Dosen Pengampu
Mohammad Amman Thoha, MA
Disusun Oleh
Nadya Agustina (2188204025)
B. PEMBAHASAN
1. Pra Kodifikasi (pada masa Rasulullah)
Hadis pada masa Nabi dikenal dengan ‘Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu
masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.2 Keadaan ini sangat menuntut
keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan,
perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh
para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.3
a. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap dan kebijaksanaan
beliau tentang hadits ialah sebagai berikut :
1) Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk
menghafal, menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil
1
Agus Solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 33
2
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2010), 31.
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 70-71.
1
yang menunjukkan perintah ini yang artinya : “Dan ceritakanlah
daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa
yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku,
hendaklah dia bersedia menempati kediamannya di neraka..”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat
dalam kegiatan menghafal hadits. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan
budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat
hafalannya. Kedua, Rasulullah SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya.
Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal
hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.
2
2) Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan
haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan dengan soal
keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut
hubungan suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
3) Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji
wada‟ dan Fath Makkah.
4) Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi
Muhammad SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di
depan ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji,
yang isinya terkait dengan bidang muamalah, ubudiyah, siyasah,
jinayah, dan hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan,
persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan
solidaritas isi khatbah itu antara lain larangan menumpahkan darah
kecuali dengan hak dan larangan mengambil harta orang lain dengan
batil, larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan
diantara manusia harus ditegakkan, dan umat Islam harus selalu
berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits.6
3
3. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW
juga menuliskan hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah
Amr Ibn Al- ‘Ash.
4. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan
tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-
sungguh, seperti Abu Hurairah.
5. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis
Rasulullah SAW.
4
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat
dengan sikap kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadits
dari Nabi Muhammad SAW, yaitu :
a. Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau
matannya persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya
bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan
Rasulullah SAW.
b. Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak
persis sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan
tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Rasulullah SAW, tanpa ada perubahan sedikitpun.
Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis dan hati-
hati dalam periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat
peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadits, diantaranya :
1) Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu
riwayat.
2) Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat
maupun isi riwayat itu sendiri.
3) Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan
adanya saksi dalam periwayatan hadits.
4) Sebagaimana yang dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta sumpah
dari periwayatan hadits.
5
Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam
periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari
hadis. Kota-kota tersebut ialah Madinah Al- Munawwarah, Makkah Al-
Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia,
Yaman dan Khurasan. Ada beberapa orang yang meriwayatkan hadis pada
kota- kota tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah Ibn Umar, Anas
Ibn Malik, Aisyah, Abdullah Ibn Abbas, Jabir Ibn Adillah dan Abi Sa‟id
Al-Khudri.
Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah
Rasulullah SAW menetap setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga
membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas Muhajirin dan
Anshar.
6
2) Al-Jami‟, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi
sembilan masalah, yakni aqa‟id, hukum, perbudakan (riqaq), adab
makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifat- sifat akhlak (syama‟il),
fitnah dan sejarah (manaqib).
3) Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh, setiap
bab memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan An-
Nasa‟i, Sunan Ibnu Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam kitab
ini ada yang shahih, hasan, dan dha‟if, tetapi tidak terlalu dha‟if
seperti hadis Munkar.
7
Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2
Hijriyah ialah Malik, Yahya Ibn Said al-Qaththan, Waki‟ Ibn al-Jarrah,
Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn Hajjaj, Abd ar-Rahman
Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi‟y.
b) Kitab-kitab Hadits yang Terkenal
Adapun kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal di
kalangan ahli hadits, ialah:
Al-Muwaththa’, susunan Imam Malik (95-179 H).
Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn
Ishaq (150 H).
Al-Jami’, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan‟any (211
H).
c) Kedudukan dan Keadaan Kitab-kitab
Al-Muwaththa’ paling terkenal dan mendapat sambutan yang
sangat besar dari ulama dan para ahli karena banyak yang membuat
syarah (penjelasannya) dan mukhtashar (ringkasannya). Kitab ini
mengandung 1.726 rangkaian khabar dari Nabi SAW, sahabat, dan
tabi’in.
8
Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di
antaranya :
Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy.
Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy.
Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut Kutub
al- Sittah, yaitu :
Al-Jami’ as-Shahih karya Imam al-Bukhari (194-252 H).
Al-Jami’ as-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
Al-Sunan karya al-Nasa‟ie (215-302 H).
Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).
9
Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits
yang memenuhi syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau
syarat salah satu dari keduanya.
