Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
Iim Salim
Nim : 20211011107
a. Pengertian hadis
Secara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al-Khabar (berita), al-qarib (dekat).
Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW,
baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.
b. Pengertian sunnah
Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela.
Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik
sebelum Nabi jadi rasul atau sesudahnya.
c. Pengertian Khabar
Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW
atau dari yang selain Nabi SAW.
d. Pengertian atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak ulama,
atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun menurut sebagian
ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar.
B. Bentuk-bentuk Hadis
1. Hadis qauli yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
2. Hadis fi’li Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
3. Hadis taqriri Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang
atau dilakukan oleh para sahabatnya.
4. Hadis hammi Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi,
seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura.
5. Hadis ahwali Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik Nabi
SAW dan sebagainya.
C. Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah disrtikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau
mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul,
adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan hadis
qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu’jizat.
2. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan
khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
3. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan hadits Qudsi
yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
4. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda
dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun dalam
keadaan berhadats.
5. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi
mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
6. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda dengan hadits
Qudsi
A. UNSUR-UNSUR HADIS
1. Periode Pertama:
Perkembangan Hadis Pada Musa Rasullulloh Saw. Periode ini disebut 'Ashr Al-
Wahvi wa At-Tahwin' (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Pada
periode inilah, hadis lahir berupa sabda (Aywal), Af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi
menerangkan Al-Our'an untuk menegakan syariat Islam danmembentuk masyarakat islam.?
Hadis pada masa ini pada umumnya hanya diingat dan dihafal oleh mereka, tidak ditulis
seperti Al-Our'an ketika disampaikan nabi, karena situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan.
dikhawatirkan akan bercampur dalam catatan sebagian sabda Nabi dengan Al-Qur'an dengan
tidak sengaja.Tetapi hal ini tidak menghalangi adanya para sahabat yang menulis hadis
dengan cara tidak resmi. Mcmang ada beberapa atsar yang sahih yang menegaskan adanya
para sahabat menulis hadis di masa Nabi Muhammad Saw.
Jadi Abu Bakar dan Umar tidak berarti melarang pengkondifikasian hadis tetapi melihat
kondimi pada masanya belum memungkinkan untuk itu.
2. Periode Kedua
Penulisan hadispun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada
masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan
sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk
menyebarluaskan Al-Our'an.
3. Periode Ketiga :
Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan TabiinPeriode ini disebut 'Ashr Intisyar
al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa
ini, daerah islam sudah meluas, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis
kepelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawanan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga
hadis di berbagai daerah d seluruh negeri. Diantara bendaharawan hadis yang banyak
menerima, menghafal, dan meriwayatkan hadis adalah
1. Abu Huraira, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374 hadis, sedangkan
menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis
2. “Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
3. .“Aisyah. istri Rasul SAW. Meriwayatkan 2.276 hadis.
4. Jabir Ibn “Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
5. Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadis.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali.r.a. Pada masa ini, umat islam
mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: ,
Terpecahnya umat islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab
untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasululloh Saw.untuk
mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah mereka membuat hadis palsu dan
menyebarkannya.
Periode ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
“Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa
Al-Istidragi wa Al-Jami. Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke 2 dan ke 3,
digelari Mutagaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada
usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghafalnya yang tersebar
di setiap pelosok dan penjuru Negara Arab, Parsi, dan lain-lain.
Para ulama abad ke-4 ini dan seterusnnya digelari 'Mutaakhirin'. Kebanyakan hadis
yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutagaddimin,
hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.”
Ahli hadis pada abad ke-3 tidak banyak lagi yang mentakhrijkan hadis.
Pada periode ini muncul kitab-kitab shahih yang tidak terdapat dalam kitab shahih
pada abad ke-3. Pada akhir abad ke-4 itu, selesailah penyusunan hadis.
