Anda di halaman 1dari 15

HAKIKAT ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam


Dosen Pengampu : Dr. Budiman, M.A.

Oleh:
Meihesa Khairul Maknun
NIM: 3003223033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA. 2022/2023
PENDAHULUAN

Alam semesta merupakan anugerah luar biasa bagi umat manusia, karena
dari alam semestalah manusia hidup dan dapat menemukan tanda-tanda kebesaran
tuhannya. Membahas alam semesta berarti membahas segala hal secara
menyeluruh tentang segala aspek dan unsur kehidupan yang ada di dalamnya.
Cakupan alam semesta tidak hanya terbatas kepada alam yang tampak oleh
mata manusia (alam empirik), lebih dari itu cakupan alam semesta sampai kepada
alam yang tak terlihat oleh mata manusia, atau yang lebih dikenal dengan alam
ga>ib (alam nonempirik). Hal ini didasari pada tradisi Islam yang mengatakan
bahwa segala sesuatu selain Allah adalah alam. Hal ini menegaskan bahwa semua
ciptaan Allah adalah termasuk kedalam cakupan alam semesta.
Memahami hakikat alam semesta menjadi suatu hal yang sangat penting
ketika seseorang ingin memahami secara utuh dan menyeluruh mengenai alam
semesta. Mengingat alam semesta memiliki rahasia besar di dalamnya. Dari alam
semesta kita dapat menemukan tanda-tanda keberadaan, kebesaran dan kekuasaan
Allah. Dari hal ini, kemudian kita dapat mengkorelasikan keberadaan alam
semesta dengan pendidikan Islam melalui filsafat. Dengan tanda-tanda yang
diberikan oleh alam semesta, kita dapat mengkaji pertanyaan-pertanyaan besar
yang berkembang dalam pendidikan Islam itu sendiri.
Makalah ini akan membahas tentang pengertian, proses penciptaan, tujuan
dan fungsi penciptaan, serta hakikat dan implikasi alam semesta terhadap
pendidikan Islam. Semuanya itu akan menghantarkan manusia sebagai khalifah
Allah di muka bumi untuk mengelola alam semesta dengan baik dan
menjadikannya pembelajaran untuk mencapai pendidikan Islam yang lebih baik.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Alam Semesta


Kata alam berasal dari bahasa Arab al-‘a>lam, kata ini berasal dari satu akar
yang sama dengan kata al-„ilm yang berarti ilmu atau pengetahuan dan juga
dengan kata al-‘ala>mah yang berarti penanda. Dikatakan demikian karena
keberadaan alam semesta merupakan pertanda akan keberadaan Allah sebagai
sang pencipta. Dalam bahasa Yunani, alam disebut dengan cosmos yang
meiliki arti serasi dan harmonis. Disebut demikian karena alam berada dalam
suatu keserasian dan keharmonisan yang berlandaskan pada landasan hukum-
hukum yang teratur.1 Secara filosofis, alam itu kumpulan substansi yang
tersusun dari materi dan bentuk yang ada di langit dan bumi. Alam dalam
pengertian ini adalah alam jagad raya, yang dalam bahasa Inggris disebut
universe.2
Menurut pandangan Al-Syaibani alam jagad atau natura ialah apapun
selain dari Allah Swt.3 Karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan
bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada diantara
keduanya.Tidak hanya itu, dalam perspektif Islam, alam semesta ini tidak
hanya mencakup hal-hal yang konkrit atau dapat diamati melalui pengindraan
manusia saja, tetapi mencakup juga segala sesuatu yang tidak dapat diamati
oleh pengindraan manusia. Dalam Islam, segala sesuatu selain Allah Swt,
yang dapat diamati atau didekati melalui pengindraan manusia disebut
sebagai ‘a>lam syaha>dah. Sementara itu, segala sesuatu selain Allah, yang
tidak dapat diamati atau didekati melalui pengindraan manusia disebut
sebagai ‘a>lam ga>ib.4

1
Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Para Madina, 1992), h. 289.
2
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996). h. 618.
3
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 58.
4
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam: Membangun Kerangka Ontologi Epistimologi dan
Aksiologi Praktik Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), h. 3-4.

