DISUSUN OLEH:
TA 2018-2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan
beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat
pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi
pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya, hadits ditinjau dari segi
kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitas perawi ?
2. Apa saja pembagian hadits dari segi kualitas perawi ?
i
BAB II
PEMBAHASAN
Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari
aspek kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka
ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir,
masyhur, dan ahad. Ada juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadits
mutawatir dan hadits ahad. Ulama golongan pertama, menjadikan hadits masyhur
sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke dalam hadits ahad, ini dikatakan oleh
sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakar Al-Jashshash (305-370 H).
Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul
(ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadits masyhur
bukan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian hadist
ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yakni hadits mutawatir dan
hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
1
Syarat- Syarat Hadits Mutawatir
2
maknanya. Contoh : Hadits yang menetapkan jumlah rakaat bagi shalat
magrib 3 rakaat, karena seluruh periwayatan dalam hal ini menetapkan
bahwa shalat magrib 3 rakaat, baik yang diriwayatkan saat Nabi saw
shalat magrib di Madinah atau di Makkah, ataupun safar (dalam
perjalanan) dan bermukim, lain lagi ada riwayat bahwa para sahabat
melakukan shalat magrib 3 rakaat yang diketahui Nabi SAW.2
2. Hadits Mutawatir ‘Amali adalah hadits mutawatir yang
menyangkut perbuatan Rasullullah SAW , yang disaksikan dan
ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga
dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada
generasi-generasi berikutnya. Contoh : hadits hadits tentang
sholat, tentang jumlah rakaat shalat wajib, adamya sholat I’ed,
adanya sholat jenazah, dll.
Hadits Ahad
3
Mudasir, Ilmu Hadis, hal. 113-123.
3
Ahd menurut bahsasa adalah kata jamak dari wahid atau ahad. Bila
wahid atau ahad berarti satu, maka ahad sebagai jamaknya., berarti satu-satu.
Sednagkan menurut istilah adalah hadits ahad meupakan hadits yang para
rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadits mtawatir, baik rawinya itu satu,
dua, tiga, empat, limaatau seterusnya, tetapi jumlah nya tidak member
pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok
hadits mutawatir, atau dengan kata lain hadits ahad adalah hadits yang tidak
mencapai derajat mutawatir.
1. Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain :
“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada
tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang
yang setelah mereka.”
Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits masyhur yang
berstatus shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad
maupun matannya.
4
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang memenuhi
ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya.
Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :
5
3) Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti :
“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”
اب فَلـَــهُ أَجْ َرا ِن َواِ َذا َح َكــــ َم فَاجْ تَهَ َد ثُ َّم أَ َخــــطَأ َ فَلـَهُ أَجْ ٌر
َ صَ َ اِ َذا َح َك َم ْال َحا ِك ُم ثُ َّم اجْ تَهَ َد فَـــأ
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal,
maka kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku
6) Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-orang Arab
yag paling fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari golongan Quraisy”.4
4
Benpani, “Pembagian Hadits dari Segi Segi Kuantitas dan Kualitas Hadits”, diakses dari:
http://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/92-2/
6
2. Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang
dalam semua thabaqat sanad. Contoh : “ Rasullullah SAW bersabda
“kita adalah orang-orang yang paling terakhir (di dunia) dan yang
paling terdahulu hari kiamat.” (Hadits Riwayat Hudzaifah dan Abu
Hurairah)
3. Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang lain yang
meriwayatkan. Contoh : “Dari Umar bin Khatab berkata : Aku
mendengar Rasullullah SAW bersabda : “Amal itu hanya dinilai menurut
niat, dan setiap orang hanya (memperoleh) apa yang diniatkannya”.
7
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadits bergantung
pada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan
matan. Ketiga hal tersebut menentukan tinggi-rendahnya suatu hadits.
Bila dua buah hadits menentujan keadaan rawi dan keadaan matan yang
sama, maka hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi
tingkatannya dari hadits yang diriwayatan oleh satu orang rawi dan
hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya
dari hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
1. Hadits Shohih
Kata shohih berasal dari bahasa arab ash-shahih yang berarti
selamat dari penyakit. Sedangkan menurut istilah hadits shohih
adalah hadits yang bersambung sampai kepada nabi Muhammad
SAW, serta di dalam hadits tersebut tidak terdapat kejanggalan.
