DALAM AL-QUR’ĀN
Skripsi
Oleh:
Muhammad Mahir Nayl Habib
NIM. 1112034000062
1439 H/2018 M
ABSTRAK
Kata kunci: ‘Uzayr, Ezra, Yahudi, Yudaisme, anak Tuhan, Polemik Tafsir
i
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
1. Pedoman Aksara
ت T ع ‘
ث Th غ Gh
ج J ف F
خ Kh ك K
د D ل L
ذ Dz م M
ر R ن N
ز Z و W
س S ه H
ش Sh ء ’
ض Ḍ/ḍ
ii
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
َأ A Fatḥah
َا I Kasrah
َأ U Ḍammah
b. Vokal Rangkap
اي Ay A dan y
او Aw A dan w
c. Vokal Panjang
3. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara bahasa Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ( الalif lam) yang dialihaksarakan menjadi /l/, baik diikuti huruf
iii
shamsīyah ataupun huruf qamarīyah, contoh al-raḥmān bukan ar-raḥmān, al-
dunyā bukan ad-dunyā.
4. Shiddah (Tashdid)
Shiddah atau tashdīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
tanda (َ َّ ), dan untuk penulisan tanda shiddah tersebut dialihaksarakan dengan
menggandakan huruf pada setiap huruf yang terdapat tanda shiddah tersebut. Akan
tetapi hal itu tidak berlaku jika huruf yang terdapat tanda shiddah merupakan huruf-
huruf shamsiyah yang terletak setelah kata sandang, kata الضرورةtidak ditulis ad-
ḍarūrah melainkan al-ḍarūrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbūṭah
Jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi /h/ (contoh no. 1), hal yang sama juga berlaku jika
huruf ta marbūṭah diikuti oleh na’at atau kata sifat (contoh no. 2), namun jika huruf
ta marbūṭah diikuti oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /t/ (contoh no. 3).
1 طريقة Ṭarīqah
6. Huruf Kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia untuk awal kalimat, setiap tulisan yang
keseluruhan hurufnya menggunakan format kapital, proper name (nama diri, nama
tempat, dan sebagainya), kata serapan yang menggunakan kata sandang, maka
huruf awal kata sandang dapat ditulis kapital, namun jika bukan kata serapan
penggunaan huruf kapital pada awal kata, bukan pada kata sandangnya.
iv
KATA PENGANTAR
al-Ḥamdu lillāh, segala puji senantiasa diutarakan kepada Allah Swt, dan
Kemudian penulis bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan nabi Muhammad adalah rasūl-Nya. Salawat serta salam senantiasa
penulis utarakan kepada manusia agung yang telah menyampaikan risalah suci
Allah kepada umat manusia, beliaulah yang dikenal dengan al-Amīn yaitu nabi
Muhammad Saw, dan juga kepada para Ahl al-Bayt-nya yang suci dan disucikan,
kesulitan yang telah menghampiri penulis, baik dari segi teknik penulisan,
keluangan waktu, pikiran, dan hal-hal lainnya. Namun, berkat adanya upaya serta
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak
langsung, yang dengan demikian telah membuat penulis tetap berusaha untuk
Rasul-Nya Ṣalāllahu ‘alayhi wa ālihi wa sallam., serta kepada Ahl al-Bayt Rasul-
Nya ‘Alayhim al-salām., dan juga kepada para Sahabat Rasul-Nya yang terpilih.
Selanjutnya, penulis juga ingin haturkan rasa terimakasih penulis yang sebesar-
besarnya, kepada orangtua penulis; Yandriful Habib S.H., Niati S.H. (al-
v
penulis. Berkat dukungan dan do’anya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Serta kepada kedua kakak penulis; Yasser Nayl Habib dan Maziyyah Nayl Habib,
dan adik-adik penulis; Dzaki Dzikrillah Habib dan Raghib Ramadhan Habib, yang
juga telah mendukung dan mendokan penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada selaku Rektor Universitas Islam Negeri
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis,
Hidayatullah Jakarta.
Hidayatullah Jakarta.
tidak lupa penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah
vi
6. Bapak Eva Nugraha, M.Ag. selaku pembimbing proposal skripsi
penulis, yang telah memberikan banyak arahan dan masukan dalam tata
dan bapak Dr. Hasani Ahmad Said, MA. selaku penguji II skripsi, yang
penulis.
10. Kepada segenap keluarga besar ibu dan ayah yang telah banyak
dan semua paman, tante, abang sepupu, dan saudara sepupu lainnya,
yang juga telah banyak memberi dukungan dan do‘a kepada penulis.
11. Kepada segenap staff Dompet Dhuafa Pendidikan, Beastudi Etos, juga
kepada pembina Etos, teman satu angkatan beasiswa Etos, dan adik-
vii
langsung maupun tidak langsung, baik berupa support maupun do‘a
kepada penulis.
12. Kepada Ahmad Fakhri Saputra, sebagai teman diskusi yang juga
13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis
berterima kasih banyak atas segala dukungan dan do‘a dari setiap pihak. Di sisi lain
penulis juga menyadari bahwa penulis tidak mampu membalas setiap budi baik
yang telah diberikan kepada penulis. Maka dari itu penulis hanya bisa mendo’akan
setiap pihak yang telah membantu penulis, agar Allah Swt. senantiasa memberikan
rahmat serta kasih sayang-Nya kepada mereka, dan membalas setiap kebaikan yang
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Batasan dan Rumusan Masalah..................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
E. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9
G. Metode Penelitian ......................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan .................................................................. 14
ix
b. Tafsir Ibn ‘Āshūr ........................................................59
C. Asal Penyebutan Nama ‘Uzayr ...............................................61
1. Pandangan Sarjana Muslim ..............................................61
2. Pandangan Sarjana Barat ..................................................63
D. Pro dan Kontra Tokoh ‘Uzayr .................................................69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................105
B. Saran ......................................................................................107
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasrani bukanlah suatu hal yang baru, dan telah menjadi kajian tersendiri dari
berbagai macam kajian-kajian al-Qur’ān. Para sarjana Muslim1 dan sarjana non-
Muslim2 telah mengkaji di antara berbagai pembahasan yang berkenaan dengan hal
ada tokoh yang belum diketahui secara pasti siapakah mereka sebenarnya. Hal ini
1
Lihat, Samau’al al-Maghribī/ Samuel al-Maghribī, Ifḥām al-Yahūd. Al-Imām Abī
Muḥammad ‘Alī bin Ḥazm al-Andalusī al-Ẓāhirī, dalam kitab Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā’ wa al-
Niḥal. Dr. Ṭāriq Suwaydān, Al-Yahūd... Al-Mawsū‘at al-Maṣūrah. Prof. Dr. Muhammad Galib, Ahl
al-Kitāb: Makna dan Cakupannya dalam al-Qur’ān. dsb.
2
Lihat. Abraham Geiger, Judaism and Islam. John Walker, Bible Characters in the Koran.
Mikhail Piotrovsky, Historical Legends of the Quran Word and Image. Hava Lazarus-Yafeh,
Intertwined Worlds Medieval Islam and Bible Criticism. C. C. Torrey, The Jewish Foundation of
Islam. dsb.
3
Perdebadatan di kalangan Intelektual Muslim dan Intelektual Yahudi sudah berlangsung
lama, baik dalam keadaan damai ataupun konflik. Perdebedatan tersebut lebih sering muncul
dikarenakan faktor keadaan konflik, baik konflik masa lalu ataupun konflik yang sedang terjadi di
masa itu, yang seringkali terkait dengan konflik masa lalu. Di antara faktor lainnya karena banyak
ditemukan penyebutan negatif terhadap Yahudi di dalam al-Qur’ān dan kitab-kitab hadis. Hal ini
juga disertai ketidaksukaan sebagian Kaum Yahudi terhadap Islam, sehingga menjadikan
keberadaan teks-teks tersebut sebagai celah bagi sebagian author Yahudi untuk menghadirkan kritik-
kritik terhadap Islam. Namun, di era ini sebagian intelektual Yahudi dan Intelektual Muslim, sudah
mulai menghadirkan tulisan-tulisan yang objektif, mengenai pembahasan-pembahasan tersebut.
4
Seperti penelitian atas hal-hal yang serupa dan yang tidak serupa di antara Islam dan
Yudaism, misal; ajaran, pengambilan hukum, tradisi, sejarah, warisan, hubungan serta berbagai
konflik, dsb.
1
2
dikarenakan al-Qur’ān hanya sedikit menyebut nama beserta kisahnya, dan juga
‘Uzayr. Tokoh ‘Uzayr ini telah banyak dikaji oleh banyak sarjana dari berbagai
latar belakang, dan kajian tentang ‘Uzayr ini juga telah melahirkan berbagai kritik
dari beberapa sarjana Yahudi, dikarenakan tokoh ‘Uzayr ini seringkali dikaitkan
dengan tokoh Ezra yang terdapat di dalam literatur dan tradisi Yahudi.
menjelaskan kisah dari tokoh ‘Uzayr ini, dan menghubungkannya dengan kisah
tokoh Ezra yang terdapat di dalam ajaran Yudaisme. Namun, apakah tokoh ‘Uzayr
yang dimaksud al-Qur’ān adalah tokoh Ezra yang terdapat di dalam literatur dan
tradisi Yahudi, ataukah tokoh yang lain?. Sebagian tulisan sarjana Yahudi
mengatakan bahwa tokoh ‘Uzayr yang dimaksud bukanlah Ezra, melainkan tokoh
5
Arthur Jeffery menyebutkan pendapat Cassanova mengenai ‘Uzayr di dalam bukunya The
Foreign Vocabulary of The Qur’an, bahwa menurut Cassanova ‘Uzayr terkoneksi kepada tokoh
‘Uziel yang ada di dalam literatur Yahudi, sedangkan tokoh Uziel ini dipercaya sebagai salah satu
fallen angels, berbeda dengan tokoh Ezra yang dikenal sebagai seorang Rabi, yang telah menulis
kembali naskah Taurat yang telah hilang. Mengenai pandangan Yahudi terhadap para malaikat,
terdapat di dalam kitab-kitab mereka penisbatan terhadap para malaikat sebagai putra Tuhan
(meskipun mereka mengatakan maksud dari “putra Tuhan” bukanlah secara biologis), dan hal
demikian tidak didapati dalam pembahasan Ezra di kitab-kitab utama mereka, seperti Torah,
Talmud, maupun Apochrypha dan New Testament milik Nasrani.
3
Allah”, dan berdasarkan ayat ini kita dapat menyebutkan bahwa terdpat kaum
Yahudi telah berkata demikian. Sehingga didapati di antara beberapa kitab tafsir
siapakah ‘Uzayr yang terdapat di dalam literatur dan tradisi Yahudi. Berkenaan
dengan pembahasan ini ada di antara beberapa mufassir yang di dalam kitab
dengan jelas menyebutkan ‘Izrā ( )عزرdalam kitab tafsirnya. Seperti yang terdapat
pada tafsir al-Marāghī (w. 1317 H) dalam kitab tafsirnya7, Ibn ‘Āshūr (w. 1394 H)
dalam kitab al-Taḥrīr wa al-Tanwīr8, dan al-Biqā‘ī dalam kitab Naẓm al-Durar9,
dan beberapa kitab lain yang menuliskan demikian. Sedangkan juga terdapat kitab
tafsir yang tidak menyebutkan namanya, akan tetapi penjelasan kisahnya merujuk
kepada kisah Ezra yang terdapat di dalam literatur Yahudi, seperti yang terdapat di
sanggahan dan penolakan dari kaum Yahudi, karena sebagaimana telah diketahui
6
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya, (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 191.
7
Aḥmad bin Muṣṭafá al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, Jil. X (Mesir: Shirkah Maktabah wa
Muṭaba’ah Muṣṭafá al-Bābī al-Halabī wa Awlāduhu, 1365 H/ 1946 M), h. 97.
8
Muḥammad al-Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad al-Ṭāhir bin ‘Āshūr al-Tūnisī,
Taḥrīr al-Ma’ná al-Sadīd wa Tanwīr al-‘Aql al-Jadīd min Tafsīr al-Kitāb al-Majīd, jil. X (Tunisia:
Al-Dār al-Tūnisiyah, 1984), h. 168.
9
Ibrāhīm bin ‘Umar bin Ḥasan al-Ribāṭ bin ‘Alī bin Abī Bakr al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī
Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, jil. VIII (Cairo: Dār al-Kitāb al-Islāmī, t.t.), h. 437.
10
Abū al-Fidā’ Ismā‘īl bin ‘Umar bin Kathīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jil. IV (T.tp.: Dār
Ṭayyibah, 1420 H/ 1999 M), h. 134.
4
seperti layaknya yang ada pada ajaran agama Islam. Sebab yang melatarbelakangi
terjadinya hal tersebut, yaitu ketika tokoh ‘Uzayr diidentifikasi sebagai Ezra yang
terdapat di dalam literatur Yahudi, dan sebagai penganut ajaran Yudaisme mereka
merespon bahwa mereka tidak pernah menuhankan Ezra. Sanggahan mengenai ayat
ini di antaranya diutarakan oleh Abraham Geiger (w. 1874 M) dan John Walker di
dalam bukunya.
Rabi Abraham Geiger di dalam bukunya yang berjudul Judaism and Islam
mengatakan:
“Orang-orang Yahudi berkata Ezra adalah anak Tuhan” hanya diketahui pada
statement ini yang ditemukan di Qur’an. Jika idenya bukan berasal dari
pemikiran Muhammad, pastinya adalah sebuah tuduhan menghujat untuk
menyerang Yahudi yang dibuat oleh para musuh”.12
nama ‘Uzayr yang terdapat di dalam surat al-Tawbah ayat 30. Lalu, apakah benar
tokoh ‘Uzayr adalah Ezra yang terdapat di dalam literaur-literatur Yahudi? Apakah
11
Abraham Geiger, Judaism and Islam. Terjemah dari Jerman ke Inggris: Penerjemah F.
M. Young (Vepery: M.D.C.S.P.C.K Press, 1898), h. 154.
12
John Walker, Bible Characters in The Koran (Great Britain: Alexander Gardner, 1931),
h. 49.
5
tokoh yang sama dengan Ezra yang ada di dalam literatur Yahudi.
al-Qur’ān tidaklah mengeneralisir terhadap ahl al-kitāb, baik dari kalangan Yahudi
maupun Nasrani, yaitu mereka yang masih berpegang teguh kepada ajaran-ajaran
orisinil yang telah dibawa oleh nabi-nabi terdahulu. Sebagaimana yang telah
dituduhkan Abraham Geiger dan John Walker, dan para author Yahudi lainnya
yang mengatakan bahwa yang telah disebutkan di dalam sūrah al-Tawbah ayat 30
hanyalah tuduhan nabi Muhammad yang tidak berdasar terhadap kaum Yahudi.
Sedangkan pada sūrah Āli ‘Imrān ayat 113-114 di atas justru menjelaskan bahwa
al-Qur’ān tetap menganggap mereka ahl al-kitāb, baik Yahudi maupun Nasrani
yang tetap berada di jalan yang lurus, sebagai orang-orang yang saleh, dan mereka
tidaklah sama dengan ahl al-kitāb yang telah melakukan berbagai penyimpangan
13
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya, h. 64.
6
pada ajaran orisinil yang diturunkan kepada para nabi, salah satunya seperti yang
B. Identifikasi Masalah
Yahudi berkata: ‘Uzayr anak Allah” , dalam sūrah al-Tawbah ayat 30, yang
berdasarkan teks ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang Yahudi telah
dengan tokoh penting dalam ajaran Yudaisme, yakni Rabi Ezra yang konon
Torah (Taurat) yang telah hilang. Namun, tidak ada penjelasan lain di dalam
dengan Ezra, melainkan hanya terdapat di dalam kitab tafsir dan riwayat-
yang disebut juga sebagai Ezra oleh beberapa mufasir dan cendekiawan
Muslim.
al-Qur’ān yang kerap dianggap bukan berasal dari tradisi Arab, melainkan berasal
dari tradisi Ibrani, yakni tradisi kaum Yahudi atau banī Isrā’īl. Penulis sendiri telah
kemudian menelusuri lebih lanjut melalui buku-buku yang ditulis oleh ‘ulamā’
klasik dan sarjana barat, mengenai penafsiran tokoh ‘Uzayr yang ada di dalam al-
Qur’ān. Dan telah menjadi perhatian penulis untuk membahas tokoh ‘Uzayr yang
Tokoh ‘Uzayr kerap dialamatkan kepada tokoh Ezra HaSofer, Rabi agung
kaum Yahudi, dan kemudian menjadi polemik di antara umat Islam dan Yahudi
sampai saat ini. Hal ini kembali kepada pemahaman mengenai konteks dari ayat
seringkali dipahami oleh penganut Yudaisme dan Islam secara tekstual, dan tanpa
masalah yang saya angkat di dalam penelitian ini adalah “Siapakah tokoh ‘Uzayr
D. Tujuan Penelitian
Seiring dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
yakni Ezra.
3. Untuk mengetahui dan memahami sebab dari polemik yang terjadi diantara
4. Siapa sajakah yang dialamatkan sebagai ‘Uzayr oleh para mufasir, ulama,
dan peneliti.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dari meneliti dan mengkaji tokoh ‘Uzayr yang
2. Mendapatkan jawaban dari polemik yang terdapat pada objek yang diteliti.
F. Tinjauan Pustaka
macam, baik berupa buku atau kitab, makalah, artikel, jurnal dan beberapa sumber
lainnya yang berkaitan dengan penafsiran tokoh ‘Uzayr, yang disebutkan di dalam
al-Qur’ān. Tulisan yang membahas tokoh ‘Uzayr ini terdapat di dalam berbagai
1. Buku
membahas mengenai tokoh ‘Uzayr dan tokoh Ezra, yang ditulis oleh sarjana
Muslim dan Barat. Di antara sarjana Muslim (selain mufassir) yang mula-mula
membahas tentang ‘Uzayr dalam tulisannya adalah ‘Alī bin Ḥazm al-Ẓāhirī (w. 456
H/ 1064 M) dalam kitab Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā’ wa al-Niḥal, Abū Manṣur al-
Jawāliqī (w. 540 H/ 1144 M) dalam kitab Al-Mu‘arrab min al-Kalām al-A‘jamī
pada bagian ‘Īsā wa ‘Uzayr, dan al-Samau’al al-Maghribī/ Samuel al-Maghribī (w.
dengan ringkas. Ibn Ḥazm di dalam kitab Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā’ wa al-Niḥal,
dan dalam buku ini terkait dengan pembahasan Yahudi, terdapat pembahasan
dalam al-Qur’ān, salah satu di antaranya termasuk kata ‘Uzayr. al-Samau’al al-
keduanya.
tulisan mereka adalah, Abraham Geiger dalam buku Judaism and Islam (1898),
John Walker, M.A. dalam buku Bible Characters in the Koran (1931), Arthur
Jeffery dalam buku The Foreign vocabulary of The Qur’an pada bagian huruf ‘Ayn:
Islam and Bible Criticism (1992), Mikhail Piotrovsky, dalam buku Historical
Legends of the Quran: Word and Image (2005), Lisbeth S. Fried, dalam buku Ezra
menggunakan tema yang serupa, yaitu menulis tokoh-tokoh Yahudi yang terdapat
tersebut disertai berbagai kritik. Kemudian, tulisan Arthur Jeffery lebih mengarah
kepada masuknya kosakata asing dalam al-Qur’ān, hal itu karena dia terinspirasi
dari tulisan al-Jawāliqī dan al-Suyuṭī yang telah membahas ini sebelumnya, dan
mengenai Ezra, seperti buku yang telah ditulis oleh Lisbeth S. Fried. Di dalam buku
tersebut Lisbeth membahas Ezra dengan pembahasan yang cukup luas, dari
pembahasan sejarah, hukum yang di bawa Ezra, letak geografis, serta isu-isu yang
11
2. Jurnal
disinggug beberapa tulisan lain dalam bentuk Jurnal, dan di antara tulisan tersebut
adalah, Julian Morgenstern dalam Jurnal Journal of the American Oriental Society
dengan judul The bones of the Paschal Lamb (1916), yang membahas mengenai
dihidupkanya kembali kota yang telah dimatikan. Kisah ini serupa dengan kisah
yang disebutkan di dalam al-Qur’ān, mengenai kota yang dimatikan lalu dihidupkan
kembali oleh Allah, dan dari kisah tersebut sebagian mufassir menghubungkan
Jurnal lainnya yang membahas mengenai ‘Uzayr penulis dapati dalam karya
sarjana Muslim Syi’ah Lebanon, yaitu Mahmoud Ayoub dalam jurnal Studies in
Islamic and Judaic Traditions dengan judul ‘Uzayr in the Qur’an and Muslim
ulama tafsir dan cendekia muslim yang membahas mengenai ‘Uzayr, seperti al-
para umat Muslim dan Ahl al-Kitāb untuk hidup dalam harmoni, meskipun begitu
tulisannya tidak lepas dari kritik-kritik dari berbagai tulisan yang hadir setelahnya.
Kemudian, Jurnal lainnya juga penulis dapati dalam tulisan Yoram Erder
dalam jurnal Journal of Near Eastern Studies, dengan judul The Origin of the Name
Idrīs in the Qur’ān: A Study of the Influence of Qumran Literature on Early Islam
‘Uzayr-Uzael (Azael), sebagaimana hal ini sangat berbeda dari pemahaman umum
mengenai Ezra, yang menurutnya ‘Uzayr bukanlah Ezra melainkan tokoh lain. Di
sisi lain tulisannya ini juga didasari oleh apa yang telah ditulis Jeffery mengenai
‘Uzayr.
Jurnal selanjutnya penulis dapati dari tulisan James A. Bellamy dalam jurnal
Journal of the American Oriental Society, dengan judul Textual Criticism of the
penyampaian nabi Saw, karena penulisan pada saat itu masih manual, sehingga
‘Uzayr tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah termasuk
dari jenis kualitatif, yaitu penelitian yang diolah melalui penelaahan dokumen
menggunakan data-data kepustakaan, dan dari kumpulan data tersebut juga akan
penelitian ini. Penelitian ini dapat disebut juga dengan penelitian yang berdasarkan
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h. 9; Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h. 3; Nicholas Walliman, Research Methods the Basics (Canada: Routledge, 2011), h. 129-130.
