Anda di halaman 1dari 17

TUGAS ILMU HADIST

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 4:

Zakina Tri Ramadhani 30500122004

Rosyida 30500122022

Kiki dewi reski 30500122028

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah swt. atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Ilmu hadist
dengan tepat waktu

Dalam menyelesaikan tugas ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik itu dari teknik penulisan maupun materi yang kami paparkan, di karenakan
terbatasnya pengetauan yang kami miliki oleh karena itu segala bentuk saran serta
masukan dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.

Gowa, 23 0ktober 2022

PERIODE KEEMPAT (ABAD II HIJRY)

Periode ini, disebut:

‫عضو الكتابة والتدوي ن‬

Artinya: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadits


Periode keempat ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah
angkatan kedua (mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Abad II
Hijry (menjelang akhir masa dinasti Abbasiyah angkatan per tama).

A. INSTRUKSI UMAR BIN ABDUL AZIZ TENTANG PEN DEWANAN


HADITS

Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah meluas sampai


daerah-daerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para Sahabat menjadi
terpencar ke daerah-daerah Islam untuk mengem bangkan Islam dan membimbing
masyarakat setempat. Di samping itu, para Sahabat, karena faktor usia dan akibat
terjadinya peperangan peperangan, banyak yang telah meninggal dunia. Ini
berarti, bahwa pada awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah Sahabat
yang masih hidup semakin tinggal sedikit. Padahal, Hadits Rasul masih belum
dibukukan secara resmi.

Yang lebih parah lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah telah
makin berkembangnya Hadits-hadits palsu (Hadits Maudhu’) yang sudah tentu
dengan sendirinya, akan sangat mengancam kelestarian ajaran Islam yang benar.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Khu lafa’ur
Rasyidin tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya yang terpenting
adalah karena dikhawatirkan akan terjadi bercampur aduknya Al-Qur’an dengan
yang bukan Al-Qur’an, sedang pada saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz
memerintah, Al-Qur’an telah selesai dikodifisir secara resmi dan lestari. Dengan
demikian, maka bila Hadits hadits Rasul didewankan/dikodifikasikan, tidaklah
akan mengganggu kemurnian Al-Qur’an.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada peng hujung


tahun 100 Hijry, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat instruksi kepada
para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk
mendewankan/membukukan Hadits.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin
Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk menulis/mendewankan Hadits itu ialah:

1. Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak


dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits

2. Telah makin banyak para perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia.


Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera
dibukukan

3. Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh


ummat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti memer lukan
petunjukpetunjuk dari Hadits-hadits Rasul di samping petunjuk Al-Qur’an.

4. Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan


terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka langkah segera
yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus menyelamatkannya
dari pengaruh pemalsuan.

PELOPOR PENDEWAN (KODIFIKATOR) HADITS

Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah Umar bin


Abdul Aziz untuk mendewankan Hadits itu adalah Gubernur Madinah yang
bernama: Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Ibnu Hazm. Atau Muhammad Ibnu
Hazm.

Muhammad Ibnu Hazm, selain sebagai seorang Gubernur, juga scha gai
seorang Ulama.

Instruksi Khalifah itu berisi, supaya Gubernur segera membukukan


Hadits-hadits yang dihafal oleh penghafal-penghafal Hadits di Madinah, antara
lain.

1.Amrah binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades, seo rang ahli
Fiqih, murid Sayyidah Aisyah ra.
2. Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shiddiq, salah seo sang
pemuka Tabi’in dan salah seorang Fuqaha Tujuh (Yang dimaksud dengan Fuqaha
Tujuh ialah: 1. Al-Qasim; 2. Urwah Ibnu Zubair; 3. Abu Bakar Ibnu Abdir
Rahman; 4. Said Ibnu Musayyab; 5. Abdillah Ibnu Abdullah Ibnu Utbah 6.
Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit; dan 7. Sulaiman Ibnu Yassar).

Muhammad Ibnu Hazm, melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baik


Selanjutnya, instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga telah dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama Hadits, yang masyhur sebagai
Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Abu bakar Muhammad Ibnu Muslim
Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhry, yang dikenal juga dengan nama
Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.

Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil mendewankan


Haditshadits Rasulullah, lalu mengirimkan dewan-dewan Haditsnya itu kepada
penguasa-penguasa daerah.

Dengan demikian, maka pelopor pendewan (kodifikator) Hadits yang


pertama atas instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah:

1. Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H).


2. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry (wafat tahun 124 H)

Tentang kedua tokoh pemula pendewan Hadits ini, para ahli sejarah dan
Ulama Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai
Kodifikator/pendewan Hadits yang pertama, ialah Muhammad Ibnu Syi hab
AzZuhry.

Alasannya ialah, bahwa Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry mempu nyai


beberapa kelebihan dalam mendewankan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan
dengan Muhammad Ibnu Hazm

Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:

1. Dia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits, dibandingkan dengan


Ulama-ulama Hadits sezamannya
2. Dia mendewankan seluruh Hadits yang ada di Madinah, sedang yang dilakukan
oleh Muhammad Ibnu Hazm, tidak mencakup seluruh hadits yang ada di
Madinah.

3. Dia mengirimkan hasil pendewanannya kepada seluruh penguasa di daerah,


masing-masing satu rangkap; sehingga dengan demikian, lebih cepat tersebar.

Sayang sekali, bahwa kedua macam dewan Hadits tersebut, baik yang
disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syi hab
AzZuhry, telah lama hilang dan sampai sekarang tidak diketahui di mana berada.

Selanjutnyamad Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah masa


pendewanan ber ikutnya (sebagai masa pendewanan yang kedua), atas anjuran
Khalifah khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffali
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil mendewankan Hadits-hadits Nabi,
setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Syihab Az-Zuhry, di
antaranya ialah

1. Di Mekkah : Ibnu Juraij (80-150 H/699-767 M).

2. Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 151 H/768 M).

2. Malik bin Anas (93 H- 179 H/703-798M).

3. Di Bashrah : 1. Ar-Rabi’ Ibnu Shabih (wafat 160 H).


2. Said Ibnu Abi Arubah (wafat 156 H).

3. Hammad Ibnu Salamah (wafat 176 H).

4. Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th. 161 H).

5. Di Syam : Al-Auza’iy (wafat th. 156 H).

6. Di Wasith : Husyain Al-Wasithy (wafat th. 188 H/804 M).

7. Di Yaman : Ma’mar Al-Azdy (95-153 H/753-770 M).

8. Di Rei : Jarir Adl-Dlabby (110-188 H/728-804 M).


9. Di Khurasan : Ibnu Mubarak (118-181 H/735-797 M).

10. Di Mesir : Al-Laits Ibnu Sa’ad (wafat th. 175H).

Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan. Karenanya itu, sulit
ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pende wan/kodifikator
Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersa ma, telah berguru kepada
Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibou Syihab Az-Zuhry

KITAS KITAB HADTIS PADA PERIODE IV (ABAD II HURY)

Di antara kitab-kitab/dewan Hadits yang disusun pada abad II Hijry.


Periode IV ini, yang sangat mendapat perhatian dari kalangan Ulama, jalah

1. Al-Mawatha, disusun oleh Imam Malik bin Anas, atas permintaan Khalifah
Abu Ja’far Al-Manshur

2. Musnad Asy-Syafi’I, susunan Imam Syafi’I Dewan Hadits ini, meru pakan
kumpulan Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab beliau yang bernama “Al-
Um”.

3. Mukhtaliful fladits, disusun oleh Imam Syafi’i. Di dalamnya, dibahas tentang


cara-cara menerima Hadits sebagai hujjah dan cara-cara mengkompromikan
Hadits yang nampak kontradiksi satu sama lain.

4. As-Siratun Nabawiyah, disusun oleh Ibnu Ishaq. Berisi, antara lain tentang
perjalanan hidup Nabi dan peperangan-peperangan zaman Nabi.

SEKITAR KITAB AL-MUWATTHA


Kitab Al-Muwattha’ susunan Imam Malik, merupakan Kitab Hadits yang
tertua, yang sampai sekarang masih dapat disaksikan.