Maka ulama abad ke-5 menitik beratkan usaha untuk memperbaiki susunan kitab,
mengumpulkan yang berserak-serak dan memudahkan jalan, jalan pengambilan dan
sebagainya, seperti mengumpulkan hadis-hadi, hukum dalam satu kitab dan hadis-hadis
targhib dalam sebuah kitab, serta mensyarahkannya. Di antara usaha ulama abad ke-5
ialah mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam kitab enam dan lain. lainnya dalam
sebuah kitab besar.Ringkasnya,
di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :
Sunan Abu Dawud terbagi menjadi beberapa kitab di mana tiap kitab terdiri dari beberapa
bab. Beberapa judul bab menunjukkan fiqih Imam Abu Dawud terhadap hadis-hadis yang
termuat di dalamnya.
b) Mu'jamul Ausath
Karya ini terdiri dari 2 jilid besar, memuat 30.000 hadits, baik yang berkualitas
shahih, atau pun yang tidak, disusun berdasarkan nama-nama guru Ath-Thabrani yang hampir
mencapai 2000 orang
c) Mu'jamush Shaghir
Karya ini disusun berdasarkan naman guru-guru Ath-Thabrani, hanya saja untuk
setiap nama guru, hadits yang dicantumkan hanya satu buah, karenanya, dibandingkan dua
Mu'jam sebelumnya, Mu'jamush Shaghir ini merupakan mu'jam yang sangat singkat dan
ringkas
A. Amir Al-Mu’minin
Gelar ini merupakan gelar tertinggi untuk ahli hadits. Pengertian ini semula digunakan
untuk para khalifah setelah Abu Bakar As-siddiq ra Para khalifah digelari Amir Al-Mu’minin
ialah mengingat jawaban Nabi atas pertanyaan seorang sahabat tentang: “Siapakah ya g
dikatakan khalifah? Nabi menjawab, bahwa khalifah adalah orang-orang sepeninggalan Nabi
yang sama meriwayatkan hadits-hadits beliau. Kemudian istilah ini diterapkan untuk para
ulama hadits yang memenuhi syarat.
Adapun ulama yang mendapatkan gelar tersebut ialah : Abdur Rahman bin Abdullah bin
Dzakwan Al-madany(Abuz Zanad), Syu’bah ibn Al-Hajjaj, Sufyan Atsauri, Ishaq ibn
Rahawaih, Ahmad ibn Hambal, Al-Bukhari, Ad-Daruquthny, Imam Muslim
Adapun ulama Hadits mutaakhirin yang memperolehnya ialah : An-Nawawiy, Al-Mizziy,
Az-Zahaby, Ibnu Hajar al-Asqallaniy
B. Al-Hakim
Al-Hakim adalah orang yang telah menguasai segala hadits sehingga tidak ada yang
ketinggalan kecuali sedikit menurut para ahli ulama. Al-hakim yaitu gelar yang di pakai untuk
ulama hadits yang menguasai hadits-hadits yang di riwayatkannya, baik dari segi matannya,
sifat-sifat periwayatnya (terpuji atau tercela) bahkan untuk setiap periwayat diketahui
biaografinya, guru-gurunya, sifat-sifatnya, yang dapat diterima atau di tolak sebagiannya di
samping itu juga harus menghafal hadits sebanyak 300.000 hadits nabi lengkap dengan
urutan sanadnya, seluk beluk periwayatannya.
Asy-syahawiy mengemukakan 3 definisi istilah Al-hakim :
1) Seorang yang menguasai semua hadits yang diriwayatkan, matan, sanad, jarh wa at-
ta’dil, biografi periwayat dan lainnya.
2) Seorang yang menguasai sebagian besar pada point satu
3) Seorang yang menguasai 700.000 hadits atau lebih serta mengenali sanad-sanadnya.
Adapun ahli hadits yang mendapatkan gelar ini ialah : Ibnu Dinar (w. 162 H), Al-Lays bin
Sa’d (w. 175 H), Imam Malik bin Anas (w.179 H), Imam Asy-Syafi’iy.
C. Al-Hujjah
Gelar ini di berikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 300.000 hadits, baik sanad,
matan, maupun perihal periwayatannya mengenai keadilan dan cacatnya.
Adapun ulama hadits yang mendapatkan gelar ini ialah : Hisyam bin ‘Urwah (w. 146 H), Abu
al-Huzayl Muhammad bin al-Wahid (w. 149 H), Muhammad Abdullah bin ‘Amr (w. 242 H)
D. Al-Hafiz
Gelar ini di berikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 100.000 buah hadits, baik
matan, sanad, maupun seluk beluk rawinya serta mampu mangadakan ta’dil dan tajrih
terhadap para rawi tersebut.
mengenali guru-guru para periwayat dan guru-guru dari guru-gurunya itu penggenarsi
periwayat. Yang mana pengetahuannya tetantang generasi periwayat itu lebih besar dari yang
tidak di ketahuinya.