2
Di dalam Al-Qur‟an penggunaan kata alam ditemukan dalam bentuk
jamak, yakni kata ‘a>lami>n. Kata ini diulang sebanyak 73 kali dalam 30 surah
yang berbeda. Penggunaan kata jamak ini mengandung interpretasi pemikiran
bagi manusia.5 Penggunaan kata ‘a>lami>n bisa kita interpretasikan sebagai
tanda bahwa alam semesta ini jumlahnya banyak dan beraneka ragam.
Pemaknaan ini konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah Swt yang
Ahad, Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Disamping itu, hal ini juga
merupakan penegasan terhadap konsep Islam tentang alam semesta, yaitu
segala sesuatu selain Allah Swt. Dari sisi ini, penalaran kita mengharuskan
eksisnya pluralitas alam semesta ini. karenanya dari satu sisi, alam semesta
bisa didefinisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari materi dan
bentuk yang bisa diklasifikasikan kedalam wujud konkrit (syaha>dah) dan
wujud abstrak (ga>ib). Kemudian, dari sisi lain, alam semesta bisa pula dibagi-
bagi kedalam beberapa jenis, seperti benda-benda padat, tumbuh-tumbuhan
(naba>ta>t), hewan (hayawa>na>t), dan manusia.6
Menurut Muhamad Abdu, orang Arab sepakat bahwa kata ‘a>lami>n tidak
digunakan untuk merujuk kepada segala sesuatu yang ada, seperti alam, batu
dan tanah, tetapi mereka memakai kata ‘a>lami>n untuk merujuk kepada semua
makhluk Tuhan, yang berakal, seperti alam manusia, hewan dan tumbuhan.
Sirajuddin Zar merujuk alam dalam pengertian alam semesta itu
menggunakan "as-sama>wa>t wa al-ard} wa ma> baynahuma>" yang disebutkan
dalam Al-Qur‟an sebanyak 20 kali. Kata ini mengacu kepada dua alam yaitu
alam fisik seperti manusia, hewan dan tumbuhan dan alam non fisik atau alam
gaib, seperti alam malaikat, alam jin dan alam ruh.7
Menurut Ariestoteles, alam ini terbagi kedalam dua bagian: alam langit
dan alam bumi. Seluruh alam ini bagaikan bulatan (bola) raksasa, berpusat
pada bumi dan sekitarnya hingga ke orbit bulan, yang merupakan batas alam
bumi. Sedangkan apa yang berada di atas bulan sampai ke bulatan langit

5
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Qur‟an (Jakarta:
Raja Grafindo Perkasa, 1999), h. 19.
6
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, h. 3-4.
7
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Qur‟an, h. 21.

3
pertama adalah alam langit.8 Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah. Untuk itu segala
sesuatu yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk fisik maupun metafisik
merupakan bagian dari alam semesta yang memiliki korelasi yang erat antara
satu dan lainnya,

B. Proses Penciptaaan Alam Semesta


Alam semesta diciptakan secara sengaja bukan secara kebetulan, alam
semesta tidak bersifat abadi, tetapi tercipta dalam waktu dengan sebuah titik
awal. Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran agama Islam, diturunkan kepada
manusia untuk menjelaskan hal-hal yang sulit dimengerti oleh akalnya secara
mandiri, salah satunya adalah pembahasan tentang alam semesta.
Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang proses penciptaan
alam semesta, lebih kurang 53 ayat.9 Di dalam Al-Qur‟an ada lebih dari 750
ayat yang menunjukkan kepada fenomena alam, dan manusia diminta untuk
dapat memikirkannya agar dapat mengenal tuhan melalui tanda-tanda-Nya.10
Apabila kita membaca buku tentang teori-teori modern mengenai proses
penciptaan alam semesta, maka teori Big Bang sebuah karya monumental dari
Stephen Hawking adalah salah satu literatur yang cukup pupuler. Tapi
sesungguhnya teori ini telah dikemukakan Al-Qur`an jauh empat belas abad
yang lalu. Allah Swt. berfirman:

