Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST

Dosen Pengampu:

Rahmat Safri S.H.I,M.Pd.

Di Susun Oleh:

ARI FIRMANSYAH (2011080291)

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan Allah SWT, karena dengan berkat
rahmat dan hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Rahmat
safri yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami, dan
tidak luput juga kami ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman
yang ikut menyumbang pikirannya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami memohon maaf kepada bapak dosen Rahmat safri khususnya


dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun
isinya, kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun
kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah ini.

Bandar Lampung, 18 November 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Penghantar……………………………………………………………………………………………………………… i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………. 2

2.1 Sejarah Penulisan Dan Pebukuan Hadist……………………………………………………………… 2

2.2 Sistem Ulama Ulama Abad Kedua Membukukan…………………………………………………. 4

2.3 Masa Masa Hadist Di Bukukan…………………………………………………………………………….. 4

2.4 Kedudukan Dan Keadaan Kitab Kitab Hadist Abad Ke-II H……………………………………. 7

2.5 Pemisahan Hadist Hadist Tafsir Dan Hadist-Hadist Sirah…………………………………….. 8

2.6 Hadist Dalam Abad Ketiga…………………………………………………………………………………… 9

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………… 10

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………. 10

3.2 Saran………………………………………………………………………………………………………………….. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa permulaan Alquran masih diturunkan, Nabi Muhammad SAW melarang menulis
hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan Alquran. Pada masa itu, di samping
menyuruh menulis Alquran, Nabi Muhammuad SAW juga menyuruh menghafalkan ayat-ayat Alquran.1

Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum
dibukukan sebagaimana Alquran. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam
terdorong untuk membukukan hadits setelah agama Islam tersiar di daerah-daerah yang berjauhan
bahkan banyak di antara mereka yang wafat.2

Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun
hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-
kota besar yang lain.3

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam memahami sejarah pembukuan hadits dan permasalahannya, dalam
makalah ini, kami membahas tentang :

1. Sejarah penulisan dan pembukuan hadits.

2. Masalah-masalah dalam penulisan dan pembukuan hadits.

3. Latar belakang pemalsuan hadits dan upaya penyelamatannya.

1
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Ashiddiey. Sejarah dan Perkembangan hadits. Jakarta: bulan Bintang. 1988. hlm. xii
2
Ulumul Hadis Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Amzah 2009. hlm. 2
3
Dr. Nuruddin ‘ltr, Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits, ( Damaskus: Dar al-Fikr Damaskus, 1994), hlm.21

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Penulisan dan Pembukuan Hadits

Pada abad pertama Hijriyah, mulai dari jaman Rasulullah SAW, masa Khulafa’ Al-Rasyidin dan
sebagian besar jaman dinasti Umawiyah, yakni hingga akhir abad pertama Hijrah, hadits-hadits itu
berpindah dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan
hafalannya. Pada masa ini mereka belum terdorong untuk membukukannya.4

Ketika kendali khalifah dipegang oleh ‘Umar ibn Abdil Aziz yang dinobatkan pada tahun 99 H
sebagai seorang khalifah dari dinasti Umawiyah yang terkenal adil, sehingga beliau dipandang sebagai
Khulafa’ Al-Rasyidin yang kelima, tergeraklah hati untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para
perawi yang membendaharakan hadits dalam kepalanya kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau
khawatir apabila hadits dari para perawinya tidak segera dibukukan, kemungkinan hadits-hadits
tersebut akan lenyap dari muka bumi ini.5

Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada gubernur
Madinah, Abu bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm untuk membukukan hadits Rasul dan hadits-
hadits yang ada pada Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash Shiddiq.

‘Umar bin Abdil Aziz menulis kepada Abu Bakar bin Hazm, yang bunyinya :

‘’Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasulullah SAW, lalu tulislah karena
aku takut ilmu akan lenyap disebabkan meninggalnya ulama, dan jangan anda terima selain dari hadits-
hadits Rasulullah SAW. Dan hendaklah Anda sebarkan ilmu dan mengadakan majlis-majlis ilmu supaya
orang yang belum mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap ilmu hingga dijadikan barang
rahasia.”6

4
Dr. Nuruddin ‘ltr, Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits, ( Damaskus: Dar al-Fikr Damaskus, 1994), hlm.21.
5
Abd al-Nashr Tawfiq al ‘Athtar, Dustar al-Lammah wa ‘Ulum al Sunnah, ( Kairo: Maktabah Wahhab, tth. )hlm. 71
6
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits. Bandung: Al Ma’arif. 1974. hlm. 52

2
Disamping itu ‘Umar mengirimkan surat-suratnya kepada gubernur ke wilayah yang di bawah
kekuasaannya supaya berusaha membukukan hadits yang ada pada ulama yang diam di wilayah mereka
masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadits atas kemauan khalifah itu ialah : Abu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az Zuhry, seorang tabi’in yang ahli dalam urusan
fikih dan hadits7

Kitab hadits yang ditulis oleh ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang pertama yang ditulis
atas perintah kepala negara tidak sampai kepada kita, tidak terpelihara dengan semestinya. Dan kitab itu
tidak membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah. Membukukan hadits yang ada di Madinah itu,
dilakukan oleh al-Imam Muhammad bin Muslim bin Syihah az Zuhry yang memang terkenal sebagai
seorang ulama besar dari ulama-ulama hadits di masanya.8

Kemudian dari itu, berlomba-lombalah para ulama besar membukukan hadits atas anjuran Abu
Abbas As Saffah dan anak-anaaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.

Pada jaman dahulu, menyusun hadits tidak diberi upah, jangankan upah, tidak disuruh juga
mereka dengan senang hati menyusun hadits tanpa meminnta imbalan. Karena mereka
berfikir/berkata bahwa inilah hasil dari fikiran mereka, dan ini bukanlah suatu pekerjaan yang harus
diberi upah. Ulama jaman dahulu benar-benar berbeda dengan ulama jaman sekarang, mereka benar-
benar berjuang di jalan Allah dan tidak mengharapkan imbalan apapun.9

Para pengumpul pertama hadits yang tercatat dalam sejarah adalah :

a. Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H= 669 M – 150 H 767 M).


b. Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (.....H = 151 M - ..... H=768 M), atau Ibnu Dzi’bin. Atau Malik bin Anas
(93 H = 703 M – 179 H = 798 M).
c. Di kota Bashrah, al-Rabi’ bin Shabih (.....H =.....M – 160 H = 777 M). Atau Hammad bin Salamah (176
H), atau Sa’id bin Arubah (156 H= 773 M).
d. Di Kufah, Sufyan ats Tsaury ( 161 H ).
e. Di Syam, Al-Auza’y (156 H ).
f. Di Wasith, Husyaim al Wasithy ( 104 H = 772 M – 188 H = 804 M ).

7
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Ashiddiey. Sejarah dan Perkembangan Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. hlm. 69
8
Sejarah pengantar ilmu hadis, hlm. 49-50
9
Barmawie Umarie. Status Hadits sebagai Dasar Tajri. Solo:AB. Siti Sjamsyiah.1965. hlm. 13

3
g. Di Yaman , Ma’mar al Azdy (95 H = 753 M -153 H = 770 M ).
h. Di Rei, Jarir al Dlabby ( 110 H = 728 M – 188 H = 804 M ).
i. Di Khurasan, bin Mubarak (118 H = 735 M - 18 H = 797 M ).
j. Di Mesir, al Laits bin Sa’ad ( 175 M ).

Kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini ialah al Muwaththa’ susunan Imam
Malik r.a. atas permintaan khalifah Al Manshur ketika dia pergi naik haji pada tahun 144 H (143 H). 10

Kitab al Muwaththa’ dianggap paling shahih, karena tingkat keshahihannya lebih tinggi daripada
kitab-kitab sebelumnya. Karena pada saat itu Imam Bukhary belum muncul, dari sistematika itu yang
paling baik.

