Oleh :
DosenPengampu:
Dr. Abdurahman Sakka Lc. M. Pd. I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah sumber pertama syariat islam dan As-Sunnah adalah
sumber kedua. As-Sunnah merupakan penjelas Al-Quran, pemerinci hukum-
hukumnya, dan mengeluarkan furu’ ‘cabang’ dari ushul ‘pokok-nya. As-
Sunnah adalah praktik nyata ajaran islam yang dilakukan oleh Rasulullah
Muhammad saw untuk semua umat manusia.
kaum muslimin sejak masa Rasulullah saw sampai sekarang
mematuhioo As-Sunnah dan tetap menjadikannya sumber hukum dan
penuntun akhlak di samping Al-Quran, sampai Allah memusakakan bumi dan
segala yang ada di dalamnya.
Berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah merupakan rahasia
kesuksesan dan kemajuan umat islam, sesuai dengan sabda Rasulullah.,
“Aku tinggallkan dua hal untuk kalian, yang kalian tidak akan tersest
apabila berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah hadits pada masa Nabi Saw ?
2. Bagaimana Pekembangan hadits Pada masa Khulafa Ar-Rasyidin?
3. Bagaimana perkembangan hadits pada masa Tabi’in?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Periode ini di sebut ‘Ashr Al-Wahyi wa At- Taqwin (masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat islam). Pada periode inilah, hadits lahir berupa
sabda (aqwal), af’al, dan taqrir nabu yang berfungsi menerangkan Al-quran untuk
menegakkan syariat.
Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak langsung.
Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi saw. Memberi ceramah,
pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun
penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau
dari utusan-utusan, baik dari utusan yang di kirim oleh nabi ke daerah-daerah atau
utusan daerah yang datang kepada nabi.
Pada masa nabi saw, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat
sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di
kalangan sahabat masih kurang, nabi menekankan untuk menghapal, memahami,
memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadits dalam amalan sehari-hari,
serta mentabliqkannya kepada orang lain.
Nabi saw menjadi pusat perhatian para sahabat apa pun yang di datangkan
oleh Nabi Muhammad saw baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan
merupakan referensi yang di buat pedoman dalam kehidupan sahabat.
Setiap sahabat mempuyai kedudukan tersendiri di hadapan Rasulullah
saw, adakalanya disebut dengan “as-sabiqun al-awwalin” yakni para sahabat yang
pertama masuk islam. Ada juga sahabat yang sungguh-sungguh menghapal hadits
semisal Abu Hurairah. Dan ada juga yang usianya lebih panjang dari sahabat yang
lain yang mana mereka lebih banyak menghapalkannya seperti Anas bin Malik.
Demikian juga ada sahabat yang dekat sama Rasulullah saw seperti Aisyah,
ummu salamah, dan khulafaur rasidin, semakin erat dan lama bergaul semakin
banyak pula hadits yang diriwayatkan dan divaliditasnya tidak diragukan.
4
1
Lihat Hadits Nabi sebelum dibukukan, DR.M.Ajaj Al-Khathib
2
Arief Raihan, “sejarah perkembangan hadist dari zaman Rasulullah hingga sahabat”,
https://knowledgeisfree.blogspot.com/2015/11/makalah-sejarah-perkembangan-hadist.html
5
saat bertemu pada hari jum’at dan hari raya. Cara rasulullah saw
menyampaikan tausiah tersebut kepada para sahabat lain yang tidak hadir.3
2. Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist.
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadist adalah bertanya
langsung kepada Nabi saw. Dalam problematika yang dihadapi oleh
mereka, seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Tapi perlu diketahui ,
tidak selamanya para sahabat bertanya langsung
Dalam kitab Manna’ Al-Qattan Tarkh al- Tashyri al- islami Kairo
disebutkan bahwa : kebayakan sahabat untuk menguasai hadist nabi saw
melalui hapalan dan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk
mengumpulkan al-quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka
timbul kesamaran dengan al-quran4
3. Larangan menulis hadist dimasa nabi Muhammad saw
Hadist pada zaman nabi Muhammad saw belum di tulis secara
umum sebagaimana al-quran. Hal ini di sebabkan oleh dua factor :
Para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan
otaknya, di samping alat-alat tulis masih kurang. Karena adanya larangan
menulis hadist nabi
Abu Sa’id al-Khudri berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :
ال تكتبوا عني شيئا غير القران فمن كتب عني شيئا غير القران فليمحه
“janganlah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, dan
barangsiapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya.” ( H.R.
Muslim)
Larangan tersebut di sebabkan karena adanya kekhawatiran
bercampur aduknya hadist dengan al-quran, atau mereka bias melalaikan
al-quran, atau atau larangan khusus bagi orang yang di percaya
hafalannya.tetapi begi orang yang tidak lagi dikhawatirkan, seperti yang
3
Ibid.
4
Ibid.
