Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH KODIFIKASI HADIS

NAMA : NUR SAIDAH RANGKUTI


NIM : 0305202121

A. PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Hadis merupakan pedoman kedua bagi umat islam di dunia setelah Al Qur’an ,yang
tentunya memilikiperanan penting pula dalam disiplin ajaran islam.Dengan demikian
,keberadan Al Hadis dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al Qur’an.banyak
sekali liku liku dalam sejarah pengkodifikasian hadis yang berlangsung pada masa itu.

II. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kodifikasi hadis?
2. Bagaimana hadis pada masa rasulullah?
3. Bagaimana hadis pada masa sahabat?
4. Bagaimana pengkodifikasian hadis secara resmi?

III. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian kodifikasi .
2. Dapat mengetahui hadis pada masa rasulullah.
3. Dapat mengetahui hadis pada masa sahabat.
4. Dapat mengetahui pengkodifikasian hadis secara resmi.

1
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian kodifikasi hadis


Kata kodifikasi dalam bahas arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti
mengumpulkan dan menyusun.secara istilah kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan
hadis Nabi secara rinci berdasarkan perintah khalifah dengan melibatkan personel yang
ahli dalam masalah ini,bukan yang dilakukan secara perseorangan atau untuk
kepentingan pribadi.
Dengan kata lain kodifikasi hadis adalah penghimpunan ,penulisan ,dan
pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa Negara bukan dilakukan atas
inisiatif perorangan atau kepentingan pribadi.kodifikasi hadis dimaksudkan untuk
menjaga hadis Nabi dari kepunahan dan kehilangan baik dikarenakan banyaknya
periwayat penghafal hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis hadis palsu
yang dating mengacaubalaukan keberadaan hadis hadis Nabi.

2. Hadits Pada Masa Rasulullah.


Ketika Rasulullah saw.masih hidup ,beliau melarang untuk menulis dan
mencatat sesuatu dari beliau.kebijaksanaan itu sangat penting agar selurul isi Al Qur’an
dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya sebagai wahyu allah semata,tidak
tercampur dengan perkataan Nabi Muhammad saw sendiri.yang diperintahkan untuk
dicatat hanya wahyu saja.selain dari itu dilarang.seluruh hadis pada masa Rasulullah
berada dalam hafalan dan ingatan para sahabat saja.
Namun demikian,ada beberapa orang yang sempat mencatat hadis nabi saw
dan mereka itu adalah orang orang yang benar benar dapat menjamin tidak akan
mencampur adukkan antara Al Qur’an dan hadis nabi saw.misalnya, ucapan Rasulullah
ketika Abdullah bin Amr bin Ash bertanya kepada beliau:”Tulislah apa yang anda
dengar dariku .demi tuhan yang jiwaku dalam kekuasanya ,tidak keluar dari mulutku
selain kebenaran”.
Dari uraian diatas ,kita ketahui bahwa larangan mencatat hadis ditujukan pada
umum,dan ada izin yang diberikan kepada orang orang tertentu.

3. Hadis pada Masa Sahabat.


Sebetulnya, kodifikasi hadis telah dilakukan sejak jaman para sahabat
.namun,hanya beberapa orang saja diantara mereka yang menuliskan dan memyampaikan
hadis dari apa yang mereka tulis .Disebutka dalam shahih al –Bukhari ,di kitab al-
ilmu,bahwa Abdullah bi Amr biasa menulis hadis.Abu Hurairah berkata,”tidak ada dari

2
seorang pun dari sahabat Rasulullah saw yang lebih banyak hadisnya dari aku kecuali
Abdullah bin Amr,karena ia biasa menulis sementara aku tidak .”
Namun,kebanyakan mereka hanya cukup mengandalkan kekuatan hapalan
yang mereka miliki.hal itu diantara sebabnya adalah karena diawal awal isalam Rasullah
sempat melarang menulis hadis karena khawatir tercampur dengan Al Qur’an.Dari Abu
Sa’id al khudri,bahwa Rasullah bersabda ,”janganlah menulis dariku selain Al
Qur’an,maka hapuslah .sampaikanlah dariku dan tidak perlu segan”.(HR Muslim).

4. Pengkodifikasian Hadis Secara Resmi


Kodifikasi hadis secara resmi dipelopori Khalifah Umar bin Abdul
Aziz(khalifah kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-
101H).Dia menginstruksikan kepada para gubernur di semua wilayah islam untuk
menghimpun dan menulis hadis hadis nabi.
Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi hadis yang menghapal
hadis-hadis tersebut dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya.beliau khawatir
apabila tidak sengera di kumpumpulkan dan di bukukan dalam buku-buku hadis dari
para perawinya,mungkin hadis-hadis itu akan lenyap bersama lenyapnya para
penghapalnya .tergerak hati khalifah untuk mengumpulkan hadis nabi dari para
penghapal yang masih hidup.
Sekurang-kurangnya,ada dua hal pokok alasan yang mendorong “umar bin”abd
al-aziz untuk mengambil sikap seperti ini.pertama,ia khawatir hilangnya hadis dengan
meninggalnya para ulama di medan perang.kedua,ia khawatir akan tercampurnya antara
hadis yang shahih dengan hadis yang palsu.