Kitab Jami’ ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang
telah termuat dalam kitab-kitab yang telah ada.
b) Tokoh-tokoh Hadits Abad ke 4-7 Hijriyyah
Di antara ulama hadits yang terkenal dalam masa ini adalah
Sulaiman bin Ahmad al-Thabari, ‘Abd al-Hasan Ali bin
Umar bin Ahmad al-Daruquhni, Abu Awanah Ya’kub al-
Safrayani, Ibnu Khuzaimah Muhammad bin Ishaq, Abu
Bakr Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqi.
4) Kodifikasi abad keVII Hijriyyah sampai sekarang
Masa ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan.
Ulama pada masa ini mulai mensistemisasi hadits-hadits menurut kehendak
penyusun, memperbarui kitab-kitab mustakhraj dengan cara membagi hadits
menurut kualitasnya.
a) Tokoh-tokoh Hadits dalam Abad ke-7 Hijriyah - Sekarang
Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini ialah
Az-Zahaby (748 H), Ibnu Sayyid an-Nas (734 H), Ibnu
Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H).
b) Kitab-Kitab Hadits Abad ke-7 Hijriyyah – Sekarang
Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini
telah disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam
kitab Dalil al-Falihin.
Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh
banyak ulama, di antaranya Ahmad Hijazy al-Faryany
dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah „ala al-Arba‟in an-
Nawawiyah.
c. Kodifikasi Hadits Secara Resmi
Kodifikasi hadist secara resmi ialah pengumpulan dan
penulisan hadis atas perintah Khalifah atau penguasa daerah untuk
disebarkan kepada msyarakat. Para ulama hadis sepakat
10
mengatakan bahwa kodifikasi hadis mulai dilakukan oleh Khalifah
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang memerintahkan pada tahun 99-101 H.
Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa kekhawatiran akan
hilangnya hadis dan lenyapnya para ulama hadis merupakan faktor
utama yang menyebabkan Khalifah Umar untuk melakukan
kodifikasi hadist. Faktor yang lain adalah timbulnya hadis
maudhu’ sebagai akibat meluasnya wilayah Islam dan terjadinya
perselisihan di kalangan kaum Muslimin mendorong khalifah
untuk menghimpun dan membukukan hadis. Faktor-faktor
penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1) Faktor Internal
Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis, serta
petunjuk untuk keselamatan dalam menempuh kehidupan
dunia akhirat.
Semangat untuk menjaga hadist
Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat
itu.
Para penghafal dan periwayatan hadis semakin berkurang
karena meninggal dunia baik disebabkan adanya
peperangan maupun yang lainnya.
2) Faktor Eksternal
Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah
kekuasaan Islam, sehingga banyak periwayatan hadis yang
tersebar ke berbagai daerah.
Kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadist yang
disebabkan oleh perbedaan politik dan aliran.
3) Jadi, dari beberapa faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa
adanya penulisan hadist karena kekhawatiran hilangnya hadist
dan kemurnian hadist.
11
Kodifikasi hadis secara resmi dilanjutkan dengan pembukuan hadis yang
dilakukan para penguasa Bani Umayyah dan para ulama.
C. KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis, antara lain:
HADITS PERKEMBANGA KARAKTERISTI MODEL BUKU
N K PENULISAN
MASA RASUL Larangan penulisan Hadits dihafal di luar Catatan kepentingan
kepala pribadi dalam
bentuk lembaran
(shahifah)
KHULAFA’ Penyederhanaan Disertasi sumpah Catatan kepentingan
RASYIDIN periwayatan hadits dan saksi pada masa pribadi dalam
ini bentuk lembaran
(shahifah)
TABI’IN Penghimpunan Bercampur antara Mushannaf,
hadits (Al-Jam’u wa hadits Nabi dan Muwathatha’,
At-Tadwin). fatwa sahabat dan Musnad dan Jami’
aqwal sahabat
12
KODIFIKASI Penghimpunan san Referensi Mu’jam, Mustadrak,
penertiban secara (muraja’ah) pada Zawa’id, Jami’ dan
sistematik (al-Jam’u buku-buku lain-lain
wa at-Tandzhim) sebelumnya tetapi
lebih sistematis
D. SARAN
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari berbagai
referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan,
sehingga terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah perkembangan hadist. Dan
kami berharap dari refisian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009.
Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Idri. Studi Hadist. Jakarta: Kencana, 2010.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadist. Jakarta: Amzah, 2012.
PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Haditst. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Solahudin, Agus. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadist. Malang: UIN Maliki Press, 2010
Suparta, Munzier. Ilmu Hadist. Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadist. Medan: Citapustaka Media Perintis, 2011.
14