6
pandai beca tulis, atau mereka khawatir akan lupa, maka penulisan hadist
bagi sahabat tertentu di perbolehkan.5
4. Aktivitas penulisan hadist.
Dalam Ulum al- hadist wal mustalahu di sebutkan Bahwasanya
sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah saw, ada yang
mendapatkan izin khusus dari Nabi saw, hanya saja kebanyakan dari
mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir
kehidupan.6
Keadaan sunnah pada masa Nabi saw belum dibukukan secara resmi,
walau ada beberapa sahabat yang menulisnya karena di perbolehkan oleh Nabi
saw, hadist yang di ceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi saw bersabda:
اكتب فوالذي نفسي بيده ما خرج منه اال الحق
“tulislah!, demi zat yang diriku didalm kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku
kecuali yang hak” .(Sunan al-Darimi)
Adanya larangan dan pembolehan penulisan hadist tampak bertentangan,
maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi awal-awal islam untuk
memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-quran. Tetapi setekah itu
jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal al-
quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang
membolehkannya.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Setelah Nabi Muhammad Saw. wafat, para sahabat tidak dapat lagi
mendengar sabda sabdanya, tidak bisa lagi melihat perbuatan-perbuatannya
dan hal-ihwalnya secara langsung. Untuk mengenangnya dan melestarikan
ajaran-ajarannya, periwayatan hadis mulai berkembang dari para sahabat
kepada kaum muslimin lainnya. Para sahabat yang diibaratkan laksana
meneguk air yang jernih yang langsung dari sumbernya, mereka berkomitmen
untuk tidak mendustakan Nabi Muhammad Saw.. Mereka adalah orang orang
pilihan yang rela mengorbankan segenap harta, jiwa dan raga untuk dakwah
Islam. Periode perkembangan hadis pada masa ini dikenal dengan zaman al-
Tasabbut wa al-Iqlal min ar-Riwayah, yakni periode membatasi hadis dan
menyedikitkan riwayat yang terjadi diperkirakan antara tahun 12-40-an H.
Hal ini dilakukan karena para sahabat pada periode ini lebih berkonsentrasi
terhadap pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an. Hal ini sangat nampak
dilakukan oleh para sahabat besar khususnya adalah Khulafa ar Rasyidin
(Abu Bakar as-Siddiq, ‘Umar bin al-Khatthab, ‘Usman bin Affan, dan ‘Ali
bin Abi Talib ra.). Sebagai akibatnya, periwayatan hadis kurang mendapat
perhatian, bahkan mereka berusaha untuk selalu bersikap hati-hati dan
membatasi dalam meriwayatkan hadis. Kehati-hatian dan pembatasan dalam
meriwayatkan hadis yang dilakukan oleh para sahabat ini lebih disebabkan
adanya kekhawatiran akan terjadinya kekeliruan dalam meriwayatkan hadis.
Karena hadis menduduki posisi kedua setelah Al-Qur’an dalam Islam, ia
harus selalu dijaga keotentikannya sebagaimana penjagaan terhadap Al-
Qur’an. Oleh sebab itu, para sahabat khususnya Khulafa ar Rasyidin dan para
sahabat lainnya berusaha keras untuk memperketat periwayatan hadis. Para
sahabat menyampaikan dan menjaga hadis dengan hati-hati supaya tidak
terjadi kesalahan dengan cara tidak meriwayatkan kecuali pada saat
dibutuhkan melalui penelitian yang mendalam.
8
periwayatan hadis selalu dipegang oleh ‘Usman bin Affan. Hanya saja,
usaha yang dilakukan oleh ‘Usman bin Affan tidak setegas yang dilakukan
oleh ‘Umar bin al-Khattab ra. Sikap kehati-hatian ‘Usman ini dapat dilihat,
misalnya, pada saat beliau berkhutbah, di mana beliau meminta kepada
para sahabat untuk tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak
pernah mendengar hadis tersebut pada masa Abu Bakar as-Siddiq ra dan
‘Umar bin al-Khattab ra. Dengan pernyataan ini, ‘Usman ingin
menunjukkan bahwa dalam persoalan periwayatan hadis dirinya ingin juga
bersikap hatihati seperti yang dilakukan oleh khalifah pendahulunya. Sikap
kehati-hatian yang dilakukan ‘Usman ini tentunya juga berpengaruh
kepada banyak sedikitnya beliau meriwayatkan hadis. Ahmad bin Hambal
misalnya, meriwayatkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Usman bin
Affan ini tidak lebih dari empat puluh buah hadis. Itupun banyak matan
hadis yang terulang karena perbedaan sanad. Atau dengan kata lain,
jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Usman bin Affan tidak sebanyak
jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Umar. Walaupun ‘Usman dalam
khutbahnya menyerukan umat Islam untuk berhati- hati dalam
meriwayatkan hadis, pada zaman ini kegiatan umat Islam dalam
meriwayatkan hadis telah lebih banyak jika dibandingkan dengan kegiatan
periwayatan hadis pada zaman dua khalifah sebelumnya. Hal ini
disebabkan karena selain pribadi ‘Usman yang tidak sekeras ‘Umar, juga
karena semakin luasnya wilayah Islam sehingga mengakibatkan
bertambahnya kesulitan pengendalian periwayatan hadis secara ketat.
7
(Mudasir.1999). Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Setia.
13
8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid
11
Ibid
14
Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar dan Abdullah bin
Sulaiman Ath-Thawil.12
6. Diantara para sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah
Mas’ud bin Al-Aswad Al-Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para
tabi’in yang munc ul disini adalah Ziyad bin An-Am Al-Mu’afil,
Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin Abi
Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar.13
7. Diantara para sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin
jabal dan Abu Musa Al-Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini
diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan Wahab bin Munabah,
Tawus dan Mamar bin Rasid.14
8. Diantara para sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah
bin Qasim Al-Aslami, dan Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-
Anshari, Yahyab bin Sabih Al-Mugari.15
12
Ibid
13
Ibid
14
Ibid
15
Ibid
16
Ibid
15
DAFTAR PUSTAKA