Pengkodifikasian hadis dapat dibagi ke dalam tiga periode, yaitu periode at-tâbi’în,
periode tâbi’ at-tâbi’în, dan periode setelah tâbi’ at-tâbi’în.
1. Periode At-Tâbi’în
Pada tahun 100 H, Khalifah ‘Umar bin ‘Abd Al-’Azîz memerintahkan kepada
Gubernur Madinah, Abû Bakar bin Muḥammad bin Amîr bin Ḥazm untuk membukukan
hadis-hadis nabi dari para penghapal.
ُ ‫ا ْنظُ ُروا حديثَ رسو ِل هللاِ صلَّى هللا عليه َو سلَّم فَا ْج َمعُوه‬
Artinya: “Lihatlah Hadis Rasulullah kemudian himpunlah ia.”
Selain kepada gubernur Madinah, Khalifah juga menulis surat kepada gubernur
lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat
kepada Abû Bakar Muḥammad bin Muslim bin ‘Ubaidillâh bin Syihâb Az-Zuhrî.
Kemudian, Syihâb Az-Zuhrî mulai melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga
menjadi salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadis.

3
Setelah generasi Az-Zuhrî (w. 124 H), pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibnu
Juraij (w. 150 H), Ar-Rabî’ah bin Shâbih (w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama
lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa
pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempurna.
Pada masa pemerintahan bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II H,
dilakukan upaya penyempurnaan. Sejak saat itu, tampak gerakan secara aktif untuk
membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukukan dan penulisan hadis Rasul SAW.
Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada
pembaca, antara lain Al-Muwaththâ` oleh Imâm Malik dan Al-Musnad oleh Imâm Asy-
Syâfi’î.

2. Periode Tâbi’ At-Tâbi’în


Periode Tâbi’ At-Tâbi’în artinya periode pengikut Tâbi’în yakni pada abad III
dan IV Hijriah. Pada periode abad 3 H ini disebut masa kejayaan sunnah, karena pada
masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah serta pembukuannya mengalami
puncak keberhasilan yang luar biasa.
Pembukuan hadis itu dilanjutkan secara lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis,
seperti Bukhârî, Muslim, Tirmidzî, Nasâ`î, Abû Dâwud, Ibnu Mâjah, dan lain-lain.
Dari mereka, dikenal Kutub As-Sittah (kitab yang enam), seperti Shaḥîḥ Al-
Bukhârî, Shaḥîḥ Muslim, Sunan An-Nasâ`î, dan Sunan At-Tirmidzî.

3. Periode Setelah Tâbi’ At-Tâbi’în


Pada periode ini disebut penghimpunan dan penertiban, atau Al-Jâmi’ wa At-
Tartîb. Ulama yang hidup pada abad 4 H dan berikutnya disebut
ulama muta`akhkhirîn atau khalaf (modern) sedang yang hidup sebelum abad ini disebut
ulama mutaqaddimîn atau ulama salaf (klasik).
Perbedaan mereka dalam periwayatan dan kodifikasi hadis, adalah
ulama mutaqaddimîn menghimpun hadis Nabi dengan cara langsung mendengar dari
guru-gurunya kemudian mengadakan penelitian sendiri baik matan dan sanad-nya.
Sedang ulama muta`akhkhirîn mengutip dan mereferensikan periwayatannya dari kitab-
kitab mutaqaddimîn. Oleh karena itu, tidak banyak penambahan hadis pada abad ini dan
berikutnya kecuali hanya sedikit. Namun, dari segi teknik pembukuan, lebih sistematik
dari pada masa-masa sebelumnya.
Di antara kegiatan pengkodifikasian hadis pada periode ini adalah dalam
bentuk mu’jam, shaḥîḥ, mustadrak, sunan, al-jam’u, ikhtishâr, istikhrâj, dan syaraḥ.
Selanjutnya akan dibahas mengenai metode-metode penulisan dan pembukuan hadis yang
ada sejak masa sahabat nabi SAW masih hidup, sampai masa setelah tâbi at-tâbi’în.

4
C. KESIMPULAN

Dari serangkaian pembahasan pada makalah ini, maka penulis dapat memberikan
beberapa kesimpulan.
Pertama, tidak dilakukannya kodifikasi hadis nabi Muhammad SAW secara resmi pada
masa nabi, lebih diutamakan karena masih adanya kekhawatiran terjadinya pencampur-adukkan
antara hadis dengan Al-Qur’an, juga supaya pada masa itu, kaum muslimin sibuk dalam
menghapalkan, dan menuliskan Al-Qur’an ketimbang menulis hadis nabi.
Kedua, pada masa sahabat, tâbi’în, dan tâbi at–tâbi’în, maupun generasi sesudahnya,
diperbolehkan menuliskan hadis karena sebab-sebab pelarangannya dirasa telah hilang. Sebab-
sebab itu antara lain kekhawatiran terjadinya campur aduk antara hadis dengan Al-Qur’an.
Hingga tujuan mereka menjadi memelihara Al-Qur’an dan sunnah, sehingga ada garis pembeda
antara keduanya.
Ketiga, kegelisahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abd Al-‘Azîz akan lenyapnya sunnah dan
menyusupnya pemalsuan terhadap sunnah itu. Sehingga beliau memerintahkan para ulama pada
zaman itu untuk menghimpunnya dan memerintahkan kepada mereka yang berkuasa di berbagai
wilayah Islam untuk memberikan perhatian serius terhadapnya.

5
D. DAFTAR PUSTAKA

https://haniefmonady.wordpress.com/2015/11/01/masa-kodifikasi-hadis/
Studi Hadis/2010/DR. H. Idri, M.Ag/PT. Fajar Inter Pratama Mandiri
Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an Hadis/2014/Drs. Abd. Wadud MA/ PT. Karya Toha Putra

Anda mungkin juga menyukai