Anda di halaman 1dari 69

PROPOSAL TESIS

EKSISTENSI PONDOK PESANTREN MUSTHAFAWIYAH PURBABARU


DAN PESANTREN DARUL IKHLAS DI MANDAILING NATAL DALAM
MENJAGA PAHAM AHLUSSUNNAH WALJAMAAH

Oleh :
PAJRIAH PUTRI ISLAMY
NIM : 3003223003

Program Studi :
PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaikum Wr.Wb


Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah swt, atas berkat
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis . Shalawat dan
salam kepada junjungan kita Rasulullah saw yang merupakan contoh tauladan
kepada umat manusia, sekaligus yang kita harapkan syafa‟atnya di yaumil mahsar
kelak.
Proposal Tesis ini ditulis, untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
persyaratan untuk mencapai gelar pascasarjana (S-2). Adapun judul tesis ini
adalah “Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru dan Pondok
Pesantren Darul Ikhlas di Mandailing Natal dalam Menjaga Paham
Ahlussunnah Waljamaah” .
Dalam penulisan Proposal Tesis ini, masih banyak kelemahan dan
kekurangan disebabkan keterbatasan penulis dalam berbagai hal. Namun
demikian, berkat usaha dan kerja keras penulis, serta berkat bantuan dan semangat
dari orang-orang terkasih dan terhormat. Akhirnya proposal ini dapat diselesaikan.
Untuk itu, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag sebagai Rektor UIN Sumatera Utara yang
memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S-2 pada Program
Pascasarjana UIN-Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Syukur Kholil, MA sebagai Direktur Pascasarjana UIN
Sumatera Utara dan Ibu Prof. Dr. Nurussakinah Daulay, M.Psi sebagai Wakil
Direktur Pascasarjana UIN Sumatera Utara dengan memberikan kesempatan
mengikuti Program Studi Pendidikan Islam (PEDI) di Pascasarjana UIN
Sumatera Utara.
3. Ibu Dr.Yusnaili Budianti, M.Ag dan Ibu Dr. Azizah Hanum OK, M.Ag
sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana
UIN Sumatera Utara serta seluruh staf Pascasarjana UIN Sumatera Utara

i
yang telah memberikan bantuan moril dan materil dalam mengikuti
perkuliahan Program Studi Pendidikan Islam dan penyelesaian tesis ini.
4. Teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta Ayahanda Baharuddin dan
Ibunda Barina atas setiap pengorbanan, kasih sayang serta doa yang tulus
selalu teriring dalam setiap langkah penulis atas semua kasih sayang dan
nasihat serta doa yang selalu menyertai penulis, serta seluruh keluarga yang
telah banyak memotivasi dan memberi bantuan selama peneliti menjalani
perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan gelar Magister Pendidikan
(M.Pd).
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan
selama mengikuti perkuliahan di Pascasarjana UIN Sumatera Utara pada
Program Studi Pendidikan Islam. Semoga amal jariyah dan semoga Allah
memberikan kesehatan serta keberkahan hidup.
6. Kepala Perpustakaan UIN Sumatatera Utara dan Staff yang bersedia
membantu melayani selama studi perkuliahan berlangsung hingga pada
penyelesaian tesis dalam mencari buku-buku refrensi yang sesuai dengan
kebutuhan penulisan tesis.
7. Seluruh rekan-rekan seperjuangan sahabat PEDI A Stambuk 2022 yang telah
memberikan semangat, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, membantu pelaksanaan
penelitian serta penyempurnaan tesis baik secara langsung maupun secara
tidak langsung, yang tak bias disebutkan satu persatu. Semoga Allah
memberikan balasan terbaik di dunia dan akhirat. Jazakumullahu khair.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan sumbangan bagi
pengembangan dunia pendidikan khususnya Pendidikan Islam. Aamiin Yaa
Rabbal Aalamiin…Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb
Medan, September 2023
Penulis

Pajriah Putri Islamy

ii
i
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang dipakai dalam penulisan Tesis ini adalah pedoman


transliterasi Arab-Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pedidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor: 158 tahun 1987 dan
Nomor: 0543/b/u/1987 tentang pembakuan pedoman transliterasi Arab-Latin,
sebagai berikut:
A. Konsonan
Fonem Konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan
huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan
huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya
dengan huruf Latin.
HurufArab Nama Huruf Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak Tidak dilambangkan


Alif dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ث‬ Ta T Te

‫ث‬ Tsa Ṡ Es (dengan titik diatas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ha Ḥ Ha (dengan titik dibawah)

‫خ‬ Kha Kh Ka dan Ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Zal Ż Zet (dengan titik diatas)

‫ز‬ Ra R Er

iii
‫ش‬ Zai Z Zet

‫ض‬ Sin S Es

‫غ‬ Syim Sy Es dan Ye

‫ص‬ Sad Ṣ (dengan titik dibawah)

‫ض‬ Dad Ḍ (dengan titik dibawah)

‫ط‬ Ta Ṭ (dengan titik dibawah)

‫ظ‬ Za Ẓ (dengan titik dibawah)

‫ع‬ „Ain „ Koma terbalik di atas

‫غ‬ Ghain Gh Ge

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ه‬ Lam L El

ً Mim M Em

ُ Nun N En

ٗ Waw W We

ٓ Ha H Ha

‫ء‬ Ham zah ‟ Apostrof

ٛ Ya Y Ye

iv
B. Vokal
Vokal bahasa Arab adalah seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiridari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal
Vokal Tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harkat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫َــ َـ‬ Fatah A A

‫ـَـ ِـ‬ Kasrah I I

‫ـَـ ُـ‬ Damah U U

2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda danHuruf Nama Gabungan Nama
Huruf

‫ـــ‬ٛ Fatah dan Ya Ai a dan i

‫َٗ َــ َـ‬ Fatah dan Waw Au a dan u

Contoh:

Kataba : ‫كتب‬

Fa„ala : ‫فعم‬

Żukira : ‫ذكز‬

Yażhabu : ‫يذهب‬

Su‟ila : ‫سئم‬

Kaifa : ‫كيف‬

Haula : ‫هىل‬

v
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat danHuruf Nama Huruf danTanda Nama

ٛ\‫أَ َــ َـ‬ fatah dan Alif atau Ā A dan garis di atas
Ya

ٜ‫ـَـ ِـ‬ Kasrah dan Ya Ī I dan garis di atas

‫ٗـَـ ُـ‬ Damah dan Wau Ū U dan garis di atas

Contoh:

Qāla : ‫قبل‬

Ramā : ‫رمب‬

Qīla : ‫قيم‬

Yaqūlu : ‫يقىل‬
4. Ta Marbutah
Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua:
a. Ta Marbutah hidup. Ta Marbutah hidup atau mendapat harkat fatah,
kasrah dan damah, transliterasinya adalah /t/.
b. Ta Marbutah mati. TaMarbutah yang mati atau mendapat harkat fatah
sukun, transliterasinya adalah /h/.
Kalau pada kata yang terakhir dengan Ta Marbutah di ikuti oleh kata
yangmenggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka
Ta Marbutah itu di transliterasikan dengan ha (ha)
Contoh:

Rauḍah al-Aṭfāl : ‫زٗضتَاأىطفاه‬

Al-Madīnah al-Munawwarah :‫ْتَاىَْ٘زة‬ٝ‫َاىَد‬

Ṭalḥah : ‫طيحت‬

vi
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tanda
syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:

Rabbanā: ‫ربىب‬

Nazzala: ‫وشل‬

Al-Birr: ‫انبز‬
Al-Hajj: ‫انحج‬

Nu„ima: ‫وعم‬
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab di lambangkan dengan huruf,
yaitu: ‫اه‬, namun dalam transliterasi ini kata sandang itu di bedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti huruf
qamariah.
a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
b. Kata sandang diikuti oleh huruf qamaraiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan
bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiah maupun qamariah, kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang menggikuti dan dihubungkan dengan tanda
sempang.
Contoh:

Ar-rajulaَ:‫اىسجو‬

َas-sayyidah :‫دة‬ٞ‫اىع‬

vii
al-qalam :ٌ‫اىقي‬

7. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan
apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan
di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan,
karena dalam tulisan Arab berupa alif.
Contoh:

Ta‟khuzūna: ‫تأخذون‬
An-Nau‟:َ َ َ َ ‫انىىء‬

Syai‟un: ‫شيئ‬
Inna: ‫ان‬
Umirtu: ‫امزت‬
8. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi‟il (kata kerja), isim (kata benda)
maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya
dengan huruf Arab sudah lazim di rangkaikan dengan kata lain karena ada
huruf atau harkat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan
kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh:

Waَinnallāhaَlahuaَkhairَar-rāziqīn:َََََََ‫وان ههال نهى خيز انزاسقيه‬

َinnallāhaَlahuaَkhairurāziqīn:َََََََََََ ‫وان ههال نهى خيز انزاسقيه‬

َaufūَal-kailaَwaَal-mīzāna:ََََََََََََََََََََ ‫فبوفىا انكيم و انميشان‬


9. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf
kapital seperti yang berlaku dalam EYD, diantaranya: Huruf kapital
digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.
Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan

viii
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf kata
sandangnya.
Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wudi‟a linnāsi lallażi bi Bakkata mubārakanSyahru
Ramadān al-lazī unzila fīhi al-Qur‟ānu
Syahru Ramadānal-lazī unzila fīhil Qur‟ānu
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila
tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu
disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harkat yang dihilangkan,
huruf kapital tidak dipergunakan.
Contoh:
Nasrun minallāhi wa fatḥun qarīb.Lillāhi al-amru jamī‟an.
Lillāhil-amru jamī‟an.
10. Tajwid
Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman
transliterasi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan ilmu tajwid.
Karena itu, peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan ilmu
tajwid.
11. Singkatan-singkatan
Singkatan Kepanjangan
Swt. ََٚ‫أَّٗتَعَاى‬
َ ‫ظ ْب َح‬
ُ
saw. ٌَّ‫ظي‬ َ ِٔ ْٞ ‫ع َي‬
َ َٗ َّ َّ‫صي‬
َ َُ‫ََّللا‬ٚ َ
ra. (untukَlaki-laki)
(untukَperempuan)

Qs. al-Qur`an surat


Ibid Ibidem
terj. Terjemahan
Ttp Tanpa tempat penerbit

ix
Tt tanpa tahun
H Hijriyah
M Masehi
Cet. Cetakan
h. Halaman
No. Nomor

x
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Masalah ................................................................................................1
B. Fokus Penelitian ..............................................................................................9
C. Rumusan Masalah ..........................................................................................9
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................9
G. Manfaat Penelitian ........................................................................................10
H. Sistematika Pembahasan ..............................................................................10
BAB II LANDASAN TEORI ..............................................................................12
A. Kerangka Teori .............................................................................................12
1. Pengertian Eksistensi .................................................................................12
2. Pondok Pesantren .......................................................................................13
3. Sejarah Singkat Pondok pesantren Muthafawiyah Purba Baru..................17
4. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Darul Ikhlas ........................................25
5. Ahlussunnah Waljamaah ............................................................................30
B. Kajian Penelitian yang Relevan ..................................................................43
C. Kerangka Berfikir .........................................................................................44
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................46
A. Pendekatan Penelitian ..................................................................................46
B. Setting Penelitian ..........................................................................................46
C. Subjek dan Informan Penelitian..................................................................46
D. Teknik pengumpulan data ...........................................................................47
E. Pemeriksaan Keabsahan Data .....................................................................49
F. Teknik analisis data ......................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................52

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia,
dan menjadi power bagi perkembangan dakwah umat islam. Tak skeptis dikatakan
bahwa pesantren turut andil dalam penyebaran ajaran agama islam. Sebab
dipesantren dipelajari ilmu-ilmu agama islam yang lengkap seperti tauhid, fiqih
dan pelajaran yang lain sesuai dengan ajaran ahlussunnah waljamaah. Pokok
utama pembelajaran dipesantren paling utama adalah memantapkan akidah tauhid
yaitu keyakinan/kepercayaan kepada Allah swt. Sampai saat ini, pondok pesantren
masih tetap eksis, namun ada beberapa pesantren yang ajarannya itu menyimpang
dari firqah ahlussunnah waljamaah.
Ahlussunnah waljamaah adalah firqah pengikut sunnah Nabi Muhammad
saw, dan firqah ahlussunnah waljamaah ini menjadi paham yang paling benar
sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw: (hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Thabrani).
ْ ْٜ ‫احدَة ٌ َ ِف‬
َ‫َاى َجَّْ ِت‬ ِ َ٘ ‫َِْ َفِ ْسَقَتً َ َف‬ٞ‫ظ ْب ِع‬
َ َٗ
َ ‫ث‬ َ َ ٜ‫َ ِد ِٓ َىَت َ ْفت َ ِس ُق َا ُ ٍَّ ِت‬ِٞ‫ ََّ ْف ِط َ ٍُ َح ََّ ٍد َب‬ِٙ‫َٗاىَّر‬
ٍ ‫ َث َ ََل‬َٚ‫عي‬
َ ‫َٗ ْى َج ََا‬
َ.‫ع ِت‬ َ ‫ َا َ ْٕ ُو َاىعََّْ ِت‬:‫ظ ْ٘ ََلللَّ ؟ َقَا َه‬ ِ َّْ‫ َاى‬ْٜ ‫ظ ْبعُ َُْ٘ َ ِف‬
َ ‫ا‬َٝ َ َ٘ ُٕ َ ِْ ٍَ َ :َ ‫ َو‬ْٞ ‫از َ ِق‬
ُ ‫َز‬ َ َٗ ِ َ ‫َٗ ِث ْْت‬
َ ُ‫ا‬
َّٜ‫زٗآَاىطبسا‬
Artinya: “Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditanganNya,
akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah yang satu masuk surga
dan yang lain masuk neraka”. Bertanya para sahabat: Siapakah
firqah (yang tidak masuk neraka) itu ya Rasulullah? Nabi
Muhammad saw menjawab: “Ahlussunnah waljamaah”.
Di dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin, karangan Mufti Syaikh Sayid
Abdurrahman bin Husein bin Umar, bahwa 72 firqah yang sesat itu berpokok
pada 7 firqah, yakni:(Siradjuddin Abbas 2021)

