Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas segala limpahan Nikmat, Rahmat, Taufik dan
Inayah-Nya. Tuhan yang telah menciptakan manusia dan jagat raya ini. Yang telah
menganugerahkan beragam kenikmatan kepada manusia, mengutus Rasul-Nya untuk manusia,
serta memberikan petunjuk kepada manusia.Shalawat serta Salam senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah
menjalankan Sunnah-sunnahnya hingga Yaumul Qiyamah Syukur Alhamdulillah, pemakalah
dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini.dan tentunya tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Ucapan terimakasih pemakalah sampaikan kepada:

1. Allah SWT

2. Kedua Orang tua kami

3. Olis, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Tafsir

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun, demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, dan menjadikan amal shalih bagi kami. Aaamiin Yaa Robbal 'Aalamiin.

Kapuas, 9 Mei 2023

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur'an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju pengetahuan, semakin
tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Illahi, dan membimbing
mereka ke jalan yang lururs. Rasulullah menyampakannya kepada para sahabatnya sebagai
penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang
kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakan
kepada Rasulullah. Diantara kemurahan Allah terhadap manusia ialah Dia tidak saja
menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbingkan kepada kebaikan bahkan juga
dari masa ke masa mengutus seorang Rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari
Allah, mengajak manusia agar beribadah kepada-Nya semata. Menyampaikan kabar gembira dan
memberika peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah
datangnya para Rasul.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ilmu dalam al-Qur'an?

2. Bagaimana hakikat ilmu dalam al-Qur'an?

3. Bagiamana kaitannya tafsir al-Qur'an surah al-Mujadalah: 11, Thaha: 114, an Naml: 15,

al-Qashah: 14?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian tentang ilmu..

2. Menjelaskan hakikat ilmu dalam al Qur'an.

3. Menjelaskan kaitannya tentang hakikat ilmu dari tafsir beberapa surah dalam al Qur'an

(surah al-Mujadalah: 11, Thaha: 114, an-Naml: 15, al-Qashah : 14).


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ilmu dalam al-Qur'an

Ada tiga pengertian yang dikemukakan oleh para ulama. Pertama, ilmu adalah suatu
keyakinan terhadap sesuatu. Kedua, yaitu ilmu pengetahuan tentang Allah dan segala sesuatu
yang berhubungan dengannya seperti sifat- sifatnya, mengetahui apaapa yang dihalalkan dan
yang diharamkannya. Ketiga, yaitu pengetahuan tentang terungkapnya segala sesuatu yang
tersembunyi. Menurut ahli tadwin, ilmu merupakan kumpulan dari beberapa masalah yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, ilmu Hadis dan periwayatannya. Ada
juga yang mendefinisikan al-ilmu sebagai al-idrak(penemuan), al-fan (profesi atau keahlian).
Sementara menurut alUtsaimin, ilmu adalah pengetahuan terhadap sesuatu dengan pasti dan
yakin.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah keseluruhan
sistem pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu dan sistematis, bisa dilihat, di rusakun,
dan diuji kebenarannya.

Berbicara tentang ilmu pengetahuan dalam hubungannya dengan al-Qur'an, ada persepsi
bahwa al-Qur'an itu adalah kitab ilmu pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-syarat
al-Qur'an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dari isyarat tersebut sebagian para ahli
berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya,
sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.

Jika berangkat dari asumsi dasar bahwa al-Qur'an itu adalah wahyu, sementara wahyu
sangat erat hubungannya dengan masalah jiwa dan perilaku manusia yang dominan bersifat
psikis psikologis. Dalam hal ini maka hubungan al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan tidaklah
hanya sekedar diukur dengan banyaknya ditemukan ilmu pengetahuan yang berasal dari
penyimpulan ayat, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori ilmiah terhadap isyarat ayat.
Akan tetapi pembahsan tersebut hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai
dengan kemurnian dan kesucian al-Qur'an.

