Anda di halaman 1dari 32

RARNGKUMAN BUKU ULUMUL HADIS

DAN KUMPULAN PERTANYAAN SETIAP PERTEMUAN


Tugas ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu

Razna Fahman, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Iim Salim

Nim : 20211011107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TAHUN AJARAN 2020-2021
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA
Jalan Mayasih No.11, Cigugur, Kec. Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45552
HADITS SUNAH KHABAR DAN ATSAR

A. Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar

a.       Pengertian hadis
Secara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al-Khabar (berita), al-qarib (dekat).
Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW,
baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.
b.      Pengertian sunnah
Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela.
Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik
sebelum Nabi jadi rasul atau sesudahnya.
c.       Pengertian Khabar
Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW
atau dari yang selain Nabi SAW.
d.      Pengertian atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak ulama,
atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun menurut sebagian
ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar.

B. Bentuk-bentuk Hadis

1. Hadis qauli yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
2. Hadis fi’li Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
3. Hadis taqriri Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang
atau dilakukan oleh para sahabatnya.
4. Hadis hammi Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi,
seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura.
5. Hadis ahwali Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik Nabi
SAW dan sebagainya.

C. Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah disrtikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau
mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul,
adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan hadis
qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu’jizat.
2. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan
khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
3. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan hadits Qudsi
yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
4. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda
dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun dalam
keadaan berhadats.
5. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi
mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
6. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda dengan hadits
Qudsi

A. UNSUR-UNSUR HADIS

1. Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij


a. Sanad, Isnad, musnad, musnid
 Sanad yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis atau silsilah orang-orang yang
menghubunkan kepada matan hadis.
 Isnad yaitu orang yang menyampaikan atau menerangkan ( dari atas ke bawah )
 Musnad yaitu orang yang menjelaskan semua periwayatan dan menulis dalam
kitab.
 Musnid yaitu orang yang menyampaikan info ( dari bawah ke atas ).
b. Matan Matan  yaitu perkataan yang disebut pada akhir sanad (isi dari hadis).
c. Rawi Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis atau memberikan hadis.
d. Mukharrij Mukharrij yaitu orang yang terakhir dan sampai menuliskan dalam satu
kitab.
e.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HADIS

A. Hadis Pada Masa Pra Kodifikasi .

1. Periode Pertama:

Perkembangan Hadis Pada Musa Rasullulloh Saw. Periode ini disebut 'Ashr Al-
Wahvi wa At-Tahwin' (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Pada
periode inilah, hadis lahir berupa sabda (Aywal), Af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi
menerangkan Al-Our'an untuk menegakan syariat Islam danmembentuk masyarakat islam.?
Hadis pada masa ini pada umumnya hanya diingat dan dihafal oleh mereka, tidak ditulis
seperti Al-Our'an ketika disampaikan nabi, karena situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan.

Sebagian menyebutkan sebab hadis tidak ditulis yaitu

dikhawatirkan akan bercampur dalam catatan sebagian sabda Nabi dengan Al-Qur'an dengan
tidak sengaja.Tetapi hal ini tidak menghalangi adanya para sahabat yang menulis hadis
dengan cara tidak resmi. Mcmang ada beberapa atsar yang sahih yang menegaskan adanya
para sahabat menulis hadis di masa Nabi Muhammad Saw.

Ada riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa sebagian sahabat mempunyai shahifah


(lembaran-lembaran) yang tertulis hadis. Mereka membukukan sebagian hadis yang mereka
dengar dari Rosululloh SAW. Seperti shahifah Abdullah ibn Amr ibn Ash, yang dinamai
“Ash-Shadigah". Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Ali mempunyai sebuah
shahifah,

Jadi Abu Bakar dan Umar tidak berarti melarang pengkondifikasian hadis tetapi melihat
kondimi pada masanya belum memungkinkan untuk itu.

2. Periode Kedua

Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar Rasyidin (11 H - 40 H) Periode ini


disebut 'Ashr-Al-Tatsabbut wa Al-Iqlal min AL,Riwayah (masa membatasi dan
menyedikitkan riwayat). Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis
tersebar secara terbatas.

Penulisan hadispun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada
masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan
sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk
menyebarluaskan Al-Our'an.

3. Periode Ketiga :

Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan TabiinPeriode ini disebut 'Ashr Intisyar
al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa
ini, daerah islam sudah meluas, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis
kepelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawanan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga
hadis di berbagai daerah d seluruh negeri. Diantara bendaharawan hadis yang banyak
menerima, menghafal, dan meriwayatkan hadis adalah

1. Abu Huraira, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374 hadis, sedangkan
menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis
2. “Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
3. .“Aisyah. istri Rasul SAW. Meriwayatkan 2.276 hadis.
4. Jabir Ibn “Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
5. Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadis.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali.r.a. Pada masa ini, umat islam
mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: ,
Terpecahnya umat islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab
untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasululloh Saw.untuk
mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah mereka membuat hadis palsu dan
menyebarkannya.

B. Hadis Pada Masa Pasca Kodifikasi dan Perkembangannya.


Masa Pengumpulan dan Pembukuan Hadis Periode ini disebut Ashr Al
Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulis dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan
pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan atas inisiatif pemerintah, Masa
pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz .
Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan khalifah adalah
abu Bakr Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Syihab az-Zuhri, seorang tabiin
yang ahli dalam bidang fiqh dan hadis. Beliau adalah guru Malik, Al- Auzai, Ma' mar,
Al- Laits, Ibn Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Dalam masa ini muncullah
propaganda-propaganda politik untuk mengembangkan rezim Amawiyah.

1. Diantara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2 Hijriah


ialah Malik, Yahya Ibn Said al-Gaththan, Waki'ibn al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsaury,
Ibnu Uyainah, Syu'bah ibn Hajjaj, Abd ar-Rahman ibn Mahdy, Al-Auza'y, Al-Laits, Abu
Hanifah, Asy-Syafi'y
2. Masa Pentashhihan dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya
Abad ke-3 H. merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Sesudah kitab-kitab Ibnu
Juraij, kita Muwaththa'-Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut dengan gembira,
Keadaan ini diubah oleh Al-Bhukari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan daerah-
daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad,
Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Ousariyah, “Asgalani, dan Himsh. Imam
Bukhari membuat terobosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di berbagai daerah.
Enam tahun lamanya Al Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahih-
nya.
Namun setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang zindig
untuk mengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut :
a) Membahas keadaan perawi-perawi dari berbagai segi, yakni keadilan, tempat
kediaman, masa, dan lain-lain.
b) Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni dengan
mentashihkan hadis.
Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-Jami'
Ash-Shahih. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap
sahih. Kemudian, usaha AlBukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu
Imam Muslim. Sesudah Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan imam
lain yang mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, diantaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,
dan An-Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, dan Sunan An-
Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-
Ushul AlKhamsyah.
Disamping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini kemudian
digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk, sehingga kitab-kitab induk
itu menjadi 6 buah. Yang kemudian dikenal dengan nama Al Kutub Al sittah'.

3, Periode Awal Abad IV H - Tahun 656 H

Periode ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
“Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa
Al-Istidragi wa Al-Jami. Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke 2 dan ke 3,
digelari Mutagaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada
usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghafalnya yang tersebar
di setiap pelosok dan penjuru Negara Arab, Parsi, dan lain-lain.

Para ulama abad ke-4 ini dan seterusnnya digelari 'Mutaakhirin'. Kebanyakan hadis
yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutagaddimin,
hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.”
Ahli hadis pada abad ke-3 tidak banyak lagi yang mentakhrijkan hadis.

Pada periode ini muncul kitab-kitab shahih yang tidak terdapat dalam kitab shahih
pada abad ke-3. Pada akhir abad ke-4 itu, selesailah penyusunan hadis.

