Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AQIDAH dan AKHLAK

Oleh Kelompok 6 :

Yudi Lesmana Putra

Wildan

Weni

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari


rukun Iman kepada Allah, dimana beriman kepada Allah harus meliputi
iman kepada Wujud Allah, RububiyahNya, UluhiyahNya dan Nama dan
sifat-sifatnya. Beriman kepada nama dan sifat Allah memiliki kedudukan
yang tinggi dan sangat penting dalam agama Islam. Seorang muslim tidak
mungkin dapat beribadah dengan sempurna tanpa mengetahui nama-
nama dan sifat-sifat Allah Ta’alaa.

Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman

َ ‫ين يُ ْل ِحد‬
‫ُون فِي‬ َ ‫َو َذ ُروا الَّ ِذ‬ ‫سنَى فَا ْدعُوهُ بِ َها‬
ْ ‫س َما ُء ا ْل ُح‬
ْ ‫َوهَّلِل ِ األ‬
َ ُ‫سيُ ْج َز ْو َن َما َكانُوا يَ ْع َمل‬
‫ون‬ َ ‫س َمائِ ِه‬ْ َ‫ أ‬ 
hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu. (Q.S. AL-A’raf : 180)

1.2 Rumusan Masalah

a. apa sebenarnya yang dimaksud dengan Tauhid Asma dan Sifat

b. ayat ayat apa saja yang bersangkutan dengan Tauhid dan Sifat

c. ayat kauniyah apa saja yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat

1.3 Tujuan Makalah

a. Mengetahui makna Tauhid Asma dan Sifat

b. mengetahui ayat ayat yang bersangkutan dengan Tauhid Asma dan


sifat

c. mengetahui ayat kauniyah yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat


BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna tauhid asma’ dan sifat

Secara bahasa Kata “‫ ”اسماء‬adalah bentuk jama dari kata “‫”اسم‬, yang
artinya ‘nama’. “‫ ”اسماء هللا‬berarti ‘nama-nama Allah’. ‫ اسماء الحسنى‬berarti
nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi
Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang
menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur,
dan lain-lain.

Sedangkan kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam


bahasa indonesia. Kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa arab mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi
benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti
besar  kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain.
Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya,
keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.

Dengan demikian, kata “‫ ”صفة هللا‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan


apa saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah.
Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat
Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan
kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan
kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy,
Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi,
sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-
Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.

Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan


seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan
bagiNya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan hukum-hukumnya
tanpa Tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil/tasybih.

1. Tahrif (menyimpangkan makna)


yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan
sifat Allah, tanpa dalil.
Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan
untuk menghukum, sifat  Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan
menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya
menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.

2. Ta’thil (menolak)

Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan


dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.

Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah,


yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka
menganggap bahwa siapa yang  menetapkan nama dan sifat untuk
Allah berarti dia musyrik.

Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte


Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya
bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan
sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.

3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat


Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang
dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya
bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya
wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.

4. Tamtsil/Tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)


Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan
budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci
Allah dari adanya makhluk yang serupadengan-Nya.

Makna tauhid asma’ dan sifat adalah beriman kepada nama-nama


Allah dan sifat-sifat-Nya sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil,
ta’thil, takyif, dan tamsil. Allah berfirman:
‫ض َج َع َل لَ ُكم ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجا ً َو ِم َن‬
ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫اط ُر ال َّس َما َوا‬ ِ َ‫ف‬
‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء َوهُ َو ال َّس ِمي ُع‬ َ ‫اأْل َ ْن َع ِام أَ ْز َواجا ً يَ ْذ َر ُؤ ُك ْم فِي ِه لَي‬
‫صي ُر‬ ِ َ‫الب‬
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang
Maha Mendengar dan Melihat. (Q.S asy-syura :11)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa tidak adanya sesuatu
yang menyerupai-Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha
mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati
dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan
nama dan sifat yang disampaikan oleh Rosul-Nya. Al-Qur’an dan As-
Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun
yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada
sesudah Allah orang yang lebih mengetahui Allah daripada Rosulullah.
Siapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau
menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat
makhluk-Nya, atau mena’wilkan dari maknanya yang benar, maka dia
telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah
dan Rosul-Nya. Allah berfirman:

ٍ َ‫س ْلط‬
‫ان‬ َ ُ‫ِمنْ دُونِ ِه آلِ َهةً ۖلَ ْواَل يَأْت‬
ُ ِ‫ون َعلَ ْي ِه ْم ب‬ ‫ِء قَ ْو ُمنَا اتَّ َخ ُذوا‬ ‫ٰ َه ُؤاَل‬
‫َك ِذبًا‬ ِ ‫ِم َّم ِن ا ْفتَ َر ٰى َعلَى هَّللا‬ ‫ۖفَ َمنْ أَ ْظلَ ُم‬ ‫بَيِّ ٍن‬
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di
sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang
(tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
(Q.S Al-kahf:15)1

1
DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014,
hlm. 71.
B. Dalil-dalil tauhid asma’ dan sifat

Setiap surah Al-Quran pasti menyebut salah satu nama atau sifat-
sifat Allah, seperti surah Al-ikhlash yang secara keseluruhan membahas
tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman:

qul huwa allaahu ahadun

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

allaahu alshshamadu

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

lam yalid walam yuuladu

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

walam yakun lahu kufuwan ahadun

“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".


(Al-ikhlash:1-4)
Dalam surah ini, Allah menyebutkan sifat untuk diri-Nya, yaitu
Maha Esa, Rabb yang kepada-Nya bergantung segala seusatu. Kedua
sifat ini menunjukan, Allah menyandang sifat puncak kesempurnaan
secara mutlak. Shamad artinya tidak memerlukan siapa pun, sementara
segala sesuatu memerlukan-Nya. Makna ini menunjukan itsbat
(penegasan) dan tanzih (memahasucikan Allah dari segala kekurangan).
Itsbat maksudnya menegaskan sifat-Nya, Dia-lah Rabb tempat
bergantung segala sesuatu, segala sesuau merujuk pada-Nya, karena Dia
menyandang seluruh sifat-sifat sempurna, Dia maha kuasa atas segala
sesuatu, Maha berbuat seperti yang Dia kehendaki, ditangan-Nya kendali
untuk menciptakan, mengatur segala urusan, dan memberi balasan.
Kekuatan apapun yang dimiliki makhluk tidak lain berasal dari-Nya, jika
kehendak Allah tetap mempertahankan kekuatan pada makhluk
tersebut, jika berkhendak lain Allah akan mencabutnya. Dia-lah tempat
kembali dan tempat berharap segala sesuatu.
Tanzih maksudnya menyandangkan sifat tidak memerlukan apa
pun untuk-Nya. Allah sama sekali tidak membutuhkan apa pun secara
mutlak, tidak pada wujud-Nya, karena Dia yang pertama, tidak ada
sesuatu sebelum-Nya, tidak beranak dan tidak pula dilahirkan. Tidak pula
pada keberadaan-Nya, karena Dia-lah yang memberi makanan dan tidak
butuh makanan, tiada sekutu ataupun penolong dalam segala
perbuatan-Nya.
Sifat esa dan tempat bergantung segala sesuatu menunjukan
bahwa Allah menyandang sifat sempurna secara mutlak. Kedua sifat ini
juga menunjukan makna lain yaitu menafikan kepemilikan anak
keturunan bagi-Nya.

Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang
menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak
memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya
aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan
jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik".
(Q.S Al-An’am:14)
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

maa uriidu minhum min rizqin wamaa uriidu an yuth'imuuni

Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.

inna allaaha huwa alrrazzaaqu dzuu alquwwati almatiinu

Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai


Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Q.S Adz-Dzariyat: 56-58)

Yang Maha Esa tidaklah memiliki sekutu ataupun persamaan,


karena itu mustahil bangi-Nya memiliki pendamping ataupun anak. Allah
swt berfirman:

“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu.”
(Q.S Al-An’am:101)
Ayat ini menafikan kesamaan makhluk dengan Al-khaliq, seperti itu juga
firman-Nya:
Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."
(Q.S Al-an’am:11)
Yaitu mempersekutukan makhluk dengan Allah, sehingga menganggap-
Nya memiliki tanddingan terhadap makhluk. Allah berfirman:

Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)? (Q.S Maryam:65)

Yaitu, tiada suatupun yang menyamai-Nya, tiada banding, dan tiada


tanding yang setara dengan-Nya. Allah mengingkari kesamaan dan
penyerupaan dengan makhluk. Dengan demikian jelas, bahwa Allah
Mahasuci dari segala aib dan kekurangan. Hai ini dijelaskan dalam surah
AL-ikhlash.2

C. Ayat-ayat Kauniyah yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat

Allah SWT berfirman:

2
Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 109.
‫ون ِف ٓى أَ ْس َم ٰـئِ ٖ ۚه‬َ ‫ين ي ُْل ِح ُد‬ ْ ‫َوهَّلل ِ ْاألَ ْس َمآ ُء ْال ُح ْسنَ ٰى فَا ْد ُعوهُ= بِهَ ۖا َو َذ ر‬
َ ‫ُوا الَّ ِذ‬
‫ون ۝‬ َ ُ‫َسيُجْ َز ْو َن َما َكانُوا يَ ْع َمل‬
“Hanya milik Allah asma’ul husna, maka bermohonlah kepadaNya
dengan menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.” ( Qs; Al-A’raf; 180).

Ayat yang agung ini menunjukkan hal-hal berikut:

1. Menetapkan nama-nama( asma’) untuk Allah SWT, maka siapa yang


menafikannya berarti ia telah menafikan apa yang telah ditetapkan Allah
dan juga berarti dia telah menentang Allah SWT.

2. Bahwasanya asma’ Allah SWT semuanya adalah husna. Maksudnya


sangat baik. Karena ia mengandung makna dan sifat-sifat yang
sempurna, tanpa kekurangan dan cacat sedikit pun. Ia bukanlah sekedar
nama-nama kosong yang tak bermakna atau tak mengandung arti.

3. Sesungguhnya Allah memerintah berdo’a dan ber-tawassul


kepadaNya dengan nama-namaNya. Maka hal ini menunjukkan
keagungannya serta kecintaan Allah kepada do’a yang disertai nama-
namaNya.

4. Bahwasanya Allah SWT mengancam orang-orang yang ilhad dalam


asma’-Nya dan Dia akan membalas perbuatan mereka yang buruk itu.

Ilhad menurut bahasa condong. Ilhad di dalam asma’ Allah berarti


menyelewengkannya dari makna-makna agung yang dikandungnya
kepada makna-makna batil yang tidak dikandungnya. Sebagaimana yang
dilakukan orang-orang yang men-ta’wilkannya dari makna-makna
sebenarnya kepada makna yang mereka ada-adakan.

Allah SWT berfirman:

ْ ‫قُ ِل ا ْد ُعوا هَّللا َ أَ ِو ا ْد ُعوا الرَّحْ َم ٰـ ۖ َن أَيّا ً َّماتَ ْد ُع‬


‫وا فَلَهُ ْاألَ ْس َمآ ُء‬
‫ْال ُح ْسنَ ٰۚى‬
“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asma’ul husna ( nama-nama
yang terbaik)….” (Qs; Al-Isra’; ayat; 110).

Diriwayatkan, bahwa salah seorang musyrik mendengar baginda Nabi


SAW sedang mengucapkan dalam sujudnya, “Ya Allah, ya Rahman”.
Maka ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad mengaku bahwa dirinya
hanya menyembah satu tuhan, sedangkan ia memohon kepada dua
tuhan.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Demikian seperti disebutkan
oleh Ibnu Katsier. Maka Allah menyuruh hamba-hambaNya untuk
memanjatkan do’a kepadaNya dengan menyebut nama-namaNya sesuai
dengan keinginannya. Jika mereka mau, mereka memanggil “Ya Allah”,
dan jika mereka menghendaki boleh memanggil, “Ya Rahman” dan
seterusnya. Hal ini menunjukkan tetapnya nama-nama Allah dan
bahwasanya masing-masing dari namaNya bisa digunakan untuk berdo’a
sesuai dengan maqam dan suasananya, karena semuanya adalah husna.

Allah SWT berfirman:

‫هَّللا ُ آلَ إِلَ ٰـهَ إِالَّهُ ۖ َولَهُ ْاألَ ْس َمآ ُء ْال ُح ْسنَ ٰى‬
:Dialah Allah, tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah) melainkan Dia,
mempunyai al-asma’ul husna (nama-nama yang baik).” ( Qs; Thaha;8).

ِ ۖ ْ‫ت َو ْاألَر‬
‫ض َوهُ َو‬ ِ ‫لَهُ ْاألَ ْس َمآ ُء ْال ُح ْسنَ ٰۚى يُ َسبِّ ُح لَهٗ َمافِى ال َّس َم ٰـ ٰ َو‬
‫ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم ۝‬
…..Yang mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepadaNya
apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (Qs; Al-Hasyr; 24).

Maka barangsiapa menafikan asma’ Allah berarti ia berada di atas jalan


orang-orang musyrik, sebagaimana firman Allah SWT:

‫َوإِ َذا قِي َل لَهُ ُم ا ْس ُج ُدوا لِلرَّحْ َم ٰـ ِن قَالُوا َو َما الرَّحْ َم ٰـ ُن أَنَ ْس ُج ُد لِ َما‬
‫ ۝‬  ‫۩تَأْ ُم ُرنَا َو َزا َدهُ ْم نُفُورًا‬
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Sujudlah kamu sekalian kepada
Yang Maha Penyayang; mereka menjawab: Siapakah yang Maha
Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu
perintahkan kami ( sujud kepadaNya)?; dan ( perintah sujud itu)
menambah mereka jauh ( dari iaman).” ( Qs; Al-Furqan;ayat; 60).

Dan termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Allah SWT:

‫ُون بَالرَّحْ َم ٰـ ۚ ِن قُلْ هُ َو َربِّى آلإِلَ ٰـهَ إِالَّ هُ َو‬


َ ‫َوهُ ْم يَ ْكفُر‬
…..”padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemura. Katakanlah;
Dialah Tuhanku tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah) selain Dia…..”
(Qs; Ar-Ra’d; ayat;30).

Maksudnya, ini yang kalian kufuri adalah Tuhanku, aku menyakini


rububiyah, uluhiyah, asma’ dan sifatNya. Maka hal ini menunjukkan
bahwa rububiyah dan uluhiyah-Nya mengharuskan adanya asma’ dan
sifat Allah SWT. Dan juga, bahwasanya sesuatu yang tidak memiliki
asma’ dan sifat tidaklah layak menjadi Rabb ( Tuhan) dan Ilah
( sesembahan).

Studi tentang sebagian Sifat-Sifat Allah


Sifat-sifat Allah terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah sifat
dzatiyah, yakni sifat yang senantiasa melekat denganNya. Sifat ini tidak
terpisah dari DzatNya. Seperti ” Al Ilm” ( ilmu) Al Qudrat ( kekuasaan)” As
Sam’u” ( mendengar)” Al Bashar” ( melihat) ” Al Aziz” (kemuliaan), Al
Hikmah” ( hikmah), Al Uluw” ( ketinggian), “Al Azhim” (keagungan), Al
Wajhu” ( wajah), Al Yadain” (dua tangan), “Al ‘Aini” (dua mata).

Bagian kedua, adalah sifat fi’liyah. Yaitu sifat yang Dia perbuat jika
berkehendak. Seperti bersemayam di atas ‘Arsy, turun ke langit dunia
ketika tinggal sepertiga akhir dari malam, dan datang pada hari Kiamat.

Berikut ini kami sebutkan sejumlah sifat-sifat Allah dengan dalil dan
keterangannya, apakah ia termasuk dzatiyah atau fi’liyah?!

a. Al-Qudrat (Berkuasa)
Firman Allah SWT:
ِ ْ‫ث َعلَ ْي ُك ْم َع َذابًا ِّمن فَ ْوقِ ُك ْم أَ ْو ِمن تَح‬
‫ت‬ ُ ‫قُل هُ َو ْالقَا ِد ُر َعلَ ٰى أَن يَ ْب َع‬
‫أَرْ ُجلِ ُك ْم‬
“Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu,
dari atas kamu atau dari bawah kakimu….( Qs: Al-An’am; ayat; 65).
‫َوهُ َو َعلَ ٰى ُك ِّل َشى ٍء قَ ِدي ٌر ۝‬
“…dan Dialah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs; Al-Maidah;
ayat;120).

‫إِ َّن هَّللا َ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْى ٍء قَ ِدي ٌر ۝‬


“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Qs; Al
Baqarah;ayat; 20).

‫ان هَّللا ُ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْى ٍء ُّم ْقتَ ِدرًا۝‬


َ ‫َو َك‬
“Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”. (Qs; Al Kahfi;
ayat;45).

‫إِنَّهٗ َعلَ ٰى َرجْ ِع ٖه لَقَا ِد ٌر ۝‬


“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya
( hidup sesudah mati).” ( Qs; Ath Thariq; ayat; 8).

Dia telah menetapkan sifat qudrah, kuasa untuk melakukah apa saja,
sebagaimana Dia juga menafikan dai DiriNya sifat ‘ajz (lemah) dan
lughub ( letih).

Firman Allah SWT yang artinya :

“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit
maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Mahakuasa.” ( Qs: Fathir; ayat; 44).

“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak
ditimpa keletihan.” ( Qs; Qaf; ayat; 38).

Dia memiliki qudrah yang mutlak dan sempurna sehingga tidak ada
sesuatu pun yang melemahkanNya. Tidaklah ada penciptaan makhluk
dan pembangkitan mereka kembali kecuali bagaikan satu jiwa saja.

“Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah


berkata kepadanya: ‘Jadilah! maka terjadilah ia.” ( Qs; Yasin; ayat; 82).
Maka seluruh makhlukNya, baik yang di atas maupun yang di bawah,
menunjukkan kesempurnaan qudrah-Nya yang menyeluruh. Tidak ada
satu partikel pun yang keluar dariNya. Cukuplah menjadi dalil bagi
seorang hamba manakala ia melihat kepada penciptaan dirinya;
bagimanakah Allah menciptakannya dalam bentuk yang paling baik,
membelah baginya pendengaran dan penglihatannya, menciptakam
umtuknya sepasang mata, sebuah lisan dan sepasang bibir, kemudian
apabila ia melayangkan pandangannya ke seluruh jagat raya ini maka ia
akan melihat berbagai keajaiban qudrah-Nya yang menunjukkan
keagunganNya.

b. Al-iradah (Berkehendak)
Firman Allah SWT yang artinya :

“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang


dikehedakiNya.” ( Qs; Al Maidah; 1).

“Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” ( Qs; Al Hajj;


ayat; 14).

” Mahakuasa berbuat apa yang dikehendakiNya.” 9 Qs; Al Buruj ; ayat;


16).

“Sesungguhnyya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu


hanyalah berkata kepadanya; ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” ( Qs; Yasin;
82).

Ayat-ayat ini menetapkan iradah untuk Allah SWT yakni di antara sifat
Allah yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan As-Sunnah. Ahlus- Sunnah wal
Jama’ah menyepakati bahwa iradah itu ada dua macam:

1. Iradah Kauniyah, sebagaimana yang terdapat dalam ayat:

ِ ‫ص ْد َر ٗه لِإْل ِ ْسلَ ٰـ ۖ ِم َو َمن ي ُِر ْد أَن ي‬


ٗ‫ُضلَّه‬ َ ْ‫فَ َمن ي ُِر ِد هَّللا ُ أَن يَ ْه ِديَهٗ يَ ْش َرح‬
‫ضيِّقًا َح َرجًا‬
َ ‫ص ْد َر ٗه‬
َ ْ‫يَجْ َعل‬
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk ( memeluk agama)
Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesat lagi sempit….” (Qs; Al An’am; ayat; 125).
Yaitu iradah yang menjadi persamaan masyi’ah ( kehendak Allah), tidak
ada bedanya antara masyi’ah dan iradah kauniyah.