B. Hakikat ilmu dalam al-Qur'an


Hakikat Ilmu Dalam al-Qur'an di samping al-Qur'an menekankan penelaahan terhadap
fenomena-fenomena alam dan insani dengan menggunakan indera dan empiris, juga
mengutuhkan penelaahan ini dengan perenungan dan penalaran rasional yang pada akhirnya.
semua itu jatuh dalam rangkulan agama. Dengan memperhatikan kedalaman dimensi ketuhanan
dari fenomena alam dalam kaitannya dengan kekuatan pencipta, al-Qur'an menempatkan ilmu
yang diperoleh dari indera, empiris, akal, iman dan takwa sebagai fasilitas manusia dalam rangka
penyempurnaan dan pengembangan diri.

C. Kaitannya Tafsir al-Quran surah al Mujadalah: 11, Thaha: 114, an Naml : 15, al
Qashah : 14

Para ulama telah sepakat untuk menjadi seorang mufasir harus menguasai beberapa bidang
keilmuan, di antaranya ilmu lughah, ilmu nahu, ilmu sharaf, ilmu balaghah, ilmu ushul fiqh, ilmu
tauhid, ilmu asbaabun nuzuul, ilmu sejarah tentang AlQur'an, ilmunasikh wa al mansukh, ilmu
Hadis yang menerangkan tentang mujmal dan mubham, dan juga ilmu khusus yang diberikan
oleh Allah kepada orangorang yang terjaga dari perbuatan maksiat, tidak berbuat bid'ah,
menjauhi dosasosa besar dan juga tidak terlena dengan kemewahan dunia

1. QS. Al-Mujadalah: 11

‫َيَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ْم َتْفَس ُحوا ِفي الَم ْج ِلِس َفَأْفَس ُحوا َيْفِح ُهَّللا َلُك ْم َو ِإَذ ا‬
‫ِقيَل انُظُروا َفَأنُشُز وا َيْر َفِع ُهَّللا َّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِم نُك ْم َو اَّلِذ يَن ُأوُتوا الِع ْلَم َد َرَج ب‬
‫َو ُهَّللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيٌر‬

"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Menurut Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri
Suriah Wahai orang-orang yang dia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya jika dikatakan kepada
kalian berlapang-lapanglah dalam majelis kalian, maka lapangkanlah, Allah akan melapangkan
kalian di dunia dan akhirat. Dan jika dikatakan kepada kalian juga: Bangkitlah dan berdirilah
dari majelis kalian karena sebab di antara schab, Maka bagi kalian wajib bersegera melaksanakan
perintah dan menjawab agar mendapatkan kebaikan secara umum, Ketahuilah bahwasanya Allah
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mentauhidkan-Nya, dan yang
membenarkan Rasul-Nya serta mengikutinya, Allah akan berikan derajat yang tinggi, dan Allah
akan berika derajat keilmuan dan keimanan, Allah akan angkat derajat kalian di dunia dan di
akhirat. Allah Maha Tahu atas seluruh amalan-amalan kalian, tidak tersembunyi sesuatupun, dan
akan dihisab kalian dengan amalan-amalan kalian, dan dibalas dengannya.

Dan dari ayat ini kita mengetahui:

1. Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah SAW. Untuk
mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau mengandung banyak kebaikan
dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau mengatakan "hendaklah duduk
berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal diantara kamu."

2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya apabila hal itu
mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan
kebersamaan dalam mendengar hukum-hukum agama.

3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan,
akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.

Ringkasnya, ayat ini mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala


macam kepada kaum muslimin dan dalam menyenangkannya. Apabila kamu diminta untuk
berdiri dari majlis Rasulullah SAW. Maka berdirilah kamu, sebab Rasulullah SAW. Itu
terkadang ingin sendirian guna merencanakan urusan-urusan agama atau menunaikan beberapa
tugas khusus yang tidak dapat ditunaikan atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam
keadaan sendiri. Apabila kamu diminta untuk berdiri dari majlis Rasulullah SAW. Maka
berdirilah kamu, mereka telah menjadikan hukum ini umum sehingga mereka mengatakan
apabila pemilik majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya, "berdirilah kamu" maka
sebaiknya kata-kata itu diikuti. Allah meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti
perintah-perintah-Nya dan perintah Rasul, khususnya orang yang berilmu diantara mereka
derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat-tingkat keridhaan. Ringkasnya,
sesungguhnya wahai orang mukmin apabila salah seorang diantara kamu memberikan
kelapangan bagi saudaranya ketika saudaranya itu datang atau jika ia disuruh keluar lalu ia
keluar, maka hendaklah ia tidak menyangka sama sekali bahwa hal itu mengurangi haknya.
Bahwa yang demikian merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatannya di sisi
Tuhannya. Allah Ta'ala tidak akan menyin-nyiakan yang demikian itu tetapi dia akan
membalasnya di dunia dan di akhirat. Sebab barang siapa yang tawadu kepada perintah Allah
maka Allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan namanya. Allah mengetahui segala
perbuatanmu. Tidak ada yang samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka diantara
kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal perbuatanmu. Orang yang berbuat baik
dibalas dengan kebaikan dan orang yang berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang
pantas baginya atau diampuninya.

2.QS. Toha: 114

‫فَتَع لى هَّللا الَم ِلُك اْلَح ُّق َو اَل َتْع َج ْل ِباْلُقْر داِن من قبل أن ُيْقَص ى ِإليَك َو ْح ُبُه َو ُقل‬
‫َّرِّب ِزْد ِني ِع ْلًم ا‬

Artinya: "Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-
gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempumakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah:
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." Menurut Tafsir Al-Wajiz / Syaikh
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Surinh 114. Ketika Allah
menyebutkan keputusan pembalasan-pembalasanNya pada para hambaNya dan ketetapan
perintah agamaNya yang Allah turunkan di dalam Kitabya, realita ini termasuk bagian dari
implikasi kekuasaanNya-, Allah berfirman, "Maka Maha Tinggi Allah," maksudnya Mahabesar,
berada di ketinggian, suci dari segala kekurangan dan kerusakan. "Raja", yang kepemilikan
kerajaan menjadi cirinya, dan semua makhluk adalah budak-budakNya. Ketetapan hukum-
hukum kekuasaan qadari maupun syar'iNya berlaku pada mereka. "Yang sebenar-benarnya,"
maksudnya wujudNya, kerajaanNYa, dan kesempurnaanNYa benar-benar haq. Sifat-sifat
kesempuan tidaklah hakiki kecuali bagi Dzat Yang Memiliki keagungan. Termasuk hal itu
adalah kepemilikan kekuasaan Sesungguhnya selainNYa dari kalangan makhluk, walaupun
mempunyai kekuasaan pada waktu- waktu tertentu yang meliputi sebagian aspek, akan tetapi
kekuasaannya adalah kekuasaan yang pendek, batil lagi akan sima. Adapun (kekuasaaan) Allah,
maka akan tersu eksis dan tidak musnah karena Diia Raja, Yang Mahahidup, Maha menangani
yang lain lagi Mahaagung. "Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum
wahyunya disampaikan (secara sempuma) kepadamu, maksudnya janganlah engkau bersegera
untuk menangkap al-Quran ketika Jibril sedang membacakannya kepadamu. Bersabarlah sampai
dia menuntaskannya. Jika sudah selesai, maka bacalah. Sesungguhnya Allah telah menjamin
pengumpulannya bagimu di dadamu dan dalam bacaan al-Quranmu. Seperti yang difirmankan
Allah. "Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-
cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lab mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah
penjelasannya." (Al-Qiyamah:16-19), Ketika ketergesaan dan kesegeraan beliau untuk menerima
wahyu menunjukkan kecintaan beliau yang utuh kepada ilmu dan keantusiasan untuk
menguasainya, maka Allah memerintahkan beliau untuk meminta tambahan ilmu. Sesungguhnya
ilmu itu baik, dan banyak kebaikan itu dituntut, kebaikan itu berasal dari Allah, dan jalan menuju
ke sana adalah melalui ketekunan, kerinduan kepada ilmu, memohon dan meminta pertolongan
kepadaNya serta duduk bersimpuh kepadaNya di setiap waktu. Bisa di ambil pelajaran dari ayat
yang mulia ini, mengenai etika dalam menerima ilmu, bahwa orang yang mendengarkan ilmu
seyogyanya perlahan-lahan dan bersabar, sampai pendikte dan pengajar selesai dari
penjelasannya yang saling berkaitan. Jika ia sudah selesai darinya, pencari ilmu menanyakan
(nya) bila dia punya pertanyaan. Janganlah dia bersegera bertanya dan memotong keterangan
orang yang mengajar. Sesungguhnya sikap ini penyebab terhalangi (dari menguasai ilmu).
Demikian juga orang yang ditanya, seharusnya ia meminta penjelasan lebih lanjut tentang
pertanyaan penanya dan melacak maksudnya sebelum menjawab. Sesungguhnya sikap ini
menjadi penyebab ketepatan dalam menjawab dengan benar

