Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ULUMUL HADIST

Sejarah Perkembangan Hadits :


(Pra kodifikasi, kodifikasi, hadits di masa sekarang)

Dosen Pengampu
Mohammad Amman Thoha, MA
Disusun Oleh
Nadya Agustina (2188204025)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS
A. PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah
dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa Rasulullah SAW meneliti dan membin
hadits, serta segala hal yang memengaruhi hadits tersebut. 1 Di samping sebagai utusan
Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh masyarakat. Beliau sadar
sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara
konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai
media. Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang
dihafal dan dicatat. Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis.. dari Periode Rasulullah SAW sampai periode sekarang. Oleh
karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan bahan seminar
kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hadis; masa prakodifikasi hadis (Masa
Rasulullah SAW, Khulafa‟ Rasyidin, Tabi‟in), masa kodifikasi hingga sekarang”.

B. PEMBAHASAN
1. Pra Kodifikasi (pada masa Rasulullah)
Hadis pada masa Nabi dikenal dengan ‘Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu
masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.2 Keadaan ini sangat menuntut
keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan,
perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh
para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.3
a. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap dan kebijaksanaan
beliau tentang hadits ialah sebagai berikut :
1) Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk
menghafal, menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil

1
Agus Solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 33
2
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2010), 31.
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 70-71.

1
yang menunjukkan perintah ini yang artinya : “Dan ceritakanlah
daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa
yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku,
hendaklah dia bersedia menempati kediamannya di neraka..”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat
dalam kegiatan menghafal hadits. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan
budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat
hafalannya. Kedua, Rasulullah SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya.
Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal
hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.

2) Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menulis hadits-


haditsnya. Dalil yang menunjukkan perintah ini yaitu :
‫ و َمن كتب عني غي َر القرآن فَ ْليَ ْم ُحه‬،‫ال تكتبوا عني‬
Artinya : “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal
daripadaku, terkecuali al-Qur‟an. Dan barangsiapa telah menulis
daripadaku selain al-Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.”
(HR. Ahmad dan Muslim).

b. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits


Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits
dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara
Rasulullah SAW dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri,
pasar, ketika dalam perjalanan, dan ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits yang
disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui
musyafahah), dan melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikan oleh
para sahabat (melalui musyahadah).

Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada


para sahabat, yaitu :
1) Melalui majlis al-‟ilm.

2
2) Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan
haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan dengan soal
keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut
hubungan suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
3) Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji
wada‟ dan Fath Makkah.
4) Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi
Muhammad SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di
depan ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji,
yang isinya terkait dengan bidang muamalah, ubudiyah, siyasah,
jinayah, dan hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan,
persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan
solidaritas isi khatbah itu antara lain larangan menumpahkan darah
kecuali dengan hak dan larangan mengambil harta orang lain dengan
batil, larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan
diantara manusia harus ditegakkan, dan umat Islam harus selalu
berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits.6

c. Perbedaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadits


Diantara para sahabat tidak sama perolehan dan penguasaan hadits.
Hal ini tergantung kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam
soal kesempatan bersama Rasulullah SAW. Kedua, perbedaan mereka
dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan
mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari
masjid Rasulullah SAW.

Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak


menerima hadits dari Rasulullah SAW dengan beberapa penyebabnya,
antara lain:
1. Para sahabat yang tergolong kelompok As-Sabiqun Al-Awwalun
(yang mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn
Khattab, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan Ibn Mas‟ud.
2. Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah SAW).

