Anda di halaman 1dari 9

UJIAN TENGAH SEMESTER

PROGRAM STUDY EKONOMI SYARI’AH D TA. 2019/2020

NAMA : VIVI NUR AZIZAH

NIM : 1917201259

KELAS : 1 EKONOMI SYARI’AH D

MATKUL : ULUMUL HADITS

1. Deskripsikan
a. Hadits sebagai hujjah
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadis (hujjiyah hadis) adalah keadaan Hadis yang
wajib dijadikan hujjah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an
dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Menurut Wahbah Az-
Zuhaili dalam kitab Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama kali berpegang dengan
dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah
dan Al-Umm.
Kehujahan hadis sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’iy yang
menuturkan tentang kenabian Muhammad saw. Selain itu, keabsahan hadis sebagai dalil
juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan, bahwa beliau saw., tidak
menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang telah
diwahyukan. Semua perkataan beliau saw., adalah wahyu yang diwahyukan. Oleh karena
itu, hadis adalah wahyu dari Allah swt, dari sisi maknanya saja, tidak lafadznya. Hadis
adalah dalil syariat tak ubahnya dengan al-Quran. Tidak ada perbedaan antara al-Quran dan
Hadis dari sisi wajibnya seorang Muslim mengambilnya sebagai dalil syariat.
Fungsi hadits sebagai al-Qur’an
1) Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2) Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan
apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
3) Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum
yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-
Qur’an. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu,
haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain
sutra bagi laki-laki.

2. a. Hadits tentang pelanggaran penulisan hadits:

Sejarah penulisan dimulai pada awal masa kenabian, awalnya Rasulullah melarang para
sahabatnya menulis hadist, seperti riwayat dari Abu Said Al Khudry,

‫ال تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه‬

“Janganlah kalian menulis dari ku, dan barangsiapa yang telah menulis dari ku selain al
Quran maka hapuslah”. (HR. Muslim).

Namun di akhir hayatnya Rasulullah mengizinkan penulisan hadits seperti yang


diriwayatkan, dari Abdulllah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,

‫ ْي ٍء‬b‫ َّل َش‬b‫ َأتَ ْكتُبُ ُك‬: ‫الُوا‬bbَ‫ َريْشٌ َوق‬bُ‫ فَنَهَ ْتنِي ق‬، ُ‫ه‬bَ‫ ُد ِح ْفظ‬b‫لم ُأ ِري‬bb‫ه وس‬bb‫ُول هللاِ صلى هللا علي‬ ِ ‫ت َأ ْكتُبُ ُك َّل َش ْي ٍء َأ ْس َم ُعهُ ِم ْن َرس‬
ُ ‫ُك ْن‬
‫ول‬ِ b‫ك لِ َر ُس‬َ bِ‫ت َذل‬
ُ ْ‫ َذكَر‬bَ‫ ف‬، ‫ب‬ ِ ‫ا‬bbَ‫ت َع ِن ْال ِكت‬
ُ ‫ فََأ ْم َس ْك‬، ‫ِّضا‬
َ ‫ َوالر‬، ‫ب‬ َ ‫تَ ْس َم ُعهُ َو َرسُو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم بَ َش ٌر يَتَ َكلَّ ُم فِي ْالغ‬
ِ ‫َض‬
ٌّ ‫ ا ْكتُبْ فَ َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه َما يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ِإالَّ َح‬: ‫ فَقَا َل‬، ‫ فََأوْ َمَأ بُِأصْ بُ ِع ِه ِإلَى فِي ِه‬، ‫هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬.
‫ق‬

“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin
menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku, mereka berkata, “Engkau
menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah seorang
manusia, kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan lapang”.
Mulai dari sejak itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu dengan Rasulullah
dan mengadukan masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil menunjukkan jarinya ke
mulutnya, “tulislah! Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini
kecuali kebenaran”. (HR. Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim).

b. Alasan dan tujuan penulisan hadits pada masa umar bin abdul aziz:

