Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AYAT AYAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN


( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :Tafsir Tarbawi 1 )
Dosen Pengampu :
H. subhan, S.Ag. MA

Disusun Oleh:
Lupita : 2223. 011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DAARUSSALAM
Jln. Pasar Ikan Cibaraja, Salajambe, 18/07 Desa. Salajambe, Kec. Cisaat,
KodePos 43152, jawa barat, indonesia
2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan manusia dan memberinya akal tidak lain adalah agar
manusia mau berfikir terhadap berbagai kejadian atau fenomena yang terjadi di muka bumi ini
sehingga manusia mengenal berbagai macam tanda-tanda kebesaran-Nya. Allah SWT
menciptakan fitrah yang bersih dan mulia itu lalu melengkapinya dengan bakat dan sarana
pemahaman yang baik yang memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar
di alam jagat raya ini. Fitrah manusia mukmin mengarah ke alam raya untuk mengungkap
rahasia dan tujuan penciptaannya serta berakhir dengan memahami posisi dirinya di alam raya
ini dan menentukan bagaimana ia harus berbuat dan bersikap di dalamnya. Ilmu yang diperoleh
manusia semestinya dapat membuahkan penanaman aqidah dan pendalaman keimanan yang
tulus kepada Allah.
Sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran, manusia dituntut untuk berpikir serta menggali
ilmu karena Islam sendiri telah mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Berbicara
tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-
Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Sekarang ini, di saat semua teknologi sudah
canggih, dunia membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang ternyata
semuanya sudah terdapat dalam Al-Qur’an yang diturunkan sekitar 14 abad yang lalu.
Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul
pembuktian yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti
perkembangan zaman. Pada kesempatan ini penulis hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat
Al-Quran tentang ilmu pengetahuan beserta tafsir dan analisisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi ilmu pengetahuan dalam islam?
2. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam?
3. Bagaimana mengetahui dan memahami ayat-ayat tentang ilmu pegetahuan beserta
penafsirannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi ilmu pengetahuan dalam islam.
2. Memahami kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.
3. Mengetahui dan memahami ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan beserta penafsirannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi
manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir
(logika). Ini adalah konsep umum (barat) yang disebut (knowledge). Pengetahuan yang telah
dirumuskan secara sistematis merupakan formula yang disebut ilmu pengetahuan (science).
Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang
dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada pengetahuan (knowledge) dan ilmu (sience) saja,
melainkan justru diawali oleh ilmu Allah yang dirumuskan dalam lauhul mahfudzh yang
disampaikan kepada kita melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.[1]1
Ilmu Allah itu melingkupi semua ilmu, mencakup semua ilmu manusia, tentang alam semesta
dan manusia itu sendiri. Bila diikuti jalan fikiran ini, maka dapatlah kita fahami bahwa Al-
Qur’an merupakan sumber pengetahuan bagi manusia (Knowledge dan science). Dengan
membaca dan memahami Al-Qur’an, manusia pada hakekatnya akan memahami ilmu Allah,
yaitu firman-firman-Nya.[2]
Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang ada dan apa-apa yang terkandung dalam al-qur’an, kita
dapat membulatkan pernyataan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia dan yang wajib
dituntut oleh manusia, semua berporos pada agama. Agama yang menjunjung tinggi peran akal
dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan
dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna
itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal, manusia dengan proses berfikir
berusaha memahami berbagai realita yang hadir dalam dirinya, sehingga manusia mampu
menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Sehingga
dapat dikatakan bahwa akal dan kemampuan berfikir yang dimiliki manusia adalah fitrah
manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain.
B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Sebagai orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah
sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap
kehidupan modern, apalagi jika dikolerasikan dengan kemajuan IPTEK saat ini. Al-Qur’an
menuntut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk
digali kandungan ilmu didalamnya, apalagi untuk menjawab permasalahan-permasalahan
dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang keliru.
Anggapan-anggapan di atas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha
untuk membuka Al-Qur’an dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya maka
anggapan tersebut adalah sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat Al-Qur’an itu