13
2. Sumber Data
jenis tulisan, yang membahas mengenai tokoh ‘Uzayr yang terdapat di dalam al-
Qur’ān, dan di antara data-data yang digunakan bersumber dari karya-karya ‘ulamā’
dan karya-karya sarjana barat, khususnya pada tulisan-tulisan yang terfokus pada
sumber data, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang
digunakan dalam penelitian ini merujuk kepada pembahasan dalam beberapa kitab
tafsir, mengenai tokoh ‘Uzayr yang ditujukan kepada tokoh Ezra. Kitab-kitab tafsir
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dari periode tafsir klasik hingga modern.
Pada periode tafsir klasik digunakan kitab tafsir Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān
karya Abū Ja‘far al-Ṭabarī, dan al-Jāmi‘ li’Aḥkām al-Qur’ān karya al-Qurṭubī.
Sedangkan pada periode abad pertengahan digunakan kitab tafsir al-Durr al-
Manthūr karya Jalāluddīn al-Suyūṭī, dan kitab Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt
tafsir Tafsīr al-Marāghī karya Aḥmad bin Muṣṭafá al-Marāghī, dan kitab Taḥrīr al-
Ma‘ná al-Sadīd wa Tanwīr al-‘Aql al-Jadīd min Tafsīr al-Kitāb al-Majīd karya Ibn
‘Āshūr al-Tūnisī. Alasan penulis memilih kitab-kitab tafsir tersebut, adalah karena
tokoh ‘Uzayr yang dimaksud. Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini merujuk kepada karya tulis lain, baik dalam bentuk buku dan jurnal
3. Pengumpulan Data
primer maupun sekunder, kemudian data-data yang telah terkumpul dikaji dan
4. Analisa Data
siapakah tokoh ‘Uzayr yang dimaksudkan, dan juga untuk mengetahui akar
Melalui analisa deskriptif tersebut penulis dapat menggali akar dari permasalahan
pada penelitian ini, dan dengan menganalisa data-data tersebut penulis juga dapat
Yudaisme
H. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, dalam
setiap babnya terdapat bagian-bagian yang membahas tema kajian yang diteliti.
Skripsi yang terdiri atas lima bab ini yaitu: bab pertama pendahuluan, yang di
dalamnya meliputi: latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan
Pada bab kedua, akan memberikan tinjauan umum mengenai ‘Uzayr, yang
di dalamnya akan dibahas perihal pengertian kata pada nama ‘Uzayr dari segi
kebahasaan. Kemudian, juga akan dijelaskan mengenai peran dan status ‘Uzayr
15
berdasarkan riwayat yang memaparkannya. Pada bagian ini juga akan dipaparkan
mengenai relasi di antara ‘Uzayr dan Ezra, berdasarkan bentuk nama dan kronologi
baik dari penjelasan ulama tafsir, sebab nuzul ayatnya, serta pandangan para
akademisi mengenai ‘Uzayr. Lalu, pada bagian ini selain terfokus pada penjelasan
ulama tafsir, dipaparkan juga ragam pendapat para sarjana Muslim dan Barat
Pada bab keempat, akan membahas polemik ‘Uzayr yang terdapat di antara
penafsiran dan sejarah, di antara ‘Uzayr dan Ezra, ‘Uzayr dan Eliazar, serta
relevansi ketokohan ‘Uzayr dan pengaruhnya hingga masa kini baik dari ajaran
Sedangkan bab kelima, adalah bab terakhir yang menjadi penutup skripsi
ini, dan juga sebagai jawaban atau kesimpulan atas permasalahan yang dibahas di
dalam skripsi ini. Kemudian, pada bagian ini setelah kesimpulan akan diakhiri
dengan saran-saran.
BAB II
30,15 dan mengenai tokoh ‘Uzayr ini tidak dijelaskan secara jelas di dalam ayat ini
maupun di ayat al-Qur’ān lainnya, serta juga tidak terdapat penjelasan di dalam
hadis-hadis yang bersumber langsung dari ucapan nabi, mengenai siapakah tokoh
16
‘Uzayr yang dimaksudkan ayat tersebut. Sedangkan secara bahasa pada
umumnya nama ‘Uzayr dikenal di kalangan masyarakat Arab adalah sebagai nama
seorang nabi, sebagaimana penjelasan mengenai nama ini yang terdapat di dalam
‘Uzayr adalah nama nabi, dan ‘Uzayrun ditaṣrif karena bentuknya yang ringan,
meskipun dulunya adalah kata ‘ajam seperti Nuh dan Lut, karenanya kata
tersebut ditaṣghīr dari kata ‘azr.17
Sebagian ulama tafsir juga menjelaskan bahwa asal kata nama ‘Uzayr ini
adalah berasal dari nama seorang tokoh yang dikenal dikalangan bangsa Yahudi,
15
Muḥammad Fu’ād ‘Abd al-Bāqī, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Alfāẓ al-Qur’ān al-Karīm,
(Cairo: Dār al-Kitāb al-Miṣriyyah, 1364 H) h. 459.
16
Di anatara beberapa hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab hadis yang menyebutkan
nama ‘Uzayr, tidaklah menjelaskan sama sekali jati diri ‘Uzayr, hadis-hadis tersebut cenderung
menyinggung namanya di dalam hadis-hadis yang membahas tema aqidah, dan tidak ada penjelasan
mengenai siapakah ‘Uzayr, dan apa yang menyebabkan banī Isrā’īl begitu menghormatinya. Hadis-
hadis tersebut dapat dilihat di dalam kitab, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī: hadis no. 4581 dan 7439, Ṣaḥīḥ
Muslim: hadis no. 302, dan Musnad Aḥmad: hadis no. 20694.
17
Abī al-Faḍl Jamāl al-Dīn Muḥammad bin Makarim ibn Manẓur al-Afrīqī al-Miṣrī, Lisān
al-‘Arab, Jil. IV (Beirut: Dār Ṣādir, T.t) h. 563.
18
Taṣghir adalah pengecilan suatu kata atau nama dalam bahasa Arab dengan berbagai
tujuan, di antaranya untuk mengurangi, merendahkan, menyedikitkan atau mengecilkan dari kata
yang ditaṣgir tersebut.
16
17
Walaupun secara kaidah bahasa Arab nama ‘ajam (non-Arab) tidaklah di taṣghīr
sebagaimana yang telah disebutkan oleh Fakhr al-Dīn al-Rāzī (W. 606 H) dalam
Ibn ‘Ashūr dalam Taḥrīr wa Tanwīr menyebutkan bahwa asal kata nama
‘Uzayr adalah Ezra dengan ṣighat taṣghīr, sebab peng-Araban nama ‘Uzayr ini
karena adanya ṣighat yang menyerupai ṣighat taṣghīr, dan menjadi demikian
bahwa nama ‘Uzayr berasal dari nama ‘ajam seperti nama ‘Āzara, ‘Āyzāra, dan
‘Izrā’īl, dan tanda mengetahui keajaman nama tersebut adalah tidak bisa di taṣrif,
usul nama ‘Uzayr bukanlah berasal dari nama Arab, melainkan nama ‘ajam yang
telah ditaṣghīr, adapun mengapa nama ‘Uzayr dapat ditaṣghīr adalah karena dari
keringanan bentuk katanya, yakni tidak susah atau sulit dilafazhkan melalui lisan
19
Abū ‘Abdullah Muḥammad bin ‘Umar bin al-Ḥasan bin al-Ḥusayn al-Taymī al-Rāzī,
Mafātīḥ al-Ghayb, Jil. XVI (Beirut: Dār Iḥya’ al-Turāth al-‘Arabī, 1420 H), h. 29.
20
Muḥammad al-Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad al-Ṭāhir bin ‘Āshūr al-Tūnisī,
Taḥrīr al-Ma‘ná al-Sadīd wa Tanwīr al-‘Aql al-Jadīd min Tafsīr al-Kitāb al-Majīd, jil. X (Tunisia:
Al-Dār al-Tūnisiyah, 1984), h. 168.
21
Abū al-Qāsim’ Maḥmud bin ‘Amru bin Aḥmad al-Zamakhsharī, Al-Kashāf ‘an Haqāiq
Ghawāmiḍ al-Tanzīl, Jil. II (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabī, 1407 H), h. 263.
18
Secara umum nama ‘Uzayr seringkali ditujukan kepada tokoh yang bernama
Ezra yang terdapat dalam tradisi Yudaisme, hal ini dapat kita temukan di berbagai
bahwa ‘Uzayr yang dimaksud ayat tersebut terkoneksi kepada Ezra. 24 Sedangkan
nama Ezra itu sendiri berasal dari nama yang terdapat di dalam tradisi Yudaisme.
Tokoh Ezra ini cukup terkenal dan memiliki pengaruh yang besar bagi penganut
Yudaisme, karena beliau telah berperan dalam memimpin banī Isrā’īl pulang
kembali ke Yerusalem setelah mereka dibuang ke negeri Babel. Selain itu beliau
Nama Ezra ( )עזראdalam bahasa Ibrani bukanlah suatu nama dalam bentuk
maṣdar, yakni nama Ezra ini bukanlah bentuk asli melainkan sudah dalam bentuk
turunan, atau nama yang diketahui telah mengalami perubahan dari bentuk asal
katanya. Sebelum peyebutannya berubah menjadi Ezra ( )עזראnama ini berasal dari
kata ‘azr/’azar ( )עזרdalam bahasa Ibrani,25 dan pada umumnya kata ‘azr ini
22
Abū Manṣur Al-Jawāliqī, Al-Mu‘arrab min al Kalām al-A‘jamī, (Beirut: Dār al-Qalam,
1410 H/ 1990 M), h. 452.
23
Lihat. The Meaning of The Glorius Qur’an: Marmaduke Pickthall translation, The Holy
Qur’an: Muhammad Sarwar translation, The Noble Qur’an: Muhammad Taqī al-Dīn al-Hilālī &
Muhammad Muhsin Khān translation, The Qurʾān Text, Translation and Commentary: T. B.
Irving/Al-Ḥājj Ta’līm ‘Alī (Tehran: Suhrawardī Research and Publication Center, 1998), THE
KORAN: J. M. Rodwell translation (London: Phoenix Press, 2005), dll.
24
Mikhail Piotrovsky, Historical Legends of The Quran Word and Image (St. Petersburg:
Institute of Oriental Studies, Russian Academy of Sciences, 2005), h. 114.
25
Richard Amiel McGough, THE BIBLE WHEEL; A Revelation of The Divine Unity of The
Holy Bible (Yakima, Washington: BIBLE WHEEL BOOK HOUSE, 2006), h. 286.
19
memiliki makna pertolongan, sebagaimana nama Ezra itu sendiri yang juga
Selain itu, penjelasan mengenai makna kata ‘azr ini di antaranya penulis
juga dapati di dalam beberapa kamus, di antaranya adalah Samuel Lee dalam
Lexicon Hebrew, Chaldee, and English yang menyebutkan kata ‘azr ()עזר
Hebrew Language for Readers of English, Ernest Klein juga mengartikan kata ‘azr
pertolongan.29
Dari beberapa rujukan yang penulis dapati di atas menunjukkan bahwa kata
‘azr dalam bahasa Ibrani umumnya memiliki makna pertolongan atau bantuan, dan
selain itu kata tersebut juga memiliki keserupaan dengan kata ‘azr ( )عزرdalam
bahasa Arab yang di antara maknanya juga memiliki arti pertolongan atau
menolong. Mengenai penjelasan makna kata tersebut Ibn Manẓūr dalam Lisān al-
‘Arab menjelaskan beberapa makna kata ‘azr, yang di antara beberapa maknanya
26
J. B. Jackson, A Dictionary of The Proper Names of The Old and New Testament
Scriptures, Being an Accurate and Literal Translation From The Original Tounges (U.S.A: The
Plimton Press Norwood Mass, 1909), h. 32. Lihat juga; William Smith, Smith's Bible Dictionary
(Grand Rapids, Michigan: Christian Classics Ethereal Library, 2002), h. 206.
27
Samuel Lee, Lexicon Hebrew, Chaldee, and English (London: Alexander Macintosh,
1840), h. 456.
28
Ernest Klein, A Comprehensive Etymological Dictionary of The Hebrew Language for
Readers of English (Jerusalem: Carta, 1987), h. 469.
29
Abraham Tal, A Dictionary of Samaritan Aramaic (Leiden: Brill, 2000), h. 630.
20
makna dan akar kata dari nama ‘Uzayr ataupun Ezra bermuara kepada kata ‘azr
(عزر/) עזר, yang meskipun keduanya berasalkan dari kaum penutur bahasa yang
berbeda namun memiliki makna yang sama, hal ini sangat mungkin terjadi karena
kaum Arab dan Ibrani berasalkan dari satu leluhur yang sama dan tergolong sebagai
satu rumpun semitic, dan mereka juga memiliki kesamaan dalam banyak hal, baik
dari segi bahasa, budaya, ciri fisik, dan berbagai kesamaan lainnya.31
Akan tetapi, meski ‘Uzayr kerap dihubungkan kepada tokoh yang bernama
person yang berbeda dengan Ezra.32 Meskipun demikian nama tersebut juga
memiliki hubungan dengan kata ‘azr/’azar dalam bahasa Ibrani, dan nama tersebut
adalah sebuah gabungan dari dua kata, yaitu kata El ( )אלyang bermakna Tuhan,
dengan kata ‘azr ( )עזרyang bermakna pertolongan, dan berdasarkan dari gabungan
kedua kata tersebut dapat diartikan dengan “Tuhan adalah penolongku”. 33 Selain
30
Abī al-Faḍl Jamāl al-Dīn Muḥammad bin Makarim ibn Manẓur al-Afrīqī al-Miṣrī, Lisān
al-‘Arab, Jil. IV (Beirut: Dār Ṣādir, T.t) h. 562.
31
Mengenai rumpun keluarga semitik, baik dari segi etnis, bahasa, Agama dan budaya, dsb.
Lihat. Alice Faber, Genetic Subgroupings of The Semitic Language. Gil Anidjar, Semites Race,
Religion, Literature. Louis H. Gray, Introduction to Semitic Comparative Linguistics. Philip K.
Hitti, History of The Arabs. DR. H. A. Madjid Hasan Bahafdullah, Dari Nabi Nuh Sampai Orang
Hadhramaut di Indonesia; Menelusuri Asal Usul Hadharim.
32
Eleazar adalah salah seorang budak nabi Ibrahim ‘alaihi salaam, yang namanya
disebutkan di dalam Bible, dia juga dikenal dengan sebutan Eleazar dari Damaskus. Lihat, Breshit
(Genesis) 15: 1.
33
Richard Amiel McGough, THE BIBLE WHEEL; A Revelation of The Divine Unity of The
Holy Bible (Yakima, Washington: BIBLE WHEEL BOOK HOUSE, 2006), h. 286.
21
itu terdapat juga author lain yang menghubungkannya kepada ‘Azaryah ()עזריה,34
dan nama ini juga merupakan gabungan dari dua kata, yakni kata ‘azr/azar ()עזר
dengan kata yah ()יה,35 yang dari kedua rangkaian kata itu akan bermakna “Tuhan
telah menolong”.36
Kemudian, selain dari ketiga nama tersebut yang disandarkan kepada tokoh
kepada nama lain yang juga bersumber dari turunan kata ‘azr, yang nama-nama
tersebut juga terdapat di dalam kitab Tanakh37 seperti nama Azrael, Ahiezer,
penafsirnya pada sūrah al-Tawbah ayat 30, yang bersumber dari riwayat-riwayat
yang menceritakan mengenai kisah dan peristiwa yang terjadi pada ‘Uzayr dan banī
34
‘Azaryah di dalam Bible mengacu kepada beberapa tokoh, yaitu di antaranya ‘Azaryah
yang memiliki nama lain Abednego dan hidup di era kepemimpinan raja Yehuyaqim (Daniel 1: 6-
7), ‘Azaryah bin Oded seorang nabi yang disebutkan di Kethuvim bahwa Ruh Tuhan (Ruh Elohim)
telah mendatanginya (Dibre Hayyamim II 15: 1-8), kemudian seorang malaikat yang bernama
Raphael namun kepada Tobit dia mengaku bernama ‘Azaryah bin Ananias yang agung (Tobit 5:
12). Lalu, pada periode kepemimpinan raja Sulaiman terdapat seorang rabi agung bernama ‘Azaryah
bin Zadok beserta seorang pengawas para petugas daerah yang bernama‘Azaryah bin Nathan
(Malachim I 4: 1-5), dan di era kepemimpinan raja Uzziah terdapat imam yang bernama ‘Azaryah
(Dibre Hayyamim II 26: 17-20).
35
Yah adalah singkatan dari kata Yahweh, yang digunakan dalam bahasa Ibrani untuk
menyebut Tuhan, penyingkatan kata Yahweh di dalam nama-nama Ibrani biasanya menjadi Yahu,
Yehu, dan Yah. Contohnya seperti nama Yehuyaqim (Tuhan telah mengangkatnya), Tzedekiyah
(kebenaran Tuhan), dsb.
36
Amiel McGough, THE BIBLE WHEEL, h. 287.
37
Tanakh adalah singkatan dalam bahasa Ibrani yang mencakup tiga kitab sekaligus, yaitu
di antaranya adalah kitab Towrah, Nevi’im, dan Kethuvim.
22
Yudaisme; seperti menuliskan kembali Taurat, yang konon telah hilang di antara
banī Isrā’īl. Kemudian dia mengumumkannya kepada banī Isrā’īl, bahwa Allah
telah menurunkan kembali Taurat melalui dirinya, lalu beliau mengikatkan pena
pada setiap jarinya, dan menulis seluruh isi Taurat dengan seluruh jari tangannya.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh al-Ṭabarī di dalam Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl
al-Qur’ān, melalui riwayat yang dibawakan oleh Muḥammad bin al-Ḥusayn dari
! نا فنت ف هي بًا، يا عزير: إىي قد جئلنم باللور ة! فقالو،ۚ يا بني إسر ئي: فقا
. فنلب للور ة فهّها، وفلب بأصابعه فهها،فعمد فربط عهي ف ۚ إصلع له قه ًما
“Dia (‘Uzayr) berkata, wahai banī Isrā’īl, sesungguhnya aku datang pada
kalian dengan membawa Taurat. Mereka berkata, wahai ‘Uzayr engkau bukan
seorang pendusta. ‘Uzayr pun mengikatkan pada setiap jarinya sebuah pena
dan ia menulis seluruh isi Taurat dengan seluruh jari tangannya tersebut.” 38
Peristiwa ditulisakannya kembali Kitab Taurat, adalah salah satu jasa besar
‘Uzayr terhadap banī Isrā’īl, yang telah disebutkan di dalam beberapa riwayat,
sebagaimana telah dikutip oleh sebagian ulama tafsir. Akan tetapi, selain perannya
atas penulisan kembali kitab Taurat, berdasarkan rujukan riwayat yang bersumber
dari sebagian ulama tafsir itu, menunjukkan bahwa riwayat-riwayat tersebut tidak
hanya menceritakan hal itu saja, melainkan juga meberikan beberapa bagian kisah
Di sisi lain ‘Uzayr juga disebutkan pada riwayat yang bersumber dari ibn
‘Abbās, sebagai salah seorang yang memiliki status dan peran sebagai ulama
dikalangan banī Isrā’īl, yang ketika hilangnya kitab Taurat dan rusaknya moral banī
38
Muḥammad bin Jarīr bin Yazīd bin Kathīr bin Ghālib al-Āmilī, Abū Ja‘far al-Ṭabarī,
Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV (T.tp: Mu’asasat al-Risalah, 1420 H/2000 M), h. 204.
23
Isrā’īl, dia berharap dengan tulus kepada Allah agar memberinya petunjuk, serta
berkenan untuk mengembalikan kitab Taurat yang telah hilang di antara mereka.39
Namun, berdasarkan riwayat yang bersumber dari al-Suddi, status dan peran
‘Uzayr agak berbeda dengan kisah yang bersumber dari ibn Abbas, pasalnya
yang dibawakan ibn Abbas menyatakan bahwa status ‘Uzayr adalah salah seorang
Tabut, disebutkan juga bahwa ‘Uzayr berperan sebagai orang yang mengajarkan
Taurat atas kehendak Allah, hingga diakuilah dia sebagai imam besar. Lalu
munculah fanatisme di kalangan banī Isrā’īl atas mukjizat yang turun kepada
Selain itu, ‘Uzayr juga di alamatkan oleh sebagian ulama sebagai seorang
pemuda yang diceritakan kisahnya di dalam surat al-Baqarah ayat 259, yang di
dalam ayat tersebut menceritakan tentang seorang pemuda, yang ketika itu melalui
kota yang telah hancur dan dipenuhi dengan puing-puing. Lalu, kemudian pemuda
itu berkata “bagaimanakah kota ini akan hidup kembali setelah matinya”, maka
39
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202-203.
40
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202-204.
24
“Atau (tidakkah kamu memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia (orang itu) berkata:
“Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?”
Maka, Allah mematikannya (orang itu) seratus tahun, kemudian
membangkitkannya (kembali). Dia (Allah Swt.) bertanya: “Berapa (lama)
engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab: “Aku telah tinggal (di
sini) sehari atau setengah hari.” Dia berfirman: “Sebenarnya engkau telah
tinggal (di sini) seratus tahun (lamanya), maka lihatlah kepada makanan dan
minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah kepada keledaimu (yang
telah menjadi tulang belulang) dan Kami akan menjadikanmu tanda
(kekuasaan Kami) bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang (keledai
itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya
dengan daging.” Maka, ketika telah nyata kepadanya (bagaimana Allah swt.
menghidupkan yang telah mati), dia (orang itupun) berkata: “Aku tahu bahwa
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”. 41
dalam kisah dalam ayat ini adalah ‘Uzayr, dan dia juga mencantumkan riwayat-
riwayat lain, yang menyatakan bahwa pemuda yang dimaksud bukanlah ‘Uzayr
melainkan Irmiyā, komentar ibn Jarīr terhadap ayat ini beliau tidak menetapkan
siapa yang dimaksud dalam ayat ini apakah ‘Uzayr atau Irmiyā, menurutnya boleh
jadi ‘Uzayr dan boleh jadi juga Irmiyā.42 Sedangkan ibn Kathīr menyebutkan
tentang pandangan yang mengatakan, bahwa pemuda yang dimaksud pada ayat
tersebut adalah ‘Uzayr, dan menurutnya pendapat ini merupakan pendapat yang
41
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya, h. 43.
42
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. V, h. 439-441.
43
Abū al-Fidā’ Ismā‘īl bin ‘Umar bin Kathīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jil. I (T.tp.: Dār
Ṭayyibah, 1420 H/ 1999 M), h. 687.