َ ‫اْل َ ْر‬
‫ض وَ ا ٔ َ ت َا َر ت ْ م ً ا‬ ْ َٚ ‫ث‬ِ ‫ ا‬ٚ‫ا‬َ َّ َّ‫ا أ َ َّْ اٌ س‬ٚ ‫ َٓ وَ ف َ ُز‬٠ ‫ َ َز اٌ َّ ِذ‬٠ ُْ َ ٌ َٚ َ ‫أ‬
َْ ُٛ ٕ ِِ ‫ ُ ْؤ‬٠ ‫ ٍ ۖ أ َف َ ََل‬ٟ
ّ ‫ ٍء َح‬ْٟ َ‫ َج ع َ ٍْ ٕ َا ِِ َٓ اٌْ َّ ا ِء وُ ًَّ ش‬َٚ ۖ ‫ف َ ف َ ت َمْ ٕ َا ٘ ُ َّ ا‬
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?11

Jadi, ketika kita berbicara mengenai konsep terbentuknya alam semesta

8
Ahmad Fuad Al-Ahwani. Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985). h. 146.
9
Agus Purwanto, Nalar Ayat-ayat Semesta: Menjadikan al-Qur‟an Sebagai Basis Konstruksi Ilmu
Pengetahuan, (Bandung: PT. Mizan, 2012), h. 220.
10
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Alquran (Bandung: Mizan Media Utama, 2001), h.
62.
11
Q.S. al-Anbiya‟ [21]: 30.

4
kita dapat menelaahnya dari penjelasan ayat-ayat Al-Qur‟an dan melalui
teori Big Bang yang digagas oleh Stephen Hawking.
1. Proses terbentuknya alam semesta menurut Al-Qur‟an
Mengenai proses penciptaan alam semesta, Al-Qur‟an telah
menyebutkan secara gamblang mengenai hal tersebut, dan dapat
dipahami bahwa proses penciptaan alam semesta menurut Al-Qur‟an
adalah secara bertahap. Hal ini dapat diketahui melalui firman Allah
Swt. dalam Surat al-Anbiya` ayat 30:

‫ض َك انَ تَا َرتْ قً ا‬ ِ ‫الس م‬ َّ ‫ين َك فَ ُروا‬ ِ َّ


َ ‫اوات َو ْاْل َْر‬
َ َ َّ ‫أَن‬ َ ‫أ ََو ََلْ يَ َر ا ل ذ‬
‫فَ َف تَ ْق َُا ُُهَا ۖ َو َج عَ لْ َُا ِِ َن ا لْ َم اءِ ُك لَّ َش ْي ءٍ َح ٍّي ۖ أَفَ َل يُ ْْ ِِ ُُن َن‬
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?12

Pemisahan langit dan bumi dari suatu keadaan yang padu terjadi
dengan serta merta (kun fayakun) atas perintah Allah SWT sesuai
keterangan pada Surat An‟am ayat 73:

ََ ْٛ َ ٠ َٚ ۖ ِ‫ك‬ ّ ‫ض ب ِ اٌْ َح‬ َ ‫اْل َ ْر‬ ْ َٚ ‫ث‬ ِ ‫ ا‬ٚ‫ا‬َ َّ َّ‫ك اٌ س‬ َ َ ٍ ‫ َخ‬ٞ ‫ اٌ َّ ِذ‬َٛ ُ ٘ َٚ
ٟ ِ ‫ ُْٕ ف َ ُخ ف‬٠ ََ ْٛ َ ٠ ‫ه‬ ُ ٍْ ُّ ٌْ‫ ٌ َ ٗ ُ ا‬َٚ ۚ ‫ك‬
ُّ ‫ ٌ ُ ٗ ُ اٌْ َح‬ْٛ َ ‫ ُْ ۚ ل‬ٛ ُ‫ َ ى‬١ َ ‫ ُي وُ ْٓ ف‬ٛ ُ ‫ َ م‬٠
‫ ُز‬١ ِ ‫ ُُ اٌْ َخ ب‬١ ‫ اٌْ َح ِى‬َٛ ُ ٘ َٚ ۚ ِ ‫ ا د َ ة‬َٙ َّ‫ اٌ ش‬َٚ ِ‫ْ ب‬١ َ ‫ر ۚ عَ ا ٌِ ُُ اٌْ غ‬ٛ ِ ‫ص‬ ُّ ٌ‫ا‬
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan hak (benar), ketika
dia berkata “Jadilah!” maka jadilah sesuatu itu Firmanya adalah benar,
dan milik-Nyalah segala kekuasaan pada waktu sangkakala ditiup. Dan
Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang
Mahabijaksana, Mahateliti.13