3
3. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW
juga menuliskan hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah
Amr Ibn Al- ‘Ash.
4. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan
tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-
sungguh, seperti Abu Hurairah.
5. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis
Rasulullah SAW.

d. Penulisan Hadits di Masa Rasulullah dan Khulafa’ Rasyidin


Sa’ad bin Ubaidah al-Anshar pernah memiliki himpunan hadis
Rasulullah SAW. Ibnu Hajar memastikan bahwa beliau adalah salah
seorang penulis jaman jahiliyah. Putranya meriwayatkan hadis dari
catatannya tersebut. Al-Bukhari mengatakan bahwa catatan itu merupakan
salinan dari catatan Abdullah bin Abi Aufa yang menulis sendiri hadis-
hadis Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW bersabda,
‫اكتب عني فوالذي نفسي بيده ما خرج فمي إال حق‬
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada
di tangan-Nya, tidak keluar dari muutku, selain kebenaran.”9

2. Hadist pada Masa Khulafa’ Rasyidin


Periode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa Khulafa‟ Rasyidin
(Abu Bakar, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib) yang
berlangsung sekitar tahun 11 H s/d 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat
besar.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada
pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur‟an, maka periwayatan hadits belum begitu
berkembang dan kelihatannya berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh
para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan
periwayatan.1

4
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat
dengan sikap kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadits
dari Nabi Muhammad SAW, yaitu :
a. Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau
matannya persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya
bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan
Rasulullah SAW.
b. Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak
persis sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan
tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Rasulullah SAW, tanpa ada perubahan sedikitpun.

Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis dan hati-
hati dalam periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat
peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadits, diantaranya :
1) Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu
riwayat.
2) Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat
maupun isi riwayat itu sendiri.
3) Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan
adanya saksi dalam periwayatan hadits.
4) Sebagaimana yang dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta sumpah
dari periwayatan hadits.

3. Hadits pada Masa Tabi’in


Pada era tabi‟in, keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat. Namun
pada masa ini, Al-Qur‟an telah dikodifikasi dan disebarluaskan ke seluruh negeri
Islam, maka tabi‟in dapat memfokuskan diri dan mempelajari sunnah dari para
sahabat. Kemudahan lain, yang diperoleh tabi‟in karena sahabat Nabi Muhammad
SAW telah menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam. Sehingga, mereka mudah
mendapatkan informasi tentang sunnah.

a. Pusat-pusat Pembinaan Hadits

5
Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam
periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari
hadis. Kota-kota tersebut ialah Madinah Al- Munawwarah, Makkah Al-
Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia,
Yaman dan Khurasan. Ada beberapa orang yang meriwayatkan hadis pada
kota- kota tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah Ibn Umar, Anas
Ibn Malik, Aisyah, Abdullah Ibn Abbas, Jabir Ibn Adillah dan Abi Sa‟id
Al-Khudri.
Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah
Rasulullah SAW menetap setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga
membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas Muhajirin dan
Anshar.

b. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits


Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya
perang Jamal dan perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali Ibn
Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut dengan
terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok (Khawarij, Syi‟ah,
Mu‟awiyah, dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga
kelompok tersebut).
Demikian, dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh
negatif, yakni dengan munculnya hadis-hadis palsu (mawdhu’) untuk
mendukung kepentingan politiknya masing- masing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Sedangkan pengaruh positifnya ialah
lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau
tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan,
sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

c. Perkembangan Pembukuan Hadist


Perkembangan pembukuan hadis pada masa ini ada 3 bentuk, yaitu
sebagai berikut :
1) Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa
memperhatikan masalah atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan
kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dha’if.

6
2) Al-Jami‟, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi
sembilan masalah, yakni aqa‟id, hukum, perbudakan (riqaq), adab
makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifat- sifat akhlak (syama‟il),
fitnah dan sejarah (manaqib).
3) Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh, setiap
bab memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan An-
Nasa‟i, Sunan Ibnu Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam kitab
ini ada yang shahih, hasan, dan dha‟if, tetapi tidak terlalu dha‟if
seperti hadis Munkar.