1
2

No Nama Firqah Jumlah Firqah


1 Syiah 22 Firqah
2 Khawarij 20 Firqah
3 Mu‟tazilah 20 Firqah
4 Murji‟ah 5 Firqah
5 Najariyah 3 Firqah
6 Jabariyah 1 Firqah
7 Musyabihah 1 Firqah
Jumlah 72 Firqah

Pada Masa Rasulullah saw, misi utama kerasulan beliau adalah tauhid.
Namun ilmu tauhid yang kita katakan sebagai disiplin ilmu belumlah muncul.
Ketika itu pada masa Rasul, problema permasalahan teologis dikalangan umat
belum ada. Justru, disiplin ilmu tauhid itu muncul setelah ratusan tahun setelah
Nabi Muhammad saw, wafat. Jadi sebenarnya teologis dalam islam ini muncul
bukan karena masalah ketuhanan (teologis) melainkan karena masalah politik.
Terbukti dimulai pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib (656-661)
yang berkedudukan sebagai khalifah ke-empat (terakhir) dari khulafaur rasyidin,
muncul pula satu firqah dalam islam, yaitu firqah khawarij. Pada mulanya para
pengikut firqah khawarij ini adalah bagian dari nama pengikut dan pendukung
setia kepada Ali bin Abi Thalib, namun kemudian memisahkan diri dikarenakan
tidak sependapat atau tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib yang
menerima tahkim (perdamaian) dalam penyelesaian konflik dengan Gubernur
Syam yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan pada saat terjadinya perang Siffin.
Sewaktu terjadi perang shiffin antara pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib
dengan pasukan Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan yang ingin melakukan
pemberontakan terhadap khalifah Ali Bin Abi Thalib, dan situasi telah
menunjukkan bahwa pasukan Ali Bin Abi Thalib mampu mendesak pasukan
Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan. Tetapi menyadari bahwa sudah dalam posisi mau
kalah, maka ada salah seorang pendukung Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan yang
3

bernama Amru Bin Ash, beliau mengangkat al-Qurʾān diujung tombaknya sebagai
isyarat mengajak untuk berdamai saja (Purba 2016).
Dengan ajakan damai tersebut, sebenarnya sebagian pasukan khalifah Ali
Bin Abi Thalib ada yang tidak mau damai, tetapi para penghafal al-Qurʾān
mendesak khalifah Ali Bin Abi Thalib untuk segera berdamai saja. Maka pada
akhirnya pun mereka berdamai. Dalam aksi damai itu maka dilaksanakan
perdamaian (Tahkim: Arbitrase) ditetapkan Abu Musa al-Asy‟ari sebagai wakil
dari pihak Ali Bin Abi Thalib dan wakil dari pihak Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan
adalah Amru Bin Ash. Kedua utusan wakil itu mengadakan pertemuan untuk
membahas permasalahan pertentangan dari kedua belah pihak tersebut. Dari hasil
pertemuan itu maka khalifah Ali Bin Abi Thalib dan Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan
pun dijatuhkan jabatannya, untuk selanjutnya dipilih kembali khalifah yang baru.
Kemudian Amru Bin Ash melakukan kelicikan. Sesuai dengan tradisi yang
berlaku orang yang tertua atau lebih dituakanlah yang terlebih dahulu harus
memulai kebijakan, baru boleh dilanjutkan oleh yang lebih muda. Karena itu Abu
Musa sebagai yang lebih tua usianya dibanding Amru bin Ash lebih dahulu
mengumumkan penjatuhan Ali bin Abi Tholib dari jabatannya sebagai khalifah.
Akan tetapi waktu giliran Amru bin Ash yang hendak mengumkan penjatuhan
Mu‟awiyah bin Abi Sofyan dari jabatannya, Kemudian Amri bin Ash malah
mengatakan: “sekarang sudah kita dengar pengumuman bahwa Ali bin Abi Thalib
telah dijatuhkan dari jabatannya sebagai khalifah, maka dengan sudah jatuhnya
Ali bin Abi Thalib satu-satunya pemimpin kita yang akan menjalankan roda
pemerintahan adalah Mu‟awiyah bin Abi Sofyan (Purba 2016).
Atas kejadian itu, peristiwa ini sangat merugikan pihak Ali bin Abi Thalib
dan menguntungkan pihak Mu‟awiyah bin Abi Sofyan. Dengan adanya arbitrase
ini, pihak Ali bin Abi Thalib pun menolak dan tidak mau meletakkan jabatannya
sampai Ali Bin Abi Thalib mati terbunuh pada tahun 661 M. Dengan
terlaksananya arbitrase ini sebagian pengikut Ali Bin Abi Thalib ada yang tidak
setuju dengan usul arbitrase dari pihak Mu‟awiyah Bin Abi Sofyan sebelumnya
dan sebagian pengikut Ali Bin Abi Thalib pun menyalahkan Ali bin Abi Thalib
karena menerima usul tersebut. Dan menurut mereka sebenarnya pertentangan
4

Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah tidak boleh diselesaikan dengan cara
arbitrase tetapi harus diselesaikan dengan hukum Tuhan. Karena menurut mereka
Tahkim atau arbitrase ini merupakan adat orang jahiliyah. Orang-orang yang
melakukan arbitrase adalah orang yang tidak menentukan hukum sesuai dengan
hukum Allah Swt yaitu al-Qurʾān. Tindakan semacam dosa besar dan kafir
dijelaskan dalam surah Al-Maidah ayat 44:
ٰٰۤ ُ
ْ ٌُ ُٕ َ‫ٗى ِٕى َل‬
ََُْٗ ‫َاى ٰن ِف ُس‬ ‫ ْح ُن ٌَْ ِب ََآَا َ ّْصَ َه ه‬َٝ ٌَْ َّ‫َٗ ٍَ َِْى‬
‫ََّللاَُفَا‬
Artinya: “barang siapa yang tidak memutuskan atau menghukumkan dengan yang
diturunkan Allah Swt mereka adalah orang-orang kafir”.
Dengan berpedoman kan pada ayat ini, kelompok yang tidak setuju dengan
arbitrase tadi maka mengkafirkan Ali Bin Abi Thalib dan Mu‟awiyah bin Abi
Sofyan termasuk Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash bahkan mengkafirkan
orang-orang yang terlibat dalam terlaksananya arbitrase tersebut. Seiring dengan
itu, mereka akhirnya keluar dari barisan kelompok Ali bin Abi Thalib, mereka
itulah yang dikenal dengan aliran khawarij. Maka, sejak saat itu pula muncullah
persoalan Teologi dalam Islam.
Dalam situasi ramainya tuduhan kafir terhadap para pelaku arbitrase dan
orang-orang yang melakukan dosa besar maka muncullah tanggapan dan pendapat
dari berbagai golongan lain yang berbeda pendapat dengan paham
Khawarij. Yaitu golongan Murji'ah, menurut golongan Murji'ah muslim yang
melakukan dosa besar tidaklah kafir melainkan tetap menjadi mukmin. Masalah
dosa besar yang dilakukan itu harus diserahkan kepada Allah Swt apakah
diampuni atau tidak itu hanya urusan Allah Swt dan bukan wewenang manusia
untuk menentukannya berdosa atau tidaknya (Purba 2016).
Selain pendapat dari golongan Khawarij dan Murji'ah, muncul pula
golongan baru yang memiliki pendapat yang berbeda dari dua paham tersebut
mereka adalah golongan Mu'tazilah. Golongan Mu'tazilah menolak pendapat
golongan dari Khawarij dan Murji'ah karena menurut aliran Mu'tazilah pelaku
dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula Mukmin tetapi mengambil posisi
diantara mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arab pendapat mereka ini dikenal
dengan istilah Al manzilah Bain Al manzilataini atau posisi diantara dua posisi.
5

Corak dari pemikiran aliran Mu'tazilah yang bersifat rasional dan liberal
ini menarik perhatian kaum intelektual muslim dan pemerintah pada masa itu
sehingga Khalifah Al-Makmun (813-833) H menjadikan Teologi Mu'tazilah
sebagai mazhab Teologi yang resmi bagi negara yang dipimpinnya. Karena telah
ditetapkan sebagai mazhab Teologi yang resmi oleh Kepala Negara yaitu Al-
Makmun situasi itu dimanfaatkan oleh aliran Mu'tazilah untuk menyebarluaskan
paham ajaran mereka kepada golongan lain secara paksa, sampai pada akhirnya
mereka melakukan Ujian Tes Keimanan terhadap pejabat dan calon pejabat
pemerintahan yaitu apakah paham teologinya menganut ajaran Mu'tazilah atau
tidak. Jika ia maka dia boleh tetap bertahan pada jabatannya dan boleh diangkat
sebagai pejabat.
Apabila jika tidak maka harus dipecat dari jabatannya atau tidak boleh
diangkat sebagai pejabat. Kemudian Mu'tazilah melakukan tindakan tes serupa
kepada para ulama jika tidak menganut paham Mu'tazilah para ulama dipaksa
untuk menerimanya jika para ulama tidak mau maka dijatuhi hukuman berat
bahkan ada yang sampai dijatuhi hukuman mati. Tindakan golongan Mu'tazilah
ini dikenal dengan istilah mihnah.
Dengan problema-problema yang muncul yang telah penulis paparkan di
atas, setelah mundurnya posisi firqah Mu‟tazilah, maka lahirlah teologi baru
dalam dunia islam yang dibangun oleh Abu Hasan Al-Asy‟ari yaitu firqah
ahlussunnah waljamaah.
Jadi, apa hubungan firqah ahlussunnah waljamaah ini dengan eksistensi
pondok pesantren? Eksistensi adalah keberadaan, misalnya usaha apa yang
dilakukan oleh manusia untuk mengaktualisasikan dirinya agar tetap eksis pada
kebaikan, apa yang manusia itu lakukan. Menurut hemat penulis, bahwa pondok
pesantrenlah yang mengaktualisasikan dan menjadi sarana dalam penyebaran
islam ahlussunnah waljamaah, pesantren sebagai wadah pencetak generasi-
generasi sebagai pendakwah islam guna untuk mempertahankan dan mengajarkan
ajaran-ajaran agama islam.
Bahkan, Sejarah membuktikan dengan real bahwa pondok pesantren itu
menjadi lembaga pendidikan tertua islam di Nusantara. Terbukti bahwa
6

pesantrenlah yang secara historis lahir dan berkembang sejak awal masa
penyebaran Islam di Indonesia yaitu berdirinya pesantren pertama Syaikh
Maulana Malik Ibrahim sebagai pendiri pertama pesantren di tanah Jawa (M.
Hasan 2015).
Jadi, pendidikan pesantren sudah eksis jauh sebelum adanya pendidikan
madrasah. Pesantren memiliki perkembangan yang luar biasa untuk mengubah
dan memajukan perkembangan masyarakat terkait kehidupan beragama,
berbangsa dan bernegara. Hingga sampai saat ini, pesantren masih tetap menjadi
lembaga pendidikan yang favorite dimasyarakat sebagai tempat menuntut ilmu.
Pesantren merupakan suatu lembaga yang berfungsi menyebarkan agama Islam
dan mengadakan perubahan-perubahan masyarakat kearah yang lebih baik.
Pesantren memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan yang berarti
dari zaman ke zaman, generasi ke generasi melalui para santrinya untuk
memperjuangkan tegaknya nilai-nilai religius dan mentransformasikannya ke
dalam pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dengan tujuan agar kehidupan
masyarakat berada dalam keadaan yang seimbang antara aspek duniawinya dan
aspek ukhrawinya (Z 2012).
Kurikulum pesantren pada umumnya sama dengan pendidikan tradisional
di dunia Islam sekarang ini, khususnya yang bermazhab Syafii dan aqidah
Asy‟ariyah. Pada pesantren salaf, kurikulum disusun ke dalam tiga tingkatan;
Tingkatan Dasar (ula) terdiri dari aqidah, fikh, akhlak, metode membaca al-
Qur‟an. Tingkat Menengah (wustha) terdiri dari: aqidah, fikh, akhlak belajar,
nahw, dan tajwid. Pada tingkatan Menengah Atas („ulya) meliputi; aqidah, fikh,
akhlak, tasawwuf, ushul fikh, tafsir, ilmu hadits, nahw, mantiq, dan tarikh. Mata
pelajaran tersebut memakai nama kitab dan pengarangnya pada umumnya sama
(Pulungan 2020).
Di Sumatera Utara terdapat banyak pesantren, salah satunya pesantren
tertua yaitu Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru dan pondok Pesantren
Darul Ikhlas yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Kedua pondok
pesantren tersebut sangat menjaga keberadaan paham ahlussunnah waljamaah
hingga kini. Ditengah hiruk-pikuknya pondok pesantren yang mengajarkan aliran
7

sesat, seperti pondok pesantren Al-Zaitun yang berlokasi di Indramayu, Jawa


Barat yang dipimpin oleh Panji Gumilang pada 13 Agustus 1996. Kemudian,
banyaknya ulama yang mengaku ahlusunnah waljamaah padahal bukan, maka
point nya adalah mengapa Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru Dan
Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal masih eksis dengan
mengajarkan/menjaga/mengaktualisasikan paham ahlussunnah waljamaah itu
pada para santrinya.
Pondok pesantren musthafawiyah purba baru yang didirikan oleh syekh
musthafa husein sekaligus pemimpin pertama yang didirikan pada tahun 1912.
Kini pondok pesantren itu dipimpin oleh cucunya yaitu H. Musthafa Bakri
Nasution. Secara geografis, pesantren ini terletak di desa Purbabaru Kecamatan
Lembah Sorik Merapi dan dahulu Kecamatan Kotanopan wilayah Mandailing
Sumatera Utara (Wahid 2010). Visi pondok pesantren musthafawiyah purba baru
adalah Visi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba baru Kecamatan
Lembah Sorik Marapi provinsi Sumatera Utara adalah : “Kompetensi dibidang
ilmu, Mantap pada Keimanan, Tekun dalam Ibadah. Ihsan setiap saat, Cekatan
dalam berpikir, Terampil pada urusan Agama, Panutan di tengah masyarakat”
(Salamuddin 2019).
Selanjutnya, pondok pesantren darul ikhlas yang juga berada di kabupaten
mandailing natal, jaraknya dari pesantren musthafawiyah purba baru 7,8 km yaitu
waktu 15 menit. Pesantren darul ikhlas ini didirikan pada tahun 1987. Masih
belum lama seperti pesantren musthafawiyah purba baru, namun pesantren ini
juga pesantren salafiyah. Letak geografis pesantren darul ikhlas berada di dalan
lidang kec. Panyabungan, kabupaten mandailing natal. Visi dari pesantren darul
ikhlas ini adalah menjadikan sebuah lembaga yang membawa islam dengan ajaran
yang benar pada masyarakat yang beriman, berilmu, beramal sholeh dan
berakhlak mulia sesuai dengan al-quran dan hadis rasulullah saw.
Observasi pada tanggan 17 Juni 2023 pada hari sabtu, penulis melakukan
small interview dengan salah satu guru tua pondok pesantren yaitu ayah Arda Bili
Batubara, beliau mengatakan “eksistensi yang dilakukan pondok pesantren yaitu
melalui ajaran-ajaran para guru/kyai baik di dalam ruang formal maupun di
8