25
bahwa suatu ketika di majelis ilmu seorang bernama Ibn al-Kawā’ bertanya kepada
Amīr al-mu’minīn (Imam ‘Ali bin Abī Thālib), mengenai adakah anak-anak yang
lebih tua daripada orangtuanya di dunia ini? Kemudian Imam ‘Ali menjawabnya
Maka dari itu, jika memang benar bahwa pemuda yang dimaksudkan oleh
ayat tersebut adalah ‘Uzayr, sebagaimana yang telah dikuatkan oleh pernyataan ibn
Kathīr, maka peran ‘Uzayr bukan hanya sebagai ulama dan penulis kitab Taurat,
melainkan juga sebagai seorang yang telah Allah jadikan contoh kepada banī Isrā’īl,
Namun, mengenai tafsir dari ayat tersebut Sayyid Muḥammad Ḥusayn al-
maupun Syi’ah menyatakan orang yang dimaksud pada ayat itu adalah Irmiyā, dan
satupun di antaranya yang mencapai derajat sebagai riwayat yang diterima, bahkan
sebagian besar sanadnya terhukum ḍa‘if. Di sisi lain al-Qur’ān juga tidak
tidak disebutkan di dalam Kitab Taurat. 45 Sehingga berdasarkan hal itu kita tidak
dapat memastikan bahwa orang yang dimaksud pada ayat tersebut adalah ‘Uzayr
ataupun Irmiyā.
44
Muḥammad Bāqir al-Majlisī, Biḥār al-Anwāri al-Jāmi‘ah li-Durār Akhbār al-A’immat
al-Aṭhār, Jil. V (Qum: Iḥyā’ al-Kutub al-Islāmiyyah, T.t), h. 747.
45
Sayyid Muḥammad Ḥusayn al-Ṭabāṭabā’ī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān, Jil. II (Beirut:
Mu’assasat al-A‘lamī lil-Maṭbū‘āt, 1997) h. 382.
26
nama ‘Uzayr, yang memiliki hubungan makna serta asal kata yang sama dengan
nama Ezra dan Eleazar, dan sebelumnya juga telah dipaparkan secara ringkas, status
dan peran ‘Uzayr terhadap banī Isrā’īl menurut pandangan sebagian ahli tafsir, yang
‘Uzayr juga di alamatkan kepada tokoh yang bernama Eleazar. Meskipun demikian
menunjukkan bahwa ‘Uzayr yang dimaksud lebih mendekati kepada tokoh Ezra
riwayat yang telah dibawakan ulama tafsir, dengan kisah Ezra di dalam Tanakh
bahwa tokoh ‘Uzayr ataupun Ezra merupakan seorang tokoh yang sama. Hanya saja
mesti ditinjau kembali mengenai kisah kedua tokoh tersebut, apakah keterkaitan
nama tersebut dapat membuktikan bahwa tokoh yang dimaksudkan adalah tokoh
yang sama, atau unsur-unsur kesamaan tersebut, hanya sebuah kebetulan saja yang
Hal ini dapat kita lihat dari kisah kedua tokoh tersebut, melalui kedua
sumber yang membahas mengenai tokoh ini, yaitu kisah-kisah yang terdapat di
dalam kitab tafsir dan literatur-literatur Yudaisme, apakah kisahnya selaras tanpa
adanya perbedaan sama sekali, atau memiliki beberapa persamaan dan juga terdapat
27
beberapa perbedaan. Maka dari itu, untuk melihat ada atau tidaknya relasi di antara
‘Uzayr dan Ezra, kita harus melihat dari sumber-sumber utama yang membahas itu,
yakni untuk mengetahui Ezra lebih lanjut haruslah merujuk kepada rujukan-rujukan
tersebut adalah kitab Tanakh atau Perjanjian Lama, dan juga tulisan-tulisan yang
membahas mengenai Ezra, yang ditulis oleh para author yang menganut atau
mengenai alur kisah tentang Ezra, dengan kisah yang terdapat dalam tafsir
mengenai ‘Uzayr. Di antara unsur terkait mengenai Ezra yang terdapat di dalam
Tanakh, dengan riwayat tentang kisah ‘Uzayr yang dibawakan oleh ulama tafsir,
moral banī Isrā’īl, kemudian hilangnya Taurat, lalu ditemukannya kembali Taurat,
perbedaan, yang jika dibandingkan akan didapati hal yang tidak selaras, yang mana
runtutan kisah, waktu kejadian dan para pelakunya yang terdapat di dalam Tanakh
dengan kisah yang dibawakan oleh ulama tafsir. Hal ini dikarenakan riwayat-
riwayat yang mengisahkan tentang ‘Uzayr yang dibawakan oleh ulama tafsir seperti
hidupnya ‘Uzayr. Seperti, awal rusaknya moral banī Isrā’īl, hilangnya Taurat
terjadi di masa hidupnnya Ezra, yang mana tokoh Ezra ini senantiasa dihubungkan
dengan ‘Uzayr.
28
Isrā’īl, yang menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi jauh sebelum adanya Ezra,
yakni bermula ketika Raja Manasseh melakukan tindakan-tindakan yang jahat dan
Raja Manasseh telah hidup zhalim dan keluar dari jalan para leluhurnya
yang lurus, sebagaimana ayahnya Raja Hezekiah yang hidup di jalan yang benar
di dalam Tanakh, Malachim II. 21: 1-3, yang menyatakan sebagai berikut:
“Manasseh berumur 12 tahun ketika dia mulai bekuasa; dan dia berkuasa di
Jerusalem selama 55 tahun; dan ibunya bernama Hephzi-bah. Dan dia telah
melakukan yang jahat di mata Tuhan, setelah kerusakan bangsa-bangsa, yang
telah Tuhan hancurkan sebelum banī Isrā’īl. Dia membangun kembali tempat-
tempat tinggi yang telah dihancurkan ayahnya Hezekiah; dan dia membangun
altar-altar untuk Baal, dan membuat (patung) Asherah, sebagaimana yang
telah dilakukan Ahab raja Israel, dan menyembah semua penghuni langit, dan
melayani mereka.”47
Rusaknya moral banī Isrā’īl tidak hanya berhenti pada masa kekuasan Raja
Manasseh saja. Namun, dilanjutkan oleh penerus tahtanya, yakni Raja Amon yang
46
Simon Sebag Montefiore, Jerusalem The Biography, diterjemahkan oleh Yanto Musthofa
Cet. VI (Ciputat: Alvabet, 2014), h. 38.
47
Hebrew-English Tanakh The Jewish Bible (Skokie: Varda Books, 2009), h.767.
29
membunuhnya, sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Taurat, Malachim II. 21:
“Amon berumur 22 tahun ketika dia mulai bekuasa; dan dia berkuasa di
Jerusalem selama 2 tahun; dan ibunya bernama Meshullemet putrinya Haruz
dari Jotbah. Dan dia telah melakukan yang jahat di mata Tuhan, sebagaimana
yang telah dilakukan ayahnya Manasseh. Dan dia berjalan pada semua jalan
yang telah dijalani ayahnya. Mengurus berhala-berhala yang telah ayahnya
urus, dan menyembahnya. Dia telah meninggalkan Tuhan, Tuhan para
leluhurnya, dan tidak berjalan di jalan Tuhan. Dan para pembantunya Amon
berkonspirasi untuk menentangnya, dan membunuhnya di dalam
rumahnya.”48
Raja Josiah. Pada masa kekuasaannya dia tidak bertindak seperti ayah dan
kakeknya yang senantiasa berada di dalam kezhaliman, dia bertindak di jalan yang
bimbingan para Imam yang dekat dengan Tuhan. Selain itu, pada masa
kekuasaannya juga telah ditemukan kembali gulungan Taurat, yang sempat hilang
dan terlupakan di antara banī Isrā’īl, dan kitab itu tersimpan di dalam kama-kamar
kuil.49 Gulungan tersebut ditemukan Imam besar Hilkiah di dalam rumah Tuhan,
“Dan berkata Kohen Gadol (Imam Besar) Hilkiah kepada Shaphan HaSofer
(seorang ahli tulis): Saya telah menemukan Towrah di rumah Tuhan (babayt
Yehovah), dan Hilkiah memberikan Kitab itu kepada Shaphan, dan kemudian
dibacanya.”50
Berdasarkan runtutan kejadian yang telah dijelaskan di atas, dari kisah yang
hidupnya Ezra, terlebih dari itu bahwa Ezra baru dikenal setelah berlalunya
48
Hebrew-English Tanakh, h.769.
49
Simon, Jerusalem The Biography, h. 40.
50
Hebrew-English Tanakh, h.769 - 770.
30
beberapa masa dari kejadian-kejadian tersebut, dan berdasarkan narasi kisah yang
terdapat di dalam Taurat, disebutkan juga bahwa hilangnya Taurat disebabkan oleh
rusaknya moral banī Isrā’īl dan jauhnya mereka dari ajaran Tuhan, yang bermula
karena kerusakan moral. Hal ini serupa dengan sebab hilangnya kitab Taurat seperti
yang disebutkan Ibn ‘Abbas di dalam riwayat yang dibawakan oleh al-Ṭabarī dalam
kitab tafsirnya, yang juga menceritakan mengenai rusaknya moral di antara banī
Isrā’īl sebagai sebab dari hilangnya kitab Taurat. Lebih jelasnya riwayat yang
Lalu, setelah diketahui hilangnya kitab Taurat pada rentang waktu tertentu,
kitab tersebut ditemukan kembali oleh Imam besar Hilkiah di rumah Tuhan. Kitab
itu tidaklah hilang di zaman hidupnya Ezra, melainkan hilangnya itu terjadi
51
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202.
31
sebelum masa hidupnya Ezra, dan kitab Taurat juga tidak ditemukan oleh Ezra.
Tidak seperti penjelasan sebagian ahli tafsir tentang ‘Uzayr, yang menceritakan
olehnya. Sedangkan dalam narasi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama, kitab itu
tidak ditemukan oleh Ezra, namun ditemukan oleh leluhurnya Ezra, yaitu imam
besar Hilkiah, yang mana rentang waktu di antara keduanya tidaklah dekat. 52
Perbedaan yang terdapat dari riwayat tentang Ezra dan ‘Uzayr perihal
beberapa rujukkan tafsir disebutkan sebagai orang yang menemukan kembali kitab
kembali kitab Taurat itu terjadi pada masanya, dan dialah sosok yang berperan
penting dalam proses kembalinya kitab taurat di antara banī Isrā’īl kala itu. Berikut
riwayat yang dibawakan oleh al-Ṭabarī, tentang ditemukannya kitab Taurat oleh
52
Imam besar Hilkiah (Kohen gadol Hilkiah) adalah salah seorang yang diketahui hidup
sebelum masa hidupnya Ezra. Hal ini dapat diketahui bahwa beliau hidup di Era kepemimpinan raja
Josiah - yaitu sebelum penaklukan Babel ke Yerusalem - , sedangkan Ezra hidup pada era
kepemimpinan Raja Artaxerxes di Babel, yang mana pada masanya banī Isrā’īl diizinkan untuk
kembali ke Yerusalem, setelah mereka dibuang ke Babel pada beberapa periode sebelumnya. Selain
itu diketahui bahwa Ezra adalah keturunan dari Imam Besar Hilkiah, sebagaimana silsilah nasab
Ezra disebutkan di dalam Kethuvim; Ezra 7: 1, yang menjelaskan silsilahnya bahwa Ezra putera dari
Seraiah bin Azariah bin Hilkiah, yang menunjukkan bahwa Ezra adalah cucu dari anaknya Imam
besar Hilkiah.
32
dengan narasi riwayat yang agak berbeda dari riwayat Ibn ‘Abbās tersebut. Berikut
Suddī:
إىي قد جئلنم،ۚ يا بني إسر ئي: فقا،فرجع عزير وهو نن ّعهم لناس باللور ة
، نا فنت ف هي بًا! فعمد فربط عهي ف ۚ إصلع له قه ًما، يا عزير: باللور ة! فقالو
، ّخلرو بشأ عزير، فهما رج َع لعهماء. فنلب للور ة فهّها،وفلب بأصابعه فهها
وفاىت، فاسلخرج ّولئك لعهماء ُفللهم للي فاىو دفنوها نن للور ة في لجلا
نا ّعطاك: فقالو، فوجدوها نثهها، فعارضوها بلور ة عزير،ب ندفوىة ٍ في خو
!هللا هي إال ّىك بنه
Dan kemudian kembalilah ‘Uzayr dan ia telah menjadi orang yang paling
mengetahui tentang Taurat. Ia berkata, wahai banī Isrā’īl, sesungguhnya aku
datang pada kalian dengan membawa Taurat. Mereka berkata, wahai ‘Uzayr
engkau bukan seorang pendusta. ‘Uzayr pun mengikatkan pada setiap jarinya
sebuah pena dan ia menulis seluruh isi Taurat dengan seluruh jari tangannya
tersebut. Ketika para ulama mereka kembali, mereka pun diberitahu perihal
‘Uzayr. Para ulama tersebut lalu mengeluarkan Taurat yang dahulu mereka
kubur di gunung, lalu mereka sesuaikan isi Taurat tersebut dengan Taurat
‘Uzayr, dan mereka mendapati bahwa keduanya sama. Mereka pun berkata,
Allah tidak memberimu Taurat ini melainkan karena engkau adalah anaknya.
54
Dari kedua riwayat yang telah dibawakan oleh al-Ṭabarī tersebut, dapat
diketahui bahwa setelah hilangnya Taurat, kembalinya kitab Taurat adalah dengan
53
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202.
54
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 204.
33
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya di dalam kitab Tanakh. Hal ini
zaman hidupnya Ezra. Penulisan kembali naskah Taurat terjadi di masa hidupnya
Ezra, dan penulisan tersebut dikerjakan olehnya, yang mana pada dasarnya kitab
Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa menggunakan naskah Ibrani kuno,
Assyrian dan bahasa Aramaic, yakni menggunakan naskah Ibrani Modern yang
Sanhedrin 21b:
Ashurit, dan hal ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat relasi, di antara kisah
‘Uzayr yang terdapat pada riwayat-riwayat, yang banyak disebutkan di dalam kitab-
kitab tafsir, dengan kisah Ezra yang terdapat di dalam ajaran Yudaisme.
Adapun hal-hal lain yang juga memiliki kemiripan di antara ‘Uzayr dan
55
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, (Columbia: University of
South Carolina Press, 2014), h. 143.
56
The William Davidson Talmud, “Sanhedrin 21b,” diakses pada 12 Oktober 2017 dari
http://www.sefaria.org/Sanhedrin.21b?lang=bi
34
Jerusalem, pembacaan kitab Taurat dan pengajarannya kepada banī Isrā’īl, dan
beberapa hal lainnya yang juga memiliki keterkaitan di antara keduanya, yang
menunjukkan bahwa adanya kemungkinan bahwa ‘Uzayr dan Ezra adalah orang
yang sama.
kisah keduanya, yang mana hal itu mungkin saja terjadi yang disebabkan oleh
para pencari ilmu seperti para mufassir yang telah mencantumkan kisah-kisah
ini maka sudah selayaknya bagi penulis untuk mencantumkan teks ayat beserta
terjemahnya, lalu sabab nuzul, dan munasabah ayat, agar tidak terjadi kerancuan
orang Yahudi telah mengatakan ‘Uzayr itu adalah anak Tuhan, dan sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya bahwa hal ini menimbulkan penolakan serta bantahan
dari kalangan mereka, dengan menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengatakan
hal yang demikian. Sebagaimana penolakan yang dinyatakan Geiger yang telah
disebutkan sebelumnya.
57
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya, (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 191.
35
36
Maka dari itu dalam memahami ayat ini perlu bagi kita untuk mengetahui
sebab nuzul dari ayat ini, melalui penjelasan-penjelasan ulama mengenai sebab
yang akan memudahkan bagi kita dalam memahami maksud-maksud dari ayat
umat Muslim sendiri dan juga orang-orang non-Muslim, terutama dari kalangan
Mengenai sebab nuzul dari ayat ini terdapat beberapa riwayat yang
bahwa ayat ini turun disebabkan oleh perkataan seorang atau sekelompok Yahudi.
Mereka mengatakan bahwa ‘Uzayr adalah anak Allah, lalu diturunkanlah ayat ini
Salah satu riwayat menyebutkan, bahwa yang mengatakan “ ‘Uzayr itu anak
Allah” adalah satu orang, yaitu orang yang sama dengan yang mengatakan “Allah
itu faqir dan kami kaya”, seperti yang terdapat di dalam surat Āli ‘Imrān ayat 181.
Orang tersebut bernama Finḥāṣ, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Jurayj,
yang telah disebutkan al-Ṭabarī di dalam tafsirnya. Teks riwayat tersebut adalah
sebagai berikut:
سمعت: عن بن جريج قا، حدثني حجاج، حدثنا لحسين قا، حدثنا لقاسم قا
ۚ قالها رج: قا، ) (وقالت ليهود عزير بن هللا:علد هللا بن عليد بن عمير قوله
)هللاَ فَقِي ٌر َوىَحم ُن َّ مغنِيَا ُء
(إِ ه ه: هو ليي قا: وقالو. إ سمه فنحاص: قالو،و حد
.]181 : [سورة آ عمر،
“Mengabarkan kepada kami al-Qāsim berkata, mengabarkan kepada kami al-
Husain berkata, mengabarkan kepadaku Ḥajāj, dari Ibn Juraij berkata: “saya
mendengar ‘Abdullah bin ‘Ubayd bin ‘Umayr mengenai firman-Nya: (dan
orang-orang Yahudi berkata ‘Uzayr itu putera Allah), berkata: yang
mengatakannya adalah satu orang, dikatakan: bahwa namanya itu Finḥāṣ. Dan
37
dikatakan: bahwa dia adalah orang yang mengatakan (sesungguhnya Allah itu
faqir dan kami kaya), [surat Āli ‘Imrān: 181].” 58
perkataan satu orang, terdapat riwayat lain yang menjelaskan mengenai turunnya
yang ketika itu mereka menolak untuk mengikuti nabi Muhammad Saw.,
dikarenakan nabi tidak lagi berkiblat ke Masjid al-Aqṣá dan tidak mau
membenarkan bahwa ‘Uzayr itu putera Allah. Hal ini beradasarkan riwayat yang
، حدثنا نحمد بن إسحاق قا، حدثنا يوىس بن بنير قا، حدثنا ّبو فريب قا
ّو، حدثني سعيد بن جلير، حدثني نحمد بن ّبي نحمد نولي زيد بن ثابت قا
، ّتي رسو َ هللا صهي هللا عهيه وسهم َسال ُم بن نشنم: عن بن علاس قا،عنرنة
فيف ىلّلعك وقد: فقالو، ونالك بن لصِّ يف، وشأسُ بن قيس،وىعما ُ بن ّوفي
(وقالت: وّىت ال تزعم ّ ّ عزي ًر بن هللا؟ فأىز في ذلك نن قولهم،ترفت قِلمهلنا
) (ّىي يَفنو: إلي، )ليهود عزير بن هللا وقالت لنصارى لمسيح بن هللا
“Mengabarkan kepada kami Abū Kurayb berkata, mengabarkan kepada kami
Yūnus bin Bukayr berkata, mengabarkan kepada kami Muḥammad bin Isḥāq
berkata, mengabarkan kepadaku Muhammad bin Abi Muḥammad maula Zaid
bin Thābit berkata, mengabarkan kepadaku Sa‘īd bin Jubayr, atau ‘Ikrimah
dari ibn ‘Abbās berkata: datang kepada Rasulullah Saw, Salām bin Mishkam
dan Nu‘man bin Awfá, dan Sha’su bin Qays, dan Mālik bin Ṣayyif, lalu
mereka berkata: bagaimana kami akan mengikutimu sedangkan kamu telah
meninggalkan kiblat kami, dan engkau tidak mengakui bahwa ‘Uzayr adalah
putera Allah. Maka turun berkenaan dengan itu dari perkataan mereka: ( وقالت
) ليهود عزير بن هللا وقالت لنصارى لمسيح بن هللا, sampai: ( )ّىي يَفنو.” 59
dikarenakan oleh perkataan satu orang atau beberapa orang dari kalangan Yahudi.
Ayat tersebut turun berperan sebagai respon, untuk menolak pernyataan bahwa
Allah memiliki putera, dan juga bermaksud untuk menyucikan kembali nama-Nya
58
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 201.
59
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 201.
38
dari hal yang demikian. Hal serupa juga banyak ditegaskan di dalam al-Qur’ān,
sebagai syi‘ar nabi Muḥammad Saw dalam meluruskan pemahaman Tauhid, dari
tersebutlah, yang telah menyebabkan diturunkannya ayat tersebut, dan ayat itu pun
terhadap pernyataan mereka, yakni pernyataan yang muncul dari seorang atau
sejumlah orang dari kaum Yahudi yang ketika itu betemu dan bersinggungan
langsung dengan nabi Saw., dan mereka itu adalah orang-orang Yahudi Madinah,
yang telah dikenal hidup dan menetap lama di kawasan Yathrib kala itu.60
Hal ini juga menunjukkan bahwa turunnya ayat ini bukan untuk merespon
orang-orang Yahudi saja, yang ketika itu telah memposisikan ‘Uzayr sebagai putera
Alah, dan sungguh maha suci Allah dari hal tersebut. Pandangan tersebut juga
muncul dari kalangan sahabat, sebagaimana sahabat Ibn ‘Abbas dalam menjelaskan
60
Mengenai orang-orang Yahudi yang hijrah dan kemudian menetap di tanah ‘Arab sampai
terbentuknya peradaban Yahudi di kawasan tersebut, Abū al-Faraj al-Isbahānī menyebutkan tentang
asal-usul Ghurayḍ, yang nasabnya sampai kepada Kāhin bin Hārūn bin ‘Amrān. Lihat. ‘Alī bin al-
Ḥusaīn bin Muḥammad bin Aḥmad bin al-Haitham al-Marwānī al-Umawī al-Qurashī, Abū al-Faraj
al-Isbahānī, Al-Aghānī, Jil. III (Beirut: Dār Iḥya’I al-Turāth al-‘Arabī, 1994), h. 82. Watt juga
menyebutkan adanya suku-suku Yahudi di madinah, meskipun menurutnya asal-usulnya masih
belum jelas apakah mereka merupakan pengungsi yang sudah banyak kawin campur dengan
pribumi, atau mereka merupakan suku Arab yang konversi ke agama Yahudi. Lihat, W.