Adapun ulama yang memperoleh gelar ini ialah : Al-Iraqiy, Syaraf ad-Din ad-Dimyatiy, Ibnu
Hajar al-Asqallaniy, Ibnu Daqiq al-Id.
E. Al-Muhaddits
Al-Muhaddits diberikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 1.000 hadits, baik sanad,
matan maupun seluk beluk periwayatnya, jarh dan ta’dil-nya, tingkatan haditsnya, serta
memahami hadits-hadits yang termaktub dalam al-kutub as-sittah, Musnad Ahmad, Sunan al-
Bayhaqiy, Mu’jam at-Tabraniy
Adapun ulama yang mendapatkan gelar ini ialah : Ata bin Abi Rabah, Az-Zabidiy
F. Al-Musnid
Gelar ini diberikan kepada ulama ahli hadits yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya,
baik menguasai ilmunya maupun tidak. Gelar Al-Musnid ini juga biasa disebut at-Talib, al-
Mubtadi, dan ar-Rawiy. Dengan demikian maka ukuran pemberian gelar tersebut bukan
sekedar didasarkan kepada jumlah hadits yang di hafalkannya saja, tetapi yang di ukur dari
segi penguasaan dan kemahiran di bidang ‘Ulumul al-Hadits’.
CABANG-CABANG ILMU HADITS
2) Sanad Nazil
Yaitu sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih banyak jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang banyak akan tertolak dengan sanad
yang sama jika jumlah perawinya lebih sedikit.
Bentuk-bentuk Hadis
1. Hadis qauli yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
2. Hadis fi’li Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
3. Hadis taqriri Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang
datang atau dilakukan oleh para sahabatnya.
4. Hadis hammi Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi,
seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura.
5. Hadis ahwali Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik
Nabi SAW dan sebagainya.
Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah disrtikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau
mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul,
adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
a. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan hadis
qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu’jizat.
b. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan
khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
c. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan hadits Qudsi
yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
d. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda
dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun
dalam keadaan berhadats.
e. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi
mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
f. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda dengan hadits
Qudsi
C. Hadis berdasarkan kwantitas sanad dan perawinya
1. Hadits Mutawatir
Secara etimologi berarti beriringan, berurutan, berkesinambungan, kontinyu.
Sedangkan secara terminologi berarti hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi
dalam setiap generasi sanad, mulai awal (shahabat nabi) hingga akhir (perawi, penulis
hadits).
Syarat hadits mutawatir :
Rawi haditsnya segolongan orang banyak.
Mereka mustahil melakukan kebohongan karena rawi-rawi itu orang banyak
yang berbeda-beda kalangan dan profesi.
Rawi yang yang banyak itu meriwatyatkan pada rawi yang banyak pula, mulai
dari permulaan hingga akhir sanad.
Bersifat indrawi (diterima oleh panca indra).
Hadits mutawatir dibagi menjadi :
a) Mutawatir lafdhi
Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan
menggunakan lafadz (susunan kata) satu atau lebih namun satu makna yakni
dalam konteks masalah itu.
b) Mutawatir ma’nawi
Adalah hadits yang isinya diriwayatkan secara mutawatir dengan
bentuk matan yang berbeda-beda. Umumnya hadits mutawatir dalam jenis ini
berupa riwayat tentang perilaku nabi terhadap lingkungan, cara nabi saw.
mengangkat kedua tangan dalam berdo’a, dan sebagainya.
2. Hadits Ahad
Secara harfiah kata âhâd ( )آحادmerupakan bentuk jamak dari kata ahad ()أحد
yang berarti yang satu, tunggal. Jika dikatakan khabar wahid maka maksudnya adalah
khabar atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits
Ahad ( )الحديث اآلحادadalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang
saja, atau bahkan oleh sedikit orang, atau seorang saja, dan selanjutnya masing-
masing perawi menyampaikan haditsnya kepada seorang, atau dua orang saja. Jumlah
perawi yang demikian dalam setiap tahap tidak menjadikan haditsnya terkenal
sebagaimana jenis lainnya.
2. Hadits aziz
Kata ‘Aziz berarti yang mulia, utama, kuat, dan sangat. adalah hadits yang
mempunyai dua jalur sanad, yang masing-masing terdiri atas dua orang rawi pada
setiap level sanadnya. Atau dengan kata lain, hadits ‘aziz adalah hadits yang
mempunyai dua sistem sanad (isnadan, )إسنادان.
