilan
dan kebijakan. Allah dikatan adil, maksudnya adalah bahwa
Dia tidak mengabaikan pemilikan hak dan kelayakan yang
dimiliki oleh sesuatu yang ada; Dia mesti memberikan sesuatu
yang menjadi haknya. Atau dengan perkataan lain, keadilan
Allah adalah merupakan ungkapan mengenai rahmat Allah

7
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: UI
Press, 2006), h. 119.
46

yang umum, dan pemberian kepada semua yang ada yang


memiliki probabilitas untuk mengada, atau probabilitas untuk
mendapatkan nilai kesempurnaan, tanpa harus menahannya
atau melakukan perbedaan. Sementara yang dimaksud dengan
Allah itu bijak adalah bahwa kedudukan sistem alam yang
diciptakan-Nya merupakan sistem yang terbaik dan paling
maslahat, yakni bahwa Allah telah menciptakan sistem alam
yang terbaik8.
Dengan sistem alam yang ada ini, di mana kekuasaan dan
kehendak Allah tidak terbatas dan Dia-pun tidak terpaksa oleh
sistem yang telah diciptakan-Nya sendiri, maka kebijakan dan
kemaslahatan dalam perbuatan Allah dapat saja terjadi. Disini,
arti kebijakan Allah adalah bahwa Dia mengantarkan segala
sesuatu kepada tujuan akhir dari kesempurnaan diri-Nya9. Atau
Dia berbuat untuk memberdayakan segala yang ada agar dapat
mencapai tujuan keberadaan-Nya. Dia menjadikan apa-apa
yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, dan membawanya
kepada kesempurnaan yang sudah menjadi sifatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa menurut
pandangan Muthahhari, perbuatan Allah itu ada tujuannya
tetapi Dia sendiri tidak mempunyai tujuannya sendiri, dan tidak
pula melakukan apa pun untuk mencapai tujuan-Nya sendiri,
dan tidak pula melakukan apa pun untuk mencapai tujuan
perbuatan-Nya tersebut. Sesuai dengan kekuasaan dan

8
Murtadha Muthahhari, Al-‘Adl al-Ilahiy, (Kum: Al-Khiyam, 1405 H), h. 149
9
Murtadha Muthahhari, Al-‘Adl al-Ilahiy, h. 149
47

kehendak-Nya yang tak terbatas, keadilan dan kebijakan-nya,


maka Dia jadikan tujuan setiap makhluk itu melekat pada fitrah
makhluk itu sendiri, dan Allah membimbing setiap makhluk itu
menuju fitrah tersebut. Selain itu, tujuan perbuatan Allah
tersebut adalah untuk mencapai tujuan umum dan bukan untuk
mencapai tujuan tertentu10.
d. Tauhid dalam Ibadah

Dari ketiga tingkatan tauhid yang telah dijelaskan diatas


merupakan masalah teoritis dan merupakan perkara keimanan.
Semuanya harus diketahui dan diterima. Namun tauhid dalam
ibadah ini berbeda dengan tingkatan-tingkatan tauhid yang telah
dipaparkan sebelumnya. Tauhid ibadah merupakan masalah praktis
dan merupakan bentuk menjadli. Tingkatan-tingkatan yang telah
disebutkan sebelumnya melibatkan pemikiran yang benar, akan
tetapi tingkatan keempat ini berbeda, melainkan tahap untuk
menjadi benar.

Tahap teoritis tauhid adalah tauhid yang memiliki pandangan


sempurna dan memahami keesaan Allah. Tahap praktisnya adalah
berusaha untuk mencapai kesempurnaan dan menjadi satu dengan
yang maha Kuasa. Dalam tahap tauhid teoritis ini Muthahhari
menolak pemikiran Barat atau lebih tepatnya penganut paham
Matrealisme yang menganggap bahwa beriman kepada Allah tak
banyak manfaatnya, mengetahui masalah-masalah yang berkaitan

10
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h, 109
48

dengan pengetahuan tentang Allah. Kaum Materealis


mengangggap masalah-masalah seperti itu sebagai manuver mental
atau pelarian dari masalah-masalah praktis kehidupan. Namun,
tegas Muthahhari, seorang muslim yang percaya bahwa realitas
manusia bukan lah realitas jasmaninya saja, akan tetepi realitas
spiritual dan bahwa hakikat ruh manusia adalah hakikat
pengetahuan dan hakikat kesuciannya, tahu betul bahwa apa yang
dimaksud dengan tauhid teoritis itu sendiri11.