Montgomery Watt, Bell’s Introduction to The Qur’ān (Edinburgh: Edinburgh University Press,
1994), h. 8. W. Montgomery Watt, Muhammad Prophet and Statesman (London: Oxford University
Press, 1969) h. 85. Watt juga menyebutkan keterangan dari al-Samhūdī bahwa ada tiga suku asli
Yahudi, yang dinyatakan bahwa mereka telah kehilangan identitasnya. W. Montgomery Watt,
Muhammad at Medina (Karachi: Oxford University Press, 1994), h. 193-194. Lihat juga; Haggai
Mazzuz, The Religious and Spiritual Life of the Jews of Medina (Leiden: BRILL, 2014), h. 2-7.
Sayyid Ja’far Arif Kashfi, Muḥammad Saw dan Kaum Yahudi (Pasar Minggu: Titisan, 2016), h.
179-187.
39
tafsir dari ayat tersebut, beliau menjelaskan bahwa Yahudi yang dimaksud adalah
Yahudi Madinah.61
Sehingga jika kita melihat konteks dari sebab diturunkannya ayat tersebut,
akan dapat dipahami bahwa maksud dari turunnya ayat tersebut, adalah berkenaan
dengan pernyataan satu orang atau beberapa orang Yahudi Madinah, dan sebagai
bantahan atas pernyataan mereka, karena telah mengotori kesucian nama Allah,
dengan menyatakan bahwa Dia memiliki anak, maka karena hal itu diturunkanlah
ayat tersebut, untuk memurnikan dan mensucikan kembali nama-Nya dari berbagai
ayat tersebut juga sekaligus berperan sebagai pengajaran bagi kita, agar terhindar
dari menyerupai sifat kaum Yahudi dan Nasrani – yakni sebagian atau sebagian
perihal sebab turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat dari ‘Alī bin Abī Ṭālib yang
ketika itu mereka berargumen bahwa penyebutan “ibn Allah” kepada ‘Uzayr
kepadanya karena telah menghidupkan kembali Taurat di antara banī Isrā’īl, maka
karena jasanaya itu Allah memberikan posisi tersebut kepada-Nya, dan kemudian
mereka juga berargumen bahwa hal ini sebagaimana apa yang telah dikatakan
61
‘Abdullāh bin ‘Abbās, Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās, (Lebanon: Dār al-Kitāb
al-‘Ilmiyah, t.th) h. 156.
40
“wahai anakku”. Lalu, pernyataan mereka itu dibantah oleh nabi dengan argumen
“jika hal tersebut memang dibenarkan, maka posisi tersebut lebih pantas disandang
oleh Musa, namun jika itu disandang oleh Musa sekalipun sedangkan posisinya
lebih utama daripada ‘Uzayr, maka apakah Allah akan menyebutnya tuan-Ku, atau
yang sehat, dan beliau juga mendoakan petunjuk Allah atas mereka jika mereka
inṣāf.62
Hal tersebut juga terkait dengan munasabah daripada ayat itu sendiri,
sebagaima ayat ini masih terkait dengan penjelasan dari ayat selanjutnya, yakni
surat al-Tawbah ayat 31 yang menyatakan, bahwa mereka (para Ahl al-Kitāb) telah
menjadikan aḥbār (para pendeta Yahudi) dan ruhbān (para pendeta Nasrani)
mereka sebagai tuhan-tuhan lain selain daripada Allah. Dengan demikian mereka
yang mereka anggap saleh atau dekat dengan Tuhan, dan keyakinan yang demikian
Sekilas dari penjelasan ayat, sebab nuzul, dan munasabah ayat yang telah
penulis bertujuan agar dapat mempermudah kita dalam memahami maksud dari
turunnya ayat tersebut, serta memahami keterkaitan di antara tokoh ‘Uzayr dengan
62
Mengenai rincian riwayat tersebut lihat. Sayyid Hāshim al-Bahrānī, al-Burhān fī Tafsīr
al-Qur’ān, Jil. III (Beirut: Mu’assasat al-A‘lamī li al-Maṭbū‘āt, 2006), h. 396-398.
63
Ibrāhīm bin ‘Umar bin Ḥasan al-Ribāṭ bin ‘Alī bin Abī Bakr al-Biqā’ī, Naẓm al-Durar fī
Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, Jil. VIII (Cairo: Dār al-Kitāb al-Islāmī, t.th), h. 441.
41
dalam memahami ayat tersebut, dan kemudian untuk dapat mengetahui lebih lanjut
mengenai tokoh ‘Uzayr ini, penulis akan berusaha menjelaskannya dalam sudut
pandang tafsir.
penafsiran yang menjelaskan asal-usul serta peran ‘Uzayr, yang dapat ditelusuri
penting yang telah dilakukannya, hingga beliau menjadi tokoh penting dan
terkemuka di kalangan banī Isrā’īl. Untuk itu dalam membaca ketokohan ‘Uzayr di
tafsir, dengan kategori tafsir yang di antaranya adalah Tafsir Klasik, Abad
disebutkan oleh Dr. Hasani Ahmad Said, di dalam bukunya yang berjudul
kemudian periode pertengahan dari tahun 1250-1800 M, dan periode modern yang
64
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian Atas Tafsir al-Mishbah,
Cet. I (Ciputat: Puspita Press, 2011), h. 67.
42
1. Tafsir Klasik
Pada bagian tafsir klasik penulis menggunakan dua kitab tafsir rujukan, di
(585-671 H/ 1214-1273 M), melalui kedua kitab tafsir klasik tersebut, penulis akan
a. Tafsir al-Ṭabarī
perkataan satu orang Yahudi atau perkataan beberapa orang Yahudi, kemudian
Ṭabarī melalui dua jalur riwayat, sedangkan dari kedua riwayat tersebut
sebagai berikut.
عن، حدثني ّبي، حدثني عمي قا، حدثني ّبي قا، حدثني نحمد بن سعد قا
هو بن هللا: وإىما قالو، ) (وقالت ليهود عزير بن هللا: عن بن علاس قوله،ّبيه
فعمهو بها نا شاء، وفاىت للور ة عندهم،نن ّج ۚ ّ ُعزَي ًر فا في ّه ۚ لنلاب
فهما رّى هللا. وفا للّابوت فيهم، ثم ّضاعوها وعمهو بغير لحق، هللا ّ يعمهو
وّىساهُم، رفع هللا عنهم للابوت،ّىهم قد ّضاعو للور ة وعمهو باۡلهو ء
فاسلطهقت بطوىهم، وّرس ۚ هللا عهيهم نرضًا، وىسخها نن صدورهم،للور ة
وفيهم، وىسخت نن صدورهم، حلي ىسو للور ة،حلي جع ۚ لرج ۚ يمشي فل ُده
وفا، فمنثو نا شاء هللا ّ يمنثُو بعد نا ىسخت للور ة نن صدورهم.عزير
و بله ۚ إليه ّ ير ّد إليه ليي ىسخَ نن، فدعا عزي ٌر هللا،عزير قل ُ ۚ نن عهمائهم
43
، ىز ىور نن هللا فدخ ۚ َجوم فه، فلينما هو يصهي نللهال إلي هللا.صدره نن للور ة
قد، يا قوم: فأذ في قونه فقا ّ ،فعاد إليه ليي فا ذهب نن جوفه نن للور ة
ثم. فمنثو نا شاء هللا وهو يعهمهم،ق بهم يعهمهم آتاىي هللا للور ةَ ور هدها إل ه
َ ي! فعه
فهما رّو للابوت ع َرضو نا فا فيه،إ ه للابوت ىز بعد ذلك وبعد ذهابه ننهم
وهللا نا ّوتي عزير هي إال: فقالو، فوجدوه نثهه،عهي ليي فا عزير يعهِّمهم
.ّىه بن هللا
“Muḥammad bin Sa‘ad menceritakan kepadaku, ia berkata: Ayahku
menceritakan kepadaku dari ayahnya, ia berkata: pamanku menceritakan
kepadaku, ia berkata: ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari ibn
‘Abbās, tentang firman-Nya ( وقالت ليهود عزير بن هللاdan orang-orang Yahudi
berkata ‘Uzayr putera Allah), bahwasannya mereka mengatakan bahwa dia itu
(‘Uzayr) anak Allah, karena ‘Uzayr adalah seorang ahli kitab, ketika itu Taurat
ada di sisi mereka dan mereka beramal dengannya sebagaimana Allah
menghendakinya terhadap mereka. Kemudian mereka menyelisihi Taurat
tersebut dan beramal tanpa petunjuk yang benar, dan ketika itu juga terdapat
Tabut di sisi mereka, adapun setelah Allah melihat bahwa mereka telah
menyelisihi Taurat dan beramal berdasarkan hawa nafsu, lalu Allah angkat
Tabut tersebut dari mereka. Allah jadikan mereka lupa akan Taurat dan
menghapusnya dari dada-dada mereka, dan Allah mengirim penyakit kepada
mereka, perut-perut mereka membuncit, sampai-sampai jika salah seorang
dari mereka berjalan maka yang tampak adalah perutnya, hingga mereka lupa
akan Taurat, dan Taurat itu pun telah terhapus dari dada-dada mereka, dan
ketika itu ‘Uzayr bersama mereka. Mereka pun hidup selama yang Allah
kehendaki setelah terhapusnya Taurat dari dada-dada mereka, ‘Uzair sebelum
itu merupakan salah seorang ulama mereka, kemudian ‘Uzayr berdoa
memohon kepada Allah dengan penuh ketundukan hati, agar Dia
mengembalikan kepadanya Taurat yang telah Dia hapus dari dadanya. Ketika
‘Uzayr sedang shalat dan memohon kepada Allah, lalu turunlah cahaya dari
Allah yang kemudian masuk ke dalam dirinya, dan kembalilah kepadanya
Taurat yang telah pergi dari dirinya. Kemudian ‘Uzayr pun mengumumkan
kepada kaumnya, “wahai kaumku, Allah telah memberikan dan
mengembalikan Taurat kepadaku”, ‘Uzayr pun mulai mengajarkannya kepada
mereka. Ia tinggal bersama mereka untuk mengajarkan Taurat tersebut atas
kehendak Allah. kemudian diturunkan kembali Tabut kepada mereka setelah
perginya Tabut tersebut dari mereka. Mereka lalu berkata, “demi Allah
tidaklah ‘Uzayr mendapatkan anugerah ini melainkan karena ia adalah Putera
Allah”.”65
Selain daripada riwayat ini, al-Ṭabarī juga mencantumkan riwayat dari jalur
yang berbeda, dengan riwayat kisah yang juga berbeda dari riwayat yang telah
daripada riwayat di atas, mengacu pada riwayat yang bersumber dari al-Suddī
65
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202-203.
44
melalui jalur Muḥammad bin al-Ḥusayn, dengan naskah riwayat seperti di bawah
ini.
عن، حدثنا ّسلاط، حدثنا ّحمد بن لمرض ۚ قا، حدثني نحمد بن لحسين قا
ۡلىهم ظهرت عهيهم، إىما قالت ذلك، ) (وقالت ليهود عزير بن هللا:لسدي
وقد دفنو فلب، وذهب عهماؤهم ليين بقُو، وّخيو للور ة،لعمالقة فقلهوهم
ال ينز إال يوم، وفا عزير غال ًنا يلعلهد في رءوس لجلا. للور ة في لجلا
"ربِّ ترفتَ بني إسر ئي ۚ بغير عالم"! فهم يز: فجع ۚ لغالم يلني ويقو.عيد
فهما رجع إذ هو بانرّة قد، فنز نرة إلي لعيد،يلني حلي سقطت ّشرا ُر عينيه
:فاسياه! فقا لها
ِ ويا، يا نطعماه: نثهت له عند قلر نن تهك لقلور تلني وتقو م
: نن فا يطعمك ّو ينسوك ّو يسقيك ّو ينرعك قل ۚ هي لرج ۚ؟ قالت،ويحك
َ فمن فا يعهِّم لعهماء، يا عزير: فإ هللا حي لم يمت! قالت: هللا! قا
قل ۚ بني
، ولهي ندب ًر،صم
ِ فهم تلني عهيهم؟ فهما عرف ّىه قد ُخ: هللا! قالت: إسر ئي ۚ؟ قا
ثم خرج، إذ ّصلحت غ ًد فأت ىهر في وفي فاغلس ۚ فيه، يا عزير:فدعله فقالت
فهما ّصلح ىطهق عزير إلي. فما ّعطاك ف ُخ ميه، فإىه يأتيك شي ٌخ،فص ِّۚ رفعلين
! فلح فمك: فجاءه لشي ُخ فقا. ثم خرج فصهي رفعلين، فاغلس ۚ فيه،ذلك لنهر
ثالث، نجلمع فهيئة لقو رير، فألقي فيه شيئا فهيئة لجمرة لعظيمة،فرلح فمه
إىي قد،ۚ يا بني إسر ئي: فقا، فرجع عزير وهو نن ّعهم لناس باللور ة.نر ر
نا فنت ف هي بًا! فعمد فربط عهي ف ۚ إصلع له، يا عزير: جئلنم باللور ة! فقالو
ّخلرو بشأ، فهما رج َع لعهماء. فنلب للور ة فهّها، وفلب بأصابعه فهها،قه ًما
، فاسلخرج ّولئك لعهماء ُفللهم للي فاىو دفنوها نن للور ة في لجلا،عزير
نا: فقالو، فوجدوها نثهها، فعارضوها بلور ة عزير،ب ندفوىة ٍ وفاىت في خو
!ّعطاك هللا هي إال ّىك بنه
Muḥammad bin al-Ḥusayn menceritakan kepadaku, ia berkata: Aḥmad bin al-
Mufaḍḍal menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbāt menceritakan kepada
kami dari al-Suddī: tentang firman Allah وقالت ليهود عزير بن هللا, ia berkata ,
mereka mengatakan demikian karena ketika itu munculnya kaum ‘Amāliqah
di kawasan mereka, dan (kaum ‘Amāliqah) membunuhi mereka. Kaum
‘Amāliqah tersebut lalu mengambil Taurat. Para ulama mereka yang masih
tersisa pun pergi ke gunung dan mengubur Taurat tersebut di sana. Ketika itu
‘Uzayr adalah seorang anak-anak yang hidupnya hanya diisi dengan beribadah
di puncak sebuah gunung dan tidak turun kecuali pada hari ‘Īd. Ia pun mulai
menangis dan berkata, Ya Allah Engkau telah tinggalkan banī Isrā’īl tanpa
seorang ulama. Ia terus menangis hingga bulu matanya berjatuhan. Suatu
ketika ‘Uzayr turun untuk melaksanakan ‘Īd. Ketika ia kembali, tiba-tiba ia
bertemu dengan seorang wanita di salah satu kuburan sambil menangis dan
meratap, “oh yang memberiku makan, oh yang memberiku pakaian”, ‘Uzayr
berkata, “celaka engkau siapakah yang telah memberimu makan, pakaian,
minum, dan manfaat sebelum laki-laki ini?”, wanita tersebut menjawab
“Allah”. ‘Uzayr berkata , “sesungguhnya Allah maha hidup dan tidak akan
pernah mati”. Wanita itu berkata, “wahai ‘Uzayr siapakah yang mengajari
para ulama sebelum banī Isrā’īl?”. ‘Uzayr menjawab “Allah”, wanita itu
bertanya lagi, “kalau begitu kenapa kamu menangisi mereka?”. Ketika ‘Uzayr
sadar bahwa dia kalah berdebat, ia pun berpaling pergi. Wanita itu lalu
memanggilnya seraya berkata, “wahai ‘Uzayr besok pagi pergilah ke sungai
45
itu dan mandilah di sana, setelah itu keluarlah (dari sungai) dan shalatlah dua
raka’at, karena sesungguhnya akan ada laki-laki tua yang akan menemuimu,
dan apa yang dia berikan kepadamu maka terimalah. Keesokan paginya
‘Uzayr pun mendatangi sungai tersebut, kemudian ia mandi, lalu keluar dari
sungai tersebut, untuk shalat dua rakaat. Kemudian seorang tua
mendatanginya dan berkata, bukalah mulutmu. Ia pun membuka mulutnya.
Lalu orang tua itu melemparkan ke dalam mulut ‘Uzayr sesuatu seperti bara
api yang besar seperti kaca sebanyak tiga kali. Dan ia telah menjadi orang
yang paling mengetahui tentang Taurat. Ia berkata, wahai banī Isrā’īl,
sesungguhnya aku datang pada kalian dengan membawa Taurat. Mereka
berkata, wahai ‘Uzayr engkau bukan seorang pendusta. ‘Uzayr pun
mengikatkan pada setiap jarinya sebuah pena dan ia menulis seluruh isi Taurat
dengan seluruh jari tangannya tersebut. Ketika para ulama mereka kembali,
mereka pun diberitahu perihal ‘Uzayr. Para ulama tersebut lalu mengeluarkan
Taurat yang dahulu mereka kubur di gunung, lalu mereka sesuaikan isi Taurat
tersebut dengan Taurat ‘Uzayr, dan mereka mendapati bahwa keduanya sama.
Mereka pun berkata, Allah tidak memberimu Taurat ini melainkan karena
engkau adalah anaknya.66
Berdasarkan kedua riwayat di atas yang telah dinukil dari al-Ṭabarī dalam
kalangan banī Isrā’īl, yang mengalami masa kekacauan di kala itu karena hilangnya
kitab Taurat di sisi mereka. ‘Uzayr merupakan salah satu orang di antara mereka
yang merasa bersedih terhadap kondisi yang menimpa banī Isrā’īl, yang kemudian
hingga diturunkannya kembali kitab Taurat kepada banī Isrā’īl melaluinya. Setelah
perantaraan dirinya, dan hal itu membuat orang-orang takjub hingga menyebutnya
yang tidak selaras, meskipun secara esensi memiliki banyak kesamaan. Secara
66
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 203-204.
46
kalangan banī Isrā’īl, sehingga dia begitu dihormati dan diagungkan oleh orang-
orang Yahudi, apakah beliau ketika itu seorang pendeta atau hanya orang biasa,
yang kemudian berserah diri dan memohon pertolongan kepada Allah atas
kekacauan yang menimpa banī Isrā’īl. Perihal ini al-Ṭabarī tidaklah memberi
komentar ataupun kejelasan mengenai kisah yang terdapat pada kedua riwayat
tersebut, riwayat manakah yang sekiranya lebih kuat dan dapat dijadikan rujukan,
selain itu dia juga tidak mengemukakan pendapatnya, mengenai riwayat yang dia
Dan tidak dapat dipungkiri bahwa kedua riwayat tersebut memiliki poin-
poin kesamaan, yang dapat dilihat melalui perbandingan narasi kisah yang terdapat
pada kedua riwayat tersebut. Narasi kisah tersebut juga masih memiliki poin-poin
kesamaan, pada kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab Taurat atau Perjanjian
tidak sedikit para mufasir kemudian menukil riwayat-riwayat yang dibawakan al-
Ṭabarī, untuk menjelaskan perihal kisah dan ketokohan ‘Uzayr dikalangan banī
Isrā’īl, dalam menafsirkan surat al-Tawbah ayat ke-30 tersebut. Hal ini terjadi
karena tafsir al-Ṭabarī merupakan salah satu kategori kitab tafsir bi al-ma’thur,
yang menjadi rujukan utama dalam periode tafsir klasik, dan telah menjadi rujukan
67
Lihat, Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202-204.
47
tersebut, terdapat juga polemik lain yang berkaitan dengan ‘Uzayr, yakni ketika al-
min qabl, dan juga mencantumkan penjelasan-penjelasan ahli ta’wil mengenai itu,
yang dari sebagian besar penjelasan ta’wil tersebut, menyebutkan bahwa orang-
orang Nasrani telah menyerupai orang-orang Yahudi kala itu, dengan menyebut al-
Masih itu putera Allah, sebagaimana orang-orang Yahudi menyebut ‘Uzayr sebagai
putera Allah. 69
sebagai putera Allah, sebab atas apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
Akan tetapi pernyataan itu belum dapat dibuktikan, terlebih tidak adanya literatur
Yahudi yang menyebutkan bahwa ‘Uzayr ketika itu disebut sebagai putera Allah,
mayoritas umat Yahudi, karena jasa yang telah dilakukannya tidaklah kecil bagi
umat Yahudi.
68
Taqī al-Dīn Abū al-‘Abbās Aḥmad bin ‘Abd al-Ḥalīm bin Taimiyyah al-Ḥarrānī, Majmū’
al-Fatāwá, Jil. XIII (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd liṬibā’at al-Muṣḥaf al-Sharīf, 1416
H/1995 M) h. 385.
69
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 205-206.
48
perkataan itu – yakni orang-orang Yahudi berkata ‘Uzayr sebagai putera Allah –
terjadi pada masa Rasulullah Saw., maka diturunkanlah ayat tersebut sebagai
tidaklah terjadi pada masa ‘Uzayr itu sendiri, dikarenakan tidak adanya bukti
kafarū min qabl, yakni menyerupai perkataan orang-orang kafir sebelum mereka,
yaitu dengan mengkultuskan para nabi dan ulama mereka secara berlebihan, hingga
riwayat ahli ta’wil yang dibawakan al-Ṭabarī, melalui riwayat Muhammad bin
Sa’ad, dan hanya riwayat darinya yang memberikan penjelasan yang berbeda dari
riwayat lainnya, yakni dengan penjelasan bahwa mereka (orang Yahudi dan
Nasrani) telah berkata seperti apa yang dikatakan Ahl al-Authān (orang-orang
b. Tafsir al-Qurṭubī
nama ‘Uzayr pada ayat tersebut, dan selanjutnya dia menyatakan bahwa kata al-
Yahūd pada kalimat waqālati al-Yahūdu muncul dengan redaksi teks yang umum
dengan makna yang khusus, karena menurutnya tidak semua orang Yahudi berkata
demikian. Kemudian dia memberikan permisalan dari penggalan ayat pada surat
Āli ‘Imrān ayat 173, yang mengatakan al-ladzīna qāla lahumu al-nās (yaitu orang-
orang yang bagi mereka ada orang-orang yang berkata), dia menjelaskan bahwa
70
Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 206.
49
redaksi ayat tersebut meskipun menggunaka kata al-nās yang bersifat umum,
namun maknanya khusus karena maksud dari kalimat pada ayat tersebut tidaklah
menurutnya perkataan itu hanya dikatakan oleh sebagian dari mereka saja, yaitu
adalah Salām bin Mishkam, Nu‘mān bin abī Awfá, Shā’su bin Qays, dan Mālik bin
al-Ṣayyif. Mereka adalah orang-orang Yahudi Madinah yang ketika itu mendatangi
nabi untuk mengkritik pemindahan kiblat, dan ketika itu juga mereka menyatakan
tersebut melalui pernyataan Nuqqāsh, yang mengatakan bahwa saat ini sudah tidak
ada lagi orang Yahudi yang mengatakan demikian. Meskipun ketika itu yang
Maka dari itu al-Qurṭubī meyatakan bahwa riwayat yang sahih, adalah riwayat
dibawakan oleh al-Tabari, yang menceritakan bahwa ketika itu orang-orang Yahudi
‘Uzayr sebaɡai putera Allah. Namun, dia tidak memberikan komentar apapun pada
71
Abū ‘Abdullāh Muḥammad al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān, Jil. VII (Cairo: Dār
al-Kutub al-Miṣriyah, 1384 H/1964 M), h. 116.
72
Abū ‘Abdullāh Muḥammad al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān, Jil. VII, h. 116.
73
Abū ‘Abdullāh Muḥammad al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān, Jil. VII, h. 116.
50
penjelasan tafsir surat al-Tawbah ayat ke-30, melalui tafsir al-Suyūṭī (849-911 H/
tokoh ‘Uzayr yang dimaksudkan, yang terdapat pada surat al-Tawbah ayat 30
tersebut.
a. Tafsir al-Biqā‘ī
ayat maupun surat di dalamnya yang saling terkait. Hal ini sesuai dengan pemberian
judul dari nama kitab tafsir tersebut, yang menggambarkan tentang garis besar
dalam bentuk penafsiran beliau. Begitu juga dalam penjelasannya pada tafsir surat
Perihal penafsirannya mengenai ‘Uzayr yang terdapat pada ayat tersebut, al-
Biqā‘ī menjelaskan mengenai keterkaiatan ayat ini dengan ayat sebelumnya, yang
membicarakan tentang diperintahkannya untuk mengambil jizyah dari para Ahl al-
74
Abū ‘Abdullāh Muḥammad al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān, Jil. VII, h. 116.
51
Kitāb, yaitu pajak keamanan yang diambil dari mereka, dan jika mereka menolak
bersumber dari firman-Nya yang terdapat pada ayat sebelumnya, yakni surat al-
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada Hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak beragama dengan
agama yang benar, (yaitu orang-orang) yang diberikan kepada mereka al-
Kitab; (perangilah mereka) sampai mereka membayar jizyah dengan patuh,
sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.”.76
pungutan jizyah bagi para Ahl al-Kitāb yang terjadi pada masa penaklukan,
termasuk kepada kalangan Majusi yang juga digolongkan oleh sebagian ulama
sebagai Ahl al-Kitāb. Lalu, al-Biqā‘ī menjelaskan bahwa mereka itu (Ahl al-Kitāb),
mereka, adalah suatu hal yang sudah ditetapkan, sebagaimana hal ini didasari oleh
75
Jizyah adalah suatu bayaran sejenis zakat atau pajak yang diberlakukan kepada Ahl al-
Kitāb. Para Ahl al-Kitāb yang dimaksud adalah mereka yang disebut Ahl al-Dzimmah, yaitu mereka
yang setelah terjadinya penaklukan oleh umat Muslimin, mereka berada dibawah pengawasan dan
perlindungan umat Muslimin. Karena perlindungan dan rasa aman yang telah diberikan umat
Muslimin kepada mereka, maka mereka diwajibkan untuk membayar jizyah.
76
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 191.
52
qālat pada surat al-Tawbah ayat 30, yang diartikan untuk memerangi Ahl al-Kitāb
dikarenakan kekafiran mereka, hal ini karena kita dapat mencirikan mereka
berkata bahwa ‘Uzayr adalah putera Allah. Dengan demikian mereka telah
Allah, sedangkan tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah, hal ini
kisah nabi-nabi dan raja-raja, dan ‘Uzayr dikenal juga dengan nama al-‘Āzar
sebagai bentuk asli dari nama al-‘Uzayr, yakni disebut al-‘Uzayr karena perubahan
yang disebabkan oleh peng-Araban dari nama tersebut, dan beliau mengatakan
bahwa ‘Uzayr dan Ezra adalah person yang berbeda, dikarenakan al-‘Āzar dan Ezra
bukanlah orang yang sama, lagipula meskipun Ezra telah menghimpun kembali
kitab Taurat, akan tetapi dia bukanlah seorang nabi. Pendapat al-Biqā‘ī tersebut
77
Ibrāhīm bin ‘Umar bin Ḥasan al-Ribāṭ bin ‘Alī bin Abī Bakr al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī
Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, Jil. VIII (Cairo: Dār al-Kitāb al-Islāmī, t.th), h. 435-437.
78
Ibrāhīm bin ‘Umar al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, Jil. VIII,
h. 437.
53
‘Uzayr tersebut, adalah seorang yang telah dikenal baik dikalangan umat Yahudi,
yakni dia adalah seorang yang bernama al-‘Āzar, yang kemudian dikultuskan oleh
bernama Ezra dengan al-‘Āzar bukanlah orang yang sama, dan dia juga bukanlah
beliau sangat dikenal akan jasa besarnya karena beliau telah menghimpun kembali
kitab Taurat.
dari pernyataan mantan Rabi Yahudi yang telah memeluk Islam. Akan tetapi
mungkin dia adalah seorang yang sama dengan Āzar, yang disebutkan di dalam al-
Qur’ān pada surat al-An’am ayat 74, yang jika dipahami secara letterlek
menunjukkan bahwa dia adalah ayah dari nabi Ibrāhīm As, yang berprofesi sebagai
pembuat berhala.80
79
Ibrāhīm bin ‘Umar al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, Jil. VIII,
h. 437.
80
Sebagian ulama berebeda pendapat mengenai status Āzar di sisi nabi Ibrāhim, ada yang
mengatakan bahwa dia memang ayahnya nabi Ibrāhim, meskipun secara ilmu nasab nama ayah nabi
Ibrāhim yang diketahui adalah Tāraḥ atau Tārakh, dan kemudian mengatakan bahwa Āzar adalah
laqab dari Tāraḥ. Ada juga yang berpendapat bahwa Āzar bukanlah nama ayahnya nabi Ibrāhim,
melainkan nama berhala, lalu ada juga ulama yang berpendapat bahwa nisbah kata ab (bapak)
kepada Āzar, bukan bermakna ayah kandung, melainkan pamannya. Selain itu ada juga yang
mengatakan bahwa Āzar merujuk pada nama Tāraḥ di dalam kitab Taurat, melalui bentuk yang
sudah diterjemahkan ke bahasa Yunani, dalam bentuk perubahan Tāraḥ - Thara – Āthar, lalu dalam
penyebutan al-Qur’ān disebutkan dengan nama Āzar.
54
Hal ini karena perkara tersebut berhubungan dengan umat Yahudi sebagai
penganut ajaran nabi Musa As, yang diberikan kitab Taurat di sisinya, sedangkan
Āzar tersebut adalah seorang yang hidup jauh sebelum di zaman nabi Musa, yakni
di zaman hidup nabi Ibrāhīm. Maka dari itu, kedua tokoh ini tidaklah mungkin
orang yang sama, dan jika melihat penerjemahan Moshe Perlman dari tulisan
kepada Elazar atau Eliezer, yang namanya disebutkan dalam Bible di Genesis 15:2,
Eliezer dari Damaskus tersebut, menunjukkan bahwa dia pun hidup di masa nabi
Ibrāhīm, selain itu dia juga hidup dan tinggal bersama nabi Ibrāhīm. Namun, dia
bukanlah ayah dari nabi Ibrāhīm melainkan budaknya nabi Ibrāhīm As,
sebagaimana yang telah dinarasikan dalam naskah Bible, di Genesis 15: 1-6, yang
keturunan, dan khawatir bahwa nanti Eliezer yang kelak menjadi ahli warisnya,
hingga sampai turunnya firman Tuhan yang mengabarkan, bahwa nabi Ibrāhīm
Eliezer, sedangkan keduanya hidup di zaman nabi Ibrāhīm dan juga termasuk
penisbatannya kepada tokoh ‘Uzayr ini adalah suatu kerancuan, yakni jika tokoh
‘Uzayr dinisbahkan kepada tokoh Eliezer tersebut, maka hal ini menunjukkan pula
81
Samau’āl al-Maghribī, Ifḥām al-Yahūd, terjemahan Moshe Perlmann (New York:
American Academy For Jewish Research, 1964), h. 60.
82
Hebrew-English Tanakh The Jewish Bible (Skokie: Varda Books, 2009), h.24.
55
bahwa nabi Ibrāhīm dan Eliezer adalah orang Yahudi, sedangkan nabi Ibrāhīm
surat Āli ‘Īmrān ayat 67. Dan munculnya penyebutan Yahudi maupun Nasrani,
Maka dari itu, dalam pandangan penulis penisbatan yang disnisbatkan al-
Biqā‘ī, terhadap tokoh ‘Uzayr kepada tokoh Eliezer ataupun Āzar tidaklah dapat
diajadikan sandaran, karena hal tersebut justru akan lebih mengaburkan, dan bukan
Eliezer adalah putera Allah, dan al-Biqā‘ī maupun Sama’uāl al-Maghribī juga tidak
Eliezer tersebut, adalah orang yang sama dengan tokoh ‘Uzayr yang terdapat di
dalam al-Qur’ān.
b. Tafsir al-Suyūṭī
beberapa jalur riwayat, termasuk riwayat yang telah dibawakan al-Ṭabarī di dalam
juga membawakan dari jalur riwayat lain, seperti riwayat yang bersumber dari jalur
Abū Sheikh dari Ka‘ab, yang mengatakan bahwa ‘Uzayr berdoa kepada Allah, lalu
ditemukannya Taurat sebagaimana Taurat itu diturunkan kepada Musa ‘Alaihi al-
56
Salām di dalam hatinya, yang kemudian Allah turunkan kepadanya, dan setelah itu
yang berbeda mengenai ‘Uzayr dengan riwayat yang dibawa oleh mufassir lain
pada umumnya, akan tetapi beliau memeberikan riwayat yang menjelaskan bahwa
nabi Saw. ragu mengenai status dan peran ‘Uzayr itu sendiri.
keraguan nabi Saw. perihal ketokohan ‘Uzayr tersebut, yakni nabi sendiri tidaklah
mengetahui secara pasti status dan perannya ‘Uzayr dikalangan banī Isrā’īl.
Riwayat tentang keraguan nabi Saw. tersebut disampaikan oleh al-Suyūṭī melalui
jalur ibn Mardawayh, bahwa nabi berkata “Aku tidak mengetahui apakah ‘Uzayr
Yahudi dan Nasrani karena telah mengatakan bahwa Allah memiliki putera,
sebagaimana Yahudi berkata ‘Uzayr itu putera Allah dan Nasrani berkata al-Masīḥ
Hal ini telah menunjukkan bahwa pada umumnya di masa nabi Saw,
Yahudi, mereka tidaklah mengenal ajaran serta sejarah bangsa Yahudi secara
mendalam, bahkan tidak sedikit juga orang-orang Yahudi yang juga tidak begitu
83
‘Abd al-Raḥman Abī Bakr Jalāluddīn al-Suyūṭī, Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bil-
Ma’thur, Jil. IV (Beirut: Dār al-Fikr, t.th), h. 172.
84
Jalāluddīn al-Suyūṭī, Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bil-Ma’thur, Jil. IV, h. 173.
57
memahaminya, karena di antara mereka pun juga ada orang-orang yang disebut
ummi atau tidak memahami kitab-kitab, sebagaimana disebutkan dalam surat al-
sebagian besar orang Arab dan Yahudi dalam memahami maksud-maksud dari
untuk mentauhidkan serta mensucikan Allah, dari segala bentuk kemusyrikan yang
ada pada saat itu, sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan pada sebab nuzul dari
ayat tersebut, yang menjelaskan tentang keterkaiatan ayat ini kepada ayat
3. Tafsir Modern
Pada kategori penafsiran dari tafsir modern, penulis menggunakan dua tafsir
modern yang akan digunakan dalam membaca ketokohan ‘Uzayr lebih lanjut, serta
modern dalam melihat penafsiran mengenai tokoh ‘Uzayr tersebut, dan kitab tafsir
a. Tafsir al-Marāghī
siapakah yang dimaksud dengan ‘Uzayr, dan kemudian beliau menyebutkan bahwa
‘Uzayr adalah dia yang dikenal dengan Ezra oleh para Ahl al-Kitāb, yang nasabnya
tersambung sampai kepada al-‘Āzār bin Hārun. Ezra dikenal juga sebagai Kāhin
58
(pendeta) Yahudi yang hidup disekitar tahun 457 SM, yang telah menyusun
kembali Kitab Taurat dengan bahasa Keldaniyah, menggantikan bahasa Ibrani yang
digunakan sebelumnya. Ezra juga termasuk orang yang berjasa besar dalam
menghidupkan syari‘ah Yahudi, yang sebelumnya telah dilupakan oleh mereka, dan
karena itu dia begitu disucikan oleh orang-orang Yahudi, sampai-sampai sebagian
Yahudi Madinah memberikan julukan kepadanya, dengan julukan ibn Allah (putera
Allah).
hal ini dikarenakan secara umum suatu umat atau kaum diketahui saling tolong-
menolong dalam berbagai urusan mereka, dan apa yang dilakukan oleh sekelompok
atau sebagian mereka akan berdampak kepada umat secara keseluruhan, namun jika
apa yang telah dilakukan oleh sebagian mereka tidak diingkari atau dibinasakan
oleh mayoritas mereka, maka mereka semua akan disiksa sebagaiman firman-Nya,
“Dan peliharalah dirimu dari siksa yang sekali-kali tidak menimpa secara
khusus orang-orang yang zalim di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
sangat keras pembalasan-(Nya).”.85
penisbatan secara umum terhadap mereka itu seperti adanya suatu wabah penyakit,
yang disebabkan oleh banyaknya kotoran dan juga karena mengabaikan tatanan
kesehatan, maka wabah tersebut bukan hanya akan menimpa sebagian dari mereka
85
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an & Maknanya (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 179.
59
yang tidak bersih, melainkan juga akan menimpa yang lainnya dan akan tersebar
Selain itu, mengenai sejarah yang berhubungan dengan kisah ‘Uzayr, al-
Marāghī menyebutkan, bahwa masyhur dikalangan para sejarah dan juga sejarawan
dari kalangan Ahl al-Kitāb, mengenai hilangnya kitab Taurat yang telah ditulis oleh
nabi Musa As, dan kemudian disusun kembali oleh Ezra menggunakan bahasa
Keldaniyah melalui perantaraan wahyu atau ilham. Dan dikatakan juga bahwa Ezra
telah menyusun kembali 70 kitab selain dari pada kitab undang-undang (apokrif).
Lalu, mengenai penyandaran ‘Uzayr kepada Ezra yang terdapat pada kitab-kitab
bahwa ‘Uzayr adalah salah satu pendeta besar Yahudi, yang hidup di era Babylonia
dan namanya di dalam bahasa Ibrani dikenal dengan nama Ezra bin Sarāyā, yanɡ
Ezra adalah seoranɡ yanɡ hafal kitab Taurat, dan pada masanya dia juɡa
dikenal sebaɡai seoranɡ yanɡ telah dipersilahkan oleh Koresh (seoranɡ raja Persia)
untuk kembali ke Yerusalem bersama banī Isrā’īl dari neɡeri Babel kala itu. Selain
diizinkan untuk kembali ke Yerusalem oleh Koresh, dia beserta banī Isrā’īl juɡa
86
Aḥmad bin Muṣtafá al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, Jil. X (Mesir: Muṣtafá al-Bābī al-
Ḥalabī wa Awlādih, 1365 H/ 1946 M) h. 97-99.
60
diizinkan untuk membanɡun kembali kuil mereka di sana, dan kemudian denɡan
kitab Taurat yanɡ telah dihafalnya, Ezra menɡembalikan ajaran syari’at Taurat yanɡ
kewajarannya, yanɡ mana mereka menyebutnya sebaɡai putera Allah. Mereka telah
sebaɡaimana makhluk.
dari sekelompok pendeta Yahudi Madinah, dan para da’i dikalangan mereka juga
tidak khawatir atas pengagungan yang dinisbahkan kepada ‘Uzayr tersebut, yaitu
mereka telah sampai menyifatinya sebagai putera Allah. Perkataan mereka itu
penyifatan yang serupa, dan juga menyerupai perkataan pendahulu mereka yang
disebutkan di dalam surat al-A‘rāf ayat 138, yang meyebutkan bahwa mereka
untuk mereka sembah, seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin kala itu.
mereka adalah, karena sebagian lain dari mereka bersikap diam, terhadap perkataan
61
mungkar yang muncul dari sebagian mereka itu. Bahkan mereka bersepakat untuk
‘Uzayr, baik dari kalangan sarjana barat maupun sarjana Muslim, dan di antara
‘Uzayr tersebut di dalam tradisi Yudaisme. Maka dari itu penulis akan mencoba
Muslim, pada umumnya adalah seperti apa yang telah banyak dijelaskan oleh para
Yahudi semenjak Allah mengilhamkan Taurat kepada ‘Uzayr, seperti yang telah
87
Muḥammad al-Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad al-Ṭāhir bin ‘Āshūr al-Tunisī, al-
Taḥrīr al-Ma‘ná al-Sadīd wa al-Tanwīr al-‘Aql al-Jadīd min Tafsīr al-Kitāb al-Majīd, Jil. X
(Tunisia: Dār al-Tunisiah, 1984), h. 167-168.
88
Lihat, Abū Ja‘far al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Jil. XIV, h. 202-204.
Abū al-Fidā’ bin Ismā’īl bin ‘Umar bin Kathīr al-Qurashī al-Baṣrī al-Dimashqī, Tafsīr al-Qur’ān al-
‘Azīm, Jil. IV (T.tp.: Dar al-Tayyibah, 1420 H), h. 134. Abū ‘Abdullāh Muḥammad al-Qurṭubī, Al-
Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān, Jil. VII (Cairo: Dār al-Kutub al-Miṣriyah, 1384 H/1964 M), h. 116-117.
‘Abd al-Raḥman Abī Bakr Jalāluddīn al-Suyūṭī, Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bil-Ma’thur, Jil. IV
(Beirut: Dār al-Fikr, t.th), h. 171-173. Ibrāhīm bin ‘Umar bin Ḥasan al-Ribāṭ bin ‘Alī bin Abī Bakr
al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, Jil. VIII (Cairo: Dār al-Kitāb al-Islāmī,
t.th), h. 435-437.
62
Selain dari pendapat itu terdapat pendapat lain, seperti yang dikemukakan
penyebutan nama ‘Uzayr, bermula dari sekelompok sekte Yahudi yang dikenal
Allah” dikatakan oleh sekte Yahudi tersebut, dan lebih lanjut dia memperjelas
mengenai sekte Sadduqi yang dia maksud, yaitu sekte Sadduqi yang terdapat di
Yaman.90
Kemudian, pendapat lainnya muncul dari pendapat Sa’īd bin Ḥasan, seorang
mantan Yahudi yang kemudian memeluk Islam, dan menulis buku tentanɡ ramalan
kenabian nabi Muhammad di dalam Taurat. Dan di dalam bukunya itu, dia juɡa
perkataan itu muncul dari perkataan sekte Yahudi al-Qarā’ūn (Karaite),91 yang kala
Adapun pendapat lainnya juga muncul dari seorang mantan Yahudi asal
89
Ṣaddūqiyah atau lebih dikenal dengan nama Sadducees, adalah sebuah partai atau
lembaga Yahudi di Era Yesus Kristus, yang menolak hukum oral yang telah Tuhan wahyukan
kepada banī Isrā’īl. Penyebutan Sadducees berasal dari kata zadok yang juga sering diartikan
“pendeta tinggi”. Lihat, William Smith, Dictionary of The Bible, Jil. IV (Cambridge: Riverside
Press, 1872), h. 2777. Ibn Ḥazm menyebutkan kelompok ini adalah kelompok yang terhubung
kepada seorang yang disebut Ṣadūq. Lihat, ‘Alī bin Ḥazm, Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā wa al-Niḥal,
Jil. I, h. 82.
90
‘Alī bin Ḥazm al-Andalusī al-Ẓāhirī, Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā’ wa al-Niḥal; wa bi-
Hāmishihi al-Milal wa al-Niḥal, Jil. I (Cairo: Maktabah al-Salām al-‘Ālamiyah, 1348 H), h. 82.
91
Sekte Karaite atau paham Karaisme adalah sebuah sekte Yahudi anti-rabbinic yang
muncul pada abad ke-9, yang dilandasi oleh gagasan-gagasan Anan ben David di abad ke-8 Yahudi
Persia, sekte ini tersebar dan juga terdapat para penganutnya di era kekuasaan muslim. Salah satu
pandangan Ben David yaitu menurutnya semua hukum sudah termuat di dalam Taurat, dan
penafsiran oral para rabi tidaklah penting. Lihat, John Hawkins, The Story of Religion (London:
Arcturus, 2016). Kelompok ini disebut oleh Ibn Ḥazm dengan nama ‘Anāniyah, dia menyebutkan
sekte ini terdapat di ‘Irāq, Meṣir, Shām, dan Andalus. Lihat, Alī bin Ḥazm, Al-Faṣlu Milal wa al-
Ahwā wa al-Niḥal, Jil. I, h. 82.
92
Sa‘īd bin Ḥasan al-Iskandarānī, Masālik al-Naẓar fī Nubuwwah Sayyid al-Bashar
(‘Ammān: Maktabah al-Zahra’, T.t.), h. 71.
63
Kemudian, pendapat Dr. Salah ed-Dine Kechrid tentang ‘Uzayr pada al-
Yudaisme adalah ‘Uzziyā, yaitu salah seorang nabi Ibrani, yang namanya telah
Driscoll munculnya nama ‘Azaryah adalah perubahan dari nama ‘Uzziyā, yang
melalui pendapat sarajana Muslim tersebut, yang sebagian dari mereka adalah
seorang penganut agama Yahudi sebelum memeluk Islam, mereka juga tidak
serta siapakah tokoh yang terkoneksi di dalam ajaran Yudaisme, dengan tokoh
93
Samau’āl al-Maghribī, Ifḥām al-Yahūd, terjemahan Moshe Perlmann (New York:
American Academy For Jewish Research, 1964), h. 63.
