Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AL-QUR’AN

POKOK-POKOK ISI KANDUNGAN AL-QUR’AN


PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada
umat manusia melalui Nabi Muhammad saw untuk dijadikan sebagai pedoman
hidup. Petunjuk-petunjuk yang dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alam
ini. Sebagai kitab bidayah sepanjang zaman, al-Qur’an memuat informasi-
informasi dasar tentang berbagai masalah, baik informasi tentang hukum, etika,
kedokteran dan sebagainya.
Hal ini merupakan salah satu bukti tentang keluasan dan keluwesan isi
kandungan al-Qur’an tersebut. Informasi yang diberikan itu merupakan dasar-
dasarnya saja, dan manusia lah yang akan menganalisis dan merincinya, membuat
keautentikan teks al-Qur’an menjadi lebih tampak bila berhadapan dengan
konteks persoalan-persoalan kemanusiaan dan kehidupan modern.
Al-Quran juga merupakan kitab suci agama islam untuk seluruh umat
muslim di seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu penghabisan spesies
manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa akibat kiamat besar.
Al-Qur’an mempunyai arti yang sangat penting dalam islam. Al-Qur’an
mempunyai berbagai macam fungsi, salah satu fungsi itu adalah bahwa Al-Qur’an
itu di jadikan sebagai sumber ajaran dalam Islam.
Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik
beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat
dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan.
Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih
mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-
quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22
hari. Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang
secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama
beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya.
Untuk itu dalam pembahasan kali ini saya akan memaparkan tentang apa
pengertian Al-Qur’an dan pokok-pokok isi kandungan A-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi diatas, maka penulis akan merumuskan masalah
sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an ?
b. Apa yang dimaksud dengan kandungan Al-Qur’an?
c. Bagaimana pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan maalah, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah :
a. Untuk mengetahui apa pengertian Al-Qur’an
b. Mengetahui maksud dari kandungan Al-Qur’an.
c. Untuk memahami pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk
jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang
berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata
tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah al Qur'an yaitu pada surat al
Qiyamah ayat 17 - 18.
Secara istilah, al Qur'an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan
jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan
mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.
Al Qur'an adalah murni wahyu dari Allah swt, bukan dari hawa nafsu
perkataan Nabi Muhammad saw. Al Qur'an memuat aturan-aturan kehidupan
manusia di dunia. Al Qur'an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman
dan bertaqwa. Di dalam al Qur'an terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi
orang-orang yang beriman. Al Qur'an merupakan petunjuk yang dapat
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.
Berikut ini pengertian al Qur'an menurut beberapa ahli :
a. Muhammad Ali ash-Shabuni
Al Qur'an adalah Firman Allah swt yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan
malaikat Jibril as, ditulis pada mushaf-mushaf kemudian disampaikan kepada kita
secara mutawatir, membaca dan mempelajari al Qur'an adalah ibadah, dan al
Qur'an dimulai dengan surat al Fatihah serta ditutup dengan surat an Nas.
b. Dr. Subhi as-Salih
Al Qur'an adalah kalam Allah swt merupakan mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan dengan
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
c. Syekh Muhammad Khudari Beik
Al Qur'an adalah firman Allah yang berbahasa arab diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw untuk dipahami isinya, disampaikan kepada kita secara
mutawatir ditulis dalam mushaf dimulai surat al Fatihah dan diakhiri dengan surat
an Nas.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahawa al Qur'an
adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw dengan
perantara malaikat jibril, disampaikan dengan jalan mutawatir kepada kita, ditulis
dalam mushaf dan membacanya termasuk ibadah. Al Qur'an diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw selama kurang lebih 22 tahun.
B. Kandungan dan Isi Al-Qur’an
Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusia
yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut tidak
berbeda dengan risalah yang dibawa olae Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-
rasul lainnya sampai kepada Nabi Isa, rialah itu adalah mentauhidkan Allah.
Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep
ketuhanan ang diajarkan oleh rasul yang pernah Allah utus didunia ini.hanya
persoalan huum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahan
situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus.
Bagaimanapun juga, kita sering membaca perbincangan Al-Qur’an
mengeni bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, jagat raya, fenomena alam,
dan sejarah. Perbincangan tersebut dalam kitab Suci ini, merupakan rangkaian
pembelajaran bagi umat manusiamengenai tauhid dan ketundukan kepada Allah.
