SERTA CABANG-CABANGNYA ”
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
T.A 2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia Allah Swt karena dengan rahmat dan limpahannya saya dapat
menyusun makalah ini sedikit ada kesalahan dalam penulisan kata dan kekurangan, namun
saya sangat bersyukur akhirnya bisa menyusun makalah ini dengan waktu yang c ukup
singkat, tak hanya itu dengan adanya makalah ini hasil dari beberapa buku dan web yang saya
baca sehingga adanya makalah ini dan mampuh menyusun isi materi makalah ini, semoga
dengan adanya makalah ini sekiranya sedikit membantu atau menambah sedikit pengetahuan,
dan bisa mengetahui tentang Ulumul hadis dan sejarah perkembangannya serta cabang-
cabangnya dan mampuh memahami nya.
2
DAFTAR ISI
BAB 1: PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah.......................................................................................4
C.Tujuan..........................................................................................................4
BAB 2: PEMBAHASAN
BAB 3: PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kita ketahui bahwasanya hadist merupakan sumber sumber ajaran Islam yang kedua
setelah al-Qur’an. Keberadaan hadist disamping telah mewarnai masyarakat dalam kehidupan
juga telah menjadi bahasan kajian yang menarik. Hadist mengandung makna dan ajaran serta
memperjelas kandungan al-Qur’an dan lain sebagainya.
Secara garis besar ilmu hadits dibagi atas ilmu hadits riwayat dan ilmu hadits dirayat.
Jika ilmu hadits riwayat membahas materi hadits yang menjadi kandungan makna, maka ilmu
hadits dirayat mengambil pembahasan mengenai kaidah-kaidahnya, baik yang berhubungah
dengan sanad atau matan hadits. Kedua pengetahuan tersebut sama-sama penting. Sebab
dengan ilmu yang pertama, setiap muslim yang ingin mengikuti jejak laku dan telada n
Rasulullah , harus menguasai ilmu tersebut. Sementara itu dengan menguasai ilmu yang
kedua, setiap muslim dan siapapun yang mempelajari dengan baik akan mendapatkan
informasi yang akurat dan akuntabel tentang hadits Nabi/ Rasulullah saw. Di bawah ini aka n
dibahas tentang pengertian ilmu hadits, sejarah yang dilalui, dan cabang-cabang ilmu hadits,
terurama ilmu hadits yang berkaitan dengan kegiataan takhrij dan penelitian sanad hadit Nabi
saw.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya:
‘ulumul al- hadist). ‘ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al- hadist. Kata
‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu- ilmu”; sedangkan
al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-
hadist mengandung pengertian “ilmu- ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW”.
Pada mulanya, Ilmu hadist memang merupakan beberapa ilmu yang masing- masing
berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist Nabi Saw dan para perawinya, seperti Ilmu al-
Hadist al-Shahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma wa al-kuna, dan lain- lain. Penulisan ilmu-
ilmu hadist secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama abad ke-3 H.
Ilmu- ilmu yang terpisah dan bersifat persial tersebut disebut dengan Ulumul Hadist,
karena masing- masing membicarakan tentang Hadist dan para perawinya. Akan tetapi, pada
masa berikutnya, ilmu- ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta
selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang
sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul
Hadist, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadist,
setelah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi
perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama – beberapa ilmu yang terpisah –
menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah
al-Hadist.
Pada dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam
Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun
hadist- hadist Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran hadist-hadist tersebut akan hilang
atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka
telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode- metode tertentu dalam menerima
hadist, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
5
Dasar dan landasan periwayatan hadist di dalam Islam dijumpai di dalam Al-Qur’an
dan hadist Rasul Saw.
Di dalam surah al- Hujurat ayat 6, Allah SWT memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang-orang yang
fasik.
Di samping itu, Rasul Saw juga mendorong serta menganjurkan para sahabat dan yang
lainnya yang mendengar atau menerima hadist-hadist beliau untuk menyampaikan atau
meriwayatkannya kepada mereka yang tidak mendengar atau mengetahuinya. Di dalam
sebuah hadistnya Rasul Saw bersabda :
(Semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar dari kami sesuatu
(hadist), lantas dia menyampaikannya (hadist tersebut) sebagaimana dia dengar, kadang-
kadang orang yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar. (HR. Al-
Tirmidzi).
Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa Khalifah
‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab al- Zuhri, para
ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist tersebut menerapkan
ketentuan-ketentuan ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang sampai pada masa mereka.
Mereka memperhatikan ketentuan-ketentuan hadist Shahih, demikian juga keadaan para
perawinya. Hal ini terutama karena telah menjadi perubahan yang besar didalam kehidupan
umat Islam, yaitu para penghapal hadist sudah mulai berkurang dan kualitas serta tingkat
kekuatan hapalan terhadap hadist pun sudah semakin menurun karena telah menjadi
percampuran dan akulturasi antara masyarakat Arab dengan non-Arab menyusul
perkembangan dan perluasan daerah kekuasaan Islam. Kondisi yang demikian memaksa para
ulama hadist untuk semakin berhati- hati dalam menerima dan menyampaikan riwayat, dan
mereka pun telah merumuskan kaidah-kaidah dalam menentukan kualitas dan macam- macam
hadist. Hanya saja pada masa ini kaidah-kaidah tersebut masih bersifat rumusan yang tidak
tertulis dan hanya disepakati dan diingat oleh para ulama hadist di dalam hati mereka masing-
masing, namun mereka telah menerapkannya ketika melakukan kegiatan perhimpunan dan
pembukuan hadist.
Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah perkembangan
hadist, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist ditulis dan
dibukukan, namun masih bersifat parsial. Yahya bin Ma’in (w. 234 H/848 M) menulis
6
tentang tarikh al-Rijal, (sejarah dan riwayat para perawi hadist), Muhammad bin Sa’ad (w.
230 H/844 M) menulis al- Thabaqat (tingkatan para perawi hadist ), Ahmad bin Hanbal (241
H/855 M) menulis al- An’Ilal (beberapa ketentuan tentang cacat atau kelemahan suatu hadist
atau perawinya), dan lain-lain.
Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang
membahas tentang ilmu hadist yang bersifat komprehensif, seperti kitab al-Muhaddits al
Fashil byn al-Rawi wa al-Wa’i oleh al-Qadhi Abu Muhammad al-Hasan ibn ‘Abd al-Rahman
ibn al-Khallad al-Ramuharmuzi (w.360 H/971 M), Ma’rifat ‘Ulum al-Hadist oleh Abu ‘Abd
Allah Muhammad ibn ‘Abd Allah al- Hakim al-Naisaburi (w.405 H/1014 M), al-Mustakhraj
‘ala Ma’rifat ‘Ulum al-Hadist oleh Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abd Allah al-Ashbahani (w.430
H/1038 M), al-Kifayah fi ‘Ulum al-Riwayah oleh Abu Bakar Muhammad ibn ‘Ali ibn Tsabit
al-Khathib al- Baghdadi (w.463 H/1071 M), al-Jami’ li Akhlaq wa adab al-Sami’ oleh al-
Baghdadi (463 H/1071 M). dan lain-lain.[8]
Pada abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist ini,
yang sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadist,
yang di antaranya adalah: ‘Ulum al-Hadist oleh Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman
yang lebih dikenal dengan Ibn al-Shalah (w.643 H/ 1245 M), Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib
al-Nawaei oleh Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi (w.911 H/ 1505 M).
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:
7
Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang dapat
menjatuhkan ke‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga
menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudan ditolak.
f) Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu (pengetahuan) untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan-matan hadits
yang sulit lagi sukar difahami disebabkan karena jarang sekali digunakan.
8
BAB III
PENUTUP
• Kesimpulan
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits didalam tradisi hadits. ( ‘ulum al-hadits)
‘ulum al-hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab
adalah bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti “ilmu”, sedangkan hadits berarti: “segala sesuatu
yang taqrir atau sifat”. Dengan demikian gabungan antara ‘ulum dan al- hadits mengandung
pengertian “Ilmu yang membahas atau yang berkaitan dengan hadits Nabi Saw”.
Pada dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam
Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun
hadist- hadist Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran hadist-hadist tersebut akan hilang
atau lenyap. Para sahabat mulai
giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai mempergunakan
kaidah-kaidah dan metode- metode tertentu dalam menerima hadist, namun mereka belumlah
menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
9
DAFTAR PUTAKA
2. Dr. H. Ramly Abdul Wahid, MA, Studi Ilmu Hadist, Cita Pustaka Medi, Bandung
2005 hlm 52
10