94
Dr. Salah Ed-Dine Kechrid, al-Qur’ān al-Karīm: Traduction et Notes, 5th ed. (Beirut:
Dar el-Gharb el-Islami, 1990), h. 245.
95
James F. Driscoll, “Ozias,” The Catholic Encyclopedia, Vol. XI (1911), artikel diakses
pada 10 April 2018 dari http://www.newadvent.org/cathen/11379a.htm
64
‘Uzayr yang terdapat di dalam al-Qur’ān cukuplah beragam, dan terdapat berbagai
tokoh yang bernama Uziel ( )עוזיאלatau Azazel ()עזזאל, yang terdapat di dalam
literatur mereka, tokoh ini adalah seoranɡ tokoh yang digambarkan sebagai sesosok
tokoh ini juga dikenal sebaɡai salah satu dari tokoh fallen angels. Pendapat ini
sebagimana telah didasari oleh dugaan Cassanova, yang disebutkan oleh Jeffery di
dalam bukunya.96
mungkin saja adalah Azazel, sebagaimana telah diketahui bahwa sosok Azazel ini
adalah sosok yang dipercayai sebagai salah satu tokoh dari fallen angels, karena
Azazel dan para malikat lainnya yang diturunkan ke bumi, disebutkan juga di dalam
dugaan yang dikemukakan Cassanova tersebut, ada juga pendapat lain yang
96
Arthur Jeffery, The Foreign vocabulary of The Qur’an (Baroda: Oriental Institute, 1938).
h. 214.
97
Steven M. Wassersom, Between Muslim and Jew: The Problem of Symbiosis Under Early
Islam (New Jersey: Princeton University Press, 1995), h. 183.
65
muncul dan dikemukakan oleh sarjana barat lainnya, salah satunya berasal dari
asumsi yang dikemukakan oleh C. C. Torrey, dia memberikan asusmi bahwa Ezra
yang terdapat di dalam ajaran Yudaisme, selain terkoneksi kepada tokoh ‘Uzayr
yang terdapat di dalam al-Qur’ān, Torrey juga menghubungkan Ezra dengan nabi
Idrīs yang namanya juga disebutkan di dalam al-Qur’ān beberapa kali. Torrey
mendasari pendapatnya tersebut dengan dasar, bahwa nama Idrīs berasal dari
penyebutan nama Ezra yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin, yakni
bahwa tokoh ‘Uzayr dengan nabi Idrīs yang terdapat di dalam al-Qur’ān adalah
person yang sama, yakni keduanya mengacu kepada tokoh Ezra yang terdapat di
dalam kitab Taurat, dan selain itu nama Idrīs juga memiliki akar kata dari kata
darasa dalam bahasa Arab, yang bermakna belajar atau yang berhubungan dengan
pelajaran, hal itu pun juga disandingkan dengan Ezra dengan alasan bahwa Ezra
telah diberikan karunia oleh Tuhan untuk menyusun kembali kitab Taurat.99
Pendapat yang lainnya yang hampir serupa muncul dari Gordon Newby,
orang Yahudi Arab pada masa awal Islam, telah menyamakan Ezra dengan Enoch,
karena Enoch telah diasumsikan sebagai orang yang telah pergi ke surga, lalu
Metraton ini, diketahui dalam ilmu kosmologi adalah seorang pemimpin mahluk
98
Charles Cutler Torrey, The Jewish Foundation of Islam (New York: Jewish Institute of
Religion Press, 1933), h. 72.
99
Yoram Erder, “The Origin of The Name Idrīs in The Qur’ān; a Study The Influence of
Qumran Literature on Early Islam,” Journal of Near Eastern Studies 49, no. 4 (Oktober, 1990), h.
341.
66
surgawi, yang juga dikenal dengan sebutan b’nê ‘elôhîm, dan penyebutan tersebut
jika dipahami secara literal akan bermakna “puteranya Tuhan.” Penyebutan serupa
yang terdapat pada ayat yang menyebut ‘Uzayr tersebut, telah mewarnai polemik
Yahudi Madinah kala itu telah miskonsepsi dalam memahami ketokohan Ezra
dalam ajaran Yudaisme, yakni mereka telah mempersepsikan Ezra seperti tokoh
yang bernama Enoch tersebut. Sedangkan pada umumnya Enoch lebih sering
dikoneksikan kepada nabi Idris oleh para sarjanawan. Akan tetapi, Gordon juga
tidak menekankan bahwa ‘Uzayr itu Enoch, seperti anggapan Torrey bahwa
bahwa ‘Uzayr yang dimaksudkan bisa jadi bukanlah Ezra melainkan ‘Azaryah, dia
mengacu pada pendapat Ibnu Qutaybah yang merujuk ‘Uzayr kepada ‘Azaryah,
salah satu dari empat pemuda yang kisahnya terdapat di dalam kitab Daniel 1: 6-7.
kebingungan dari tradisionalis Muslim sendiri mengenai perbedaan dari dua nama
yang berbeda dalam bahasa Ibrani, yaitu antara Ezra dan ‘Azaryah karena dua nama
tersebut berasal dari akar kata yang sama. Comerro juga menyebutkan bahwa dalam
tradisi kristen Arab nama Ezra menggunakan penyebutan dalam bahasa Syriac yaitu
‘Azra, sedangkan perbedaanya dengan nama ‘Azaryah hanya karena terdapat huruf
kecil yod pada susunan katanya, maka menurutnya bukan tidak mungkin ‘Uzayr
100
Gordon Newby, A Concise Encyclopedia of Islam, (Oxford: Oneworld Publications,
2004), h. 209.
67
demikian tidak memberikan identitas pasti kepada orang yang disebut “putera
Tuhan” tersebut.102
bahwa asal-muasal adanya nama ‘Uzayr, adalah disebabkan oleh suatu kesalahan
yang terjadi ketika dalam proses penulisan wahyu, yaitu pada fase tadwīn-nya al-
disebabkan karena kualitas kertas yang digunakan kurang baik, dan kemudian
ketumpahan tinta, atau karena tinta yang meluber ketika sedang proses
penulisannya. Menurutnya hal tersebut mungkin saja terjadi karena pada masa itu
yang teradapat pada kata ‘Uzayr adalah hasil kesalahan dalam penulisan, yakni
yang sebenarnya adalah bukan ‘Uzayr, melainkan yang semestinya adalah ‘Azrā.
Hal ini karena dia berpendapat bahwa kata ibn, yang berdampingan dengan nama
‘Uzayr menggunakan huruf alif, dan setiap penyebutan kata ibn di dalam al-Qur’ān
selalu menggunakan alif. Maka dari itu Bellamy berpendapat bahwa, karena kata
‘Azra selalu menggunakan huruf alif di akhir hurufnya, lalu bertemu dengan kata
ibn yang juga selalu diawali dengan huruf alif, maka salah satu huruf alif luput dari
101
Viviane Comerro, “ESDRAS EST-IL LE FILS DE DIEU?,” Arabica 52, No. 2 (April,
2005), h. 172.
102
Comerro, “ESDRAS EST-IL LE FILS DE DIEU?, h. 179.
68
Selain itu, Bellamy juɡa berpendapat bahwa penisbatan kata ibn Allah
kepada ‘Uzayr, adalah sebuah kesalahan yanɡ terjadi dalam proses penerimaan
informasi tentanɡ Ezra yanɡ bersumber dari kitab Apocrypha, yanɡ terdapat pada
baɡian 2 Esdras 2: 42-48, yanɡ di dalamnya menceritakan kisah ketika Ezra berada
di bukit Zion dan dia melihat sesosok pemuda yanɡ tampan, lalu Ezra bertanya
kepada malaikat siapakah pemuda itu? Dan, malaikat itu menjawab bahwa dia itu
adalah “putera Tuhan.”103 Kemudian Bellamy menyatakan bahwa hal ini sudah
sanɡat jelas, terjadi kekacauan pada nabi Muḥammad atau informanya menɡenai
status putera Tuhan yanɡ dinisbatkan kepada Ezra. Yakni ɡelar tersebut tidaklah
menɡacu kepada diri Ezra, melainkan kepada sesosok pemuda tampan, yanɡ ketika
muncul dari pendapat Joshua Finkel. Jika Bellamy menyatakan sebab penyebutan
‘Uzayr, adalah karena kesalahan yang terjadi ketika dalam penulisan dan
kesalahan dalam pembacaan teks, yakni sebagaimana yang disebutkan oleh Jeffery
pembacaan teks tersebut, yaitu karena teks yang pada umumnya dibaca ‘Uzayr,
103
Menɡenai rincian tentanɡ naskah tersebut dapat dilihat di: The Kinɡ James Version of
the Holy Bible with Apocrypha (T.tp.: DaVince Tools, 2004) h. 709. Kitab Apokrif ini merupakan
salah satu kitab orang Kristen dan bukan bagian dari kitab yang diakui oleh umat Yahudi. Dalam
pandangan Kristiani orang yang dimaksudkan oleh malaikat sebagai “anak Tuhan” adalah Yesus,.
Lihat. Michael D. Coogan, ed., The New Oxford Annotated Bible; New Revised Standard Version
With The Apocrypha, 4th ed. (New York:Oxford University Press, 2010), h. 1680.
104
James A. Bellamy, “Textual Criticism of the Koran,” Journal of the American Oriental
Society 121, no. 1 ( Jan - Mar, 2001): h. 5.
69
tokoh ‘Uzayr tersebut, baik dari pandangan ulama tafsir, sarjana muslim, dan
sarjana barat. Bahwa ‘Uzayr tidak selalu dinisbahkan kepada tokoh Ezra yang
muslim ataupun barat, perihal ‘Uzayr yang dimaksudkan dari ayat tersebut, tidak
selalu mengatakan bahwa ‘Uzayr yang terdapat dalam literatur Yudaisme adalah
Ezra. Walaupun sebagian di antara mereka sepakat bahwa yang dimaksudkan dari
tokoh ‘Uzayr tersebut adalah Ezra, dan sebagian lainnya menolak pendapat
penulis yang sampai pada menyudutkan Islam dan nabi Muhammad. Di antara
mereka menyanggah dengan dalih bahwa hal yang demikian tidak pernah terjadi,
dan hal tersebut adalah tuduhan yang tidak berdasar kepada umat Yahudi,
105
Arthur Jeffery, The Foreign vocabulary of The Qur’an (Baroda: Oriental Institute,
1938). h. 214.
70
tuduhan terhadap umat Yahudi yang terdapat di dalam al-Qur’an adalah pengaruh
dengan bukti pengaruhnya yang didapati pada sebgaian naskah al-Qur’ān, seperti
kasus ‘Uzayr tersebut salah satunya. Sedangkan dalam hal ini ‘Uzayr/Ezra
kitab Taurat, dan oposisi yang dimaksudkan telah menuduh ‘Uzayr/Ezra merubah
Oposisi tersebut adalah sekelompok banī Isrā’īl yang menolak Ezra dan
menuduhnya sebagai pemalsu Taurat, mereka juga dikenal dengan sebutan Yahudi
Samaritan (Shomronim),106 dan mereka juga memiliki kitab Taurat yang asli
menurut versi mereka.107 Sehingga hal tersebut dalam pandangan Yahudi non-
dituduh bertindak layaknya putera Tuhan, adalah tuduhan yang berasal dari
106
Terkan menyebutkan bahwa dalam bahasa Ibrani orang-orang Yahudi Samaritan disebut
dengan sebutan Shomronim (dalam bentuk jamak/plural), yang mengacu pada kata shomron (bentuk
tunggal/singular) yang biasanya digunakan dalam menyebut kota Samaria. Lihat, Tulisan Terkan
pada jurnal AÜİFD no. 45 (2004), h. 4. Ibn Ḥazm menyebut sekte ini dengan sebutan al-Sāmiriyyah,
dia juga menyebutkan bahwa sekte ini tidak mengimani nabi-nabi setelah nabi Musa, mereka juga
mengingkari Taurat serta memiliki Taurat versi mereka sendiri, dan bagi mereka bait suci terletak
di Nablus bukan di Yerusalem. Lihat, Alī bin Ḥazm, Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā wa al-Niḥal, Jil. I,
h. 147.
107
Fehrullah Terkan, “The Samaritans (al-Sāmiriyyūn) and Some Theological Issues
Between Samaritanism and Islam,” AÜİFD, no.45 (2004), h. 3.
71
108
memperoleh dukungan dari orang-orang Samaritan dalam melawan Yahudi.
Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Hava Lazarus Yafe, bahwa tuduhan
tentang ‘Uzayr tersebut diawali oleh sekte Samaritan, dan sikap buruk yang
dilakukan Islam kepada Ezra bersumber dari sekte Samaritan. Yafe juga
Samaritan.109
anggapan Patricia Crone dan Michael Cook di dalam tulisan mereka yang berjudul
tidaklah kuat, meskipun dalam sejarahnya sekte Samaritan membenci Ezra, namun
tidak ada bukti bahwa mereka (samaritan) mengklaim sebagai sumber dari apa yang
telah nabi Muḥammad katakan, dan dari sisi al-Qur’ān juga tidak akan mungkin
adanya semacam klaim jika di sana memang tidak ada semacam kepercayaan
108
Terkan, “The Samaritans (al-Sāmiriyyūn) and Some Theological Issues Between
Samaritanism and Islam,” h. 22.
109
Hava Lazarus Yafeh, Intertwined Worlds Medieval Islam and Bible Criticism (United
Kingdom: Princeton University Press, 1992) h. 51 & h. 60.
110
James Alan Montgomery, The Samaritans; The Earlieast Jewish Sect Their History,
Theology and Literature (Philadelphia: THE JOHN C. WINSTON CO., 1907), h. 207.
111
Terkan, “The Samaritans (al-Sāmiriyyūn) and Some Theological Issues Between
Samaritanism and Islam,” h. 2.
72
populer yang salah, terlebih tidak adanya jejak bahwa ada Yahudi Samaritan yang
Ezra, salah satunya adalah Ibn Ḥazm, yang menyebutkan tentang perubahan dan
pemalsuan Taurat yang ditulis oleh ‘Azrā al-Warāq al-Hārūnī. Penyebutan al-
kepemimpinan yang sah, yaitu dari keluarga Dawud. Sehingga ketika kekuasaan
Ezra yang telah merubah dan memalsukan Taurat.114 Sama’uāl sendiri juga
sisi banī Isrā’īl dia juga bukanlah seorang nabi, dan dia juga merupakan pembantu
raja yang telah memalsukan Taurat dengan tangannya. Selain itu, Samau’uāl juga
Taurat yang mereka ubah, dan menjelekkan citra nabi-nabi dari keluarga Dawud di
112
Terkan, “The Samaritans (al-Sāmiriyyūn) and Some Theological Issues Between
Samaritanism and Islam,” h. 23.
113
‘Alī bin Ḥazm, Al-Faṣlu Milal wa al-Ahwā’ wa al-Niḥal, Jil. I, h. 148.
114
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 135.
73
Hava Lazarus Yafe justru menyebutkan bahwa Sama’uāl yang mengikuti pendapat
Yahudi.116
Selain itu, juga terdapat polemik mengenai kata Yahudi pada kalimat yang
terkesan menunjukkan bahwa semua orang Yahudi terlibat dalam hal itu. Dan juga
Yahudi secara keseluruhan. Pendapat yang seperti itu muncul dari Sayyid
meskipun ayat tersebut memang turun untuk merespon sebagian orang Yahudi, atau
walaupun yang mereka maksud penyandaran gelar “putera” pada Ezra, hanya
sebagai penghormatan bukan dalam arti putera secara biologis, tetap saja
Hal ini dikarenakan pada sebagian ayat al-Qur’ān lainnya yang turun untuk
merespon sebagian Yahudi juga menggunakan bentuk kata umum untuk menunjuk
mereka, karena sebagian mereka ridha atas perbuatan dari sebagian mereka, dan
juga bukan suatu hal yang asing lagi bahwa mereka memang mengklaim diri
mereka sebagai anak dan kekasih Allah (naḥnu abnā’ullah wa aḥibbā’uh).117 Lebih
mengenai ayat yang terkait dengan Ezra tersebut akan semakin jelas penjelasannya
115
Sama’uāl al-Maghribī, Ifḥām al-Yahūd, h. 62-63.
116
Hava Lazarus Yafe, Intertwined Worlds Medieval Islam and Bible Criticism, h. 69.
117
Q. S. Al-Mā’idah: 18
74
mereka kepada para rahib mereka.118 Ibn ‘Āshūr juga memberikan pendapat serupa
adalah karena diamnya sebagian mereka atas hal tersbut, serta tidak pula mereka
mengubahnya dan malah bersepakat atasnya untuk ridha terhadap hal itu. 119
Dalam hal ini Mahmoud Ayyoub seorang sarjana syi’ah asal Lebanon yang
syi’ah maupun sunni perihal ‘Uzayr ini, memberikan kesimpulan di akhir yang
spesifik ayat itu turun kepada sekelompok Yahudi Madinah saat itu, berkenaan
dengan itu Ayyoub juga tidak menyalahkan orang-orang Yahudi yang tidak terlibat
dengan argumen yang berdasarkan dari sūrah Fāṭir ayat 18, yang menjelaskan
tentang bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian, dia juga
mengajak kepada umat Muslim dan Yahudi agar senantiasa menjaga keharmonisan
dan menghindari perselisihan, seperti ajakan al-Qur’ān kepada ahli kitab pada surat
118
Sayyid Muḥammad Ḥusayn al-Ṭabāṭabā’ī, Al-Mizan fī Tafsīr al-Qur’ān, Jil. IX (Beirut:
Mu’asasat al-A‘lamī lil-Maṭbū’āt, 1997) h. 251-252.
119
Ibn ‘Āshūr, Al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, Jil. X, h. 168.
120
Mahmoud Ayoub, “’Uzayr in The Quran and Muslim Tradition,” Studies in Islamic and
Judaic Traditions (Atlanta: GA Scholars Press, 1986), h. 15-16.
BAB IV
mufassir dan sejarawan yang mengkoneksikan ‘Uzayr kepada tokoh bernama Ezra,
perannya di antara penganut Yudaisme, dan juga dengan adanya penentangan dari
Yudaisme (Yahudi Rabinik) dan juga sangat ditolak oleh kelompok Yahudi
Samaritan, sehingga berdasarkan hal itu dapat meyakinkan kita akan eksistensi Ezra
di ranah sejarah, serta menunjukkan bahwa dia bukanlah merupakan tokoh rekaan,
ataupun tokoh fiksi yang masuk ke dalam kitab suci ajaran Yudaisme, yakni kitab
Towrah atau perjanjian lama. Bahkan, selain kisahnya terdapat di dalam Towrah,
sebagian kisah tentangnya juga disebut di dalam Apokrif dan Perjanjian Baru.
Ezra merupakan salah satu tokoh penting yang dikenal telah berjasa dalam
menuliskan kembali kitab Taurat , dan dia juga mengajarkannya kepada banī Isrā’īl
kembali naskah Taurat tersebut, Ezra dijuluki HaSofer (ahli Tulis/juru tulis) dan
terkadang juga disebut dengan sōfēr māhīr (juru tulis yang terampil).121
121
Kemampuannya sebagai juru tulis tersebut bukan hanya karena dia telah menuliskan
kembali kitab Towrah, gelar tersebut juga memiliki arti di sisi lain seperti administrator pengadilan,
dan gelar tersebut disandang oleh Ezra karena kedua arti dari gelar tersebut dimiliki oleh Ezra.
Lisbet. S. Fried menyebutkan bahwa peran Ezra sebagai juru tulis memiliki keserupaam dengan
peran Ahiqar, yaitu selain sebagai guru kebijaksanaan bagi kaumnya dia juga berperan sebagai
75
76
dengan kisah ‘Uzayr yang terdapat dalam literatur-literatur tafsir sebagaimana telah
antara kedua kisahnya. Selain itu, terdapat pula keserupaan dari segi bentuk nama,
sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan nama ‘Uzayr dan Ezra, yang secara
kebahasaan keduanya memiliki akar kata dengan makna yang serupa yaitu kata
‘Azr.
Meskipun terdapat beberapa nama lain yang dinisbatkan kepada ‘Uzayr dan
juga berasal dari akar kata ‘azr, akan tetapi nama-nama tersebut tidak seperti nama
Ezra yang hanya murni berasal dari satu suku kata saja yaitu ‘azr. Nama-nama itu
memiliki keterkaitan dengan dengan kata lain selain dari kata ‘azr, sehingga dari
keterkaitan kata lain yang tergabung dengan nama ‘azr itu, terbentuklah sebuah
nama yang tidak murni berasal dari kata ‘azr saja. Sedangkan nama ‘Uzayr
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, yaitu sebuah nama yang berasal dari
kata ‘azr, tanpa adanya keterkaitan dengan kata lain. Lebih jelas perdandingan dari
penasihat pengadilan bagi Sancherib. Begitu juga peran Ezra terhadap bani Isra’il dan raja
Artaxerxes, meskipun perannya sebagai administrator pengadilan tidak seperti Ahiqar, karena Ezra
tidak menetap di istana Artaxerses sebagai penasihat raja, dan Ezra juga ikut pulang dan tinggal di
Jerusalem. Lihat, Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 33-36.
Tabel I
Pengertian Secara Bahasa Berdasarkan Kosa Kata Terkait
Pertolongan, penolong,
עזרא Ezra עזר ‘Azr pembantu, menolong,
tertolong, dan terbantu.
beberapa nama yang dinisbatkan kepada ‘Uzayr, nama-nama tersebut juga berasal
dari akar kata ‘azr, akan tetapi di antara kesemua nama tersebut, hanya nama Ezra
yang benar-benar murni dari kata ‘azr, dan tidak memiliki tambahan dari kata lain.