2. Iradah Syar’iyah, sebagaimana terdapat dalam ayat:

‫ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َوالَ ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر‬


“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu.” ( Al Baqarah; 185).

Perbedaan antara keduanya ialah:

1). Iradah kauniyah pasti terjadi, sedangkan iradah syar’iyah tidak harus
terjadi, bisa terjadi bisa pula tidak.

2). Iradah kauniyah meliputi yang baik dan yang jelek, yang bermanfaat
dan yang berbahaya bahkan meliputi segala sesuatu. Sedangkan iradah
syar’iyah hanya terdapat pada yang baik dan yang bermanfaat saja.

3). Iradah kauniyah tidak mengharuskan mahabbah ( cinta kepada Allah).


Terkadang Allah menghendaki terjadinya sesuatu yang tidak Dia cintai,
tetapi dari hal tersebut akan lahir sesuatu yang dicintai Allah. Seperti
penciptaan Iblis dan segala yang jahat lainnya untuk ujian dan cobaan.
Adapun Iradah syar’iyah maka di antara konsekuensinya adalah
mahabbah Allah, karena Allah tidak menginginkan dengannya kecuali
sesuatu yang dicintaiNya, seperti taat dan pahala.

c. Al-‘Ilmu (ilmu)
Allah SWT berfirman:

ِ ‫ب الَيَ ْع ُزبُ َع ْنهُ ِم ْثقَا ُل َذ َّر ٍة فِى ال َّس َم ٰـ ٰ َو‬


‫ت َوالَ فِى‬ ِ ‫َع ٰـلِ ُم ْال َغ ْي‬
ِ ْ‫ْاألَر‬
‫ض‬
…..”Yang mengetahui yang ghaib. Tidak ada tersembunyi daripadaNya
seberat zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi….” ( Qs;
Saba; ayat; 3).

ِ ۚ ْ‫ت َو ْاألَر‬
‫ض‬ َ ‫إِ َّن هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َغي‬
ِ ‫ْب ال َّس َم ٰـ ٰ َو‬
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan di
bumi…..” ( Qs; Al Hujarat; 18).
Yang dimaksud dengan ghaib adalah yang tidak diketahui oleh manusia,
tetapi Allah mengetahuinya.

ِ ْ‫إِ َّن هَّللا َ الَ يَ ْخفَ ٰى َعلَ ْي ِه َش ْى ٌء فِى ْاألَر‬


‫ض َوالَ فِى ال َّس َمآ ِء‬
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun yyang tersembunyi di bumii
dan tidak (pula) di langit.” ( Qs; Ali Imran; ayat; 5).

Yang dimaksud dengan syahadah adalah apa yang disaksikan dan dilihat
oleh manusia.

‫ون بِ َش ْى ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ٖه‬


َ ُ‫َوالَ ي ُِحيط‬
“…..dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah…..” (Qs; Al
Baqarah; 255).3

BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan

3
Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 128.
tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan
sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun dalam
sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan
hukum-hukumnya
kita bisa mengambil hikmah mengenai bagaimana cara menerapkan nilai-nilai
asma wa sifat pada diri sendiri dan kehidupan bermasyarakat.
Asma Wa Sifat adalah sesuatu yang sangat penting untuk kita pelajari dan kita
amalkan sehingga kita diharapkan mampu menjadi pribadi yang lebih baik bagi
diri sendiri dan masyarakat. Oleh karena itu kandungan dari asma wa sifat
dapat menuntun kita ke jalan yang lurus dan memperbaiki sifat – sifat kita
secara tidak langsung.
Apabila kita telah mengenali kesempurnaan Allah dan keindahan-Nya, maka
akan menumbuhkan cinta khusus dan kerinduan yang sangat besar untuk
bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga akan meningkatkan
ibadah-ibadah lainnya.

Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa UIN SUSKA
RIAU dan dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu Tauhid, penulis juga
berhap setelah membaca makalah ini kita dapat meningkatkan lagi keimanan
kita terhadap Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai