Makalah
Oleh:
SAOBAN SYAHRIL
NIM: 80600222001
Dosen Pengampu:
PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
nikmat kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Selawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan semoga kita semua
Dengan selesainya makalah ini, selesai pula salah satu kewajiban yang
“Integrasi dan Relasionalisasi antara Wahyu dengan Fakta Ilmiah (Sebuah Kajian
dalam bentuk yang mudah untuk dipahami. Namun, penulis menyadari adanya
Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari berbagai
pihak terutama dari bapak Dr. Ahmad Mujahid, M.Ag. dan ibu Dr. Hj. Rahmi
Damis, M.Ag. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Mukjizat Al-Qur’an demi
kesempurnaan isi dari makalah ini dan menjadi pelajaran dikemudian hari.
i
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam dan diinginkan untuk tidak hanya
dimaknai sebagai sebuah kitab suci, namun juga sebagai kitab yang isinya
terwujud atau berusaha diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.1 Oleh karena itu,
studi tentang Al-Qur’an akan mencakup bukan hanya Al-Qur’an sebagai kitab
dengan berbagai ragam tafsirnya, tetapi juga berbagai usaha untuk merealisasikan
selalu didorong oleh rasa ingin tahu (curiosity). Rasa ingin tahu ini mendorong
mereka untuk berpikir, menelaah, dan menganalisis apa yang mereka temui dalam
mendalam tentang apa yang ada dan bagaimana hal itu dapat bermanfaat bagi
mereka sendiri.
menangkap dan memahami apa yang sudah ada menyebabkan banyak kelemahan
pengetahuan akan terus dilakukan oleh manusia sesuai dengan kemampuan dan
disiplinnya. Akal dan indrawinya adalah salah satu potensi dan alat yang dapat
digunakan manusia untuk mencapai tujuan ini. Karena manusia diciptakan oleh
Allah swt. mereka tidak dapat memperoleh pengetahuan yang sempurna atau
M. Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras,
1
2007).
1
2
benar. Hanya Yang Maha Pencipta, Allah swt. yang memiliki semua pengetahuan
dan kebenaran.
kebenaran. Namun, penting untuk diingat bahwa kebenaran yang dicapai manusia
Ketika sebuah objek diteliti secara ilmiah dan menghasilkan kebenaran yang dapat
dibuktikan secara empirik, hal itu disebut kebenaran empirik. Ini dianggap benar
jika dapat dibuktikan secara empirik. Ini berbeda dengan hasil penelitian filsafat
yang mendalam atau radikal dan spekulatif, di mana kebenaran yang ditemukan
dikategorikan sebagai kebenaran relatif, mungkin benar, atau mungkin tidak benar.
atau disebut sebagai “wahyu”. Namun, perlu diingat bahwa kebenaran mutlak yang
terkandung dalam wahyu, harus dibaca dan dikaji secara sungguh-sungguh dan
ilmu pengetahuan karena dalam wahyu sendiri ada banyak ayat yang mendorong
manusia untuk berpikir dan mengkaji segala sesuatu, terutama alam raya, untuk
membangun kehidupan yang baik. Oleh karena itu, titik temu atau hubungan
2
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakikat Ilmu (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), h. 99-103.
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Pengertian Wahyu
Segala yang berasal dari Allah swt. akan dikaitkan dengan istilah "wahyu",
dan memahaminya dimulai dengan memahami arti kata itu sendiri. Secara
etimologis, kata “wahyu” berasal dari kata Arab “al-wah}y”, yang merupakan kata
yang berasal dari bahasa Arab dan bukanlah kata yang berasal dari bahasa lain. Ini
memiliki arti suara, api, dan kecepatan.1 M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
wahyu secara semantik berarti isyarat yang cepat (termasuk bisikan hati dan
ilham), surat, tulisan, dan segala sesuatu yang disampaikan kepada orang lain
seseorang di dalam dirinya dan dia percaya bahwa itu datang dari Allah, baik
dengan perantaraan, dengan suara, atau tanpa suara.4 Menurut uraian di atas,
wahyu hanya berasal dari Allah swt. dan diberikan kepada para utusan-Nya, yaitu
para Nabi dan Rasul-Nya, serta kepada semua makhluk dan ciptaan-Nya, baik
1
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI-Press, 1982), h. 15.
2
M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h.
48.
Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama; Titik Temu Akal dan Agama (Jakarta: Pedoman Ilmu
3
4
5
dijelaskan bahwa, dalam ayat di atas, pewahyuan cara pertama adalah wahyu
dalam arti bahasa asli, yaitu isyarat yang cepat. Wahyu dalam hal ini adalah
kebenaran yang disampaikan ke dalam kalbu atau jiwa seseorang tanpa terlebih
dahulu muncul di pikiran sehingga kebenaran itu menjadi terang bagi yang
bersangkutan. Wahyu adalah kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi, jadi tidak
sama dengan ilham dan hasil meditasi. Inilah makna wahyu dalam kaitannya
dengan para nabi. Para nabi benar-benar percaya bahwa wahyu yang mereka terima
Selanjutnya, wahyu yang diberikan dari belakang tirai adalah wahyu yang
diberikan kepada seorang nabi dari belakang hijab, seperti ketika Allah memanggil
Nabi Musa dari belakang sebuah pohon dan dia mendengar panggilan itu. Wahyu
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah (Jakarta: PT. Dharma Karsa
5
yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw ketika dia mendapatkan penjelasan
melalui utusan (Jibril atau malaikat yang mengemban risalah) dan dengan kata-
kata yang diucapkan. Ini adalah jenis wahyu yang paling tinggi. Dengan cara ini,
wahyu hanya dapat dibagikan kepada para rasul, yaitu mereka yang diberi tugas
untuk membawa risalah Tuhan kepada manusia. Berbeda dengan bentuk yang
pertama, wahyu bentuk ketiga memiliki lebih dari sekadar ide. Itu juga memiliki
kata-kata di dalamnya. Inilah yang disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang
bahwa Al-Qur’an secara keseluruhan diturunkan dalam bentuk wahyu yang ketiga
karena tidak mengandung wahyu lain. Oleh karena itu, Al-Qur’an dianggap
Allah, dan isi wahyu adalah pengetahuan yang diturunkan oleh Allah kepada
orang-orang yang Dia pilih, termasuk Nabi dan Rasul.10 Selain itu, dijelaskan
bahwa wahyu yang diterima oleh para Nabi dan Rasul Allah dalam bentuk risalah
manusia dengan Allah dalam hal keimanan. Hanya Nabi atau Rasul yang menerima
7
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, h. 32.
8
M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan Ulumul Qur’an, h. 49-50.
9
M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan Ulumul Qur’an, h. 50.
10
Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam (Jakarta: UI Press, 1983), h. 20.
7
Ilmu pengetahuan adalah istilah yang seakan-akan terdiri dari dua kata
yang dipahami dan dianggap sama. Diakui bahwa istilah ini terdiri dari dua kata
yang memiliki arti yang sama tetapi memiliki pandangan yang berbeda. Bahasa
Arab ‘alama adalah asal kata ilmu, kata ini berarti pengetahuan. Kata ilmu dalam
preposisi bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kata science dalam bahasa
Inggris. Sebenarnya, kata science tidak berasal dari bahasa Inggris, tetapi serapan
dari bahasa Latin scio, scire yang berarti pengetahuan. Selain itu, beberapa orang
mengatakan bahwa istilah science berasal dari kata scientia, yang juga berarti
pengetahuan. Scientia berasal dari bahasa Latin scire, yang berarti mengetahui.11
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa kata ilmu berasal dari bahasa Arab
dan memiliki arti dasar “kejelasan”. Oleh karena itu, setiap kata yang berasal dari
akar kata ‘ilm memiliki makna yang berkaitan dengan pengetahuan. Oleh karena
itu, ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang suatu objek
atau konsep12.
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode
tertentu yang juga dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu. Dijelaskan
juga bahwa ilmu dapat berarti pengetahuan atau kepandaian tentang hal-hal lahir,
11
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales sampai James (Bandung:
Rosdakarya, 1998), h. 34-35.
12
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1992), h. 43.
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 574.
8
Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah ilmu atau science memiliki dua arti.
Oleh karena itu, seseorang harus yakin atau setidaknya memahami arti istilah
tersebut saat menafsirkannya. Pertama, ilmu adalah istilah umum yang digunakan
untuk menyebut semua pengetahuan ilmiah yang dianggap sebagai satu kesatuan.
Oleh karena itu, dalam arti pertama ini, "ilmu" mengacu pada ilmu secara
keseluruhan (science-in-general).
Arti kedua dari ilmu mengacu pada semua bidang pengetahuan ilmiah yang
menyelidiki masalah tertentu. Dalam hal ini, ilmu dapat didefinisikan sebagai
Selain itu, istilah science kadang-kadang diartikan sebagai ilmu khusus yang lebih
kajian tentang ilmu itu sendiri. Istilah ini sekarang digunakan secara luas dalam
hasil dari pekerjaan tahu, yaitu kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.
Pengetahuan itu semua milik atau isi pikiran.14 Burhanuddin Salam menyebutkan
dari science, Pengetahuan filsafat, atau dengan singkat saja disebut filsafat,
lawannya naqli. Dalam konteks pengetahuan, akal dan indera saling terkait dan
saling berhubungan.
hidup, tetapi dia juga memikirkan hal-hal baru dan lebih dari itu. Pada akhirnya,
kehidupan” mengarah pada gagasan bahwa manusia memiliki tujuan yang lebih
besar dari sekadar hidup. Inilah yang membuat manusia belajar, dan pengetahuan
kemampuan untuk berpikir menurut alur kerangka berfikir tertentu. Cara berpikir
tidak mengenal kata “kekal” yang tidak dapat diingkari oleh para ilmuan.
Misalnya, apa yang dianggap salah di masa lalu dapat diterima sebagai benar di
abad sekarang. Selain itu, dikatakan bahwa perspektif terhadap masalah ilmiah
15
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009), h. 40.