Sebagaimana bentuk nama ‘Uzayr itu sendiri dalam bahasa Arab, dia hanya berasal
langsung dipastikan bahwa kedua tokoh tersebut adalah benar-benar tokoh yang
sama, karena riwayat-riwayat yang mengisahkan itu bukan bersumber dari nabi,
dan juga tidak adanya penjelasan pasti dari nabi mengenai ketokohan ‘Uzayr
Dawūd, yang menjelaskan bahwa nabi tidaklah mengetahui mengenai status dan
َح هدثَنَا: َ قَا،يريُّ مل َم معنَيِ َو َن مخهَ ُد ب ُمن خَالِ ٍد ل هش ِع،َح هدثَنَا ُن َح هم ُد ب ُمن مل ُمل ََو ِّف ِ ۚ مل َع مسقَ َالىِ ُّي
ع مَن َّبِي، ع مَن َس ِعي ِد ب ِمن َّبِي َس ِعي ٍد،ب ٍ ع َِن ب ِمن َّبِي ِذ مئ،ٌ َّ مخلَ َرىَا َن مع َمر،ق ِ َع مل ُد ل هر هز
،ين هُ َو َّ مم َال
ٌ « َنا َّ مد ِري َّتُله ٌع لَ ِع:صههي هللاُ َعهَ مي ِه َو َسهه َمَ ِهللا قَا َ َرسُو ُ ه: َ قَا،َهُ َري َمرة
. صحيح: ]َو َنا َّ مد ِري َّعُزَ مي ٌر ىَلِ ٌّي هُ َو َّ مم َال» [حنم ۡلللاىي
Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn al-Mutawakkil al-‘Asqalānī
dan Makhlad bin Khālid al-Sha‘īrī, secara makna ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami ‘Abd al-Razāq berkata, telah mengabarkan kepada
kami Ma‘mar dari Ibnu Abī Dzi’b dari Sa‘id bin Abī Sa‘īd dari Abī Hurairah
ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku tidak tahu
apakah Tubba‘ adalah orang yang terlaknat atau tidak, dan aku tidak tahu
apakah ‘Uzayr adalah seorang Nabi atau bukan.” (Disahihkan oleh al-
Albānī)”122
122
Abū Dawūd Sulaymān bin al-Ash‘ath bin Isḥāq bin Bashīr bin Shaddād bin ‘Amr al-
Azdī al-Sijistānī, Sunan Abū Dawūd, Jil. IV (Beirut: Maktabah al-‘Aṣriyah, T.t), h. 218.
79
meskipun turunnya wahyu yang menyinggung nama ‘Uzayr, dan juga memiliki
keterkaitan dengan kaum Yahudi, akan tetapi nabi sendiri tidak mengetahui tentang
status dan peran ‘Uzayr di antara kaum Yahudi. Sehingga informasi yang masuk
mengenai ‘Uzayr bisa jadi bersumber dari luar, seperti info-info yang dibawakan
oleh para mualaf, yang sebelumnya menganut agama Yahudi ataupun Nasrani.
mereka pelajari. Riwayat-riwayat seperti itu ada yang tertolak dan ada yang tidak,
hadis, dan sejalan dengan syari’at kita, maka riwayat-riwayat tersebut dapat
hadis. Hal ini dikarenakan memang tidak adanya ayat dari al-Qur’ān yang secara
jelas menceritakan tentang bagian-bagian dari kisah hidup ‘Uzayr, serta tidak
adanya hadis dari nabi yang juga membahas itu, dan yang ada justru pernyataan
123
Ibrāhīm Muḥammad al-Jarmī, Mu‘jam ‘Ulūm al-Qur’ān: ‘Ulum al-Qur’ān, al-Tafsīr,
al-Tajwīd, al-Qirā’āt, Cet. I (Damaskus: Dār al-Qalam, 2001), h. 45-56. Riwayat-riwayat seperti ini
lebih pupuler dengan sebutan Isrā’īliyyat; sering dijumpai baik di dalam literatur-literatur tafsir dan
hadis, dan pada umumnya kisah-kisah yang berdasarkan dari riwayat-riwayat tersebut juga sudah
beredar luas di masyarakat, baik riwayat yang maqbul ataupun yang mardud.
80
sebagai upaya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai identitas Ezra. Kemudian
terdapat author-author yang mengkoneksikan ‘Uzayr dengan Ezra, dan ada juga
Ezra, bahwa terdapat author yang tidak setuju dengan pendapat yang
mengkoneksikan Ezra kepada ‘Uzayr. Salah satunya seperti pendapat Finkel dan
Pendapat dan argumen ini tidaklah dapat dibenarkan, karena al-Qur’ān itu
dihafalkan oleh banyak sahabat nabi, dan sebelum nabi wafat sudah terkumpul
sebagai satu mushaf sebagaimana yang ada saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya riwayat yang telah menjelaskan, perihal perintah nabi dalam menyusun
124
Dr. Abd al-Rasūl al-Ghifārī, Jam‘u al-Qur’ān: Bahthun Istidlālī fī Ma‘ná al-Jam‘u wa
‘Alá Yadi Man Jumi‘a Awwalan, Cet. I (Qum: Mu’asasat Anṣāriyān li-Ṭabā‘ati wa al-Nashr, 2010)
h. 33-34.
81
di masa nabi, baik dengan cara tanpa memandang mushaf (hafalan) dan juga dengan
‘Utsmān bin ‘Affān sebagaimana kisah yang populer di masyarakat, adalah upaya
untuk menyeragamkan qirā’at menjadi satu qirā’at di dalam satu jenis mushaf yang
akan diedarkan kepada masyarakat, karena ketika itu terjadinya fitnah saling
penyebutan nama ‘Uzayr berasal dari sekelompok Yahudi Madinah, dan mereka
menyukai penyebutan itu untuk menyebut nama Ezra. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa bisa jadi nama ‘Uzayr muncul sebagai bentuk peng-Araban dari nama Ezra,
yang kala itu muncul dan digunakan di lingkungan Yahudi Madinah atau Yahudi
Arab.
‘Uzayr telah disebut sebagai putera Tuhan oleh orang-orang Yahudi, dan pada ayat
itu di dalam redaksinya menggunakan nama ‘Uzayr bukan ‘Azrā, bisa jadi hal itu
juga untuk menunjukkan bahwa para pelaku yang telah menyebut Ezra sebagai
125
Dr. Abd al-Rasūl al-Ghifārī, Jam‘u al-Qur’ān, h. 43-44.
126
Dr. Abd al-Rasūl al-Ghifārī, Jam‘u al-Qur’ān, h. 76.
82
putera Tuhan adalah orang-orang Yahudi Arab, atau sekte Yahudi tertentu yang ada
di Arab.
sekelompok Yahudi ataupun Yahudi Arab yang beranggapan demikian, akan tetapi
selain dari sumber sarjana muslim terdapat juga sarjana barat yang membenarkan
adanya sekelompok Yahudi Arab yang telah menganggap Ezra sebagai putera
Tuhan. Anggapan ini muncul dari pandangan Mark Lidzbarski dan Michael Lodhal,
yang menyatakan bahwa mungkin saja terdapat sekte Yahudi di masa nabi
memberi nama anak-anaknya dengan nama Ezra, dengan alasan mereka meyakini
bahwa Ezra telah mengutuk mereka dengan kemelaratan, sebab mereka tidak mau
sekte Yahudi Arab. Pendapat ini juga masih sejalan dengan pendapat Ibn Ḥazm
putera Tuhan.
Kemudian, jika kita melihat beberapa nama turunan dari nama Ezra,
terdapat beberapa nama yang memang dekat dengan nama ‘Uzayr dalam tradisi
penamaan dari nama-nama Yahudi. Terdapat nama personal dan nama marga orang
127
Mun’im Sirry, Scriptural Polemics: The Qur’ān and Other Religions (United States:
Oxford University Press, 2014), h. 48.
128
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 132.
83
Yahudi yang pengucapannya dekat dengan pengucapan nama ‘Uzayr, nama itu
adalah Ozer atau Oyzer, yang juga memiliki makna penolong dan juga disebut
kedekatan bentuk, walaupun ada sedikit perbedaan dari segi pengucapan, hal ini
juga dapat menjadi petunjuk bahwa mungkin saja nama ‘Uzayr lahir dikalangan
Yahudi Arab sebab kedekatan bentuknya dengan nama Ozer, yang kemudian
dalam dialek Arab. Selain nama Ozer terdapat juga varian nama yang mungkin juga
memiliki keterkaitan dan kedekatan bentuk pengucapan dengan nama ‘Uzayr, yaitu
Selain dari kedekatan bentuk nama ‘Uzayr dengan Ezra, terdapat juga
pendapat yang menyatakan bahwa nama Ezra bukan hanya terkoneksi kepada
‘Uzayr saja di dalam al-Qur’ān, tetapi juga terkoneksi kepada tokoh yang dikenal
peng-araban dari nama Esdras, yang merupakan nama latin dari Ezra.
Idris pada umumnya dikenal sebagai nabi yang pertama-tama menulis, menjahit,
astronomi, dan berbagai macam jenis ilmu lainnya, yang dengan demikian
menunjukkan bahwa dia tersmasuk seorang nabi, yang pada masa hidupnya
129
Ancestry: Ozer Family History & Ozer Name Meaning, artikel diakses pada 17 Mei
2018 dari https://www.ancestry.com/name-origin?surname=ozer .
130
Hebrew Surnames: Uszer Genealogy, artikel diakses pada 17 Mei 2018 dari
https://www.hebrewsurnames.com/USZER .
84
merupakan awal dari perkembangan dalam peradaban manusia. Selain itu beliau
juga dikenal sebagai salah seorang leluhur nabi Nuh, yang seringkali dialamatkan
kepada Hermes, Tūt/Tuhūtī, dan Trismesgistus dalam tradisi selain Arab. Karena
seperti dipaksakan, karena kemiripan di antara Ezra dan Idris tidaklah banyak,
melainkan hanya dalam aspek tertentu saja seperti keilmuan. Namun, jika dilihat
dari periode masa hidup mereka, keduanya memiliki perbedaan yang sangat jauh.
Karena Idris merupakan leluhur dari nabi Nuh, sedangkan Ezra merupakan nabi
banī Isrā’īl yang masa hidupnya jauh setelah nabi Musa. Selain itu Idris di angkat
ke langit, dan Ezra dikubur di dunia seperti manusia pada umumnya. Sehingga
sering disebut juga Akhnukh atau Khunukh, yang juga banyak dialamatkan kepada
Idris, Hermes, dan beberapa tokoh lainya sebagai person yang sama. Mereka semua
menurut cerita pergi ke langit dan menjadi makhluk surgawi dan tidak kembali lagi
orang Arab ketika itu telah miskonsepsi tentang Ezra, dan mereka telah
131
Muḥammad al-Ṭāhir bin Muḥammad bin Muḥammad al-Ṭāhir bin ‘Āshūr al-Tunisī, Al-
Taḥrīr al-Ma‘ná al-Sadīd wa al-Tanwīr al-‘Aql al-Jadīd min Tafsīr al-Kitāb al-Majīd, Jil. XVI
(Tunisia: Dār al-Tunisiah, 1984), h. 130-131.
85
tidak menyatakan bahwa ‘Uzayr itu Enoch, tidak seperti pernyataan Torrey yang
menyatakan ‘Uzayr itu Idris. Newby tetap berpandangan bahwa ‘Uzayr itu Ezra,
hanya saja orang Arab ketika itu telah miskonspepsi, hingga menganggapnya
seperti Enoch.
Pernyataan selanjutnya yang juga cukup terlihat logis, dan mungkin juga
kepada Ezra, yaitu adalah pendapat dari James A. Bellamy. Dalam pandangan
Bellamy orang yang dimaksudkan sebagai ‘Uzayr adalah seorang pemuda Tampan
yang terdapat di dalam kitab Apokrif, menurutnya telah terjadi kesalahan dalam
Apokrif tersebut, bahwa yang dimaksud sebagai “Putera Tuhan” bukanlah Ezra,
melainkan pemuda tampan tersebut, sedangkan ketika itu Ezra hanya bertanya
kepada malaikat tentang seorang pemuda yang dia lihat, yang kemudian dijawab
Yesus. Kemudian atas dasar itu Bellamy menuduh telah terjadi kekacauan pada
nabi Muhammad atau para informanya perihal status putera Tuhan tersebut.
sehingga terjadilah penisbatan yang rancu, yang seharusnya tertuju kepada Yesus
bahwa telah terjadi kekacauan pada nabi Muhammad, dan juga dari cara dia
86
menyatakan tuduhan terlihat sekali bahwa dia sedang ingin menjatuhkan pribadi
nabi Muhammad. Dengan menyatakan jika bukan dari nabi Muhammad kekacauan
oknum-oknum lain yang kemungkinan berasal dari Ahli Kitab, yang ketika itu
tidaklah mesti bersumber dari nabi Muhammad, terlebih jika kita melihat sebab
nuzul dari ayat ini, yang menunjukkan bahwa sebagian Yahudi Arablah yang ketika
itu datang kepada nabi, dan kemudian menyatakan bahwa ‘Uzayr adalah putera
Tuhan.
yang tertera di kitab Apokrif tersebut, mungkin saja terjadi dari kalangan Ahli kitab
Kitab yang berada di kawasan Jazirah Arab, baik dari kalangan Yahudi maupun
Nasrani. Meskipun pemahaman tersebut pada dasarnya muncul dari kalangan Ahli
Kitab Nasrnani, yang bersumber dari kitab Apokrif yang tidak diakui oleh orang-
orang Yahudi. Akan tetapi bukan tidak mungkin kisah dalam kitab tersebut sampai
ke telinga orang-orang Yahudi Arab, dengan bentuk cerita yang sudah tidak seperti
maksud aslinya lagi. Sehingga sebagian dari Yahudi Arab mengamini, dan
membenarkan kisah yang sampai kepada mereka tersebut, tanpa mengkaji dan
Terlebih ketika itu pada umumnya bangsa Arab dikenal oleh bangsa-bangsa
lain sebagai bangsa yang ummi, seperti yang disebutkan dalam surat Āli ‘Imrān ayat
ummi, dan kata ummi pada ayat tersebut sering ditafsirkan oleh para mufasir sebagai
bangsa Arab. Sedangkan kata ummi itu sendiri di dalam al-Qur’ān tidak selalu
merujuk kepada bangsa Arab saja, seperti kata ummi yang terdapat di dalam surat
al-Baqarah ayat 78, yang menceritakan bahwa dikalangan Yahudi juga terdapat
orang-orang yang ummi, yaitu mereka yang tidak paham al-Kitāb dan hanya
Jadi, bukan tidak mungkin kesalahan bersumber dari kalangan Yahudi itu
sendiri, dan di sisi lain ketika itu juga terdapat suku Arab asli yang menganut paham
Yahudi, mereka bukanlah etnis asli Yahudi yang datang ke Arab, melainkan
sebagian dari suku Arab yang melakukan konversi agama menjadi Yahudi. Salah
satunya seperti suku ‘Anzah atau ‘Anizah, yaitu leluhur dari klan Ālu Sa‘ūd yang
Maka dari itu, karena orang-orang yang ummi tidak hanya terdapat di kaum
Arab saja, melainkan juga terdapat orang-orang yang ummi dari kalangan Yahudi,
sedangkan ketika itu juga terdapat beberapa klan Arab yang menganut paham
132
Aḥmad al-Qalqashand, Ṣubḥ al-A‘shá, Jil. IV (Cairo: Dār al-Kutub al-Khidiwiyyah,
1332 H/1914 M), h. 290.
88
sekali adanya orang-orang yang ummi dari kalangan Yahudi Arab.133 Sehingga
bukan tidak mungkin bahwa kesalahan memang bermula dari kalangan mereka
sendiri, terlebih jika kita mengkaji sebab nuzul dari ayat tesebut, yang menjelaskan
status ke-anak Tuhanan Ezra. Dengan demikian pendapat Bellamy tersebut nampak
tidak memiliki landasan yang kuat, karena pendapatnya tersebut akan lebih tepat
dan logis, jika di alamatkan kepada sekelompok orang Yahudi Arab tersebut, dan
tidak dapat dibuktikan, karena kekacaun informasi bukan dari nabi melainkan dari
tokoh selain Ezra yaitu adalah Uziel/Uzael atau Azazel. Pendapat itu muncul dari
Cassanova yang menyatakan bahwa ‘Uzayr itu bukanlah Ezra melainkan Uziel,
karena dia temasuk dari salah satu fallen Angels yang memang sering disebut dalam
namanya saja sudah hampir serupa, dan juga semakin didukung dengan adanya
mereka sendiri.
133
Asimilasi yang terjadi di antara suku Arab dan Yahudi ketika itu sudah bukan
merupakan hal yang aneh lagi. Terdapat orang-orang yang secara etnis memang diakui termasuk
dari kedua suku tersebut, contohnya seperti Ka‘ab bin al-Ashraf yang berdasarkan nasab dari
ayahnya tergolong dari suku Arab dari banī Ṭayyi’, dan ibunya adalah seorang Yahudi dari banī
Naḍīr. Namun, dia lebih dikenal dari banī Naḍīr, karena dia lebih banyak bergaul dengan keluarga
ibunya, dan di sisi lain juga karena Suku Yahudi pada umumnya mengambil nasab dari Jalur ibu,
kecuali sekte Yahudi Karaite yang mengambil nasab dai bapak layaknya suku-suku Arab. Ibn
Hishām pun juga menggolongkan Ka’ab bin al-Ashraf sebagai oposisi nabi Muḥammad dari
kalangan banī Naḍīr. Lihat. ‘Abd al-Mālik bin Hishām al-Ḥimyarī, Al-Sīrah al-Nabawiyah li-Ibn
Hishām, Jil. I (Mesir: Muṭafá al-Bābī al-Ḥalabī, 1375 H/1955 M), h. 514.
89
Akan tetapi meskipun di antara nama ‘Uzayr dan Uziel nampak serupa,
agaknya masih kurang bisa diyakini kebenarannya karena bentuk belakang dari
nama Uziel ( )עזיאלatau Azazel ( )עזאזלterdapat kata El, yang bermakna Tuhan.
Sedangkan pada umumnya nama-nama nabi atau malaikat yang berasal dari bahasa
penyebutan yang tidak jauh berbeda dari penyebutan aslinya, yakni jika pada
asalnya terdapat kata El maka dalam peng-Arabannya akan menjadi Īl. Seperti
diakhiri dengan fathah sebelum huruf ya ( )يdan ra ()ر. Maka jika memang yang
(ۚ )عزي, namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ketika itu tidak
mungkin terjadi kesalahan dalam penulisan, entah itu kesalahan dari penyebutan
kata Uziel, Azra, ataupun Aziz, yang kemudian menjadi ‘Uzayr seperti sebagian
‘Uzayr, juga masih belum bisa dipastikan bahwa ‘Uzayr yang dimaksud
memanglah Uziel. Karena jika kita melihat bentuk susunan ayatnya, setelah
Allah”, menunjukkan bahwa kedua pernyataan tersebut memiliki bobot dan bentuk
yang sama. Maka akan menjadi tidak seimbang jika orang-orang Yahudi merujuk
90
Nasrani pada ayat itu mengikuti bentuk pernyataan orang-orang Yahudi, dan jika
Tuhan, maka akan lebih masuk akal jika pernyataan orang Yahudi tersebut juga
tertuju kepada salah seorang manusia dari kaumnya, yaitu seorang yang dikenal
hanya tertuju kepada Uziel saja, melainkan malaikat pada umumnya juga mereka
hanya merujuk satu person saja secara khusus, dan tidak menyebutkannya dalam
bentuk yang umum. Sehingga sampai di sini menurut penulis pandangan Cassanova
hanya mereka tujukan kepada malaikat saja, kebanyakan mereka juga menganggap
hanyalah bentuk penghormatan bukanlah secara biologis, hal itu juga menunjukkan
Kemudian pendapat lainnya yang menyatakan ‘Uzayr itu bukan Ezra, yaitu
pendapat Dr. Salah ed-Dine Kechrid yang menyatakan ‘Uzayr itu ‘Uzziyā. Akan
tetapi pendapat ini seperti kasus Uzael sebelumnya, yakni bentuk namanya hanya
terlihat serupa secara sekilas, sedangkan dalam bentuk dan maknanya sangatlah
berbeda. Adapun jika Uzziya yang dimaksud adalah ‘Azaryah, seperti pandangan
J.F. Driscoll seperti yang telah disebutkan pada Bab III, maka kasusnya pun akan
sama seperti Eliazar. Karena kata Eliazar dan ‘Azaryah merupakan kata yang
91
berasal dari susunan dua kata, yang bukan merupakan bentuk murni dari kata ‘azr.
Sedangkan kata ‘azr yang terdapat pada nama ‘Uzayr dengan yang terdapat pada
tersebut berikut penulis akan tampilkan tabel terkait mengenai pendapat, yang
bukanlah Ezra.
Kareana kesalahan
Joshua Finkel Aziz penulisan huruf zay yang
menjadi huruf ra
Masih terdapat
kebingungan di antara para
Viviane Comerro ‘Azaryah
tradisional Muslim, antara
Ezra dan ‘Azaryah
Karena ‘Uzziyā
merupakan salah satu nabi
Salah ed-Dine
‘Uzziyā bani Isra’il, tidak ada
Kechrid
alasan yang jelas dari
Kechrid
Sama’uāl al- Karena menurutnya Ezra
Maghribī & Al- Eleazar/ Al-‘Āzar bukan seorang nabi dan
Biqā’ī juga telah memalsu Taurat
Newby yang masih menganggap ‘Uzayr itu Ezra, karena menurutnya ketika itu
pada tabel tersebut tidak ada yang memiliki landasan dan dasar yang kuat seperti
yang telah dijelaskan di atas. Dari berbagai pendpat tersebut hanya pendapat Newby
penulis juga telah membahasnya sebelumnya, yaitu seperti pemaparan yang penulis
umumnya mereka menafsirkan bahwa ‘Uzayr itu adalah tokoh yang sama dengan
tokoh Ezra yang terdapat di dalam tradisi Yudaisme. Hal itu dapat dilihat dari
Penafsiran Tokoh
Tokoh Keterangan
Periode Tafsir Uzayr Mengacu
Mufassir Sumber
Kepada
Al-Ṭabarī
Berdasarkan
Tafsir Klasik Ezra
narasi riwayat
Al- Qurṭubī
Berdasarkan
pendapat
Al-Biqā‘ī Eleazar/Eliezer seorang mantan
Tafsir Abad Rabi yang telah
Pertengahan memeluk Islam
Al-Suyūṭī Berdasarkan
Ezra
narasi riwayat
Al- Marāghī
Berdasarkan
Tafsir Modern Ezra
info sejarah
Ibn ‘Āshūr
‘Uzayr itu Eliazar, dan yang lainnya lebih cenderung mengalamatkannya kepada
Ezra sekitar 70-85%, yang sangat memungkinkan bahwa kedua tokoh tersebut
adalah person yang sama. Lalu, berdasarkan pemaparan penulis pada pembahasan
peran Ezra pada runtutan kisah yang terdapat di dalam Bible, yang kisahnya
terdapat di dalam Bible, akan tetapi tidak semua hal itu terjadi di masa hidupnya
Isrā’īliyyat tersebut juga tidak sama persis menceritakan apa yang dilakukan
‘Uzayr yang mengikatkan pena pada semua jari tangannya, lalu menuliskan Taurat
dengan kesemua jarinya itu. Sedangkan Ezra hanya dikisahkan menuliskan kembali
kitab Taurat, dengan tujuan untuk membahasakan kembali Kitab Taurat, yang
jurnal tentang klaim properti komnitas Yahudi di Iraq, dia menyebutkan bahwa
terdapat sebuah desa di Iraq yang bernama al-‘Uzayr, dan di selatan kota dari desa
al-‘Uzayr terdapat kubur Ezra yang lokasinya dekat dengan Basra di Iraq, yang
dikawasan tersebut banyak dihuni oleh Muslim Syi’ah dan mereka juga
menyebutkan lokasinya terdapat di Iraq, dan juga terdapat beberapa catatan lainnya
yang menyatakan bahwa lokasinya bukan di Iraq. Dalam tradisi Islam kubur Ezra
134
Michael R. Fischbach, “Claiming Jewish Communal Property in Iraq,” Midle East
Report, No. 248 (Musim Gugur, 2008), h. 6.