12
Ibid.
13
Q.S. al-An‟am :73.

5
Al-Qur‟an juga menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta
dilakukan oleh Allah selama enam masa sesuai dengan Surat al-A‟raf
ayat 54:

ِٟ‫ض ف‬ َ ‫اْل َ ْر‬ْ َٚ ‫ث‬ ِ ‫ ا‬ٚ‫ا‬ َ َّ َّ‫ك اٌ س‬ َ َ ٍ ‫ َخ‬ٞ ‫َّللا ُ اٌ َّ ِذ‬


َّ ُُ ُ‫إ ِ َّْ ر ب َّ ى‬
َ َٙ َّ ٕ ٌ‫ْ ًَ ا‬١ َّ ٌٍ‫ ا‬ٟ
‫ار‬ َ ‫ ُغْ ِش‬٠ ‫ اٌْ ع َ ْز ِش‬ٝ َ ٍ َ‫ ع‬ٰٜ َٛ َ ‫س ت‬ ْ ‫ َّا ٍَ ث َُُّ ا‬٠َ ‫ِس ت َّ ِت أ‬
ٍ ‫َ ُِ سَ َّخ َز ا‬ٛ
‫ث‬ َ ‫ اٌ ٕ ُّ ُج‬َٚ ‫ اٌْ م َ َّ َز‬َٚ ‫س‬ َ ّْ َّ‫ اٌ ش‬َٚ ‫ ث ًا‬١ ِ ‫ط ٍ ُ ب ُٗ ُ َح ث‬ ْ َ٠
َٓ ١ ِّ َ ٌ ‫ ُ اٌْ ع َ ا‬ َّ ‫ن‬
ُّ ‫َّللا ُ َر‬ َ ‫ار‬َ َ ‫اْل َ ِْ ُز ت ت َب‬
ْ َٚ ‫ك‬ ُ ٍْ ‫ب ِ أ َ ِْ ِز ِٖ ت أ َ ََل ٌ َ ٗ ُ اٌْ َخ‬
Sungguh Tuhanmu adalah allah yang menciptakan langit danbumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam diatas „Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan)
matahari, bulan, bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci
Allah Tuhan seluruh alam.

Enam masa penciptaan langit dan bumi terdiri atas penciptaan


langit dan penciptaan bumi sendiri dilakukan secara bertahap selama
dua masa seperti diterangkan dalam Surat Fus}s}ilat ayat 9 dan 12,
sedangkan penciptaan makhluk di muka bumi dilakukan empat masa
seperti diterangkan dalam surat Fus}s}ilat ayat 10. Tahapan masa
kehidupan perkembangan makhluk di bumi di jelaskan lebih rinci pada
pembahasan pada penciptaan makhluk di bumi.Langit yang diciptakan
oleh Allah dibangun dengan kekuasaan-Nya dan diperluas secara terus
menerus sesuai dengan keterangan pada surat Az|-Z|ariyat ayat 47:
Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami
benar-benar meluaskanya.

Keterangan ayat tersebut didukung oleh data pengamatan yang


dilakukan oleh ahli astronomi dari Amerika yang mengumpulkan dan
menginterprestasikan data hasil observasi dengan menggunakan
teleskopnya pada tahun 1929, bernama Edwin Hubble. Gagasan utama
Edwin Hubble mengenai terciptanya alam semesta adalah The
Expanding Universe atau alam mengambang, dimana pada awalnya
bintang-bintang berkumpul pada titik masa yang disebut dengan
volume nol. Namun pada suatu waktu volume nol itu meledak dan

