MAKALAH
AL-QUR’AN
DAN
HADIST
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II Pembahasan
2.1 Wahyu
2.2 AL-Qur’an
2.3 Kemukjizatan Al-Qur’an
2.4 Metode Memahami Tafsir Al-Qur’an
2.5 Al-Hadis
2.6 Sejarah Periwayatan dan Pembukuan Hadis
2.7 Kedudukan dan Keutamaan Al-Hadis
2.8 Metode Memahami Al-Hadis
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Hadist
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Tanpa hadis,
Islam tidak akan tampak ajarannya, bahkan seseorang bisa tersesat, karena tidak mengenal
ajarannya secara utuh. Hadis juga merupakan wahyu Allah tetapi lafadznya saja yang berasal
dari Nabi. Untuk memudahkan pemahaman bagi pengikut Nabi atau umat-umatnya.
Zaman sekarang ini banyak manusia yang tidak menyadari pentingnya mempelajari
ilmu al-Hadis. Yang didalamnya banyak juga terdapat etika-etika tentang kehidupan umat
manusia dan dapat kita jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bagaimana cara
duduk yang baik sewaktu makan, dan masih banyak contoh yang lainnya lagi. Itu semua
adalah kebiasaan hidup sehari-hari Nabi saw, yang ditulis baik secara langsung atau pun tidak
diketahui oleh Nabi saw sendiri. Kita juga dapat pelajaran untuk mengetahui mana yang boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan (dilarang), mana yang baik atau buruk, dan mana yang
halal atau yang haram.
Banyak penelitian tentang sumber ajaran agama yang melahirkan berbagai bentuk
hadis sesuai keperluannya. Hadis yang dibuat-buat kemudian dinisbatkan kepada Nabi saw
tanpa melalui periwayatan yang sah dan diklaim sebagai Hadis Nabi disebut hadis palsu atau
tergolong Hadis dha’if yang paling lemah dan sangat merugikan umat islam di seluruh dunia.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
Al-Qur’an
1. Untuk mengenal dan memahami apa saja yang terkandung atau terdapat dalam ilmu al-
Qur’an.
2. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi tentang wahyu dan al-Qur’an yang terdapat
dalam ilmu al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara Hadis Qudsi dan al-Qur’an.
4. Untuk mempelajari bagaimana sejarah turunnya al-Qur’an, pemeliharaan, hingga
kemukjizatan yang diturunkan al-Qur’an.
5. Untuk memahami tentang metode tafsir al-Qur’an yang merupakan salah satu cabang
dari ulumul Qur’an.
Al-Hadist
6. Untuk mengenal dan memahami apa saja yang terkandung atau terdapat dalam ilmu al-
Hadis
7. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hadis yang sahih.
8. Untuk mengetahui perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis.
9. Untuk mempelajari bagaimana sejarah periwatan dan pembukuan hadis.
10. Untuk mencari tahu tentang bagaimana kedudukan dan keutamaan al-Hadis.
11. Untuk memahami tentang metode al-Hadis dengan berbagai aspek.
WAHYU
I. Pengertian Wahyu
Ada banyak pengertian wahyu, diantaranya adalah :
1. Arti asal, wahyu adalah “bisikan halus” yang dibisikkan kepada telinga sehingga yang
dibisikkan itu faham yang dimaksud oleh orang yang membisikkan.
2. Menurut syara’ :
Wahyu adalah irfan yang didapat oleh seseorang manusia utama, yang dia
sendiri yakin bahwa itu diterimanya dari Tuhan langsung atau dengan
perantara malaikat.
Wahyu adalah pemberian Tuhan kepada Nabinya tentang hukum-hukum
Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi
meyakinkan kepada Nabi atau Rasul yang bersangkutan, bahwa apa yang
diterimanya adalah betul-betul dari Allah sendiri.
3. Menurut bahasa, wahyu adalah memberitahukan sesuatu dengan cara yang samar dan
cepat.
4. Menurut Etimologis, wahyu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat dan khusus
diketahui oleh pihak-pihak yang dituju saja.
5. Menurut Terminologis, wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Nabi
dan Rasul-Nya.
Kata wahyu dari berbagai bentuknya dalam al-Qur’an paling tidak memiliki empat
pengertian, diantaranya :
1. Isyarat (Q.S. Maryam, 19:11)
2. Ilham (Q.S. al-Qasas, 28:7)
3. Insting/naluri (Q.S. An-Nahl, 16:68)
4. Bisikan halus (Q.S al-An’am, 6:112)
Wahyu yang dimaksud dalam ayat 163 surat An-Nisa adalah pengertian yang asli,
yaitu pengertian ma’rifat yang didapati oleh seorang Nabi didalam hatinya penuh keyakinan,
bahwa pengertian itu datangnya dari Allah, baik langsung maupun memakai perantara.
II. Cara Penyampaian Wahyu
Surat As-Syura ayat 51
Artinya:
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki.
Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
I. Pengertian Al-Qur’an
Berbagai macam pendapat tentang pengertian al-Qur’an :
1. Secara Etimologi
• Al-Qur’an tidak terambil dari kata lain, tetapi berdiri sendiri. Oleh karena itu, al-
Qur’an hanya nama resmi untuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
• Al-Qur’an berasal dari kata qara’in jama’ dari qorinah, karena antara ayat yang
satu dengan yang lain saling melengkapi dan beriringan.
• Al-Qur’an berasal dari kata qarana yang berarti menggabungkan sesuatu dengan
yang lain, sebab surta-surat maupun ayat-ayat bahkan huruf-hurufnya saling
beriringan dan bergabung satu dengan yang lain.
• Al-Qur’an berasal dari kata qari’ yang berarti mengumpulkan. Hal karena al-
Qur’an menghimpun surat-surat sehingga membentuk satu kesatuan.
• Al-Qur’an berasal dari kata qiro’ah yang berarti bacaan dan berbentuk mashdar.
“Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al
Salih, berarti “bacaan” asal kata qara-a. Kata al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim
maf’ul, yaitu maqru’ (dibaca).
2. Secara Terminologi
• Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, yang ditunkan kepada
Nabi dan Rasul terakhir, baik langsung maupun melalui perantara.
• Al-Qur’an adalah lafaz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, dan menantang setiap orang
untuk menyusunnya walaupun dengan membuat surat yang terpendek daripadanya.
• Al-Qur’an adalah perkataan yang mengandung mukjizat, yang ditunkan kepada
Nabi Muhammad saw, yang ditulis dalam mushaf, dan yang membacanya dianggap
ibadah.
Adapun definisi al-Qur’an ialah “kalam Allah swt yang merupakan mukjizat, yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw, dan yang ditulis di mushaf kemudian
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.” (Depag. RI., Al-Qur’an
dan terjemahannya, 1985:16)
KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
Artinya :
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi
untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya
menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku,
mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara
orang-orang yang menyesal..” (Q.S. al-Maidah (5):31)
Secara istilah, yang dimaksud dengan mukjizat adalah tanda-tanda kebenaran Nabi
dalam pengakuannya sebagai Rasul dengan menampakkan kelemahan orang-orang untuk
menghadapi mukjizat.
Kemukjizatan al-Qur’an adalah keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki al-
Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia baik secara individual maupun kolektif, untuk
mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya. Mukjizat al-Qur’an bukan berarti
melemahkan manusia tetapi memberikan pengertian kepada mereka tentang kelemahan
mereka untuk mendatangkan sesuatu yang sejenis dengan al-Qur’an, menjelaskan bahwa kitab
Allah ini haq, dan Rasul yang membawanya adalah rasul yang benar.
Kemukjizatan al-Qur’an antara lain terletak pada fashahah dan balaghahnya,
susunannya dan gaya bahasanya, serta isi yang tiada bandingnya. Allah sengaja menantang
orang-orang Arab untuk membuat yang semisal al-Qur’an dengan tiga tahapan :
1. Menantang mereka dengan seluruh al-Qur’an dengan uslub umum yang meliputi
orang Arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangan yang
mengalahkan kemampuan mereka secara padu melalui firman-Nya. (Q.S. al-Isra’
(17):88)
2. Menantang mereka dengan sepuluh surat saja dari al-Qur’an, sebagaimana dalam Q.S.
Hud (11):13.
3. Menantang mereka dengan satu surat saja dari al-Qur’an, sebagaimana dalam Q.S.
Yunus (10):38.
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi
Muhammad. Hal ini dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa untuk
menjamin keselamatan dan kemurnian al-Qur’an.
Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad dan Nabi-nabi lainnya ada dua
jenis :
Pertama : Hissi, yaitu mukjizat yang dapat dilihat oleh mata, didengar, dirasa, dan
ditangkap oleh panca indera. Ia sengaja ditunjukkan kepada manusia yang tidak mampu
menggunakan akal pikiran dan kecerdasannya untuk menangkap keluarbiasaan Allah.
Kedua : Maknawi, yaitu mukjizat yang tidak dapat dicapai dengan kekuatan panca
indera semata, tetapi harus dicapai dengan kekuatan dan kecerdasan akal pikiran. Hanya
orang-orang yang mempunyai akal sehat dan kecerdasan yang tinggi, mempunyai hati nurani
dan berbudi pekerti luhur sajalah yang mampu menangkap dan memahami kebesaran mukjizat
seperti ini.
Kedua mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad dan juga al-Qur’an
mengandung keduanya. Bahkan maknawi lebih besar porsinya dibandingkan hissi. Al-
Qur’an memang dipersiapkan untuk menghadapi dan mengendalikan segala zaman.
Banyak komentar yang muncul oleh para ulama-ulama tentang kemukjizatan al-
Qur’an, sehingga al-Qur’an secara terus-menerus menantang semua kesusastraan Arab untuk
mencoba menandinginya, tetapi tidak seorang pun yang mampu menjawab tantangan al-
Qur’an.
Adapun mengenai segi atau kadar manakah mukjizat itu, maka jika seorang peneliti
yang obyektif mencari kebenaran al-Qur’an dari aspek manapun yang ia sukai, ia akan
temukan kemukjizatan itu meliputi tiga macam aspek, yaitu aspek bahasa, aspek ilmiah, dan
aspek tasyri’. Kemukjizatan ilmiah al-Qur’an yaitu melalui semangatnya dalam memberikan
dorongan kepada manusia dalam berpikir menggunakan otaknya.
II. Aspek Kemukjizatan al-Qur’an
Pendapat dan panduan ulama kalam tentang aspek kemukjizatan al-Qur’an berbeda-
beda. Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghahnya yang
mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingnya. Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi
kemukjizatan al-Qur’an itu ialah kandungan badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa
yang telah dikenal dalam perkataan orang Arab.
Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitab at-Tibyan menyebutkan segi-segi
kemukjizatan al-Qur’an sebagai berikut :
1. Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada dalam bahasa orang-orang
Arab.
2. Terdapat uslub yang unik, berbeda dengan semua uslub bahasa Arab.
3. Bentuk undang-undang yang detail, yang sempurna melebihi undang-undang yang
dibuat oleh manusia.
4. Menggambaarkan hal-hal yang gaib, yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
5. Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan
kebenarannya.
6. Menepati janji yang dikabarkan dalam al-Qur’an.
7. Mengandung prinsip-prinsip ilmu-ilmu pengetahuan didalamnya.
8. Berpengaruh kepada hati engikut dan musuhnya.
Sedangkan Quraish Shihab berpendapat bahwa pada garis besarnya mukjizat al-
Qur’an tampak dalam tiga hal pokok :
1. Susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra Arab.
2. Kandungan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan.
3. Ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian telah terbukti kebenarannya.
Al-Qur’an itu mukjizat dengan segala makna yang dibawa dan dikandung oleh lafaz-
lafaznya. Al-Qur’an membawa ajaran penting bagi manusia sepanjang jaman di segala segi
kehidupan. Al-Qur’an tidak bisa ditiru, bukan hanya dalam kefasihan dan gaya bahasanya
yang mengagumkan, melainkan juga dalam hal isinya.
I. Pengertian Tafsir
Ada beberapa pengertian tafsir, diantaranya yaitu :
1. Tafsir dalam arti sempit yaitu tidak lebih dari menerangkan lafal-lafal ayat dan
I’rabnya serta menerangkan segi-segi sastra susunan al-Qur’an dan isyarat-isyarat
ilmiahnya.
2. Tafsir dalam arti luas yaitu yang bertujuan utama menjelaskan petunjuk-petunjuk al-
Qur’an dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dan nikmat Allah di dalam
mensyari’atkan hukum-hukum kepada umat manusia.
3. Tafsir menurut istilah
• Abu Hayyan.
Tafsir yaitu ilmu yang membahasa tentang cara pengucapan lafadz-
lafadz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hokum-hukumnya, dan
makna-makna yang dimungkinan baginya ketika tersusun serta hal-hal yang
melengkapinya.
• Az-Zarkasyi.
Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya, serta
mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
4. Tafsir menurut bahasa
• Sebagian Ulama mengatakan bahwa kata tafsir berasal dari dari
kebalikan kata safar, sehingga tafsir berarti penerangan/keterangan.
• Imam Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir itu berasal dari kata
“tafsirah”, yang berarti statoskop (alat yang dipakai oleh para dokter).
• Menurut Syekh Mannaa’ul Qaththan, kata tafsir itu mengikuti wazan taf’iil,
dari kata fassara yang berarti menerangkan, membuka, dan menjelaskan makna yang ma’quul.
• Menurut Ibnu Mandzuur, perkataan tafsir itu berarti Al-Bayan atau
keterangan/kupasan.
II. Sistematika dan Macam-Macam Tafsir
Sistematika penafsiran al-Qur’an, diantaranya :
a. Sistematika sederhana, yaitu yang tidak banyak mengemukakan segi-segi
penafsirannya dan biasanya hanya memberi kata-kata sinonim dari lafal-lafal ayat yang
sukar serta sedikit penjelasan ringkas.
b. Sistematika sedang, yaitu yang hanya mengemukakan dua-tiga segi penafsiran saja.
c. Sistematika lengkap, yaitu yang banyak mengemukakan segi-segi penafsiran ayat.
I. Pengertian al-Hadis
Menurut pendapat yang berlaku di kalangan muhaddisin, lebih-lebih para
muta’akhhkhirin, kita dapat menjumpai bahwa istilah Hadis dan Sunah adalah sinonim.
Dimana keduanya mempunyai pengertian sebagai isnad (penyandaran) perkataan, perbuatan,
penetapan dan sifat kepada Nabi saw. Akan tetapi dikembalikan kepada akar katanya dan
kemunculannya secara histories, akan ditemukan adanya perbedaan antara kedua istilah
tersebut.
Kata al-Hadis adalah menurut masdar, dari kata kerja haddasa – yuhaddisu – tahdisan,
yang mempunyai arti al-khabar (berita/cerita) atau al-ikhbar (menceritakan). Bentuk tunggal
dari kata al-Hadis adalah uhdusah (berdasarkan qiyas), kemudian dijadikan bentuk jama’
untuk lafaz hadis.
Ada beberapa pengertian secara Terminologis hadis yang berbeda dengan yang lain :
1. Menurut ulama hadis : sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya. (Termasuk sifat fisik Nabi saw)
2. Menurut ulama ushul : segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi yang bersangkut
paut dengan hukum.
Dengan demikian sesuatu yang dibuat-buat kemudian dinisbatkan kepada Nabi saw
tanpa melalui periwayatan yang sah dan diklaim sebagai Hadis Nabi saw disebut hadis
mawdu’ (palsu) atau tergolong Hadis dha’if yang paling lemah.
I. Aspek Sanad
Sanad dari segi bahasa artinya sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran.
Sedangkan menurut istilah, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis
kepada Nabi Muhammad saw.
a. Riwayat dan Keadaan Para Periwayat
Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak diisyaratkan apa-apa untuk
diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam menerima hadis.
Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dan tidak
akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin Abu Thalib tidak
menerima hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah. Tetapi itu tidak dipandang sebagai
suatu undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis. Meminta seorang saksi
kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan
hati dalam menerima yang berisikan itu.