nonformal. Dan beliau juga menambahkan membuat kegiatan keagamaan supaya


ajaran islam tetap terpahamkan bagi santri dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan.
Selanjutnya, secara bersamaan pada tanggal yang sama yakni pada tanggal
17 juni 2023 pada hari sabtu, penulis observasi ke pondok pesantren darul ikhlas
dan melakukan small interview dengan salah satu kyai yang beralamat di Gunung
Tua yaitu ayah Muhammad Yusri yang mengajar mata pelajaran Tauhid, beliau
mengatakan bahwa “eksistensi yang dilakukan pondok pesantren tersebut yaitu
mensyiarkan benar-benar ajaran ahlussunnah waljamaah kepada santrinya, baik
melalui kegiatan dimasa pembelajaran di dalam kelas dan diluar kelas”.
Setelah penulis melakukan observasi dan small interview, penulis masih
menyimpulkan kegiatan eksistensi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purba Baru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas di Mandailing
Natal dalam menjaga paham ahlussunnah waljamaah berbeda, yang membuat
perbedaan itu adalah metode dari kyai-nya dalam memberikan arahan dan
bimbingan kepada para santrinya.
Maka, Eksistensi ahlussunnah waljamaah sangat penting dilakukan
disetiap kalangan umat islam terutama di pondok pesantren, sebab kini banyak
sekali ajaran atau golongan lain yang mengaku-ngaku ahlusunnah waljamaah
padahal bukan. Selain itu juga, banyak ulama yang menyimpang yang mengakui
ahlussunnah waljamaah tapi nyatanya tidak. Selanjutnya, banyak literatur di sosial
media tentang kajian keagamaan, jadi generasi sekarang harus dijaga dengan ketat
agar tidak berguru kepada guru yang ajarannya menyimpang.
Dari penjelasan dan referensi yang sudah penulis paparkan di atas, maka
penulis tertarik untuk meneliti secara lebih dalam lagi tentang : “Eksistensi
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru dan Pondok Pesantren Darul
Ikhlas di Mandailing Natal dalam Menjaga Paham Ahlussunnah
Waljamaah”.
9

B. Fokus Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas,
maka identifikasi masalahnya yang dijadikan bahan penelitian, yakni:
1. Pondok pesantren menjadi peran penting dalam eksistensi firqah ahlussunnah
waljamaah, sehingga dapat memperkuat ketauhidan santri.
2. Munculnya pondok pesantren yang tidak mengajarkan ahlussunnah
waljamaah.
3. Banyak tokoh yang mengaku ahlussunnah padahal bukan.

C. Batasan Masalah Penelitian


Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak begitu meluas, penulis
membatasi permasalahan. Maka dalam hal ini yang menjadi batasan masalahnya
adalah: penulis lebih mengarahkan penelitian ini kepada ahlussunnah waljamaah
yang mengarahkan kepada ketauhidan. Sebab ahlusunnah waljamaah itu banyak
sekali pembahasannya dan ketauhidan sesuai dengan pembahasan dalam ilmu
ushuluddin, disebut illahiyat yaitu kepercayaan (I‟tiqad) yang bertalian dengan
ketuhanan.
Maka, Fokus masalah yang akan dibahas penulis yaitu terkait dengan
Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Dan Pondok Pesantren
Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga Paham Ahlussunnah Wal
Jamaah dalam aspek tauhid.

D. Rumusan Masalah Penelitian


1. Bagaimana Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah Dan Pondok
Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga Paham
Ahlussunnah Wal Jamaah?
2. Bagaimana Peran Guru Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Dan
Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga Paham
Ahlussunnah Wal Jamaah?
10

3. Apa saja Tantangan Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Dan


Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga Paham
Ahlussunnah Wal Jamaah?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru
Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga
Paham Ahlussunnah Wal Jamaah.
2. Untuk mengetahui Peran Guru Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru
Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga
Paham Ahlussunnah Wal Jamaah.
3. Untuk mengetahui apa saja Tantangan Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purbabaru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam
Menjaga Paham Ahlussunnah Wal Jamaah.

F. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat diharapkan mampu menghimpun dan memperluas
informasi tentang Eksistensi Pondok Pesantren Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purbabaru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing
Natal Dalam Menjaga Paham Ahlussunnah Wal Jamaah, sehingga menjadi
salah satu acuan dan rujukan dalam penelitian dan pengembangan keilmuan
dibidang kepesantrenan dan keagamaan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi kalangan pondok
pesantren agar tetap semangat dalam mencetak generasi umat islam yang
beriman dan taat kepada Allah swt dalam upaya berdakwah.

G. Sistematika Pembahasan Penelitian


Agar mendapatkan penggambaran yang nyata, lebih utuh, dan ada
keterpaduan pada penelitian yang akan dilakukan, padaumumnya sistematika
pembahasan dapat dibagi dalam lima bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari: latar belakang masalah, fokus penelitian,
11

rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan


sistematika pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI, terdiri dari deskripsi teori yang pertama
membahas tentang pengertian eksistensi, pondok pesantren musthafawiyah
purbabaru, pondok pesantren darul ikhlas, mandailing natal dan firqah
ahlussunnah waljamaah.
BAB III METODE PENELITIAN, yang dibangun dari metode dan
pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan dan perekaman data, teknik analisis data, serta teknik
penjaminan keabsahan data.
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian terdiri dari temuan
umum, temuan khusus, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
DESKRIPSI TEORI

A. Kerangka Teori
1. Pengertian Eksistensi
Eksistensi adalah hal berada atau keberadaan (Pendidikan 2012).
Eksistensi berasal dari bahasa inggris yaitu excitence, dan dari bahasa latin
existere yang artinya muncul, ada, timbul, memilih keberadaan yang aktual.
Eksistensi diartikan sebagai keberadaan, keadaan, adanya (Anwar 2003).
Eksistensi adalah apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas (ada), dan
segala sesuatu (apa saja) yang ada didalam menekankan bahwa sesuatu itu
ada. Menurut Abidin Zaenal, Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis,
suatu yang menjadi atau mengada.
Hal ini sama seperti kata exsistere, yang artinya keluar dari,
melampaui atau mengatasi (Abidin n.d.). Jadi eksistensi tidak besifat kaku
dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau
sebaliknya mengalami kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam
mengkatualisasikan potensi-potensi didalamnya.
Jadi menurut hemat penulis, bahwa eksistensi adalah cara manusia
dalam mengaktualisasikan dirinya atau potensi-potensi yang ada di dalamnya,
agar keberadaannya dapat membuatnya memiliki arti atau berarti. Maka disini
dapat dilihat bahwa dengan eksistensi ini manusia dapat berperan aktif dalam
segala hal untuk menentukan hakikat keberadaan dirinya di dunia sehingga
manusia dapat terdorong untuk selalu beraktifitas sesuai dengan pilihan
mereka dalam kehidupannya dan berani dalam menghadapi berbagai
tantangan dunia di luar dirinya. Eksistensi yang dimaksud penulis adalah
eksistensi dalam mempertahankan ajaran ahlussunnah waljamaah di Pondok
Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas
yang ada di Kabupaten Mandailing Natal.

12
48
13
2. Pondok Pesantren
Nama Pesantren disebut dengan istilah “pondok” dalam bahasa
arabnya “Funduq” yang artinya asrama. Pesantren berasal dari kata santri
yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang artinya tempat. Jika
digabung menjadi pesantren yang artinya tempat para santri (Ma‟unah 2009).
Menurut Ensiklopedi Islam, istilah pesantren atau santri berasal dari bahasa
Tamil yang berarti "pengajar mengaji". Namun, ada sumber lain yang
menyebutkan bahwa asal-usul kata tersebut adalah dari bahasa India Shastri,
yang berasal dari akar kata shastra yang memiliki makna "buku-buku suci",
"buku-buku agama", atau "buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dewan
Redaksi 2002).
Pesantren, lembaga pendidikan terkuno di Indonesia, telah
berkembang sejak berabad-abad yang lalu. Setiap pesantren minimal
memiliki lima komponen utama, yaitu kyai, santri, pondok, masjid, dan
pengajaran ilmu-ilmu agama. Di institusi pendidikan ini, kegiatan belajar-
mengajar dilakukan sepanjang waktu, baik siang maupun malam, di bawah
bimbingan kyai (Daulay 2004).
Seperti yang dipahami, ajaran di pondok pesantren berlandaskan pada
ajaran Islam, yang dijelaskan melalui keyakinan dan moral ahlussunnah wal
jamaah serta diterapkan melalui peraturan fiqih. Ajaran pondok pesantren,
yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia (khususnya
kaum muslim), terutama mencakup ajaran fiqih yang memiliki pengaruh
signifikan dalam kehidupan sosial mereka melalui norma-norma normatif
yang ada. (Yafie 1994).
Oleh karena itu, pesantren memiliki potensi yang signifikan dalam
memfasilitasi penyebaran dan perluasan pemahaman Islam yang benar,
memajukan dakwah, serta mempromosikan proses enkulturasi (pembentukan
budaya). Hal ini memungkinkan umat atau masyarakat untuk terus menerima
bimbingan dan pengetahuan dari guru-guru di pesantren tersebut.
Pondok pesantren memiliki beberapa elemen pokok, yang meliputi:
a. Kyai/Guru
13
14

Kyai adalah figur sentral dalam pondok pesantren, berperan sebagai guru
dan pendidik utama. Gelar ini diberikan karena kyai memiliki tugas
penting dalam memberikan bimbingan, arahan, serta pendidikan kepada
santri-santri. Kyai juga menjadi teladan bagi santri dalam proses
pengembangan diri, walaupun umumnya mereka memiliki beberapa
asisten seperti ustadz atau santri senior. Kyai umumnya merupakan
pendiri dan pemimpin pesantren, dikenal sebagai individu muslim yang
berpengetahuan luas, mempersembahkan hidupnya sepenuhnya untuk
jalan Allah dengan mendalami dan menyebarkan ajaran Islam melalui
kegiatan pendidikan. (Zamaksari Dhofier 2020).
Berdasarkan pemahaman tersebut, menurut pandangan penulis,
kyai adalah individu yang bertanggung jawab dalam membimbing,
mengelola, dan memandu operasional lembaga pendidikan pondok
pesantren. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa lembaga
pendidikan tersebut sesuai dengan kebutuhan santri, guru, dan
masyarakat di sekitarnya, dengan mengikuti perkembangan zaman.
Selain itu, kyai juga memiliki peran sebagai pendorong motivasi
untuk mengembangkan kepercayaan diri, keberanian, dan ketenangan
batin melalui pendekatan spiritual kepada Allah. Kyai juga berfungsi
sebagai pembimbing dalam membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai
spiritual yang diamanahkan dalam ajaran agama Islam (S. A. Lubis
2007).
b. Santri
Istilah santri dalam konteks pesantren mencerminkan dorongan
untuk memperoleh pengetahuan yang dimiliki oleh individu yang
memimpin pesantren (M. Bahri Ghazal 2021). Pesantren yang memiliki
jumlah santri dari berbagai wilayah mencerminkan pengaruh dan
relevansi nasional, sementara pesantren yang jumlah santrinya lebih lokal
menunjukkan pengaruh yang terbatas pada tingkat regional karena
mayoritas santri berasal dari lingkungan terdekat.
15

Ketika memasuki pesantren, seorang santri muda akan mengalami


suatu struktur sosial yang lebih fleksibel, di mana keterlibatan mereka
dalam kehidupan keagamaan dan pembelajaran di pesantren sangat
tergantung pada kemauan pribadi. Berdasarkan tempat tinggal mereka,
santri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Santri Mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh
dan menetapkan di dalam kompleks pesantren.
2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekitar pesantren dan biasannya tidak menetap di dalam kompleks
pesantren.
c. Kurikulum
Iskandar menyampaikan bahwa kurikulum adalah “rencana
pendidikan yang disiapkan oleh lembaga pendidikan untuk para siswa”.
Pernyataan ini menggambarkan makna kurikulum, dan akan diuraikan
definisinya lebih dulu di sini. Kurikulum merupakan salah satu alat dari
suatu institusi pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Ini adalah
panduan materi yang dianggap efektif dan efisien untuk menyampaikan
tujuan dan mengoptimalkan perkembangan sumber daya manusia, yaitu
santri. Tujuan pendirian pondok pesantren adalah mempersiapkan santri
agar menjadi individu yang paham ilmu agama yang diajarkan oleh kyai
terkait dan mampu mengamalkannya dalam masyarakat, atau dengan kata
lain, menjadi da‟i. (Yasmadi 2020).
Dengan mempertimbangkan peran dan fungsi vital pondok
pesantren dalam pembangunan, maka sebagai lembaga pendidikan agama
Islam, pondok pesantren akan lebih efektif dalam melaksanakan
fungsinya jika sistem dan metode pendidikan atau pengajaran dapat
mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi modern,
serta dinamika masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum di pondok
pesantren seharusnya mengikuti kebutuhan masyarakat dan peran santri,
salah satunya sebagai mubaligh. Untuk memenuhi kebutuhan ini, pondok
pesantren perlu melakukan pembinaan terhadap kader da'i agar santri siap
16

untuk menyebarkan ilmunya di masyarakat. Sebelum membahas


kurikulum, perlu dijelaskan tipe pondok pesantren. Secara umum,
Mastuhu menjelaskan bahwa pondok pesantren terbagi menjadi dua tipe,
yaitu pondok pesantren Salaf dan pondok pesantren khalaf (modern).
Berdasarkan kurikulum atau sistem pendidikan yang dipakai,
pesantren mempunyai tiga jenis, yaitu:
1) Pesantren Tradisional (salāf)
Pondok pesantren ini mempertahankan struktur tradisionalnya
dengan mengajarkan kitab-kitab yang dikarang oleh ulama abad ke-15
menggunakan bahasa Arab. Metode pengajaran yang digunakan
mengadopsi sistem halaqah atau mangaji tudang yang diadakan di
dalam masjid. Inti dari pendekatan pengajaran halaqah adalah
menghafal, dan dalam metodologi ini, tujuannya adalah menciptakan
santri yang mampu menguasai dan memiliki pengetahuan. (Mastuhu
n.d.). Ini mengimplikasikan bahwa perkembangan ilmu tidak
mengarah ke kemajuan penuh ilmu, tetapi hanya terbatas pada apa
yang diajarkan oleh kyai. Kurikulum sepenuhnya diatur oleh kyai
sebagai pengasuh pondok.
Kurikulum pesantren “salaf” yang berstatus sebagai lembaga
pendidikan informal memusatkan pembelajarannya pada kitab-kitab
klasik, mencakup: tauhid, tafsir, fiqh, usul fiqh, tasawuf, bahasa Arab
(nahwu, sharaf, balaghoh, dan tajwid), mantik, dan akhlak.
Implementasi kurikulum pendidikan di pesantren ini disesuaikan
dengan kompleksitas ilmu atau konten yang dijelaskan dalam kitab.
Oleh karena itu, terdapat tingkat pemahaman awal, menengah, dan
tingkat lanjut. Dalam metode pembelajaran pesantren 'salaf', terlihat
kesesuaian dengan metode sorogan dan bandongan yang lebih
berfokus pada ilmu-ilmu agama tanpa penekanan pada keterampilan
yang mendukung. (Yasmadi 2020).
2) Pesantren Modern (khalaf atau asri)
17