Dalam tauhid praktis atau tauhid dalam ibadah itu berarti


beribadah kepada Allah. Dalam Islam, ibadah memiliki tingkat-
tingkat, tingkat ibadah paling jelas adalah melakukan ritus
pemuliaan dan pengukuhan transendensi. Tauhid praktis ini dengan
demikian memiliki arti menunjukkan ketaatan semata-mata hanya
kepada Allah, dan menjadikan-Nya tujuan kiblat yang ideal12.

B. Kesatuan Alam

Islam sebagai agama wahyu yang mana Al-Qur’an sebagai kitab


sucinya mengandung penjelasan hal-hal yang tidak dapat dimengerti
oleh kita. Al-Qur’an juga meruakan sumber ajaran inti agama Islam.
Banyak hal yang dibahas didalam al-Qur’an salah satunya tentang alam

11
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h, 73
12
Murtadha Muthhari, Pandangan Dunia Tauhid, (Bandung: Mizan, 1993), h.
49
49

semesta yang meliputi bumi dan langit serta unsur-unsur didalamnya


yang beraneka ragam13.

Alam semesta merupakan hasil ciptaan Tuhan yang diciptakan


melalui kehendak Tuhan yang Maha Pencipta. Muthahhari menolak
pandangan dari apa yang disebut sebagai Negative Theology yang
menurutnya tidak punya gambaran yang jelas tentang Tuhan, yang
disebutnya the Unknown Cause. Menurut Muthahhari, Islam merujuk
dengan jelas Tuhannya yang berdiri sebagai Pencipta. Pendapat
Mutahhari yang menarik adalah tentang kesatuan alam. Karena Tuhan
adalah satu dalam esensi, sifat dan agensinya, maka alam semesta
sebagai karyanya juga menikmati kesatuannya yang organik.

Bahkan ia menyatakan bahwa filosof seperti Hegel juga mengakui


prinsip kesatuan organik dari alam semesta ini. Hubungan organik ini
sering diumpamakan oleh Mutahhari dengan hubungan antara anggota
badan dengan badannya itu sendiri. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa ia menolak penjelasan kaum Materialis yang menurut
hematnya hanya bisa menggambarkan hubungan tersebut secara
mekanik, bukan organik. Tetapi para teosofer (‘urafa’) dan pemikir-
pemikir kuno sering menggambarkan dunia sebagai “Manusia Besar”
dan manusia sebagai “Dunia kecil.” Jadi para teosofer dan bukan para
filosof (falasifa) yang lebih dekat pada pandangan dunia organik.

Tentu saja kalau kita kaitkan dengan perkembangan fisika baru


yang lebih melihat alam sebagai hubungan-hubungan yang saling

13
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qu’an: megerti mukjizat
nikmat Allah, terj. M. zainal Arifin, dkk, (Jakarta, Zaman, 2013), h. 328.
50

terkait, maka pandangan Mutahhari tentang kesatuan organik ini lebih


maju dibanding dengan para filosof yang berpandangan dunia
mekanistik14. Di kalangan Filosof Islam yang paling menekankan
masalah ini ialah Ikhwan al-Shafa15. Para ‘arif juga memandang dunia
dan maujud dengan mata ketunggalan, lebih dari yang dilakukan para
filosof. Para ‘arif mengistilahkan ini sebagai pancaran suci16.