2.2 Sistem Ulama-ulama Abad Kedua Membukukan Hadits

Para ulama abad kedua membukukan hadits dengan tidak menyaringnya. Mereka tidak
membukukan hadits-hadits saja, fatwa-fatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya itu, bahkan
fatwa-fatwa tabi’in juga dimasukkan. Semua itu dibukukan bersama-sama. Maka terdapatlah dalam
kitab-kitab itu hadits marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu’. 11

2.3 Masa-masa Hadits di Bukukan

a. Masa Pembentukan Hadits

Masa pembentukan hadits tiada lain adalah pada masa kerasulan Nabi Muhammad SAW itu
sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam
benak atau hafalan para sahabat saja. Periode ini disebut al-wahyu wa al-takwin, yaitu hadits yang
penyampaiannya belum ditulis/masih lisan, hanya masih dalam benak mereka. Periode ini dimulai
sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul hingga wafatnya ( 610 M – 632 ). 12

b. Masa Penggalian

10
Ulumul Hadis Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Amzah 2009. hlm. 2
11
Ibid.hlm.92
12
Ulumul Hadis Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Amzah 2009. hlm.55

4
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini kitab hadits belum ditulis ataupun dibukukan.
Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang
mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.13

c. Masa Penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima hadits
baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at
dan aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat mengenal betul
pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada
hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya, diteliti secermat-cermatnya, siapaa-siapa yang
menjadi sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini
terjadi pada abad ke-II H, dan hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupahan
hadits marfu’, mana yang mauquf, dan mana yang maqthu’. 14

d. Masa Penyusunan

Abad ke-III H merupakan masa pentadwinan (pembukuan) dan penyusunan hadits. Guna
menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai perilaku Nabi
Muhammad SAW, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan memisahkan kumpulan
hadits yang termasuk marfu’ (yang sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad), mana yang mauquf
(yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat) dan mana yamg maqthu’ (yang sanadnya hanya
sampai kepada tabi’in). 15Usaha pembukuan hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan juga
dilakukan penelitian Sanad dan rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud
tashih (koreksi/verifikasi ) atas hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad ke-IV
H, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakan bahwa pada masa ini telah selesai
melakukan pembinaan mahligai hadits. Sedangkan abad ke-V H dan seterusnya adalah masa

13
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Ashiddiey. Sejarah dan Perkembangan Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. hlm.117
14
Ibid.hlm.92
15
Ibid. hlm.132

5
memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun untuk memudahkan mempelajari dengan
sumber utamanya kitab-kitab hadits abad ke-IV H.

e. Masa Pembukuan Hadits (dari abad ke-II H sampai abad ke-III H)

Usaha penulisan hadits yang dirintis oleh Abu Bakar bin Hazm dan Ibnu Syihab az Zuhri pada
sekitar tahun 100 H, diteruskan oleh ulama hadits pada pertengahan abad ke-II H. Perintah
kewarganegaraan mengenai pengumpulan hadits di atas dari khalifah ke-II Abasyiah di Baghdad,
yaitu Abu Ja’far al-Mansur yang memerintah selama 22 tahun (136 – 158 H). 16 Perintah ini ditujukan
kepada Malik bin Anas sewaktu Abu Ja’far Al-Manshur berkunjung ke Madinah dalam rangka ibadah
haji.