Maka ulama abad ke-5 menitik beratkan usaha untuk memperbaiki susunan kitab,
mengumpulkan yang berserak-serak dan memudahkan jalan, jalan pengambilan dan
sebagainya, seperti mengumpulkan hadis-hadi, hukum dalam satu kitab dan hadis-hadis
targhib dalam sebuah kitab, serta mensyarahkannya. Di antara usaha ulama abad ke-5
ialah mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam kitab enam dan lain. lainnya dalam
sebuah kitab besar.Ringkasnya,
di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :

a) Mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhary atau Muslum dalam sebuah kitab.


b) Mengumpulkan hadis-hadis kitab enam
c) Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.
d) Mengumpulkan hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab athraf"

4. Periode Tahun 656 H – Sekarang


Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII
Al-Mu'tasim (w.656 H). sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa
Al-Jami' wa At-Takhrij wa Al-Bahisi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan,
pentahrijan, dan pembahasan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan
isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam kitab tahrij, serta
membuat kitab-kitab jami' yang umum. Pada periode ini disusun kitab-kitab Zawa'id,
yaitu usaha mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke
dalam sebuah kitab tertentu. Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung
hadis yang tidak disebut perawinya dan pentakhrijnya.
KITAB KITAB INDUK HADIS

1. AL- Muawath-tha karya imam malik ibn anas


Imam malik lahir Madinah 93 H wafat 179 H usia 87 thn.menghinpun hadis selama
40 thun,dan menghafal 100.000 hadis,lalu di teliti dan di periksa sampai 10.000 hadis lalu di
selidiki lagi dan di cocokan dngan al quran dan sunah rosul akhirnya tinggal 5.000 hadis jadi
yg beliau tinggalkan 95.000 hadis,dan yang di bukukan menjadi kitab muatha 5.000 hadis dan
di tunjukan kepada 70 orang ulama ahli fikih di madinah dan menyetujuinya.

2. Kitab Musnad Imam Ahmad bin hambal


Imam lahir di bagdad 164 H - 241 H berusia 77 tahun.imam ahmad menghinpun hadis
750.000 hadis,dan meneliti dan merut pandanganya sahih dan hasan sebanyak 40.000 hadis
dan di bukukan dalam kitab musnad.dan ada pengulangan sebanyak 10.000 hadis dan di
katakan kurang lebih isi nya adalah 35.000 hadis.para ulama menyelidi kitab musnad menurut
al jauzi ada 15 hadis palsu,menurut al iraki 9 hadis palsu,imam askolani haya 4 yang
maudu.tapi banyak berbeda pendapat tentang hadis maudu yg ada di kitab itu.

3. Shahih Al Bukhari karya imam Bukhari


Bukhari lahir di bukharo 194 H - 256 H usianya 62 tahun sejak kecil sudah menghafal
70.000 hadis lebih di luar kepalanya,yang beredar dikala zamanya imam adalah 700.000
hadis,kitab bukhari pada umumnya terdiri atas 97 kitab dan 3.450 bab,ibnu shalah
menjelaskan ada sebayak 7.257 hadis ,kalau yang terulang tidak di hitung maka sejumlah
4.000 hadis,lalu kitab musnadnya di tunjukan kepada ali al madini,ahmad bin hambal dan
yahya bin main dan megoreksinya .tentang jumlah guru sang imam adalah 1.080 orang ulama
pakar hadis,dngn lama mengarang 16 tahun ada yg mengatakan 6 thn.

4. Sahih Muslim Karya Imam Muslim


nama lengkap Muslim adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-
Naisaburi.Lahir di Naisabiri 204 H - 261 H Sedangkan di dalam Shahih Muslim jumlahnya
sekitar 7500 hadits termasuk pengulangan dalam 57 jilid. Kedua kitab tersebut belumlah
merangkum semua hadits shahih yang ada.

5. Sunan An Nasai Imam anasai


Lahir di nasai bagain dari khursan tahun 215 H - 303 H wafat di palestina umur 15
thn sudah mengahafal banyak hadis. Nasa'i terkenal sangat selektif dalam meriwayatkan
hadis. Dalam mengomentari selektivitas Nasa'i, Ibn Shalah mengatakan, sang pengarang
Sunan Nasa'i itu "berani" meriwayatkan hadis yang dipersengketakan. Keberanian dalam arti,
pada setiap generasi, di mana saat itu muncul kritikus-kritikus hadis yang terkadang keras dan
moderat.
Adapun Nas'i menyikapinya dengan pemahaman yang objektif. Naisaburi dalam
komentarnya terhadap periwayatan Nasa'i mengatakan, "Syarat yang dipakai Nasa'i lebih
ketat dibandingkan dengan syarat yang digunakan Muslim al-Hajjaj."

6. Sunan Abu daud karya iamam abu daud


Lahir 202 H - 275 H wafat di basrah umur 70-71 imam abu daud mengumpulkan
hadis 50.000 hadis dan memilihnya menjadi 4.800 hadis dalam kitabnya.
Sunan Abu Dawud merupakan kitab koleksi hadis yang disusun oleh Imam Abu
Dawud, merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadis utama di kalangan
Sunni).

Sunan Abu Dawud terbagi menjadi beberapa kitab di mana tiap kitab terdiri dari beberapa
bab. Beberapa judul bab menunjukkan fiqih Imam Abu Dawud terhadap hadis-hadis yang
termuat di dalamnya.

7. Azami sunan atarmizi karya Imam At Tirmizi


Lahir di tirmiz thn 209 H - 801 H Lahir pada bulan Zulhijjah tahun 209 Hijrah, yaitu
kira-kira 15 tahun setelah kelahiran Imam Bukhari dan tiga tahun setelah kelahiran Imam
Muslim. Diceritakan bahwa dia dilahirkan dalam keadaan buta.
Versi lain menyebutkan bahwa dia mengalami kebutaan ketika usia sudah tua karena
terlalu banyak menangis sebab takut kepada Allah.
Jami at-Tirmidzi atau lebih dikenal dengan Sunan at-Tirmidzi adalah kitab kumpulan
Hadits dalam Islam yang disusun oleh Tirmidzi. Kitab ini adalah yang terakhir di antara enam
kitab rujukan utama hadits (Kutubus Sittah) sesuai dengan urutan prioritasnya.

8. Sunan ibn Mazah karya Ibnu mazah al qazwini


Lahir di kazwini kawasan irak thn 209 H - menuntut ilmu umur 20 thnIbnu Majah
dengan nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al
Quzwaini Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada hari selasa, delapan hari
sebelum berakhirnya bulan Ramadan tahun 275. Ia menuntut ilmu hadis dari berbagai negara
hingga dia mendengar hadis dari madzhab Maliki dan Al Laits.
Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadis dari dia. Ibnu Majah menyusun kitab
Sunan Ibnu Majah dan kitab ini termasuk dalam kelompok kutubus sittah (lihat di bagian
hadis). Menurut penyusun (Ibnu Hajar) ulama yang pertama kali mengelompokkan atau
memasukkan Ibnu Majah kedalam kelompok Al Khamsah itu adalah Abul Fadl bin Thahir
dalam kitabnya Al Athraf, kemudian Abdul Ghani dal kitabnya Asmaur Rijal.
Kitab ini adalah salah satu dari enam kitab (Kutubus Sittah) yang menjadi rujukan
utama bagi pemeluk Islam. Kitab ini menghimpun 4332 hadis yang terpisah kedalam 32
buku.

9. Al Mu' jam karya at Tabrani


Ibnu Majah dengan nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin
Abdullah bin Majah Al Quzwaini . Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada
hari selasa, delapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadan tahun 275
Ia menuntut ilmu hadis dari berbagai negara hingga dia mendengar hadis dari
madzhab Maliki dan Al Laits. Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadis dari dia. Ibnu
Majah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan kitab ini termasuk dalam kelompok kutubus
sittah .
Menurut penyusun (Ibnu Hajar) ulama yang pertama kali mengelompokkan atau
memasukkan Ibnu Majah kedalam kelompok Al Khamsah itu adalah Abul Fadl bin Thahir
dalam kitabnya Al Athraf, kemudian Abdul Ghani dal kitabnya Asmaur Rijal
Kitab ini adalah salah satu dari enam kitab (Kutubus Sittah) yang menjadi rujukan
utama bagi pemeluk Islam. Kitab ini menghimpun 4332 hadis yang terpisah kedalam 32
buku.
a) Mu'jamul Kabir
Terdiri dari dari 12 jilid dan merupakan kitab hadits yang berbentuk ensiklopedis,
tidak hanya memuat hadits Nabi, melainkan juga memuat beberapa informasi sejarah; dan
secara keseluruhan memuat 60.000 hadits, karenanya, Ibnu Dihyah mengatakan bahwa
Mu'jamul Kabir ini merupakan karya ensiklopedis hadits terbesar di dunia

b) Mu'jamul Ausath
Karya ini terdiri dari 2 jilid besar, memuat 30.000 hadits, baik yang berkualitas
shahih, atau pun yang tidak, disusun berdasarkan nama-nama guru Ath-Thabrani yang hampir
mencapai 2000 orang

c) Mu'jamush Shaghir
Karya ini disusun berdasarkan naman guru-guru Ath-Thabrani, hanya saja untuk
setiap nama guru, hadits yang dicantumkan hanya satu buah, karenanya, dibandingkan dua
Mu'jam sebelumnya, Mu'jamush Shaghir ini merupakan mu'jam yang sangat singkat dan
ringkas

10. Jami al usul fiy karya ibnu al atsir


Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad ash-Shaybani, yang lebih dikenal
sebagai Ali 'Izz ad-Din Ibnu al-Atsir al-Jazari (bahasa Arab: ‫( )علي عز الدین بن االثیر الجزري‬1233
1160–) adalah seorang sejarawan dan biografi Arab atau Kurdi yang menulis dalam bahasa
Arab dan berasal dari keluarga Ibnu Athir.
Menurut Edisi tahun 1911 dari Encyclopædia Britannica, ia lahir di Jazirat Ibn Umar,
Kekhalifahan Abbasiyah. Kota tersebut sekarang terletak di Turki.