 Alasan dan tujuan


karena beliau menyadari bahwa semakin lama para perawi hadis banyak yang
meninggal. apa bila Hadis - Hadis tersebut tidak di bukukan maka akan di khawatirkan
akan lenyap dari permukaan bumi. di samping itu, timbulnya berbagai golongan yang
bertikai dalam persoalan kekhalifahan menyebabkan ada nya kelompok yang membuat
hadis palsu untuk menambah hasil pendapattan nya. penulis hadis yang pertama kali
dan terkenal pada masa itu adalah abu bakar muhammad ibnu muslimin ibnu syihab az
zuhri.
Tidak adanya larangan pembukuan, sedangkan Al-Qur’an telah dihafal oleh
ribuan orang, dan telah dikumpulkan serta dibukukan pada masa Khalifah Utsman bin
Affan. Dengan demikian dapat dibedakan dengan jelas antara Al-Qur’an dengan
hadits.
Kekhawatiran akan hilangnya hadits karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan
orang Arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar dibeberapa
penjuru negeri Islam setelah terjadi perluasan kekuasaan negeri Islam.
Munculnya pemalsuan hadits akibat perselisihan politik dan madzhab setelah
terjadinya fitnah, dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan pengikut
Mu’awiyah, serta Khawarij yang keluar dari keduanya. Masing-masing golongan
berusaha memperkuat madzhab-nya dengan cara menafsirkan Al-Qur’an dengan
makna yang bukan sebenarnya.

3. Tentang hadist ditinjau dari segi kualitas:

a. Macam-macam hadist ditinjau dari segi kualitas:


1) Hadits Shahih.
Secara mudahnya, yang disebut hadis shahih ialah hadis yang sanadnya
bersambung (muttasil), diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhobit (memiliki daya
ingat kuat), matannya tidak ada syadz dan cacat (‘illat).
Senada dengan itu, As-Suyuti memberikan penjelasan hadis shahih dengan hadis
yang bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang mumpuni dengan kapasitas adil dan
memiliki daya ingat kuat serta tidak ber’illat.
Dari sini terlihat jelas bahwa sebuah hadis dinamakan shahih apabila tiga elemen
hadis: sanad, matan, dan perawi baik-baik saja.
2) Hadits Hasan
Secara umum, hadis hasan tidak jauh berbeda (hampir sama) dengan hadis shahih.
Akan tetapi, secara definitif, hadis hasan berbeda dengan hadis shahih. Yaitu hadits
yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit,
tidak terdapat syadz dan ‘illah. Akan tetapi, perbedaannya adalah kualitas hafalan
perawi hadis hasan tidak sekuat hadits shahih.
3) Hadits Dhaif.
Hadis dhaif ialah hadis yang sanadnya terputus, perawinya tidak dhobit dan
matannya terdapat ‘illat. Singkatnya, hadis dhaif adalah hais yang tidak memenuhi
persyaratan hadits shahih dan hadits hasan.
b. Pengertian:
1) Sanad
Secara lugawiyah (etimologi), sanad berasal dari bahasa Arab. Bentuk jamaknya
asnad atau sanadat, yang mempunyai beberapa arti, yaitu
1. Al-mu'tamad, artinya yang menjadi sandaran atau tempat bersandar.
2. Sesuatu yang dapat dipegangi atau dipercaya; kaki bukit atau kaki gunung.
3. Thariq (Jalan).
Secara istilah, sanad didefinisikan sebagai silsilah orang-orang yang
menghubungkan kepada matan hadits.
Yang dimaksud silsilah orang-orang ialah rangkaian atau susunan orang-orang
yang menyampaikan materi hadits, sejak yang disebut pertama sampai kepada Nabi
Muhammad saw. Sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang, bukan
dilihat dari sudut pribadi secara perorangan atau individu.
2) Rawi
Rawi berarti orang yang meriwayatkan hadits. Ada pula yang menartikan bahwa
rawi adalah orang yang memindahkan hadits dari seorang guru kepada yang lain atau
membukukannya ke dalam suatu kitab hadits.
Dalam ilmu hadits, riwayat adalah memindahkan atau menyampaikan suatu hadits
dari seorang sahabat Nabi Muhammad saw, kepada orang yang berikutnya. Riwayat
juga berarti membukukan hadits dalam satu kumpulan hadits dengan menyebutkan
sanad-nya. Rawi pertama suatu hadits adalah sahabat Nabi Muhammad saw,
sedangkan rawi terakhir adalah orang yang menulis atau mengumpulkannya, seperti
Bukhari, Muslin dan Abu Dawud.
3) Matan
Unsur hadits yang kedua adalah matan. Dari segi bahasa, matan mempunyai
beberapa arti yaitu:
1. Punggung jalan (muka jalan), tanah yang keras dan tinggi;
2. Membelah, mengeluarkan;
3. Mengikat, seperti mengikat busur dengan tali;
4. Jauh, sangat jauh.
Menurut istilah, kata matan berarti berita yang berupa perkataan, perbuatan, atau
taqrir Nabi Muhammad saw, yang terletak setelah sanad. Menurut istilah ilmu hadits,
matan didefinisikan sebagai perkataan yang disebut diakhir sanad, yakni sabda Nabi
Muhammad saw yang disebut sesudah disebutkan sanadnya

4. Dari segi kualitas (banaknya) hadits diriwayatkan oleh sistem sanad yang ada.

a. Hadits ditinjau dari segi kuantitas:


 Hadist Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya atau
beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya. [1]
Sedangkan pengertian Hadits mutawatir menurut istilah, terdapat beberapa
definisi, antara lain sebagai berikut:
“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta”. [2]
Hadist Ahad
Hadits mutawatir lafzhi ialah hadits yang kemutawatiran perawinya masih
dalam satu lafal.”
Contoh:
‫من كذب علي متعمدا فليتبو أمقعده من النار‬
Artinya: Barang siapa berdusta atas (nama)-ku dengan sengaja, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya dari neraka.

Secara bahasa kata “ahad” merupakan bentuk plural dari kata “ahad” yang
bermakna satu. Hadits ahad, secara bahasa adalah Hadits yang diriwayatkan oleh satu
orang. pengertian Hadits ahad secara istilah adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat
syarat Hadits mutawatir.

b. Hadits dibagi dalam bersps bagian:

1) Hadits Masyhur

Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah popular.
Sedangkan menurut istilah Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga
orang rawi atau lebih dan belum mencapai derajat hadits mutawatir.

Contoh hadits masyhur: Rasulullah SAW bersabda:

‫ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬

“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin tidak terganggu oleh
lidah dan tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan at-Turmudzi)[8]

Hadits tersebut diatas sejak dari tingkatan pertama (tingkatan sahabat nabi)
sampai ketingkat imam-imam yang membukukan hadits (dalam hal ini adalah Bukhari,
Muslim dan at-Turmudzi) diriwayatkan oleh tidak kurang dari tiga rawi dalam setiap
tingkatan. Bila suatu hadits pada tingkatan pertama diriwayatkan oleh tiga orang rawi
kemudian pada tingkatan-tingkatan selanjutnya diriwayatkan oleh lebih dari tiga rawi
maka hadits tersebut tetap dipandang sebagai hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang
rawi dan karenanya dimasukkan ke dalam kelompok hadits masyhur.
2) Hadits Aziz

Aziz menurut bahasa adalah mulia atau yang kuat dan juga dapat berarti yang
jarang. Sedangkan menurut istilah ahli hadits menyebutkan Hadits Aziz adalah hadits
yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua rawi itu pada satu tingkatan saja
dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.