Banyak ulama hadits yang menghimpun bersamaan dengan kegiatan ulama dalam bidang lain
untuk menghimpun ilmu-ilmu agama seperti fiqih, kalam, dan sebagainya. Karena itu masa ini
dikenal dengan “Ashr al-Tadwin” (masa pembukuan). Karya ulama pada masa ini masih bercampur
antara hadits rasul dan fatwa sahabat serta tabi’in, bahkan mereka belum mengklasifikasikan antara
hadits sahih, hasan dan dha'if.17

Sistem pembukuan pada masa ini adalah dengan menghimpun hadits mengenai masalah yang sama
dalam satu bab, kemudian dikumpulkan dengan bab yang berisi masalah lain dalam satu karangan.18

Pada masa ini, terdapat 3 golongan yang memalsukan hadits, yaitu:

1. Golongan politik: permulaan abad ke-II H, dari golongan Abbasiyah, syiah dan lain-lain yang
bertujuan merebut kekuasan dari dinasti Umayah.

2. Golongan tukang cerita: mereka mengarang hadits palsu untuk menambah hebat ceritanya dan
untuk mendapat kepercayaan dari orang-orang.

3. Golongan zindik: mereka mengarang hadits palsu untuk membuat fitnah dan kekacauan di
golongan umat Islam.

16
Ulumul Hadis Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Amzah 2009. hlm.55
17
Ibid.hlm.92
18
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits. Bandung: Al Ma’arif. 1974. hlm. 57

6
Untuk menjaga kemurnian dan keaslian hadits Nabi SAW, ulama pada masa ini mengadakan
perjalanan ke daerah-daerah untuk mengecek kebenaran hadits dan meneliti sumber-sumbernya.
Sehingga pada masa ini muncul kritikus hadits yang terkenal seperti Yahya bin said bin al-Qaththan
dan Abdurrahman bin Mahdi.19

f. Kendala Pembukuan Hadits

Terdapat beberapa kendala dalam pembukuan hadits, antara lain :20

1. Karena adanya orang-orang yang membuat hadits palsu

2. Ulama tidak/belum memperhatikan dhaif, shahih/hasan, yang penting itu sumbernya dari
Rasulullah SAW

3. Memisahkan hadits maudu’ saja, yang lain tidak.

4. Untuk memverifikasi kebenaran orangnya, ketika hal ini sudah, ya sudah, yang lain tidak diurus.

2.4 Kedudukan dan Keadaan Kitab-kitab hadits abad ke-II H

Di antara kitab-kitab abad kedua yang mendapat perhatian umum ulama adalah :21

1. Al Muwaththa’, karya Imam Malik.

2. Al Musnad, susunan Imam Asy-Syafi’y. Kitab ini merupakan kumpulan hadits-hadits yang terdapat
dalam kitab beliau yang bernama “Al-Um”.

3. Mukhtaliful Hadits. disusun oleh Imam Syafi’i. Di dalamnya, dibahas tentang cara.-cara menerima
Hadits sebagai hujjah clan cara-cara mengkompromikan Hadits yang nampak kontradiksi satu sama
lain.

4. Al-Siratun Nabawiyah (Al-Maghazi wa Al-Siyar ). Disusun oleh Ibnu Ishaq. Berisi, antara lain tentang
perjalanan hidup Nabi dan peperangan-peperangan jaman Nabi.

19
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Ashiddiey. Sejarah dan Perkembangan Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. hlm.111
20
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits. Bandung: Al Ma’arif. 1974. hlm. 54
21
M. Hasbi Ash-Shidieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1978. hlm 46

7
Al Muwaththa’ yang paling terkenal dari kitab-kitab hadits abad kedua dan mendapat sambutan
yang besar sekali dari para ulama. Kitab ini mengandung 1726 rangkain khabar dari Nabi SAW, dari
sahabat dan dari tabi’in. Kitab ini mendapat perhatian dari para ahli, karena itu banyak yang membuat
syarahnya dan yang membuat mukhtasharnya.22

Adapun tingkat dan derajat hadits-hadits al-Muwaththa’ itu berbeda-beda. Ada di antaranya yang
shahih, ada yang hasan, dan ada pula yang dha’if. Imam Asy-Syafi’y pernah berkata, “Kitab yang paling
shahih sesudah Alquran, ialah Al-Muwaththa’.”

Mukhaliful Hadits adalah sebuah kitab Asy-Syafi’y yang penting. Di dalamnya di terangkan cara-cara
menguatkan sunnah dan cara-cara yang mengharuskan kita menerima hadits ahad. Adapun di dalamnya
di terangkan pula cara-cara menyesuaikan hadits-hadits yang terlihat bertentangan satu sama lainnya.
Di dalamnya terdapat pula hasil perdebatan asy-Syafi’y dengan Muhammad bin al Hasan dan lain-lain.23

2.5 Pemisahan Hadits-hadits Tafsir dan Hadits-hadits Sirah

Di dalam abad yang kedua ini, mulai dipisahkan antara hadits-hadits tafsir dari hadits umum dan
mulai pula dipisahkan hadits-hadits sirah dan maghazinya. Maka yang mula-mula memisahkan hadits-
hadits sirah, ialah Muhammad bin Ishaq bin Yassar al Muththalaby (151 H). Lalu kitab ini terkenal
dengan nama Sirah ibnu Hisyam.24

2.6 Hadits dalam Abad Ketiga

Ahli hadits abad ketiga mulai bangkit mengumpulkan hadits, mereka memisahkan hadits dari
fatwa-fatwa itu. Mereka bukukan hadits saja dalam buku-buku hadits berdasarkan statusnya. Akan
tetapi satu kekurangan pula yang harus kita akui, ialah mereka tidak memisah-misahkan hadits. Yakni

22
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Ashiddiey. Sejarah dan Perkembangan Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. hlm. 69
23
Ibid.hlm.47
24
Sejarah pengantar ilmu hadis, hlm. 49-50

8
mereka mencampurkan hadits shahih dengan hadits hasan dan dengan hadits dla’if. Segala hadits yang
mereka terima, dibukukan dengan tidak menerangkan keshahihannya.25

Dapat kita katakan bahwa besar kemungkinan, Shahifah Abu bakar bin Hazm membukukan
hadits saja mengingat perkataan ‘Umar bin Abdil ‘Aziz kepadanya : 26

“Jangan Anda terima melainkan hadits Rasul SAW”

Awal mulanya kebanyakan ulama Islam mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di kota
mereka masing-masing. Namun, keadaan ini dipecahkan oleh Imam Al-Bukhary. Beliaulah yang mula-
mula meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadits. Beliau pergi ke Maroko,
Naisabur, Baghdad, Makah, Madinah dan masih banyak lagi kota yang beliau kunjungi.27

Beliau membuat langkah mengumpulkan hadits-hadits yang tersebar diberbagai daerah. Selama
16 tahun lamanya Imam Al-Bukhary menjelajah untuk menyiapkan kitab shahihnya.

25
Sejarah pengantar ilmu hadis, hlm. 49-50
26
Ibid.hlm.49
27
Ibid

9
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ide penghimpunan hadits Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh khalifah Umar
bin Khattab(w.23/H/644M). Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena beliau khawatir
bila umat islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Alqur’an. Sampai Pada masa pemerintahan
khalifah Umar bin Abdul Aziz yangdinobatkan pada tahun 99 H. seorang khalifah dari Bani Umayyah
yang terkenal sangat adil sehingga beliau dimasukkan golongan Khalifah Rosyidin yang kelima. Beliau
punya inisiatif untuk membukukan hadits. Karena pada masa itu perawi atau para bendaharawan hadits
kian lama kian berkurang karena banyak yang meninggal dunia. Untuk melaksanakan inisiatifnya itu
maka pada tahun 100H beliau memerintah gubernur MadinahAbu Bakar bin Hazm untuk membukukan
hadits.Ulama’ yang pertama kali yang membukukan hadits” Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin
Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri.

3.2. Saran

Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang Sejarah Pembukuan / Penulisan


Hadist. Diharapkan makalah ini mampu menjadi acuan bagi mahasiswa agar mampu, memahami, dan
menjadikannya sebagai contoh teladan.

10

Anda mungkin juga menyukai