96
(‘Uzayr) terletak di pinggir sungai Tigris dekat Basra, dan kubur tersebut juga
merupakan situs ziarah bagi orang-orang Yahudi dan Arab. Pendapat serupa juga
didapati pada catatan seorang penyair Andalusia di abad ke-13 Judah al-Harizi,
yang menyebutkan mengenai lokasi kubur Ezra yang berada di sebuah desa di
Basra. Dan pada abad ke-12 seorang pengelana Yahudi; Petahiyah dari Regensberg
muncul dari Rabbi Yishaq Elfarra, dia mencatat ketika ziarah menuju Jerusalem dia
melihat Awan muncul dari kubur Ezra di desa Allepan (Allepo) Taduf (Tadef)
Syria.136 Pendapat lainnya muncul dari catatan Josephus yang mencatat setelah
pembacaan hukum yang dibacakan oleh Ezra, dia menyebutkan bahwa Ezra wafat
dan dikuburkan di Jerusalem. 137 Berikut tabel perbandingan dari berbagai pendapat
6. Josephus Jerusalem
135
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 137.
136
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 137.
137
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 64.
97
lokasi kubur Ezra yang sebenarnya, apakah kuburnya itu yang berada di desa al-
‘Uzayr di Iraq, atau yang terletak di syria ataupun yang terletak di Jerusalem.
Namun jika kita mengkoneksikan dengan lokasinya yang terletak di Iraq, di sebuah
desa yang bernama al-‘Uzayr sebagaimana telah dikatakan Fischbach, hal itu belum
tentu dapat menunjukkan bahwa Ezra adalah ‘Uzayr, karena bisa jadi penamaan
desa tersebut menjadi al-‘Uzayr terjadi ketika kawasan tersebut di bawah kekuasaan
umat Muslim, dan karena di lokasi desa itu terdapat kubur Ezra yang sangat
dihormati oleh orang-orang Yahudi, maka untuk menghormati salah seorang yang
dikenal saleh di kalangan Yahudi tersebut, dan karena dalam tradisi Arab sudah
tersebar luas kisah bahwa ‘Uzayr adalah Ezra, maka desa tersebut dinamai desa al-
‘Uzayr.
Akan tetapi jika diamati mengenai lokasi kubur Ezra berdasarkan dari
kawasan Basrah atau di Iraq, atau mungkin dulu orang akan menyatakan bahwa
Selain itu dalam pandangan penulis mungkin saja Ezra memang tinggal dan
Jerusalem. Akan tetapi Ezra tidak selalu berada di Jerusalem, mengingat perannya
sebagai HaSofer (juru tulis) kerajaan, yang memungkinkan dia keluar masuk
Ezra wafat dan dikuburkan di luar kawasan Jerusalem, dan juga berdasarkan
penelusuran penulis dari sebuah gambar yang terdapat di website berita LA Times,
menunjukkan bahwa kubur Ezra yang berada di desa al-‘Uzayr Iraq, dengan jelas
menuliskan nama Ezra dalam naskah teks bahasa Ibrani di batu nisannya, yang
disampingnya terdapat tulisan yang sebagiannya sudah tidak terbaca. Bagian yang
terbaca hanya HaSo yang kemungkinan besar adalah HaSofer (juru tulis), yaitu
kebenarannya, dan hanya ada dua kemungkinan yang masih mungkin mengenai
letak kuburnya, yaitu di antara Iraq dan Jerusalem. Sedangkan jika dilihat dari
catatan Josephus.
138
Raheem Salman, “IRAQ: Amid War, a Prophet’s Shrine Survives,” artikel diakses pada
16 Juli 2018 dari https://latimesblogs.latimes.com/babylonbeyond/2008/08/baghdad-amid-wa.html.
detail gambar naskah yang tertera di batu nisan yang dimaksud dapat dilihat di
http://latimesblogs.latimes.com/photos/uncategorized/2008/08/17/shrine2_2.jpg.
99
serta kemiripannya dengan Ezra baik dari segi nama, peran dan kisahnya baik dari
cukup menguatkan bahwa kemungkian besar kedua tokoh tersebut adalah person
yang sama.
hal itu disebabkan oleh faktor-faktor yang sifatnya eksternal, yang besar
kemungkinan disebabkan oleh kualitas daya ingat si penyampai kisah yang kurang
tetap tersampaikan. Sehingga perbedaan di antara kisah Ezra yang terdapat di dalam
literatur Yudaisme, dengan kisah ‘Uzayr yang terdapat di dalam literatur tafsir,
sebagaimana telah penulis jelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dalam hal ini
al-Biqā‘ī terlihat sama sekali tidak ada perbedaan dengan Sama’uāl, dan sangat
kenabian Ezra dan menganggapnya hanya sebagai seorang rabi biasa, beliau juga
sebagai bentuk penyebutan lain dari al-‘Āzar/Eliazar. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan di dalam kitab tafsirnya yang sangat menyukai tulisan Sama’uāl, dan
memujinya sebagai orang yang paham tentang syariat yahudi, sedangkan di sisi lain
mengkritisinya kembali.139
Memang jika kita melihat dari segi kebahasaan di antara nama ‘Uzayr
dengan Eliazar, keduanya merupakan nama atau kata yang berasal dari kata ‘Azr
yang memiliki makna yang sama, baik dalam bahasa Ibrani ataupun Arab. Namun,
jika diperhatikan perbedaan di antara keduanya adalah; bahwa bentuk kata ‘Uzayr
terdiri dari satu kata, yakni bentuk taṣgīr dari kata ‘Azr, sedangkan Eliazar terdiri
dari dua kata yaitu El dan Azr/Azar. Dari sini kita dapat melihat bahwa dari segi
Eliazar dari Damaskus, sedangkan Eliazar ini adalah salah seorang budak dari nabi
Ibrahim. Persoalan Eliazar ini nampaknya juga tidak terlalu berbeda dengan
persoalan Āzar seperti yang telah penulis singgung sebelumnya, yakni kedua tokoh
ini hidup di sekitar nabi Ibrahim serta tidak memiliki kaitan dengan apa-apa yang
terjadi di setelah masa nabi Musa As. Sebab mereka hidup jauh sebelum nabi Musa,
dan selain itu di antara keduanya tidak ada kelebihan khusus di sisi banī Isrā’īl yang
139
Ibrāhīm bin ‘Umar al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar, Jil. VIII, h. 437.
101
‘Uzayr adalah Ezra, hal ini bisa jadi karena adanya sentimen bawaan dari
keyahudiaannya, yang masih melekat pada memorinya bahkan sampai setelah dia
(keturunan Harun) diangkat oleh raja-raja dari klan Harun yang telah merebut
Selain itu Sama’uāl juga turut menuduh Ezra sebagai pemalsu Taurat serta
terjadi di kalangan banī Isrā’īl, dan mungkin saja klan Sama’uāl terhubung kepada
klan Dawud, sehingga ketika menanggapi hal yang berkaitan dengannya dia
Lalu, jika memang Ezra adalah seorang pemalsu Taurat, tentu akan populer
hal itu tidak kita ketahui baik dari nabi Daniel, Zakaria, bahkan ‘Īsá sekalipun.
Namun Ezra bahkan turut dihormati dikalangan orang-orang Nasrani, sebab dia
juga disebutkan di dalam Perjanjian Baru dan Apokrif dengan kisah-kisah yang
bernada positif. Maka dari itu dalam pandangan penulis sosok ‘Uzayr kurang tepat
terdapat sedikit kecocokan, akan tetapi pernyataan Sama’uāl tersebut kurang bisa
‘Uzayr atau Ezra dengan sekian perannya sehingga beliau begitu dihormati,
terutama bagi kaum Yahudi, Nasrani, dan juga Islam. Sosok beliau begitu terkenal
dengan ketokohannya sebagai seoarang rabi agung atau imam besar bagi umat
Yahudi dan Nasrani, serta pada umumnya sebagian besar umat Muslimin
mengenalnya sebagai seorang nabi bagi banī Isrā’īl. Beliau selain berjasa besar atas
perannya memimpin banī Isrā’īl untuk eksodus dari Babel ke Jerusalem, dia juga
Meskipun dalam tradisi Yahudi ‘Uzayr lebih dikenal sebagai seorang Rabi,
bukan berarti bahwa dia hanya berperan sebagai seorang rabi bagi kaum Yahudi,
tidak seperti yang dikatakan Sama’uāl bahwa Ezra hanyalah seorang rabi dan
bukanlah seorang nabi. Akan tetapi Ezra dikenal di kalangan Yahudi Rabinik juga
bin Maymūn) juga telah memasukkannya dalam runtutan para nabi, dan juga
hal-hal yang hanya dilakukan seorang nabi yang juga dilakukan Ezra. 140
Maka, berdasarkan itu selain dikenal sebagai seorang rabi dan juru tulis, dia
juga merupakan seorang yang diduga kuat sebagai seorang nabi, yang mungkin
salah satu sebab kenabiannya adalah menuliskan kembali kitab Taurat, dan sebab
itu pula dia disebut sebagai seorang ahli tulis dan juga sebagai Musa Kedua. Dia
disebut sebagai Musa kedua karena terdapat beberapa kemiripan di antara dia dan
140
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 137-140.
103
membimbing mereka dengan tuntunan yang bersumber dari kitab Taurat, serta dia
menuliskan kembali kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa. Hal-hal
tersebutlah yang telah menyebabkan dia juga disebut sebagai Musa kedua.141
Berabagai hal yang telah dilalui oleh Ezra dalam membimbing banī Isrā’īl
tidaklah jauh berbeda denga kisah-kisah ‘Uzayr yang telah dibawakan oleh
pandangan para sarjana mengenai siapa tokoh yang dimaksud sebagai ‘Uzayr di
telah mereka duga sebagai ‘Uzayr. Sehingga karena tidak adanya bukti-bukti kuat
yang dapat mendukung argumen mereka, dan yang ada justru bukti-bukti yang
ini kita dapat melihat berabagi rekam jejak yang telah mencatat mengenainya, yang
di antaranya juga banyak mengarahkan kita kepada sesosok yang dikenal dengan
nama Ezra di dalam ajaran Yudaisme. Beliau selain dikenal sebagai seorang tokoh
agamawan yang saleh, dia juga merupakan tokoh yang telah bertanggung jawab
atas berbagai peran yang telah diberikan kepadanya, baik sebagai seorang
141
Lisbeth S. Fried, Ezra and the Law in History and Tradition, h. 143.
104
positif yang telah dilakukannya tersebut, dia telah dapat menjadi contoh teladan
bagi banyak orang, baik dari umat Yahudi, Nasrani, maupun Islam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai ‘Uzayr di dalam ajaran Yudaisme muncul dari berbagai kalangan, baik dari
muncul dari para sarjana barat mengenai pengkoneksian tokoh ‘Uzayr dengan
tokoh Ezra, dan pendapat serupa juga muncul dari sebagian kecil sarjana muslim.
Sebagian sarjana barat juga menyatakan bahwa penyematan gelar “putera Tuhan”
kepada Ezra tidak pernah ada dalam ajaran Yudaisme, dan justru mereka balik
menuduh bahwa ayat yang menyebutkan nama ‘Uzayr tersebut merupakan tuduhan
Akan tetapi pandangan secara umum telah diketahui bahwa tokoh ‘Uzayr
yang dimaksud adalah Ezra. Hal ini sebagaimana pandangan umum yang muncul
sama, yakni keduanya berperan dalam membimbing banī Isrā’īl dan menuliskan
Selain itu, di antara ‘Uzayr dan Ezra terdapat kemiripan baik dari segi
bentuk namanya yang mana kedua-duanya merupakan berasal dari bentuk kata ‘azr,
105
106
Islam dan nabi Muhammad, yang menduga bahwa ayat itu bertujuan untuk
mengganggu dan menyerang umat Yahudi. Karena sebab turunnya ayat tersebut
berkaitan dengan sekelompok Yahudi Madinah yang datang kepada nabi dalam
Meskipun ayat itu turun untuk merespon sebagian kalangan Yahudi saja,
akan tetapi ayat itu menggunakan kata yang umum untuk menunjuk Yahudi, hal itu
bahwa mereka mengklaim bahwa ‘Uzayr adalah “putera Tuhan”. Akan tetapi untuk
sebagaimana dijelaskan pada lanjutan ayat dari ayat tersebut, dan kemudian pada
ayat ke-18 dari surat al-Mā’idah juga dijelaskan perihal kebanyakan mereka
Sehingga jika dicermati hal ini lebih mengarah kepada peringatan atas cara
yang salah dalam beragama, yang sebelumnya telah banyak diterapkan oleh
sebagian besar orang Yahudi, dan ayat-ayat tersebut hanya berusaha mengarahkan
dan memperingatkan kembali, agar kita senantiasa tidak mengikuti dan terjebak
pada langkah-langkah yang keliru tersebut, dan ayat-ayat tersebut turun bukan
107
Maka dari itu ayat-ayat tersebut beserta tafsirnya yang beragam tidaklah
yang benar untuk melakukan itu. Begitu juga sebaliknya dengan adanya ayat
tersebut juga bukanlah suatu alasan bagi penganut Yudaisme, untuk menuduh
bahwa Islam atau nabi Muhammad telah menyerang dan menuduh para penganut
B. Saran
Islam dan Yudaisme ataupun yang selainnya, adalah harapan bagi setiap penganut
agama yang baik, apapun itu agamanya dan di manapun tempatnya. Pada umumnya
setiap agama apapun itu agamanya senantiasa mengajarkan kebaikan, baik kepada
sesamanya ataupun kepada orang-orang yang berbeda paham dengannya, dan juga
pada dasarnya hampir setiap manusia diberikan perasaan yang cenderung lebih
dimanfaatkan serta menjadi alat bagi setan untuk membakar amarah para penganut
agama, yang kemudian banyak memprovokasi para penganut agama dalam melihat
yang telah menjadi polemik di anatara penganut Islam, Yudaisme, dan juga kristen.
Tulisan ini juga telah berupaya melihat permasalahan yang terjadi di antara mereka
solusinya, tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Harapan penulis selain
daripada tulisan ini akan ada lebih banyak lagi tulisan-tulisan yang membahas tema-
bahas di dalam tulisan ini, alangkah baiknya juga senantiasa dikaji dan dibahas di
dalam berbagai forum, majelis, serta kajian ilmiah berskala nasional. Hal tersebut
agar adanya pendidikan bagi masyarakat dalam memahami ajaran agama secara
ilmiah dan moderat. Sehingga sensitivitas yang terjadi di antara umat beragama
dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
109
110
Jeffery, Arthur. The Foreign vocabulary of The Qur’an. Baroda: Oriental Institute.
1938.
Kashfi, Sayyid Ja’far Arif. Muḥammad Saw dan Kaum Yahudi. Pasar Minggu:
Titisan. 2016.
Klein, Ernest. A Comprehensive Etymological Dictionary of The Hebrew Language
for Readers of English. Jerusalem: Carta, 1987.
Lee, Samuel. Lexicon Hebrew, Chaldee, and English. London: Alexander
Macintosh. 1840.
al-Maghribī, Sama’uāl. Ifḥām al-Yahūd, Moshe Perlmann Translation. New York:
American Academy For Jewish Research. 1964.
al-Majlisī, Muḥammad Bāqir. Bihār al-Anwāri al-Jāmi‘atu liDirār Akhbāri al-
A’immata al-Aṭhār. Jil. V. Qum: Iḥyā al-Kutub al-Islāmiyyah, T.t.
al-Marāghī, Aḥmad bin Muṣṭafá. Tafsīr al-Marāghī. Jil. X. Mesir: Shirkah
Maktabah wa Muṭaba’ah Muṣṭafá al-Bābī al-Halabī wa Awlāduhu. 1365 H/
1946 M.
Mazzuz, Haggai. The Religious and Spiritual Life of the Jews of Medina. Leiden:
BRILL. 2014.
McGough, Richard Amiel. THE BIBLE WHEEL; A Revelation of The Divine Unity
of The Holy Bible. Yakima, Washington: BIBLE WHEEL BOOK HOUSE.
2006.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2010.
Montefiore, Simon Sebag. Jerusalem The Biography. Penerjemah Yanto Musthofa.
Cet. VI. Ciputat: Alvabet. 2014.
Montgomery, James Alan. The Samaritans; The Earlieast Jewish Sect Their
History, Theology and Literature. Philadelphia: THE JOHN C. WINSTON
CO. 1907.
Newby, Gordon. A Concise Encyclopedia of Islam. Oxford: Oneworld Publications.
2004.
Piotrovsky, Mikhail. Historical Legends of The Quran Word and Image. St.
Petersburg: Institute of Oriental Studies, Russian Academy of Sciences. 2005.
al-Qalqashand, Aḥmad. Ṣubḥ al-A‘shá. Jil. IV. Cairo: Dār al-Kutub al-
Khidiwiyyah. 1332 H/1914 M.
al-Qurṭubī, Muḥammad. Al-Jāmi‘ liAḥkām al-Qur’ān. Jil. VII. Cairo: Dār al-Kutub
al-Miṣriyah. 1384 H/1964 M.
112
al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. Mafātīh al-Ghayb. Jil. XVI. Beirut: Dār Iḥya’ al-Turāth al-
‘Arabī. 1420 H.
Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian Atas Tafsir al-
Mishbah. Cet. I. Ciputat: Puspita Press. 2011.
al-Sijistānī, Abū Dawūd. Sunan Abū Dawūd. Jil. IV. Beirut: Maktabah al-‘Aṣriyah.
T.t.
Sirry, Mun’im. Scriptural Polemics: The Qur’ān and Other Religions. United
States: Oxford University Press. 2014.
Smith, William. Dictionary of The Bible. Jil. IV. Cambridge: Riverside Press. 1872.
____________. Smith's Bible Dictionary. Grand Rapids, Michigan: Christian
Classics Ethereal Library. 2002.
al-Suyūṭī, Jalāluddīn. Al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr bil-Ma’thur. Jil. IV. Beirut: Dār
al-Fikr. t.th.
al-Ṭabarī, Abū Ja‘far. Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān. Jil. V dan XIV T.tp:
Mu’asasat al-Risalah. 1420 H/2000 M.
al-Ṭabāṭabā’ī, Sayyid Muḥammad Ḥusayn. Al-Mizan fī Tafsīr al-Qur’ān. Jil. II dan
IX. Beirut: Mu’asasat al-A‘lamī lil-Maṭbū‘āt. 1997.
Tal, Abraham. A Dictionary of Samaritan Aramaic. Leiden: Brill. 2000.
Terkan, Fehrullah. “The Samaritans (al-Sāmiriyyūn) and Some Theological Issues
Between Samaritanism and Islam.” AÜİFD. No.45. 2004.
Torrey, Charles Cutler. The Jewish Foundation of Islam. New York: Jewish
Institute of Religion Press. 1933.
Walliman, Nicholas. Research Methods the Basics. Canada: Routledge. 2011.
Walker, John. Bible Characters in The Koran. Great Britain: Alexander Gardner.
1931.
Wassersom, Steven M. Between Muslim and Jew: The Problem of Symbiosis Under
Early Islam. New Jersey: Princeton University Press. 1995.
Watt, W. Montgomery. Bell’s Introduction to The Qur’ān. Edinburgh: Edinburgh
University Press. 1994.
___________________. Muhammad at Medina. Karachi: Oxford University Press.
1994.
___________________. Muhammad Prophet and Statesman. London: Oxford
University Press. 1969.
Yafeh, Hava Lazarus. Intertwined Worlds Medieval Islam and Bible Criticism.
United Kingdom: Princeton University Press. 1992.
113
Al-Qur’an & Maknanya. Terj. M. Quraish Shihab. Ciputat: Lentera Hati. 2013.
al-Qur’ān al-Karīm: Traduction et Notes. 5th ed. Dr. Salah Ed-Dine Kechrid
traduction. Beirut: Dar el-Gharb el-Islami. 1990.
Hebrew-English Tanakh The Jewish Bible. Skokie: Varda Books. 2009.
The Holy Qur’an: Muhammad Sarwar translation.
The Kinɡ James Version of the Holy Bible with Apocrypha. T.tp.: DaVince Tools.
2004.
THE KORAN: J. M. Rodwell translation. London: Phoenix Press. 2005.
The Meaning of The Glorius Qur’an: Marmaduke Pickthall translation.
The Noble Qur’an: Muhammad Taqī al-Dīn al-Hilālī & Muhammad Muhsin Khān
translation.
The Qurʾān Text. Translation and Commentary: T. B. Irving/Al-Ḥājj Ta’līm ‘Alī.
Tehran: Suhrawardī Research and Publication Center. 1998.
The William Davidson Talmud. “Sanhedrin 21b.” diakses pada 12 Oktober 2017
dari http://www.sefaria.org/Sanhedrin.21b?lang=bi.
C. Sumber Internet
Ancestry: Ozer Family History & Ozer Name Meaning. Artikel diakses pada 17
Mei 2018 dari https://www.ancestry.com/name-origin?surname=ozer.
Hebrew Surnames: Uszer Genealogy. Artikel diakses pada 17 Mei 2018 dari
https://www.hebrewsurnames.com/USZER.
Salman, Raheem. “IRAQ: Amid War, A Prophet’s Shrine Survives.” Artikel
diakses pada 16 Juli 2018 dari
https://latimesblogs.latimes.com/babylonbeyond/2008/08/baghdad-amid-
wa.html.
Gambar:
http://latimesblogs.latimes.com/photos/uncategorized/2008/08/17/shrine2_2.
jpg.