Anda di halaman 1dari 14

Nama : Gusti M Fikri Ibnu Surian

Kelas : X Agama 1
Absen : 10
Materi : Sejarah Perkembangan
Hadis
A. Pekembangan Hadis pada Masa Rasulullah Saw.

Ahli sejarah hadis menyebut periode masa Rasulullah saw. merupakan masa
turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. Periode itu dimulai saat
turunnya wahyu pertama kali, kemudian berlanjut dengan terbentuknya komunitas
muslim di Mekah dan masyarakat Islam di Madinah, serta berakhir dengan wafatnya
Rasulullah saw.

1. Kebijakan Rasulullah saw. terhadap Hadis


Sikap Rasulullah saw. terhadap hadis-hadisnya dan penulisan hadis para sahabat
terkait hadis yang ada pada masanya dapat diperhatikan dalam beberapa adis
berikut.

Dalam hadis riwayat Muslim dari Abu Said al-Hudriy, Rasulullah saw. pernah
melarang sahabat menulis selain Al-Qur’an dan memerintahkan mereka untuk
menghapusnya. Rasulullah saw. tidak melarang untuk menyebarkannya dari
mulut ke mulut melalui hafalan mereka.
Di penghujung hadis dijelaskan bawha siapa pun yang
memalsukan hadis Rasulullah saw. diancam dengan siksaan
api neraka. Hal tersebut didasarkan pada hadis berikut.
Merespon sikap tesebut para sahabat pun memusnakan tulisan-tulisan
mereka itu dengan membakarnya. Setelah itu, mereka pun bertanya, “
Apakah mereka masih diperkenankan untuk menyampaikan keterangan
dari Rasulullah saw.?” Rasulullah saw. pun memperbolehkan dan
memberi catatan bahwa barang siapa yang berbohong atas namanya
diancam denagan siksa api neraka . Penjelasan secara lenkap mengenai
hal tersebut dapat dilihat pada hadis berikut.
Menjelang berakhirnya masa kerasulannya, Nabi Muhammad. juga
pernah menyampaikan tentang haram/sucinya darah, harta, dan
kehormatan kaum muslimin, sebagaimana sucinya hari dikuasinya
Mekah (Fathu Makkah) yang tidak boleh diambil secara zalim.
Selanjutnya, beliau juga memerintahkan agar yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir. Ini menunjukkan perintah
untuk menyebarkan hadisnya. Hal itu sesuai denagn hadis berikut.
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Syuhudi Ismail (1987)
menjelaskan dengan mengutip pendapat ulama terkait
penulisan hadis pada masa Rasulullah saw. sebagai berikut.

a. Larangan penulisan hadis telah dimansukh oleh perintah untuk menuliskannya.


b. Larangan penulisan hadis adalah larangan yang besifat umum, dengan
perkecualian atas beberapa sahabat yang diizinkan (bahkan diperintahkan) untuk
menuliskannya.
c. Larangan penulisan hadis ditujukan kepada meraka yang dikhawatirkan akan
mencampuradukkan dengan penulisan Al-Qur’an, yang tidak berlaku bagi mereka
yang dapat menjaga kemurnian dalam penulisan Al-Quran
d. Larangan penulisan hadis yang dimaksud adalah penulisan dalam bentuk
kodifikasi formal hadis dalam bentuk mushaf yang dapat menjadi “saingan” Al-
Qur’an yang ketika itu masih dalam proses penurunan dan sekaligus
pengodifikasiannya, sedangkan sekadar catatan-catatan yang bersifat pribadi
tidak dilarang.
e. Larangan penulisan hadis berlaku sepanjang proses penurunan Al-Qur’an
belum selesasi. Begitu selesai proses penurunannya, diperbolehkan menulisan
hadis karena tidak ada illat hukum yang melarangnya, yakni ditakutkan akan
bercampurnya hadis dengan Al-Quran.
2. Kumpulan Catatan Hadis pada Masa Rasulullah saw.

Dr. Muhammad Musthafa al-A’zamy dalam penelitiannya


menemuka tidak kurang dari 50 orang sahabat yang memiliki
kumpulan catatan hadis. Dari sahifah-sahifah para sahabat itu
terhimpun lebih dari 10.000 hadis. Para sahabat yang memiliki
sahifah tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Abdullah Ibn Amr Ibn Ash


b. Jabir bin Abdullah al- Ashariy
c. Abdullah bin Abi Aufa
d. Samurah bin Jundab
e. Ali bin Abi Thalib
f. Abdullah Ibnu Abbas
g. Abu Bakar as-Siddiq
B. Periode Kedua Abad I Hijriah (10-40 H)/
Pada periode kedua abad I Hijriah dinamakan sebagai zaman kehati-hatian dan
penyerdehanaan riwayat, dimulai sejak wafatnya Rasulullah saw yang dilanjutkan dengan
masa kekhalifahan Abu Bakar hingga berakhirnya kekhalifahan Ali bin Abi Talib.

1. Kebijakan Khulafaur Rasyidin


a. Khalifah Abu Bakar dan Umar i khattab
Pada periode ini, kedua khaifah menyerukan kepada umat Islam agar sangat
berhati-hati dam meriwayatkan hadis. Untuk itu, keduanya meminta para sahabat agar
menyelidiki riwayat hadis yang beredar. Kebijakan ini diambil dengan maksud agar
1) terpelihara kemurnia Al-Qur’an;
2) tercurahnya perhatian umat Islam pada pengkajian dan penyebaran Al-Qur’an; dan
3) tidak ceroboh dalam meriwayatkan hadis.

Selain hal tersebut, hal yang poerlu diingat pada periode itu Al-Qur’an masih berada
dalam tahap dihafal oleh para sahabat dan dirintis pengodifikasiannya dalam bentuk
mushaf. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika fokus kebijakan resmi kekhalifan pada
periode itu pembukaan Al-Qur’an, tidak pada hadis. Akibat dari kebijakan tersebut
terhadap perkembangan hadis adalah
1) terbatasnya periwayatan hadis;
2) belum berkembangnya hadis menjadi bidang kajian yang spesifik; dan
3) pengetahuan dan penghafalan hadis masih bersifat individual.
Kebijakan yang dilakukan kedua khalifah tersebut tidak hanya sekedar himbauan tanpa
contoh nyata. Berdasarkan riwayat Hakim dari Aisyah, Abu Bakar membakar sahifah yang
berisi 500 hadis yang pernah dicatatnya dari Rasulullah saw.

b. Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib


Kebijakan pada masa kedua khalifah terakhir periode kedua abad I Hijriah tidak
jauh berbeda dengan kedua khalifah pendahulunya, yakni sangat selektif dalam periwayatan
hadis. Sebagaimana diketahui bahwa Khalifah Usman fokus pada penyempurnaan penulisan
Al-Qur’an menjadi mushaf sehingga tidak menjadi perhatian utamanya.

Semetara itu, pada masa Khalfah Ali, keadaan konflik intern umat Islam yang tinggi
juga menyita perhatian umat Islam, sehingga berdampak pada kajian hadis tidak menjadi
prioritas kebjakan khalifah. Namun demikian, kehati-hatian Khalifah Ali dalam penyebaran
hadis terlihat dalam salah satu khotbahnya yang meminta siapa pun yang memiliki catatan
agar menghapusnya, mengingat banyak umat sebelum kaum muslimin yang binasa mengikuti
pembicaraan para ulama dan meninggalkan kitab Tuhan mereka.

2. Periwayatan Hadis di Kalangan Umat Islam


Di penghujung masa Khulafaur Rasyidin banyak sahabat besar yang wafat dan
para sahabat kecil banyak yang melakukan pelawatan ke luar Madinah. Kebanyakan
mereka meriyatkan dari mulut ke mulut secara lafziyah maupun maknawiyah
berdasarkan haflan dan tulisan yang pernah ada. Di antara yang sedikit menuliskannya
dan jejaknya masih dapat kita saksikan hari ini adalah sahifah yang ditulis oleh Human bin
Munabbih.
C. Periode Ketiga Abad I Hijriah (41-100 H)/
Pada masa itu penyebaran Islam sudah mencapai Syam, Irak, Mesir, dan
Samarkand, bahkan pada tahun 93 H sudah ke Spanyol. Konsekuensi dari perluasan ini,
sebagian sahabat besar pun ditugaskan untuk menduduki jabatan pemrintahan di kota-kota
tersebut yang juga berpengaruh pada penyebaran Hadis.

Ada tiga hal yang menyebabkan umat Islam pada periode ini mulai memperhatikan
kajian hadis, antara lain sebagai berikut.
1. Telah dibukukannya Al-Qur’an secara resmi oleh Khalifah Usman bin Affan tanpa ada
perselisihan di antara para sahabat tentang keakuratannya.
2. Kompleksitas permasalahan yang mereka hadapi sering dengan meluasnya wilayah
Islam memerlukan petunjuk yang lebih banyak dari hadis Nabi saw. di samping Al-Qur’an.
3. Banyaknya sahabat besar yang meninggal dunia, sementara masih banyak yang hidup
terpencar ke berbagai pelosok Jazirah Arab. Hal itu memaksa para sahabat kecil dan tabi’in
besar yang ingin mengetahui hadis-hadis mendatangi mereka untuk menanyakan hadis-hadis
yang pernah mereka peroleh dari Rasulullah saw.

D. Periode Keempat Abad II Hijriah (10-200 H)/


Sejerawan hadis menyebut periode ini dengan sebutan Masa Penulisan dan
Pembukaan Hadis. Khalifah pertama yang memepolori penulisan hadis Nabi saw. adalah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi Khalifah Umar
memerintahkan penulisan hadis tersebut.
1. Telah dibukukannya Al-Qur’an secara resmi di masa Khalifah Usman bin Affan tanpa ada
perselisihan antarpara sahabat dan telah tersebarnya di kalangan umat Islam menghilangkan
kekhawatiran tercampurnya Al-Qur’an dengan hadis.
2. Banyaknya para sahabat yang meninggal dunia, baik karena faktor usia maupun karena
peperangan sehingga dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi hadis sebagai sumber ajaran
Islam.
3. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi umat Islam akibat meluasnya wilayah Islam
memerlukan pentunjuk dari hadis-hadis Rasulullah saw., di samping Al-Qur’an itu sendiri.
4. Banyaknya peredaran hadis maudu’ (hadis palsu) di kalangan umat Islam yang dapat merusak
kemurnian ajaran Islam.

Unutk keperluan penulisan hadis secara resmi, pada tahun 100 Hijriah, Khalifah Umar Ibn Abdul
Azis mengintruksikan para Gubernur dan ulama untuk membukukan hadis secara resmi. Instruksi
tersebut langsung memerintahkannya untuk membukukan hadis-hadis yang dihafal para penghafal
hadis di Madinah di antaranya adalah
1. Amrah binti Abdir Rahman Ibn Zurarah Ibn ‘Ades, seorang ahli fuqaha, murid ‘Aisyah
r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/724 M); dan
2. Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar As-Siddiq (107 H/725 M), seseorang pemuka tabiin
dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.

Selain Muhammad Ibn Hazm, ada ulama hadis yang membukukan hadis atas instruksi Khalifah y
ang terkenal sebagai ulama besar di Hijaz dan Syam bernama Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim
Ibn Ubaidillah Ibn Syihab az-Zuhriy yang lebih dikenal dengan Muhammad Ibnu Syihab az-
Zuhriy. Beliau berhasil membukukan banyak hadis Nabi saw. lalu mengirimkan hasilnya kepada
penguasa-penguasa daerah. Selanjutnya, masa pembukuan hadis yang kedua terjadi pada masa
Khalifah-Khalifah Abbasiyah, di antaranya adalah Khalifah Abu Abbas as-Saffah yang menganjurkan
1. Ibnu Juraij (80-150 H) di Mekah
2. Ibnu Ishaq (wafat 150 H) dan Malik bin Anas (93-179 H) di Madinah
3. Al-Rabi’ Ibnu Shabih (wafat 160 H), Said Ibnu Abi Arudah (wafat 156 H) dan Hammad Ibn
Salamah (wafat 176) di Basrah
4. Sufyan Ats-Tsaury (wafat 161 H.) di Khuffah
5. Al-Auza’i (wafat 95 H) di Syam
6. Husyain Al-Wasithy (104-188 H) di Wasith
7. Ma’mar al-Azdy (95-153 H) di Yaman
8. Jarir Adh-Dhabby (110-188 H) di Rei
9. Ibn Mubarak (11-181 H) di Khurasan
10. Al-Laits Ibn Sa’ad (wafat 175 H) di Mesir

Kitab-kitab Hadis yang paling masyhur di kalangan ahli hadis yang dibukukan pada abad
kedua Hijriah di antaranya sebagai berikut.
1. Al-Muwatta’ yang disusun Imam Malik bin Anas (95-179 H) atas permintaan Abu
Ja’far al-Manshur
2. Musnad asy-Syafi’i yang disusun oleh Imam Syafi’i yang merupakan kumpulan hadis-
hadis dari kitab al-Umm.
3. Mukhtaliful Hadis susunan Imam Syafi’i yang berisi cara-cara menerima hadis
sebagai hujjah dan cara mengompromikan hadis yang sekilas tampak kontradiktif
4. Al-Siratun Nabawiyah karangan Ibnu Ishaq yang berisi perjalanan hidup Nabi
Muhammad saw. dan keterlibatannya dalam peperangan.
E. Periode Kelima Abad III Hijriah/
Sistem penulisan hadis pada periode ini dapat diklarifikasikan menjadi tiga,
yaitu Kitab Sahih, Sunan, dan Musnad.

1. Kitab Sahih
Pada sistem penulisan Kitab Sahih, hadis-hadis disusun dengan cara menghimpun
hadis-hadis yang berkualitas sahih dan tidak memasukkan hadis-hadis yang tidak sahih.
2. Kitab Sunan
Pada sistem penulisan kitab Sunan, hadis-hadis disusun dengan cara menghimpun
hadis-hadis yang berkualitas sahih dan daif.
3. Kitab Musnad
Pada sistem penulisan kitab Musnad, hadis-hadis disusun dengan cara
menghimpun seluruh hadis yang diterima penyusun.

Banyaknya kitab hadis yang dihasilkan sejak pembukuan sampai dengan abad ketiga
Hijriah ini, ulama Mutaakhirin dengan mendasarkan pada kualitas dan perhatian ulama
atas kitab-kitab tersebut, menetapkan kitab-kitab hadis standar sebagai berikut.

a. Al-Kutub al-Khamsah/Usulul Khamsah


b. Al-Kutub as-Sittah
c. Al-Kutub as-Sab’ah
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai