ULUMUL HADIST
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadits
Dibuat oleh:
Saidir Ali(10120220091)
MAKASSAR
2023/2024
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadist pada masa rasul?
2. Bagaimana hadist pada masa sahabat?
3. Bagaimana hadist pada masa tabi'in?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadist pada masa rasul
2. Untuk mengetahui hadist pada masa sahabat
3. Untuk mengetahui hadist pada masa tabi'in
PEMBHASAN
5
Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya, Jurnal Driya alAfkar,
Volume 2, Nomor 01, (Juni 2014),
3. Keadaan para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadis
Respon sahabat dalam menerima dan menguasai hadis tidak selalu
sama. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: adanya perbedaan
di antara mereka dalam soal kesempatan bersama Rasulullah SAW, dan
juga soal kesanggupan bertanya pada sahabat lain, serta berbedanya waktu
masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasulullah SAW. Ada
beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima
hadis dari Rasulullah, misalnya para sahabat yang tergolong kelompok Al-
Sabiqun al-Awwalun (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan,
Ali ibn Abi Thalib, dan Ibn Mas’ud), Ummahat al-Mukminin (Siti Aisyah
dan Ummu Salamah), sahabat yang meskipun tidak lama bersama Nabi,
akan tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-
sungguh seperti Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik,
dan Abdullah ibn Abbas yang merupakan sahabat yang secara sungguh-
sungguh mengikuti majlis Nabi, banyak bertanya kepada sahabat lain
meskipun dari sudut usia tergolong jauh dari masa hidup Nabi.6 Hadis
yang disampaikan Nabi kepada para sahabat melalui beberapa cara,
menurut Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu: Pertama,
menyampaikan hadis dengan kata-kata. Rasul banyak mengadakan
pengajaran-pengajaran kepada sahabat, dan bahkan dalam rangka untuk
memudahkan pemahaman dan daya ingat para sahabat, Nabi mengulang-
ulang perkataannya sampai tiga kali. Kedua, menyampaikan hadis melalui
media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis.
Hal ini menyangkut seluruh surat Nabi yang ditujukan kepada para raja,
penguasa, gubernur-gubernur muslim. Beberapa surat tersebut berisi
tentang ketetapan hukum Islam, seperti ketentuan tentang zakat dan tata
cara peribadatan. Ketiga, menyampaikan hadis dengan mempraktek secara
6M.M.Azamiy, Dirasat fi al-Hadi al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih, yang diterjemahkan oleh Ali Mustafa
Ya’qub dengan judul Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), 78
langsung di depan para sahabat, misalnya ketika beliau mengajarkan cara
berwudhu, shalat, puasa, menunaikan ibadah haji dan sebagainya.7
7 Muhammad Mustafa Azami, Studies In Hadith Methodology and Literature, (Indiana: American Trust
Publications, 1977), 10
8 Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, alDarimi dan Ahmad ibn Hanbal. A.J.Wensinck, alMu’jam al-
Mufahras li Alfazh al-Hadis al-Nabawi VI, (Leiden: E.J. Brill, 1936), 176
9 Al-Hasani Abd al-Majid Hasyim, Ushul alHadis al-Nabawi, (Kairo: al-Hadisah li al Thaba’ah, t.t), 15
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi zat yang jiwaku berada
ditanganNya, tidak keluar dari mulutku kecuali kebenaran.” 10 Dari sini
dapat dilihat bahwa ada dua riwayat yang berbeda, satu riwayat
menyatakan bahwa Nabi melarang penulisan hadis dan di riwayat lain
menyatakan bahwa Rasul mengizinkannya. Dalam memandang hal ini,
para ulama berbeda pendapat, dan secara garis besar terdapat dua pendapat.
Pendapat pertama menyatakan bahwa riwayat yang melarang penulisan
hadis dinasakh oleh riwayat yang mengizinkannya. Menurut mereka,
pelarangan penulisan hadis oleh Nabi terjadi pada awal-awal Islam, karena
dikhawatirkan adanya percampuran antara hadis dan ayat al-Qur’an, jadi
hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kemurnian ayat al-Qur’an. 11
Namun ketika kekhawatiran tersebut mulai hilang karena para sahabat
telah mengetahui dan terbiasa dengan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an,
sehingga mereka bisa membedakan mana ayat al-Qur’an dan mana yang
bukan, maka Rasul mengizinkan mereka untuk menuliskan hadis. Pendapat
kedua menyatakan bahwa pada dasarnya kedua riwayat tersebut tidak
bertentangan. Mereka menyatakan bahwa larangan itu dikhususkan kepada
mereka yang dikhawatirkan akan mencampur adukkan hadis dan alQur’an,
dan diizinkan bagi mereka yang tidak dikhawatirkan mencampur adukkan
keduanya, yaitu izin seperti yang dilakukan Nabi kepada Abdullah ibn
Amr ibn al-Ash.12
13 Mohammad Nor Ichwan. 2007. Studi Ilmu Hadis. (Semarang: RaSAIL Media Group).
mendapatkan hadis dari seorang ahli hadis. Ini dilakukan demi menjaga
ketersambungan hadis dan menjaga kualitas hadis. Jika melihat usaha dan
perjuangan mereka dalam menjaga keaslian hadis, bagaimana mungkin
mereka yang telah beriman kepada Nabi, meneladani setiap tingkah dan
ucapan Nabi, menjadikan Nabi sebagai world view dan teladan utama, rela
meninggalkan harta dan keluarganya hanya untuk mendapatkan hadis,
begitu tega melakukan tindakan pemalsuan terhadap hadis Nabi. Sungguh
ironi sekali. Salah satu bentuk usaha para sahabat dalam menjaga hadis
adalah dengan mengendalikan diri untuk tidak bebas dalam
meriwayatkannya. Ini dimaksudkan agar terhindar dari kesalahan dan
kekeliruan ketika meriwayatkannya, sebab lumrahnya semakin banyak
menyampaikan sesuatu semakin berpeluang besar terjadi kesalahan di
dalamnya. 14 Meskipun beberapa sahabat sudah memiliki catatan-catatan
hadis, namun penyebaran hadis masih terbatas sehingga kebanyakan para
sahabat menyimpannya dalam kalbu dan ingatan mereka. di masa ‘Umar,
hadis masih belum banyak disebarkan ke luar wilayah maupun di dalam
Madinah sendiri. Terbatasnya penyebaran hadis keluar Madinah tersebut
disebabkan karena Umar melarang para sahabat meninggalkan kota
Madinah kecuali untuk kepentingan yang sangat mendesak. Sedang
terbatasnya penyebaran hadis di dalam Madinah karena diharapkan orang-
orang lebih memusatkan diri untuk mempelajari al Qur’an dan hadis Nabi.
Kebijakan ini diambil untuk mencegah tercampurnya antara al Qur’an
dengan hadis sehingga mampu untuk menghindarkan dari kesalahan dan
kekeliruan dalam periwayatannya.15
14
Muhammad bin al Bashi}afir al Azhari. 1985. al Tah}dzir al Muslimin. (Beirut: Dar Ibn Kathir).
15 Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari. 1987. al-Jami’ al-Sahih. (Beirut: Dar Ibnu Kathir).
