PENDAHULU
A. Latar Belakang
Hadits sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Quran, diakui oleh hampir
seluruh umat islam, hanya kelompok kecil umat islam yang menolak hadits sebagai sumber
ajaran Islam yang dikenal dengan ingkar al-sunnah. Tidak diragukan lagi bahwa sunnah
Rasulullah S.A.W. menempati posisi yang tinggi dalam agama Islam, oleh karena selain sunnah
merupakan sumber ketetapan hukum yang kedua setelah al-Quran. Sunnah juga merupakan
sebuah pengetahuan baik keagamaan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib yang sumber
satu-satunya adalah wahyu, seperti yang berkaitan dengan Allah, malaikat, kitab-kitab Allah,
rasul-rasul Allah, syurga dan neraka, hari kiamat dan tanda-tandanya, kejadian-kejadian diakhir
zaman, ataupun pengetahuan yang berkaitan dengan aspek kemanusiaan, seperti yang berkaitan
dengan pendidikan, kesehatan dan perekonomian umat.
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250 M.). Dalam sejarah,
puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun
(650-1000 M.) Pada masa ini telah hidup ulama besar, yang tidak sedikit jumlahnya, baik
di bidang tafsir, hadits, fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan
lainnya. Dalam proses perkembangannya ilmu hadits mengalami beberapa kemajuan dalam
tingkat kualitasnya, hal ini didukung karena adanya perkembangan pemikiran yang lahir dari
para pemikir-pemikir modern yang berkecimpung dalam dunia penelitian hadits. Oleh karenanya
banyak sudah kitab-kitab khusus yang membahas tentang hadits-hadits. Baik dari segi
pembagiannya ataupun ilmu-ilmu yang mendukung adanya pembukuan hadits. Dan juga dalam
perkembangananya hadits juga membutuhkan berbagai ilmu yang membahas tentang bagaimana
caranya memahami hadits. Dalam hal ini kami kelompok 1 diberi tugas untuk membuat makalah
menguraikan yang berjudul Pembagian Hadits berdasarkan Perawi dan Matan serta
menjelaskan Hadits Maudhu.
Yang akan kami rumuskan sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah
II. PEMBAHASAN
2) Syarat Mutawatir
Dari sepuluh referensi buku yang ada, ada tiga syarat bahwa suatu hadits dikatakan mutawatir
yaitu sebagai berikut:
a) Pemberitaan hadits yang disampaikan oleh para rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan
panca indera, baik indra penglihatan maupun pendengaran. Biasanya ditandai dengan lapadz راينا
لمسنا, سمعنا, dan sebagainya Oleh karena itu, informasi yang didasarkan hasil pemikiran akal
(logika) tidaklah disebut sebagai mutawatir.
b) Banyaknya rawi sampai pada jumlah, yang menurut adat mustahil mereka bermufakat dusta.
Menurut Abu al-Thayib jumlah perawinya 4 orang, ashhab al-Syafi’i menyatakan 5 orang, dan
ulama lain menyatakan pula perawinya mencapai 20 orang atau 40 orang. Al-Isthakhari
menetapkan yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah sepuluh itu merupakan awal
bilangan banyak.
c) Adanya keseimbangan jumlah rawi diawal thabaqah/sanad, dipertengahan dan selanjutnya
dalam bilangan mutawatir. Oleh karena itu, bila suatu hadits diriwayatkan oleh sepuluh sahabat
misalnya kemudian diterima oleh lima orang tabi’iy dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh
tabi’ tabi’in, tidaklah dinamakan hadits mutawatir. Sebab, jumlah rawi-rawinya tidak seimbang
anatara thabaqah pertama, kedua dan seterusnya.
1. Hadits Shahih
Shahih menurut bahasa adalah sah,benar, sempurna, tidak ada celanya, bersih dari
cacat.Menurut istilah yaitu hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang
adil dan dhabith dari rawi lain yang (juga) adil dan dhabith sampai akhir sanadnya, dan hadits itu
tidak syaz(janggal) serta tidak mengandung illat. Batasan hadits shahih yang di berikan para
ulama yaitu;
:
“Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi
ayat (al-Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit.”
2. Hadits Hasan
Menurut bahasa, Hasan berarti bagus atau baik,sesuatu yang disenangi dan dicondongi nafsu.
Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. Menurut Imam
Turmuzi hadits hasan adalah :
Artinya :
“yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut
kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang
dicurigai berdusta, matan hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula
yang sederajat.. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan.”
Definisi hadits hasan menurut ibnu Hajar. adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
adil, (tetapi) tidak begitu kuat daya ingatnya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat
illat serta kejanggalan pada matanya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya
dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
Menurut Ajaj al-Khatib hadits hasan adalah:
Artinya:
“Hadits yang bersambung sanadnya,yang diriwayatkan oleh perawi yang adil yang lebih rendah
kedhabithannya tanpa adanya syaz dan illat.”
Contoh hadits hasan;
Imam Ahmad berkata,”Yahya bin Said meriwayatkan hadits kepadaku,bapakku dari
kakekku,katanya”Aku bertanya:
Artinya:
“Ya Rasulullah,kepada siapakah aku harus berbakti?.”Rasulullah menjawab.”kepada
ibumu”.Kataku”Kepada siapa lagi?”.Rasuluullah menjawab “Kepada ibumu”.Kemudian aku
bertanya lagi.”kemudian kepada siapa?”Beliau menjawab”Kepada ibumu,kemudian
bapakmu,kemudian kerabat terdekat dan selanjutnya……….”(HR. Imam Ahmad)
Ada dua jenis hadits hasan, yaitu hasan li dzati-hi dan hasan li-ghairihi. Dikatakan hasan li
dzatihi sebab kualitas hasan-nya muncul karena memenuhi syarat tertentu, bukan karena faktor
lain di luarnya. Sedangkan hadits hasan li ghairihi adalah hadits yang didalamnya terdapat
perawi yang belum tegas kualitasnya, tetapi bukan perawi pelupa atau sering melakukan
kesalahan dalam riwayatnya.Tetapi hadits dhaif yang rawinya buruk hafalannya,tidak dikenal
identitasnya,dan mudallis (menyembunyikan cacat).Hadits dhaif ini dapat naik statusnya menjadi
hadits hasan lighairihi karena dibantu hadits lain yang semisal dan semakna atau bisa juga karena
banyak banyak yang meriwayatkannya.