3. Hadits gharib
Menurut etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang
menurut istilah artinya hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi,
atau disebabkan karena adanya penambahan dalam matan atau sanad.
Hadits gharib dibagi menjadi :
Gharib mutlak Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi walaupun
hanya dalam satu thabaqat (tingkatan).
Gharib nisbi Ialah hadits dimana kegharibannya ditentukan karena suatu segi,
misalnya dari segi hanya diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.
1. Hadits Shahih
Kata shahih ( )صحيحberasal dari kata shahha ( )ص ّحdan shihhah ( )صحّةyang berarti
sehat, tidak cacat. Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung proses
periwayatan oleh orang yang adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa
sifatnya, serta terbebas dari keganjilan dan cacat.
Dikatakan dengan hadits shohih sekiranya memenuhi criteria dibawah ini:
a. Sabadnya bersambung (dengan mendengar setiap satu orang dari orang lain dari
periwayatannya sampai ke atasnya).
b. Adalatul al- Ruwah (adil dalam artian orang tersebut benar-benar memiliki
kemampuan untuk memikulnya dengan mengacu kepada nilai-nilai taqwa dan
wibawa).
c. Dhabit (benar-benar terukur keabsahan penerimaan darinya dengan mengacu
kepada apa yang ia dengar dari seorang syekh kemudian ia hafal dan ia berikan
pula kepada yang orang lain).
d. Terlepas dari kejanggalan dan cacat (orang tersebut benar-benar yang paling
terpercaya dari sumber pengambilan periwayatan hadisnya tanpa ada cacat dan
cela).
Ulama membagi hadits shohih menjadi kepada shohih lizatihi dan shohih
lighairihi. Shohih lizatihi adalah hadits yang memenuhi criteria sebagai mana yang
telah dijelaskan sebelumya, sedangkan shahih lighairihi adalah hadits yang tidak
memenuhi criteria yang telah disebutkan tersebut secara maksimal, misalnya perawi
yang adil namun tidak sempurna kedhabitannya. Akan tetapi terdapat hadits dari jalur
yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits dalam ketegori hasan yang
diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih lighairihi.
2. Hadits Hasan
علة الو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده تصال ما
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil
namun lebih rendah kedhabitannya tanpa adanya syaz dan illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan dan hadits shahih hanya
terletak pada kedhabitan perawinya saja, hadist shohih perawinya dalam tingkat
kedhabitan sempurna dalam hadits hasan kurang sempurna.
Secara harfiah kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah
didefinisikan sebagai hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang
yang kurang sempurna kredilitasnya.
3. Hadits dhaif
Dla’if ( )ضعيفsecara harfiah berarti lemah. Hadits Dla’if adalah hadits yang
tidak memiliki syarat sebagi hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Hukum-hukum hadits dhaif :
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan menetapkan suatu hukum
maupun sebagai landasan suatu aqidah, melainkan hanya diperbolehkan dalam hal
keutamaan amal.
1. Hadits Maqbul
Kata Maqbul ( )مقبولsecara harfiah berarti “diterima”. Hadits Maqbul adalah
hadits yang bisa diterima kehadirannya sebagai landasan beragama, baik dalam hal
ibadah maupun mu’amalah.
Tingkatan Hadits Maqbul :
a. Ma’mul Bih ()هب لوالمعم
Yakni hadits yang seharusnya diamalkan pesan-pesannya (wujub al-‘amal bih,
)وجوب العمل به, yakni hadits yang mutawatir, shahih, shahih li ghairih, dan
hasan.
b. Ghair Ma’mul Bih ()به لمعموال غير
Yaitu hadits yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi cukup diambil sebagai
sumber informasi, yaitu hadits ahad, dan hadits hasan li ghairih.
2. Hadits Mardud
Kata mardud ( )مردودberarti “ditolak”. Hadits Mardud adalah hadits yang
ditolak karena memiliki ciri-ciri yang sekaligus alasan untuk ditolak antara lain
sebagai berikut:
a. Sanadnya tidak bersambung, atau munfashil ()منفصل
b. Terdapat perawi yang cacat dalam sanad
c. Cacat matannya.
1. Hadits Marfu’
Kata marfu’ ( )مرفوعsecara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada
posisi yang tinggi. Maka hadits marfu’ ( )المرفوع الحديثadalah hadits yang oleh para
muhadditsun dinyatakan sebagai hadits yang disandarkan langsung pada nabi saw.,
baik sanadnya bersambung secara utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair
muttashil), yakni terdapat sanad yang terputus didalamnya.