11. Mazma Al zawai karya Al Haytami


Ayahnya wafat ketika ia masih kecil, kemudian ia diasuh ole Imam Syamsuddin bin
Abi al-Hamayil dan Syamsuddin asy-Syinawi. Kemudian Syamsuddin asy-Syinawi
memindahkannnya dari Mahallah Abi al-Haitam ke Maqam Ahmad al-Badawi dan mulailah
ia mempelajari dasar-dasar ilmu kemudian pada tahun 924 H ia dipindahkan ke Masjid Al-
Azhar, belajar dengan ulama-ulama Mesir, dan ia telah menghafal al-Qur'an di waktu kecil.
Guru-gurunya mengizinkan ia untuk berfatwa dan mengajar dan pada waktu itu
usianya masih belum mencapai 20 tahun, ia menguasai berbagai ilmu antara lain tafsir, hadis,
ilmu kalam, fikih, ushul fiqh, ilmu waris, ilmu hisab, nahwu, sharaf, ilmu ma'ani, ilmu bayan,
ilmu manthiq dan tasawuf. Ia pergi ke Mekkah pada akhir tahun 933 H, kemudian haji dan
tinggal disana, setelah itu ia kembali ke Mesir, dan berhaji bersama keluarganya di akhir
tahun 937 H, kemudian berhaji lagi pada tahun 940 H kemudian tinggal disana untuk
mengajar, berfatwa dan menulis karya tulisnya
Kitab “Majmau’ az-Zawaa`id” berisi tentang hadits-hadits tambahan yang terdapat
dalam beberapa kitab hadits berikut atas hadits-hadits yang ditulis didalam kutubus sittah
(Shahih Bukhori, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasaa`iy, dan
Sunan Ibnu Majah) :
Aslinya, Imam al-Haitsami sudah menulis masing-masing zawaid (tambahan hadits)
atas Kutubus Sittah untuk masing-masing kitab-kitab diatas yang beliau beri judul :
 “Majmu’ al-Bahrain fii Zawaa`id al’Mu’jamain”, yakni tambahan hadits yang terdapat
didalam kitab “al-Mu’jam al-Ausath” dan “al-Mu’jam ash-Shaghiir”, karya Imam
Thabrani;
 “al-Badr al-Muniir fii Zawaa`id al-Mu’jam al-Kabiir”, karya Imam Thabrani;
 “Kasyf al-Astaar fii Zawaa`id Musnad al-Bazzaar”, karya Imam al-Bazzaar;
 “al-Maqshud al-Arsyid fii Zawaa`id Musnad Imam Ahmad”; dan
 “al-Qoul al-‘Aliy fii Zawaa`id Musnad Abi Ya’laa al-Maushuliy.

12. Al zami asogir karya jalaludin asyuthi


Jalaluddin as-Suyuthi (bahasa Arab: ‫( )جالل الدين السيوطي‬gelar lengkapnya
Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin
al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; lahir 1445 (849H) - wafat 1505 (911H)
adalah seorang ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-15 di Kairo,
Mesir.
Kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir min Ahadits al-Basyir an-Nadzir merupakan
salah satu kitab karya Al-Hafidz Al-Imam Jalaluddin Abdur Rahman bin Abu Bakar
al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; lahir 1445 (849H) - wafat 1505 (911H)
yang menghimpun hampir semua hadits Rasulullah SAW yang isi kitab tersebut
berjumlah sekitar 10031 hadits.
Kitab Al-Jami Ash-Shaghir merupakan salah satu kitab yang memiliki
beberapa keistimewaan dan perbedaan dari kita-kitab hadits lainnya seperti
Kitab ini menyajikan matan hadits langsung pada intinya, bahkan sering kali matan
hadits yang disajikan merupakan hasil dari pemotongan matan hadits yang panjang,
dengan demikian setiap pembaca kitab ini bisa langsung membaca apa yang ingin
dibacanya. Hal ini menjadi penting karena sebagian pembaca terkadang tidak punya
cukup waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membaca sanad dan matan hadits
yang panjang.
Alfabetik: Dengan susunan yang alfabetik maka kitab ini memudahkan orang-
orang yang biasa mencari makna pada kamus -kamus bahasa. Para pembaca bisa
menemukan banyak hadits semudah dia menemukan kata-kata dalam kamus bahasa.
Selain itu, susunannya yang alfabetik membuat kitab ini berbeda dengan kitab-kitab
hadits yang sudah ada yang disusun berdasarkan bab demi bab seperti Shahih
Bukhari, Shahih Muslim dan kitab sunan.
Al-Jami: Sesuai namanya, kitab ini mengumpulkan dan menyederhanakan
hadits – hadits Nabi yang jumlahnya ratusan ribu menjadi 10030 hadits saja. Kitab ini
juga meringkas hadits Nabi yang berada pada berpuluh-puluh jilid menjadi satu jilid
saja. Kitab ini juga berusaha menghimpun hadits Nabi yang tersebar dalam puluhan
ribu halaman menjadi satu jilid. Khusus bagi para pelajar dan ilmuwan bisa
menyederhanakan referensi, dia tidak perlu menuliskan referensi tiga puluh kitab
hadits dan belasan perawi dan penyusun kitab hadits tetapi bisa menyederhanakannya
hanya dengan merujuk kitab ini saja
GELAR ULAMA AHLI HADIS

A. Amir Al-Mu’minin
Gelar ini merupakan gelar tertinggi untuk ahli hadits. Pengertian ini semula digunakan
untuk para khalifah setelah Abu Bakar As-siddiq ra Para khalifah digelari Amir Al-Mu’minin
ialah mengingat jawaban Nabi atas pertanyaan seorang sahabat tentang: “Siapakah ya g
dikatakan khalifah? Nabi menjawab, bahwa khalifah adalah orang-orang sepeninggalan Nabi
yang sama meriwayatkan hadits-hadits beliau. Kemudian istilah ini diterapkan untuk para
ulama hadits yang memenuhi syarat.
Adapun ulama yang mendapatkan gelar tersebut ialah : Abdur Rahman bin Abdullah bin
Dzakwan Al-madany(Abuz Zanad), Syu’bah ibn Al-Hajjaj, Sufyan Atsauri, Ishaq ibn
Rahawaih, Ahmad ibn Hambal, Al-Bukhari, Ad-Daruquthny, Imam Muslim
Adapun ulama Hadits mutaakhirin yang memperolehnya ialah : An-Nawawiy, Al-Mizziy,
Az-Zahaby, Ibnu Hajar al-Asqallaniy

B. Al-Hakim
Al-Hakim adalah orang yang telah menguasai segala hadits sehingga tidak ada yang
ketinggalan kecuali sedikit menurut para ahli ulama. Al-hakim yaitu gelar yang di pakai untuk
ulama hadits yang menguasai hadits-hadits yang di riwayatkannya, baik dari segi matannya,
sifat-sifat periwayatnya (terpuji atau tercela) bahkan untuk setiap periwayat diketahui
biaografinya, guru-gurunya, sifat-sifatnya, yang dapat diterima atau di tolak sebagiannya di
samping itu juga harus menghafal hadits sebanyak 300.000 hadits nabi lengkap dengan
urutan sanadnya, seluk beluk periwayatannya.
Asy-syahawiy mengemukakan 3 definisi istilah Al-hakim :
1) Seorang yang menguasai semua hadits yang diriwayatkan, matan, sanad, jarh wa at-
ta’dil, biografi periwayat dan lainnya.
2) Seorang yang menguasai sebagian besar pada point satu
3) Seorang yang menguasai 700.000 hadits atau lebih serta mengenali sanad-sanadnya.
Adapun ahli hadits yang mendapatkan gelar ini ialah : Ibnu Dinar (w. 162 H), Al-Lays bin
Sa’d (w. 175 H), Imam Malik bin Anas (w.179 H), Imam Asy-Syafi’iy.