4. Masa Kodifikasi Hadits


a. Definisi Kodifikasi Hadits
Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang
berarti codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah,
kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW
secara resmi berdasar perintah khalifah dengan melibatkan beberapa
personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara
perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, kodifikasi
hadis (tadwin hadits) adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan
hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa negara (khalifah), bukan
dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk menjaga hadis Nabi
Muhammad SAW dari kepunahan dan kehilangan baik karena banyaknya
periwayat penghafal hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis
palsu yang dapat mengacaubalaukan keberadaan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW.
Jadi, kodifikasi hadits disini adalah penulisan, penghimpunan, dan
pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW yang dilakukan berdasar
perintah resmi khalifah dan dilanjutkan oleh para ulama di berbagai daerah
hingga pada masa pembukuan dalam kitab-kitab hadits.

b. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadits


1) Kodifikasi Hadits Abad II Hijriyyah
a) Tokoh-tokoh Hadits Abad ke-2 Hijriyyah

7
Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2
Hijriyah ialah Malik, Yahya Ibn Said al-Qaththan, Waki‟ Ibn al-Jarrah,
Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn Hajjaj, Abd ar-Rahman
Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi‟y.
b) Kitab-kitab Hadits yang Terkenal
Adapun kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal di
kalangan ahli hadits, ialah:
 Al-Muwaththa’, susunan Imam Malik (95-179 H).
 Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn
Ishaq (150 H).
 Al-Jami’, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan‟any (211
H).
c) Kedudukan dan Keadaan Kitab-kitab
Al-Muwaththa’ paling terkenal dan mendapat sambutan yang
sangat besar dari ulama dan para ahli karena banyak yang membuat
syarah (penjelasannya) dan mukhtashar (ringkasannya). Kitab ini
mengandung 1.726 rangkaian khabar dari Nabi SAW, sahabat, dan
tabi’in.

2) Kodifikasi Hadits Abad III Hijriyyah


Abad ketiga Hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan
hadis (Masa Keemasan). Ulama hadits yang muncul pada abad
ini digelari Muqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan
semata-mata berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan
sendiri dengan menemui para penghapalnya.
a) Tokoh-tokoh Hadits Abad ke-3 Hijriyyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini ialah Ali
Ibn al-Madiny, Abu Hatim ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-Thabary,
Muhammad Ibn Sa‟ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhary,
Muslim, An-Nasa‟y, Abu Daud, Ibnu Madjah, Ibnu Qutaibah, Ad-
Dainury.
b) Kitab-kitab Hadits yang Terkenal

8
Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di
antaranya :
 Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy.
 Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
 Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy.

Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut Kutub
al- Sittah, yaitu :
 Al-Jami’ as-Shahih karya Imam al-Bukhari (194-252 H).
 Al-Jami’ as-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
 Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
 Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
 Al-Sunan karya al-Nasa‟ie (215-302 H).
 Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).

3) Kodifikasi Hadits Abad IV-VII H


Masa ini adalah masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan
penghimpunan dan berlangsung sekitar dua setengah abad, yaitu antara abad
keempat sampai pertengahan abad ketujuh Masehi, saat jatuhnya Dinasti
Abbasiyah ke tangan Khulagu Khan tahun 656 H/1258 M.
a) Kitab-kitab yang tersusun dalam abad IV-VII H
 Kitab Syarah ialah kitab hadis yang memperjelas dan
mengomentari hadits-hadits tertentu yang sudah
tersusun dalam beberapa kitab hadits sebelumnya.
 Kitab Mustakhrij ialah kitab hadits yang metode
pengumpulan haditsnya dengan cara mengambil hadits
dari ulama tertentu lalu meriwayatkannya dengan sanad
sendiri yang berbeda dari sanad ulama hadits tersebut.
 Kitab Athraf ialah kitab hadis yang hanya memuat
sebagian matan hadits, tetapi sanadnya ditulis lengkap.