Didalam maujud Allah, selain-Nya hannyalah ketiadaan. Bagi


mereka yang telah menemukan Allah dia tidak akan pernah berpaling
dari-Nya. Oleh karenanya, keyakinan Islam lebih tinggi dan tak akan
memperbandingkan Allah dengan yang lain, Dialah zat yang menjadi
kebenaran dan realitas sebelum segala ketiadaan dapat disebut sebagai
kebenaran17. Kita tidak boleh lupa bahwa hubungan Allah SWT,
dengan segenap Maujud adalah hubungan perwujudan, penciptaan dan
pengejewantahan. Sangat mustahil bagi kita membandingkan penataan

14
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h. 101.
15
Ikhwan al-Shafa merupakan suatu perhimpunan Filosof rahasia di Basrah dan
Baghdad abad ke-8 sampai 10, terkenal dengan karya kolektif mereka dan ditulis dengan
bahasa arab yang sederhana dan jelas. Sebagai organisasi cendikiawan, Ikhwan al-Shafa
merupakan kelompok yang mendalami masalah Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Karya
terbaik dari kelompok ini adalah Rasail Ikhwan al-Shafa wa Khulla al-Wafa (Surat-surat
dari para pemimpin murni dan sahabat yang tulus).
16
Murtadha Muthahhari, Fundamentals of islamic Thought: God, Man and the
Universe, Bab “the world view of tauhid”. diterjemahkan oleh Agus Effendi (Bandung,
Yayasan Muthahhari, 1985), h. 101.
17
Murtadha Muthahhari, mengapa kita diciptakan?: Dari Etika Agama dan
Mazhab Pemikiran Menuju Penyempurnaan Manusia, (Yogyakarta, Rausyan Fikr
Institute, 2012), h. 100.
51

dan pengaturan Allah ini dengan system-sistem sosial yang tidak


memiliki apa-apa selain nilai i’tibari Konvensional18.

Menurut Muthahhari juga sangat jelas, bahwa alam semesta ini


adalah dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Dan jelas bahwa alam
semesta merupakan semacam satu unit tuggal. Bahwa alam semesta
bukanlah semata-mata realitas yang bergerak dan terus berubah, akan
tetapi sebaliknya, alam semesta merupakan perwujudan dari gerakan
dan perubahan terus menerus19. Gerakan yang yang memiliki tujuan
dan bergerak menuju tujuannya. Segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini diarahkan untuk menuju ke tujuan evolusionernya oleh
kekuatan yang ada dalam dirinya dan kekuatan yang ada di dalam diri
setiap yang ada ini adalah petunjuk dari Allah SWT.

C. Alam Gaib dan Alam Nyata

Alam semesta merupakan ciptaan Tuhan sebagai tempat hidup bagi


makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Dunia yang ditempati manusia dan
makhluk hidup lainnya ini biasa disebut dengan alam materi.
Dikatakan demikian karena semua yang ada di dunia bisa ditangkap
oleh indra. Namun disisi lain manusia mengenal dunia yang berbeda
dengan dunianya. Yaitu biasa disebut dengan alam gaib yang dipercaya
tidak bisa ditangkap oleh panca indra.

18
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Isl,
(Bandung, Mizan, 1992), h. 118.
19
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h. 102
52

Agama khususnya islam, dianggap sebagai sistem nilai dan pola


dari tindakan yang terkait dengan sistem pengetahuan manusia. Agama
adalah pola universal di dalam hidup manusia yang berkaitan dengan
realitas sekelilingnya. Ini berarti keberagamaan seseorang selalu
berasal dari kultur dan lingkungannya20.

Islam sebagai agama memiliki nilai-nilai dan keyakinan universal


bagi kehidupan manusia sebenarnya telah memberi jalan cukup jelas
tentang keberadaan sesuatu yang gaib itu21. Metafisika yang menjadi
cabang ilmu dalam menjelaskan dunia rohani atau alam gaib yang
menurut islam harus diyakini kebenarannya oleh setiap muslim.
Namun tentu saja kepercayaan kepada sesuatu yang gaib tersebut tidak
bisa diajarkan secara dogmatis saja, melainkan harus disampaikan
melalui argument-argumen rasional yang rupanya telah menjadi
tuntutan zaman yang selalu menekankan analisis logis dan sistematis.

Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa dunia terdiri dari


gabungan antara dunia yang Gaib dan dunia yang nyata. Kata gaib
dapat diartikan sebagai yang tersembunyi. Yang tersembunyi pada
gilirannya dibagi lagi ke dalam dua bagian gaib: gaib yang relatif dan
gaib yang mutlak. Gaib yang relatif adalah benda-benda yang
tersembunyi karena terhalang oleh jarak, baik ruang maupun waktu.
Sedangkan gaib yang mutlak merujuk kepada Tuhan, yakni esensi
Tuhan. Yang menarik adalah ketika Mutahhari menggambarkan

20
Cliffort Geertz, Agama sebagain Sistem Budaya, (Yogyakarta: Qalam,
2001), h. 413
21
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu: mengurai Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi, (Bandung: Rosdakarya, 2012), h. 126
53

hubungan antara yang nampak dan yang ghaib. Ia mengatakan ketika


kita bicara tentang dunia fisik yang nampak sebagai memiliki batas,
maka tidak berarti bahwa dunia ghaib berada di luar batas tersebut.
Karena kalau begitu dua ghaib berarti juga punya tatanan ruang
sebagaimana dunia fisik. Oleh karena itu, menurutnya hubungan itu
paling mungkin digambarkan sebagaimana hubungan antara figur dan
bayangannya dalam cermin.

Tentu saja konsep itu mengingatkan kita pada deskripsi Ibn ‘Arabi
yang menggambarkan bahwa dunia ini adalah refleksi dari wajah
Tuhan yang Esa22. Ibnu ‘Arabi permah mengatakan bahwa wajah itu
satu tetapi cermin seribu, sehingga wajah yang sejati itu terpantul
dalam ribuan cermin dan karena kualitas dan posisi cermin berbeda
antara satu dengan yang lainnya maka pantulan wajah sama dan satu
itupun tampak berbeda-beda. Oleh sebab itu maka sekalipun Tuhan itu
Esa tetapi pantulannya yaitu Alam semesta beraneka ragam dan jenis23.

Inti ajaran Ibnu ‘Arabi selalu menekankan pengertian kesatuan


keberadaan hakikat. Dengan arti, segala yang ada walaupun tampaknya
sebenarnya tidak ada dan keberadaannya bergantung pada tuhan sang
pencipta. Yang tampak hannya dari bayang-bayang yang satu yaitu
Tuhan. Seandainya Tuhan yang merupakan sumber baying-bayang
tidak ada, yang lain pun tidak ada. Ibnu ‘Arabi juga menjelaskan bahwa
wujud menjadi nyata oleh karena Tuhan sebagai yang Nyata

22
Esai yang ditulis oleh Prof. Mulyadi Kartanegara pada seminar Internasional,
Pemikiran Murtadha Muthahhari, 8 Mei 2004 di Jakarta.
23
Mulyadi Kartanegeara, gerbang kearifan: sebuah pengantar filsafat
islam,(Jakarta, Lentera Hati, 2006) h.64
54

memperlihatkan diri-Nya dalam suatu wadah manifestasi yaitu di


dalam alam semesta ini.

Setiap makhluk merupakan wadah manifestasi bagi wujud,


demikian juga masing-masing adalah bentuk dan Bagi Ibnu ‘Arabi
alam semesta adalah penampakan (tajalli) Tuhan, Tuhan dan alam
semesta tidak bisa dipahami kecuali sebagai kesatuan antara
kontradiksikontradiksi ontologis. kontradiksi ini tidak hanya bersifat
horisontal tetapi juga vertikal. hal ini tampak seperti dalam uraian al-
Qur’an bahwa Tuhan adalah yang tersembunyi (al-Bathin) sekaligus
yang tampak (al-Dzahir), yang esa (al-Wahid) sekaligus yang banyak
(al-Katsir), yang terdaulu (al-Qadim) sekaligus yang baru (al-Hadits)
yang ada (al-Wujud) sekaligus yang tiada (al-Adam). Dalam
pandangan Ibnu ‘Arabi realitas adalah satu tetapi mempunyai sifat
yang berbeda: sifat keTuhanan sekaligus sifat kemakhlukkan, temporal
sekaligus abadi, nisbi sekaligus permanen eksistensi sekaligus non
eksistensi. Dua sifat yang bertentangan tersebut hadir secara
bersamaan dalam segala sesuatu yang ada di alam ini24.