Pondok pesantren ini adalah evolusi dari jenis pesantren


karena pendekatannya cenderung memadukan sistem belajar klasik
dan meninggalkan metode belajar tradisional. Penerapan metode
belajar modern terlihat terutama dalam penggunaan kelas-kelas
pembelajaran, baik dalam format madrasah maupun sekolah.
Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum nasional. (M. Bahri
Ghazal 2021). Para kyai berperan sebagai koordinator dan guru di
kelas selama proses pembelajaran. Dibandingkan dengan sekolah dan
madrasah, porsi pendidikan agama Islam dan bahasa Arab lebih
dominan sebagai bagian dari kurikulum lokal.
3) Pesantren Komprehensif
Jenis pesantren ini adalah kombinasi dari sistem pendidikan tradisional
dan modern. Pembelajaran diarahkan dengan menggunakan kitab
kuning dan menerapkan metode sorogan, bandongan, dan wetonan,
khususnya diadakan pada malam hari setelah salat Magrib dan Subuh.
Sementara proses pembelajaran dengan sistem klasikal dilaksanakan
pada pagi hingga siang, seperti halnya di madrasah atau sekolah
umum. Ketiga jenis pesantren ini memberikan gambaran bahwa
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dapat
beradaptasi dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Kegiatan
pendidikan di pesantren bertujuan untuk mencapai perubahan positif
baik secara individual maupun kolektif. Perubahan ini mencakup
peningkatan pemahaman terhadap agama, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Santri juga diberdayakan dengan pengalaman dan
keterampilan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia.
3. Sejarah Singkat Pondok pesantren Muthafawiyah Purba Baru
Ponpes Musthafawiyah, yang lebih populer dengan nama Pesantren
Purba Baru, didirikan pada tanggal 12 November 1912 oleh Syeikh Musthafa
bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily. Pesantren ini berlokasi di
sepanjang jalan lintas Medan-Padang, Desa Purbabaru, Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia. Pada awalnya, pesantren ini
18

didirikan di Desa Tanobato, Kabupaten Mandailing Natal. Namun, karena


Tanobato mengalami banjir bandang pada tahun 1915, Musthafawiyah
dipindahkan oleh pendirinya ke Desa Purba Baru, di mana ia berdiri hingga
sekarang. Sang pendiri dan pengasuh pertama, yang menghabiskan 13 tahun
belajar ilmu agama di Makkah, meninggal pada November 1955.
Kepemimpinan pesantren kemudian diambil alih oleh anak lelakinya yang
tertua, H. Abdullah Musthafa (Salamuddin 2019).
Pada tahun 1960, fasilitas belajar semi-permanen mulai dibangun.
Pada tahun 1962, ruang belajar yang dibangun dari sumbangan orang tua
santri berupa sekeping papan dan selembar seng dari masing-masing orang,
ditambah dengan tabungan H. Abdullah Musthafa Nasution. Pembangunan
ini diresmikan oleh Jenderal Purnawirawan Abdul Haris Nasution. Para santri
laki-laki diberdayakan untuk membangun pondok tempat tinggal mereka
sendiri. Ribuan pondok tersebar di Desa Purbabaru, menciptakan
pemandangan unik di sepanjang jalan lintas Sumatera. Durasi pendidikan di
pondok pesantren ini berlangsung selama 7 tahun (Salamuddin 2019).
Dalam masa pesantrennya yang telah berlangsung selama lebih dari
satu abad, tepatnya 105 tahun, saat ini Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purbabaru memiliki jumlah santri laki-laki sebanyak 8.968 orang, santri
perempuan sebanyak 4.638 orang, dengan total keseluruhan mencapai 13.624
orang. Santri tersebut berasal dari berbagai provinsi di Pulau Sumatra dan
Jawa, termasuk Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Papua, Kepulauan
Natuna, Kalimantan Barat, dan bahkan dari negara tetangga, yaitu Malaysia.
Syekh Musthafa Husein Nasution merupakan pendiri utama Pondok
Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, dan ia memimpin pesantren ini dari
tahun 1912 hingga 1955. Selama kepemimpinannya, jumlah santri mencapai
490 orang dengan 9 kelas. Setelah wafatnya Syekh Musthafa Husein,
kepemimpinan pesantren diambil alih oleh anaknya, H. Abdullah Musthafa
Nasution.
19

H. Abdullah Musthafa Nasution memimpin Pondok Pesantren


Musthafawiyah Purbabaru dari tahun 1955 hingga 1995. Selama periode ini,
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru mengalami perkembangan pesat
di berbagai sektor, termasuk peningkatan jumlah santri dan pembangunan
fasilitas. Santri yang belajar di pesantren ini pada masa tersebut berasal dari
seluruh provinsi di Sumatera, sebagian Jawa, Timor-Timur, bahkan dari
negara tetangga seperti Malaysia dan Arab Saudi. Jumlah santri dan fasilitas
selama kepemimpinan beliau mencakup 8.500 santri, 74 ruang kelas, 50
asrama putri, dan adanya perpustakaan.
Setelah H. Abdullah Musthafa Nasution berpulang, kepemimpinan
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru dilanjutkan oleh adik kandung
beliau, yaitu Drs. H. Abdul Kholik Nasution. Abdul Kholik Nasution juga
merupakan anak dari Syekh Musthafa Husein Nasution, pendiri Pondok
Pesantren Musthafawiyah Purbabaru. Beliau memimpin Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purbabaru mulai tahun 1995 hingga 2003. Jumlah santri pada
masa kepemimpinan beliau adalah sebanyak 6.300 orang, dengan fasilitas
berupa 77 ruang kelas, 50 kamar asrama putri, 1 perpustakaan, 2 masjid, 1
koperasi, dan 1 ruang kantor (Batubara 2012).
Mulai tahun 2003 hingga saat ini, kepemimpinan Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purbabaru diteruskan oleh H. Mustafa Bakri Nasution, cucu
dari Pendiri Pondok Pesantren Musthafawiyah. Ia adalah putra dari H.
Abdullah Musthafa Nasution, pimpinan kedua. Mustafa Bakri Nasution
meneruskan peran ayahandanya dengan berusaha sebaik mungkin untuk
memajukan Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru di berbagai aspek.
Pembangunan awal berfokus pada peningkatan kesejahteraan guru,
santri, dan fasilitas-fasilitas pendukung untuk memajukan pendidikan. Ia
memimpin Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru sejak tahun 2003
hingga saat ini. Jumlah santri dan fasilitasnya adalah sebagai berikut:
(Batubara 2012)
No Sarana /prasarana Jumlah Keterangan
1 Santri 13.624 orang Dihitung pada akhir jabatannya
20

2 Ruang belajar 110 lokal 3 lokal telah dipugar


3 Ruang asrama putri 43 kamar
4 Perpustakaan 1 unit
5 Masjid 2 unit
6 Koperasi 1 unit
7 Ruang kantor 1 unit
8 Ruang asrama putra 18 kamar
9 Rombel 173 kelas
10 Pondok santri laki- 1.114 unit
laki

a. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Musthafawiyah


Visi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba baru
Kecamatan Lembah Sorik Marapi provinsi Sumatera Utara adalah :
“Kompetensi dibidang ilmu, Mantap pada Keimanan, Tekun dalam
Ibadah. Ihsan setiap saat, Cekatan dalam berpikir, Terampil pada
urusan Agama, Panutan di tengah masyarakat”.
Misi Pondok Pesantren Musthafawiyah:
1) Melanjutkan dan melestarikan apa yang telah dibina dan
dikembangkan oleh pendiri Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purba baru Syekh H. Musthafa Husein Nasution untuk
menjadikan Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba baru
sebagai salah satu lembaga pendidikan yang dihormati dalam
upaya mencapai kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat, dengan
tetap solid menganut faham Ahlus sunnah wal Jamaah (Madzhab
Syafi‟i).
2) Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan baik
pengetahuan umum khususnya pengetahuan agama terutama
yang menyangkut iman, islam, akhlakul karimah dan berbagai
ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan.
3) Secara serius melatih peserta didik agar mampu membaca,
21

mengartikan dan menafsirkan serta mengambil maksud dari kitab-


kitab kuning ( Kitab-kitab keislaman yang berbahasa Arab).
4) Secara bertanggung jawab membimbing dan membiasakan
peserta didik dalam beribadah, berdzikir dan menerapkan
akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari baik didalam
maupun diluar lingkungan Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purbabaru.
5) Dengan kejelian menggali, mengembangkan minat dan bakat
peserta didik sehingga mereka memiliki keterampilan (life skill)
sesuai dengan kebijakan dan kemampuan sekolah dengan
sungguh-sungguh dan kerkesinambungan membangun
kepribadian peserta didik sehingga mereka diharapkan
mempunyai kepribadian yang tangguh, percaya diri, ulet, jujur,
bertanggung jawab serta berakhlakul karimah, dengan demikian
mereka akan dapat menyikapi dan menyelesaikan setiap
permasalahan hidup dan kehidupan dengan tepat dan benar.
6) Secara berkesinambungan menanamkan dan memupuk jiwa
patriotisme peserta didik kepada bangsa dan negara, tanah air,
almamater terutama sekali terhadap agama.
b. Motto Dan Tujuan
Motto:

‫ِ ا٘ت٘ا اىعيٌ دزجاث‬ٝ‫ِ اٍّ٘ا ٍّنٌ ٘اىر‬ٝ‫سفﻊ ﷲ اىر‬ٝ


Artinya : “Allah akan Meninggikan derajat orang-orang
yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu
beberapa derajat”.
Tujuan :
Mencetak Ulama yang berakhlakul karimah berdasarkan ahlus
sunnah wal jama‟ah yang ber mazhab Syafi‟i.
c. Tenaga kependidikan
1) Guru Dan Pegawai Tingkat Aliyah
22

NO Guru / Pegawai Lk Pr Jlh Ket


1 Guru 16 32 48
2 Pegawai 4 3 7
Jumlah 20 35 55

2) Guru dan Pegawai Tingkat Tsanawiyah


NO Guru / Pegawai Lk Pr Jlh Ket
1 Guru 77 46 123
2 Pegawai 4 1 5
Jumlah 81 47 128

d. Siswa
Kela Tingkat Rombel Santri Ket
s LK PR LK PR JLH
JLH
I Tsanawiyah 33 18 51 1.574 754 2.328
II Tsanawiyah 31 16 47 1.410 730 2.140
III Tsanawiyah 27 17 44 1.223 824 2.047
IV Tsanawiyah 25 13 40 1.076 857 1.933
V Aliyah 12 9 21 679 519 1.198
VI Aliyah 9 8 17 615 470 1.085
VII Aliyah 7 6 13 468 302 770
JLH 144 91 235 7.045 4.456 11.501

Keterangan : Rombel yang seharusnya di butuhkan untuk rombel


kapasitas sedang adalah 224 rombel, Mengingat jumlah local yang tersedia
kurang memadai, sehingga jumlah santri / santriyati perlokal di
maksimalkan hingga ada yang berjumlah 50 s/d 60 orang, Sehubungan
dengan jumlah santri /santriyati dan rombel yang ada di bandingkan
23

dengan jumlah local yang tersedia, maka waktubelajar terpaksa dibagi dua
kali masuk yaitu masuk pagi dan masuk sore.

e. Sarana Dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purba baru Kecamatan LembahSorik Marapi Kabupaten
Mandailing Natal sampai dengan saat ini adalah :
No Jenis Kebutuha Yang ada Kurang keterang
n an
1 Luas tanah - 11 h - Memadai
2 Yang sudah dipakai - 5h -
3 Yang belum dipakai - 6h -

No Jenis Kebutuhan Yang ada Kurang Keterang


an
Bangunan
1 Ruang belajar 224 rg 100 rg 124 rg Sangat
kurang
2 Perpustakaan 2 unit 1 unit 1 unit Memadai
3 Kantor mudir 1 rg 1 rg - Cukup
4 Kantor kepala 4 rg 4 rg - Cukup
sekolah
5 Kantor guru 5rg 5 rg - Cukup
6 Kantor administrasi 4rg 4 rg - Cukup
7 Mesjid 2 unit 2 unit - Cukup
8 Asrama putri 96 rg 53 rg 43 rg Sangat
kurang
9 Asrama putra 6 unit 1 unit 5 unit Sangat
kurang
24