3. Upaya para ulama dalam mentaufiqkan hadist tentang larangan menulis
hadist
a. Larangan menulis hadis terjadi pada periode permulaan,
sedangkan izin penulisannya diberikan pada periode akhir
kerasulan.
b. Larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat
hafalannya dan tidak dapat menulis dengan baik, serta
dikhawatirkan salah dan bercampur dengan alQur‟an. Izin
menulis hadis diberikan kepada orang yang pandai menulis dan
tidak dikhawatirkan salah serta bercampur dengan al-Qur’an.
c. Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis
dikhawatirkan tulisannya keliru, sementara orang yang pandai
menulis tidak dilarang menulis hadis.
d. Larangan menulis hadis dicabut (di-mansukh) oleh izin menulis
hadis, karena tidak dikhawatirkan tercampurnya catatan hadis
dengan al-Qur‟an.
e. Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis
bersifat khusus kepada para sahabat yang dijamin tidak akan
mencampurkan catatan hadis dan catatan alQur‟an.
f. Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal, sedangkan izin
ditujukan untuk sekadar dalam bentuk catatan yang dipakai
sendiri.
g. Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan
dicatat. Adapun ketika wahyu yang turun sudah dihafal dan
dicatat, maka penulisan hadis diizinkan.16
Dari dua versi hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak
mungkin munculnya kedua versi tersebut dalam satu waktu dan serentak.
Dalam hal ini, bahwa kemungkinan munculnya pelarangan pencatatan
16
Idri. Hadis dan Orientalis: Perspektif Ulama Hadis dan Para Orientalis tentang Hadis Nabi. Jakarta:
Kencana, 2017
hadis lebih dahulu ada dari pada pembolehan pencatatan hadis.
Diperbolehkannya pencatatan hadis itu sendiri setelah hilangnya sebab-
sebab yang berimplikasi pada pelarangan. Para sahabat pada mulanya
selalu bersegera mencatat apa saja yang terjadi dan yang diajarkan oleh
Rasulullah, dan hal itu diperbolehkannya. Terlepas dari adanya hadis-hadis
yang bertentangan dalam masalah penulisan hadis, ternyata di antara para
sahabat terdapat mereka yang memiliki kumpulan-kumpulan hadis dalam
bentuk tertulis secara pribadi.
17 Itr, Nuruddin. Ulum al-Hadits I. Penerj : Endang Soetari dan Mujiyo. Bandung : Remaja Rosda Karya. 1995
18 Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: PT Bulan Bintang, Cet. Ke-11 1993.
Sulaiman Al-Darani, dan Umar ibn hana’i. Di Mesir, ialah Amr ibn Al-
Haris, Khair ibn Nu’aimi Al-hadrami, Yazid ibn Abi habib, Abdullah ibn
Abi jafar, dan Abdullah ibn Sulaiman Al-Thawil. Di Andalus, ialah Ziyad
ibn An’am Al-Mu’afil, Abdurrahman ibn Ziyad, Yazid ibn Rafi’, dan
Muslim ibn Yasar. Di Yaman, ialah Hammam ibn Munabah dan Wahab
ibn Munabah, Thawus dan Ma’mar ibn Rasyid. Kemudian di Khurasan,
para sahabat yang terjun, antara lain Muhammad ibn Ziyad ibn Tsabit Al-
Anhsari, dan Yahya ibn Sabih Al-Mugri.19
19 Zuhri, Muhammad. Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2003
20
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-4, 2003.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
hadis juga telah dipelihara dengan baik sejak dari Wurudnya dari
Rasulullah sampai dengan sekarang. Pada masa Rasulullah, penulisan
hadis tidak umum dilakukan, karena ada larangan penulisan hadis dari
Rasulullah sendiri. Tetapi larangan itu sebenarnya tidak tentu saja,karena
ada juga hadis yang bertindak penulisan hadis. Rasulullah khawatir
penganut menulis hadis disebabkan oleh dua faktor.Pertama, karena
Rasulullah kuatir akan bercampur baur antara ayat-ayat Alquran dan hadis-
hadis.Faktorkedua adalah karena para sahabat yang bisa baca tulis waktu
itu sangat sedikit,dan mereka yang sangat sediki titu diharapkan bisa fokus
melaksanakan penulisan Alquran.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang kurang
didalamnyai maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang
sifatnya membangun dari Bapak dosen yang membawakan mata kuliah ini.
DAFTAR PUSTAKA