Contoh hadits ‘Aziz:

ٍ َ‫ب ع َْن َأن‬


‫لم‬bb‫س َع ِن النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وس‬ ٍ ‫صهَ ْي‬ ِ ‫َح َّدثَنَا يَ ْعقُوبُ بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم قَا َل َح َّدثَنَا ابْنُ ُعلَيَّةَ ع َْن َع ْب ِد ْال َع ِز‬
ُ ‫يز ب ِْن‬
‫ ُد ُك ْم َحتَّى‬b‫ْؤ ِمنُ َأ َح‬bُ‫س قَا َل قَا َل النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم – « الَ ي‬
ٍ َ‫– ح َو َح َّدثَنَا آ َد ُم قَا َل َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ ع َْن قَتَا َدةَ ع َْن َأن‬
َ‫اس َأجْ َم ِعين‬
ِ َّ‫ » َأ ُكونَ َأ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم ْن َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالن‬.

“Tidak sesungguhnya beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku (Nabi)
lebih cinta kepadanya daripada ia (mencintai) bapaknya dan anaknya.”[9]

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dengan sanad-sanad


yang tidak sama dari jalan Anas dan Abi Hurairah. Ini berarti hadits tersebut
mempunyai dua sanad. Karena kedua-duanya berlainan maka dinamakan hadits Aziz

Penamaan hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi sebagai hadits Aziz
(yang secara harfiah berarti hadits yang kuat atau mulia), boleh jadi didasarkan pada
anggapan pokok bahwa hadits yang diriwayatkan oleh dua orang adalah kuat,
dibanding dengan hadits yang diriwayatkan oleh hanya satu orang rawi.

3)Hadits Gharib

Gharib menurut bahasa berarti jauh, terpisah atau menyendiri dari yang lain.
Para ulama memberi pengertian hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh
satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan manapun dalam sanad.

Contoh hadits Gharib:

Dari Umar bin Khattab, beliau berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

‫ عن النبي صلى هللا عليه و سلم إنما األعمال بالنية و إنما لكل امرئ ما نوى‬: ‫ خبر عمر بن الخطاب‬: ‫قال أبو بكر‬.
“Amal perbuatan itu hanya (dinilai) menurut niat dan setiap orang hanya
(memperoleh) apa yang diniatkannya.”(HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain).[10]

Kendati hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak imam hadits tetapi pada
tingkatan sahabat hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA. Dan begitupula
pada tingkatan selanjutnya yaitu tabi’in hanya Alqomah. Maka hadits tersebut
dipandang sebagai hadits yang diriwayatkan oleh satu orang dan termasuk hadits
gharib.

5. Istilah-istilah dalam ulumul hadits:

a. Pengertian
 Hadits
Kata "Hadith" atau al-Hadith menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru),
lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata Hadith juga berarti al-Khabar
(berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain. Kata jamaknya, ialah al-ahadis.
Menurut jumhur ulama’, hadith adalah sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, ataupun sifat. Begitu juga
sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan
ataupun perbuatan. Maka dalam pengertian ini Hadith mencakup marfu’, mauquf dan
maqtu’.
 Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti : "Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelak".
Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa
bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan,
dinamai sunnah, walaupun tidak baik.[3]
Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli Hadith) ialah segala yang
dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir,
pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi
SAW., dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya.
 Khabar
Khabar menurut bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada
seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata
Khabar sama artinya dengan Hadits,
 Atsar
Atsar menurut bahasa adalah bekas dari sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti
nukilan (yang dinukilkan). Misalnya do'a yang dinukilkan dari Nabi disebut: do'a
ma'tsur. Menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Mayoritas ahli
hadith mengatakan bahwa Athar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi'in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa
Athar untuk yang Hadith mauquf dan khabar untuk Hadith yang marfu’.[9]
 Perbedaan antara ketiganya
1. Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber
pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya,
baik sebelum di angkat menjadi rasul maupun sesudahnya.

2. Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu
yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang
berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.

3. Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar
dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu
sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in.[10]

Anda mungkin juga menyukai