10 Kamar mandi 12 rg 4 rg 8 rg Sangat


kurang
11 WC 200 rg 50 rg 150 rg Sangat
kurang
12 MCK 10 rg 4 rg 6 rg Sangat
kurang
13 Pondok santri laki- 1.500 unit 1.114 unit 386 unit Sangat
laki kurang

Laboratorium
1 Lab. Computer 4 rg 2 rg 2 rg Sangat
kurang
2 Lab. Ipa 4rg - 4 rg Sangat
kurang
3 Lab.bahasa arab 4rg 1 rg 3 rg Sangat
kurang
4 Lab. Bahasa inggris 1 rg 3 rg Sangat
kurang
5 Lab. Internet 1 rg 3 rg Sangat
kurang
Sarana dan
olahraga
1 Volley ball 20 unit - 20 unit Sangat
kurang
2 Bulu tangkis 20 unit - 20 unit Sangat
kurang
3 Tenis meja 30 unit - 30 unit Sangat
kurang
Sarana kesenian
1 Nasyid 4 set - 4 set Sangat
25

kurang
Sarana
keterampilan
1 Bengkel las 1 unit - 1 unit
2 Bengkel elektronik 1 unit - 1 unit
3 Bengkel automotif 1 unit - 1 unit

4. Pondok Pesantren Darul Ikhlas di Mandailing Natal


Pendirian pesantren baru bisa terealisasi pada tahun 1987 bertempat di
Dalan Lidang Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal( Durasi
itu Mandailing Natal sedang berasosiasi dengan Kabupaten Tapanuli Selatan).
Di atas tanah± 2 hektar persantren ini mengawali operasionalnya dengan
jumlah santri yang awal mulanya cuma 40 orang buat tahun anutan awal serta
disusul denganjumlah santri 100 orang pada tahun anutan kedua dengan
sarana kala itu cuma dengan 1 bangunan yang terdiri dari 5 ruang berlatih
serta 1 bangunan asrama sampai dikala ini jumlah pelajarnya sudah
menggapai jumlah± 1374.
Yayasan dikala ini dipandu oleh Bapak H. Amsir Alim Siregar
diperoleh bagaikan Pimpinan serta Bapak H. Abdul Juri bagaikan Sekretaris.
Sebaliknya pengurusan sekolah dipandu oleh Bapak H. Muhammad Usman
Abdullah Nst, Lc bagaikan Mudir serta Bapak Muhammad Ilyas bagaikan
Sekretaris mudir yang membawahi 2 kepala sekolah, bagus buat tingkatan
tsanawiyah ataupun aliyah.
a. Visi dan misi pondok pesantren darul ikhlas:
Visinya adalah menjadikan Pesantren Darul ikhlas menjadi
sebuah lembaga yang membawa Islam pada masyarakat yang beriman
berilmu beramal saleh dan berakhlak mulia menurut Alquran dan hadis
rasulullah saw.
Misinya yaitu:
1) mewujudkan pendidikan yang dikelola dengan menerapkan nilai-
nilai Islam yang berdasarkan Alquran dan hadis rasul saw untuk
26

diterapkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga


menjadi karakter mukmin yang beriman dan berilmu,
2) membina Insan Rabbani ke arah mencapai kebaikan dunia dan
akhirat,
3) menyelenggarakan proses pendidikan yang unggul dan mampu
memenuhi kebutuhan anak didik untuk menghasilkan lulusan yang
berilmu berkualitas Mandiri dan berakhlak mulia sehingga bisa
membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat,
4) mewujudkan sumber daya manusia khususnya guru yang amanah
dan profesional serta mempunyai komitmen dan kompetensi yang
tinggi sehingga mampu memberi yang terbaik bagi umat manusia
dan agama Allah SWT,
5) memberikan keyakinan Teguh serta mengamalkan ajaran Islam
secara benar dan konsekuen Yang berpegang pada Alquran dan hadis
Rasulullah SAW, dan
6) menumbuhkan kapasitas dan potensi siswa dan guru secara
maksimal sesuai bakat dan minatnya sehingga mampu memberi yang
terbaik untuk kemaslahatan umat.
b. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren Darul Ikhlas
1) Membina kader-kader umat yang mapan dalam semua aspek ilmu
pengetahun, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu
pengetahuan umum
2) Membenahi santriwan/wati dengan basic ajaran Islam yang moderat,
jauh dari sikap fanatisme buta dan liberalism.
3) Meluluskan santriwan/wati yang memiliki kemampuan dan kemauan
untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah dan
Rasul-Nya
4) Meluluskan santriwan/wati yang memiliki kelayakan untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Dari mulai berdirinya pada tahun 1987 sampai dikala ini jumlah
santri pondok pesantren Darul Ikhlas telah menggapai 1374 orang. Jumlah
27

ini terdiri santri buat tingakat tsanawiyah serta aliyah. Santri berawal dari
warga mandailing natal( Tapanuli Selatan serta Padang Sidempuan) serta
sekelilingnya dan pula terdapat yang berawal dari bermacam wilayah di
luar Mandailing Natal dan sekelilingnya. Ikatan orang tua santri dengan
pihak pengelola pesantren sedang bertabiat konvensional. Ikatan langsung
pada orang tua santri dicoba dengan cara kasuistik serta insidentil buat
merespon permasalahan khusus santri.
Sepanjang ini belum sempat dicoba terdapatnya pertemuan dengan
cara terencana antara orang tua santri dengan pengelola pondok dlam
hubungan buat menarangkan mengenai situasi santri ataupun kemajuan
pondok. Tetapi begitu, diakui kalau pihak orang tua santri diserahkan
akses buat bias berjumpa dengan kanak- kanak mereka buat mengenali
situasi serta kondisi mereka.
Alumni pondok pesantren Darul Ikhlas sudah menabur ke
bermacam wilayah sampai ke luar provinsi Sumatera Utara. Telah banyak
kiprah pekerjaan yang dijalani oleh alumni semacam dosen serta yang lain.
Tetapi dari beberapa pekerjaan itu, wirausaha kayaknya jadi pekerjaan
yang berkuasa dipelajari oleh para alumn. Tidak nyata apa yang jadi alibi
kokoh para alumni mengutip pekerjaan ini. Dapat jadi perihal ini
dipengaruhi oleh jiwa independensi yang kokoh yang mereka dapat
sewaktu sedang terletak di pesantren dahulu. Dikala ini badan alumni telah
tercipta dengan“ HAMDI” yang ialah abreviasi dari Gabungan Alumni
Darul Ikhlas yang diketuai oleh Muhammad Zuhdi yang dikala ini
berodomisili di Ajang. Terdapat yang menarik dari badan alumni ini di
mana badan ini dipegang oleh alumni yang kebanyakan sedang
berkedudukan mahasiswa.
Sepertinya badan alumni ini lebih bagaikan alat komunikasi untuk
para alumni yang berawal dari pondok pesantren Darul Ikhlas sepanjang
mereka menempuh perkuliahan di Ajang. Asumsi ini terus menjadi kokoh
sebab kala ditanya kedudukan serta partisipasi alumni kepada pondok
pesantren Darul Ikhlas nyatanya kedudukannya sedang terbatas pada
28

dorongan data serta pendampingan untuk adik- adik mereka yang baru
berakhir serta mau meneruskan perdidikan ke tahapan perguruan tinggi.

c. Struktur Organisasi Pengelola Pesantren Pondok pesantren Darul Ihklas


Struktur organisasi pengelola Pesantren Darul Ihklas
mengindikasikan bahwa pesantren ini berada di bawah naungan Yayasan
Al-Ikhlas. Secara keseluruhan, struktur Pesantren Darul Ihklas meliputi
Pembina, yang pada awalnya adalah pendiri yayasan, pengurus yayasan,
dan pengelola pendidikan yang di bawah koordinasi seorang Mudir.
Mudir memiliki tanggung jawab terhadap kepala sekolah di MTs dan
Madrasah Aliyah. Pembina memiliki peran sebagai arahan dan pengawas
yayasan.
Pengurus yayasan memiliki tanggung jawab untuk menyediakan
fasilitas dan infrastruktur di Pondok Pesantren Darul Ihklas, merancang
program, dan mengawasi manajemen pesantren. Di sisi lain, unit
pendidikan bertanggung jawab untuk memastikan kelancaran kegiatan
belajar mengajar di Pondok Pesantren Darul Ikhlas. Saat ini, Yayasan
dikepalai oleh Bapak H. Amsir Saleh Siregar sebagai Ketua dan Bapak
H. Abdul Hakim sebagai Sekretaris. Sementara itu, kepemimpinan
sekolah dipegang oleh Bapak H. Muhammad Usman Abdullah Nst, Lc
sebagai Mudir dan Bapak Muhammad Ilyas sebagai Sekretaris Mudir
yang mengawasi dua kepala sekolah, baik di tingkat tsanawiyah maupun
aliyah.
Yayasan ini bukanlah yayasan keluarga, sehingga anggota
pengurusnya berasal dari latar belakang yang berbeda. Yayasan memiliki
otoritas dan wewenang yang signifikan terkait dengan kebijakan dan
pengelolaan aset pesantren. Pengelola sekolah hanya memiliki
kewenangan dan tanggung jawab terhadap aspek-aspek yang terkait
dengan proses pembelajaran. Selain itu, seluruh hal lain menjadi
tanggung jawab dan kewenangan yayasan.
29

Hal yang sama berlaku untuk aset pesantren. Semua aset dikelola
sepenuhnya di bawah kontrol yayasan. Yayasan mengurus seluruh
pendapatan dan aset yang dimiliki, termasuk yang berasal dari wakaf.
Tidak ada entitas atau bagian yang khusus dibentuk untuk bertanggung
jawab dan mengelola harta atau aset pesantren yang berasal dari wakaf.
d. Tenaga Pendidik dan Santri
Keadaan Ustadz dan Tenaga Kependidikan Saat ini jumlah guru
(ustadz/ustadzah) yang ada di pondok pesantren Darul Ihklas berjumlah 78
(tujuh puluh delapan) orang dengan kriteria pendidikan Madrasah
Aliyah/Sekolah Menengah Atas berjumlah 23 (dua puluh tiga) orang,
Sarjana strata satu (S1) berjumlah 54 (lima puluh empat) orang dan strata
dua (S2) berjumlah 1 (satu) orang. Sedangkan jumlah tenaga
kependidikannya berjumlah 5 (lima) orang dengan kualifikasi pendidikan
MA/SMA. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Keadaan Santri Dari mulai berdirinya pada tahun 1987 hingga saat
ini jumlah santri pondok pesantren Darul Ihklas sudah mencapai 1374
orang. Jumlah ini terdiri santri untuk tingakat tsanawiyah dan aliyah.
Santri berasal dari masyarakat mandailing natal (Tapanuli Selatan dan
Padang Sidempuan) dan sekitarnya serta juga ada yang berasal dari
berbagai daerah di luar Mandailing Natal dn sekitarnya. Hubungan wali
santri dengan pihak pengelola pesantren masih bersifat konvensional.
Hubungan langsung kepada wali santri dilakukan secara kasuistik dan
insidentil untuk merespon masalah-masalah tertentu santri.
Sejauh ini belum pernah dilakukan adanya pertemuan secara
terjadwal antara wali santri dengan pengelola pondok dlam kaitan untuk
menjelaskan tentang kondisi santri maupun perkembangan pondok.
Namun demikian, diakui bahwa pihak wali santri diberikan akses untuk
bias bertemu dengan anak-anak mereka untuk mengetahui kondisi dan
keadaan mereka.
e. Sarana dan Prasarana
30

Keadaan Sarana dan Prasarana Pesantren Saat ini pondok pesantren


Darul Ikhlas memiliki sejumlah gedung yang terdiri dari gedung kantor
administrasi, perpustakaan, ruang kelas untuk belajar, mesjid (musholla)
untuk putra dan putri, laboratorium komputer dan bahasa, koperasi dan
asrama.
Khusus untuk asrama, saat ini gedung untuk asrama berjumlah 3
gedung asrama putri yang terdiri dari 18 kamar dan 2 gedung untuk asrama
putra yang terdiri dari 12 kamar. Di samping itu gedung asrama tersebut
juga terdapat pondok-pondok kayu yang masih juga digunakan sebagai
tempat tinggal (asrama) khususnya untuk santri putra.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua fasiltas gedung telah
tersedia walaupun masih perlu ada penambahan gedung seperti gedung
untuk asrama putri yang saat ini masih berjumlah 18 kamar dengan ukuran
8x7 m dengan penghuni rata-rata 30 orang perkamar. Perlu dijelaskan
bahwa sebagian dari gedung-gedung tersebut dibangun dengan dana wakaf
seperti perpustakaan yang merupakan wakaf dari Bapak H. Pandapotan,
gedung kantor yang merupakan wakaf dari Bapak H. Abdul Manaf Siregar
dan Musholla putri adalah wakaf dari Istri Bapak H. Abdul Manaf Siregar.
5. Ahlussunnah Waljamaah
a. Pengertian Ahlussunnah waljamaah
Ahlussunnah waljamaah yaitu gabungan dari beberapa kata yaitu:
ahl assunnah dan ahl al-jama‟ah (Alhafidz 2013). Dalam bahasa Arab,
kata ahl berarti “pemeluk aliran/mazhab” (ashab al-mazhabi). Jika kata
tersebut dikaitkan dengan aliran/madzhab. Kata al-Sunnah sendiri
disamping mempunyai arti al-hadits, juga berarti “perilaku”, baik terpuji
maupun tercela. Kata ini berasal dari kata sannan yang artinya “jalan”
(Munawir 2013).
Ahlussunnah adalah umat atau individu yang mengikuti dengan
konsisten semua jejak dan langkah yang berasal dari Nabi Muhammad
saw. dalam hal ini ada juga yang menyebutnya generasi salaf yaitu
generasi yang paling awal ada dari para sahabat, tabi‟in dan tabi‟ut tabi‟in.
31

kemudian ada lagi yang menyebutnya kholaf yaitu generasi yang datang
kemudian (Hasan 2005). Dr. Jalal M.Musa mengatakan, bahwa istilah
ahlussunnah wal jamaah ini menjadi rebutan banyak kelompok, masing-
masing kelompok membuat klaim bahwa dialah ahlussunnah waljamaah.
(Hasan 2005). Selanjutnya mengenai definisi al-Sunnah, secara umum
dapat dikatakan bahwa al-Sunnah adalah sebuah istilah yang menunjuk
kepada jalan Nabi SAW dan para sahabatnya, baik ilmu, amal, akhlak,
serta segala yang meliputi berbagai segi kehidupan.
Maka, berdasarkan keterangan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa ahl al-Sunnah dapat diartikan dengan orang-orang yang mengikuti
sunah dan berpegang teguh padanya dalam segala perkara yang Rasulullah
saw dan para sahabatnya berada di atasnya (Ma ana „alaihi wa ashabi),
dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari Qiamat. Seseorang
dikatakan mengikuti al-Sunah, jika ia beramal menurut apa yang
diamalkan oleh Nabi saw berdasarkan dalil syar‟i, baik hal itu terdapat
dalam al-Qur‟an, dari Nabi saw, ataupun merupakan ijtihad para sahabat
(Herman 2021).
Dalam perkembangan selanjutnya, jika Ahl al-Sunnah adalah
penganut sunah Nabi saw dan al-Jama‟ah adalah penganut paham sahabat-
sahabat Nabi saw, maka ajaran Nabi saw dan para sahabatnya yang sudah
termaktub dalam al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Saw secara terpencar-pencar
dan belum tersusun secara teratur, kemudian dikodifikasikan
(dikonsepsikan secara sistematis) oleh Abu Hasan al-Asy‟ari (lahir di
Bashrah tahun 324 H dan meninggal pada usia 64 tahun).
Pada periode Ashab al-Asy‟ari inilah, Ahl al-Sunnah wa al-
Jama‟ah mulai dikenal sebagai suatu aliran dalam Islam. Hal ini dipelopori
oleh al-Baqillani, al-Baghdadi, al-Juwaini, al-Ghazali, al-Syahrastani, dan
al-Razi. Meskipun demikian, mereka tidak secara tegas membawa bendera
Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah sebagai mazhab (Munawir 2013).
Dalam sumber lain diterangkan bahwa, Ahl al-Sunnah dikenal luas
dan populer sejak adanya kaum Mu‟tazilah yang menggagas rasionalisme
32

dan didukung oleh penguasa Bani Abbasiyah. Sebagai madzhab


pemerintah, Mu‟tazilah menggunakan cara-cara kekerasan dalam
menghadapi lawan-lawannya. Aliran ini memaksa para pejabat dan tokoh-
tokoh agama untuk berpendapat tentang kemakhlukan al-Qur‟an.
Akibatnya, aliran ini melakukan mihnah (inquisition), yaitu ujian akidah
kepada para pejabat dan ulama. Materi pokok yang diujikan adalah
masalah al-Qur‟an. Tujuan al-Makmun melakukan mihnah adalah
membebaskan manusia dari syirik (Nawawi 2014).
Jumlah ulama yang pernah diuji sebanyak 30 orang dan diantara
ulama yang melawannya secara gigih adalah Ahmad bin Hanbal. Kegiatan
tersebut akhirnya memunculkan term Ahl al Sunnah Wa al-Jamaah. Aliran
Mu‟tazilah yang menjadi lokomotif pemerintahan tidak berjalan lama.
Setelah khalifah al-Makmun wafat, lambat laun aliran Mutazilah menjadi
lemah seiring dengan dibatalkannya sebagai madzhab pemerintahan oleh
al-Mutawakkil (Munawir 2013).
Selanjutnya, para fuqaha dan ulama yang beraliran Sunni dalam
pengkajian akidah menggantikan kedudukan mereka, serta usaha mereka
didukung oleh para ulama terkemuka dan para khalifah. Selain itu, istilah
“Ahlussunnah wal Jama‟ah” tidak dikenal pada zaman Nabi SAW,
pemerintahan al-Khulafa‟ ar-Rasyidin, dan pada zaman pemerintahan Bani
Ummayah (41-133 H/ 611-750 M). Istilah ini pertama kali dipakai pada
masa Khalifah Abu Jafar al-Mansur (137-159 H/ 754-775 M) dan Khalifah
Harun ar-Rasyid (170-194 H/ 785-809 M), keduanya berasal dari Dinasti
Abbasiyah (750 M-1258 M). Istilah Ahlussunnah wal Jama‟ah semakin
tampak pada zaman pemerintahan Khalifah al-Makmun (198-218 H/ 813-
833 M) (Imam Muhammad Abu Zahrah 1996).
Mengenai pengertian Ahlussunnah wal Jama‟ah, KH. Hasyim
Asyari sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama memberikan tasawwur
(gambaran) tentang Ahlussunnah wal Jamaah, sebagaimana ditegaskan
dalam al-Qanun al-Asasi. Menurut KH. Hasyim Asyari, paham
Ahlussunnah wal Jamaah versi Nahdlatul Ulama yaitu suatu paham yang
33

mengikuti Abu Hasan AlAsyari dan Abu Mansur al-Maturidi, dalam


teologi mengikuti salah satu empat madzhab fiqih (Hanafi, Maliki, Syafii,
dan Hanbali) dan mengikuti al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi dalam
tasawuf (Imam Muhammad Abu Zahrah 1996).
b. Karakteristik Ahlussunnah waljamaah
Prinsip dan karakter Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah moderat
(tawassuf). Kemoderatan itu dapat diaplikasikan dalam tiga bidang ajaran
Islam. Pertama, bidang tauhid adalah keseimbangan antara penggunaan
dalil aqli dengan dalil naqli, yaitu dalil aqli dipergunakan dan ditempatkan
dibawah dalil naqli, berusaha memurnikan dari segala akidah dari luar
Islam, dan tidak tergesa-gesa menjatuhkan vonis musyrik dan kafir pada
mereka yang belum memurnika akidah.
Kedua, bidang syariah adalah selalu berpegang pada al-Qur‟an dan
Sunnah Nabi dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat
dipertanggungjawabkan dan melalui jalur yang wajar, masalah yang
bersifat qat‟i dan sarih tidak ada intervensi akal, dan masalah yang bersifat
zanni dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Ketiga, bidang tasawuf adalah menganjurkan riyadah dan
mujahadah yang sesuai dengan prinsip ajaran Islam, mencegah sikap
ekstrim yang menjerumuskan pada penyelewengan akidah dan syari‟ah,
dan berpedoman pada akhlak yang luhur diantara dua sikap ekstrim
(tatarruf (Nawawi 2014).
c. Doktrin serta Tokoh-tokoh Ahlussunnah wal Jama‟ah
Kata “Ahlussunnah” banyak dipakai setelah munculnya aliran
Asy‟ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran
Mu‟tazilah. (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar 2010). Kala itu, serangan
Mu‟tazilah terhadap para fuqaha dan muhaditsin semakin gencar. Tak
seorang pun pakar fiqih yang populer atau pakar hadits yang luput dari
serangan itu. Suatu serangan dalam bentuk pemikiran disertai penyiksaan
fisik dalam suasana al-Mihnah (inquisition). Akibatnya timbul kebencian
34

masyarakat terhadap mereka yang berkembang menjadi permusuhan.


Ketika berkuasa, Al-mutawakkil menjauhkan pengaruh Mu‟tazilah dari
pemerintahan. Sebaliknya, dia mendekati lawan-lawan mereka dan
membebaskan para ulama (Imam Muhammad Abu Zahrah 1996).
Hingga pada sekitar akhir abad ke-3, muncul dua tokoh yang
menonjol, yaitu Abu Al-Hasan Al-Asyari di Bashrah dan Abu Mansur Al-
Maturidi di Samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan
terhadap Mu‟tazilah, meskipun sedikit banyak mereka mempunyai
perbedaan.
Dalam sumber lain dinyatakan bahwa, pada waktu aliran
Mu‟tazilah timbul dalam bidang aqidah dengan pendapat-pendapatnya
yang bercorak rasionalis dan dengan tidak segan-segan menolak hadits-
hadits yang berlawanan dengan ketentuan akal pikiran atau mena‟wilkan
ayat-ayat mutasyabihat, maka timbullah aliran lain yang tetap memegangi
dan mempertahankan hadits-hadits yang ditolak oleh aliran Mu‟tazilah,
yang aliran tersebut terkenal dengan nama “Ahl al-Sunnah” dan yang ingin
mengikuti jejak ulama salaf dalam menghadapi nash-nash mutasyabihat.
Salah satu contoh di antara ulama tersebut adalah Imam Malik bin
Anas, yang mengatakan tentang ayat “ar-rahman „alal-„arsyistawa”
(Tuhan bertempat di Arsy), bahwa arti bertempat sudah jelas, tetapi
caranya tidak diketahui. Iman akan bertempatnya Tuhan wajib, tetapi
menanyakannya adalah suatu bid‟ah. Pendirian tersebut juga menjadi
pendirian Imam Ahmad bin Hanbal, Sufyan at-Tsauri, Dawud bin az-
Zahiri dan lain-lain. Mereka tidak memperkuat pendiriannya tersebut
dengan Ilmu Kalam, sebagaimana yang diperbuat oleh ulama-ulama salaf
berikutnya, seperti al-Harits bin Asad al-Muhasibi, yang memakai Ilmu
Kalam.
Setelah mereka semua datanglah Imam Al-Asyari, yang setelah
mengadakan perdebatan dengan gurunya terkait masalah tentang Shalah
dan Ashihah (baik dan terbaik), menyatakan penggabungan diri dengan
golongan salaf dan memperkuat paham-paham mereka dengan alasan-
35

alasan Ilmu Kalam dalam bentuk yang lebih nyata. Pikiran-pikiran Al-
Asyari tersebut oleh pengikut-pengikutnya disebut dengan paham
“Ahlussunnah wal Jama‟ah” (Novan Ardy Wiyana 2013).
d. I‟tiqad Firqah Ahlussunnah Waljamaah
I‟tiqad Firqah Ahlussunnah Waljamaah yang telah disusun oleh
Imam Abu Hasan al-Asy‟ari, terbagi atas beberapa bagian, yaitu:
1) Tentang Ketuhanan
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa Allah swt itu ada.
Allah memiliki sifat keindahan (Jamal), kebesaran (Jalal) dan
kesempurnaan (kamal). Namun yang wajib diketahui oleh manusia
yang sudah baligh dan berakal yaitu 20 sifat yang wajib (mesti ada)
pada Allah swt dan 20 sifat yang mustahil pula (tidak mungkin ada)
pada Allah dan 1 sifat yang boleh ada atau boleh tidak ada pada Allah.
Adapun sifat yang wajib itu adalah:
a) Wujud, yang berarti ada, mustahil tiada
Bukti dari adanya Allah swt adalah adanya alam yang kita tempati
ini. Begini Firman Allah dalam al-Qur‟an surah az-Zumar ayat 4.
Artinya: “amat suci ia, ia tuhan yang esa lagi gagah”.
b) Qidam, yang berarti tidak berpermulaan adaNya, mustahil ia
berpermulaan adaNya.
Karena jikalau Allah swt itu berpermulaan maka samalah ia
dengan makhluk dan kalau ia sama dengan makhluk maka ia
bukanlah Tuhan. Sesuai dengan firman Allah swt surah al-Hadid
ayat 3, begini:
Artinya: “ialah Tuhan yang tidak berpermulaan adaNya
dan pula tidak berkesudahan ada-Nya, ialah yang lahir
wujudNya. Ia-lah yang tersembunyi (Zat-Nya) dan ia tahu tiap-
tiap sesuatu”.
c) Baqa, yang berarti kekal
Allah swt akan kekal selama-lamanya mustahil akan lenyap. Jika
Allah swt bisa lenyap (habis) maka siapa yang menjadi Tuhan
36

selanjutnya? Hal ini juga sesuai dengan firman Allah swt dalam
surah al-Qashas ayat 88,begini:
Artinya: “Segala sesuatu akan lenyap, kecuali Zat-Nya”.
d) Mukhalafatu Lilhawadisi, yang berarti Tuhan berlainan dengan
sekalian mahkluk, mustahil ia serupa dengan makhluknya.
Jikalau tuhan serupa dengan makhluk, maka ia bukanlah tuhan.
Karena tuhan itu maha besar, maha tinggi, dengan segala
keagunganNya. Sesuai dengan Firman dalam al-Qur‟an surah as-
Syura ayat 11.
Artinya: “Tiada yang menyerupainya suatu juga ia
mendengar tapi melihat”.
e) Qiyamuhu binafsihi, yang berarti bahwa allah berdiri sendiri tidak
butuh pertolongan, mustahil ia membutuhkan pertolongan orang
lain. Dalil untuk sifat ini sesuai dengan firman Allah swt surah al-
Ankabut ayat 6.
Artinya: “Bahwasanya allah tidak membutuhkan makhluk”.
f) Wahdaniyah, yang berarti esa, mustahil ia terbilang banyak.
Jadi tuhan itu maha tunggal, sifat ini sesuai dengan firman Allah
surah al-Baqarah ayat 163.
Artinya: “Dan tuhanmu adalah tuhan yang esa, tiada tuhan
selain dia, pengasih dan penyayang”.
g) Qudrat, yang berarti kuasa, mustahil allah lemah.
Dalil sifat ini sesuai dengan firman allah surah al-ahzab ayat 72
Artinya: dan adalah allah atas tiap-tiap suatu kuasa.
h) Iradah, yang berarti menetapkan sesuatu menurut kehendaknya,
mustahil ia tidak menurut kehendaknya dan mustahil ia dipaksa
oleh kekuatan lain untuk melakukan sesuatu. Dalil sifat ini sesuai
dengan firman Allah surah al-Qashas ayat 68
Artinya: “Dan tuhanmu menjadikan apa yang ia mau dan yang ia
kehendaki”.
37

i) Hayat, yang berarti hidup, mustahil ia mati.