6
mengambang. Ia juga menemukan bahwa bintang dan galaksi ternyata
bergerak saling menjauh satu sama lain dengan menginterprestasi
spektrum galaksi yang bergerak ke arah warna merah. Namun
meluasnya alam ternyata terjadi semakin cepat.14
Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya alam
semesta menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang
tertera dalam Al-Qur‟an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya.
Ayat-ayat di atas Allah menganjurkan kepada hamba-Nya untuk
melihat dan memikirkan fenomena alam, dan dengan melihat
keteraturan dan koordinasi di dalam sistem penciptaan dan koordinasi
di dalam sistem penciptaan dan keajaiban-keajaibanya akan lebih
mendekatkan kepada-Nya. Diharapkan melalui pengetahuan tentang
alam, akan melihat kebesaran Allah sebagai pencipta. Pengakuan ini
diikuti dengan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
agar manusia tidak melakukan kerusakan di muka bumi.
2. Proses terbentuknya alam semesta menurut teori Big Bang
Alam diciptakan dari tiada (creatio ex nibilo) meskipun ketiadaan
ini tidak harus dipahami dalam arti ketiadaan yang mutlak, tetapi ada
sebagai potensi atau kemungkinan. Adapun tentang awal mula
terbentuknya alam semesta didukung oleh penemuan teori astrofisika
modern disebut peristiwa Big Bang menurut teori ini alam semesta
berkembang secara evolutif.15 Semua massa atau benda-benda yang
akan membentuk alam semesta seperti: galaksi, bintang, semua nebula,
gas Matahari, seluruh planet, satelit maupun zat-zat kosmos lainya,
berkumpul menjadi satu di bawah tekanan yang paling tinggi dan
sangat kuat. Sehingga menyebabkan pecah dan runtuh berantakan, jadi
berkeping-keping. Kepingan tersebut akhirnya menjadi bintang-
bintang, matahari, planet, satelit, galaksi nebula dan benda-benda

14
Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis Al-Qur‟an, (Jakarta: 2015). h. 174.
15
Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006).

7
semesta lainya bertaburan memenuhi ruang kosong.16
Teori Big Bang juga menjelaskan bahwa alam semesta
berkembang dengan sangat cepat dalam beberapa mikrodetik yang
pertama. Dimulai dengan kabut hidrogen yang berputar melanda dan
alam semesta berkembang dari suatu materi yang terdiri atas proton,
elektron dan neutron yang berada dalam lautan radiasi dengan suhu
yang sangat tinggi.17 Ketika alam mengembang, suhu materi semakin
turun sehingga terbentuk banyak helium, deuterium, dan unsur ringan
lainya dialam semesta. Kondisi ini sesuai dengan kenyataan yang
terjadi di jagat raya. Alam dengan asap yang melimpah, yang
merupakan 90% dari semua materi kosmos ini.
Dengan gerak acak awan seperti itu, atom-atom kadang bergabung
secara kebetulan untuk membentuk kantong-kantong gas yang padat.
Dari peristiwa ini muncul bintang-bintang, demikianlah secara
perlahan setelah melalui kira-kira dua puluh miliar tahun, akhirnya
terbentuklah galaksi-galaksi yang terus berkembang, juga bintang-
bintang, matahari serta planet planet yang mengitari bumi yang dihuni
manusia. Inilah sebuah sistem planet dengan matahari sebagai
pusatnya yang disebut tata surya. Permulaan alam seperti ini dalam
filsafat Islam disebut gerak transuptansial yaitu gerak alam yang bukan
horizontal, melainkan vertikal ke arah yang lebih sempurna.18

C. Tujuan Penciptaan Alam Semesta


Tujuan penciptaan alam semesta menurut perspektif Islam pada dasarnya
adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan
pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah.19 Sebagaimana
firman Allah swt dalam surat ad-Dukha>n ayat 38-39:
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
16
Kurdi Ismail Haji ZA. Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan dan Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1996). h. 19
17
Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: 2011). h. 40-41.
18
Siti Maunah, “Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam, Jurnal Madaniyah, vol. 9, 2019, h. 7
19
Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, h. 43.

8
keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya
melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya
adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan
pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt.20
Secara ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan adanya zat yang
mewujudkannya. Keberadaaan langit dan bumi mewajibkan adanya sang
pencipta yang menciptakan keduanya. Yang menciptakan langit dan bumi ini
bukanlah manusia, tetapi pastilah yang maha pencipta. Sebab, bila manusia
yang menciptaakan langit dan bumi akal kita mewajibkan pastilah sudah
banyak langit dan bumi. Namun, dari dahulu sampai sekarang, penyelidikan
kita menemukan kenyataaan yang tidak demikian. Karena itu akal
mewajibkan bahwa penciptaan langit dan bumi pastilah sang maha pencipta,
yang ciptaannya tidak dapat diduplikasi apalagi ditandingi oleh manusia.
Dalam konteks ini, keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang
sangat jelas tentang keberadaaan Allah Swt sebagai Tuhan yang Maha
Pencipta. Karenanya dengan mempelajari alam semesta manusia akan sampai
pada pengetahuan bahwa Allah Swt. adalah zat yang menciptakan alam
semesta ini.21
Al-Qur`an secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta
ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia akan tanda-tanda Allah
Swt.

ُ ٗ َّ َٔ ‫ ُْ أ‬ُٙ َ ٌ َٓ َّ ١ َ ‫ َ ت َب‬٠ ٰٝ َّ ‫ ُْ َح ت‬ِٙ ‫ أ َْٔ ف ُ ِس‬ٟ ِ ‫ ف‬َٚ ‫ق‬ِ ‫ ف َ ا‬٢‫ا‬ ْ ٟ ِ ‫ َ ا ت ِ ٕ َا ف‬٠ ‫ ُْ آ‬ِٙ ٠ ‫سَ ٕ ُ ِز‬
‫ذ‬١ ِٙ َ‫ ٍء ش‬ٟ ْ َ‫ وُ ّ ًِ ش‬ٰٝ َ ٍ َ‫ه أ َٔ َّ ٗ ُ ع‬ ِ ‫ َ ْى‬٠ ُْ َ ٌ َٚ َ ‫ك ت أ‬
َ ِ ّ ‫ف ب ِ َز ب‬ ُّ ‫اٌْ َح‬
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al-Qur‟an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?22

Di dalam tafsir Al- Azhar dinyatakan bahwa Al-Qur‟an itu kian lama akan

20
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam,h. 8.
21
Ibid.,h. 9
22
Q.S. Fus}si} lat [41]: 53.

9
nyata kebenarannya. Bukti kebenaran itu akan muncul disegala penjuru, dan
bahkan pada diri mereka sendiri. Mungkin beberapa soal yang diterangkan
Al-Qur‟an tatkala dia mulai diturunkan belum akan dipahami orang benar,
tapi kelak zaman yang selalu berputar dan otak manusia yang selalu bekerja
akan menampakkan kebenaran itu.23
Sementara itu dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat-ayat yang
dijadikan untuk diperlihatkan antara lain adalah peristiwa-peristiwa yang
terjadi ketika itu, antara lain adalah kemenangan yang diraih oleh Nabi Saw,
dalam peperangan peperangan beliau disekian banyak daerah serta kematian
tokoh-tokoh kaum musyrikin, sedang setelah beliau wafat silih berganti
peristiwa-peristiwa kemenangan yang diraih kaum muslimin. Dapat juga
ayat-ayat di segenap ufuk dan diri mereka yang diperlihatkan Allah itu adalah
rahasia-rahasia alam serta keajaiban ciptaan-Nya pada diri manusia yang
diungkap melalui penelitian dan pengamatan ilmuan, dan yang kesemuanya
membuktikan kebenaran dan kekuasaan-Nya sekaligus menunjukkan
kebenaran informasi Al-Qur‟an .24
Yang harus dipahami dari alam ini adalah eksistensinya yang haq yakni
benar dan nyata serta baik. Maka semua bentuk pengalaman didalamnya
termasuk pengalaman manusia adalah benar dan nyata. Ia bisa memberikan
kebahagiaan dan kesengsaraan dalam kemungkinan yang sama, tergantung
bagaimana menangani pengalaman itu. Karena itu manusia diperbolehkan
untuk berharap untuk memperoleh kebahagiaan dalam hidup sementara
didunia ini, selain kebahagiaan di akhirat kelak yang lebih besar, kekal dan
abadi. Karena kehidupan dapat digunakan untuk berharap dan mencari
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka tentunya dan seharusnya manusia
tidak menyia-nyiakannya.25
Allah menciptakan manusia sebagai hamba-Nya dan khalifah di muka
bumi dengan fasilitas yang sangat memadai. Allah memberikan kebabasan
23
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu‟ XXIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 7.
24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an (Jakarta:
Lentera Hati, 2004), h. 91.
25
Muhammad Taufiq, “Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Tentang Alam dan Lingkungan,”
dalam Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, vol. VI, 2007, h. 6.

10
kepada manusia untuk mengelola alam semesta. Kendati begitu, bukan berarti
manusia dapat merusak alam semesta untuk kepentingan pribadi, akan tetapi
manusia harus mampu mengelola alam semesta dengan sebaik-baiknya agar
terus bermanfaat bagi setiap makhluk dari generasi ke generasi berikutnya
sesuai dengan ketentuan dari Allah.

D. Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam


Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Karena
Allah lah yang menciptakan seluruh makhluk, makro dan mikro kosmos.
Karenanya Ia disebut Rabb al-‘a>lami>n, Tuhan Pencipta alam semesta. Sebagai
Pencipta, Allah juga yang memelihara dan mendidik seluruh alam.26 Alam
harus dipelajari sebagai objek studi atau ilmu pengetahuan. Untuk itu,
pendidikan Islam merupakan sebuah kunci untuk menemukan, menangkap,
dan memahami alam dengan seluruh fenomena dan noumenanya. Upaya itu
pada akhirnya akan menghantarkan manusia pada kesaksian akan keberadaan
dan kemahakuasaan Allah Swt. Karenanya, dalam konteks ini, melalui proses
pendidikan Islam, manusia dihantarkan pada pengakuan akan keberadaan
Allah Swt sebagai Tuhan Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik alam semesta.27
Jika ditinjau dari perspektif Islam, sudah seharusnya manusia
melaksanakan tujuannya sebagai manusia di alam semesta, baik sebagai
hamba Allah maupun sebagai khalifah Allah. Dalam konteks ini Allah
menjadikan alam semesta sebagai tanda-tanda bagi manusia meyakini
keberadaan dan kemahakuasaan Allah. Wujud nyata yang menandai
keyakinan itu adalah melaksanakan dengan baik fungsi manusia sebagai
makhluk dengan beribadah dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai khalifah.
Dalam hal ini alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat
dimana manusia dididik, dibina, dilatih dan dibimbing agar berkemampuan
merealisasikan atau mewujudkan fungsi dan tugasnya. Karena alam ini bukan
hanya sekedar alam yang tampak saja, tetapi ada alam ghaib. Untuk itu,

26
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, h. 11.
27
Ibid., h. 12.

11
wilayah kajian dan telaah pendidikan Islam tidak hanya berkaitan dengan
tanda-tanda yang dapat diamati indera manusia (fenomena), tetapi juga
mencakup segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indera (noumena).
Karenanya pengetahuan yang dikaji tidak hanya berupa pengetahuan indrawi
dan rasional tetapi juga ilmu-ilmu ladunni, iluminasi dan kewahyuan yang
mendukung kemajuan pendidikan Islam.28 Pendidikan Islam harus mampu
menyeimbangkan pemahaman tentang alam semesta yang terdiri dari alam
fisik dan non-fisik, sebab kehidupan manusia yang sempurna tidak akan
terwujud oleh salah satunya saja.29
Dampak dari memahami esensi alam semesta terhadap pendidikan Islam
adalah menyadarkan kembali tugas dan fungsi manusia di bumi Allah ini
sebagai khalifah dan hamba-Nya melalui kajian yang ada pada pendidikan
Islam. Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan para pendidik dalam
membina generasi penerus yang mandiri, cerdas, berkepribadian sempurna
(sehat jasmani dan rohani) serta bertanggungjawab dalam menjalani hidupnya
sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju terbentuknya
kebudayaan Islam.30 Pendidikan Islam secara luas tidak hanya terbatas pada
transfer tiga ranah saja (kognitif, afektif, psikomotorik), akan tetapi
mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan pendidikan Islam secara luas
yang mencakup sejarah, pemikiran, dan lembaga.31
Dengan itu, implikasi dari penciptaan alam semesta terhadap pendidikan
Islam adalah untuk merealisasikan tujuan manusia sebagai hamba Allah dan
sebagai khalifah Allah di muka bumi yang sesuai dengan tujuan penciptaan
alam semesta. Selain itu, esensi dari penciptaan alam semesta ini mendorong
manusia untuk mengelola sumberdaya yang ada di seluruh alam semesta
dengan segala manfaat dan kegunaannya agar manusia dapat mengalami
kemajuan dalam membangun dan mengembangkan peradabannya.32

28
Ibid.
29
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, h. 57
30
Ibid.
31
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah: Kajian dari
Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan (Jakarta: Kencana, 2013), h. 3.
32
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, h. 58

12
PENUTUP

Menurut pandangan Islam yang disebut alam adalah segala sesuatu selain
Allah Swt. Alam bukan hanya apa yang tampak oleh indra saja, melainkan ada
alam yang tidak tampak oleh indra atau yang lenih dikenal dengan alam ga>ib.
Alam semesta yang diciptakan oleh Allah ini merupakan anugerah yang sangat
luar biasa bagi semua makhluk. Oleh karenanya setiap makhluk dituntut untuk
merenungi dan mengambil pelajaran dari ciptaan-Nya, dengan itu diharapkan
keimanan dan ketakwaan manusia akan menguat dan bertambah.
Alam semesta diciptakan melalui proses yang sangat panjang, dari berbagai
macam literatur bisa kita baca dan temukan bahwa banyak sekali teori-teori para
ilmuan ternama yang telah mengungkap bagaimana sebenarnya proses
terbentuknya alam raya ini teori Big bang misalnya dan masih baanyaak teori
lainnya seperti yang telah diungkapkan pada bahagian terdahulu. Ternyata, semua
hasil pengamatan tersebut tidak lari dari apa yang terdapat didalam ayat Al-
Qur‟an yang sejak 14 abad lalu telah dijelaskan. Tujuan alam ini diciptakan pada
dasarnya sebagai sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan
pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt.
Adapun implikasi dari esensi alam semesta terhadap pendidikan Islam adalah
untuk merealisasikan tujuan kemanusiaan di bumi ini, baik sebagai hamba Allah
maupun sebagai khalifah Allah. Dalam konteks ini Allah menjadikan alam
semesta sebagai wahana bagi manusia untuk meyakini akan keberadaan dan
kemahakuasaan-Nya. Dalam hal ini alam semesta merupakan institusi pendidikan,
yakni tempat dimana manusia dididik, dibina, dilatih dan dibimbing agar
berkemampuan merealisasikan atau mewujudkan fungsi dan tugasnya.
Kajian tentang hakikat alam semesta merupakan salah satu kajian yang perlu
ditelaah secara mendalam oleh umat Islam. Mengingat kajian ini sangat penting
dan memiliki andil yang besar dalam mewujudkan keimanan seseorang terhadap
Allah, perlu kiranya melakukan pembiasan untuk mencintai lingkungan agar
tujuan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi dapat terealisasi dengan
baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahwani, Ahmad Fuad. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.


Al Rasyidin. Falsafah Pendidikan Islam: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan. Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2008.
Al-Syaibani, Omar Mohammad Al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam, terj.
Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Daulay, Haidar Putra, Nurgaya Pasa. Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah:
Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan. Jakarta: Kencana,
2013.
Ghulsyani, Mahdi. Filsafat Sains Menurut Al-Qur‟an. Bandung: Mizan Media
Utama, 2001.
Hamka. Tafsir Al Azhar Juzu‟ XXIV. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Majid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Para Madina, 1992.
Purwanto, Agus. Nalar Ayat-ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur‟an Sebagai Basis
Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: PT. Mizan, 2012.
Sani, Ridwan Abdullah. Sains Berbasis Al-Qur‟an. Jakarta: 2015.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an.
Jakarta: Lentera Hati, 2004.
Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006.
Taufiq, Muhammad. “Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Tentang Alam dan
Lingkungan,” dalam Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, vol.
VI, 2007.
Zar, Sirajuddin. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-
Qur‟an. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 1999.

14

Anda mungkin juga menyukai