Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AL-QUR’AN HADITS

PRA MODIFIKASI HADITS:


PADA PERIODE RASULULLAH SAW DAN PADA PERIODE SAHABAT

Disusun Oleh:
Kelompok 3

1.Muhammad Imam Al Hadi (1930201167)


2.Baina (1930201179)
3.Muhammad Al Qindi (1930201183)
4.Yuliah Antika (1930201187)
5.Nabila Oktarina(1930201188)

Dosen Pengampu:
M.Rasyid Nazhif

PROGRAM STUDI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2019
1
I.PENDAHULUAN

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam
hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Masa pra kodifikasi hadits berarti masa sebelum hadis dibukukan, dimulai dari sejak munculnya
hadits pertama yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa
pra kodifikasi ini mencakup tiga periode penting dalam sejarah transmisi hadits, yaitu periode
rasulullah saw, periode Sahabat dan periode tabi’in.
Adapun yang dimaksud dengan sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi
Muhammad SAW dengan beriman kepadanya dan mati sebagai orang islam atau orang islam
yang yang pernah menemani Nabi SAW dan pernah melihatnya.
Maka yang dimaksud dengan periode sahabat adalah periode sesudah Rasul wafat hingga
tampilnya generasi tabi’in selaku murid para sahabat. Memasuki periode ini, yang dihadapi oleh
umat islam persoalan orang orang murtad dan pertikaian politik. Para sahabat, utamanya
Khulafaur Rasyidin tidak menyukai banyak periwayatan dari Rasul, takut terjadi kebohongan
atas nama Rasul dan pembelokan perhatian orang islam dari Al-Qur’an kepada al-hadist. Periode
ini lazim disebut Masa Pengetatan Periwayatan Hadist.
Masa tabi’in ini muncul atau terjadi sejak masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal
dan perang Siffin yaitu tatkala kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi
akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa
kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Muawiyah dan golongan minoritas yang tidak termasuk dalam
ketiga kelompok tersebut.
Pada masa tabi’in, penentangan terhadap penulisan hadits masih sangat kuat. Tokoh-
tokohnya antara lain adalah Ubaid bin amr as-Salmani al-Muradi, Ibrahim bin yazid at-Taimi,
Jabir bin Zaid, dan Ibrahim bin Yazid an-Nakha’i. Para tokoh ini berpandangan bahwa penulisan
hadist belum diperlukan, mereka sangat terpengaruh oleh pendapat Khulafaur Rasyidin yang
melarang penulisan hadits.

2
II. PEMBAHASAN

A. Pramodifikasi Hadits
Dalam perkembangannya, ilmu hadis telah mengalami beberapa periode yang meliputi
sejak masa penyampaian hadits dimasa Rasulullah SAW. Hingga masa pembukuan. Dalam hal
ini Hasbi, ash-Shiddiqi menjelaskan bahwa perkembangan hadits Rasulullah SAW. Sebagai
sumber tasyri’ telah mengalami enam masa dan sekarang menempuh masa ketujuh.
1. Masa pertama, masa diturunkannya wahyu dan pembentukan hokum serta dasar-dasarnya
dari permulaan Nabi SAW. Hingga beliau wafat tahun 11 H (13-11SH).
2. Masa kedua, masa membatasi riwayat, yakni masa Khulufa’ al-Rasyiddin (12 H-40 H).
3. Masa ketiga, masa perkembangan riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari
hadits, yakni masa sahabat kecil dan tabi’in besar (41H-akhir abad pertama hijiriah).
4. Masa keempat, masa pembukuan hadits (dari permulaan abad kedua hijriah hinga akhir).
5. Masa kelima, masa mentashihkan hadits dan menyaringnya (awal abad ketiga hingga akhir).
6. Masa keenam, masa penyusunan kitab-kitab hadits dan penyusunan kitab-kitab jami’ yang
khusus (dari awal abad keempat hijriah hingga jatuhnya kota badad tahun 656 H).
7. Masa ketujuh, masa membuat syara’, membuat kitab-kitab tahrij,mengumpulkan hadits-
hadits hukum,dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum,serta membahas hadits-hadits
zawa’id(656 H hingga saat ini).

B. Periode Rasulullah SAW


Periode Nabi SAW. Merupakan periode pertama dalam sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadits. Umat Islam pada masa Nabi dapat secara langsung memperoleh hadits
dari Nabi sebagai sumber utama. Antara sahabat dengan Nabi SAW.tidak ada jarak dan hijab
yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya,tempat-tempat yang digunakan untuk
pertemuan dan pengajaran dari Nabi SAW.sangat berpariasi dan tidak kaku pada tempat tertentu
seperti di masjid,rumah kediamannya,dan pasar ketika dalam perjalanan. Dengan demikian
segala persoalan yang muncul dapat diselesaikan dengan cepat, baik dengan turunnya wahyu
maupun dengan penjelasan Nabi SAW.

3
Menurut sejarah perkembangan ilmu hadits pada periode Rasulullah SAW belum
dibukukan, kebanyakan hadits hanyalah dihafal oleh sahabat,sementara sebagian kecil sahabat
membuat catatan hadits untuk kepentingan sendiri. Adapun sikap Nabi terhadap hadits yang
dicatat oleh sahabat yaitu, menyuruh menghapusnya karena khawatir akan bercampur dengan Al-
Qur’an, suruhan menuliskannya karena untuk kepentingan dakwah bagi mereka yang jauh dari
kota Madinah. Demikianlah keadaan hadits belum dibukukan secara resmi sampai wafat
Rasulullah pada tahun 11 H.
Salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda: Janganlah sekali-kali diantara kalian
minum sambil berdiri.
Periode Rasulullah berlangsung selama 23 tahun, mulai tahun 13 H/610 M sampai 11
H/632 M. Masa ini merupakan waktu turunnya wahyu dan sekaligus sebagai masa pertumbuhan
hadits. Adapun cara Rasul memberikan pembelajaran hadits yaitu dengan cara tadarruj. Tadarruj
adalah suatu cara mempelajaran hadits memakai metode yang sama dengan pembelajaran Al-
Qur’an, yaitu dengan cara bertahap , tahapan ini berpengaruh besar terhadap pengalaman ajaran
islam dalam masyarakat. Menurut Mudasir dalam buku Ilmu Hadits, wahyu Allah SWT. Kepada
Rasulullah, dijelaskan melalui perkataan dan perbuatan sehingga apa yang dilihat, didengar,dan
disaksikan oleh para sahabat dapat dijadikan pedoman bagi amaliah/ubudiah mereka. Ada
beberapa sahabat yang banyak menerima hadits dan Rasul dengan beberapa
penyebabnya,mereka diantaranya:
1. Kelompok As-Sabiqun Al-Awwalun (yang mula-mula masuk islam) seperti,Abu
Bakar,Umar bin Khatab, Usman bin Affan,Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud,mereka
banyak menerima hadits dari Rasulullah SAW. Karena lebih awal masuk islam daripada
sahabat yang lainnya.
2. Ummahat Al-Mukminin (istri-istri Rasulullah seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah,
hadits-hadits yang diterimanya lebih banyak berkaitan dengan soal-soal kekeluargaan dan
pergaulan suami istri.
3. Para sahabat yang dekat dengan Rasulullah dan juga menuliskan hadits-hadits yang
diterimanya seperti Abdullah bin Amr bin A ash.
4. Sahabat yang tidak lama bersama dengan Rasulullah tetapi banyak bertanya kepada sahabat
yang lainnya dengan sungguh-sungguh seperti, Abu Hurairah.

4
5. Para sahabat yang mengikuti Majelis Rasulullah dan banyak bertanya kepada sahabat
lainnya, dan dari sudut usia, mereka hidup lebih lama dan wafatnya Rasulullah seperti
Abdullah bin Umar, Anas bin Malik dan Abdullah bin Abas.

Cara Rasul memberikan pembelajaran hadits yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Adapun maksud secara langsung adalah para sahabat melihat, mendengar dan menyaksikan
secara langsung apa yang dilakukan oleh Rasulullah,baik saat mengikuti pengajian atau dalam
keadaan lain, dimana para sahabat berada bersama Rasul saat itu. Secara langsung dapat
bertempat di majelis-majelis Rasulullah SAW. Di majelis-majelis ini para sahabat bukan saja
melihat dan mendengar Rasulullah SAW menyampaikan hadits, tapi lebih dalam dari pada itu,
mereka memahami dengan jelas apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW didalam pertemuan
itu, mereka memahami dengan jelas apa yang telah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW
didalam pertemuan itu, para sahabat dapat bertanya dan mendapatkan jawaban perihal masalah
pribadi, masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan kaum muslimin, masalah praktek
keagamaan dan masalah-masalah lainnya.
Pengertian secara tidak langsung adalah para sahabat tidak langsung menerima hadis dari
Rasul SAW hal ini disebabkan karena kesibukan yang menghalangi atau karena jarak yang
ditempuh untuk mengikuti pengajian Rasulullah SAW cukup jauh. Karena itu para sahabat yang
hadir biasanya memberitahukan kepada mereka yang tidak hadir apa yang mereka dapat saat
mengikuti Majelis Rasullulah atau sebaliknya, dan juga ada sahabat disebabkan rasa malu untuk
bertanya masalah pribadinya ia menitipkan pertanyaan kepada sahabat lainnya untuk ditanyakan
kepada Rasulullah, atau Rasul SAW. Sendiri meminta istrinya untuk menjelaskan masalah-
masalah yang berhubungan dengan kewanitaan, berikut ini beberapa hadis Rasul mengenai
pembahasan cara sahabat menerima hadis dari Rasul SAW. Hadis yang diriwayatkan dari Ali r.a
: “Aku sering keluar madzdza’ (cairan yang keluar dari kemaluan bukan karena melakukan
hubungan seksual) maka aku meminta miqdad untuk menanyakannya dan Nabi SAW.
Menjawab. “Cukuplah berwudhu”.
Jadi, pada periode Rasulullah, pertumbuhan hadis mulai berkembang namun belum
dibukukan, kebanyakan para sahabat menghafal hadis dari Rasulullah, sementara sebagian kecil
sahabat membuat catatan hadis untuk kepentingan mereka sendiri. Nabi juga pernah menyatakan
bahwa apa yang keluar dari lisannya adalah benar, karena itu Nabi tidak keberatan hadisnya

5
ditulis, jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya sebagian kecil saja periwayatan hadis di masa
Nabi yang diterima oleh para sahabat itu berlangsung dengan cara tertulis.

C. Periode Sahabat (Klulafa’ al-Rasyiddin)


Penulisan dimasa sahabat khususnya masa Khulafa’ al Rasyiddin belum mendpatkan
perhatian khusus,karena masih diilhami semangat memelihara mendpatkan perhatian yang
khusus,karena masih diimbangi semangat memelihara dan menyelamatkan al-Qur’an.Umar bin
Khattab sendiri pernah berpikir untuk mengumpulkan hadits.tetapi setelah melakukan renunggan
yang mendalam lewat shalat istikhara selama sebulan,rencana trsebut akhirnya dibatalkan.Umar
merasa khawatir kaum muslimin akan terlena mengumpulkan hadits dan kibabullah,keengganan
mengumpulkan hadits ini juga dilakukan oleh Usman bin Afwan,walaupun keduanya sahabat ini
dikenal sebagai orang yang pandai menulis.Khususnya Abu Bakar sendiri pernah menulis hadits
Nabi saw,tetapi pada akhirnya ia membakar catatan tersebut.

Setelah Nabi SAW wafat (11 H/163 M),kendali kepemimpinan umat Islam berada
ditangan sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar Al-
Siddiq,kemudian Umar bin Khattab,Usman bin Affan,dan Ali bin Abi Thalib,keempat khalifah
ini dikenal dengan”Khulufa Rasyidin dan periodenya disebut dengan zaman Sahabat Besar”
1.Abu Bakar Al-Siddiq,sahabat Nabi yang pertama menunjukkan kehati-hatiannya dalam
periwayatan hadits,Periwayatan hadits pada maa Khalifah Abu Bakar dapat dikatakan belum
merupakan kegiatan menonjol dikalangan umat islam,demikian juga yang dilakukan oleh sahabat
yang lainnya,mereka sangat hati-hati dalam periwayatan hadits Nabi,apalagi ada ancaman Nabi
SAW:”Barang siapa berdusta terhadapat diriku(berbuat sesuatu kedustaan padahal aku tidak
mengatakan)hendaklah dia bersedia menempati kediamannya didalam neraka”.
Adapun contoh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar yaitu:Rasullulah SAW
bersabda: Barang siapa mandi pada hari jum’at maka diampuni semua dosanya,apabila dia
berjalan untuk mengerjakan sholat jum’at maka Allah mencatat baginya tiap-tiap langkahnya
sebagiamana ibadah 20 tahun,dan apabila dia berjalan mengerjakan sholat jum’at maka diberi
pahala seperti amal selama 20 tahun.

6
2.Umar bin Khatab,beliau sangat berhati-hati dalam periwayatan hadits,Umar baru menerima
riwayat hadits setalah ada kesaksian dari sahabat lain,bila tidak ada saksi maka Umar tidak
menerimanya.Disamping kewaspaaan dan kehati-hatian dalam periwayatan hadits agar tidak
terjadi kekeliruran dan kepalsuan,Umar pernah merencakan penghimpunan hadits Nabi secara
tertulis,setelah melakukan sholat istikharah,Umar mengurungkan niatnya itu karena khawatir
akan memalingkan perhatian umat islam dari al-qur’an .Hal itu bukanlah berarti Umar melarang
periwayatan hadits,tetapi haruslah dengan hati-hati dari kekeliruan dan kebohongan.Periwayatan
hadits Nabi pada masa Umar telah banyak dilakukan umat islam dibandingkan pada masa Umar
telah banyak dilakukan umat islam dibandingkan pada masa Abu Bakar,namun tetap dalam
kehati-hati.Caranya tetap melalui hafalan,dan sedikit melalui catatnya yang tidak resmi.

Adapun contoh hadits yang diriwayatkan oleh Umar yaitu: Dari Umar Ra berkata:
Rosullah SAW.bersabda: Tayamun ialah,mengusap wajah,dan mengusap kedua telapak tangan
sampai siku-siku.
3.Usman bin Affan,secara umum kebijakan Usman tentang periwayatan hadits tidak jauh
berbeda dengan kedua khalifah sebelumnya,hanya saja langkah Usmantidaklah setegas langkah
Umar bin Khabab.Pada zaman Usman kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadits semakin
luas,karena Usman tidak sekeras Umar,juga karena wilayah Islam semakin luas,yang
mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengadilan kegiatan periwayatan hadis secara ketat,dan
keadaan hadis pada masa Usman ini juga belum dibukukan secara resmi,melainkan tetap melalui
hafalan dan catatan-catatan pribadi.
4.Ali bin Abi Thalib,ia tidak jauh berbeda sikapnya dengan para pendahulunya dalam
periwayatan hadis.Secara umum Ali barulah bersedia menarima riwayat hadits Nabi setelah
periwayatan hadits yang bersangkutan mengucapkan sumpah,kecuali pada periwayat yang telah
diyakini kebeneranya,maka Ali tidak minta sumpah lagi.Dalam pada itu Ali bin Abi Thalib
sendiri cukup banyak meriwayatan hadis,selain dalam bentuk lisan (hafalan) juga dalam bentuk
tulisan.Situasi umat Islam padaa zaman Ali telah berbeda dengan situasi zaman
sebelumnya,karena pertentangan polotik diantara sesama umat Islam.
Adapun contoh hadits yang dirawayatkan oleh Ali bin Abi Thalib yaitu: Hadits yang
diriwayatkan dari Ali r.a: “ Aku sering keluar madzdza (cairan yang keuar dari kemaluan bukan

7
karena melakukan hubungan seksual) maka aku meminta Miqdad untuk menanyakannya dan
Nabi SAW menjawab cukuplah berwudhu”.
Ada dua jalan yang ditempuh para sahabat dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah,
pertama dengan periwayatan lafdzi dan kedua dengan periwayatan maqnawi.
a. Periwayatan Lafdzi,periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadits yang redaksi atau
maknanya persis seperti yang diriwayatkan Rasulullah,ini hanya bisa dilakukan apabila
mereka benar-benar rmenghafal hadits yang disabdakan Rosulullah.Menurut Ajjaj Al-Khatib
seluruh sahabat menginginkan agar periwayatan hadits itu dilakukan dengan lafdzi bukan
dengan maknawi,diantara para sahabat yang paling menurut periwayatan hadits dengan
lafdzi adalah Ibnu Umar.
b. Periwayatan Maknawi,para sahabat lainnya berpendapat bahwa dalam keadaan darurat
karena tidak hafal persis seperti yang diwurudkan Rasulullah,dibolekan meriwayatkan hadits
secara maknawi.Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadits yang matannya tidak sama
dengan yang didengarnya dari Rasulullah tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh
sesuai dengan yang diriwayatkan olehRasulullah.Meskipun demikian
parasahabat,melakukan dengan sangat hati-hati Ibnu Mas’ud misalnya,ketika ia
meriwayatkan hadits,dengan menggunakan term-term tertentu tertentu untuk mrnguatkan
penukilannya,seperti dengan kata qaala Rasulullah solallahualaihi wasallam hakadza atau
qaala Rosulullah shalallahualaihi wasallama qariban min hadza.
Periwayatan hadits dengan maknawi mengakibatkan munculnya hadits-hadits yang redaksinya
antara satu hadits dengan hadits lainnya berbeda,meskipun arti dan maknanya tetap sama.Hal ini
sangat bergantung kepada sahabat atau generasi berikutnya yang meriwayatkan hadits tersebut.
Jadi,pada periode,setelah Nabi SAW wafat kepemimpinan umat islam berada di kendali
tangan sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Bakar Al-
Siddiq,kemudian Umar bin Khabab,Usman bin Affan,dan Ali bin Abi Thalib,yang disebut
dengan zaman “Sahabat Besar”.Ada dua cara para sahabat dalam meriwayatkan hadits ini
Rosulullah, pertama dengan periwayatan lafdzi dan kedua dengan periwayatan maknawi.Adapun
perkembangan hadits pada masa sahabat belum ada penmodifikasian secara terpandu,seperti
yang kita ketahui bahwa penulisan hadits pun dilakukan secara bertahap sebagaimana seperti
turunnya al-qur’an,adapun tahap pertama penulisan hadits yaitu berupa lembaran-lembaran untuk

8
kepentingan penulisanya masing-masing.Tahap kedua penulisan hadits untuk kepentingan
referensi yang akan diedarkan kepada masyarakat umum.

D.Periode Tabi’in
Periwayatan hadits pada periode Tabi’in tampak semakin semarak,namun tetap dalam
kehati-hatian.Mereka mulai menyelidiki sanad dan matan hadits agar terhindar dari
kepalsuan,bahkan tidak segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk mengecek dan
menyelidiki kebenerannya,seperti peristiwa berikut: Abu Amru Abdurrahman bin Amr Al-
Auza’iy (157 H-1774 H) menyatakan,apabila dia dan ulama sejawatnya menerima riwayat
hadits,maka hadits itu diteliti.Apabila ulama menyimpulkan bahwa riwayat itu memang hadits
Nabi maka Auza’iy mengembilnya dan apabila mereka mengingakarinya,maka dia
meninggalkannya.Bukti-bukti diatas menunjukan kesungguhan,kehati-hatian,dan kekuasaan
pengetahuan ulama tabi’in.Bagian hadits yang merka kaji bukan hanya matannya saja melaikan
juga nama-nama periwayatan dan sanadnya.
Periwayatan hadits pada zaman tabi’in ini tidak memperoleh hadits langsung dari
Nabi.Mereka menerima riwaytan dari sahabat yang bertemu dengan mereka,atau dari sesama
periwayatan hadits atau sesama tabi’in-tabi’in yang banyak ilmunya.Dengan demikan dapat
dinyatakan bahwa periwayatan hadits pada zaman tabi’in telah semakin meluas.Rangkaian para
periwayat hadits yang berdar dimasyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan dengan periode
sahabat. Pada masa tabi’in inilah mulai usaha pembukuan hadits yang dilakukan secara resmi ata
perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101H/718M), dan berlanjut terus pada periode-
periode berikutnya.
Periode penulisan dan pembukuan hadits secara resmi dari Khalifah Umar bin Abdul
Aziz (717-720 M) sampai akhir abad ke-8M.Ia adalah Khalifah Bani Umayyah kedelapan yang
mengistruksikan kepada Abu Bakar bin Hazm, Gubernur Madinah untuk menulis hadits Bunyi
lengkapnya adalah seperti dikutip oleh Muhammad Ajjaj Al-Khatib: “Perhatikanlah atau
periksalah hadits-hadits Rasulullah SAW, Kemudian tulislah ! Aku khawatir lenyapnya ilmu
dengan neninggalnya para ulama dan janganlah engkau terima kecuali hadits Rasulullah”.
Latar belakang Umar bin Abdul Aziz mengintruksikan untuk mengkodifiksi hadits adalah
bercampur baunya hadits soheh dan hadits palsu,disamping rasa takut dan khawatir lenyapnya
hadits-hadits dengan meninggalnya ulama dalam perang.Pentadwinan berlangsung sampai masa

9
Bani Abbas sehinggah melahirkan para ulama hadits,seperti Ibnu Jurajj (W.179 H) di
Mekkah,dan Imam Malik W.179 H) di Madinah.
Jadi,periwayatan hadits pada zaman tabi’in telah semakin meluas.Rangkaian para
periwayat hadits yang beredar dimasyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan dengan periode
sahabat. Pada masa tabi’in inilah mulai usaha pembukuan hadits yang dilakukan secara resmi
atas perintah dan permintaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz,dan berlanjut terus pada periode-
periode berikutnya. Adapun tujuan pembukuan hadits yang dilakukan oleh para tabi’in yaitu ada
beberapa alasan: Pertama,agar tidak ada lagi kekhawatiran tercampurnya Al-qur’an dengan
hadits. Kedua,para sahabat telah tiada,sedangkan ulama yang hafal hadits hanya sedikit
jumlahnya. Ketiga,banyak munculnya hadits-hadits palsu. Keempat,semakin melemahnya minat
menghafal hadits dikalangan umat Islam. Kelima,dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan
islam,maka proses penyebaran informasi tentang hadits sebagai salah satu sumber ajaran
semakin terasa sangat dibutuhkan. Keenam,apabila pentadwinan ini ditunda hingga masa yang
belum ditentukan,maka kemungkinan hadits Nabi yang penuh akan semakin besar.jadi,itulah
beberapa alasan pentadwinan hadits dilakukan pada masa tabi’in

10
KESIMPULAN

Dalam perkembangannya, ilmu hadis telah mengalami beberapa periode yang meliputi sejak
masa penyampaian hadits dimasa Rasulullah SAW. Hingga masa pembukuan. Dalam hal ini
Hasbi, ash-Shiddiqi menjelaskan bahwa perkembangan hadits Rasulullah SAW.
Periode Nabi SAW. Merupakan periode pertama dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan
hadits. Umat Islam pada masa Nabi dapat secara langsung memperoleh hadits dari Nabi sebagai
sumber utama. Penulisan dimasa sahabat khususnya masa Khulafa’ al Rasyiddin belum
mendpatkan perhatian khusus,karena masih diilhami semangat memelihara mendpatkan
perhatian yang khusus,karena masih diimbangi semangat memelihara dan menyelamatkan al-
Qur’an. Periwayatan hadits pada periode Tabi’in tampak semakin semarak,namun tetap dalam
kehati-hatian.Mereka mulai menyelidiki sanad dan matan hadits agar terhindar dari
kepalsuan,bahkan tidak segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk mengecek dan
menyelidiki kebenerannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Baldi. 2015. Studi Ilmu Hadits. Palembang:NoerFikri.

12

Anda mungkin juga menyukai