3. QS. An Naml: 15

‫ولقد عانينا داود وسليمن عما وقاال الحمُد به الذى فضلنا َع َلى َك ِثيٍر ِّم ْن ِع َب اِدِه‬
‫اْلُم ْؤ ِمِنيَن‬

Artinya: "Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan
keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan
hamba-hambanya yang beriman".

Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah Allah
mengabarkan Dia telah memberikan kepada Nabi-Nya Dawud dan anaknya (Sulaiman) ilmu
yang banyak serta hikmat dan kekuasaan, maka mereka berdua amalkan ilmu tersebut dan
memuji kepada Allah dengan rasa syukur atas pemuliaan-Nya dan karunia bagi keduanya atas
para makhluk di zaman mereka berdua. Ayat ini menunjukkan atas kemulian ilmu dan tingginya
kedudukan pemiliknya?.

4.QS.al-Qashash: 14
‫َو َلَّم ا َبَلَغ َأْش َته َو اْسَتَو ى َع اَتْيُتُه ُح ْك ًم ا َو ِع ْلًم اۚ َو َك َذ ِلَك َنْج َر ى اْلُم ْح ِس ِنيَن‬

Artinya: "Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya
Hikmah (kenabian) dan pengetahuan, dan Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-
orang yang berbuat baik."

Penjelasan Ayat:

Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
Ketika Musa sampai pada usia remaja dan baligh serta memiliki kekuatan, akal dan sampai pada
puncak usia; Allah berikan kepada Musa hikmah yaitu berupa kenabian, Allah berikan juga ilmu.
Allah kemudian menjelaskan bahwa Allah akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang
ikhlas di antara hamba-hamba-Nya dengan balasan yang terbaik". Dalam surat al Qashash
menyatakan bahwa janji Allah benar. Seperti Allah menjajikan kepada ibu Musa as bahwa Dia
akan mengmbalikan anaknya dan akan menjadikannya salah satu seorang rasul. Ayat diayat
diatas menegaskan bahwa dan setelah dia mencapai kemantapan umurnya dan sempurna jasmani
dan rohaninya, kami anugrahkan hikmah yakni kenabian atau kearifan, atau amal ilmiyah dan
pengetahuan, yakni ilmu amaliyah. Dan demikian kami membalas al-muhsinin, yakni orang-
orang yang selalu berbuat baik.

Cukup umur bermakna sempurnanya kekuatan tubuhnya. Dan, sempurna akalnya


bermakna kematangan anggota tubuh dan akalnya hal itu biasanya terjadi pada usia tiga puluh
tahun. Apakah musa masih berada di istana Firaun, sebagai anak asuh dan anak adopsi firaun dan
istrinya hingga ia mencapai usia ini? Ataukah Musa berpisah dengan keduanya dan
meninggalkan istana, karena hatinya tidak tenang hidup di kondisi seperti itu, yang tidak dapat
dinikmati oleh jiwa orang-orang yang terpilih oleh Allah seprti Musa?