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami
isi yang terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang
berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang
diutamakan akan tetapi menelaah dan mempelajari Al-Qur’an yang sangat
dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi
belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan
Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidak
memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di atas.
Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulah
gambaran umum isi kandungan Al-Qur’an. Para ahli telah banyak mengkaji dan
memperinci kandungannya. Hasil kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan,
sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing.
C. Pokok-Pokok Isi Kandungan Al-Qur’an
Sumber pokok ajaran Islam adalah Al-Qur’an. Segala pokok syariat
dan dalil-dalil syar’i yang mencakup seluruh aspek hukum bagi manusia
dalam menjalankan hidup di dunia dan akhirat terkandung dalam Al-Qur’an.
Adapun pokok-pokok ajarab yang ada dalam Al-Qur’an adalah sebagai
berikut.
1. Aqidah
Sesungguhnya aqidah merupakan masalah yang paling pokok dan
paling mendasar bagi setiap mukmin. Aqidah menjadi pintu awal masuknya
seseorang ke dalam Islam dan aqidah pula yang harus dia pertahankan hingga
akhir hidupnya. Seorang mukmin dituntut untuk membawa serta kalimah
tauhid, kalimat ikhlas ‘laa ilaaha illallah’ hingga menghembuskan napas yang
terakhir agar dia dikategorikan ke dalam hamba-hamba Allah yang husnul
khatimah.
Semua mukmin meyakini bahwa barang siapa yang demikian adanya
pasti meraih ridha Allah Swt, rahmat-Nya dan surga-Nya. Oleh karena itu
bahasan tentang aqidah menjadi masalah paling urgen dan krusial bagi setiap
mukmin.
Aqidah dari segi bahasa (etimologis) berasal dari Bahasa Arab (ََ‫) َعقَد‬
yang bermakna 'ikatan' atau 'sangkutan' atau menyimpulkan sesuatu. Di
antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama sendiri adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya
Allah dan diutusnya pada Rasul. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi
ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun
salah.
Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah yang
dikemukakan oleh para ulama Islam, antara lain:
Menurut Hasan Al-Bannaَ “Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah
beberapa perkara yang wajib di yakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan
ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun
dengan keragu-raguan”.
Menurut Abu bakar Jabir al-Jazairyَ “Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati
serta diyakini kesahihan dan keberadaanya secara pasti dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.
Dari dua definisi di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam rangka mendapatkan suatu pemahaman mengenai aqidah yang lebih
proporsional, yaitu:
a. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indra untuk
mencari kebenaran dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah
hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-masing instrumen
tersebut pada posisi sebenarnya.
b. Keyakinan yang kokoh itu terbebas dari segala pencampur adukan
dengan keragu-raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya bulat dan
penuh, tiada bercampur dengan syak dan kesamaran. Oleh karena itu
untuk sampai kepada keyakinan itu manusia harus memiliki ilmu, yakni
sikap menerima suatu kebenaran dengan sepenuh hati setelah meyakini
dalil-dalil kebenaran.
c. Aqidah tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada
orang yang meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya
keselarasan dan kesejahteraan antara keyakinan yang bersifat lahiriyah
dan keyakinan yang bersifat batiniyah. Sehingga tidak didapatkan
padanya suatu pertentangan antara sikap lahiriyah dan batiniah.
d. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekuensinya ia
harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan
kebenaran yang diyakininya itu.
Dari keterangan diatas penyusun dapat menyimpulkan bahwa aqidah
adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang
tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya apa saja
yang disampaikan oleh allah dalam al-qur’an dan rasulullah dalam sunnah-nya
wajib di imani, diyakini, dan diamalkan. Ada beberapa dalil tentang aqidah,
yaitu :
a. Dalil Aqli
Dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk
akal atau logis dan sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan
adanya keyakinan dan dapat memastikan adanya iman yang dimaksudkan.
Dengan menggunakan akal manusia merenungkan dirinya sendiri dan alam
semesta, yang dengannya ia dapat melihat bahwa dibalik semua itu terdapat
adanya Tuhan pencipta yang satu.
b. Dalil Naqli
Yaitu dalil yang bersumber dari al-Qur’an. Dan dalam hal ini,
landasan hukum aqidah yang bersumber dari al-Qur’an antara lain :
Surah al-Ikhlas, ayat 1-4
۞ٌ ‫ََ َولَ ْمَ َي ُكنَلههُۥَ ُكفُ ًواَأ َ َح ٌۢد‬.ْ‫َلَ ْمَ َي ِلد ََْولََ ْمَيُولَد‬.ُ ‫ص َمد‬ ‫َٱَّللَُأ َ َحد ه‬
‫َٱَّللَُٱل ه‬.ٌ ‫قُ ْلَه َُو ه‬
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".
Surah an-Nahl, ayat 51 :
َٰ َٰ َِ ‫ََٱَّللُ َََلَتَته ِخذ ُ ٓو ۟اَ ِإ َٰلَ َهي ِْنَٱثْنَي‬
۞‫ُون‬ ِ ‫ٱر َهب‬ ْ َ‫ىَف‬ َ َٰ ٌ‫ْنََ ِإ هن َماَه َُوَ ِإلَ ٌۭه‬
َ ‫َو ِح ٌَۭد ٌََفَإِ هي‬ ‫َوقَال ه‬
Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan;
sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku
saja kamu takut".
Surah al-Baqarah, ayat 163 :
۞‫َٱلر ِحي ُم‬ ‫َٱلرحْ َٰ َمنُ ه‬ ‫ََلَإِ َٰلَهََإِ هَلَه َُو ه‬ ٓ ‫َو ِح ٌۭد ٌ ه‬ َٰ َٰ
َ َٰ ٌ‫َوإِلَ ُه ُك ْمَإِلَ ٌۭه‬
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Ibadah
Ibadah (‫ )عبادة‬secara etimologi berarti merendahkan diri serta
tunduk. Di dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna
dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-
perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan
ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi,
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir
maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan.
Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan
jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan
badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia,
Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun
dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku
makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang
mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)
Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia
adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha
Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka
mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa
yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang
menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya
dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Perintah menyembah kepada Allah banyak diterangkan dalam Al-
Qur’an salah satunya didalam Q.S Al-Baqarah ayat 21.
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa”.(Q.S Al-Baqarah/2:21)
3. Akhlak
Menurut bahasa, akhlak berasal dari kata khuluqun atau khulqun.
Khuluqun artinya budi, yaitu sesuatu yang tersimpan dalam hati, sangat
halus, sulit diketahui orang lain, namun memiliki kekuatan yang sangat
besar terhadap tingkah laku perbuatan manusia. Khulqun artinya
perbuatan-perbuatan lahir.
Menurut istilah, akhlak artinya tingkah laku lahiriah yang
diperbuat oleh seseorang secara spontan sebagai cerminan hati seseorang
yang menciptakan hubungan baik antarpribadi dengan pribadi dan
antarmasyarakat dengan sesamanya.
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam
yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka
dasar lainnya. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses
menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan
kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya
kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang
jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi Muhammad
Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di
muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak
manusia yang mulia. Nabi bersabda:
Artinya: ”Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”. (HR. Ahmad).
Apa yang dinyatakan Nabi sebagai misi utama kehadirannya
bukanlah suatu yang mengada-ada, tetapi memang sesuatu yang nyata dan
Nabi benar-benar menjadi panutan dan teladan bagi umatnya dan bagi
setiap manusia yang mau menjadi manusia berkarakter atau berakhlak
mulia. Pengakuan akan akhlak Nabi yang sangat agung bukan hanya dari
manusia, tetapi dari Allah Swt. seperti dalam firmannya:
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4).
Karena keluhuran akhlak dan budi Nabi itulah, Allah Swt.
menjadikannya sebagai teladan yang terbaik bagi manusia, khususnya
bagi umat Islam. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
al-Ahzab [33]: 21).
Untuk memahami akhlak Nabi yang lebih rinci di samping
ditegaskan dalam hadis-hadisnya, juga bisa dilihat dari keseluruhan ayat
yang berisi perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Apa saja
yang diperintahkan Allah dalam al-Quran pasti dilakukan oleh Nabi, dan
apa saja yang dilarang Allah dalam al-Quran pasti ditinggalkan dan
dijauhi Nabi. Maka sangat tepat ketika ‘Aisyah (isteri Nabi) ditanya oleh
sahabat bagaimana tentang akhlak Nabi? ‘Aisyah menjawab, “Akhlak
Nabi adalah al-Quran.” Artinya sikap dan perilaku Nabi sehari-hari tidak
ada yang keluar dan menyimpang dari semua aturan yang ada dalam al-
Quran.
Karena itu, siapa pun yang bermaksud meneladani Nabi atau
bersikap dan berperilaku seperti Nabi, maka ia harus tunduk dan patuh
terhadap seluruh aturan yang ada dalam al-Quran, baik yang berupa
perintah-perintah Allah maupun larangan-larangan-Nya. Di sinilah
pentingnya umat Islam memahami isi kandungan al-Quran.
4. Hukum
Secara garis besar hukum yang diperbincangkan dalam Al-Qur’an
meliputi dua hal yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah meiputi shalat, puasa,
zakat, dan haji. Dan muamalah meliputi hukum keluarga, jinayah, politik dan
ekonomi. Ini menunjukan bahwa hukum islam sangat komprehensif, tidak ada
aspek kehidupan manusia tata aturan hukumnya. Inilah salah satu karakter
khusus hukum islam, yang tidak ada dalam hukum buatan manusia. J.N.D
Anderson, seorang orientalis, mengakui hal ini. Dia mengatakan ‘hukum
islam jauh lebih luas cakupannya dari hukum barat, hukum islam mencakup
segala lapangan hukum sekaligus, yaitu hukum publik, hukum privat, hukum
nasional, dan hukum internasional dimana Barat tidak menganggapnya
sebagai hukum.
Beberapa contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang
ketentuan hukum-hukum tersebut antara lain.
َ َ‫خائِنِين‬ََ ‫َو ََل َتَ ُك ْن َ ِل ْل‬ ‫اس َبِ َما َأ َ َراكَ ه‬
َ َُۚ‫ََّللا‬ ِ ‫ق َ ِلتَحْ ُك َم َبَيْنَ َالنه‬ِ ‫َاب َبِ ْال َح‬ ْ َ‫إِنها َأ َ ْنزَ ْلنَا َإِلَيْك‬
َ ‫َال ِكت‬
‫َصي ًما‬ ِ ‫خ‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
khianat”. (Q.S An-Nisa /4:105)
َ‫ان َفَاجْ تَنِبُوهُ َلَعَله ُك ْم‬ َ ‫ش ْي‬
َِ ‫ط‬ ‫َم ْن َ َع َم ِل َال ه‬ ِ ‫س‬ ٌ ْ‫َرج‬ ِ ‫َو ْاْل َ ْز ََل ُم‬
َ ُ‫صاب‬ َ ‫َو ْال َم ْيس ُِر‬
َ ‫َو ْاْل َ ْن‬ ْ ‫يَا َأَيُّ َها َالهذِينَ َآ َمنُوا َإِنه َما‬
َ ‫َال َخ ْم ُر‬
ََ‫ت ُ ْف ِل ُحون‬
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.”(Q.S Al-Maidah /5:90)
5. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan (Sains)
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat
secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang
ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia
berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan
kitab suci al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an
sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali.
Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali
umat Islam ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu
dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal
bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan
untuk mentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi.
Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “ sains
mengenai waktu-waktu tertentu”. Banyak lagi ajaran agama yang
pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi, seperti untuk
menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam diperlukan
kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar
sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal
menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain
sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.
Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Al-Qur’an sejak empat belas abad yang silam telah memberikan
isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka
telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja
mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud
di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau
sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang ini,
dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus angksa luar
bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars,
Juipeter dan pelanet -pelanet lainnya.
Menurut Quraish Shihab pemaparan ayat-ayat Al-Qur’an tentang
”Kebenaran Ilmiah” tersebut lebih bertujuan untuk menunjukkan tentang
kebesaran Tuhan dan ke Esa-an Nya, serta mendorong manusia seluruhnya
mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan
kepercayaan KepadaNya.
Al-Quran demikian menghormati kedudukan ilmu dengan
penghormatan yang tidak ditemukan bandingannya dalam kitabkitab suci
yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran menyifati masa Arab pra-Islam dengan
jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang
menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat itu
disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu.