C. Al-Hujjah
Gelar ini di berikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 300.000 hadits, baik sanad,
matan, maupun perihal periwayatannya mengenai keadilan dan cacatnya.
Adapun ulama hadits yang mendapatkan gelar ini ialah : Hisyam bin ‘Urwah (w. 146 H), Abu
al-Huzayl Muhammad bin al-Wahid (w. 149 H), Muhammad Abdullah bin ‘Amr (w. 242 H)

D. Al-Hafiz
Gelar ini di berikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 100.000 buah hadits, baik
matan, sanad, maupun seluk beluk rawinya serta mampu mangadakan ta’dil dan tajrih
terhadap para rawi tersebut.
mengenali guru-guru para periwayat dan guru-guru dari guru-gurunya itu penggenarsi
periwayat. Yang mana pengetahuannya tetantang generasi periwayat itu lebih besar dari yang
tidak di ketahuinya.
Adapun ulama yang memperoleh gelar ini ialah : Al-Iraqiy, Syaraf ad-Din ad-Dimyatiy, Ibnu
Hajar al-Asqallaniy, Ibnu Daqiq al-Id.
E. Al-Muhaddits
Al-Muhaddits diberikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 1.000 hadits, baik sanad,
matan maupun seluk beluk periwayatnya, jarh dan ta’dil-nya, tingkatan haditsnya, serta
memahami hadits-hadits yang termaktub dalam al-kutub as-sittah, Musnad Ahmad, Sunan al-
Bayhaqiy, Mu’jam at-Tabraniy
Adapun ulama yang mendapatkan gelar ini ialah : Ata bin Abi Rabah, Az-Zabidiy

F. Al-Musnid
Gelar ini diberikan kepada ulama ahli hadits yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya,
baik menguasai ilmunya maupun tidak. Gelar Al-Musnid ini juga biasa disebut at-Talib, al-
Mubtadi, dan ar-Rawiy. Dengan demikian maka ukuran pemberian gelar tersebut bukan
sekedar didasarkan kepada jumlah hadits yang di hafalkannya saja, tetapi yang di ukur dari
segi penguasaan dan kemahiran di bidang ‘Ulumul al-Hadits’.
CABANG-CABANG ILMU HADITS

A. DEFINISI ILMU HADITS


Secara Etimologis
Kata “ilmu hadits” merupakan kata serapan dari Bahasa arab, “ilmu al-hadits” yang
terdiri atas dua kata yaitu “ilmu” dan “hadits”. Jika mengacu pada pengertian hadits, berarti
ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun lainnya.
Secara Terminologi
Ilmu hadits adalah satu ilmu yang dengannya dapat diketahui betul tidak ucapan,
perbuatan, keadaan atau lainnya, yang orang katakan dari Nabi Muhammad Saw.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang
keadaan atau sifat para perawi dan yang meriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yang
membawa,menerima, dan menyampaikan berita kepada Nabi yaitu mereka yang ada dalam
sanad suatu hadits. Bagaimana sifat mereka apakah bertemu langsung dengan pembawa
berita atau tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan mereka dan bagaimana daya ingat
mereka apakah sangat kuat atau lemah.

B. PEMBAGIAN ILMU HADITS


1. Ilmu Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah artinya ilmu
hadits berupa periwayatan. Secara terminologis ilmu hadits riwayah adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari hadits yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya. Definisi lain ilmu hadits riwayah adalah
ilmu hadits tentang meriwayatkan, yaitu suatu ilmu yang mengandung pembicaraan tentang
mengkhabarkan, sabda Nabi Saw, perbuatan beliau, hal-hal yang beliau benarkan, atau sifat-
sifat beliau sendiri.
2. Ilmu Hadits Dirayah
Istilah ilmu hadits dirayah disebut sebagai ilmu Musthalah al-Hadits atau Ushul al-
Hadits atau Qawa’id al-Tafdits menurut as-Sayuti muncul setelah masa al-Khatib al-Bagdadi,
yaitu masa Ibnu al-Akfani. Menurut al-Sayuti dalam Tadrib al-Rawi menyatakan ilmu hadits
dirayah adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakekat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam, dan hukumnya, serta untuk mengetahui keadaan perawi, baik syarat-
syaratnya, macam-macan hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.
Sedangkan Ajjaj al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah sebagai kumpulan kaidah
kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matam) dari segi
maqbul dan mardudnya (diterima atau ditolak).

C. CABANG-CABANG ILMU HADITS


1. Ilmu Rijal al-Hadits
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang disekitar hadits, maka kata ilmu
rijal al-hadits artinya ilmu tentang orang-orang disekitar hadits. Subhi shalih dalam “Ulum al-
Hadits Musthalatuhu” menjelaskan bahwa ilmu rijal al-hadits adalah ilmu untuk mengetahui
para perawi hadits dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadits.
Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung (muttashil) atau tidaknya sanad
suatu hadits. Maksud persambungan sanad adalah pertemuan langsung apakah perawi berita
itu bertemu langsung dengan gurunya atau pembawa berita ataukah tidak atau hanya
pengakuan saja.
2. Ilmu Jarh Wa Ta’dil
Menurut Dr. Shubhi Ash-Shalih ilmu jarh wa ta’dil adalah ilmu yang membahas
tentang para perawi dari segi apa yang dating dari keadaan mereka, dari apa yang mencela
mereka atau yang memuji mereka dengan menggunakan kata-kata khusus. Jadi ilmu ini
membahas tentang nilai cacat (al-jarh) atau adilnya (al-ta’dil) seorang perawi dengan
menggunakan ungkapan kata-kata tertentu dan memiliki hirarki tertentu.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui sifat atau nilai keadilan, kecacatan atau
kedhobitannya seorang perawi hadits.

3. Ilmu ‘Ilal Al-Hadits


Kata ilal dari alla, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah, yang menurut Bahasa
artinya al-marad (penyakit/sakit). Menurut ulama ahli hadits, al illah berarti sebab yang
tersembunyi atau samar-samar yang dapat mencemarkan hadits sehingga pada hadits tersebut
tidak terlihat adanya kecacatan. Adapun yang dimaksud dengan ilmu ‘ilal al-hadits menurut
mereka adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan
keshalihan hadits, misalnya mengatakan muttasil terhadap hadits yang munqoti’, menyebut
marfu’, terhadap hadits yang mauquf, memasukan hadits ke hadits lain, dan lain-lain yang
seperti itu.
Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui siapa diantara periwayat hadits yang terlibat
‘illal dalam periwayatannya, dalam bentuk apa dan dimana ‘illal tersebut terjadi, dan pada
sanad atau pada matan.
4. Ilmu Ghorib Al-Hadits
Ilmu ghorib al-hadits adalah ilmu yang mempelajari makna matan hadits dari lafal
yang sulit dan asing bagi kebanyakan manusia karena tidak umum dipakai orang arab. Ilmu
ini muncul ketika banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk agama islam.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui mana kata-kata dalam hadits yang tergolong ghaib
dan bagaimana metode para ulama memberikan interperensi kalimat ghaib dalam hadits
tersebut
5. Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Menurut subhi shalih bahwa ilmu mukhtalif adalah ilmu yang membahas hadits yang
menurut lahirnya saling bertentang, karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik
dengan cara di-taqyid (pembatasan) yang mutlak, takhshish al-am (menghususan yang
umum) atau dengan yang lain.
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan
bagaimana pemecahannya atau Langkah-Langkah apa yang dilakukan para ulama dalam
menyikapi hadits-hadits yang kontra tersebut.

6. Ilmu Nasikh Wa Mansukh


Menurut hadits, ilmu nasikh wa Mansukh adalah ilmu yang membahas tentang hadits-
hadits yang menasakh dan yang dinasakh. Ilmu nasikh wa Mansukh membahas hadits yang
kontradiktif yang tidak mungkin dikompromikan, maka salah satu yang datangnya
belakangan sebagai nasikh dan yang lain datangnya duluan sebagai Mansukh.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui salah satu proses hukum yang dihasilkan dari hadi
dalam bentuk nasikh Mansukh dan mengapa terjadi nasikh Mansukh

7. Ilmu Fann Al-Mubhamat


Ilmu fann al-mubhamat adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang
samar Namanya dalam matan atau sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang
yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih samar-samar atau tersembunyi.

8. Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits


Menurut istilah ilmu asbab wurud al-hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-
sebab datangnya hadits dan beberapa munasabahnya (latar belakang). Ilmu ini adalah ilmu
yang menjelaskan tentang sebab-sebab datangnya hadits, latar belakang dan waktu terjadinya.
Tujuan ilmu ini sebab-sebab dan latar belakang munculnya suatu hadits, sehingga
dapat mendukung dalam pengkajian makna hadits yang dikehendaki.

9. Ilmu Tashif Wa Tahrif


Ilmu tashif wa tahrif adalah ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya
(mushahhaf) atau dirubah bentuknya (muharraf). Al-hafidz Ibnu Hajar membagi ilmu ini
menjadi 2 bagian yakni : Ilmu tashrif dan ilmu al-tahfif, sedangkan menurut Ibnu Shakah dan
para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu menjadi satu
Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam
sanad dan matan hadits bagaimana sesungguhnya yang benar sehingga tidak terjadi kesalahan
terus menerus dalam penukilan dan pengetahuan drajat kualitas kecerdasan dan kedhobithan
seorang perawi.
10. Ilmu Mushalah Al-Hadits
Ilmu mushalah al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah
ahli hadits dan yang dikenal antara mereka. Maksudnya ilmu ini membicarakan pengertian
istilah yang dipergunakan ahli hadits dalam penelitian hadits dan disepakati mereka, sehingga
menjadi popular. Misalnya : Sanad, matan, mukharrij, mutawatir ahad, shahih dhoif, dll.
Tujuan ilmu ini untuk memudahkan para pengkaji dan peneliti hadits dalam
mempelajari dan riset hadits, karena para pengkaji dan peneliti tidak akan dapat melakukan
kegiatannya dengan mudah tanpa mengetahui istilah-istilah yang telah disepakati oleh para
ulama.
11. Ilmu Tarikh Al-Ruwah
Ilmu Tarikh al ruwah adalah ilmu untuk mengetahii para perawi hadits yang berkaitan
dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits. Ilmu ini mempelajari keadaan dan
identitas para perawi, seperti : kelahirannya, wafatnya gurunya, kapan mereka mendengar
hadits dari gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, tempat tinggal
mereka dan tempat mereka mengadakan lawatan. Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu Rijal
al-hadits yang mengkhususkan kajiannya pada sudut kesejarahannya dari orang yang terlibat
dalam periwayatan
SANAD MUSNAD ISNAD DAN MUSNID
a) Pengertian sanad hadits
Secara etimologi sanad yaitu bagian ilmu yang menonjol. Ada juga yang
mengartikan sanad secara etimologi berarti sandaran, tempat kita bersandar
Secara terminology, terdapat perbedaan pengertian. Antara lain :
1. Didalam kitab fathul bary. jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
2. Menurut As Suyuthi dalam bukunya Taqrib Ar Rawi, sanad berita tentang jalan
matan.
3. Menurut Mahmud At Tahhan, sanad adalah silsilah orang-orang (yang meriwayatkan
hadits) yang menyampaikan kepada matan hadits.
4. Menurut Ajjaj al Khatib dalam buku Ushul Al Hadits, sanad adalah silsilah para
perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama.

b) Pengertian isnad,musnad, dan munsid


Secara etimologi , isnad berarti menyandarkan. Sedangkan secara
terminology, isnad adalah menerangkan sanad hadits (jalan menerima hadits).
Musnid adalah orang yang menerangkan hadits dengan menyebutkan
sanadnya
Musnad adalah hadits yang disebut dengan diterangkan sanadnya sampai
kepada Rasulallah Saw.
c) macam-macam sanad
1) Sanad ‘Aliy,
yaitu sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan
sanad yang lain. Sanad ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. sanad ‘Aliy yang bersifat mutlak,
Yaitu sebuah sanad yang jumlah perawinya hingga sampai kepada
Rasulallah Saw lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain. Jika sanad
tersebut shahih, maka sanad itu menempati tingkatan tertinggi dari jenis sanad
‘aliy.
b. Sanad ‘aliy yang bersifat nisbi
Yaitu sebuah sanad yang jumlah perawi didalamnya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan para imam ahli hadits, meskipun jumlah perawinya setelah
mereka hingga sampa kepada Rasulallah Saw lebih banyak.

2) Sanad Nazil
Yaitu sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih banyak jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang banyak akan tertolak dengan sanad
yang sama jika jumlah perawinya lebih sedikit.

d) tingkatan-tingkatan sanad hadits


Ahli hadits membagi tingkatan sanad menjadi tiga macam, yaitu :
1. Ashahhul asaanid (sanad-sanad yang lebih shahih).
Contoh Ashahhul asaanid dari sahabat tertentu, yaitu Umar bin Khaththab r.a. ialah
yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az Zuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar dari
ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakek nya (Umar bin Khaththab r.a.)
2. Ahsanul asaanid (sanad-sanad yang lebih hasan).
Contoh apabila hadits tersebut bersanad antara lain : Bahaz bin Hakim dari ayahnya
(Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya ( Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin
Syu’aib dari ayahnya (Syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya ( Muhammad bin
Abdillah bin Amr bin Ash).
3. adh’aful asaanid (sanad-sanad yang lebih lemah).
Salah satunya adalah Abu Bakar Ash Shidiq r.a., yang diriwayatkan oleh Shadaqah
bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath Thayyib dari Abu
Bakar r.a.
e) Pengertian matan hadits
Secara etimologi, matan berarti tanah yang meninggi, namun adapula yang
mengartikan segala sesuatu keras bagian atasnya, punggung jalan (muka jalan), tanah
keras yang tinggi, kuat, sesuatu yang tampak dan asli.
Secara terminology, terdapat beberapa pendapat ulama’ antara lain :
1. Muhammad At Tahhan, matan adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
2. Ajjaj al Khatibb, matan adalah lafadz hadits yang didalamnya mengandung
makna-makna tertentu.
3. Ath Thibbi, matan adalaha lafadz hadits yang dengan lafadz itu berbentuk makna.
4. Ibnu Jama’ah, matan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan
yang disebut untuk mengakhiri sanad)
Dari beberapa rumusan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa matan adalah
perkataan yang disebuat pada akhir sanad, yakni sabda nabi saw. Yang disebut
sesudah habis disebutkan sanadnya.

f. Kedudukan sanad dan matan hadits


Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang
diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan
hadits yang shahih atau tidak, untuk diamalkan.
Beberapa persyaratan penerimaan hadits pada masa sahabat, yaitu :
1. Penyampai hadits dikalangan sahabat
2. Berani bersumpah bahwa ia tidak berdusta
3. Harus menghadirkan saksi yang mengetahui secara langsung perihal hadits yang
disampaikan.
Dalam kaitannya dengan sanad, ada hadits dan atsar yang menerangkan
keutamaan sanad, diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Sirin,
bahwa beliau berkata, “:ilmu ini (hadits ini) merupakan dalil agama. Oleh karena itu
telitilah orang-orang yang kamu mengambil agamamu dari mereka.”
 Abdullah ibn Mubarak menjelaskan bahwa menerangkan sanad hadits termasuk tugas
agama. Perumpaan orang yang mencari hokum agamanya tanpa memerlukan sanad
bagaikan orang yang menaiki loteng tanpa tangga.
 As syafi’I berkata, “perumpaan orang yang mencari (menerima) hadits tanpa sanad,
sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api pada malam hari.
 Ibnu Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang yang dipercaya
hingga sampai kepada nabi Muhammad Saw dengan bersambung-sambung para
perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah SWT, khususnya kepada orang-
orang islam.
KLASIFIKASI HADITS

A. Klasipikasi hadis di tinjau dari bentuk asal

Bentuk-bentuk Hadis

1. Hadis qauli yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
2. Hadis fi’li Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
3. Hadis taqriri Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang
datang atau dilakukan oleh para sahabatnya.
4. Hadis hammi Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi,
seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura.
5. Hadis ahwali Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik
Nabi SAW dan sebagainya.

