Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST,KONDIFIKASI


DAN PEMBUKUAN

Penulis :
YULIANA PUASA (2210026)

ANITA(22210024)

YUSUF RAHMAN (-----)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


DARUL DA’WAH WAL-IRSYAD
MAKASSAR
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari
generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa lahirnya di
masa Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits, serta segala hal yang memengaruhi hadits
tersebut.

Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh
masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan
terwujud secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media. Hadis
Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan dicatat. Dengan
demikian, ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis.. dari Periode

Rasulullah SAW sampai periode sekarang. Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah
ini, berjudul “Sejarah Perkembangan Hadis; masa prakodifikasi hadist (Masa Rasulullah SAW,
Khulafa‟ Rasyidin, Tabi‟in), masa kodifikasi dan pembukuan

Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi?
2. Bagaimana sejarah penulisan dan kodifikasi hadis?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kodifikasi hadits?

Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi.
2. Untuk mendeskripsikan sejarah penulisan dan kodifikasi hadis.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kodifikasi hadis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW

Hadis pada masa Nabi dikenal dengan „Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu masa turun
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-
hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkan Allah SWT
kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga apa yang
didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan
ubudiah mereka.

1. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap
dan kebijaksanaan beliau tentang hadits ialah sebagai berikut:
a. Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal,
menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil yang menunjukkan perintah ini
yaitu:

Dan ceritakanlah daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa yang kamu
dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku, hendaklah dia bersedia menempati
kediamannya dineraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam kegiatan
menghafal hadits. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang
telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat hafalannya. Kedua, Rasulullah SAW
banyak memberikan spirit melalui doa-doanya. Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan
akhirat kepada mereka yang menghafal hadits dan menyampaikannya kepada orang lain

Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menulis hadits-haditsnya. Dalil yang menunjukkan
perintah ini yaitu:

Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku, terkecuali al-Qur‟an. Dan
barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.” (HR.
Ahmad dan Muslim).

2. Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadits Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung
memperoleh hadits dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara
Rasulullah SAW dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam
perjalanan, dan ketika muqim (berada di rumah). Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW
menyampaikan hadits yang disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat
(melalui musyafahah), dan melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikan oleh para sahabat
(melalui musyahadah). Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada para
sahabat, yaitu:
A. Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk membina para jama‟ah. Melalui majlis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka berusaha untuk
selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh
Rasulullah SAW.

B. Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan haditsnya melalui para
sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan
dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut hubungan
suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.

C. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟ dan Fath
Makkah.5 Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi Muhammad
SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu kaum
muslimin yang melakukan ibadah haji, yang isinya terkait dengan bidang muamalah,
ubudiyah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan, 5 Munzier
Suparta, Ilmu Hadits, 72-73. 6

persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu antara
lain larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil harta orang lain
dengan batil, larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus
ditegakkan, dan umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits.6 3.

Perbedaaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadits Diantara para sahabat tidak sama perolehan
dan penguasaan hadits. Hal ini tergantung kepada beberapa hal.
Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasulullah SAW.
Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
Ketiga, perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari
masjid Rasulullah SAW.

Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadits dari
Rasulullah SAW dengan beberapa penyebabnya, antara lain:

 Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun (yang mula-mula masuk
Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan
Ibn Mas‟ud.
 Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu
Salamah. Hadits-hadits yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal keluarga
 dan pergaulan suami istri.
 Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW juga menuliskan
hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah Amr Ibn Al-„Ash.
 Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan tetapi banyak
bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti Abu Hurairah.
 Para sahabat yang secara sunggguh-sungguh yang mengikuti majlis Rasulullah SAW,
banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari
wafatnya Rasulullah SAW, seperti Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik danAbdullah ibn
Abas
Sementara itu, menurut Muhamad Musthafa „Azami, bahwa para sahabat menerima hadits
dari Rasulullah SAW melalui tiga macam cara, yaitu:
1) Melalui metode hafalan. Secara historis masyarakat Arab secara umum adalah
masyarakat yang kuat daya hafalannya sehingga terlepas apakah mereka pandai
mengenal baca tulis (ummi) atau tidak, akan membantu dalam menerima dan
memahami hadis dari Rasulullah SAW. Di sisi lain, beliau juga sering
mengulangulang apa yang telah diucapkannya.
2) Metode tulisan. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW yang setelah menerima
hadis dari beliau, mereka langsung menuliskannya. Metode ini hanya bisa dilakukan
oleh orang-orang tertentu yang memiliki kemahiran dalam menulis saja.
3) Metode praktik. Para sahabat mempraktikkan secara langsung hadis-hadis yang
diterima dari Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehai-hari, dan jika terjadi
perbedaan, maka mereka dapat langsung mengkonfirmasikannya kepada Rasulullah
SAW.

4. Penulisan Hadis Masa Rasulullah SAW dan Khulfa’ Rasyidin

Sa‟ad bin Ubaidah al-Anshar pernah memiliki himpunan hadis Rasulullah SAW. Ibnu Hajar
memastikan bahwa beliau adalah salah seorang penulis jaman jahiliyah. Putranya meriwayatkan
hadis dari catatannya tersebut. Al-Bukhari mengatakan bahwa catatan itu merupakan salinan dari
catatan Abdullah bin Abi Aufa yang menulis sendiri hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Selain
itu, pada masa Rasulullah SAW, tulisan Abdullah bin „Amr bin al-„Ash termasuk sebagai ash-
Shahifah ash-Shadiqah. Abdullah bin „Amr mencatat dari sumbernya, yakni Rasulullah sendiri.
Yang terhimpun seribu hadis Rasulullah SAW. Shahifah dalam tulisan tangan beliau tidak
ditemui sekarang, namun isinya terhimpun di dalam kitab-kitab Hadis terutama di dalam Musnad
Ahmad.8 Sebagian Sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
Abdullah bin „Amr. Mereka beralasan,

Rasulullah SAW telah bersabda, “Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku. Dan
barangsiapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur‟an, hendaklah ia
menghapuskannya.”
(HR. Muslim). 7 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang: UIN Maliki Press, 2010),
38-4
Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu selalu menulis apa yang kamu dengar dari Nabi
Muhammad SAW, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan marah, lalu beliau menuturkan
ssuatu yang tidak dijadikan syariat umum.” Mendengar ucapan mereka, Abdullah bertanya
kepada Rasulullah SAW. Mengenai hal tersebut Rasulullah SAW kemudian bersabda,

“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak
keluar dari muutku, selain kebenaran.”

B. Hadits Pada Masa Khulafa’ Rasyidin

Periode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa Khulafa‟ Rasyidin (Abu Bakar, Umar
Ibn al-Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H s/d 40
H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.

Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran
Al-Qur‟an, maka periwayatan hadits belum begitu berkembang dan kelihatannya berusaha
membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang
menunjukkan adanya pembatasan periwayatan.

Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap kehati-
hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad SAW,
yaitu:

4) Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis
seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW.
5) Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama
dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi atau maknanya tetap
terjaga

secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW, tanpa ada perubahan
sedikitpun
Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis dan hati-hati dalam
periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat peduli tentang
kebenaran dalam periwayatan hadits, diantaranya:
a) Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu riwayat. Ini
dikarenakan meriwayatkan hadits Nabi Muhammad SAW merupakan hal penting, sebagai
wujud kewajiban taat kepadanya.
b) Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat maupun isi riwayat
itu sendiri.
c) Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan adanya saksi dalam
periwayatan hadits.
d) Para sahabat, sebagaimana dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta sumpah dari
periwayatan hadits.
e) Para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya.
f) Diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa pengecekan
terlebih dahulu apakah benar dari Nabi atau perkataan orang lain dikarenakan mereka
memiliki agama yang kuat sehingga tidak mungkin berdusta