Kitab ini, disusun oleh Imam Malik atas permintaan Khalifah Abu Ja’far
Al-Manshur Al-Abbasy (Khalifah II Bani Abbas). Ada pendapat yang
menyatakan, bahwa kitab ini disusun oleh Imam Malik dalam Jangka waktu: 40
tahun.

Para Ulama sangat besar perhatiannya terhadap kitab Al-Muwattha’ ini.


Olehnya itu tidaklah mengherankan, bila banyak kitab yang berisi ikhtishar (Kitab
Mukhtashar) dan kitab Syarah dari kitab Al-Muwattha’ itu.

Salah seorang dari kalangan Khalifah Abbasiyah ada yang pernah meminta
kepada Imam Malik, agar kitab Al-Muwattha’ digantungkan di dinding
Ka’bah, agar semua orang yang ziarah ke Ka’bah dapat menyak sikannya dan
dapat mengambil pelajaran dari padanya. Tetapi, permin taan dan saran ini,
ditolak oleh Imam Malik dengan alasan, bahwa Saha bat Rasul sendiri
berbedabeda pendapat dalam bidang furu’ dan mereka pun telah tersebar ke mana-
mana.

Jumlah Hadits yang terdapat dalam Kitab Al-Muwattha’, para Ulama


berbeda pendapat dalam menetapkan angkanya.

Menurut Abu Bakar Al-Abyary, dalam kitab Muwattha’ ada 1700 buah
Hadits Rasul, Atsar Sahabat dan Atsar Tabi’in. Prof. Hasbi menyatakan 1726
buah.

Ibnu Hazm, penyusun kitab Al-Muhalla, (bukan Muhammad Ibnu Hazm)


berpendapat, bahwa dalam kitab Al-Muwattha’, Hadits yang musnad ada 500
buah lebih, yang mursal ada 300 buah lebih, yang Imam Malik sendiri tidak
mengamalkannya ada 70 buah.
Kualitas Hadits dalam Al-Muwattha

Ulama Hadits juga tidak sepakat dalam memberikan penilaian terha dap
Hadits-hadits yang termaktub dalam Al-Muwattha’.

1. Sufyan Ibnu Uyainah menyatakan, bahwa semua Hadits yang diri


wayatkan oleh Imam Malik, seluruhnya Shahih, sebab diriwayatkan dari
orang-orang yang tepercaya.
2. Ibnu Hazm menyatakan, bahwa Hadits-hadits dalam kitab Al dari
orangorang yang tepercaya Muwattha’, di antaranya ada yang dilemahkan
oleh Jumhur
3. Ibnu Hajar Al-Asqallany menyatakan, bahwa Hadits-hadits yang termuat
dalam Al-Muwattha’, adalah Shahih menurut ukuran Imam Malik, serta
menurut orang yang mengikuti/bertaqlid kepada Imam Malik. Menurut
Ibnu Hajar sendiri, bahwa dalam kitab Al-Muwat tha’ terdapat Hadits
yang mursal dan mungathi”.
4. Prof. Dr. T.M. Hashbi Ash-Shiddieqy menyatakan, bahwa Hadits

B. CIRI-CIRI SISTEM PEMBUKUAN HADITS PADA PERIODE KEEMPAT


(ABAD ILHIRY)

1. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, mencakup Hadits hadits


Rasul, fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi’in. Dengan demikian, kitab/dewan Hadits
dalam periode ini, belum diklassifisir/dipisah-pisah antara Hadits-hadits Marfu’,
Mauquf dan Maqthu’.

Kitab Hadits yang hanya menghimpun Hadits-hadits Nabi saja, hanyalah kitab
yang disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm, Beliau melakukan demikian,
mengingat adanya instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menyatakan:
‫“ ال تقبل الحديث الرسول صل هللا عليه وسـة‬Janganlah kamu terima, selain dari Hadits Nabi
saw.”

2. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, umumnya belum lah


dikelompokkan berdasarkan judul-judul (maudlu’) masalah tertentu.

Dengan demikian, maka dalam dewan-dewan Hadits, terhimpun secara


bercampur aduk Hadits-hadits Tafsir, Hadits-hadits Sirah Nabi, Hadits-hadits
Hukum, dan sebagainya. Imam Syafi’ilah yang mula pertama merintis menyusun
kitab Hadits.

berdasarkan judul masalah tertentu, dalam hal ini, yang berhu bungan
dengan masalah thalaq dalam satu bab.

3. Hadits-hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara yang ber kualitas


Shahih, Hasan dan Dha’if.

TABI’IN DAN TABIIT-TABI’IN LEBIH BANYAK MERIWAYATKAN


HADITS DARI PADA PARA SAHABAT

Periode keempat ini, merupakan periode dari Tabi’in Besar dan


Tabi’ittabi’in.

Ternyata, mereka ini lebih banyak jumlah Hadits yang diriwayatkan bila
dibandingkan dengan jumlah Hadits yang diriwayatkan oleh para Sahabat.

Terlebih dahulu perlu dijelaskan di sini, bahwa yang dimaksud dengan


istilah Hadits dalam hal ini, termasuk juga fatwa Sahabat dan Tabi’in, di samping
apa yang berasal dari Rasul.

Dengan demikian, maka yang menyebabkan para Tabi’in dan Tabi’it


tabi’in lebih banyak jumlah Hadits yang diriwayatkan dibanding dengan para
Sahabat, adalah:
1. Para Tabi’in (dan Tabi’it-tabi’in), selain meriwayatkan Hadits-hadits Nabi,
juga Atsar Sahabat (bagi Tabi’in) dan Atsar Tabi’in (bagi Tabi’it-tabi’in).

2. Para Tabi’in (dan Tabi’it-tabi’in), dalam mencari Hadits, bukan hanya


kepada para Sahabat saja, tetapi juga kepada para sesamanya. Dengan kata lain,
Tabi’in meriwayatkan Hadits dari para Sahabat dan para Tabi’in lainnya. Dan
para Tabi’it-tabi’in meriwayatkan Hadits dari para Tabi’in dan dari paranya.

C. PERKEMBANGAN PEMALSUAN HADITS DAN UPAYA


MENGATASINYA

1. Motif-motif Pemalsuan Hadits

Bila periode sebelumnya, pembinaan Hadits hanya banyak bertumpu pada


hafalan dan bahkan dilarang memperbanyak periwayatan Hadits oleh Khulafa’ur
Rasyidin, maka pada periode ini, periwayatan bukan hanya sekedar dibolehkan,
tetapi justru diperintahkan untuk ditulis dalam buku atau dewan Hadits. Dengan
demikian, antara hafalan dan naskah penulisan Hadits, menjadi saling membantu
dalam bidang pembi naan dan pengembangan Hadits.

Tetapi di balik itu, suasana masyarakat dalam periode keempat ini,


Tantangan yang harus dihadapi dalam rangka pemeliharaan Hadits-hadits Nabi
makin besar. Kalau dalam periode sebelumnya, tangan-tangan kotor yang dengan
sengaja membuat pemalsuan Hadits, tujuannya hanyalah untuk menarik
keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan politik golongannya, maka
dalam periode keempat ini, usaha kotor tersebut dilakukan juga oleh tukangtukang
cerita yang ingin menarik minat banyak orang, di samping kaum zindiq yang
dalam setiap kesempatan ingin meruntuhkan Islam.
a. Propagandis-propagandis politik

Telah dikemukakan, bahwa pada periode sebelumnya telah lahir tiga


golongan dari ummat Islam yang saling bertentangan pendapat politiknya

Pada periode ini, perpecahan golongan tersebut telah bertambah lagi, yakni
lahirnya pendukung Khalifah Amawiyah di satu fihak dan golongan pendukung
Khalifah Abbasiyah di fihak yang lain. Masing masing fihak, ingin saling
meruntuhkan fihak lawannya. Salah satu senjata yang dipergunakannya, adalah
membuat Hadits-hadits palsu

Hadits-hadits palsu yang mereka buat itu, berisi pemulyaan terhadap


golongannya dan menjatuhkan lawan golongannya.

b. Golongan Zindiq

Yakni, golongan yang pada lahirnya memeluk Islam, tetapi batinnya


memusuhi Islam.

