Anda di halaman 1dari 9

Tugas Mata Kuliah : Ulumul Hadist

Disusun Oleh
Resi Seftiana Br Sitepu (09.19.2630)

PRODI/SEM : PERBANKAN SYARI’AH / III B PAGI REGULER


STAI H. ABDUL HALIM HASAN
AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari
generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa
lahirnya di masa Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits, serta segala hal yang
memengaruhi haditstersebut.1

Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh
masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan
terwujud secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media.
Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan dicatat.
Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis.. dari Periode
Rasulullah SAW sampai periode sekarang.

Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan bahan seminar
kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hadis; masa prakodifikasi hadis (Masa
Rasulullah SAW, Khulafa‟Rasyidin, Tabi‟in),masa kodifikasi hingga sekarang”.
1

B. Rumus san Masalah

 Bagaimana sejarah perkembangan hadis prakodifikasi?


 Bagaimana sejarah penulisan dan kodifikasihadis?
 Faktor apa saja yang mempengaruhi kodifikasihadits?

C. Tujuan Masalah
Untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan hadis prakodifikasi.
Untuk mendeskripsikan sejarah penulisan dan kodifikasihadis.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kodifikasihadis.

BAB II
PEMBAHASAN

11
Agus Solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 33
A. Hadits Pada Masa RasulullahSAW
Hadis pada masa Nabi dikenal dengan „Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu masa turun
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.2Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan
kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkan
Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga
apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi
amaliah dan ubudiah mereka.3

“Dan ceritakanlah daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa
yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku, hendaklah dia
bersedia menempati kediamannya dineraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

B. Cara Rasulullah SAW MenyampaikanHadits


Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits dari Rasulullah
SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara Rasulullah SAW dan sahabatnya,
seperti di Masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan, dan ketika muqim
(berada di rumah). Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits yang
disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan
melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikan oleh para sahabat (melaluimusyahadah).

Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada para sahabat, yaitu:

 Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk membina para jama‟ah. Melalui majlis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka berusaha untuk
selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh
Rasulullah SAW.
 Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan haditsnya melalui para
sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan
dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut hubungan
suami istri), ia sampaikan melaluiistri-istrinya.
 Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟dan
FathMakkah.5Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi
Muhammad SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu
kaum muslimin yang melakukan ibadah haji, yang isinya terkait dengan bidang
muamalah, ubudiyah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia yang
meliputikemanusiaan,

5
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, 72-73.
persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu
antara lain larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil
harta orang lain dengan batil, larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan
diantara manusia harus ditegakkan, dan umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada
Al-Qur‟an dan Hadits.6

C. Perbedaaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadits


Diantara para sahabat tidak sama perolehan dan penguasaan hadits. Hal ini tergantung
kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama
Rasulullah SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada
sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak
tempat tinggal dari masjid RasulullahSAW.

Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadits dari
Rasulullah SAW dengan beberapa penyebabnya, antara lain:

Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun (yang mula-mula masuk
Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan
IbnMas‟ud.
Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu
Salamah. Hadits-hadits yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal keluarga
dan pergaulan suamiistri.
Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW juga menuliskan hadits-
hadits yang diterimanya, seperti Abdullah Amr IbnAl-„Ash.
Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan tetapi banyak bertanya
kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti AbuHurairah.
Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis Rasulullah SAW, banyak
bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari
wafatnya Rasulullah SAW, seperti Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik dan Abdullah
Ibn Abbas.
Sementara itu, menurut Muhamad Musthafa „Azami, bahwa para sahabat menerima
hadits dari Rasulullah SAW melalui tiga macam cara, yaitu:
Melalui metode hafalan. Secara historis masyarakat Arab secara umum adalah
masyarakat yang kuat daya hafalannya sehingga terlepas apakah mereka pandai
mengenal baca tulis (ummi) atau tidak, akan membantu dalam menerima dan
memahami hadis dari Rasulullah SAW. Di sisi lain, beliau juga sering mengulang-
ulang apa yang telahdiucapkannya.

Metode tulisan. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW yang setelah menerima
hadis dari beliau, mereka langsung menuliskannya. Metode ini hanya bisa dilakukan
oleh orang-orang tertentu yang memiliki kemahiran dalam menulissaja.

Metode praktik. Para sahabat mempraktikkan secara langsung hadis-hadis yang diterima
dari Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehai-hari, dan jika terjadi perbedaan,
maka mereka dapat langsung mengkonfirmasikannya kepada Rasulullah SAW.7

D. Hadits Pada MasaTabi’in


Pada era tabi‟in, keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat. Namun pada masa
ini, Al-Qur‟an telah dikodifikasi dan disebarluaskan ke seluruh negeri Islam, maka tabi‟in
dapat memfokuskan diri dan mempelajari sunnah dari para sahabat. Kemudahan lain, yang
diperoleh tabi‟in karena sahabat Nabi Muhammad SAW telah menyebar ke seluruh penjuru
dunia Islam. Sehingga, mereka mudah mendapatkan informasi tentang sunnah.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari
generasi ke generasi. Ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis, antara lain:
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu kekhawatiran hilangnya
hadis dan kemurnian hadis.

Saran
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari berbagai
referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan, sehingga
terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah perkembangan hadis. Dan kami berharap
dari refisian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah.Amin.
DAFTAR PUSTAKA

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.


Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012.

Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2012.

PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung

Persada Press, 2009. Solahudin, Agus. Ulumul Hadis.

Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN

Maliki Press, 2010. Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta:

Rajawali Press, 2010.

Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: Citapustaka Media Perintis,
2011.

Anda mungkin juga menyukai