Sesuai dengan firman Allah swt surah al-Baqarah ayat 255
Artinya: “Tiada tuhan selain ia yang hidup dan tegak”.
j) Sama‟, yang berarti mendengar, mustahil ia tuli.
Tuli itu termasuk sifat kekurangan, jadi tidak masuk akal
jika tuhan mempunyai sifat kekurangan. Dalil sifat ini sesuai
dengan surah as-Syura ayat 11
Artinya: “Dan ia mendengar lagi melihat”.
k) Bashar, yang berarti melihat, mustahil ia buta
Sesuai dengan firman Allah surah as-Syura di atas ayat 11.
l) Kalam, yang berarti berkata, mustahil ia bisu
Dalil sifat ini sesuai dengan firman Allah surah an-Nisa ayat 163
Artinya: “Dan berkata-kata tuhan dengan musa sebenar berkata-
kata”.
m) Kaunuhu qadiran, yang berarti tetap selalu dalam keadaan
berkuasa, mustahil ia dalam keadaan lemah
n) Kaunuhu muridan, yang berarti tetap dalam keadaan
mengkehendaki, mustahil ia dalam keadaan tidak mengkhendaki.
o) Kaunuhu „aliman, yang berarti tetap selalu dalam keadaan yang
tahu, mustahil ia tidak mengetahui.
p) Kaunuhu hayyan, yang berarti tuhan tetap selalu dalam keadaan
hidup, mustahil tuhan itu keadaan mati
q) Kaunuhu sami‟an, yang berarti tuhan tetap selalu dalam keadaan
mendengar, mustahil ia dalam keadaan yang tuli
r) Kaunuhu bashiran, yang berarti tuhan tetap selalu dalam keadaan
melihat, mustahil ia dalam keadaan buta.
s) Kaunuhu mutakalliman, yang berarti tuhan tetap selalu dalam
keadaan berkata, mustahil ia bisu.
Kaum ahlussunnah waljamaah harus yakin dengan sifat Allah
tersebut, dengan begitu berarti kita sudah membayarkan yang bertalian
dengan I‟tiqad tentang ketuhanan. Kemudian, sifat yang “harus” bagi
38

Tuhan, yang artinya boleh ada dan boleh tidak ada. Hal ini sesuai
dengan firman Allah swt surah al-Isra ayat 54

َ َ ‫ظ ْي َْٰ َل‬
ٌَْ ِٖ ْٞ َ‫عي‬ َ ٌَْ ‫ُعَ ِرّ ْب ُن‬َْٝ ‫َشَأ‬َُِٝ‫ ْس َح َْ ُن ٌْ َأَ ْٗ َإ‬َٝ َْ ‫َشَأ‬َُِٝ‫َّزب ُن ٌْ َأ َ ْعيَ ٌُ َ ِب ُن ٌََْۖإ‬
َ ‫َۚٗ ٍَا َٓأ َ ْز‬
ً ‫َٗ ِم‬
َ‫َل‬ٞ
Artinya: “kalau ia mengkehendaki ia boleh mengasihi kamu, dan
kalau ia tidak mengkehendaki maka ia boleh pula
menghukum kamu”.
Selanjutnya, Tuhan juga memiliki nama-nama yang baik.
Dalam ajaran ahlussunnah, nama-nama Tuhan tidak boleh dibuat-buat
atau diada-dakan oleh manusia, tetapi harus yang diterangkan oleh
Nabi. Berikut nama-nama Allah ada 99 yang kita tahu yaitu:
Dari Abi Hurairah beliau berkata: Bersabda Rasulullah saw:
"Bahwasanya Tuhan Allah mempunyai 99 nama; barangsiapa
menghafal semuanya akan dimasukkan ke dalam syurga. 1. Allah
(Tuban); 2. Ar Rahman (Pengasih); 3. Ar Rahiim (Penyayang); 4. Al
Malik (Pemilik semua yang ada); 5. Al Quddus (Bersih suci tak
bercacat); 6. As. Salam (Penyelamat); 7. Al Mu'min (Pemberi
keamanan bagi hambanya); 8. Al Muhaimin (Yang menyatakan diri-
Nya Esa;. 9. Al 'Aziz (Gagah tak terka- lahkan); 10. Al Jabbar (Kuat
dan Gagah); 11. Al Mutakabbir (Besar-gagah); 12. Al Khalik
(Pencipta makhluk); 13. Al Bari (Pembikin makhluk); 14. Al
Mushawwir (Pembentuk makhluk); 15. Al Gaffar (Pengampun dina
16. Al Qahhar (Gagah perkasa); 17. Al Wahhab (Pemberi); 18. Ar
Razaq (Pemberi rezki); 19. Al Fatah (Pembuka pintu rahmat); 20. Al
'Alim (Tabu segala-gala); 21. Al Qabidh (Penaban); 22. At Basith
(Pemberi rezk dengan mudah); 23. Al Khafidh (Yang menurunkan);
24. Ar Rafi'i (Yang mengangkat); 25. Al Mu'iz (Yang memberi
kemuliaan); 26. Al Mudzil (Yang memberi kehinaan); 27. Al Sami'i
(Yang mendengar); 28. Al Bashir (Yang melibat); 29. Al Hakam
(Bijaksana); 30. Al 'Adi (Adil); 31. Al Latbif (balus) 32. Al Khabir
39

(Yang mengetahui yang tersembunyi); 33. Al Halim (Penyantun); 34.


Al 'Adzim (Besar): 35. Al Gafur (Pengampun); 36. As Syukur
(Pemberi upab);37. Al Ali (Tinggi); 38. Al Kabiir (Besar):39. Al
Hafidz (Pemelihara); 40. Al Muqiit (Pemberi makanan); 41. Al Hasib
(Penghi- tung);. 42. Al Jalil (Bersifat kebesaran); 43. Al Karim (Yang
mulia); 44. Ar Raqib (Yang mengamat-amati);. 45. Al Mujib (Yang
memperkenankan doa); 46. Al Wasi'i (Yang luas ilmu-Nya); 47. Al
Hakim (Yang pintar); 48. Al Wadud (Penyayang); 49. Al Majid (Yang
paling mulia); 50. Al Ba'its (Yang membang. kitkan); 51. Al Syahid
(Yang menghadiri seluruhnya); 52. Al Haqqu (Yang tetap ada); 53. Al
Wakil (Yang mengurus pekerjaan hamba-Nya); 54. Al Qawi (Kuat);
55. Al Matiin (Kukuh-kuat); 56. Al Wali (Yang menjaga makhluk);
57. Al Hamid (Yang dipuja); 58. Al Muhshi (Yang menghitung); 59.
Al Mubdi (Yang menciptakan); 60. Al Mu'id (Yang menghidupkan
kembali); 61. Al Muhyi (Yang menghidupkan); 62. Al Mumit (Yang
mematikan); 63. Al Hayu (Yang hidup); 64. Al Qayyum (Yang tegak);
65. Al Wajib (Yang memberi sesuatu);. 66. Al Majid (Yang besar
keadaan-Nya); 67. Al Wahid (Tunggal; 68. Al Shamad (Yang dituju);
69. Al Qadir (Yang Kuasa); 70. Al Muqtadir (Yang Kuasa); 71. Al
Muqaddimu (Yang mendahulukan); 72. Al Muakhiru (Yang
mengemudiankan); 73. Al Awwal (Yang qadim tak berpermulaan);
74. Al Akhir (Yang baqa selama-lamanya); 75. Al Zhahir (Yang
memperlihatkan wujudnya dengan tanda-tanda-Nya); 76. Al Bathin
(Yang tersembunuyi Zat-Nya); 77. Al Wali (Yang menguasai
seluruhnya); 78. Al Muta'ali (Yang bersih dari sekalian sifat
kekurangan);. 79. Al Barru (Yang banyak kebaikan. Nya). 80. Al
Tawab (Penerima taubat); 81. Al Muntaqinz (Yang menghukum; siapa
yang patut dihukum); 82. Al 'Afuwu (Yang memberi maaf siapa yang
patut dima'afkan); 83. Ar Rauf (Besar kasih sayang-Nya); 84. Al
Malikulmulki (Raja sekelian raja); 85. Dzul Jalali wal ikram
(Mempunyai kebesaran dan kemuliaan); 86. Al Muqsith (Yang
40

memperhatikan orang teraniaya); 87. Al Jami'i (Penghimpun makhluk


hari kiamat); 88. Al Gani (Yang Kaya raya); 89. Al Mughniyu (Yang
mengayakan); 90. Al Mani'i (Yang melarang); 91. Ad Dharru (Yang
memberi mudharat); 92. An Nafi' (Banyak memberi manfaat); 93. An
Nur (Pemberi cahaya); 94. Al Hadi (Pemberi petunjuk); 95. Al Badi'i
(Yang mengadakan sesuatu); 96. Al Baqi (Yang kekal selama-
lamanya); 97. Al Warits (Yang kekal sesudah semuanya habis); 98. Ar
Rasyid (Yang cerdik-cendekia); 99. As Shabur (Penyantun, tak
terburu- buru). (Hadits riwayat Imam Tirmidzi, lihat Kitab Shahih
Tirmidzi juzu' XIII halaman 37-42).
2) Tentang Malaikat-malaikat
Umat islam di dalam firqah ahlussunnah waljamaah meyakini
bahwa ada makhluk halus, yang tercipta dari nur (cahaya) namanya
malaikat. Malaikat itu adalah makhluk halus yang taat pada allah
mengerjakan perintah-perintah Allah swt. Malaikat yang wajib kita
ketahui dan kita yakini ada 10 malaikat,yaitu:
a) Malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu, seperti
wahyu yang disampaikan oleh nabi muhammad saw di gua hira.
b) Malaikat Mikail yang bertugas atas kesejahtraan umat seperti
menurunkan hujan, soal air dan tanah.
c) Malaikat Israfil yang bertugas persoalan akhirat seperti meniup
sangkakala.
d) Malaikat Izrail yang bertugas dalam persoalan mencabut nyawa
setiap makhluk.
e) Malaikat Munkar-Nankir yang bertugas menanyai manusia di
alam kubur tentang semasa hidup
f) Malaikat Raqib dan Atid yang bertugas mencatat perbuatan baik
dan buruknya manusia
g) Malaikat Malik yang bertugas menjaga neraka
h) Malaikat Ridwan yang bertugas menjaga surga
41

3) Tentang Kitab-kitab Suci


Umat islam dalam firqah ahlussunnah waljamaah meyakini
bahwa ada kitab suci yang diturunkan tuhan kepada rasulnya untuk
disampaikan kepada para umat manusia. Berikut kitab yang wajib
diyakini ada 4 yaitu:
a) Kitab suci Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as
b) Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as
c) Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as
d) Kitab al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
4) Tentang Rasul-rasul
Umat islam dalam firqah ahlussunnah waljamaah meyakini
rasul-rasul yang diutus Allah swt. Sesudah Nabi Muhammad saw
tidak adalagi nabi selanjutnya. Nabi dan rasul yang wajib kita ketauhi
ada 25, yaitu:
Nabi Adam as, Nabi Idris as, Nabi Nuh as, Nabi Hud as, Nabi
Saleh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Luth as, Nabi Ismail as, Nabi Ishak
as, Nabi Ya‟qub as, Nabi Yusuf as, Nabi Ayub as, Nabi Syuaib as,
Nabi Musa as, Nabi Harun as, Nabi Zulkifli as, Nabi Daud as, Nabi
Sulaiman as, Nabi Ilyas as, Nabi Ilyasa as, Nabi Yunus as, Nabi
Zakaria as, Nabi Yahya as, Nabi Isa as Dan Nabi Muhammad Saw.
5) Tentang Hari Akhirat
Umat islam dalam firqah ahlussunnah waljamaah meyakini
adanya hari kiamat (yaumul akhir). Surga dan neraka tidak akan
lenyap sudah pasti kekal. Umat islam ahlussunnah waljamaah wajib
meyakini:
a) Setiap orang akan mati apabila umurnya sudah habis. Umur itu
sudah ada jangkanya oleh Tuhan. Kalau datang ajal semuanya
mesti mati, tidak terlambat satu detikpun dan juga tidak ter-
dahulu. la mati sesuai dengan ajalnya.
b) Setelah mati lantas dikubur dalam tanah. Dalam kubur di tanyai
oleh malaikat Munkar dan Nakir tentang siapa Tuhan, siapa Nabi,
42

siapa Imam, dan lain-lain sebagainya. Orang-orang yang sudah


mati dan telah sempurna dikuburkan, lantas diberi oleh Tuhan
perasaan kembali, sehingga ia tahu soal-soal yang dihadapkan
kepadanya. Orang-orang yang tidak baik jawabannya akan disiksa
dalam kubur. Kaum Ahlussunnah mempercayai adanya siksa
kubur.
c) Kemudian apabila hari telah kiamat dan semuanya sudah mati
maka seluruh orang dihidupkan kembali oleh Tuhan dengan suara
nafiri (terompet) dari malaikat Israfil, lalu semuanya kumpul di
padang mahsyar
d) Sesudah itu ditimbang dosa dan pahala, ditimbang mana yang
berat dan mana yang banyak. Hari itu dinamakan "Hari berhisab".
e) Sekalian orang melalui titian Sirathalmustaqim yang
dibentangkan di atas neraka.
f) Sekalian orang-orang saleh (yang baik-baik) langsung masuk
syurga, tetapi orang-orang yang durhaka akan tergelincir dan
jatuh masuk neraka.
g) Orang kafir kekal dalam neraka, tetapi orang Islam yang berbuat
dosa dan sampai mati tak pernah taubat maka orang itu masuk
neraka buat sementara. Dan setelah selesai hukumannya mereka
akan dikeluarkan dari neraka.
h) Yang di dalam surga dan neraka kekal selama-lamanya.
6) Tentang Qadha dan Qadar
Menurut paham ahlussunnah waljamaah, qadha adalah
ketetapan tuhan pada azal tentang sesuatu. Seperti kita telah
ditetapkan jadi orang indonesia itu adalah qadha. Itu yang tak bisa
diubah, kemudian kita terlahir di indonesia itu namanya qadar/takdir.
Jadi, firqah ini harus meyakini segala apa yang terjadi padanya karena
takdir dan kehendak allah swt.
Pembagian yang 6 tersebut telah sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad saw,
43

Artinya: “Maka beritahulah kami (hai Rasulullah) tentang


iman” nabi muhammad menjawab: engkau mesti percaya kepada
adanya Allah, Malaikat-malaikatnya, Kitab-kitabnya, rasul-rasulnya,
hari kiamat,dan qadha dan qadar (nasib baik dan nasib jelek)”
(Siradjuddin Abbas 2021).

B. Kajian Penelitian yang Relevan


Untuk menghindari adanya duplikasi dari hasil penelitian serta untuk
mengetahui arti pentingnya penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan
dokumentasi dan kajian atas hasil penelitian yang pernah ada pada persoalan yang
hampir sama. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan sebagai tinjauan pustaka
adalah hasil-hasil penelitian tentang Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purbabaru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam
Menjaga Paham Ahlussunnah Waljamaah.
Sepanjang sepengetahuan penulis, penelitian yang secara khusus yang
mengkaji Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Dan Pondok
Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal Dalam Menjaga Paham Ahlussunnah
Waljamaah belum ada yang sama persis. Namun demikian ada beberapa karya
tulis yang dapat ditelaah kajiannya sebagai berikut:
1. Skripsi yang ditulis oleh akbar Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Universitas
Islam Negeri (Uin) Alauddin Makassar Yang Berjudul : Eksistensi Pondok
Pesantren Tradisional Dalam Pembangunan Masyarakat Di Era Globalisasi
Di Kelurahan Jalanjang Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba.
Hasil penelitian ini yaitu: penelitian ini membahas kondisi bermaksud
mengetahui kondisi demikian secara mendalam dan komprehensif tentang
bagaimana Eksistensi Pondok Pesantren Tradisional dalam Pembangunan
Masyarakat di Era Globalisasi di Kel. Jalanjang Kec. Gantarang Kab.
Bulukumba, dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan historis.
Adapun metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan jenis
44

penelitian deskriptif dengan melakukan pengumpulan data dan analisa data.


(Akbar 2011).
2. Jurnal pendidikan agama islam yang ditulis oleh sadali yang berjudul:
Eksistensi Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam. Hasil penelitian ini
yaitu Lembaga pendidikan Islam di pesantren merupakan landasan dan pilar
terpenting dalam membangun peradaban Islam di Indonesia. Pondok
pesantren dikenal sebagai benteng ummat Islam dan pusat penyebaran Islam
serta kemajuan umat Islam. Sebagai lembaga keagamaan, pendidikan dan
sosial, pesantren harus dilestarikan dan dikembangkan agar dapat melahirkan
intelektual muslim yang berkualitas dan berakhlak mulia.
Pesantrenlah yang menentukan masyarakat Islam dan berperan paling penting
bagi penyebaran Islam hingga ke pelosok desa. Pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam sudah menjadi suatu hal yang perlu untuk ditingkatkan
dalam berbagai hal, agar dapat menjadi alternatif sistem pendidikan di masa
depan dan dapat berperan dalam menciptakan dukungan sosial bagi
perkembangan pendidikan Islam.(Sadali n.d.)
3. Jurnal pendidikan agama islam yang ditulis oleh Ricky Satria W. yang
berjudul: Eksistensi Pesantren Dan Kontribusinya Dalam Pendidikan
Karakter. Hasil penelitian ini yaitu: pesantren tetap men jadi primadona
masyarakat dalam membendung derasnya arus globalisasi dan budaya budaya
barat yang menggurita. Sehingga prospek pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam kedepan masih tetap cerah dan dibutuhkan. Pesantren telah
menerapkan pendidikan karakter dan secara konsisten mampu membentengi
setiap pribadi santri terhadap derasnya budaya Barat yang masuk ke
Indonesia (W n.d.).

C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori diatas, ada beberapa Eksistensi Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purba Baru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing
Natal Dalam Menjaga Paham Ahlussunnah Waljamaah, eksistensi tersebut adalah:
45

1. Pendidikan islam
Prof. Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan
pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi
dalam masyarakat Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku
manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian
tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreatifitas manusia
dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta.
Dilain pihak Dr. Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan
pengertian pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong,
serta mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang
tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Maka dapat penulis kita simpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha
yang dilakukan oleh pendidik untuk menumbuh kembangkan potensi manusia
agar dapat mencapai kesempurnaan penciptaannya sehingga manusia tersebut
dapat memainkan perannya sebagai makhluk tuhan yang beriman, berilmu
dan berakhlakul karimah (Hidayat 2004).
2. Guru/kyai
Kyai adalah orang yang memiliki ilmu agama (Islam) plus amal dan
akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Saiful Akhyar Lubis,
menyatakan bahwa “Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren,
maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma
sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di salah satu
pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot
karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang telah wafat itu”
(Hamdan Rasyid 2007). Di pesantren, kyai adalah panggilan oleh santri untuk
gurunya, seorang gurulah yang membimbing santri,memberi arahan dan
memberikan pelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (natural setting).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan secara alami untuk
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
atau perilaku yang diamati. (Sani 2022).
Penulis melakukan penelitian naturalistik dengan pendekatan deskriptif
kualitatif, yang berarti data dari orang atau pelaku yang dapat diamati digunakan
dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan, mempersiapkan,
dan mencoba mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan judul yang ingin
penulis teliti untuk memberikan gambaran yang jelas tentang eksistensi pondok
pesantren Musthafawiyah purbabaru dan pondok pesantren darul ikhlas di
mandailing natal dalam menjaga paham ahlussunnah waljamaah.

B. Setting Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis berlokasi didua pondok pesantren yang
ada di Mandailing Natal, yaitu Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru dan
Pondok Pesantren Darul Ikhlas.

C. Subjek dan Informan Penelitian


Subjek penelitian atau informan dalam penelitian adalah orang yang akan
memberikan informasi terkait program yang diteliti oleh penulis. Dalam penelitian
yang penulis teliti ini. Menurut Moelong Subjek Penelitian sebagai informan,
yang artinya orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi tempat penelitian (Sumiati 2015). Teknik pengambilan sampel
yang digunakan penulis yakni dengan metode purposive sampling.
Penulis mengambil sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan
sampel yang diperlukan. Ada dua kriteria pokok yang digunakan dalam pemilihan
subyek, yaitu: Pertama, kaya informasi sehingga ia akan memberikan sumbangan
pemahaman yang memadai atas peristiwa terkait eksistensi pondok pesantren
46
47

musthafawiyah purba baru dan pondok pesantren darul ikhlas di mandailing natal
dalam menjaga paham ahlussunnah waljamaah. Kedua, terjangkau dalam arti
dapat ditemui dan bersedia berbagi informasi dengan peneliti. Maka penulis
menjadikan informan penelitian yaitu: guru tauhid dan santri.

D. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Observasi
Observasi yaitu kegiatan memerhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul. Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan
tujuan dan melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti yaitu
eksistensi pondok pesantren musthafawiyah purbabaru dan pondok pesantren
darul ikhlas di mandailing natal dalam menjaga paham ahlussunnah
waljamaah (Sani 2022).
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dengan kata
lain wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to
face), ketika seseorang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian
kepada seseorang narasumber yaitu mereka yang menjadi subjek penelitian.
Wawancara dalam penelitian ini tidaklah bersifat netral, melainkan
dipengaruhi oleh kreatifitas individu dalam merespon realitas dan situasi
ketika berlangsung wawancara. Metode ini digunakan untuk mencari
informasi dari narasumber tentang eksistensi pondok pesantren
musthafawiyah purbabaru dan pondok pesantren darul ikhlas di mandailing
natal dalam menjaga paham ahlussunnah waljamaah (Saebani 2008).
Adapun teknik yang dilakukan wawancara ini adalah teknik
wawancara semistruktur (semistucture interviev) yang mana dalam
melakukan wawancara penulis membuat pedoman pertanyaan wawancara
48

untuk ditanyakan kepada narasumber namun peneliti tidak mencantumkan


jawaban alternatif dari pertanyaan wawancara tersebut. Sehingga
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan teknik wawancara
terstruktur dan narasumber juga lebih bebas dan leluasa dalam mengutarakan
pendapatnya selaras dengan praktiknya (Saebani 2008).
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu proses dalam mengumpulkan data
dengan melihat atau mencatat laporan yang sudah tersedia bersumber dari
data-data dalam bentuk dokumen mengenai hal-hal yang sesuai dengan tema
penelitian. Dokumentasi dari penelitian yang dilakukan berupa foto dari
observasi selama penelitian di Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru
Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal.

E. Pemeriksaan Keabsahan Data


Untuk memperoleh data yang akurat, maka peneliti perlu menguji
keabsahan data dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data
dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan
peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Uji
keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut (Sugiyono 2014) meliputi, uji
kredibilitas data, uji transferability, uji dependability, dan uji confirmablity.
Dalam penelitian ini digunakan uji kredibilitas data untuk menguji
keabsahan data. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi
data diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan berbagai waktu.(Sugiyono 2014)
1. Triangulasi Sumber: Pengecekkan data yang telah diperoleh melalui berbagai
sumber.
2. Triangulasi Teknik: Pengecekkan data yang dilakukan kepada data yang sama
dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dari wawancara
dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuisioner.
3. Triangulasi Waktu: Pengecekkan data dengan wawancara, observasi atau
teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Dalam penelitian ini
49

pengecekkan data dilakukan dengan cara triangulasi sumber, mengecek data


yang diperoleh dari beberapa sumber seperti wawancara dan observasi
(Sugiyono 2014).

F. Teknik Analisis Data


Analisis data yaitu proses mencari dan menyusun data yang telah
didapatkan dengan sistematis, dimulai dari data hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi sehingga nanti akan dihasilkan kesimpulan yang dapat
dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Saebani 2008). Dalam penelitian ini
analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi
hipotesis. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data
kualitatif yang digunakan meliputi : pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan atau verifikasi (Saebani 2008).
1. Pengumpulan data: Peneliti mengumpulkan data-data yang sudah diperoleh
melalui wawancara, observasi, dan catatan anekdot atau catatan hasil
observasi.
2. Redusi Data: Data hasil dari wawancara dan observasi dipilih yang sesuai
dengan fokus penelitian yaitu Eksistensi Pondok Pesantren Musthafawiyah
Purbabaru Dan Pondok Pesantren Darul Ikhlas Di Mandailing Natal dalam
menjaga paham ahlussunnah waljamaah dan membuang data yang tidak
diperlukan. Kemudian Membandingkan data dalam wawancara dan observasi,
hasil yang muncul dalam wawancara sekaligus didukung oleh hasil observasi
pada setiap subyek, itulah yang disajikan dalam temuan penelitian.
3. Kesimpulan: Setelah menyajikan data dalam temuan penelitian, kemudian
diambil sebuah kesimpulan yang akan dibahas lebih lanjut dalam
pembahasan.
52
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Dkk. 2010. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka
Setia.
Abidin, Zaenal. Analisis Eksistensi. Jakarta: PT.Raja Grafindo.
Akbar. 2011. “Eksistensi Pondok Pesantren Tradisional Dalam Pembangunan
Masyarakat Di Era Globalisasi Di Kelurahan Jalanjang Kecamatan
Gantarang Kabupaten Bulukumba.”
Alhafidz, Ahsin W. 2013. Kamus Fiqih. Jakarta: Amzah.
Anwar, Dessy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amalia.
Batubara, Arda Bili. 2012. “Profil Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru.”
Daulay, Haidar Putra. 2004. Dinamika PendidikanIslam. Bandung: Cita Pustaka
Media.
Dewan Redaksi. 2002. Ensiklopedi Islam Jilid 4. Jakarta: Ikhtiar Baru.
Hamdan Rasyid. 2007. Bimbingan Ulama; Kepada Umara Dan Umat. Jakarta:
Pustaka Beta.
Hasan, Muhammad Tholhah. 2005. Ahlussunnah Waljamaah Dalam Persepsi Dan
Tradisi NU. Jakarta: Lantabora Press.
Herman, Riki. 2021. “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Ahlussunnah
Waljamaah.” Pendidikan Agama Islam.
Hidayat, Rahmat. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Perdana Publishing.
Imam Muhammad Abu Zahrah. 1996. Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam,.
Jakarta: Logos.
Lubis, Saiful Akhyar. 2007. Konseling Islami Kyai Dan Pesantren. Yogyakarta:
eLSAq Press.
M. Bahri Ghazal. 2021. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan
Pendoman Ilmu. Jakarta: IRP Press.
M. Hasan. 2015. “Perkembangan Pendidikan Pesantren Di Indonesia.” Pendidikan
Islam 1: 55.
Ma‟unah, Binti. 2009. Tradisi Intelektual Santri Tantangan Dan Hambatan
Pesantren Di Masa Depan. Yogyakarta: Teras.
50
51

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.


Munawir. 2013. Kajian Hadits Dua Mazhab. Purwokerto: Stain Press.
Nawawi. 2014. Ilmu Kalam: Dari Teosentris Menuju Antroposentris,. Malang:
Genius Media.
Novan Ardy Wiyana. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.
Pendidikan, Departemen. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Pulungan, Abbas. 2020. Perdana Publishing PESANTREN MUSTHAFAWIYAH
PURBABARU MANDAILING Pesantren Terbesar Di Sumatera Utara
Berdiri Tahun 1912.
Purba, Hadis. 2016. Teologi Islam Ilmu Tauhid. ed. Ira Suryani. Medan: Perdana
Publishing.
Sadali. “Eksistensi Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam.” : 53–70.
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Salamuddin. 2019. Syekh Mustafa Husein Peletak Dasar Teologi Rasional. ed.
Zulfahmi Lubis. Medan: Perdana Publishing.
Sani, Ridwan Abdullah. 2022. Metodologi Penelitian Pendidikan. ed. Irfan Fahmi.
Jakarta: Kencana.
Siradjuddin Abbas. 2021. I‟tiqad Ahlussunnah Waljamaah. Jakarta: Pustaka
Tarbiyah Baru.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumiati, E. 2015. “Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mempertahankan
Kearifan Lokal.” Jurnal Upi 1–14: 61–74.
W, Ricky Satria. “EKSISTENSI PESANTREN DAN KONTRIBUSINYA.” :
197–210.
Wahid, Abdurrahman. 2010. Menggerakkan Tradisi Esei-Esei Pesantren.
Yafie, Ali. 1994. Menggagas Fiqih Sosial: Dari Sosial Lingkungan Hidup,
Asuransi, Hingga Ukhwah. Bandung: Mizan.
Yasmadi. 2020. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Ciputat Press.
Z, Arifin. 2012. “Perkembangan Pesantren Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan
Agama Islam 1.
52

Zamaksari Dhofier. 2020. Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup


Kyai). Jakarta: LP3ES.

Anda mungkin juga menyukai