Prinsip dasar lain, selain dunia nyata dan dunia gaib adalah tentang
terbaginya alam semesta ini menjadi dua bagian: dunia saat ini dan
dunia kelak (Akhirat). Menurut Muthahhari, apa yang nyata dan yang
gaib berkaitan dengan dunia yang memberikan bentuk kepada dunia
ini. Bila kita ingat kembali bahwa akhirat merupakan akibat dari dunia
ini dan merupakan alam sebagai tempat kembali kita sebagai makhluk-

24
Ahmad Khudori soleh, wacana baru filsafat islam, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2004), h. 148.
55

Nya. Alam gaib merupakan alam yang menjadi asal usul kita dan
akhirat adalah tempat kita kembali kepada-Nya25.

25
Murtadha muthahhari, manusia dan alam semesta : konsepsi islam tentang
jagat raya , terj. Man and Universe, oleh Ilyas Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002),
h. 105.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan konsep dan buah pemikiran yang


disampaikan oleh Murtadha Muthahhari serta meninjau pemikiran-
pemikirannya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Murtadha Muthahhari memahami pengertian pandangan dunia


tauhid sebagai suatu pemahaman bahwa alam semesta ini
adalah milik Allah dan pada akhirnya akan kempali kepada
Allah. Sehingga jelas dari titik sumber yang satu yaitu Allah.
Dengan ini maka Muthahhari mampu membuktikan prinsip
tauhid bekerja dan menjadi sistem alam semesta.
2. Sistem penciptaan adalah satu, maka tiap bagian dunia
merupakan sebuah bagian dari keseluruhan yang sama dan ini
mewajibkan mempunyai kesamaan pula pada arah dan
tujuannya, dengan ini maka tauhid merupakan suatu pandangan
dunia mencakup: Keesaan, Keterpaduan, dan Keharmonisan di
antara seluruh bagian jagat raya.
3. Dengan memahami prinsip Tauhid tentang alam semesta
seperti inilah maka penulis menyimpulkan bahwa pemikiran
Murtadha Muthahhari ini masih sangat relevan di kehidupan
kita saat ini, yang mana di jaman yang modern ini banyak umat
manusia khususnya ummat islam yang terjebak dengan
kemajuan teknologi sehingga lupa dengan apa yang biasa kita

55
56

sebut dengan tauhid, yang dapat menyelamatkan kita dari


ketersesatan ini menuju jalan yang paling utama yaitu
Tauhidillah.
B. Saran-saran

Pada bagian ini, penulis ingin menyampaikan beberapa hal berupa


saran sebagai rasa tanggung jawab penulis dalam menelaah
permasalahan tentang prinsip tauhid tentang alam semesta ini. Adapun
saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

Merenung, berfikir dan menganalisis terhdap keteraturan dan


kesempurnaan segala sesuatu yang telah terjadi di alam semesta ini
sehingga dapat memahami dan akan keagungan dan kebenaran ciptaan
Allah, maka dari penelitian ini diharapkan bahwa setiap pemikiran,
langkah dan gerak kita akan sampai pada pengesaan kepada Allah
sebagai pencipta jagat raya. Setelah kita mengakui dan meyakini akan
keesaan Allah, maka hal itu tidak akan ada artinya apabila kita tidak
terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Sahirul et. Al, Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam
dan Teknologi (Jakarta: Departemen Agama RI, 1995).
Azhar Basyir,Ahmad, Refleksi Atas Persoalan Keislaman
(Bandung: Mizan, 1994).

Baqir, Haidar, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, Sang


Mujtahid, (Bandung, Yayasan Muthahhari, 1998).

Gunandar, Arif, “Akhlak Menurut Murtadha Muthahhari (Suatu


Tinjauan Filosofis)”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, UIN Ar-Raniry Banda Aceh 2015)

Hossein Nasr, Sayyed, Islam Tradisi di tengah Kancah Dunia


Modern, (Bandung, Penerbit Pustaka, 1994).

J. Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2007).
Kaelen, Metode Penelitian Kualitatif tentang Filsafat (Yogyakarta:
Paradigma, 2005).

Kartanegara, Mulyadi, Nalar religious memahami Hakikat Tuhan,


Alam dan Manusia, (Jakarta, Erlangga, 2007).

Kazhim, Musa, Belajar Menjadi Sufi, (Jakarta:Lentera Basritama,


2002).

Muthahhari, Mutadha, Falsafah Pergerakan Islam, Cet; I, (Jakarta


: Amanah Press, 1988).

57
58

Muthahhari, Murtadha, Manusia Sempurna, (Jakarta, Lentera,


1994).

Muthahhari, Murtadha, Masyarakat dan Sejarah, (bandung, mizan,


1919).

Muthahhari, Murtadha, Mengenal Epistemologi, (Jakarta: Lentera,


2001).

Muthahhari, Murtadha, Keadilan ilahi: Asas Pandangan Dunia


Islam, (Bandung, Mizan, 2009).

Muthahhari, Murtadha, Kritik Islam terhadap Materialisme,terj.


Ahmad Kamil (Jakarta: al-Huda, 2001).

Muthahhari, Murtadha, manusia dan alam semesta: konsepsi islam


tentang jagat raya, terj. Man and Universe, oleh Ilyas
Hasan, (Jakarta, lentera basritama, 2002).
Muthahhari, Murtadha, Pandangan-Dunia Tauhid (Bandung:
Yayasan Muthahhari, 1993).

Nihaya, “Sintesa Filsafat dan Teologi Murtadha Muthahhari”


dalam Jurnal Suleana, Vol. 8, No.1 (2013).

Nurhakim, Lukman, Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha


Muthahhari, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016).
59

Rahmat ,Jalaluddin, Kata Pengantar dalam Murtadha Muthahhari,


Persfektif al-Qur’an tentang Manusia dan Agama,
(Bandung, Mizan, 1992).

Redaksi Ensiklopedia Islam, Dewan, Ensiklopedia Islam, Cet. III,


Jilid III, (Jakarta, PT. Inchar Baru, 1994).

Rofi’ah, Rochman, Tauhid menurut pandangan Murtadha


Muthahhari, (Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 1997).
Rubiyanti, Rika, Moralitas alam Islam menurut Murtadha
Muthahhari, (Skripsi UIN Raden Intan Lampung, Bandar
Lampung, 2010).
Roza, Mela, pemikiran teologi Murtadha Muthahhari, (Skripsi
fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry
Darussalam-Banda Aceh, 2016).

Saleh, Hairus, filsafat Manusia; Studi Komparatif antara


Abdurrahman Wahid dan Murtadha Muthahhari, (Skripsi
Fakultas Ushuludiin UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta, 2014).

Al-Syaibany, Mohd. Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam


(Jakarta: Bulan Bintang, 1979).

Sihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan


Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera hati, 2004).
60

Supriadi, Dedi, Pengantar Filsafat Islam; Konsep, Filosof dan


Ajarannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).

Supriyadi, Eko, Sosialisme Islam: Pemikiran Ali Syari’ati,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).

Syari’ati, Ali, Agama Versus “Agama”, (Jakarta: Pustaka Hidayah,


2000).

Thabatha’i, M.H., Islam Syi’ah, Asal-Usul Perkembangannya, terj.


Djohan Effendi dari Syi’ite Islam, (Jakarta: Grafiti,
1989).

Thahir Badsire, Moehamad, Syarah kitab al-Tauhid Muhammad


bin Abdul Wahab, (Jakarta: PT. Pustaka Manjimas, 1984).

Yusran Asmuni, M, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 1993)

Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2004).

Anda mungkin juga menyukai