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, karena hadis yang diperoleh/
diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayatan
hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau
tidak untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum
islam. Memperhatikan sanad riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan
umat islam.
b. Ittishal l-Sanad (Sanad Bersambung)
Unsur pertama dari kaedah kesahihan sanad hadis adalah ittishal l-sanad
(bersambungnya sanad), adalah tiap-tiap perawi dalam sanad hadis dari perawi pertama, yaitu
mukharrij sampai perawi terakhir menerima riwayat hadis dari perawi terdekat sebelumnya,
keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu, yaitu sahabat.
Dalam hubungannya dengan persambungan sanad, kualitas perawi sangat menentukan.
Secara mullah keadaan perawi dapat dibagi kepada siqah dan yang tidak siqah. Dalam
menyampaikan riwayat, perawi yang siqah memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan karenanya
dapat dipercaya riwayatnya. Dalam hal ini tidak dibenarkan adanya rangkaian sanad yang
terputus, tersembunyi, dan tidak diketahui identitasnya (wahm) atau samar.
c. Marfu’ (bersandar kepada Nabi)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelajaran tentang ilmu al-Qur’an tidak seharusnya kita tinggalkan begitu saja. Banyak
sekali manfaat-manfaat yang belum kita ketahui dari mempelajari ilmu al-Qur’an tersebut,
yang dapat juga kita jadikan pedoman dalam hidup dari mempelajari sejarah-sejarah Nabi dan
Rasul beserta sahabat-sahabatnya. Jika kita mau memanfaatkan media apa saja yang terdapat
disekeliling kita, mungkin kita tidak akan tertinggal dari yang lain. Al-Qur’an mewajibkan kita
untuk selalu berusaha dan menjauhi dari sifat malas.
Pelajaran tentang Hadis mungkin sangat membosankan, terutama bagi mahasiswa yang
malas membaca buku. Padahal zaman sekarang sudah banyak media-media yang memberikan
fasilitas agar menarik minat konsumen. Hadis merupakan hukum kedua setelah al-Qur’an.
Didalam ilmu hadis banyak manfaatnya, seandainya kita mau mencari informasi tentang ilmu-
ilmu Hadis tersebut. Karena dalam ilmu hadis terdapat juga berbagai kebiasaan Nabi saw dan
para sahabat, yang bisa kita jadikan contoh dalam kehidupan. Berbagai bentuk hadis yang
dituliskan oleh periwayat, yang mencakup segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi saw,
ditulis oleh para sahabat Nabi saw, baik secara langsung maupun sembunyi-sembunyi.
Tujuannya hanya bisa dijadikan contoh untuk generasi seterusnya.
3.2 Saran
Indonesia termasuk Negara yang penduduknya mayoritas islam, sudah seharusnya kita
mengetahui lebih banyak tentang ilmu al-Qur’an. Bagi siapa saja yang ingin memahami,
menghayati dan mengamalkan al-Qur’an dengan sebaik-baiknya adalah merupakan syarat bagi
yang mau menafsirkan al-Qur’an dengan setepat-tepatnya. Menafsirkan al-Qur’an tidak bisa
sembarang dilakukan, karena akan mengurangi keaslian isi al-Qur’an tersebut. Oleh karena
itu, bagi siapa saja yang ingin menafsirkan al-Quran dengan benar harus terlebih dahulu
mengetahui hukum-hukumnya.
Sudah sewajarnya Indonesia sebagai Negara yang penduduknya mayoritas islam,
mengetahui lebih banyak tentang ilmu al-Hadis. Bagi siapa pun yang ingin membuat
periwayatan Hadis yang absah, hendaklah mengetahui terlebih dahulu kriteria-kriteria atau
syarat-syarat dimana suatu Hadis yang diriwayatkan dapat dikatakan berasal dari Nabi saw
atau dengan kata lain Hadis tersebut benar-benar bersumber dari Nabi yang didukung dengan
kaedah-kaedah kesahihan yang telah ditetapkan oleh ahlinya dan juga telah ditetapkan oleh
ahli hadis buktinya. Menurut ahli hadis, Hadis sahih adalah hadis yang sanad dan matannya
sahih. Sehingga diketahui bagaimana status Hadis-hadis yang tidak memenuhi kriteria-kriteria
tersebut dan bagaimana suatu Hadis sampai kepada derajat maudu’ (palsu).
DAFTAR PUSTAKA