Mereka ingin, agar ummat Islam meninggalkan ajaran Islam yang benar
dan mengikuti ajaran yang tidak benar. Dengan demikian, maka mereka akan
lebih mudah untuk meruntuhkan kejayaan Islam.

Kelihatannya mereka mempunyai suatu keyakinan, bahwa kejayaan Islam,


disebabkan oleh karena ajarannya. Artinya, ummat Islam akan selalu jaya dan
maju, bila mereka taat dan patuh kepada ajaran agama nya, sebab ajaran
agamanya itulah yang menuntun dan mendorong ummat Islam untuk maju dan
berbudaya tinggi. Maka, salah satu jalan untuk menjatuhkan ummat Islam,
diusahakan agar ummat Islam meninggalkan ajaran Islam yang murni, khususnya
di bidang akidahnya.

Dalam usaha pembuatan Hadits palsu, dari golongan zindiq ini me


manfaatkan juga perpecahan antara ummat Islam dibidang politiknya. Olehnya
itu, mereka membuat juga Hadis-hadits palsu yang berisi peng hasutan antara
golongan ummat Islam, khususnya antara golongan Ama wiyah dengan golongan
Abbasiyah. Olehnya itu, tidaklah mengherankan, jika pada saat Khalifah
Abbasiyah berkuasa, mereka terus ditumpas.

c . Tukang-tukang cerita

Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang paikannya,
adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik bila dibumbui
dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjil ganjil dan yang menakutkan.

Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan ke


inginannya yang sangat besar untuk menarik minat para hadirinnya, mereka lalu
membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Celakanya, kisahkisah
yang dikarangnya itu lalu dilengkapi dengan sanad dan dinyatakan berasal dari
Nabi Muhammad.

Secara tidak sadar, sesungguhnya mereka telah ikut menodai ajaran Islam
dan mengotori kemurnian Hadits Nabi.

d. Penganut ajaran tasawuf

Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan agamanya masih


sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang demikian ini
merasa dirinya serba tahu tentang ajaran Islam. Ditafsirkan lah ajaran Islam sesuai
dengan kehendaknya. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan
pemahamannya itu, maka dibuatnyalah Hadits hadits palsu. Dan pemalsuan Hadits
yang mereka buat, biasanya berkisar soal-soal yang berhubungan dengan “targhib
wat tarhib” (berita-berita yang menggembirakan dan mencemaskan).

2. Gerakan Untuk Menumpas Pemalsuan Hadits


a. Pemerintah, dalam hal ini dari bani Abbasiyah, berusaha menumpas kaum
zindiq.

Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas
kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka mem buat Hadits-hadits palsu yang
merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas.
Atau, mungkin para Kha lifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari
kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.

Usaha pemerintah ini, tentu saja belumlah berhasil secara tuntas menumpas
pemalsu-pemalsu Hadits. Sebab, kaum zindiq yang ditumpas pemerintah itu,
barulah salah satu golongan saja di antara golongan Hadits. Ditambah lagi, karena
kaum zindiq ini, merupakan gerakan yang terselubung, maka dalam
menumpasnya tidaklah mudah.

b. Para Ulama berusaha dengan gigih menghadapi pemalsuan-pemal suan Hadits.


Caranya, bermacam-macam. Di antaranya:

1. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk mengecek

Kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dan meneliti sumber-sumbernya,


kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyarakat.

2. Meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat. Riwayat hidup dan
tingkah laku para perawi dan sanad Hadits diselidiki dengan saksama. Maka
lahirlah, istilah-istilah tsiqah, kadz dzab, fulan la ba’sa bihi, dan sebagainya.