8
1. Sanadnya bersambung, ialah sanadnya bersambung sampai ke
musnad, dalam sifat di sebut hadits yang muttashil dan mausul
( yang bersambung )
2. Seluruh periwayat dalam sanad hadits shahih bersifat adil adalah
periwayat yang memenuhi syarat-syarat yaitu beragama islam,
mukallaf, melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara
kehormatan diri.
3. Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit, ialah memiliki
ingatan dan hafalan yang sempurna.
4. Sanad dan matan hadits yang shahih itu terhindar dari syadz.
5. Sanad dan matan hadits terhindar dari illat.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin
math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca
dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
9
shahih sebagai sumber aharan uslam atau hujjah, dalam bidang hukum dan
moral.
2. Hadits Hasan
1. Sanadnya bersambung]
2. Para periwayat bersifat adil
3. Diantara orang periwayat terdapat orang yang kurang dabit
4. Sanad dan matan hadits terhindar dari kejanggalan
5. Tidak ber-illat.
َ َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َج ْعفَ ُر بْنُ ُسلَ ْي َمانَ الضُّ بَ ِعي ع َْن أَبِ ْي ِع ْم َرا ِن ْال َجوْ نِي ع َْن أَبِي بَ ْك ِر ْب ِن أَبِي ُموْ َسي اأْل َ ْش َع ِريْ ق
: ال
الحديث..… ف ِ ْاب ْال َجنَّ ِة تَحْ تَ ِظالَ ِل ال ُّسيُو
َ إِ َّن أَب َْو: قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص م: ْت أَبِي بِ َحضْ َر ِة ال َع ُد ِّو يَقُوْ ُل ُ “ َس ِمع
10
Hadits hasan dapat digunakan sebagai berujah dalam menetapkan
suatu kepastian hukum dan ia harus diamalkan baik hadits hasan lidzatihi
maupun hasan lighairi. Al- Khattabi, mengungkapkan bahwa atas hadits
hasanlah berkisar banyak hadits karena kebanyakn hadits tidak mencapai
tingkatan shahih, hadits ini kebanyakan di amalkan oleh ulama hadits.
3. Hadits Dhoif
Hadits dhoif mebnurut bahasa berarti hadits lemah, yakni para ulama
memiliki dugaan yang lemah atau rendah tentang benar nya hadits itu
berasal dari Rasullullah SAW. Para ulama memberi batasan bagi hadist
dhoif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat sifat hadits hasan .
Jadi hadits dhoif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits
sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan. Pada
hadits dhoif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya
dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasullullah
SAW.
11
Adapun contoh hadits dhoif:
” َم ْن: ْق “ َح ِكي ِْم األَ ْث َر ِم”ع َْن أَبِي تَ ِم ْي َم ِة اله َُج ْي ِمي ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ ع َِن النَّبِ ِّي ص م قَا َل
ِ َماأَ ْخ َر َجهُ التِّرْ ِم ْي ِذيْ ِم ْن طَ ِري
“ أَتَي َحائِضا ً أَوْ اِ ْم َرأةً فِي ُدب ُِرهَا أَوْ َكاهُنَا فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما أَ ْن َز َل َعلَى ُم َح ِّم ٍد
Artinya: “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw
ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang
perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah
mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad
saw”
Khusus hadits dhoif , maka para ulama hadits kelas berat semacam
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh
digunakan, dengan beberapa syarat :
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
12
Dari segi kuantitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Hadits
mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan
oleh sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat
dusta, tingakatan ulama/thabaqat yang tersusun dan bersandar pada pancaindera.
Hadits mutawatir terbagi atas tiga (sebagian ulama membagi hanya dua) yaitu
hadits mutawatir lafzi, hadits mutawatir maknawi, dan hadits mutawatir a’mali.
Hadits Ahad terbagi atas tiga, yaitu hadits Mashyur, hadits Aziz, dan hadits
Gharib.
Dari segi kualitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hadits
Shahih, hadits Hasan, dan hadits Dhoif.
13