A. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Hadis merupakan pedoman kedua bagi umat islam di dunia setelah Al Qur’an ,yang
tentunya memilikiperanan penting pula dalam disiplin ajaran islam.Dengan demikian
,keberadan Al Hadis dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al Qur’an.banyak
sekali liku liku dalam sejarah pengkodifikasian hadis yang berlangsung pada masa itu.
III. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian kodifikasi .
2. Dapat mengetahui hadis pada masa rasulullah.
3. Dapat mengetahui hadis pada masa sahabat.
4. Dapat mengetahui pengkodifikasian hadis secara resmi.
1
B. PEMBAHASAN
2
seorang pun dari sahabat Rasulullah saw yang lebih banyak hadisnya dari aku kecuali
Abdullah bin Amr,karena ia biasa menulis sementara aku tidak .”
Namun,kebanyakan mereka hanya cukup mengandalkan kekuatan hapalan
yang mereka miliki.hal itu diantara sebabnya adalah karena diawal awal isalam Rasullah
sempat melarang menulis hadis karena khawatir tercampur dengan Al Qur’an.Dari Abu
Sa’id al khudri,bahwa Rasullah bersabda ,”janganlah menulis dariku selain Al
Qur’an,maka hapuslah .sampaikanlah dariku dan tidak perlu segan”.(HR Muslim).
Pengkodifikasian hadis dapat dibagi ke dalam tiga periode, yaitu periode at-tâbi’în,
periode tâbi’ at-tâbi’în, dan periode setelah tâbi’ at-tâbi’în.
1. Periode At-Tâbi’în
Pada tahun 100 H, Khalifah ‘Umar bin ‘Abd Al-’Azîz memerintahkan kepada
Gubernur Madinah, Abû Bakar bin Muḥammad bin Amîr bin Ḥazm untuk membukukan
hadis-hadis nabi dari para penghapal.
ُ ا ْنظُ ُروا حديثَ رسو ِل هللاِ صلَّى هللا عليه َو سلَّم فَا ْج َمعُوه
Artinya: “Lihatlah Hadis Rasulullah kemudian himpunlah ia.”
Selain kepada gubernur Madinah, Khalifah juga menulis surat kepada gubernur
lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat
kepada Abû Bakar Muḥammad bin Muslim bin ‘Ubaidillâh bin Syihâb Az-Zuhrî.
Kemudian, Syihâb Az-Zuhrî mulai melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga
menjadi salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadis.
3
Setelah generasi Az-Zuhrî (w. 124 H), pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibnu
Juraij (w. 150 H), Ar-Rabî’ah bin Shâbih (w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama
lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa
pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempurna.
Pada masa pemerintahan bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II H,
dilakukan upaya penyempurnaan. Sejak saat itu, tampak gerakan secara aktif untuk
membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukukan dan penulisan hadis Rasul SAW.
Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada
pembaca, antara lain Al-Muwaththâ` oleh Imâm Malik dan Al-Musnad oleh Imâm Asy-
Syâfi’î.
4
C. KESIMPULAN
Dari serangkaian pembahasan pada makalah ini, maka penulis dapat memberikan
beberapa kesimpulan.
Pertama, tidak dilakukannya kodifikasi hadis nabi Muhammad SAW secara resmi pada
masa nabi, lebih diutamakan karena masih adanya kekhawatiran terjadinya pencampur-adukkan
antara hadis dengan Al-Qur’an, juga supaya pada masa itu, kaum muslimin sibuk dalam
menghapalkan, dan menuliskan Al-Qur’an ketimbang menulis hadis nabi.
Kedua, pada masa sahabat, tâbi’în, dan tâbi at–tâbi’în, maupun generasi sesudahnya,
diperbolehkan menuliskan hadis karena sebab-sebab pelarangannya dirasa telah hilang. Sebab-
sebab itu antara lain kekhawatiran terjadinya campur aduk antara hadis dengan Al-Qur’an.
Hingga tujuan mereka menjadi memelihara Al-Qur’an dan sunnah, sehingga ada garis pembeda
antara keduanya.
Ketiga, kegelisahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abd Al-‘Azîz akan lenyapnya sunnah dan
menyusupnya pemalsuan terhadap sunnah itu. Sehingga beliau memerintahkan para ulama pada
zaman itu untuk menghimpunnya dan memerintahkan kepada mereka yang berkuasa di berbagai
wilayah Islam untuk memberikan perhatian serius terhadapnya.
5
D. DAFTAR PUSTAKA
https://haniefmonady.wordpress.com/2015/11/01/masa-kodifikasi-hadis/
Studi Hadis/2010/DR. H. Idri, M.Ag/PT. Fajar Inter Pratama Mandiri
Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an Hadis/2014/Drs. Abd. Wadud MA/ PT. Karya Toha Putra