Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH TURUNNYA AL-QUR’AN, PENULISAN,

DAN PEMELIHARAANNYA

Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits


Dosen Pengampu: Dr. H. Sukamto Said, MA.

Oleh:
Muji Agus Sofyandi
Nur Kholik
R. Dimas Anugrah Dwi S.
Rizkia Fina Mirzana
Rizqi Anfanni Fahmi

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul kita Muhammad SAW untuk
membimbing menusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus
menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. 1Uniknya, Al-Qur’an tidak
turun secara serta merta, melainkan dengan bertahap dan berangsur selama kurang
lebih 23 tahun.
Telah kita maklumi bersama bahwa Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-
angsur. Setiap kali ayat-ayat Al-Qur’an turun Rasulullah saw menyuruh penulis wahyu
untuk menulisnya. Kebanyakan dari sahabat menghafalnya akan tetapi walaupun
ditulis oleh para penulis wahyu, namun ia tidak terkumpul dalam suatu mushaf.
Al-qur’an merupakan salah satu kitab yang mempunyai sejarah panjang yang
dimiliki oleh umat Islam dan sampai sekarang masih terjaga keasliannya. Al-qur’an
bukan hanya sekedar menjadi bahan bacaan, akan tetapi Al-qur’an memiliki
multifungsi dan selalu cocok dengan fenomena dalam kehidupan ini, hal ini merupakan
salah satu mukjizat yang dimiliki oleh al-Qur’an.
Al-Qur’an semenjak diturunkan kepada Rasulullah saw. hingga saat ini masih utuh
dan masih terjaga, karena Allah telah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur'an,
akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-
pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9
sebagai berikut :
ِ ‫ِإنَّا نَحْ نُ ن ََّز ْلنَا‬
ُ ِ‫الذ ْك َر َو ِإ َّن لَهُ لَ َحاف‬
َ‫ظ ْون‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr 15: 9)2
Terlepas dari kronologi histori turunnya ayat al-Qur’an, kenyataannya ayat-
ayat dan surat-surat disusun berdasarkan tauqîfî, sudah ditentukan. Tak sekedar
peletakan tanpa arti, ia mengandung misteri dan energi yang perlu disingkapkan.
Secara tekstualis, dalam urutan membaca al-Qur’an pasti di awali dengan membaca

1
Manna Al-Qaththan. Mabaahits Fii ‘Ulumil Qur’an, alih bahasa Aunur Rafiq El-Mazni. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006), Hlm. 124.
2
Ahmad Hatta, Tafsir Quran Per Kata, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2009), hlm. 262.

1
surat al-Fatihah, kemudian al-Baqarah dan seterusnya. Bukan seperti saat
turunnya al-Qur’an, membaca dari al-‘Alaq ayat 1-5 kemudian al-Mudaṡṡir ayat
3 dan kemudian ayat yang turun selanjutnya. Karena itu ulama kontemporer
cenderung menjadikan urutan ayat dan surat dalam muḥaf sebagai tauqîfî karena
pemahaman seperti itu sejalan dengan konsep tentang eksistensi teks azâlî yang ada
di lauh al-Mahfuzh.
Pada makalah ini akan dibahas bagaimana sejarah turunnya Al-Qur’an serta
penulisannya. Selain itu, juga akan dibahas bagaimana pemeliharaan (kodifikasi) Al-
Qur’an sejak masa Rasulullah SAW hingga masa kini. Di dalam makalah ini pula
pembahasan terkait penetapan urutan ayat dan surat dalam Al-Qur’an serta dipaparkan
pula penjelasan terkait ayat-ayat makkiyah dan Madaniyyah.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah ini
adalah:
1. Bagaimanakah sejarah turunnya Al-Qur’an?
2. Bagaimana pemeliharaan Al-Qur’an yang dilakukan di masa Rasulullah SAW, Abu
Bakar ra, Utsman bin Affan ra hingga masa kini?
3. Bagaimana penjelasan terkait masalah urutan ayat dan surat dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimana pula penjelasan terkait ayat Makkiyah dan Madaniyyah?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan bagaimana sejarah turunnya Al-Qur’an?
2. Untuk memaparkan pemeliharaan Al-Qur’an yang dilakukan di masa
Rasulullah SAW, Abu Bakar ra, Utsman Bin Affan ra, hingga masa kini.
3. Untuk menjelaskan permasalahan penetapan urutan ayat dan surat dalam Al-
Qur’an.
4. Untuk menjelaskan terkait ayat Makkiyah dan Madaniyyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Turunnya Al-Qur’an


  
   
   
  
   
    
 
“1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Q.S. Al-‘Alaq 96:1-5)3
Dalil diatas ini merupakan potongan dari Surat Al ‘Alaq yang menjadi ayat
pertama yang Allah SWT turunkan dan wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril as.4 Dimana dari potongan ayat Al Qur’an ini dimulai
perjalanan kisah panjang Nabi Muhammad SAW, dari sini dimulailah lembaran
kebenaran yang Nabi Muhammad SAW bawa serta dakwahkan kepada seluruh
masyarakat Makkah pada saat itu dan sampai saat ini langkah perjuangan dakwah
Sang Rasulullah SAW terus ada hingga akhir zaman nanti.
Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci agama Islam, umat Islam percaya bahwa Al-
Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah SWT yang diperuntukkan bagi
manusia dan bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW. Al Qur’an merupakan sebuah Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan

3
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 597.
4
Ayat Al-Qur’an yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah 5 ayat pertama surat Al-
‘Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekah,
pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610). Kala itu usia Nabi SAW 40 tahun.

3
dengan mutawatir, dan membaca Al Qur’an termasuk amalan ibadah yang suatu saat
nanti akan Allah lipat gandakan amal ibadah dari membaca Al Qur’an.
Adapun pendapat dari Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an
sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan
ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita
secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai muslim firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-
Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa, kitab Injil yang
diturunkan kepada umat Nabi Isa.
Allah SWT menurunkan Al-Qur'an itu tidaklah sekaligus, ayat-ayat al-Qur'an
diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Para ulama
membagi masa turunnya ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan
periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa
kenabian Rasulullah dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong
surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak
peristiwa hijrah berlangsung selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, dan surat yang turun pada
kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.5
 
   
   
“dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.” (Q.S. Al-Isra’ 17:106) 6
Penelitian terhadap hadits-hadits shahih menyebutkan bahwa Al-Qur’an turun
menurut keperluan, terkdang turun lima ayat, sepuluh ayat, dan terkadang lebih
banyak atau lebih sedikit.7

5
Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir. (Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, 1974). Hlm. 60
6
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 292.