C. Hadits Pada Masa Tabi’in Pada era tabi‟in,

keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat. Namun pada masa ini, Al-Qur‟an telah
dikodifikasi dan disebarluaskan ke seluruh negeri Islam, maka tabi‟in dapat memfokuskan diri
dan mempelajari sunnah dari para sahabat. Kemudahan lain, yang diperoleh tabi‟in karena
sahabat Nabi Muhammad SAW telah menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam. Sehingga,
mereka mudah mendapatkan informasi tentang sunnah

1. Pusat-pusat Pembinaan Hadits


Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai
tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut ialah Madinah
AlMunawwarah, Makkah Al-Mukarramah, Kuffa
Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia, Yaman dan Khurasan. Ada beberapa
orang yang meriwayatkan hadis pada kotakota tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah Ibn
Umar, Anas Ibn Malik, Aisyah, Abdullah Ibn Abbas, Jabir Ibn Adillah dan Abi Sa‟id Al-Khudri.

Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah Rasulullah SAW menetap
setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas
Muhajirin dan Anshar. Para sahabat yang menetap disini, diantaranya Khulafa‟ Rasyidin, Abu
Hurairah, Sii Aisyah, Abdullah Ibn Umar dan Abu Sa‟id Al-Khudri, dengan menghasilkan para
pembesar Zuhri, Ubaidillah Ibn „Utbah Ibn Mas‟ud dan Salim Ibn Abdillah Ibn Umar. tabi‟in,
seperti Sa‟id Ibn Al-Musyayyab, „Urwah Ibn Zubair, Ibn Syihab Al-Zuhri. Di antara ulama
hadits yang menghimpun hadits pada masa ini adalah: Ibnu Juraij (w. 150 H di Makkah), Al-
Awza‟I di Syiria (w. 159 H), Sufyan at-Tsawri di Kufah (w. 161 H), Imam Malik al-Muwaththa‟
di Madinah (w. 174 H), dan lain-lain.

2. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits


Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan
perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali Ibn Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya
cukup panjang dan berlarut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok
(Khawarij, Syi‟ah, Mu‟awiyah, dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga
kelompok tersebut).
Demikian, dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh negatif, yakni dengan
munculnya hadis-hadis palsu (mawdhu‟) untuk mendukung kepentingan politiknya
masingmasing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Sedangkan pengaruh
positifnya ialah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin
hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari
pergolakan politik tersebut
3. Perkembangan Pembukuan Hadis
Perkembangan pembukuan hadis pada masa ini ada 3 bentuk, yaitu sebagai berikut:
a) Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa
memperhatikan masalah atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan kualitas
hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dha‟if.
b) Al-Jami‟, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi sembilan masalah,
yakni aqa‟id, hukum, perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, tarikh dan
sejarah, sifatsifat akhlak (syama‟il), fitnah dan sejarah (manaqib).
c) Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh, setiap bab
memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan An-Nasa‟i, Sunan Ibnu
Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam kitab ini ada yang shahih, hasan, dan
dha‟if, tetapi tidak terlalu dha‟if seperti hadis Munkar

D. Masa Kodifikasi Hadis


1. Definisi Kodifikasi
Hadis Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti
codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan
pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW secara resmi berdasar perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara
perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, kodifikasi hadis (tadwin hadis)
adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa
negara (khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk menjaga hadis Nabi
Muhammad SAW dari kepunahan dan kehilangan baik karena banyaknya periwayat penghafal
hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis palsu yang dapat mengacaubalaukan
keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW
Jadi, kodifikasi hadis disini adalah penulisan, penghimpunan, dan pembukuan hadis Nabi
Muhammad SAW yang dilakukan berdasar perintah resmi khalifah „Umar Ibn „Abd al-Aziz,
khalifah kedelapan Bani Umayyah yang kemudian kebijakannya itu
ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah hingga pada masa berikutnya hadis
terbukukan dalam kitab hadis

2. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis


a. Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-2 hijriyah
a. Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2 Hijriyah ialah
Malik, Yahya Ibn Said al-Qaththan, Waki‟ Ibn al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury,
Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn Hajjaj, Abd ar-Rahman Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-
Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi‟y
2) Kitab-kitab hadis yang terkenal dalam abad ke-2 hijriyah Adapun kitab-kitab hadis yang
telah dibukukan dan terkenal di kalangan ahli hadis, ialah:
a) Al-Muwaththa‟, susunan Imam Malik (95-179 H).
b) Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn Ishaq (150 H).
c) Al-Jami‟, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan‟any (211 H).
d) Al-Mushannaf, susunan Syu‟bah Ibn Hajjaj (160 H).
e) Al-Mushannaf, susunan Sufyan Ibn Uyainah (198 H).
f) Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa‟ad (175 H).
g) Al-Mushannaf, susunan Al-Auza‟y (150 H).
h) Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H).
i) Al-Maghazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid al-Aslamy (130-207 H).
j) Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
k) Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali
l) Al-Musnad, susunan Imam Asy-Syafi‟y (204 H).
m) Mukhtalif al-Hadis, susunan Imam As-Syafi‟y.

3) Kedudukan dan keadaan kitab-kitab hadis abad ke-2 hijriyah


Di antara kitab-kitab abad ke-2 yang mendapat perhatian ulama secara umum adalah Al-
Muwaththa‟ (susunan Imam Malik), Al-Musnad dan Mukhtalif al-Hadis (susunan Imam
Asy-Syafi‟y) serta As-Sirah an-Nabawiyah atau Al-Maghazi wa asSiyar (susunan Ibnu Ishaq
Al-Muwaththa‟ paling terkenal dan mendapat sambutan yang sangat besar dari ulama dan
para ahli karena banyak yang membuat syarah (penjelasannya) dan mukhtashar
(ringkasannya). Kitab ini mengandung 1.726 rangkaian khabar dari Nabi SAW, sahabat, dan
tabi‟in. Khabar yang musnad sejumlah 600, yang mursal sejumlah 228, yang mauquf
sejumlah 613 dan yang maqthu
b. Kodifikasi Hadis Abad III Hijriyah
Abad ketiga Hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan hadis (Masa Keemasan). Ulama‟
hadits yang muncul pada abad ini digelari Muqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan
semata-mata berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui para
penghapalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru Negara Arab, Persia, dan lain-lain
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-3 hijriyah Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada
masa ini ialah Ali Ibn al-Madiny, Abu Hatim ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-
Thabary, Muhammad Ibn Sa‟ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhary,
Muslim, An-Nasa‟y, Abu Daud, Ibnu Madjah, Ibnu Qutaibah, Ad-Dainury.
2) Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah Kitab-kitab hadis yang
tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di antaranya:
a) Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy
b) Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
c) Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy (kitab ini dikumpulkan oleh para
penghafal hadis berdasar kepada riwayat Yunus Ibn Habib dari Ath-Thayalisy).
d) Al-Musnad, susunan Nu‟aim Ibn Hammad.
e) Al-Musnad, susunan Abu Ya‟la al-Maushily.
f) Al-Musnad, susunan Al-Humaidy.
g) Al-Musnad, susunan Ali al-Madiny. h) Al-Musnad, susunan Abed Ibn Humaid.
i) Al-Musnad al-Mu‟allal, susunan Al-Bazzar.
j) Al-Musnad, susunan Baqy Ibn Makhlad (201-296 H). musnad ini paling luas isinya
daripada musnad-musnad yanng lain.
k) Al-Musnad, susunan Ibnu Rahawaih (237 H).
l) Al-Musnad, susunan Ahmad Ibn Hanbal.
m) Al-Musnad, susunan Muhammad Ibn Nashr al-Marwazy.
n) Al-Musnad, susunan Abu Bakar Ibn Abi Syaibah (235 H).
o) Al-Musnad, susunan Abu al-Qasim al-Baghawy (214 H).
p) Al-Musnad, susunan Utsman Ibn Abi Syaibah (293 H).
q) Al-Musnad, susunan Abu al-Husain Ibn Muhammad al-Masarkhasy (298 H).
Dalam musnad ini dikumpulkan seluruh hadis Az-Zuhry
r) Al-Musnad, susunan Ad-Darimy. Musnad ini disusun menurut bab demi bab).
Seharusnya digolongkan ke dalam mushannaf. Dinamakan musnad karena hadis yang
diriwayatkannya secara musnad. Al-Bukhary pun menamai kitabnya dengan Al-
Musnad ash-Shahih.
s) Al-Musnad, susunan Said Ibn Manshur.
t) Al-Musnad, susunan Al-Imam Ibn Jabir
Maka dengan usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis dalam tiga
macam, yaitu:
a) Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang penyusunannya tidak memasukkan ke
dalamnya, selain hadis-hadis yang shahih saja.
b) Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya tidak dimasukkan ke dalam
hadis-hadis yang munkar dan yang sepertinya.
c) Kitab-kitab musnad ialah kitab-kitab yang penyusunannya memasukkan ke
dalamnya segala rupa hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring dan
tidak menerangkan erajat-derajatnya. Oleh karena itu, derajatnya di bawah derajat
kitab sunan.
Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut Kutub alSittah, yaitu:
a) Al-Jami‟al-Shahih karya Imam al-Bukhari (194-252 H).
b) Al-Jami‟ al-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
c) Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
d) Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
e) Al-Sunan karya al-Nasa‟ie (215-302 H).
f) Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).
c. Kodifikasi Hadits Abad IV-VII H
a) Kitab Syarah ialah kitab hadis yang memperjelas dan mengomentari hadits-hadits tertentu
yang sudah tersusun dalam beberapa kitab hadits sebelumnya.
b) Kitab Mustakhrij ialah kitab hadits yang metode pengumpulan haditsnya dengan cara
mengambil hadits dari ulama tertentu lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri yang
berbeda dari sanad ulama hadits tersebut.
c) Kitab Athraf ialah kitab hadis yang hanya memuat sebagian matan hadits, tetapi sanadnya
ditulis lengkap.
d) Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang memenuhi syaratsyarat
Bukhari dan Muslim atau syarat salah satu dari keduanya.
e) Kitab Jami‟ ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang telah termuat dalam kitabkitab
yang telah ada
2) Tokoh-tokoh hadits abad IV-VII H
Di antara ulama hadits yang terkenal dalam masa ini adalah Sulaiman bin Ahmad alThabari,
„Abd al-Hasan Ali bin Umar bin Ahmad al-Daruquhni, Abu Awanah Ya‟kub al-Safrayani, Ibnu
Khuzaimah Muhammad bin Ishaq, Abu Bakr Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqi, Majuddin al-
Harrani, Al-Syaukani, Al-Munziri, Al-Shiddiqi, Muhyiddin Abi Zakaria al-Nawawi.

d. Kodifikasi Hadis Abad ketujuh Hijriyah sampai Sekarang

Masa ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan („Ahd al-syarh wa al-jamu‟
wa al-takhrij wa al-bahts). Ulama pada masa ini mulai mensistemisasi hadits-hadits menurut
kehendak penyusun, memperbarui kitab-kitab mustakhraj dengan cara membagi hadits menurut
kualitasnya
1) Tokoh-tokoh hadis dalam abad ke-7 Hijriyah sampai sekarang
Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini ialah Az-Zahaby (748 H), Ibnu Sayyid an-
Nas (734 H), Ibnu Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H), Al-Asqalany (852 H), Ad-Dimyaty (705
H), Al-Ainy (855 H), As-Sayuthy (911 H), Az-Zarkasy (794 H), Al-Mizzy (742 H), Al-Ala‟y
(761 H), Ibnu Katsir (744 H), Az-Zaila‟y (762 H), Ibnu Rajab (795 H), Ibnu Mulaqqin (804 H),
Al-Bulqiny (805 H), Al-Iraqy (806 H), Al-Haitsamy (807 H), Abu Zur‟ah (806 H).
2) Kitab-kitab hadits yang tersusun dalam abad ke-7 Hijriyah sampai sekarang

a) Kitab hadits yang disusun dalam abad ke-7 Hijriyah


o Ath-Targhib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim Ibn Abd al-Qawy Ibn Abdullah al-
Mundziry (656 H).
o Al-Jami‟ baina ash-Shahihain, susunan Ahmad Ibn Muhammad al-Qurthuby,
yang terkenal dengan nama Ibnu Hujjah (642 H).
o Muntaqa Al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majduddin Abul Barakah Abd asSalam
Ibn Abdillah Ibn Abi al-Qasim al-Harrany (652 H).
o Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdil Wahid al-Maqdisy (643 H) yang
mentashih hadis yang belum ditashih oleh ulama sebelumnya.
o Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini telah disyarahkan oleh
Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam kitab Dalil al-Falihin.
o Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh banyak ulama, di
antaranya Ahmad Hijazy al-Faryany dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah „ala al-
Arba‟in an-Nawawiyah
b) Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-8 Hijriyah
o Jami‟ al-Masanid was-Sunan al-Hadis ila Aqwami Sanan, susunan Al-Hafizh
Ibnu Katsir.
o Al-„Ilmam fi Ahadis al-Ahkam, susunan Al-Imam Ibnu Daqiq al-Ied (792 H).
Kitab ini telah disyarahkan oleh penulisnya dalam kitabnya Al-Imam.
c) Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-10 Hijriyah
o Ith-haf al-Khiyar bi Zawa‟id al-Masanid al-„Asyrah, susunan Muhammad Ibn
Abu Bakar al-Baghawy (804 H).
o Bulugh Al-Maram, susunan Al-Hafizh Al-Asqalany. Di dalamnya dikumpulkan
sejumlah 1.400 hadis.
o Majma‟ az-Zawa‟id wa Mamba‟ al-Fawa‟id, susunan Al-Hafizh Abu al-Hasan
Ali Ibn Abi Bakr Ibn Sulaiman asy-Syafi‟y al-Haitamay (1303 H). Di dalamnya
dikumpulkan Zawa‟id dari musnad-musnad Ahmad, Abu Ya‟la, Al-Bazzar dan
mu‟jam Ath-Thabrany.
3. Perkembangan Pembukuan Hadis
Perkembangan pembukuan hadis pada abad 4-6 H ialah sebagai berikut:
a) Mu‟jam, artinya penghimpunan hadits yang diperleh berdasarkan nama sahabat secara
abjad seperti Al-Mu‟jam Al-Kabir Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabrani (ww. 360 H).
b) Shahih, artinya metode pembukuannya mengikuti metode pembukuan hadis Shahihayn
(Bukhari dan Muslim) yang hanya mengumpulkan hadits yang shahih saja menurut
penulisnya seperti Shahih Ibnu Hibban Al-Bas‟ti (w. 354 H), dan lain-lain.
c) Al-Mustadrak, artinya menambah beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam
kitab Bukhari dan Muslim serta menurutnya telah memenuhi persyaratan keduanya,
seperti Al-Mustadrak „ala Al-Shahihayn yang ditulis Abi Abdullah AlHakim An-
Naisaburi (w. 405
d) Sunan, metode penulisannya seperti kitab Sunan abad sebelumnya, yaitu cakupannya
hadis-hadis tentang hukum seperti fiqh dan kualitasnya meliputi shahih, hasan, dha‟if,
seperti Muntaqa Ibnu Al-Jarud (w. 307 H), Sunan AdDaruquthni (w. 385 H)
e) Syarah, yaitu penjelasan hadis baik yang berkaitan dengan sanad atau matan, terutama
maksud dan makna matan hadis atau pemecahannya jika terjadi kontradiksi dengan ayat
atau dengan hadis lain, misalnya Syarh Ma‟ani Al-Atsar, dan Syarah Musykil Al-Atsar
yang ditulis Ath-Thahawi (w. 321 H)
f) Syarah, yaitu penjelasan hadis baik yang berkaitan dengan sanad atau matan, terutama
maksud dan makna matan hadis atau pemecahannya jika terjadi kontradiksi dengan ayat
atau dengan hadis lain, misalnya Syarh Ma‟ani Al-Atsar, dan Syarah Musykil Al-Atsar
yang ditulis Ath-Thahawi (w. 321 H)
g) Al-Jam‟u, gabungan dua atau beberapa buku hadis menjadi satu buku, Al-Jam‟u Bayn
Ash- Shahihayn yang ditulis oleh Isma‟il bin Ahmad yang dikenal dengan Ibnu Al-Furat
(w. 401 H) Al-Jam‟u Bayn Ash-Shahihayn ditulis Al-Husin bin Mas‟ud Al-Baghawi (w.
516 H), At-Tajrid li Ash-Shahah wa As-Sunan gabungan Shahihayn, Al-Muwaththa‟, dan
kitab-kitab Sunan selain Ibnu Madjah, ditulisoleh Abu Al-Hasan Razin bin Mu‟awiyah
As-Sirqisthi (w. 535 H) dan Jami‟ Al-Ushul li Ahadis Ar-Rasul yang ditulis oleh Ibnu Al-
Atsir Al-Jazari (w. 606 H) gabungan 6 kitab hadis.

Perkembangan penulisan hadits pada abad intinya adalah menyusun kembali kitab-kitab hadis
terdahulu secara tematik, baik dari segi matan dan sanadnya untuk memudahkan bagi umat Islam
untuk mempelajarinya ialah sebagai berikut:
a. Al-Mawdhu‟at, yaitu menghimpun hadis-hadis yang mawdhu‟ saja ke dalam
sebuah buku, seperti Al-Mawdhu‟at ditulis oleh Al-Asbahani (w. 414 H), Al-
Mawdhu‟at ditulis oleh Ibnu Al-Jauzi (w. 597 H) dan Al-La‟ali Al-Mashnu‟at fi
Al-Ahadits Al-Mawdhu‟at oleh Jalaludin As-Suyuthi (w. 911 H).
b. Al-Ahkam, yaitu menghimpun hadis-hadis tentang hukum saja seperti fiqh,
misalnya Al-Ahkam Al-Kubra ditulis oleh Ibnu Al-Kharath (w. 581 H), „Umdah
Al-Ahkam oleh Al-Maqdisi (w. 600 H) Dan Bulugh Al-Maram oleh Al-Asqalani
(w. 852 H).
c. Al-Athraf, artinya teknik pembukuan hadis dengan menyebutkan permulaan
hadisnya saja, misalnya Athraf Al-Kutub As-Sittah ditulis oleh Al-Maqdish
dikenal Ibnu Al-Qisrani (w. 507 H).
d. Takhrij, yaitu seorang muhaddits mengeluarkan beberapa hadis yang ada dalam
buku hadis atau pada buku lain dengan menggunakan sanad sendiri atau ditelusuri
sanad dan kualitasnya. Missal, Irwa‟ Al-Ghalil fi Takhrij Ahadits Mannar AsSabil,
oleh Nashiruddin Al-Alban
e. Zawa‟id, yaitu penggabungan beberapa kitab tertentu seperti Musnad dan
Mu‟jam ke beberapa buku induk hadis. Missal, Majma‟ Az-Zawa‟id wa Manba‟
AlFawa‟id ditulis oleh Al-Haitami (w. 807 H). Zawa‟id diartikan mengumpulkan
hadis-hadis yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya ke dalam
sebuah kitab seperti Zawa‟id Ibnu Madjah dan Zawa‟id As-Sunan Al-Kubra
disusun oleh Al-Bushri (w. 840 H)
f. Jawami‟ atau Jami‟, sebuah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis Nabi
secara mutlak, seperti Al-Jami‟ Al-Kabir yang dikenal dengan sebutan Jami‟
AlJawami‟ dan Al-Jami‟ AsAsh-Shaghir tulisan As-Suyuthi (w. 911 H).
Dengan demikian, mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan
yang berarti dari para ulama dalam bidang hadis, kecuali hanya membaca, memahami, takhrij,
dan memberikan syarah hadis yang telah terhimpun sebelumnya

4. Kodifikasi Hadis Secara Resmi


Kodifikasi hadis secara resmi ialah pengumpulan dan penulisan hadis atas perintah
Khalifah atau penguasa daerah untuk disebarkan kepada msyarakat. Para ulama hadis sepakat
mengatakan bahwa kodifikasi hadis mulai dilakukan oleh Khalifah Umar bin „Abd „Aziz yang
memerntahkan pada tahun 99-101 H.
Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa kekhawatiran akan hilangnya hadis dan lenyapnya
para ulama hadis merupakan faktor utama yang menyebabkan Khalifah Umar bin „Abd „Aziz
untuk melakukan kodifikasi hadis. Faktor yang lain adalah timbulnya hadis maudhu‟ sebagai
akibat meluasnya wilayah Islam dan terjadinya perselisihan di kalangan kaum Muslimin
mendorong khalifah untuk menghimpun dan membukukan hadis. Faktor-faktor penyebab
dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor Internal
1) 1). Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis, serta petunjuk untuk
keselamatan dalam menempuh kehidupan dunia akhirat.
2) 2). Semangat untuk menjaga hadis, sebagai salah satu warisan Nabi yang sangat berharga,
yakni Al-Qur‟an dan Hadis. Jika umat Islam berpegang pada keduanya mereka tidak
akan tersesat selamanya.
3) 3). Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat itu.
4) Para penghafal dan periwayatan hadis semakin berkurang karena meninggal dunia baik
disebabkan adanya peperangan maupun yang lainnya.
5) Rasa bangga dan puas ketika mampu menjaga hadis Nabi dengan menghafal dan
kemudian meriwayatkannya
b. Faktor Eksternal
1) Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sehingga banyak
periwayatan hadis yang tersebar ke berbagai daerah.
2) Kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadis yang disebabkan oleh perbedaan politik dan
aliran
Jadi, dari beberapa faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya penulisan hadis karena
kekhawatiran hilangnya hadis dan kemurnian hadis. Kodifikasi hadis
secara resmi dilanjutkan dengan pembukuan hadis yang dilakukan para penguasa Bani Umayyah
dan para ulama
Selanjutnya, Syihab Az-Zuhri (09-124 H) mulai melaksanakan pembukuan hadis
sekaligus dilakukan usaha penyeleksian hadis yang maqbul dan mardud dengan metode sanad
dan isnad. Kemudian pembukuan hadis dilanjutkan secara lebih teliti oleh Imam ahli hadis,
seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa‟i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain. Dari mereka
kita kenal dengan Kutubus Sittah, yaitu Shahih AlBukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa‟i,
Abu Dawud, Ibnu Maja
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari
masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi
ke generasi. Ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis, antara lain:
HADIST PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK MODEL BARU
Masa Larangan penulisan Hadist di hapal di luar Catatan kepentingan
Rasul kepala pribadi dalam bentuk
lembaran(Shahifa)
Khulafa’ Penyederhanaan Disertai sumpah dan Catatan pribadi dalam
Rasyidin Periwayatan Hadist saksi pada masa ini bentuk lembaran
(Shahifah)
Tabi’in Hadist(Al-Jam’u Hadist Nabi dan Mushanaf,
waTadwin) FatwaSahabat dan Muwaththa, Musnad,
aqwal sahabat jami
Kodifikasi Penghimpunan dan Referensi(Muraja’ah) Mu’jam,Mustadrak,
penerbitan secara pada Buku-buku Zawa’id jami dan
sistematik(al-Jam’u sebelumnya tetapi lain-lain
wa at tanhzim) lebih sistematis

Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu kekhawatiran hilangnya hadis dan
kemurnian hadis.
B. Saran
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari berbagai referensi
yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan, sehingga terjadi
kesalahpahamman dalam konsep sejarah perkembangan hadis. Dan kami berharap dari refisian
makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009.
Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2012
PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Solahudin, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: Citapustaka Media Perintis, 2011

Anda mungkin juga menyukai