2. Hadits Mauquf
Mauquf ( )موقوفsecara harfiah berarti berhenti atau dihentikan. Maka yang
dimaksud dengan hadits mauquf ( )ا الموقوفلحديثadalah hadits yang dinyatakan oleh
seorang shahabi, baik dengan sistem sanad yang muttashil pada nabi maupun
munqathi’. Jadi hadits ini hanya berhenti pada level shahabi sebagai sandaran
informasi.
3. Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ ( )مقطوعberasal dari kata qatha’a ( )قطعyang secara harfiah
berarti terputus atau diputuskan, yang berlawan kata washala ( )وصلdengan arti
sampai atau bersambung. Maka yang dimaksud dengan hadits maqthu’ ()مقطوعاللحديثا
adalah hadits yang disandarkan kepada seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik
berupa ucapan maupun perbuatan. Dikatakan terputus karena sanadnya tidak
bersandar langsung pada nabi atau bahkan tidak pada shahabat.
Di antara hadits-hadits yang termasuk kategori tidak diterima atau ditolak pada
umumnya adalah hadits-hadits yang merupakan cabang hadits dha’if dan hadits
maudlu’.
Di antaranya sebagai berikut :
a. Hadits mursal
Kata mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di
marfu’kan oleh tabi’i kepada Nabi saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung
mengatakan “Bahwasannya Rasulullah saw bersabda…”. Atau dapat pula diartikan
sebagai hadits yang disampaikan oleh seorang tabi’in, baik Tabi’in Besar maupun
Tabi’in Kecil, tanpa menyebut nama shahabat.
b. Hadits muallaq
Kata muallaq berarti digantung. Sedang menurut terminologinya yaitu hadits
yang perawinya gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau
semuanya kecuali seorang shahabi.
c. Hadits munqathi’
Munqathi’ secara harfiah berarti terputus. Hadits Munqathi’ ()الحديث المنقطع
adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase
secara tidak berurutan, misalnya terputusnya sanad pada titik sanad ketiga dan pada
titik kelima.
d. Hadits mu’dhal
Secara bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal (
)المعضل الحديثadalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus
di dua fase secara berurutan, misalnya terputus pada titik sanad ketiga dan pada titik
keempat.
e. Hadits matruk
Kata matruk ( )متروكberarti yang ditinggal atau ditinggalkan. Sedangkan yang
dimaksud dengannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
tertuduh sebagai pendusta, baik terkait dengan masalah hadits maupun lainnya, atau
tertuduh sebagai seorang fasiq, atau karena sering lalai ataupun banyak sangka.
f. Hadits munka
Munkar ( )منكرsecara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang rawi yang lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya),
atau riwayat yang lebih lemah lagi.
g. Hadits muallal
Secara harfiah, mu’allal ( )معلّلberarti yang dicacat. Hadits Mu’allal yaitu
hadits yang di dalamnya terdapat sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana sebab-
sebab tersebut baru diketahui setelah dilakukan penelitian yang mendalam, dan secara
lahiriah hadits tersebut mempunyai cacat.
h. Hadits mudhtharib
Mudltharrib ( )مضطربsecara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis,
Hadits Mudltharrib ( )المضطرب الحديثadalah hadits yang riwayatnya atau matannya
berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seseorang atau banyak rawi, dengan cara
menambah, mengurangi ataupun mengganti. Riwyatnya tidak dapat dianggap kuat
salah satunya, demikian pula matannya.
i. Hadits maqlub
Hadits Maqlub ( )المقلوب الحدبثadalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
rawi yang di dalamnya terjadi keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang,
atau membelakangkan yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan.
Secara harfiah, kata maqlub ( )مقلوبberarti dibalik atau terbalikkan.
j. Hadits mudraj
Mudraj ( )مدرجberarti dimasukkan atau dilesapkan (mudkhal, )مدخل. Maka
hadits mudraj adalah hadits urutan isnadnya diubah, atau hadits yang telah disisipkan
perkataan orang lain ke dalam matannya, baik dari kelompok Shahabi maupun tabi’in,
untuk keperluan penjelasan terhadap makna yang dikandungnya. Jika hadits yang
demikian masih bisa dideteksi unsur penglesapannya kemudian disingkirkan maka
menjadi shahih, tetapi jika sulit disortir maka menjadi dla’if status haditsnya.
k. Hadits mudhallas
Secara harfiah kata mudallas ( )مدلّسberarti menyembunyikan sesuatu yang
cacat. Maka secara terminologis hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan
(ditutupi) unsur cacatnya dalam sanad, dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang
rawi menerima banyak hadits dari seorang gurunya lalu ia meriwayatkan sebuah
hadits yang tidak diambil dari gurunya tersebut tetapi dinyatakan darinya (demi
kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.
l. Hadits maudhu’
Hadits Maudhu’ ( )الموضوع الحديثadalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at Islam
tanpa syarat. Dengan kata lain, hadits maudhu’ adalah hadits palsu.
TAHAMMUL WAL ADA ‘AL- HADITS
A. Pengertian
Tahammul menurut bahasa " menerima" dan Ada adalah "menyampaikan" jadi, Tahammul
hadits adalah kegiatan menyampaikan atau penerimaan riwayat hadits antara perawi
dengan perawi.
Menurut istilah Tahammul : menerima dan mendengar suatu periwayatan hadis dari seorang
guru dengan beberapa metode tertentu.
Al- ada adalah menyampaikan atau meriwayatkan suatu hadis kepada orang lain
4. Al-Munawalah(Menyerahkan)
Al-Munawalah ada 2 macam :
a) Munawalah yang disertai dengan ijazah.Munawalah yang disertai ijazah ketika
menyampaikan riwayat itu, sirawi berkata ( )انباءنىatau ()انباءنا.
b) Munawalah yang tidak disertai dengan ijazah.Munawalah yang tidak dengan
ijazah, hendaklah ia berkata ( )ناولنىatau ()ناولنا
5. Al-Kitabah
Yaitu seorang syeikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain
menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir di
situ. Waktu menyampaikan hadis yang didapati dengan perantara mukatabah, sirawi
berkata kepada orang yang ia sampaikan nyan(ى فُاَل ٌن
َّ ََب اِل
َ ) َكت.
6. Al-I’lam(Memberitahu)
Yaitu seorang syeikh memberitahu seorang murid nya bahwa hadits ini atau
kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak disertakan izin untuk
meriwayatkan dari padanya. Ketika menyampaikan riwayat dari jalan I’lam, sirawi
berkata، ()اَ ْعلَمنِ ْى فُاَل ٌن()فِ ْي َماأَ ْعلَ َمنِى َش ْي ِخى.
7. Al-Wahsiyyah(Mewasiati)
Yaitu seorang syeikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya a atau dalam
perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi. Ketika
menyampaikan riwayat dengan wasiyat ini, sirawi berkata ،(صيَ ِة ِ صى ()أَ ْخبَ َرنِى فُاَل ٌن بِ ْال َو
َ ْاَو
ٍ ى فُاَل ٌن بِ ِكتَا
ب َّ َ)اِل.
8. Al-Wijadah(Mendapat)
Yaitu seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan seorang
syeikh dan ia mengenal syeikh itu, sedangkan hadits-haditsnya tidak pernah
didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi. Dalam menyampaikan hadits atau kitab
yang didapati dengan jalan wijadah ini, sirawi berkata، (ب فُاَل ن ُ ت بِ َخطِّ () َو َج ْد
ِ ت فِى ِكتَا ٌ َو َج ْد
ُ
)فاَل ٌن
TERIMAKASIH
RANGKUMAN PERTANYAAN DAN JAWANA
Pertemuuan pertama ke 1
Pertemuan pertama penjelasan dari pak dosen tentang pengertian hadits,suanh ,atsar
Pertanyaan pertemuan ke 2
Pertanyaan : Bagai mana cara membedakan hadis shohih dan hadis doif dengan cara
sederhana?
Jawaban” mungkin dengan cara dilihat ada periwayatnya apa gak?, terus biasanya ada
keterangan doif atau hasannya ,klaw doif siafa ulama yang ngdoifkanya kalau doifkanya
ulama yang terkenal dari yang mengarang kitab kitab kutubusitah’
Pertanyaan : Apa boleh mengamalkan hadis hadis doif? Apa sandaranya?
Jawaban : dari mahasiswa kalau ada amalan yang dari hadis sohih kenapa harus
mengerjakan dari yang hadis doif,karena banyak amalan amalan yang langsung di sampaikan
oleh nabi.
Jawaban : tambahan dari pak dosen boleh mengerjakan atau mengamalkan amalan dari hadis
doif yang di riwayatkan oleh ulama terkenal , tapi janggan menggunakan hadis doif untuk
masalh aqidah tauhid.
Pertanyaan pertemuan ke 3
Pertanyan : Bagai mana menanggapi hadis doif di jaman sekarang?
Jawaban : kita melihat dulu siapa yang menyampaikanya,kita tanyain ke ulama atau guru
kita yang kita percayai,dan jika hadis doif itu berupa tuntunan untuk melaksanakan kebaikan
dan melalarng keburukan maka boleh kita menerimanya selagi hadis itu udah ada ijma dari
para ulama,karna hadis doif karena periwayatanya lemah tapi bila ada periwayat yang
memperkuat kebenranya maka akan bisa naik tingkatan jadi hadis hasan ligairihi,beda sama
hadis maudu dan hadis palsu.
Jawaban tambahan : intinya kroscek dulu hadisnya ,boleh untuk fadoilul amal.
Pertanyaan : Apa yang di maksud ulama ulama konterporer?
Jawaban : ulama ulama yang kekinian, moderen yang udah mshur sampai di zaman
sekrang ,ulama yang di kenal ari tulisanya atau karangan karanganya ke alimannya.
Jawaban tambahan : ulama yang terkenal sekarang misal habib umar al hafidz.
Pertanyaan pertemuan 5
Pertanyaan : Kenapa ada hadis yang bisa di nasih wal manshuh ?
Jawaban : hadists
Pertemuan ke 4
Pertanyaan : Apa kah habib umar bin hafidz hadromout tarim termasuk gelar ahli hadis al
hafiz karena hapal 100 ribu hadis?
Jawaban : belum ada yang tahu,tapi mungkin dari penghafalan nya bisa jadi gelar hafiz, tapi
klw melihat dari sarat sarat ahli hadis yang di kemukakan oleh imam bukhari harus
memenuhi sarat2 di antaranya ujlah,terus bertatap muka sama guru yang meriwayatkan hadis
itu.
Pertanyaan klompok 8
Pertanyaan : Apa kedudukan hadis mu an an apa mungkoti apa maousul?
Jawaban : sebenarnya pertnayan ini tidak berhubungan dengan makalah “tahamul ada wal
hadits” yang membahas tentang ijab kobul atau segat serah terima hadis dari antara perawi
,kalu hadis mu an an termasuk pada tingkatan hadis,tapi banyak para ulma yang berbeda
pendapat antara hadis mu an an ini ,ada yang mengatakan hadis ini adalah munkoti ,dan ada
yang berpendapat sebaliknya juga,biasanya dalam periwayatan memkai kata an an (dari si
pulan dari si pulan)
Pertanyaan : Bagai mana anak yang belum balig tapi udah tamyiz meriwayatkan hadis?
Jawaban : anak baligh adalah anak yang udah melewati ciri baligh maka jadilah anak itu jadi
mulkalap yang wajib melaksanakan perkara wajib dan menjauhi perbuatan yang di
larang,sedangkan mumayiz bisa terjadi pada anak yang belum balig dan bisa pada yang sudah
balig atau dewasa,dalam tahamul ada wal hadits ada perbedaan sayarat bila dalam tahamu
anak kecil yang belum baligh tapi udah tamyiz boleh saja karena tidak di saratkan
balig.meskipun ada periwayat yang mengtidak bolehkan menerima hadis dari yang belum
balihh.
Sedangkan dalam ada wal hadis periwayatan hadis harus di sayaratkan pada yang udah balig
dan tamyiz
Pertanyaan klompok 6
Pertanyaan : Apakah muhadisin itu udah termasuk sanad musnad isnad?
Jawaban : kesimpulan pertanyaan dari pak dosen isnad musnad muhadisin adalah berdeda
kata tapi sama maknanya
Tambahan muhadisin : dari kata hadasa muhadisi , ceritan dan yang menceritakan sanad
adalah rangkaian yang meriwayatkan atau rangkayan musnad orang orrang yang
meriwayatkan ,sama dengan ,muhadisin orang yang meriwayatkan hadis ,musnad orang yang
di sebut dalam rangkaian yang meriwayatkan hadis ,perawi adalah orang orang yang
ngeriwayatkan hadis .
Pertanyaan klompok 7
Pertanyaan :