4
Ada sebuah perencanaan yang telah Allah siapkan kepada Nabi SAW dan
umatNya kelak, kenapa Allah turunkan Al Qur’an secara berangsur-angsur. Ternyata
ada banyak hikmah dibalik itu semua. Hikmahnya antara lain:8
1. Untuk menguatkan hati Nabi SAW, firman-Nya: “Orang-orang kafir berkata,
kenapa Al Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya
kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan
benar).” (Al-Furqaan: 32)
2. Sebagai tantangan dan mukjizat. Orang-orang musyrik senantiasa dalam
kesesatan. Mereka saling mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud
melemahkan dan menantang untuk menguji kenabian Rasulullah SAW.
Tantangan mereka terhadap Al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur
sekaligus melemahkan mereka untuk membuat yang serupa dengannya dan
membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an.
3. Supaya mudah dihafal dan dipahami. Dengan turunya Al Qur’an secara bertahap
maka akan sangat mudah untuk dihafal lebih-lebih bagi orang yang buta huruf
seperti orang arab, dan dapat memahami artinya serta dilaksanakan dalam
kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab.
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa
Qur’an kepada Nabi SAW lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
4. Mempermudah umat pada saat itu untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan
tercela secara berangsur-angsur, sekaligus juga mempermudah bagi mereka
melaksanakan kewajiban-kewajiban dan tuntutan syara’, sebagai yang terjadi
pada proses pengharaman khamar dan riba.
5. Tanpa diragukan lagi bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi yang Maha
Bijiaksana dan Maha Terpuji. Jika orang mempelajari dan mengkaji Al-Qur’an,
mereka akan mendapati rangkaiannya yang cermat dengan makna yang saling
bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat
yang terjalin bagaikan untaian mutiara yang belum pernah ada bandingannya
dalam perkataan manusia.

B. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Nabi Muhammad SAW


7
Manna Al-Qaththan, Mabaahits Fii Ulumil, Hlm. 133.
8
Ibid. Hlm 134-147.

5
Setiap wahyu yang turun, satu ayat atau lebih , terlebih dulu Nabi Muhammad
SAW memahami dan menghafalkannya, dan disampaikan kepada para Sahabat persis
seperti apa yang diterima tanpa ada sesuatu yang diubah. Selanjutnya Rasulullah
memerintahakan pada para sahabat agar mengajarkan dan menyampaikan pada para
pengikutnya.
Pengumpulan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan
sejak Al-Qur’an diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW membacakannya
di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-
Qur’an kepada mereka. Setiap kali wahyu turun pula, ayat segera dihafal dalam dada
dan diletakkan dalam hati,sebab bangsa Arab secara Qodrati memang mempunyai daya
hafal yang kuat. Sebab, pada umumnya mereka buta huruf sehingga dalam penulisan-
penulisan berita, syair, dan silsilah merkea lakukan dengan catatan di hati mereka.9
Disamping menyuruh mereka untuk menghafalkan ayat-ayat yang diajarkannya,
Nabi SAW juga memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya di atas pelepah-
pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. Para
penulis wahyu tersebut merupakan orang yang diangkat langsung oleh Rasulullah
SAW, seperti Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid Bin TTsabit.
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi SAW
untuk memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan
cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian
Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-
sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dan kekeliruan.
Para hafidz dan juru tulis Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW sudah banyak
sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), baik hafal sebagian saja atau
seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq,
Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu
Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab
Kepada para penulis wahyu ini Rasul menunjukkan letak masing-masing ayat yang
akan mereka tuliskan, yaitu didalam surat mana, sebelum atau sesudah ayat mana. Hal
ini disebabkan susunan ayat itu tidak kronologis, sebab kebanyakan surat tidaklah
diturunkan sekaligus komplit. Sering kali suatu surat belum selesai diturunkan semua

9
Manna Al-Qaththan, Mabaahits Fii Ulumil, Hlm. 152.

6
ayat-ayatnya telah disusuli pula oleh surat-surat lainnya sehingga apabila turun suatu
ayat, Rasulullah lalu menunjukkan letak ayat itu. Apabila suatu surat telah lengkap
diturunkan semua ayat-ayatnya Rasulullah lalu memberikan nama untuk surat itu, dan
untuk memisahkan antara suatu surat dengan surat yang sebelum atau sesudahnya,
Rasulullah menyuruh letakkan lafazh Basmalah pada awal masing-masing surat itu.
Tertib urut masing-masing ayat pada surat itu dikokohkan pula oleh Nabi sendiri
dengan bacaan-bacaannya dalam waktu shalat ataupun diluar shalat.10
Dengan demikian, pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi SAW in dinamakan
Hifzhan (hafalan) dan Kitaabatan (pembukuan/pencatatan) yang pertama.11
Cara yang telah dilakukan Rasulullah dalam rangka memperhebat dan
memperlancar penulisan Al Qur’an kepada kaum muslimin untuk memberantas buta
huruf antara lain sebagai berikut :
1. Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-orang yang
telah pandai menulsi dan membaca. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“pada hari kiamat tinta para ulama ditimbang dengan darah pada syuhada”.
2. Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha pemberantasan
buta huruf. Pada perang Badr al-Kubra, kaum muslimin memperoleh kemenangan.
maka Rasulullah memberikan suatu ketentuan, bahwa tawanan-tawanan tersebut
dapat dibebaskan kembali dengan syarat masing-masing telah berhasil mengajar
sampai pandai tulis baca 10 orang muslim. Tadwin Al-Qur’an telah terjadi pada
masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-Qur’an itu telah dituliskan dan telah
tersusun menurut petunjuk Rasul.

C. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar RA.


Al-Qur’an seluruhnya rampung ditulis pada masa Rasullah SAW masih hidup,
hanya saja ayat-ayat dan surah-surahnya masih terpisah dan Abu Bakar Ash-Shidiq ra,
diangkat menjadi khalifah, orang pertama yang menghimpun Al-Qur’an sesuai
kehendak Rasulullah adalah Abu Bakar Ash-Shidiq ra. Penulisan Al-Qur’an bukan hal
baru karena Rasulullah SAW sendiri telah menyuruhnya. Tapi ketika itu masih tercecer
pada berbagai lembaran kulit dan daun tulang-tulang unta dan kambing yang kering,
atau pada pelepah kurma.
10
Ibid. Hlm 157.
11
Ibid. Hlm 158.