6. Sejarah
Istilah sejarah adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab) dan
history (bahasa inggris). Semua kata tersebut berasal dari bahasa yunani yaitu
istoria yang berarti ilmu. Istoria digunakan untuk penjelasan mengenai gejala-
gejala manusia dalam urutan kronologis. Sedangkan secara terminologi
menurut Al-Maqrizi membatasi sejarah ia memberikan informasi tentang
sesuatu yang pernah terjadi di dunia.
Definisi sejarah lebih umum adalah semasa lampau manusia, baik
yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala
alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah
rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia W.J.S Poerwadinata
mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lalu.
Penuturan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sarat dengan muatan edukatif
bagi manusia, khususnya pembaca dan pendengarnya. Kisah-kisah tersebut
menjadi bagian dari metode pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa
yang mentauhidkan Allah SWT. Karena itu ditegaskan Allah SWT.
(QS. Al-A’raf : 176 )‫صَلَ َعله ُه ْمَ َيتَفَ هَك ُرون‬ َ ‫ص‬ ْ ‫ص‬
َ َ‫َالق‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫َفَا ْق‬........
Artinya: Maka kisahkanlah kisah-kisah agar mereka berfikir.
Pemberian contoh kisah-kisah umat terdahulu beserta akibat yang
dialami bagi orang yang menentang perintah Allah serta berperilaku tidak
baik secara tidak langsung mengetuk hati orang yang merenungkan hikmah di
balik kisah tersebut. Kisah menjadi sarana yang lembut untuk merubah
kesalahan dan kekufuran suatu komunitas masyarakat, dengan tidak secara
langsung menyalahkan atau menggurui mereka.
Ayat-ayat tentang kisah dan sejarah dalam Al-Qur’an sebagai berikut.
َ(QS. At-Thaaha: 99)‫َم ْنَلَدُنهاَ ِذ ْك ًرا‬ ِ َ‫َوقَدَْآتَ ْينَاك‬
َ َ‫س َبق‬ ِ ‫َم ْنَأ َ ْن َب‬
َ َْ‫آءَ َماَقَد‬ ِ َ‫صَ َعلَيْك‬ُّ ُ‫َ َكذَلِكَ َنَق‬
Artinya: Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad)
sebagian kisah (umat) yang telah lalu, dan sungguh, telah kami berikan
kepadamu suatu peringatan (Al-Qur’an) dari sisi kami.
‫َم ْنَقَ ْبلَُ َكانَ َأَ ْكثَ ُر ُه ْمَ ُم ْش ِر ِكين‬
ِ َ‫ْفَ َكانَ َ َعاقِبَةَُالهذِين‬
َ ‫ظ ُرواَ َكي‬ ُ ‫ضَفَا ْن‬ ِ ‫يَاْلر‬
ْ ُ ‫َقُ ْلَ ِس‬
ِ‫يرواَف‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu
lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka
adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-Rum: 42)
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang
tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa
lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusia
yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut tidak
berbeda dengan risalah yang dibawa olae Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-
rasul lainnya sampai kepada Nabi Isa, rialah itu adalah mentauhidkan Allah.
Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep
ketuhanan ang diajarkan oleh rasul yang pernah Allah utus didunia ini.hanya
persoalan huum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahan
situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus.
Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang
qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang
(umat Islam).

B. Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari
pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ghofur Abdul, Al-Qur’an Hadis Kelas VII, (Penerbit dan Percetakan Mediatama,
Surakarta, April 2010)
Al-Qathathan Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet III (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2008)
M. Yusuf Kadar, Studi Al-Qur’an,( Amzah: Jakarta, 2009)
Sudjana Ohan, Fenomena Aqidah Islamiyah Berdasarkan Quran dan
Sunnah, ( Jakarta : Media Dakwah , 1994)
Razak Nasruddin, Dienul Islam, Penafsiran kembali islam sebagai suatu Aqidah &
way of line,( Bandung : PT Al-Ma’arif, 1989)
Fazhur Ranchman, Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan ke-2, 1992)
Effendi Satria, Ushul Fiqh, Cet III (Jakarta: Kencana, 2009)
Syafe’i Rachmat, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, (Bandung : Pustaka
Setia, 2000)
Karman, Materi Al-Qur’an, (Cetakan Pertama, Hilliana Press, Jakarta, 2014)
Andeson J.N.D, Hukum Islam di Dunia Modern (Terjemah oleh: Machum Husein),
Surabaya: Amarpress, 1990
Hakim Atang Abdul, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009)

Anda mungkin juga menyukai