HADITS
DOSEN PENGAMPU
KELOMPOK III
Nim : 190202017
Nim : 190202018
Nim : 190202026
FAKULTAS SYARI’AH
2019
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat
khususnya bagi kami dan teman-teman sekalian.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Sahabat lain yang juga melakukan penulisan antara lain; Abdullah bin
Awfa, Ibn Mas’ud dan Rafi’ bin Khadij. Hanya saja dokumen asli karya mereka tidak
dapat kita lihat sekarang. Namun sebagian besar isinya sudah terpelihara dalam
beberapa kitab hadis, misalnya As-Shahifah Ibnu Amr terpelihara dalam musnad
Ahamd.
Para tabi’in yang mengikuti jejak para sahabat dalam melakukan penulisan hadis
antara lain;
1. Amir bin Sarahil As-Syaa’bi (19-130 H) seorang hakim memilik karya-karya
rujukan seperti kitab Al-Fard’idh, dan As-shadaqoh.
2. Abran bin Usman (20-150 H) adalah penyusun al-Maghazi yang pertama
3. Urwah bin Zubair (22-93 H) yang mencatat hadits-hadits dari Aisyah, ternyata
memiliki karya yang cukup banyak khususnya masalah perang.
4. Qasim bin Muhammad (35-105 H) memberikan catatan hadits pada Abubakar
bin Muhammad (w.117 H) seorang Gubernur Madinah yang ditugaskan untuk
menghimpun hadits.
Pada masa ini pula Gubernur Mesir ‘Abdul ‘Azizi bin Marwan (w.85 H)
yang menuliskan hadits-hadits yang peernah didengarnya dari sahabat-sahabat
Rasulullah SAW. Tradisi kuat penghimpunan dan pencatatan hadits dari ‘Abdul ‘Aziz
dilanjutkan oleh putranya ‘Umar terhadap pemeliharaan hadits Nabi, maka beiaupun
memerintahkan kepada Abu Bakar bin Muhammad untuk penghimpunan hadits yang
ada di tangan Amrah binti ‘Abd ar- Rahman dan Qasim, keduanya murid ‘Aisyah. Dan
ternyata az-Zuhrih lah yang pertama kali menyelesaikan tugas khalifah tersebut.
Bagian-bagian kitab ini kemudian dikirim ke berbagai daerah sebagai bahan
penghimpunanhadits selanjutnya. Sekali lagi ini menunjukan bahwa pencatatan
haditspun sudah dilakukan oleh para tabi’in.
Sebagaimana para sahabat besar, para sahbat kecil dan tabi;in juga cukup
berhati-hati dalam periwayatan hadis. Cara-cara yang ditempuh disamping yang dilakukan
oleh sahabat besar juga berbagai cara yang sesuai deengan hati nurani mereka dalam rangka
untuk menyampaikan hadis pada generasi berikutnya secara benar dan tidak keliru. Pada
masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi
mengkhawatirkan mereka.
Pada masa ini daerah kekuasaan islam semakin luas. Banyak sahabat
ataupun Tabi’in yang pindah dari Madinah ke daerah-daerah yang baru dikuasai, disamping
banyak pula yang masih tinggal di Madinah dan Makkah. Para sahabat pindah ke daerah baru
disertai dengan pembendaharaan hadis yang ada pada mereka. Kemudian bermunculan
sentra-sentra hadis, sebagaimana dikemukakan Muhammad Abu Zahw yaitu;
1. Madinah, dengan tokoh dikalangan sahabat; Aisyah, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Abu
Said Al-Khudzri dan lain-lain. Tokoh dari kalangan tabi’in Said Ibnu Musayid,
Urwah ibnu Zubair, Nafi’ Maula ibnu Umar dan lain-lain.
2. Mekkah, dengan tokoh hadis dari kalangan sahabat; Ibn ‘Abbas, ‘Abd Allah ibn
Sa’id, dan lain-lain. Dari kalangan Tabi’in, tokoh hadis antara lain; Mujahid ibn
jabr, ‘ikrimah mawla Ibn ‘Abbas, ‘Atha ibn Abi Rabah dll.
3. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat; ‘Abd Allah ibn Mas’ud, Sa’ad ibn
waqqas, dan Salman al-Farisi. Tokoh dari kalangan Tabi’in; Masruq ibn al-‘Ajda’,
Syuraikh ibn al-Haris dll.
4. Basrah, debf=gan tokoh dari kalangan sahabat: ‘Utbah Ibnu Gahzwan,’Imran Ibnu
Husayn dan lain-lain. Dari kalangan tabiin dikenal tokoh: Al-Hasan Al-Basri, Abu
Al’Aliyah dan alain-lain.
5. Syam, dengan tokoh darri kalangan sahabat: Muadz Ibnu Jabal, Abu
Al’Darda,’Ubbadah Ibnu Samit dan lain-lain. Tokoh dari kalangan tabiin: Abu Idris,
Qabishah Ibnu Suaib dan Makhlul Ibnu Abi Muslim.
6. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat: ‘Abd Allah Ibnu Amr Ibnu Al-
‘Ash,’Uqbah bin Amir dan lain-lain. Tokoh dari kalangan tabi’in: Ibnu Abi
Hubayib, Abu Bashrah Al-Ghifari dan lain-lain.
Hadis-hadis yang terima para tabiin ini ada yang berbetuk catatan atau
tukisan-tulisan dan ada pula yang harus dihafal, disamping dalam bentuk-bentuk yang sudah
terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti.
Pada abad ke III, masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis.
Yang dimaksud dengan masa seleksi atau penyaringan disini, ialah masa upaya para
Mudawwin hadis yang melakuka seleksi secara ketat, sebagai kelanjutan dari upaya para
ulama sebelumnya yang telah berhasil melahirkan suatu kitab tadwin.
Munculnya periode seleksi ini, sebagaimana telah dijelaskan, karena
pada periode tadwin belum berhasil dipisahkan beberapa hadis yang berasal dari
sahabat(mawquf) dan tabi’in (maqthu) dari hadis dari Nabi (marfu’). Begitu pula belum bisa
dipisahkan beberapa hadis yang dha’if dari yang sahih. Bahkan masih adanya hadis yang
mawdhu’(palsu) tercampur pada hadis-hadis yang sahih. Masa ini disebut dengan ‘ashr al-
tajrid wa al-tanqih (masa penerimaan,mentashihan, dan penyempurnaan).
Pada masa ini tidak seorangpun ulama yang membukukan hadits dengan
menukil dari kitab lain. Mereka membukukan hadits berdasarkan hadits-hadits yang diterima
dari para periwayat. Selain menyusun kitab-kitab hadits,mereka juga menyusun kitab-kita
yang berisi teori-teori untuk mentashih hadits. Secara umum, abad ketiga Hijriah ini
merupakan masa keemasan dalam perdaban islam.
Pada abad ke IV-VII H, masa seleksi ini dilanjutkan dengan masa
pengeembangan dan penyempurnaan sistem pnyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut
dengan ‘ashr al-tahdzib wa al-taqrib wa al-istidrak wa al-jam’i ( masa pemeeliharaan,
penertiban, penambahan, dan penghimpunan). Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih
mengarah kepada usaha mengembangkan beberapa variasi pembukuan kitab-kitab yang
sudah ada.
Dan Hadist pada masa sekarang disebut dengan: ‘Ashr al-syarh wa al-
jam’i wa al-takhrij wa al-bahts (Masa pensyarahan, penghimpunan,pentakhrijan, dan
pembahasan). Kegiatan ulama hadits pada masa ini berkenaan dengan upaya mensyarah
kitab-kitab hadits yang sudah ada, mentakhrij hadits-hadits dalam kitab tertentu, dan
membahas kandungan kitab-kitab hadits.
Masa ini terbentang cukup panjang, dari mulai abad ke IV H terus
berlangsung beberapa abad berikutnya dengan demikian , masa perkembangan ini memelwati
2 fase sejarh perkembangan islam, yakni fase pertengahan dan fase modern. Pada masa yang
disebut terakhir, muncul penulis hadits seperti Al-laknawi, Al-qasimi, dan Al-bani serta
ulama lain yang menghimpun hadits-hadits berdasarkan kualitas atau topik tertentu.