7
Kemudian, Abu Bakar Ash-Shidiq memerintahkan para sahabat agar pengumpulan
Al-Qur’an agar dibikin suatu naskah baik yang ada dirumah Rasulullah SAW yang
masih terpisah-pisah, lalu dikumpulkan oleh para sahabat, dan diikat dengan tali agar
tidak ada yang hilang.
Setelah Abu Bakar Ash-Shidiq ra, diangkat sebagai khalifah terjadilah dikalangan
kaum muslimin kekacauan yang ditimbulkan oleh golongan murtad (musailamatul-
Kadzdzab yang mengaku dirinya nabi baru) dengan terjadinya peristiwa seperti itu Abu
Bakar Ash-Shidiq ra, memerintahkan para sahabat kondifikasi Al-Qur’an dilakukan
seusai perang yamamah, yakni pada tahun ke-12 H, dari pertempuran tersebut banyak
sahabat para penghafal al-qur’an yang gugur dimedan perang, jumlah mereka yang
gugur mencapai sekitar 70 orang.
Peristiwa tersebut menggugah hati dan hasrat Umar ibn Khaththab, lalu
mengusulkan ide kepada Abu Bakar Ash-Shidiq ra agar mengambil langkah untuk
usaha kondifikasi Al-Qur’an, beliau merasa khawatir kalau al-qur’an akan berangsur-
angsur hilang bila hanya dihafal saja karena para pnghafalnya semakin berkurang.
Pada mulanya, Abu Bakar Ash-Shidiq ra terkesan ragu-ragu untuk menerima ide
dan usulan Umar ibn Khaththab tersebut, namun akhirnya beliaupun menerimanya
setelah betul-betul memepertimbangkan, Abu Bakar Ash-Shidiq ra memerintahkan
Zaid ibn Tsabit agar al-qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf .
Diceritakan bahwa Bukhari meriwayatkan di dalam shahihnya dari Zaid bin TTsabit, ia
berkata: “Abu Bakar ra memintaku datang berkenan dengan kematian para sahabat di
peristiwa Yamamah, pada saat itu Umar ra berada di sisinya, lalu Abu Bakar berkata:
“Sesungguhnya Umar ra datang kepadaku mengatakan bahwa para penghapal Al
Qur’an banyak terbunuh di peristiwa Yamamah dan sesungguhnya aku khawatir akan
terbunuhnya para penghapal Al Qur’an (yang masih ada ini) di berbagai tempat lalu
dengan itu banyak bagian Al Qur’an yang hilang; karena itu aku mengusulkan agar
kamu memerintahkan penghimpunan Al Qur’an.
Kemudian aku berkata pada Umar : “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang
tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW? Lalu Umar berkata ; “Demi Allah, ini adalah
kebaikan”. Maka Umar pun terus mendesakku sehingga Allah SWT melapangkan
dadaku untuk itu dan aku (sekarang) sependapat dengan Umar. Zaid berkata bahwa,
“Abu Bakar berkata : Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang bijaksana, kami tidak
menyangsikanmu, karena kamu pernah menjadi penulis wahyu bagi Nabi SAW maka

8
periksalah Al Qur’an dan himpunlah”. Jawab Zaid: Demi Allah, seandainya mereka
menugasiku untuk memindahkan salah satu gunung, sungguh itu tidaklah lebih berat
bagiku ketimbang apa yang ia perintahkan kepadaku yaitu menghimpun Al-Qur’an lalu
Zaid berkata: kenapa kalian melakukan sesuatu yang yang tidak pernah diperbuat
Rasulullah SAW,.? Jawab Abu Bakar: demmi Allah ini sesuatu perbuatan baik. Setelah
berulang kali Abu Bakar meyakinkanku, kata Zaid, barulah Allah melapangkan hatiku
sebagaimana Allah SWT, melapangkan hati Abu Bakar dan Umar. Lalu aku
memeriksa dan mengumpulkan meyusuri ayat-ayat Al-qur’an dan kuhimpun dari
catatan-catatan pada pelepah kurma, batu-batu dan didalam dada penghafal Al-qur’an.
Berdasarkan itu akhirnya Zaid temukan ayat Al-qur’an akhir surat at-taubah yang
hanya aku dapati pada Abu Khuzaimah Al-Anshari. Dan tidak kudapati dari sahabat-
sahabatyang lain adapun ayat yang dimaksud yaitu (laqad ja’akum rasulu anfusakum.”
Adapun yang dimaksud dengan peryataan Zaid ibn Tsabit pada akhir tersebut
diatas adalah, bahwa ia menemukan dua ayat akhir surat at-taubah secara yang tertulis
hanya pada Abu Khuzaimah Al-Anshari sementara kedua ayat tersebut ada dan
terdapat pada hafalan para sahabat lainya termasuk Zaid ibn Tsabit.
Demikian pernyataan Zaid dalam hadist tersebut tidak mengurangi kemutawatiran
dan ke- Qur’anan kedua ayat tersebut, sebagaimana ayat-ayat al-qur’an lainya.12
Zaid ibn Tsabit yang berat tetapi mulia tersebut dengan hati-hati dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan abu bakar dan umar. Sumber utama
dalam penulisan al-qur’an tersebut adalah ayat-ayat al-qur’an yang ditulis dan dicatat
dihadapan Nabi SAW. Berdasarkan perintah beliau, dan hafalan para sahabat
yanghafal al-qur’an disamping itu untuk lebih hati-hati catatan-catatan tulisan al-qur’an
tersebut baru benar-benar diakui berasal dari Nabu SAW. Bila mana disaksikan dua
orang saksi yang adil.
Di sebutkan Abu Bakar ra mengatakan pada Zaid, “Duduklah di depan pintu
gerbang Masjid Nabawi jika ada orang membawa (memberi tahu) anda tentang
sepotong ayat dari Kitab Allah SWT dengan kesaksian 2 orang maka tulislah. Hal ini
bermakna bahwa kesaksian 2 orang saksi erat hubungannya dengan hafalan yang
diperkuat dengan bukti tertulis dimana Qur’an diwahyukan. Bukan itu saja 2 orang
sahabat tersebut juga menyaksikan bahwa orang yang menerima ayat tersebut seperti

12
Hasanuddin.AF, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), Hlm.50

9
yang diperdengarkan Rasulullah SAW. Tujuannya adalah agar menerima sesuatu yang
telah ditulis di hadapan Nabi bukan hanya berdasarkan hafalan semata-mata.
Waktu pengumpulan Zaid terhadap Al Qur’an sendiri sekitar 1 tahun, ini
dikarenakan dalam mengerjakannya Zaid sangat hati-hati sekalipun ia seorang pencatat
wahyu yang utama dan hafal seluruh Al Qur’an. Dalam melakukan pekerjaannya ini
Zaid berpegangan pada :
a. Ayat-ayat Al Qur’an yang ditulis di hadapan Nabi Muhammad SAW dan yang
disimpan di rumahnya Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat yang hapal Al
Qur’an Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati sehingga memiliki akurasi
yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan :
b. Menulis hanya ayat Al Qur’an yang telah disepakati mutawatir riwayatnya
Mencakup semua ayat Al Qur’an yang tidak mansukh at-tilawah Susunan ayatnya
seperti yang dapat kita baca pada ayat-ayat yang tersusun dalam Al Qur’an
sekarang ini Tulisannya mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana Al Qur’an itu
diturunkan Membuang segala tulisan yang tidak termasuk bagian dari Al Qur’an
Jati diri Zaid bin TTsabit sendiri begitu istimewa sehingga tak heran Abu Bakar
dan Umar diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas tersebut pada Zaid bin
TTsabit, yang mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi ini Zaid bin TTsabit
dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni pembantu khusus. Beberapa keistimewaan
tersebut diantaranya adalah :
a. Berusia muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi prima)
b. Akhlak yang tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang
mengatakan bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap
anda”.
c. Kedekatannya dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid tinggal
berdekatan dengan beliau.
d. Pengalamannya di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu dan
dalam satu kondisi tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat yang
sempat mendengar bacaan Al Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah SAW di
bulan Ramadhan.
e. Kecerdasan yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena memiliki
vitalitas dan energi namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual dan
intelektual

10
Demikian dari nash hadist bukhari menerangkan kepada kita, bahwa al-qur’an hasil
kondifikasi Zaid berada ditangan Abu Bakar dan penamaan Al-quran pun timbul
“Ibnu Asytah didalam Al-Mashahif mengetengahkan sebuah hadist berasal dari musa
bin ‘Uqbah dan musa menerimanya dari ibnu Syhab mengatakan sebagai berikut: Abu
Bakar berkata kepada para sahabat “ carikanlah nama baginya “ ketika itu ada yang
mengusulkan nama as-Sift, tetapi abubakar menjawab: itu nama yang biasa dipakai
oleh orang yahudi, merekapun tidak menyukai nama itu ada lagi yang mengusulkan
nama al-Mushaf, karena orang habasyah menamai hal yang serupa dengan mushaf.
Akhirnya semua sepakat menamai Al-qur’an dengan nama mushaf.
Mushaf Abu Bakar, seluruh isinya dan kebenaran kemutawatiranya didukung
seluruh umat islam. Lalu beliau wafat. Kemudian pindah ketangan Umar sampai beliau
wafat, setelah Umar wafat mushaf disimpan oleh istri Rasulullah SAW, yaitu Hafshah
binti umar.13

D. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Utsman Bin Affan RA hingga Masa Kini


Jika ditelusuri sejarah al-Qur’an, mulai dari diterimanya oleh Nabi Muhammad
sampai kepada pertumbuhan dan perkembangan. Terdapat tiga tahap pembukuan al-
Qur’an, yaitu pada masa Nabi, Abu Bakar, dan Utsman bin Affan.
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah semakin luas hingga
telah sampaike Armenia dan Azarbaiyan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat.
Dengan demikian kaum Muslimin di masa itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak,
persia, dan Afrika.14 Dimanapun mereka tinggal, al-Qur’an tetap menjadi imam mereka.
Dan diantara mereka, terdapat perbedaan tentang bacaan al-Qur’an. Asal mula perbedaan
itu dikarenakan Nabi sendiripun memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang
berada di masanya, untuk membaca dan melafazkan al-Qur’an menurut lahjah (dialek)
mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan Nabi agar mereka mudah untuk
menghafalkan Al-Qur’an. Namun perbadaan tentang bacaanal-Qur’an jika terus dibiarkan,
akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan di kalangan umat
Muslimin. Banyak pula orang non-Arab memeluk Islam. Mereka yang telah memeluk

13
Dr.Subhi As-Sholeh, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, Hlm.84
14
R. H. A. Soenarjo, Al Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia, 1971), hlm. 21.

11
Islam ingin mempelajari al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam. Padahal pada masa
itu, al-Qur’an dibaca dan di tulis dalam berbagai bentuk bacaan dan tulisan, dimana
masing-masing pembaca mengklaim bahwa bacaan dan model penulisannyalah yang
benar.
Untuk menghindari sengkata ini, Utsman sebagai khalifah pada masa itu
mengambil kebijakan dengan mengkodifikasi al-Qur’an. Kodifikasi ini diusulkan oleh Abu
Huzaifah berdasarkan peristiwa pertentangan penduduk Syam dan Irak mengenai qira’ah
ketika menaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Kekhawatiran yang disampaikan Abu
Huzaifah itu dimaklumi dan ditanggapinya. Maka Utsman meminta Hafsah untuk
mengirimkan kepadanya naskah al-Qur’an (yang ditulis pada masa Abu Bakar)15.
Kemudian Utsman menyatukan bentuk tulisannya derdasarkan al-Qur’an yang ditulis pada
masa Abu Bakar. Utsman membentuk tim penulisan dan memerintahkan mereka agar al-
Qur’an ditulis dalam satu mushaf dan lainnya harus dimusnahkan. Tim tersebut
beranggotakan Zaid bin TTsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-As, dan Abdurrahman
bin Al-Harits.
Tugas panitia ini adalah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-
lembaran tersebut menjadi buku. Dalam perjalanan pelaksanaan tugas ini, Utsman
menasehatkan agar:
1. Mengambil pedoman kepada mereka yang hafal al-Qur’an.
2. Bila ada pertikaian tentang bahasa (bacaan), maka haruslah ditulis menurut dialek
suku Quraisy, sebab al-Qur’an diturunkan menurut dialek mereka.
Hasil dari rapat tersebut adalah al-Qur’an yang ditulis kembali menggunakan satu
bentuk tulisan yang dikenal dengan mushaf Usmani16. Kodifikasi ini dibuat dalam lima
rangkap. empat rangkap diantaranya dikirim ke Mekah, Syria, Kufah dan Basrah.
Gubernur di masing-masing wilayah boleh menggandakannya asal bentuk dan urutan yang
sama. Naskah al-qur’an yang berbeda dengan mushaf Usmani harus dimusnahkan guna
menghindari perpecahan. Dan satu buah lagi di tinggalkan di Madinah, untuk Utsman
sendiri.
Ada dua yang membedakan mushaf yang ditulis pada masa Usmani dengan
mushaf-mushaf yang ada sebelumnya, yaitu susunan surah da qira’at. Seperti mushaf Ibnu

15
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, Edisi 1, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 39.
16
Abu Anwar, Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Amzah, 2002), hlm. 27.

12
Mas’ud dalam penulisan Surah al-Baqarah (2) ayat 198, beliau memasukkan kata fii
muusim al-hajj setelah kata min rabbikum. Demikian pula penambahan kata shaalihah
setelah kata kulla safiinah dalam Surah al-Kahfi (18) ayat 79.17
Ada tiga bentuk pemeliharaan al-Qur’an, yaitu:
1. Kodifikasi setiap ayat dan penyusunan surah-surahnya sehingga tidak ada ayat yang
hilang dan mempunyai susunan Surah dan ayat yang berurutan.
2. Pemeliharaan tulisan dengan tanda baca.
3. Penghapalan dan penafsiran yang dilakukan mulai dari generasi sahabat hingga
generasi modern.
Tulisan al-Qur’an pada awalnya tidak sama seperti tulisan al-Qur’an sekarang ini.
Pada awalnya al-Qur’an ditulis dengan tidak memiliki tanda baca dan pembeda antara
huruf yang sama. Keadaan ini tidak menjadi kendala bagi para sahabat, sebab mereka telah
terbiasa dengan tulisan Arab seperti itu. Tetapi bagi muslim non-Arab, apalagi yang baru
masuk Islam, hal ini merupakan suatu kendala yang besar karena mereka tidak dapat
membacanya. Maka oleh sebab itu ayat-ayat al-Qur’an diberi tanda baca. Pemberian tanda
baca ini dilakukan pada abad ketuju masehi (abad pertama hijriah) oleh seorang pakar
bahasa, yaitu murid Ali bin Abi Thalib, Abu Aswad Ad-Du’ali (605-688M).
Abu Aswad Ad-Du’ali di perintahkan oleh Ziyad bin Sumayyah untuk membuat
tanda baca pada huruf-huruf al-Qur’an. Pada mulanya, Abu Azwad menolak permintaan
ziyad ini, kerana takut berbuat sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Ziyad terus mendesak
Abu Azwad dengan cara menyuruh seseorang membaca al-Qur’an dengan bacaan yang
salah yang terdapat pada Surah at-Taubah (9) ayat 3 yang berbunyi: َ‫َّللاَ َب ِري ٌء ِمنَ ْال ُم ْش ِركِين‬
َّ ‫أ َ َّن‬
ُ ‫ َو َر‬sebenarnya ayat itu dibaca ُ‫سولُه‬
‫سو ِل ِه‬ ُ ‫( َو َر‬dengan Dhammah lam), bukan ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫( َو َر‬kasroh
lam). Jika dibaca ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫ َو َر‬berarti Allah tidak memperdulikan Rasul. Padahal maksud dari
ayat ini adalah bahwa dan Rasul-Nya tidak memperdulikan orang-orang musyrik. Dengan
mendengar bacaan itu, Abu Aswad mengabulkan permintaan Ziyad.
Ziyad bin Sumayyah mengirim 30 orang penulis kepada Abu Aswad, namun Abu
Azwad hanya memilih satu diantara mereka. Abu Azwad berkata; ”Ambillah mushaf dan
zat pewarna. Jika kamu melihat bibirku mencuat kemuka (bersuara ”u”) buatlah titik
ditengah sebagai tanda dhammah, jika bibirku terbuka (bersuara ”a”) buatlah titik diatas
sebagai tanda fathah, jika kamu melihat bibirku agak tertutup (bersuara ”i”) buatlah titik

17
Kadar M. Yusuf, Studi, hlm 40.

13
dibawah sebagai tanda kasrah dan jika kamu mendengar berdengung (ghammah) maka
buatlah titik dua di atasnya.”18
Selain dari pemberian tanda harakat dan i’jam pada ayat-ayatnya, al-Qur’an juga
dipelihara dan dijaga oleh umat Islam dengan menghafal ayat-ayat tersebut. Dengan
demikian, al-Qur’an tidak hanya tersimpan dalam mushaf tetapi juga tersimpan dalam
dada umat Islam, sehingga jika ada kesalahan dalam penulisan maka kesalahan itu cepat
diketahui.
Dengan demikian, maka pembukuan al-Qur’an di masa Utsman bin Affan terdapat
faedah-faedah didalamnya, antara lain:
1. Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan dan
tulisannya.
2. Menyatukan bacaan, meskipun masih ada kelainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf Usmani.
3. Menyatukan tertib susunan surah-surah.19

E. Urutan Ayat dan Surat dalam Al-Qur’an


Telah menjadi ijma’ (konsensus) di kalangan umat Islam bahwa urutan atau
susunan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang kita lihat adalah berdasarkan tauqifi20.
Walaupun demikian, ternyata ada perbedaan pendapat para ulama tentang urutan ayat
dan surat Al-Qur’an yang ada sekarang:21
1. Pendapat yang pertama tentu saja pendapat bahwa urutan suratitu tauqifi,
berasal langsung dari Nabi SAW sebagaimana yang disampaikan Jibril kepada
beliau sesuai perintah Allah.
2. Kelompok kedua berpendapat bahwa urutan surat itu berdasarkan ijtihad para
sahabat, sebab ternyata ada perbedaan urutan di dalam mushaf-mushaf mereka.
3. Kelompok ketiga berpendapat bahwa sebagian surat itu bersifat tauqifi dan
sebagian lain berdasarkan ijtihad para sahabat. Hal ini terjadi karena terdapat
dalil yang menunjukkan urutan surat pada masa Nabi SAW.

18
Ibid, Hlm. 41.
19
R. H. A. Soenarjo, Al Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia, 1971), hlm. 22.
20
Masjfuk Zuhdi. Pengantar Ulumul Quran. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993) , hlm. 144-145.
21
Manna Al-Qaththan, Mabaahits Fii Ulumil, hlm. 177-179.

14
Pendapat kedua dan ketiga jelas tidak bersandar pada suatu dalil sehingga jelaslah
bahwa urutan ayat dan surat dalam Al-Qur’an itu bersifat tauqifi. Abu Bakar bin Al-
Anbari menyebutkan,”Allah telah menurunkan Al-Qur’an seluruhnya ke langit dunia.
Kemudian ia menurunkannya secara berangsur-angsur selama dua puluh sekian tahun.
Sebuah surat turun karena ada suatu masalah yang terjadi, ayat pun turun sebagai
jawaban bagi orang yang bertanya. Jibril senantiasa memberitahukan kepada Nabi di
mana surat dan ayat tersebut harus ditempatkan. Dengan demikian, susunan surat-surat,
seperti halnya susunan ayat-ayat dan huruf-huruf Al-Qur’an seluruhnya berasal dari
Nabi.”.22
Sedangkan yang menjadi landasan ijma’ umat Islam mengenai tertib ayat dan surat
itu adalah hadits Nabi, antara lain:23
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Utsman bin Abul ‘Ash. Ia
berkata yang artinya:
“Aku sedang duduk di samping Nabi, tiba-tiba Nabi memandang ke atas,
kemudian memandang ke bawah. Kemudia ia berkata,”Jibril datang kepadaku
dan memerintahkan kepadaku agar meletakkan ayat ini di tempat ini dari surat
itu.”
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Ibnu Zubair. Ia berkata pada
Utsman Bin Affan yang artinya:
“Ayat itu telah dinasakh dengan ayat yang lain. Maka mengapa Anda tuliskan
atau Anda biarkan ayat itu. Maksudnya: mengapa Anda tuliskan atau ia
berkata: mengapa Anda biarkan ayat itu tertulis, padahal ia sudah dinasakh?
Berkata Utsman: Wahai Anak Saudaraku! Aku tidak mengubah sedikitpun dari
tempatnya.”

F. Makkiyyah dan Madaniyyah


Makkiyyah merupakan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah selama 12 tahun 5
bulan dan 13 hari, sejak tanggal 17 Ramadan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi (6
Agustus 610 M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi.

22
Ibid. Hlm. 180-181.
23
Masjfuk Zuhdi. Pengantar, hlm. 146-147.

15
Ciri-ciri ayat Makkiyah menurut Ahsin W. Al-Hafidz (2006) dalam Kamus Ilmu Al-
Qur’an adalah:24
1. Ayat-ayat makkiyyah umumnya pendek-pendek.
ُ َّ‫يَآيُّ َها الن‬
2. Biasanya terdapat perkataan ‫اس‬
3. Ayat-ayat Makkiyyah umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan
aqidah (keimanan).
Sedangkan Madaniyyah merupakan ayat-ayat yang diturunkan setelah Nabi SAW
melakukan hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi
SAW hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke-63 dari kelahiran Nabi.
Ciri-ciri ayat Madaniyyah adalah:25
1. Ayat-ayat Madaniyyah umumnya panjang-panjang.
Umumnya yang menggunakan kalimat ‫ َيآي َها الَّذيْن آ َمنُ ْوا‬
2. Ayat-ayat Madaniyyah umumnya mengandung hal yang berhubungan dengan
syariat atau hukum Islam.
Dalam pembahasan surat dan ayat Makkiyyah dan Madaniyyah, objek kajian para
ulama meliputi hal-hal di bawah ini
1. Yang diturunkan di Makkah.
Jumlahnya adalah 82 surat selain dari surat Madaniyyah dan Surat yang
diperselisihkan.
2. Yang diturunkan di Madinah.
Jumlahnya ada 20 surat, yakni:
 Al-Baqarah  Al-Hujurat
 Ali Imran  Al-Hadid
 An-Nisaa’  Al-Mujadilah
 Al-Maidah  Al-Hasyr
 Al-Anfal  Al-Mumtahanah
 At-Taubah  Al-Jumu’ah
 An-Nuur  Al-Munafiqun
 Al--Ahzaab  Ath-Thalaq
 Muhammad  At-Tahrim

24
Ahsin W. Al-Hafidz. Kamus Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2006). Hlm. 173.
25
Ahsin W. Al-Hafidz. Kamus, hlm. 168.

16
 Al-Fath  An-Nashr

3. Yang diperselisihkan.
Jumlahnya ada 12 surat, yaitu:
 Al-Fatihah  Al-Qadr
 Ar-Ra’d  Al-Bayyinah
 Ar-Rahman  Al-Zalzalah
 Ash-Shaff  Al-Ikhlash
 At-Taghabun  Al-Falaq
 Al-Muthaffifin  An-Naas

4. Ayat-ayat Makkiyyah dalam surat-surat Madaniyyah.


Dengan menamakan sebuah surat itu Makkiyyah atau Madaniyyah, bukan
berarti bahwa surat tersebut seluruh ayat-ayatnya adalah Makkiyyah atau
Madaniyyah. Hal ini dikarenakan di dalam surat Makkiyyah terkadang terdapat
ayat-ayat Madaniyyah, dan di dalam surat Madaniyyah terdapat ayat-ayat
Makkiyyah. Dengan demikian, penamaan surat itu Makkiyyah atau Madaniyyah
adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya.
Sebagai contoh ayat Makkiyyah dalam surat Madaniyyah adalah Surat Al-
Anfal. Surat Al-Anfal adalah Madaniyyah, para ulama banyak mengecualikan ayat:
   
  
   
   
  

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya
upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu,
atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu
daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Q.S. Al-Anfal 8:30) 26

26
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 181.

17
5. Ayat-ayat Madaniyyah dalam surat-surat Makkiyyah.
Contoh ayat Madaniyyah dalam surat Makkiyyah adalah ayat 151-153 Surat
Al-An’am dan ayat 19-21 dari surat Al-Hajj.

6. Yang diturunkan di Makkah namun hukumnya Madaniyyah.


Contoh dari ayat ini adalah:
  
   
 
  
   
    
 
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat
{49:13}) 27
Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi
sebenarnya Madaniyyah karena diturunkan selepas hijrah. Ayat ini oleh para ulama
tidak dinamakan Makkiyyah dan tidak juga Madaniyyah secara pasti, tetapi mereka
mengatakan ayat yang diturunkan di Makkah namun hukumnya Madinah.

7. Yang diturunkan di Madinah namun hukumnya Makkiyyah.


Contohnya adalah surat Al-Mumtahanah. Surat ini diturunkan di Madinah
dilihat dari segi tempat turunnya, tetapi seruannya ditujukan kepada orang musyrik
penduduk Madinah.

8. Yang serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam kelompok Madaniyyah.

27
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 517.

18
Yang dimaksud oleh para ulama di sini ialah ayat-ayat yang terdapat dalam
surat Madaniyyah tetapi memiliki gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat
Makkiyyah. Contohnya adalah surat Al-Anfal yang Madaniyyah.
   
    
  
  
  
 
“dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika
betul (Al Quran) ini, Dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah Kami
dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada Kami azab yang pedih" (Q.S.
Al-Anfal {8: 32}) 28

9. Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam kelompok Makkiyyah.


Yang dimaksud para ulama ialah kebalikan dari yang sebelumnya.
Contohnya adalah surat An-Najm:
 
 
   
  
   
   
   
    
   
   
“ (yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang
selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas
ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia
28
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 181.

19
menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu;
Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui
tentang orang yang bertakwa.” (Q.S. A-Najm {52:32}) 29
Menurut As-Suyuthi, ayat di atas berkaitan dengan sanksi, padahal di
Makkah pada waktu itu belum ada sanksi dan yang serupa dengannya.

10. Yang dibawa dari Makkah ke Madinah.


Contohnya ialah surat Al-A’la. Surat ini dibawa oleh kaum Muhajirin yang
kemudia diajarkan kepada kaum Anshar.

11. Yang dibawa dari Madinah ke Makkah.


Contohnya ialah awal surat Bara’ah atau At-Taubah., yaitu ketika Rasulullah SAW
memerintahkan kepada Abu Bakar untuk berhaji pada tahun kesembilan. Ketika
awal surat Bara’ah turun, Rasulullah memerintahkan Ali Bin Abi Thalib untuk
membawa ayat tersebut kepada Abu Bakar agar ia menyampaikannya kepada kaum
musyrikin Makkah.

12. Yang turun di waktu malam dan di waktu siang.


Kebanyakan ayat Al-Qur’an turun pada siang hari. Mengenai yang
diturunkan pada malam hari, contohnya adalah tentang tiga orang yang tidak ikut
berperang. Dalam Shahih Al-Bukhari dijelaskan, hadits Ka’ab,”Allah menerima
taubat kami pada sepertiga malam terakhir. Kisah terdapat dalam surat At-Taubah
ayat 117-118.

13. Yang turun di musim panas dan musim dingin.


Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas adalah Surat
At-Taubah ayat 81 yang turun pada saat perang Tabuk. Perang Tabuk terjadi pada
saat musim panas yang berat sekali.
  
    
 
   

29
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 527

20
     
      
  
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan
tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu
berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka
Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.” (Q.S. At-Taubah
{(9:81)} 30
Sedangkan untuk ayat yang turun pada musim dingin adalah ayat-ayat
mengenai “tuduhan bohong” yang terdapat dalam surat An-Nuur ayat 11-26.

14. Yang turun saat menetap dan dalam perjalanan


Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an turun pada saat Nabi SAW dalam
keadaan menetap. Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah SAW yang tidak
pernah lepas dari jihad peperangan di jalan Allah, maka wahyu pun turun juga
dalam perjalanan tersebut. Contohnya adalah awal surat Al-Anfal yang turun di
Badar setelah perang usai.
Untuk membedakan Makkiyyah dan Madaniyyah, para ulama memiliki tiga macam
pandangan:
1. Dilihat dari segi waktu turunnya. Makkiyyah adalah yang diturunkan sebelum
hijrah meskipun bukan di Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah yang diturunkan
sesudah hijrah, sekalipun bukan di Madinah.
2. Dilihat dari segi tempat turunnya. Makkiyyah adalah yang turun di Makkah dan
sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Sedangkan Madaniyyah ialah
yang turun di sekitar Madinah, seperti Uhud, Quba, dan Sil. Namun yang turun
dalam perjalanan, seperti di Tabuk maupun Baitul Maqdis, tidak termasuk ke
dalam salah satu bagiannya sehingga statusnya tidak jelas.
3. Dilihat dari sisi sasarannya. Makkiyyah adalah yang seruannya ditujukan kepada
penduduk Makkah dan Madaniyyah adalah yang ditujukan kepada penduduk
Madinah.

30
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 200.

21
BAB III
PENUTUP

Turunnya Al-Qur’an merupakan sebuah berita besar sekaligus berita gembira bagi
umat manusia, penyempurna kitab-kitab terdahulu. Al-Qur’an akan selalu terjaga
otentitasnya hingga akhir hayat karena Allah sendiri yang akan menjaganya.
Al-Qur’an turun secara berangsur selama kurang lebih 23 tahun. Bukan tidak ada
maksud Allah menurunkan Al-Qur’an tidak sekaligus. Ada banyak hikmah yang dapat
dipetik dari hal tersebut. Salah satunya adalah agar hati Rasulullah SAW semakin teguh
dalam berdakwah di jalan Allah dan juga agar Al-Qur’an mudah dihafal dan dipahami.
Pemeliharaan Al-Qur’an di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar, Utsman hingga
masa kini mengalami perkembangan. Pada masa Rasulullah SAW yang dilakukan adalah
dengan hafalan dan juga pencatatan yang tidak terkumpul dalam satu satu mushaf. Abu
Bakar yang kemudian mempelopori penyatuan lembaran-lembaran Al-Qur’an sehingga
dibukukan menjadi satu mushaf. Pada masa Utsman, penulisan Al-Qur’an disatukan
menjadi satu bentuk tulisan atau qiraat yang dikenal dengan mushaf Utsmani. Dulu belum
ada syakal, harokat, dan juga tajwid yang baru ada beberapa puluh bahkan ratusan tahun
kemudian. Inilah perkembangan pemeliharan Al-Qur’an.

22
Urutan ayat dan surat dalam Al-Qur’an ialah bersifat Tauqifi, yakni sesuai dengan
yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW. Nabi mendapat perintah dari Jibril untuk
meletakkan ayat ini di surat ini dan seterusnya. Kemudian Nabi SAW menyuruh para
sahabat untuk melakukan hal yang sama hingga kemudian terkumpul dan berurutan seperti
Al-Qur’an yang kita jumpai saat ini.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an oleh para ulama dibagi menjadi dua bagian secara
umum, yakni Makkiyyah dan Madaniyyah. Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum
Nabi hijrah ke Madinah, sedangkan Madaniyyah turun setelah Nabi SAW hijrah ke
Madinah. Masing-masing Makkiyyah dan Madaniyyah memiliki ciri-ciri tersendiri dalam
segi redaksi, bahasa, dan juga sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

A.F., Hasanudin. 1995. Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum
dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Al-Hafidz, Ahsin W. 2006. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah

Al-Qaththan, Manna. 2006. Fii ‘Ulumil Qur’an, alih bahasa Aunur Rafiq El-Mazni.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Anwar, Abu. 2002. Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir. Jakarta:


Penerbit Bulan Bintang.

Hatta, Ahmad. 2009. Tafsir Quran Per Kata. Jakarta: Maghfirah Pustaka.

Soenarjo, R.H.A. 1971. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama


Republik Indonesia.

Yusuf, Kadar M. 2009. Studi Alquran, Ed 1. Jakarta: Amzah.

Zuhdi, Masjfuk. 1993. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya: PT Bina Ilmu.

23
LAMPIRAN

URUTAN TURUNNYA SURAT

Urutan No Nama Jumlah Tempat


Turun Surat Ayat Turun
1 96 Al-‘Alaq 19 Makkiyah
2 68 Al-Qalam 52 Makkiyah
3 73 Al-Muzzammil 20 Makkiyah
4 74 Al-Muddatstsir 56 Makkiyah
5 1 Al-Faatihah 7 Makkiyah
6 111 Al-lahab 5 Makkiyah
7 81 At-Takwiir 29 Makkiyah
8 87 Al-A’laa 19 Makkiyah
9 92 Al-Lail 21 Makkiyah
10 89 Al-Fajr 30 Makkiyah
11 93 Adh-Duhaa 11 Makkiyah
12 94 Al-insyirah 8 Makkiyah
13 103 Al-‘Ashr 3 Makkiyah
14 100 Al-‘Aadiyaat 11 Makkiyah
15 108 Al-Kautsar 3 Makkiyah
16 102 At-Takaatsur 8 Makkiyah

24
17 107 Al-Maa’uun 7 Makkiyah
18 109 Al-Kaafiruun 6 Makkiyah
19 105 Al-Fiil 5 Makkiyah
20 113 Al-Falaq 5 Makkiyah
21 114 An-Naas 6 Makkiyah
22 112 Al-Ikhlas 4 Makkiyah
23 53 An-Najm 62 Makkiyah
24 80 Abasa 42 Makkiyah
25 97 Al-Qadr 5 Makkiyah
26 91 Asy-Syams 15 Makkiyah
27 85 Al-Buruuj 22 Makkiyah
28 95 At-Tiin 8 Makkiyah
29 106 Quraisy 4 Makkiyah
30 101 Al-Qaari’ah 11 Makkiyah
31 75 Al-Qiyaamah 40 Makkiyah
32 104 Al-Humazah 9 Makkiyah
33 77 Al-Mursalaat 50 Makkiyah
34 50 Qaaf 45 Makkiyah
35 90 Al-Balad 20 Makkiyah
36 86 Ath-Thaariq 17 Makkiyah
37 54 Al-Qamar 55 Makkiyah
38 38 Shaad 88 Makkiyah
39 7 Al-A’raaf 206 Makkiyah
40 72 Al-Jin 28 Makkiyah
41 36 Yaasiin 83 Makkiyah
42 25 Al-Furqaan 77 Makkiyah
43 35 Faathir 45 Makkiyah
44 19 Maryam 98 Makkiyah
45 20 Thaahaa 135 Makkiyah
46 56 Al-Waaqi’ah 96 Makkiyah
47 26 Asy-Syu’araa’ 227 Makkiyah
48 27 An-Naml 93 Makkiyah
49 28 Al-Qashash 88 Makkiyah
50 17 Al-Israa’ 111 Makkiyah
51 10 Yunus 109 Makkiyah
52 11 Huud 123 Makkiyah
53 12 Yusuf 111 Makkiyah
54 15 Al-Hijr 99 Makkiyah
55 6 Al-An’am 165 Makkiyah
56 37 Ash-Shaaffat 182 Makkiyah
57 31 Luqman 34 Makkiyah
58 34 Saba ‘ 54 Makkiyah

25
59 39 Az-Zumar 75 Makkiyah
60 40 Al-Mu’min 85 Makkiyah
61 41 Fushshilat 54 Makkiyah
62 42 Asy-Syuura 53 Makkiyah
63 43 Az-Zukhruf 89 Makkiyah
64 44 Ad-Dukhaan 59 Makkiyah
65 45 Al-Jatsiyaah 37 Makkiyah
66 46 Al-Ahqaaf 35 Makkiyah
67 51 Adz-Dzariyaat 60 Makkiyah
68 88 Al-Ghaasyiyah 26 Makkiyah
69 18 Al-Kahfi 110 Makkiyah
70 16 An-Nahl 128 Makkiyah
71 71 Nuh 28 Makkiyah
72 14 Ibrahim 52 Makkiyah
73 21 Al-Anbiyaa’ 112 Makkiyah
74 23 Al-Mu’minuun 118 Makkiyah
75 32 As-Sajdah 30 Makkiyah
76 52 At-Thuur 49 Makkiyah
77 67 Al-Mulk 30 Makkiyah
78 69 Al-Haaqqah 52 Makkiyah
79 70 Al-Ma’aarij 44 Makkiyah
80 78 An-Naba’ 40 Makkiyah
81 79 An-Nazi’at 46 Makkiyah
82 82 Al-Infithaar 19 Makkiyah
83 84 Al-Insyiqaaq 25 Makkiyah
84 30 Ar-Ruum 60 Makkiyah
85 29 Al-‘Ankabuut 69 Makkiyah
86 83 Al-Muthaffifiin 36 Makkiyah
87 2 Al-Baqarah 286 Madaniyah
88 8 Al-Anfaal 75 Madaniyah
89 3 Ali ‘Imran 200 Madaniyah
90 33 Al-Ahzab 73 Madaniyah
91 60 Al-Mumtahanah 13 Madaniyah
92 4 An-Nisaa’ 176 Madaniyah
93 99 Al-Zalzalah 8 Madaniyah
94 57 Al-Hadiid 29 Madaniyah
95 47 Muhammad 38 Madaniyah
96 13 Ar-Ra’d 43 Madaniyah
97 55 Ar-Rahmaan 78 Makkiyah
98 76 Al-Insaan 31 Madaniyah
99 65 Ath-Thalaaq 12 Madaniyah
100 98 Al-Bayyinah 8 Madaniyah

26
101 59 Al-Hasyr 24 Madaniyah
102 24 An-Nuur 64 Madaniyah
103 22 Al-Hajj 78 Madaniyah
104 63 Al-Munaafiquun 11 Madaniyah
105 58 Al-Mujaadilah 22 Madaniyah
106 49 Al-Hujuraat 18 Madaniyah
107 66 At-Tahriim 12 Madaniyah
108 64 At-Taghaabun 18 Madaniyah
109 61 Ash-Shaff 14 Madaniyah
110 62 Al-Jumu’ah 11 Madaniyah
111 48 Al-Fath 29 Madaniyah
112 5 Al-Maa-idah 120 Madaniyah
113 9 At-Taubah 129 Madaniyah
114 110 An-Nashr 3 Madaniyah

27

Anda mungkin juga menyukai