Contoh hadits hasan sahih li gairih adalah hadits tentang menyikat gigi (bersiwak) menjelang
shalat, yang diriwayatkan oleh Turmuzi dan Abu Hurairah.
Contoh hadits hasan li gairih, adalah :
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda : “merupakan hak atas kaum muslimin, mandi pada hari
jum’at”.
3. Hadits Dhaif
Hadits Dhaif menurut bahasa berarti hadits yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang
lemah tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah.
Menurut Nur al-Din’Athrt’,Hadits dhai’f adalah:
“Hadits yang yang hilang satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul”
Para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif.
Artinya : “hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat hadits sahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan.
Secara tegas disebutkan bahwa jika satu syarat saja (dari persyaratan hadits sahih dan hadits
hasan) hilang, berarti hadits itu dinyatakan sebagai hadits dhaif. Jika yang hilang itu dua atau tiga
syarat, seperti perawinya tidak adil, tidak dhabith dan terdapat kesanggalan dalam matan, maka
hadits ini adalah hadits dhaif yang sangat lemah.
Contoh hadits dhaif :
“Rasulullah SAW melaknat wanita-wanita penziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan
kuburan sebagai mesjid dan menerangkannya dengan lampu-lampu”
Secara garis besar yang menyebutkan suatu hadits digolongkan menjadi hadits dhaif dikarenakan
dua hal yaitu : gugurnya rawi dalam sanadnya dan adanya cacat pada rawi atau matan. Yang
dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua atau beberapa rawi, yang
seharusnya ada dalam satu sanad, baik pada permulaaan sanad, pertengahan, maupun akhir.
Hadits yang cacat rawi atau matanya, atau kedua-duanya digolongkan hadits dhaif. Banyak
macam cacat yang dapat menimpa para rawi atau menimpa matan, diantaranya pendusta, pernah
berdusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah merupakan cacat-cacat, yang ,masing-masing
dapat menghilangkan sifat dhaqbith rawi. Banyak keliru, banyak paham, buruk hapalan, lalu
mengusahakan hapalan dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya, merupakan cacat-cacat, yang
masing-masingnya menghilangkan sifat dhabith pada rawi. Adapun cacat matan, misalnya
terdapat sisipan ditengah-tengah lafaz hadits atau lafaz hadits itu diputar balikkan sehingga
memberikan pengertian yang berbeda denga maksud lafaz yang sebenarnya.
Berdasarkan sifat matannya hadits dhaif dapat di kategorikan dalam dua bentuk yaitu:
Hadits Mauquf, yaitu:
“Berita yang hanya di sandarkan sampai kepada shahabat saja ,baik yang di sandarkan itu
perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun terputus”
Contoh hadits mauquf adalah:
“Konon Ibnu Umar r.a berkata:”Bila kau berada di waktu sore, jangan menunggu datangnya
pagi hari, dan bila berada di waktu pagi jangan menunggu datangnya sore hari.Ambillah dari
waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari hidupmu untuk persediaan
matimu.”(HR Bukhari)
Hadits ini dikatakan hadits mauquf sebab kalimat tersebut adalah perkataan Ibnu Umar
sendiri,tidak aada petunjuk kalau itu sabda dari Rasulullah saw.Yang ia ceritakan bahwa
Rasulullah saw memegang bahunya sambil bersabda:
“Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat di jalan”.
Pada prinsipnya hadits mauquf tidak dapat dijadikan sebagai hujjah,kecuali ada qarinah yang
menunjukkan(menjadikan) marfu’.
Hadits Maqtu’
Hadits maqtu’ ialah :
“Perkataan atau perbuatan dari seorang tabi’iy serta di mauqufkan padanya baik sanadnya
bersambung, maupun tidak”
Contoh hadits maqtu’adalah perkataan Haram bin Jubair, seorang tabi’iy besar,uajrnya:
“Orang mu’in itu bila telah mengenal Tuhannya ‘Azza wa Jalla, niscaya ia mencintainya, dan
bila ia mencintainya, Allah menerimanya.”
Suatu hadits dikatakan maqtu’ ,dalam pemabahasan matan yakni matannya tidak dinisbahkan
kepada Rasulullah saw atau shahabat.Hadits maqtu’ tidak dapat dijadikan hujjah.
PENUTUP
Kesimpulan
Pembagian hadits bila ditinjau dari perawinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu hadits
mutawatir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawatir juga dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu :
mutawatir ma’nawi dan mutawatir ‘amali. Sedangkan hadits ahad dibagi tiga
yaitu hadits Masyhur, hadits Aziz, dan Hadits Garib.
Sedangkan hadits bila ditinjau dari segi kualitas matannya dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud. Hadits maqbul terbagi menjadi dua macam yaitu
hadits mutawatir dan hadits ahad yang shahih dan hasan, sedangkan hadits mardud adalah hadits
yang dahif.
Daftar Pustaka
M. Alfatih suryadilaga dkk, ulumul hadist, teras, Jogjakarta maret 2010, hal 36