10
berkembang, bukan hanya dalam bidang tertentu saja, tetapi terutama dalam teori-
Telah dijelaskan di atas bahwa wahyu berasal dari Allah swt. dan diberikan
kepada para Nabi dan Rasul-Nya, biasanya dalam bentuk kitab suci seperti Al-
Qur'an, yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dianggap sebagai
penyempurna kitab suci yang telah diturunkan kepada Nabi dan Rasul sebelumnya.
Selain itu, ilmu pengetahuan adalah hasil pemikiran atau penelitian manusia yang
ilmu pengetahuan. Dalam bentuk kitab suci yang diturunkan kepada Nabi dan
Rasul-Nya, wahyu ditujukan kepada semua orang sesuai dengan konteks risalah
makhluk yang paling sempurna dari semua makhluk, harus diakui bahwa
pengetahuan, terutama dalam kajian ilmu sosial, tidak dapat digunakan sebagai
Oleh karena itu, manusia memerlukan wahyu, terutama dalam bentuk kitab
mereka, yang diyakini mencakup kehidupan dunia dan akhirat. Hamzah Ya’qub17
memahami banyak hal, seperti dalam teknologi, biologi, kimia, dan bidang sains
lainnya, ia hanya dapat digunakan dalam batas tertentu. Banyak masalah yang
pelik dan tidak dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat, dan jawaban yang
yang paling terang dalam bermakrifat dan memberikan informasi yang lebih akurat
dan murni. Wahyu memberikan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang
kehancuran alam raya ini. Akal tidak dapat menjelaskan dengan pasti apa yang
akan terjadi setelah kiamat, jadi wahyulah yang menjelaskan semuanya dari alam
Moral atau etika adalah salah satu hal penting yang dapat dijelaskan oleh
moral, tetapi mereka akhirnya tidak setuju tentang bagaimana menetapkan ukuran
manusia memerlukan tuntunan yang benar dari Tuhan, dan hal itu dibentangkan
dalam wahyu.
lahir dari manusia, dan merupakan proses yang dilakukan manusia untuk
kata lain, ilmu adalah produk dari manusia. Dalam hal ini, ilmu tergantung
dan bagaimana mereka melihatnya dari sisi mana dan bagaimana. Oleh karena itu,
Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama; Titik Temu Akal dan Agama, h. 131.
18
12
tujuan ilmu pada dasarnya terkait dengan kenyataan dan kesulitan yang dihadapi
manusia.19
Dari sudut pandang filsafat Islam, ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah
cara yang tidak bertentangan dengan ajaran-Nya, bukan untuk merusak dan
melahirkan kerusakan kehidupan orang lain, karena akibat buruk dari tindakan ini
Dengan segala tujuan dan artinya, ilmu telah banyak membantu manusia
dalam mencapai tujuan dan tujuan hidupnya, yaitu kehidupan yang lebih baik.
Meskipun ilmu tidak pernah benar secara mutlak, tetapi dalam keterbatasannya,
ilmu telah membantu kehidupan dan kepentingan manusia di dunia ini, secara
Musa Asy’arie, Filsafat Islam; Sunnah Nabi dalam Berfikir (Yogyakarta: LESFI, 2010),
19
h. 84.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, h. 25.
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wahyu datang dari Allah kepada orang yang Dia inginkan. Wahyu seperti yang
diberikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya dalam bentuk kitab suci, seperti Al-
Qur'an, yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril dan
merupakan kitab suci yang melengkapi kitab suci sebelumnya. Selanjutnya, inti
dari ilmu pengetahuan adalah tentang apa yang dapat dilakukan manusia karena
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari
aspek isi ataupun bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik atau saran
yang bersifat membangun guna kelanjutan perbaikan makalah ini. Penulis berharap
dengan adanya makalah ini, dapat menambah khazanah keilmuan bagi pembaca,
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a>n al-Kari>m.
‘Abduh, Muhammad. Risa>lah al-Tauh}ii>d. Bairu>t: Da>r al-Syuru>q, 1994.
Amin, Miska Muhammad. Epistemologi Islam. Jakarta: UI Press, 1983.
al-As}faha>ni>, Al-Ra>gib. Mu‘jam Mufrada>t Alfa>z} Al-Qur’a>n. Cet. IV; Damsyiq: Da>r
al-Qalam, 2009 M/1430 H.
ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Cet.
VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Asy’arie, Musa. Filsafat Islam; Sunnah Nabi dalam Berfikir. Yogyakarta: LESFI,
2010.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Haryanto, Dany dan G. Edwi Nugrohadi. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2011.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. Jakarta: PT. Dharma
Karsa Utama, 2015.
Nasution, Harun. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press, 1982.
Mansyur, M. dkk. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis. Yogyakarta:
Teras, 2007.
Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Shihab, M. Quraish dkk. Sejarah dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1999.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan Karangan
tentang Hakikat Ilmu. Jakarta: PT. Gramedia, 1983.
-------. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2009.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales sampai James.
Bandung: Rosdakarya, 1998.
Ya’qub, Hamzah. Filsafat Agama; Titik Temu Akal dan Agama. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1992.
14