1 Qohar Masjqoery, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta, 2003), hlm. 213


[2] Ibid.
hlm. 216

3
sendiri. Bukti-bukti ini yang menunjukkan sebaliknya misalnya, bahwa wahyu yang pertama
kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk
membaca/belajar dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah.
Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap
ilmu pengetahuan.
Sejarah menunjukkan, bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan
agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai
dalam disiplin ilmunya masing-masing, sehingga Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa
kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya dan tergiur dengan kenikmatan duniawi dan
berpaling ke barat, maka Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka. Sungguh telah
benar Rasulullah SAW yang telah memperingatkan umatnya dalam hal ini. Karena kedudukan
ilmu yang sedemikian tingginya, maka islam mewajibkan umatnya untuk memperlajari ilmu.[2]
C. Ayat-ayat tentang Ilmu Pengetahuan
1. Surat Mujaadalah (58) ayat 11
ۡ‫ٱَّلل ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ مِ نكُم‬ ُ َّ ِ‫َٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن َُٰٓواْ إِذَا قِي َل لَكُمۡ تَفَ َّسحُواْ فِي ۡٱل َم َٰ َجل ِِس ف َۡٱف َسحُواْ يَ ۡف َسح‬
ُ َّ ِ‫ٱَّلل لَكُ ۡۖۡم َوإِذَا قِي َل ٱنش ُُزواْ فَٱنش ُُزواْ يَ ۡرفَع‬
ۡ ۡ ُ
ُ َّ ‫َوٱلَّذِينَ أوتُواْ ٱلعِل َم د ََر َٰ َج ٖۚت َو‬
١١ ‫ير‬ٞ ‫ٱَّلل ِب َما تَعۡ َملُونَ َخ ِب‬
Artinya :
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tafsir Ayat :
Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada
kamu, oleh siapapun: “Berlapang-lapanglah, yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh
walau dengan memaksakan diri untuk memberikan tempat pada orang lain, dalam majelis-
majelis, yakni satu tempat, baik itu tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta
kepada kamu untuk melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan
sukarela. Maka jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala
sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan : Berdirilah kamu ke tempat yang
lain, atau duduk diduduki tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk
melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan
meninggikan orang-orang beriman di antara kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini,
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di
akhirat dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa
datang.
Kata tafassahuu dan ifsahuu pada ayat tersebut, terambil dari kata fasaha,
yakni lapang. Sedangkan kata unsyuzuu diambil dari kata nuzuz, yakni tempat yang tinggi.
Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang lebih tinggi. Yang dimaksudkan
adalah pindah ke tempat lain untuk memberikan kesempatan kepada yang lebih wajar duduk

[2] Ibid. hlm. 216

4
atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan suau aktifitas yang positif.
Sementara itu, ada juga yang memahaminya dengan berdirilah dari rumah Nabi, jangan
berlama-lama di sana,karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW. yang lain dan yang perlu
segera Beliau hadapi. Sedangkan kata majaalis adalah bentuk jamak dari majelis.
Pada umumnya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi SAW
memberikan tuntunan agama ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat
keberadaan secara mutlak, baik itu tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat
berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar
secara mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau pun orang-orang yang lemah.
Seorang tua non-muslim sekalipun.3
Analisa :
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan
dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang
mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi
kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini
menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum
agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis
ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban,
kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran
kegiatan ilmu pengetahuan. Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong
diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan
dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai
derajat yang tinggi dari Allah.
Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan
kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan berilmu
di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala
memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka
melakukan perintah- perintah Allah".
2. Surat Taubah ayat 122
ۡ‫ِين َو ِليُنذ ُِرواْ قَ ۡو َم ُهمۡ إِذَا َر َجعُ َٰٓواْ إِلَ ۡي ِهم‬ َ ۡ‫۞و َما كَانَ ۡٱل ُم ۡؤمِ نُونَ ِليَنف ُِرواْ َكآَٰفَّ ٖۚة فَلَ ۡو ََل نَف ََر مِن كُ ِل ف ِۡرقَة ِم ۡن ُهم‬
ِ ‫َة ِليَتَفَقَّ ُهواْ فِي ٱلد‬ٞ ‫طآَٰئِف‬ َ
١٢٢ َ‫لَعَلَّ ُهمۡ يَ ذ ُرون‬
َ ۡ‫ح‬
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Tafsir Ayat :

3 Ibid. hlm. 188

5
Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad,
serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan, menjadikan kaum beriman
berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya
karena ada area perjuangan lain yang harus dipikul. Ulama yang menyatakan bahwa ketika
Rasul saw. tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang
ke beberapa daerah. Hal ini banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu sehingga
jika diperturutkan, tidak akan ada yang tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa
gelintir orang saja. Maka dalam hal ini ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas
dengan menyatakan : Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan
agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersedia lagi
yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat
mobilisasi umum, maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar, di
antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam
pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka
dan untuk orang lain dan juga untuk memberi peringataan kepada kaum mereka yang
menjadikan anggota pasukan yang ditugaskan oleh Rasul saw. itu apabila nanti setelah
selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu, telah kembali kepada mereka yang
memperdalam pengetahuan itu supaya mereka yang jauh dari Rasul saw. karena tugasnya
dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka4
Menurut al-Biqa’i sebagaimana dikutip Quraish menyatakan bahwa
kata thaaifah dapat berarti satu atau dua orang. Sementara ulama yang lain tidak menentukan
jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih kecil dari firqah yang bermakna . Sekelompok
manusia yang berbeda dengan kelompok yang lain. Karena itu, satu suku atau bangsa, masing-
masing dapat dinamai dengan firqah. Sedangkan kata liyatafaqqahuu terambil dari kata fiqh,
yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan
hanya sekadar pengetahuan. Penambahan huruf taa pada kata tersebut mengandung makna
kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar
dalam bidangnya. Demikianlah kata-kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi
pakar-pakar pengetahuan. Sementara kata fiqh bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam
disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama islam
yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang terperinci.
Tetapi, kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. 5
Analisa :
Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad dan
meninggalkan negeri mereka dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana
dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali
ke kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya yang
tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada kaumnya tentang
agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintah-
Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-
Nya dan sunnah Nabi SAW.

4 Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 187
5 Ibid. hlm. 188

6
3. Surat al fath 27-28
Surat Al-Fath ayat 27
‫هون َٰذَلِكَ فَتحًا‬
ِ ‫ٱّلل َءامِ نِينَ فَعَل َِم َما لَم تَعلَ هموا فَ َجعَ َل مِن د‬ َ ‫ق لَتَد هخلهنَّ ٱل َمس ِجدَ ٱل َح َر‬
‫ام إِن َشا ٓ َء َّ ه‬ ِ ‫ٱلرءيَا بِٱل َح‬ُّ ‫ٱّلل َرسهولَهه‬
‫صدَقَ َّ ه‬ َ ‫لَّقَد‬
َ‫ص ِرينَ َل تَخَافهون‬ ِ َ‫قَ ِريبًا هم َح ِلقِينَ هر هءو َسكهم َو همق‬
Terjemahan: “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada
kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.
Tafsir Jalalain: ‫ق‬ ُّ ‫ٱّلل َرسهو َلهه‬
ِ ‫ٱلرءيَا بِٱل َح‬ َ ‫( لَّ َقد‬Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada
‫صدَقَ َّ ه‬
Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya) Rasulullah saw. bermimpi pada
tahun terjadinya perjanjian Hudaibiah, yaitu sebelum beliau berangkat menuju ke Hudaibiah,
bahwasanya ia memasuki kota Mekah bersama-sama dengan para sahabatnya dalam keadaan
aman hingga mereka dapat bercukur dan ada pula yang hanya memendekkan rambutnya.
Kemudian Rasulullah saw. menceritakan hal mimpinya itu kepada para sahabatnya, maka
mereka sangat gembira mendengarnya. Ketika para sahabat berangkat bersama Rasulullah
menuju Mekah, tiba-tiba mereka dihalang-halangi oleh orang-orang kafir sewaktu mereka
sampai di Hudaibiah.
Akhirnya mereka kembali ke Madinah dengan perasaan yang berat, pada saat itu timbullah rasa
keraguan di dalam hati sebagian orang-orang munafik, lalu turunlah ayat ini. Firman-Nya, “Bil
haqqi” berta’alluq kepada lafal Shadaqa, atau merupakan Hal atau kata keterangan keadaan
dari lafal Ar-Ru’yaa sedangkan kalimat sesudahnya berfungsi menjadi penafsirnya

َ ‫( لَتَد هخلهنَّ ٱل َمس ِجدَ ٱل َح َر‬yaitu bahwa sesungguhnya kamu sekalian pasti akan memasuki
َّ ‫ام ِإن َشا ٓ َء‬
‫ٱّلله‬
Masjidilharam, insya Allah) lafal Insya Allah artinya, jika Allah menghendaki, hanyalah
sebagai kalimat Tabarruk saja, yaitu untuk meminta keberkahan ‫( َءامِ نِينَ هم َح ِلقِينَ هر هءو َسكهم‬dalam
keadaan aman dengan mencukur rambut kepala) mencukur semua rambut kepala َ‫ص ِرين‬ ِ َ‫( َو همق‬dan
mengguntingnya) yakni menggunting sebagiannya saja; kedua lafal ini merupakan Hal bagi
lafal yang diperkirakan keberadaannya َ‫( َل تَخَافهون‬sedangkan kalian tidak merasa takut) selama-
lamanya,
‫( فَ َعل َِم‬Maka Allah mengetahui) di dalam perjanjian damai itu ‫( َما َلم تَع َل هموا‬apa yang tidak kalian
ketahui) mengenai kemaslahatan yang terkandung di dalamnya َ‫هون َٰذَلِك‬ ِ ‫( فَ َج َع َل مِن د‬dan Dia
memberikan sebelum itu) sebelum kalian memasuki Mekah ‫( فَتحًا قَ ِريبًا‬kemenangan yang dekat)
yaitu ditaklukkannya tanah Khaibar, kemudian mimpi itu menjadi kenyataan pada tahun
berikutnya.
Tafsir Ibnu Katsir: ‫ٱّلل َءامِ نِينَ هم َح ِلقِينَ هر هءو َسكهم‬ َ ‫ق َلتَد هخلهنَّ ٱل َمس ِجدَ ٱل َح َر‬
‫ام إِن َشا ٓ َء َّ ه‬ ُّ ‫ٱّلل َرسهو َلهه‬
ِ ‫ٱلرءيَا بِٱل َح‬ َ ‫لَّ َقد‬
‫صدَقَ َّ ه‬
‫هون َٰذَلِكَ فَتحًا قَ ِريبًا‬
ِ ‫ص ِرينَ َل تَخَافهونَ فَعَل َِم َما لَم تَعلَ هموا فَ َجعَ َل مِن د‬ ِ َ‫“( َو همق‬Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu)
bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut.
Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu
kemenangan yang dekat.

7
Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa mimpi Rasulullah yang melihat dirinya dan para
sahabatnya memasuki kota Mekah dengan aman dan tenteram serta beliau melihat pula di
antara para sahabat ada yang menggunting dan mencukur rambutnya adalah mimpi yang benar
dan pasti akan terjadi dalam waktu dekat
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya tentang
kebenaran mimpinya untuk memasuki Masjidil Haram. Dan Aku bersumpah bahwa
sesungguhnya kamu, Muhammad, benar-benar akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah,
dalam keadaan aman, dengan mencukur dan menggunting rambut, tanpa rasa takut.
Sesungguhnya Allah telah mengetahui kebaikan yang tidak kamu ketahui ketika menunda
waktu kamu untuk memasuki Masjidil Haram. Maka sebelum kamu memasukinya Dia telah
memberikan kemenangan yang dekat.
Surat Al-Fath Ayat 28

ِ ‫علَى ٱلد‬
ِ َّ ‫ِين كه ِل ِهۦ َو َكف ََٰى ِب‬
‫ٱّلل َش ِهيدًا‬ َ ‫ق ِليهظ ِه َرههۥ‬ ِ ‫ِى أَر َس َل َرسهولَههۥ ِبٱل ههد ََٰى َود‬
ِ ‫ِين ٱل َح‬ ٓ ‫ه َهو ٱلَّذ‬
Terjemahan: “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Tafsir Jalalain: (Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
hak agar dimenangkan-Nya) agama yang hak itu (terhadap semua agama) atas agama-agama
yang lainnya. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) bahwasanya kamu diutus untuk membawa
hal tersebut, sebagaimana yang diungkapkan-Nya pada ayat berikut ini.
Tafsir Ibnu Katsir: ‫ق‬ ِ ‫ِى أَر َس َل َرسهولَههۥ ِبٱل ههد ََٰى َود‬
ِ ‫ِين ٱل َح‬ ٓ ‫“( ه َهو ٱلَّذ‬Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan
membawa petunjuk dan agama yang haq.”) yakni, ilmu yang bermanfaat dan amal shalih,
karena sesungguhnya syari’at ini mencakup dua hal, yaitu ilmu dan amal. Ilmu syari’at itu
benar, sedangkan amal syari’at itu diterima, semua berita yang dibawanya adalah haq,
sedangkan semua keputusannya adalah adil.

ِ ‫علَى ٱلد‬
‫ِين كه ِل ِهۦ‬ َ ‫“( ِليهظ ِه َر ۥهه‬Agar dimenangkan-Nya atas semua agama.”) yakni, semua pemeluk
seluruh agama yang ada di muka bumi ini, baik Arab maupun non Arab, ahli millah maupun
musyrik. ‫ٱّلل َش ِهيدًا‬ ِ َّ ‫“( َو َكف ََٰى ِب‬Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”) beliau adalah Rasul-Nya,
sedangkan Dia adalah Penolongnya. wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini ditegaskan kebenaran Muhammad saw sebagai rasul yang
diutus Allah kepada manusia dengan menyatakan bahwa dia adalah rasul Allah yang diutus
Auntuk membawa petunjuk dan agama Islam sebagai penyempurna terhadap agama-agama
dan syariat yang telah dibawa oleh para rasul sebelumnya, menyatakan kesalahan dan
kekeliruan akidah-akidah agama dan kepercayaan yang dianut manusia yang tidak berdasarkan
agama, dan untuk menetapkan hukum-hukum yang berlaku bagi manusia sesuai dengan
perkembangan zaman, perbedaan keadaan dan tempat.
Hal ini juga berarti dengan datangnya agama Islam yang dibawa Muhammad saw, maka
agama-agama yang lain tidak diakui lagi sebagai agama yang sah di sisi Allah. Pada akhir ayat
ini, dinyatakan bahwa semua yang dijanjikan Allah kepada Rasulullah saw dan kaum Muslimin
itu pasti terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi terjadinya.

8
Tafsir Quraish Shihab: Dialah Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk yang
benar dan agama Islam agar dimenangkan-Nya atas semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai
saksinya.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Fath
Ayat ayat 27-28 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir
Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
4. Surat Al-Fath Ayat 79
َ‫ٱّلل ۗ ِإنَّ فِى َٰذَلِكَ َل َءا َٰ َيت ِلقَوم يهؤمِ نهون‬ َّ ‫أَلَم َي َروا ِإلَى ٱل‬
‫طي ِر هم َس َّخ َٰ َرت فِى َج ِو ٱل َّس َمآءِ َما يهمسِ كه ههنَّ ِإ َّل َّ ه‬
Terjemahan
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dapat terbang di angkasa dengan
mudah. Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang beriman.
Penjelasan Tafsir
Tafsir Surat An-Nahl: 77-79 Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit
dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat
(lagi). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan Allah mengeluarkan kalian
dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. Tidakkah mereka memperhatikan
burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain
dari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. Allah ‫ ﷻ‬menyebutkan tentang pengetahuan dan
kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang gaib yang
ada di langit dan di bumi, dan hanya Allah-lah yang mempunyai pengetahuan tentang perkara
gaib. Maka tiada seorang pun yang diberi-Nya ilmu gaib ini kecuali bila Allah menghendakinya
untuk memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan Allah
Mahasempurna, tiada dapat ditentang dan tiada dapat dicegah. Dan bahwa Allah'itu apabila
menghendaki sesuatu, Dia tinggal berfirman kepadanya, "Jadilah kamu!" Maka jadilah ia.
Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti
kejapan mata. (Al-Qamar: 50) Dengan kata lain, apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi dalam
sekejap mata. Hal yang sama disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu: Tidak adalah
kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi) Sesungguhnya Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nahl: 77) Sama halnya dengan yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya: Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari
kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.
(Luqman: 28) Kemudian Allah ‫ ﷻ‬menyebutkan karunia-Nya yang telah Dia limpahkan kepada
hamba-hamba-Nya, yaitu Dia mengeluarkan mereka dari perut ibu mereka dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun. Sesudah itu Allah memberinya pendengaran hingga ia dapat
mendengar suara, penglihatan hingga ia dapat melihat, dan hati (yakni akal yang menurut
pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan
akal itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana
yang berbahaya. Kemampuan dan indera ini diperoleh oleh seseorang secara bertahap, yakni
sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang, maka bertambah pula kemampuan
pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya.

9
Sesungguhnya Allah menjadikan kesemuanya dalam diri manusia agar manusia mampu
melaksanakan penyembahan kepada Tuhannya. Maka dengan bantuan semua anggota
tubuhnya dan kekuatan yang ada padanya ia dapat menjalankan amal ketaatan kepada
Tuhannya, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sebuah hadis dari
Abu Hurairah, dari Rasulullah ‫ ﷺ‬yang telah bersabda: . Allah ‫ ﷻ‬berfirman, "Barang siapa yang
memusuhi kekasih-Ku, berarti dia menantang perang dengan-Ku. Dan tiadalah hambaKu
mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai selain dari mengerjakan
apa yang telah Aku fardukan (wajibkan) baginya. Hamba-Ku terus-menerus mendekatkan
dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan amalan-amalan sunat hingga Aku mencintainya.
Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku selalu bersama pendengaran yang dipakainya
untuk mendengar, selalu bersama penglihatan yang dipakainya untuk melihat, selalu bersama
tangan yang dipakainya untuk berbuat, dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk
melangkah. Dan sesungguhnya jika dia meminta kepada-Ku, Aku benar-benar akan
memberinya. Dan sesungguhnya jika dia berdoa kepada-Ku, Aku benar-benar akan
memperkenankannya. Dan sesungguhnya jika dia meminta perlindungan kepada-Ku. Aku
benar-benar akan melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu-ragu terhadap sesuatu yang akan Aku
kerjakan seperti keragu-raguan-Ku dalam mencabut nyawa hambaKu yang mukmin. Dia tidak
suka mati dan Aku tidak suka menyakitinya, tetapi maut merupakan suatu keharusan baginya.
Makna hadis di atas menunjukkan bahwa seorang hamba apabila ikhlas dalam ketaatannya
terhadap Allah; maka semua perbuatannya hanyalah karena Allah ‫ ﷻ‬Untuk itu tiadalah dia
mendengar kecuali karena Allah, tiadalah dia melihat kecuali karena Allah, yakni apa yang
diperintahkan oleh Allah untuknya. Dan tiadalah dia berbuat dan tiadalah dia melangkah
melainkan dalam ketaatan kepada Allah ‫ ﷻ‬seraya meminta pertolongan kepada Allah dalam
mengerjakan kesemuanya itu. Dalam riwayat lain yang berada di dalam kitab selain kitab sahih
sesudah kalimat "dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk melangkah" disebutkan hal
berikut: Maka beserta Akulah dia mendengar, beserta Akulah dia melihat, dan beserta Akulah
dia melangkah (berjalan). Firman Allah ‫ ﷻ‬yang mengatakan: Dan Dia memberi kalian
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. (An-Nahl: 78) Sama dengan yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Dialah Yang menciptakan kalian
dan menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati. (Tetapi) amat sedikit kalian
bersyukur. Katakanlah, "Dialah Yang menjadikan kalian berkembang biak di muka bumi, dan
hanya kepada-Nyalah kalian kelak dikumpulkan. (Al-Mulk: 23-24) Selanjutnya Allah ‫ﷻ‬
mengingatkan hamba-hamba-Nya agar melihat burung yang telah ditundukkan berada di antara
langit dan bumi. Bagaimana Allah menjadikannya dapat terbang dengan kedua sayapnya di
antara langit dan bumi, mengudara di angkasa. Tiada yang menahannya di udara kecuali Allah
‫ ﷻ‬yang dengan kekuasaan-Nya Dia membekali burung-burung itu dengan kekuatan yang dapat
membuatnya berbuat demikian, dan Allah menundukkan udara untuk dapat membawanya
terbang di udara. Hal ini diungkapkan oleh Allah ‫ ﷻ‬melalui firman-Nya: Dan apakah mereka
tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas
mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya
Dia Mahamelihat segala sesuatu. (Al-Mulk: 19) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh
firman-Nya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl: 79)"

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu.
Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang
yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam
semesta.
Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang berilmu disurganya dan menjadikan
mereka di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.
Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga
merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT
sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.

11
DAFTAR ISI

Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati.


Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Hamka. 1998. Tafsir Al-Azhar. jilid 10. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Masjqoery, Qohar. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Gunadarma.

12

Anda mungkin juga menyukai