B. Kalsipikasi hadis di tinjau dari sifat asal

Hadis Qudsi

Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah disrtikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau
mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul,
adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
a. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan hadis
qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu’jizat.
b. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan
khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
c. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan hadits Qudsi
yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
d. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda
dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun
dalam keadaan berhadats.
e. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi
mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
f. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda dengan hadits
Qudsi
C. Hadis berdasarkan kwantitas sanad dan perawinya

1. Hadits Mutawatir
Secara etimologi berarti beriringan, berurutan, berkesinambungan, kontinyu.
Sedangkan secara terminologi berarti hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi
dalam setiap generasi sanad, mulai awal (shahabat nabi) hingga akhir (perawi, penulis
hadits).
Syarat hadits mutawatir :
 Rawi haditsnya segolongan orang banyak.
 Mereka mustahil melakukan kebohongan karena rawi-rawi itu orang banyak
yang berbeda-beda kalangan dan profesi.
 Rawi yang yang banyak itu meriwatyatkan pada rawi yang banyak pula, mulai
dari permulaan hingga akhir sanad.
 Bersifat indrawi (diterima oleh panca indra).
Hadits mutawatir dibagi menjadi :
a) Mutawatir lafdhi
Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan
menggunakan lafadz (susunan kata) satu atau lebih namun satu makna yakni
dalam konteks masalah itu.
b) Mutawatir ma’nawi
Adalah hadits yang isinya diriwayatkan secara mutawatir dengan
bentuk matan yang berbeda-beda. Umumnya hadits mutawatir dalam jenis ini
berupa riwayat tentang perilaku nabi terhadap lingkungan, cara nabi saw.
mengangkat kedua tangan dalam berdo’a, dan sebagainya.

2. Hadits Ahad
Secara harfiah kata âhâd (‫ )آحاد‬merupakan bentuk jamak dari kata ahad (‫)أحد‬
yang berarti yang satu, tunggal. Jika dikatakan khabar wahid maka maksudnya adalah
khabar atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits
Ahad (‫ )الحديث اآلحاد‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang
saja, atau bahkan oleh sedikit orang, atau seorang saja, dan selanjutnya masing-
masing perawi menyampaikan haditsnya kepada seorang, atau dua orang saja. Jumlah
perawi yang demikian dalam setiap tahap tidak menjadikan haditsnya terkenal
sebagaimana jenis lainnya.

Klasifikasi hadits ahad :


1. Hadits masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap tingkat
sanadnya di masing-masing jalur, dan tidak melebihi jumlah sanad untuk periwayatan
hadits mutawatir.
Hadits masyhur dikelompokkan menjadi :
 Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Hadits (ahl al-hadits, ‫)الحديث أهل‬
secara khusus.
 Hadits yang masyhur dikalangan ahli hadits sendiri dan kalangan lainnya
(‘Ulama dan ‘awam).
 Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Fiqh (al-Fuqaha`, ‫)الفقهاء‬.
 Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Ushul (al-Ushuliyyun, ‫)األصوليّون‬.
 Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Nahwu (al-Nuhah, ‫)النحاة‬.
 Hadits masyhur yang terkenal dikalangan masyarakat umum.

2. Hadits aziz
Kata ‘Aziz berarti yang mulia, utama, kuat, dan sangat. adalah hadits yang
mempunyai dua jalur sanad, yang masing-masing terdiri atas dua orang rawi pada
setiap level sanadnya. Atau dengan kata lain, hadits ‘aziz adalah hadits yang
mempunyai dua sistem sanad (isnadan, ‫)إسنادان‬.

3. Hadits gharib
Menurut etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang
menurut istilah artinya hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi,
atau disebabkan karena adanya penambahan dalam matan atau sanad.
Hadits gharib dibagi menjadi :
 Gharib mutlak Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi walaupun
hanya dalam satu thabaqat (tingkatan).
 Gharib nisbi Ialah hadits dimana kegharibannya ditentukan karena suatu segi,
misalnya dari segi hanya diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.

D. Hadis berdasarkan kwalitas sanad

1. Hadits Shahih
Kata shahih (‫ )صحيح‬berasal dari kata shahha (‫ )ص ّح‬dan shihhah (‫ )صحّة‬yang berarti
sehat, tidak cacat. Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung proses
periwayatan oleh orang yang adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa
sifatnya, serta terbebas dari keganjilan dan cacat.
Dikatakan dengan hadits shohih sekiranya memenuhi criteria dibawah ini:
a. Sabadnya bersambung (dengan mendengar setiap satu orang dari orang lain dari
periwayatannya sampai ke atasnya).
b. Adalatul al- Ruwah (adil dalam artian orang tersebut benar-benar memiliki
kemampuan untuk memikulnya dengan mengacu kepada nilai-nilai taqwa dan
wibawa).
c. Dhabit (benar-benar terukur keabsahan penerimaan darinya dengan mengacu
kepada apa yang ia dengar dari seorang syekh kemudian ia hafal dan ia berikan
pula kepada yang orang lain).
d. Terlepas dari kejanggalan dan cacat (orang tersebut benar-benar yang paling
terpercaya dari sumber pengambilan periwayatan hadisnya tanpa ada cacat dan
cela).
Ulama membagi hadits shohih menjadi kepada shohih lizatihi dan shohih
lighairihi. Shohih lizatihi adalah hadits yang memenuhi criteria sebagai mana yang
telah dijelaskan sebelumya, sedangkan shahih lighairihi adalah hadits yang tidak
memenuhi criteria yang telah disebutkan tersebut secara maksimal, misalnya perawi
yang adil namun tidak sempurna kedhabitannya. Akan tetapi terdapat hadits dari jalur
yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits dalam ketegori hasan yang
diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih lighairihi.

2. Hadits Hasan
‫علة الو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده تصال ما‬
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil
namun lebih rendah kedhabitannya tanpa adanya syaz dan illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan dan hadits shahih hanya
terletak pada kedhabitan perawinya saja, hadist shohih perawinya dalam tingkat
kedhabitan sempurna dalam hadits hasan kurang sempurna.
Secara harfiah kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah
didefinisikan sebagai hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang
yang kurang sempurna kredilitasnya.

3. Hadits dhaif
Dla’if (‫ )ضعيف‬secara harfiah berarti lemah. Hadits Dla’if adalah hadits yang
tidak memiliki syarat sebagi hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Hukum-hukum hadits dhaif :
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan menetapkan suatu hukum
maupun sebagai landasan suatu aqidah, melainkan hanya diperbolehkan dalam hal
keutamaan amal.

Syarat membolehkan mengamalkan hadits dhaif menurut Ibnu Hajar:


 Hadits dhaif itu mengenai keutamaan amal
 Kualitas kedhaifannya tidak terlalu sehingga tidak boleh mengamalkan hadits
dari orang pendusta dsb
 Hadits dhaif bersumber pada dalil yang bisa diamalkan
 Pada waktu mengamalkan hadits dhaif tidak boleh mempercayai kepastian
hadits itu (niat ikhtiat/berhati-hati dalam agama)

E. Maqbul dan mardud

1. Hadits Maqbul
Kata Maqbul (‫ )مقبول‬secara harfiah berarti “diterima”. Hadits Maqbul adalah
hadits yang bisa diterima kehadirannya sebagai landasan beragama, baik dalam hal
ibadah maupun mu’amalah.
Tingkatan Hadits Maqbul :
a. Ma’mul Bih (‫)هب لوالمعم‬
Yakni hadits yang seharusnya diamalkan pesan-pesannya (wujub al-‘amal bih,
‫)وجوب العمل به‬, yakni hadits yang mutawatir, shahih, shahih li ghairih, dan
hasan.
b. Ghair Ma’mul Bih (‫)به لمعموال غير‬
Yaitu hadits yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi cukup diambil sebagai
sumber informasi, yaitu hadits ahad, dan hadits hasan li ghairih.

2. Hadits Mardud
Kata mardud (‫ )مردود‬berarti “ditolak”. Hadits Mardud adalah hadits yang
ditolak karena memiliki ciri-ciri yang sekaligus alasan untuk ditolak antara lain
sebagai berikut:
a. Sanadnya tidak bersambung, atau munfashil (‫)منفصل‬
b. Terdapat perawi yang cacat dalam sanad
c. Cacat matannya.

F. Berdasarkan penisbatanya ( sumber hadis)

1. Hadits Marfu’
Kata marfu’ (‫ )مرفوع‬secara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada
posisi yang tinggi. Maka hadits marfu’ (‫ )المرفوع الحديث‬adalah hadits yang oleh para
muhadditsun dinyatakan sebagai hadits yang disandarkan langsung pada nabi saw.,
baik sanadnya bersambung secara utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair
muttashil), yakni terdapat sanad yang terputus didalamnya.

Macam-macam hadits marfu’ :


a. Marfu’ Tashrihi
Yaitu hadits yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada Nabi
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir.
b. Marfu’ Hukmi
Yaitu hadits yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan kepada
Nabi SAW melalui kata-kata, misalnya, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda
“atau” bahwa Rasulullah saw telah melakukan…”, atau “bahwa telah
dilakukan didepan nabi SAW.

2. Hadits Mauquf
Mauquf (‫ )موقوف‬secara harfiah berarti berhenti atau dihentikan. Maka yang
dimaksud dengan hadits mauquf (‫ )ا الموقوفلحديث‬adalah hadits yang dinyatakan oleh
seorang shahabi, baik dengan sistem sanad yang muttashil pada nabi maupun
munqathi’. Jadi hadits ini hanya berhenti pada level shahabi sebagai sandaran
informasi.

3. Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ (‫ )مقطوع‬berasal dari kata qatha’a (‫ )قطع‬yang secara harfiah
berarti terputus atau diputuskan, yang berlawan kata washala (‫ )وصل‬dengan arti
sampai atau bersambung. Maka yang dimaksud dengan hadits maqthu’ (‫)مقطوعاللحديثا‬
adalah hadits yang disandarkan kepada seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik
berupa ucapan maupun perbuatan. Dikatakan terputus karena sanadnya tidak
bersandar langsung pada nabi atau bahkan tidak pada shahabat.
Di antara hadits-hadits yang termasuk kategori tidak diterima atau ditolak pada
umumnya adalah hadits-hadits yang merupakan cabang hadits dha’if dan hadits
maudlu’.
Di antaranya sebagai berikut :
a. Hadits mursal
Kata mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di
marfu’kan oleh tabi’i kepada Nabi saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung
mengatakan “Bahwasannya Rasulullah saw bersabda…”. Atau dapat pula diartikan
sebagai hadits yang disampaikan oleh seorang tabi’in, baik Tabi’in Besar maupun
Tabi’in Kecil, tanpa menyebut nama shahabat.

b. Hadits muallaq
Kata muallaq berarti digantung. Sedang menurut terminologinya yaitu hadits
yang perawinya gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau
semuanya kecuali seorang shahabi.

c. Hadits munqathi’
Munqathi’ secara harfiah berarti terputus. Hadits Munqathi’ (‫)الحديث المنقطع‬
adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase
secara tidak berurutan, misalnya terputusnya sanad pada titik sanad ketiga dan pada
titik kelima.

d. Hadits mu’dhal
Secara bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal (
‫ )المعضل الحديث‬adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus
di dua fase secara berurutan, misalnya terputus pada titik sanad ketiga dan pada titik
keempat.

e. Hadits matruk
Kata matruk (‫ )متروك‬berarti yang ditinggal atau ditinggalkan. Sedangkan yang
dimaksud dengannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
tertuduh sebagai pendusta, baik terkait dengan masalah hadits maupun lainnya, atau
tertuduh sebagai seorang fasiq, atau karena sering lalai ataupun banyak sangka.

f. Hadits munka
Munkar (‫ )منكر‬secara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang rawi yang lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya),
atau riwayat yang lebih lemah lagi.

g. Hadits muallal
Secara harfiah, mu’allal (‫ )معلّل‬berarti yang dicacat. Hadits Mu’allal yaitu
hadits yang di dalamnya terdapat sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana sebab-
sebab tersebut baru diketahui setelah dilakukan penelitian yang mendalam, dan secara
lahiriah hadits tersebut mempunyai cacat.

h. Hadits mudhtharib
Mudltharrib (‫ )مضطرب‬secara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis,
Hadits Mudltharrib (‫ )المضطرب الحديث‬adalah hadits yang riwayatnya atau matannya
berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seseorang atau banyak rawi, dengan cara
menambah, mengurangi ataupun mengganti. Riwyatnya tidak dapat dianggap kuat
salah satunya, demikian pula matannya.

i. Hadits maqlub
Hadits Maqlub (‫ )المقلوب الحدبث‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
rawi yang di dalamnya terjadi keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang,
atau membelakangkan yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan.
Secara harfiah, kata maqlub (‫ )مقلوب‬berarti dibalik atau terbalikkan.

j. Hadits mudraj
Mudraj (‫ )مدرج‬berarti dimasukkan atau dilesapkan (mudkhal, ‫)مدخل‬. Maka
hadits mudraj adalah hadits urutan isnadnya diubah, atau hadits yang telah disisipkan
perkataan orang lain ke dalam matannya, baik dari kelompok Shahabi maupun tabi’in,
untuk keperluan penjelasan terhadap makna yang dikandungnya. Jika hadits yang
demikian masih bisa dideteksi unsur penglesapannya kemudian disingkirkan maka
menjadi shahih, tetapi jika sulit disortir maka menjadi dla’if status haditsnya.

k. Hadits mudhallas
Secara harfiah kata mudallas (‫ )مدلّس‬berarti menyembunyikan sesuatu yang
cacat. Maka secara terminologis hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan
(ditutupi) unsur cacatnya dalam sanad, dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang
rawi menerima banyak hadits dari seorang gurunya lalu ia meriwayatkan sebuah
hadits yang tidak diambil dari gurunya tersebut tetapi dinyatakan darinya (demi
kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.

l. Hadits maudhu’
Hadits Maudhu’ (‫ )الموضوع الحديث‬adalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at Islam
tanpa syarat. Dengan kata lain, hadits maudhu’ adalah hadits palsu.
TAHAMMUL WAL ADA ‘AL- HADITS

A. Pengertian
Tahammul menurut bahasa " menerima" dan Ada adalah "menyampaikan" jadi, Tahammul
hadits adalah kegiatan menyampaikan atau penerimaan riwayat hadits antara perawi
dengan perawi.
Menurut istilah Tahammul : menerima dan mendengar suatu periwayatan hadis dari seorang
guru dengan beberapa metode tertentu.
Al- ada adalah menyampaikan atau meriwayatkan suatu hadis kepada orang lain

B. Syarat Tahammul wal ada al hadis


1. Syarat periwayatan hadits
 Islam
 Baligh
 Adil : sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong untuk berbuat takwa
 Dhabith : kemampuan seseorang perawi dalam memahami dan menghafal dari
gurunya.
 Tsiqoh: hadis yang di riwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih kuat
atau dengan al Qur'an.

2. Syarat Menerima Hadis


 Tamyiz : bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk
 Sehat akal dan pikirannya
 Secara fisik dan mental mampu dan memahami dengan baik riwayat hadis yang di
terimanya

C. Metode dan bentuk segat tahamul wal ada al hadis

1. As- sima’i ( mendengar lafazh guru)


murid mendengar sendiri dari perkataan gurunya.baik dngan cara
mengimlakan baik dari hafalanya maupun tulisannya. Ketika menyampaikan hadits
atau riwayat yang ia dengar (terima) itu, sirawi menggunakan sighat، (‫)ح َّدثَنَا‬،(‫َا‬
َ ‫)أَ ْخبَ َرن‬، (
‫ْت()أَ ْنبَأَنا‬
ُ ‫) َس ِمع‬ ‫سمعنا‬

2. Al-Qiro’ah (Membaca dari syeikh)


Gambarannya: seorang perawi membaca hadits kepada seorang syeikh, dan
syeikh mendengarkan bacaannya untuk meneliti, baik perawi yang membaca atau
orang lain yang membaca sedang syeikh mendengarkan.  maka ketika menyampaikan
ُ ‫)قَ َر ْأ‬ (‫)اَ ْخبَ َرنَا‬
kepada rawi lain, ia sebut:،(‫ت َعلَ ْي ِه‬
3. Al-Ijazah
Artinya seorang syeikh mengizinkan muridnya meriwayatkan hadits,
baik dengan ucapan ataupun tulisan.
Dalam menyampaikan sesuatu yang didapati dengan ijazah, sirawi berkata، ( ‫أَ ْخبَ َرنَافُاَل ٌن‬
ً‫)إِ َجازَ ة‬،(‫) َشافَهَنى()فِ ْي َمااِ َجا َزنِ ْي فُاَل ن‬

4. Al-Munawalah(Menyerahkan)
Al-Munawalah ada 2 macam :
a) Munawalah yang disertai dengan ijazah.Munawalah yang disertai ijazah ketika
menyampaikan riwayat itu, sirawi berkata (‫ )انباءنى‬atau (‫)انباءنا‬.
b) Munawalah yang tidak disertai dengan ijazah.Munawalah yang tidak dengan
ijazah, hendaklah ia berkata (‫ )ناولنى‬atau (‫)ناولنا‬

5. Al-Kitabah
Yaitu seorang syeikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain
menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir di
situ. Waktu menyampaikan hadis yang didapati dengan perantara mukatabah, sirawi
berkata kepada orang yang ia sampaikan nyan(‫ى فُاَل ٌن‬
َّ َ‫َب اِل‬
َ ‫) َكت‬.

6. Al-I’lam(Memberitahu)
Yaitu seorang syeikh memberitahu seorang murid nya bahwa hadits ini atau
kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak disertakan izin untuk
meriwayatkan dari padanya. Ketika menyampaikan riwayat dari jalan I’lam, sirawi
berkata، (‫)اَ ْعلَمنِ ْى فُاَل ٌن()فِ ْي َماأَ ْعلَ َمنِى َش ْي ِخى‬.

7. Al-Wahsiyyah(Mewasiati)
Yaitu seorang syeikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya a atau dalam
perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi. Ketika
menyampaikan riwayat dengan wasiyat ini, sirawi berkata ،(‫صيَ ِة‬ ِ ‫صى ()أَ ْخبَ َرنِى فُاَل ٌن بِ ْال َو‬
َ ْ‫اَو‬
ٍ ‫ى فُاَل ٌن بِ ِكتَا‬
‫ب‬ َّ َ‫)اِل‬.

8. Al-Wijadah(Mendapat)
Yaitu seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan seorang
syeikh dan ia mengenal syeikh itu, sedangkan hadits-haditsnya tidak pernah
didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi. Dalam menyampaikan hadits atau kitab
yang didapati dengan jalan wijadah ini, sirawi berkata، (‫ب فُاَل ن‬ ُ ‫ت بِ َخطِّ () َو َج ْد‬
ِ ‫ت فِى ِكتَا‬ ٌ ‫َو َج ْد‬
ُ
‫)فاَل ٌن‬
TERIMAKASIH
RANGKUMAN PERTANYAAN DAN JAWANA

Pertemuuan pertama ke 1
Pertemuan pertama penjelasan dari pak dosen tentang pengertian hadits,suanh ,atsar
Pertanyaan pertemuan ke 2
Pertanyaan : Bagai mana cara membedakan hadis shohih dan hadis doif dengan cara
sederhana?
Jawaban” mungkin dengan cara dilihat ada periwayatnya apa gak?, terus biasanya ada
keterangan doif atau hasannya ,klaw doif siafa ulama yang ngdoifkanya kalau doifkanya
ulama yang terkenal dari yang mengarang kitab kitab kutubusitah’
Pertanyaan : Apa boleh mengamalkan hadis hadis doif? Apa sandaranya?
Jawaban : dari mahasiswa kalau ada amalan yang dari hadis sohih kenapa harus
mengerjakan dari yang hadis doif,karena banyak amalan amalan yang langsung di sampaikan
oleh nabi.
Jawaban : tambahan dari pak dosen boleh mengerjakan atau mengamalkan amalan dari hadis
doif yang di riwayatkan oleh ulama terkenal , tapi janggan menggunakan hadis doif untuk
masalh aqidah tauhid.
Pertanyaan pertemuan ke 3
Pertanyan : Bagai mana menanggapi hadis doif di jaman sekarang?
Jawaban : kita melihat dulu siapa yang menyampaikanya,kita tanyain ke ulama atau guru
kita yang kita percayai,dan jika hadis doif itu berupa tuntunan untuk melaksanakan kebaikan
dan melalarng keburukan maka boleh kita menerimanya selagi hadis itu udah ada ijma dari
para ulama,karna hadis doif karena periwayatanya lemah tapi bila ada periwayat yang
memperkuat kebenranya maka akan bisa naik tingkatan jadi hadis hasan ligairihi,beda sama
hadis maudu dan hadis palsu.
Jawaban tambahan : intinya kroscek dulu hadisnya ,boleh untuk fadoilul amal.
Pertanyaan : Apa yang di maksud ulama ulama konterporer?
Jawaban : ulama ulama yang kekinian, moderen yang udah mshur sampai di zaman
sekrang ,ulama yang di kenal ari tulisanya atau karangan karanganya ke alimannya.
Jawaban tambahan : ulama yang terkenal sekarang misal habib umar al hafidz.

Pertanyaan pertemuan 5
Pertanyaan : Kenapa ada hadis yang bisa di nasih wal manshuh ?
Jawaban : hadists
Pertemuan ke 4
Pertanyaan : Apa kah habib umar bin hafidz hadromout tarim termasuk gelar ahli hadis al
hafiz karena hapal 100 ribu hadis?
Jawaban : belum ada yang tahu,tapi mungkin dari penghafalan nya bisa jadi gelar hafiz, tapi
klw melihat dari sarat sarat ahli hadis yang di kemukakan oleh imam bukhari harus
memenuhi sarat2 di antaranya ujlah,terus bertatap muka sama guru yang meriwayatkan hadis
itu.

Pertanyaan klompok 8
Pertanyaan : Apa kedudukan hadis mu an an apa mungkoti apa maousul?
Jawaban : sebenarnya pertnayan ini tidak berhubungan dengan makalah “tahamul ada wal
hadits” yang membahas tentang ijab kobul atau segat serah terima hadis dari antara perawi
,kalu hadis mu an an termasuk pada tingkatan hadis,tapi banyak para ulma yang berbeda
pendapat antara hadis mu an an ini ,ada yang mengatakan hadis ini adalah munkoti ,dan ada
yang berpendapat sebaliknya juga,biasanya dalam periwayatan memkai kata an an (dari si
pulan dari si pulan)
Pertanyaan : Bagai mana anak yang belum balig tapi udah tamyiz meriwayatkan hadis?
Jawaban : anak baligh adalah anak yang udah melewati ciri baligh maka jadilah anak itu jadi
mulkalap yang wajib melaksanakan perkara wajib dan menjauhi perbuatan yang di
larang,sedangkan mumayiz bisa terjadi pada anak yang belum balig dan bisa pada yang sudah
balig atau dewasa,dalam tahamul ada wal hadits ada perbedaan sayarat bila dalam tahamu
anak kecil yang belum baligh tapi udah tamyiz boleh saja karena tidak di saratkan
balig.meskipun ada periwayat yang mengtidak bolehkan menerima hadis dari yang belum
balihh.
Sedangkan dalam ada wal hadis periwayatan hadis harus di sayaratkan pada yang udah balig
dan tamyiz

Pertanyaan klompok 6
Pertanyaan : Apakah muhadisin itu udah termasuk sanad musnad isnad?
Jawaban : kesimpulan pertanyaan dari pak dosen isnad musnad muhadisin adalah berdeda
kata tapi sama maknanya
Tambahan muhadisin : dari kata hadasa muhadisi , ceritan dan yang menceritakan sanad
adalah rangkaian yang meriwayatkan atau rangkayan musnad orang orrang yang
meriwayatkan ,sama dengan ,muhadisin orang yang meriwayatkan hadis ,musnad orang yang
di sebut dalam rangkaian yang meriwayatkan hadis ,perawi adalah orang orang yang
ngeriwayatkan hadis .

Pertanyaan klompok 7
Pertanyaan :

Anda mungkin juga menyukai