Imam Malik misalnya, telah memberi tuntunan kepada penuntut/pencari


Hadits, dengan menyatakan: Janganlah mengambil Ilmu (Hadits) dari empat
macam orang, yaitu:

a. orang yang kurang akal, manusia

b. orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengajak untuk mengikuti


hawa nafsunya,
c. orang yang suka berdusta, dan d. seorang Syaikh yang memiliki
keutamaan, kesalihan dan ak tif ibadah, tetapi tidak mengetahui apa yang
diriwayatkan nya yang berhubungan dengan Hadits.

Pada sekitar tahun 150 H. Ulama mulai memperbincangkan tentang Ta’dil


dan tajrih.

Banyak Ulama yang terkenal ahli dalam menilai perawi Hadits pada abad
II periode keempat ini Misalnya, Imam Malik, Auza iy, Sufyan Ats-Tsaury, Ibnul
Mubarak, Uyaiyah, Ibnu Wahhab, Waki Ibnu Al Jarrah, Yahya Ibnu Saad Al-
Qatthan, Abdur Rahman Ibnu Mahdi, dan lain-lain

Di antara Ulama tersebut, yang terkenal memiliki ilmu yang mendalam


tentang kritik rijalil Hadits, ada dua orang. Yaitu:

1. Yahya Ibnu Saad Al-Qatthan (wafat th. 193 H).


2. Abdur Rahman Ibnu Mahdi (wafat th. 198 H).

GOLONGAN PENOLAK HADITS

Pada periode keempat (abad II) ini, lahir juga sekelompok orang yang
menolak Hadits. Penolakan mereka, ada yang untuk seluruh Hadits, baik yang
Ahad maupun yang Mutawatir, dan ada golongan yang menolak Hadits Ahad saja.

Menghadapi kaum penolak Hadits ini, bangunlah Imam Syafi’I membela


Hadits Nabi. Dalam kitabnya “Al-Um”, Imam Syafi’I telah menerangkan panjang
lebar tentang alasan-alasan para penolak Hadits, kemudian beliau membantahnya
satu demi satu, dengan mengemuka. Kan alasan-alasan yang kuat.

Berkat kehebatan dan ketangguhan Imam Syafi’I dalam berusaha membela


dan melestarikan Hadits-hadits Nabi dari golongan yang menolak Hadits Nabi ini,
beliau lalu digelari sebagai: “Nashirul Hadits (Penolong Hadits), atau
“Multazimus-Sunnah”.
((((((Mas’ud; 6. Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit; dan 7. Sulaiman Ibnu Yassar).

Muhammad Ibnu Hazm, melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baik


Selanjutnya, instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga telah dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama Hadits, yang masyhur sebagai
Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Abu bakar Muhammad Ibnu Muslim
Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhry, yang dikenal juga dengan nama
Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.

Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil mendewankan


Haditshadits Rasulullah, lalu mengirimkan dewan-dewan Haditsnya itu kepada
penguasa-penguasa daerah.

Dengan demikian, maka pelopor pendewan (kodifikator) Hadits yang


pertama atas instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah:

1. Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H).


2. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry (wafat tahun 124 H)

Tentang kedua tokoh pemula pendewan Hadits ini, para ahli sejarah dan
Ulama Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai
Kodifikator/pendewan Hadits yang pertama, ialah Muhammad Ibnu Syi hab
AzZuhry.
Alasannya ialah, bahwa Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry mempu nyai
beberapa kelebihan dalam mendewankan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan
dengan Muhammad Ibnu Hazm

Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:

1. Dia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits, dibandingkan dengan


Ulama-ulama Hadits sezamannya

2. Dia mendewankan seluruh Hadits yang ada di Madinah, sedang yang dilakukan
oleh Muhammad Ibnu Hazm, tidak mencakup seluruh hadits yang ada di
Madinah.

3. Dia mengirimkan hasil pendewanannya kepada seluruh penguasa di daerah,


masing-masing satu rangkap; sehingga dengan demikian, lebih cepat tersebar.

Sayang sekali, bahwa kedua macam dewan Hadits tersebut, baik yang
disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syi hab
AzZuhry, telah lama hilang dan sampai sekarang tidak diketahui di mana berada.

Anda mungkin juga menyukai