Apalagi setelah ibunya memberitahukannya tentang siapa jati dirinya, siapakah kaumnya, dan
apa agamanya. Sementara ia menyaksikan kaumnya ditimpa pelbagai penganiayaan, kedzalinan,
kekejiana, dan penghinaan. la juga melihat bentuk kerusakan yang paling buruk daan
menyimpang ditengah kerajaan Firaun itu. Kita tidak memiliki dalil tentang hal itu. Namun
konteks kejadian-kejadian setelah itu memberikan kesan, seperti yang kita baca nanti. Dan atas
anugerah hikmah dan ilmu yang diberikan Allah kepada Musa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Ilmu dalam bahasa arab berasal dari bentuk kata masdar yang bermakna al-fahmu, al-
ma'rifah, al-idrak, dan al-yakin. Secara terminologi ada tiga pengertian yang dikemukakan oleh
para ulama. Pertama, ilmu adalah suatu keyakinan terhadap sesuatu. Kedua, yaitu ilmu
pengetahuan tentang Allah dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya seperti sifat-
sifatnya, mengetahui apaapa yang dihalalkan dan yang diharamkannya. Ketiga, yaitu
pengetahuan tentang terungkapnya segala sesuatu yang tersembunyi. Menurut ahli tadwin, ilmu
merupakan kumpulan dari beberapa masalah yang saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Misalnya, ilmu Hadis dan periwayatannya. Ada juga yang mendefinisikan al-ilmu
sebagai al-idrak(penemuan), al-fan (profesi atau keahlian). Sementara menurut alUtsaimin, ilmu
adalah pengetahuan terhadap sesuatu dengan pasti dan yakin.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah keseluruhan
sistem pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu dan sistematis, bisa dilihat, di rasakan,
dan diuji kebenarannya.Hakikat Ilmu Dalam al-Qur'an Dalam proposal komprehensif ilmu
pengetahuan, di samping al-Qur'an menekankan penelaahan terhadap fenomena-fenomena alam
dan insani dengan menggunakan inder dan empiris, juga mengutuhkan penelaahan ini dengan
perenungan dan penalaran rasional yang, pada akhirnya, semua itu jatuh dalam rangkulan agama.
Dengan memperhatikan kedalaman dimensi ketuhanan dari fenomena alam dalam kaitannya
dengan kekuatan pencipta, al-Qur'an menempatkan ilmu yang diperoleh dari indera, empiris,
akal, iman dan takwa sebagai fasilitas manusia dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan
diri. Definisi yang dipilih oleh Murtadha Muthahari untuk esensi ilmu dalam pandangan al-
Qur'an adalah mengenal ayat yang, atas dasar itu, seluruh alam merupakan ayat dan tanda
kebesaran Allah SWT. Allamah Ja'fari mengenalkannya dengan nama "pengetahuan pengingat".
Dengan demikian, ilmu pengetahuan dalam al-Qur'an telah membuka jalan menyingkap ayat dan
kesan-kesan Ilahi dengan mengajak manusia untuk menelaah sejarah, alam, dan dirinya sendiri.

Kritik & Saran

Kami menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang kami miliki, maka kami
mengharap atas kritikan dan saran para pakar dibidang menulis lebih-lebih terhadap Bapak Olis,
M.Pd. selaku pemegang atau yang diberikan tugas makalah ini, Itu semua demi untuk
mengembangkan kemampuan dan semangat kami Dan menjadi bahan acuan agar kami bisa
memperbaikinya dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A. (2016). Pengantar Studi Al-Qur'an. Jakarta: Kencana Al Qaththan, Manna. Pengantar
Studi limu al Qur'an, Jakarta: Pustala al Kautsar Rosidin, Dedeng (2003).

Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: Teras. 2007.

Pandangan al Qur'an Tentang Ilmu dan Teknologi. [online] Tersedia


http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/pandangan-al-quran-tentang-ilmu-dan.html Februari
2012] Nasiri, Mustafa. (2012), Esensi Ilmu Dalam Pandangan al Qur'an [online]. Tersedia:
http://www.taqrib.info [27 Februari [27

2012] Meyheriadi. (2011). Akar-akar Pendidikan Dalam al Qur'an dan Hadits. Bandung: Pustaka
Umat Meyheriadi, (2011).

Anda mungkin juga menyukai