9
 Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits
yang memenuhi syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau
syarat salah satu dari keduanya.
 Kitab Jami’ ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang
telah termuat dalam kitab-kitab yang telah ada.
b) Tokoh-tokoh Hadits Abad ke 4-7 Hijriyyah
Di antara ulama hadits yang terkenal dalam masa ini adalah
Sulaiman bin Ahmad al-Thabari, ‘Abd al-Hasan Ali bin
Umar bin Ahmad al-Daruquhni, Abu Awanah Ya’kub al-
Safrayani, Ibnu Khuzaimah Muhammad bin Ishaq, Abu
Bakr Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqi.
4) Kodifikasi abad keVII Hijriyyah sampai sekarang
Masa ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan.
Ulama pada masa ini mulai mensistemisasi hadits-hadits menurut kehendak
penyusun, memperbarui kitab-kitab mustakhraj dengan cara membagi hadits
menurut kualitasnya.
a) Tokoh-tokoh Hadits dalam Abad ke-7 Hijriyah - Sekarang
Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini ialah
Az-Zahaby (748 H), Ibnu Sayyid an-Nas (734 H), Ibnu
Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H).
b) Kitab-Kitab Hadits Abad ke-7 Hijriyyah – Sekarang
 Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini
telah disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam
kitab Dalil al-Falihin.
 Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh
banyak ulama, di antaranya Ahmad Hijazy al-Faryany
dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah „ala al-Arba‟in an-
Nawawiyah.
c. Kodifikasi Hadits Secara Resmi
Kodifikasi hadist secara resmi ialah pengumpulan dan
penulisan hadis atas perintah Khalifah atau penguasa daerah untuk
disebarkan kepada msyarakat. Para ulama hadis sepakat

10
mengatakan bahwa kodifikasi hadis mulai dilakukan oleh Khalifah
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang memerintahkan pada tahun 99-101 H.
Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa kekhawatiran akan
hilangnya hadis dan lenyapnya para ulama hadis merupakan faktor
utama yang menyebabkan Khalifah Umar untuk melakukan
kodifikasi hadist. Faktor yang lain adalah timbulnya hadis
maudhu’ sebagai akibat meluasnya wilayah Islam dan terjadinya
perselisihan di kalangan kaum Muslimin mendorong khalifah
untuk menghimpun dan membukukan hadis. Faktor-faktor
penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1) Faktor Internal
 Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis, serta
petunjuk untuk keselamatan dalam menempuh kehidupan
dunia akhirat.
 Semangat untuk menjaga hadist
 Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat
itu.
 Para penghafal dan periwayatan hadis semakin berkurang
karena meninggal dunia baik disebabkan adanya
peperangan maupun yang lainnya.
2) Faktor Eksternal
 Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah
kekuasaan Islam, sehingga banyak periwayatan hadis yang
tersebar ke berbagai daerah.
 Kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadist yang
disebabkan oleh perbedaan politik dan aliran.
3) Jadi, dari beberapa faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa
adanya penulisan hadist karena kekhawatiran hilangnya hadist
dan kemurnian hadist.

11
Kodifikasi hadis secara resmi dilanjutkan dengan pembukuan hadis yang
dilakukan para penguasa Bani Umayyah dan para ulama.

C. KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis, antara lain:
HADITS PERKEMBANGA KARAKTERISTI MODEL BUKU
N K PENULISAN
MASA RASUL Larangan penulisan Hadits dihafal di luar Catatan kepentingan
kepala pribadi dalam
bentuk lembaran
(shahifah)
KHULAFA’ Penyederhanaan Disertasi sumpah Catatan kepentingan
RASYIDIN periwayatan hadits dan saksi pada masa pribadi dalam
ini bentuk lembaran
(shahifah)
TABI’IN Penghimpunan Bercampur antara Mushannaf,
hadits (Al-Jam’u wa hadits Nabi dan Muwathatha’,
At-Tadwin). fatwa sahabat dan Musnad dan Jami’
aqwal sahabat

12
KODIFIKASI Penghimpunan san Referensi Mu’jam, Mustadrak,
penertiban secara (muraja’ah) pada Zawa’id, Jami’ dan
sistematik (al-Jam’u buku-buku lain-lain
wa at-Tandzhim) sebelumnya tetapi
lebih sistematis

Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadits, yaitu kekhawatiran


hilangnya hadits dan kemurnian hadits.

D. SARAN
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari berbagai
referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan,
sehingga terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah perkembangan hadist. Dan
kami berharap dari refisian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009.
Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Idri. Studi Hadist. Jakarta: Kencana, 2010.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadist. Jakarta: Amzah, 2012.
PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Haditst. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Solahudin, Agus. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadist. Malang: UIN Maliki Press, 2010
Suparta, Munzier. Ilmu Hadist. Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadist. Medan: Citapustaka Media Perintis, 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai